Pengaruh curah hujan, kelembaban, dan temperatur terhadap prevalensi Malaria di Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan The effect of rainfall, humidity, and temperature on malaria prevalence in Tanah Bumbu District South Kalimantan

   JHECDs, 3 (1), 2017, hal. 22-27

  Penelitian

  

Pengaruh curah hujan, kelembaban, dan temperatur terhadap

prevalensi Malaria di Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan

The effect of rainfall, humidity, and temperature on malaria

prevalence in Tanah Bumbu District South Kalimantan

  Sri Sulasmi*, Dian Eka Setyaningtyas, Akhmad Rosanji, Nita Rahayu Balai Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang (Litbang P2B2) Tanah Bumbu, Jl. Lokalitbang, Gunung Tinggi, Batulicin, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Indonesia

  • Korespondensi:

  

Tanggal diterima 05 Oktober 2016, Revisi pertama 18 November 2016, Revisi terakhir 13 Maret 2017, Disetujui 11

April 2017, Terbit daring 07 Agustus 2017

Abstract: Malaria is one of communicable disease that still becoming important issue in Indonesia. Tanah Bumbu is one of

district in South Kalimantan province with high malaria prevalence. Malaria cases occur nearly every month with significant raise

of malaria incidences on May, October to July. This was a descriptive research using secondary data of rainfall, temperature and

humidity from Meteorology and Geophysics Board of Banjarbaru and Malaria case of Tanah Bumbu District data within 10 years

term. Results showed that rainfall influenced the increase in the density of mosquitoes. The optimum temperature supports an

o increased density of mosquitoes in the 26,5 to 27

  Precautions can be done by observing rainfall, humidity and temperature of the weekly scale.

  Keyword: climate variability, humidity, malaria, rainfall, temperature

Abstrak: Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah penting di Indonesia. Tanah

  Bumbu merupakan salah satu kabupaten di Kalimantan Selatan dengan prevalensi malaria yang masih tinggi. Kasus malaria terjadi hampir disetiap bulan, peningkatan signifikan pada bulan Mei, Oktober hingga Juli. Penelitian ini bersifat deskriptif, menggunakan data sekunder berupa data curah hujan, kelembaban, temperatur dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Banjarbaru, juga data kasus malaria Kabupaten Tanah Bumbu selama kurun waktu 10 tahun. Hasil menunjukkan bahwa curah hujan mempengaruhi peningkatan kepadatan nyamuk. Temperatur optimum mendukung peningkatan o kepadatan nyamuk pada 26,5-27

  C. Kelembaban, temperatur, dan curah hujan optimum mendukung peningkatan kejadian malaria yang terlihat dari angka kasus. Peningkatan surveilan perlu dilakukan pada akhir bulan basah (bulan Februari hingga Mei). Kewaspadaan dapat dilakukan dengan melakukan pengamatan curah hujan, kelembaban dan suhu skala mingguan.

  Kata Kunci: variabilitas iklim , kelembaban, curah hujan, malaria, temperatur DOI

  :

  Cara sitasi

  : Sulasmi S, Setyaningtyas DE, Rosanji A, Rahayu N. Pengaruh curah hujan, kelembaban,

  (How to cite)

  dan temperatur terhadap prevalensi Malaria di Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan. J.Health.Epidemiol. Commun.Dis. 2017;3(1): 22-27.

  22 JHECDs Vol. 3, No. 1, Juni 2017

Pendahuluan

  Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah penting di Indonesia, dalam level kontrol. 1 Pengendalian penyakit malaria dilakukan melalui penurunan jumlah kasus malaria. Hal tersebut dicanangkan oleh Kementerian Kesehatan dalam program eliminasi malaria yang direncanakan hingga tahun 2030. 1 Program eliminasi dilaksanakan secara bertahap di seluruh Indonesia dan Pulau Kalimantan berada pada tahap ketiga yang direncanakan pelaksanaannya pada tahun 2020 bersama-sama dengan Pulau Sulawesi dan NTB. Strategi yang diterapkan dalam program ini meliputi: penemuan dini dan pengobatan dengan tepat, pemberdayaan masyarakat, penjaminan akses pelayanan berkualitas, advokasi, kemitraan, penyelenggaraan sistem surveilans, monitoring dan evaluasi, peningkatan kualitas SDM, juga pengembangan teknologi. 1 Penelitian yang dilakukan oleh Balai Litbang P2B2 pada tahun 2011 menunjukkan bahwa Kabupaten

  Tanah Bumbu memiliki prevalensi malaria yang masih tinggi dengan nilai API (Annual Parasite

  Incidence) tertinggi di tahun 2012 sebesar

  12,67‰. Hasil penelitian menyatakan bahwa kebiasaan bekerja pada malam hari merupakan salah satu variabel dominan yang terkait dengan kejadian malaria. 2 Perubahan iklim dapat berpengaruh terhadap penyebaran penyakit malaria. 3 Penyebaran penyakit malaria dibatasi oleh temperatur. Temperatur yang terlalu kering menyebabkan menurunnya distribusi penyakit malaria karena kurangnya populasi nyamuk sebagai vektor. 3 Sawah dan mata air merupakan habitat alami

  • – 2013.

  Anopheles sp. Semakin luas lahan sawah dan banyak mata air berpotensi meningkatkan kepadatan nyamuk Anopheles sp. Keberadaan genangan air di sawah dan mata air bergantung pada curah hujan. Semakin tinggi curah hujan, semakin luas genangan, sehingga curah hujan berhubungan dengan kepadatan nyamuk Anopheles

  sp. dan erat hubungannya dengan fluktuasi kesakitan malaria. 4 Kepadatan nyamuk Anopheles sp. tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan suhu udara,

  namun kelembaban udara memiliki hubungan bermakna. Semakin tinggi suhu udara, kepadatan nyamuk menurun. Semakin kelembaban tinggi kepadatan meningkat. 6 Kepadatan nyamuk Anopheles sp. berhubungan bermakna dengan curah hujan. Kepadatan nyamuk Anopheles sp. berhubungan bermakna dengan kasus malaria. Tingginya kasus ditemukan pada bulan berikutnya disebabkan masa inkubasi plasmodium sekitar 14 hari sejak gigitan. Berdasarkan analisis statistik didapat hubungan yang bermakna antara kepadatan nyamuk Anopheles dengan kasus malaria (p = 0,021). Semakin tinggi kepadatan nyamuk per-orang per- malam, maka semakin besar kasus malaria pada bulan berikutnya. 6 Metode

  Penelitian ini bersifat deskriptif, dengan menggunakan beberapa data sekunder. Data kasus malaria diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tanah Bumbu. Data curah hujan, kelembaban, dan temperatur diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Banjarbaru dengan data pengamatan di Stasiun Klimatologi Stagen. Data-data tersebut kemudian dibandingkan untuk melihat adanya kecenderungan hubungan antara curah hujan, kelembaban, dan temperatur dengan prevalensi malaria di Kabupaten Tanah Bumbu. Prevalensi malaria dinyatakan dalam nilai API yang merupakan jumlah kasus yang terdiagnosa positif dibagi jumlah penduduk. Data yang digunakan adalah data dinas kesehatan dalam kurun waktu lima tahun, antara 2009

Hasil

  Malaria merupakan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp. Kasus malaria di Kabupaten Tanah Bumbu mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun 2011, dengan jumlah kasus 3448 didiagnosa positif. Kasus tertinggi terjadi pada Januari tahun 2012 sebanyak 544. Jika dilihat jumlahnya dalam lima tahun, bulan Mei paling tinggi terjadi kasus malaria dan paling rendah terjadi di bulan September (Tabel 1). Peningkatan kasus malaria dimulai dari bulan Oktober tahun 2010, kemudian bertambah terus tinggi hingga bulan Juli 2011. Kasus sedikit turun hingga bulan Oktober, kemudian meningkat sampai puncak di bulan Januari tahun 2012. Selanjutnya kasus turun terus hingga akhir tahun 2013.

  Nilai Annual Prevalence Incidence (API) menyatakan besarnya kasus terdiagnosa positif dalam suatu populasi (penduduk Kabupaten Tanah Bumbu). Nilai API menunjukkan bahwa pada Tahun 2011 hingga 2013 pada tingkat tinggi, prevalensi malaria lebih dari 5‰. Pada tahun 2011 dan 2012 dalam 1000 orang penduduk terdapat 13 orang penderita. Tahun 2013 menurun menjadi 6 orang penderita dalam 1000 orang. S. Sulasmi, D.E. Setyaningtyas, A. Rosanji, N. Rahayu Pengaruh curah hujan terhadap prevalensi Malaria...

  Tabel 1. Prevalensi Malaria di Kabupaten Tanah Bumbu

  Hasil analisis data menunjukkan bahwa pada saat Tahun 2009

  • – 2013 puncak hujan tinggi, kejadian kasus malaria turun,

  Tahun

  namun saat intensitas hujan turun kasus malaria

  Bulan

  mengalami peningkatan, seperti dapat dilihat

  2009 2010 2011 2012 2013

  dalam Gambar 1. Fluktuasi intensitas hujan dari

  Januari 0,20 0,20 0,70 2,03 0,49

  tahun 2009 hingga tahun 2013 cenderung turun,

  Februari 0,20 0,10 0,90 1,45 1,00

  dan kasus kejadian malaria juga menunjukkan

  Maret 0,10 0,10 1,00 1,44 0,90 penurunan mulai tahun 2012. April 0,20 0,10 0,90 1,43 0,94

  Kelembaban dipengaruhi oleh banyaknya

  Mei 0,50 0,30 1,10 1,46 0,57

  kandungan air dalam udara. Pada Gambar 2 dapat

  Juni 0,10 0,20 1,40 1,20 0,43

  dilihat bahwa tingkat kelembaban bulanan

  Juli 0,10 0,20 1,20 0,64 0,34 cenderung menurun dari tahun 2010. Agustus 0,10 0,30 0,90 0,61 0,27

  Kelembaban paling tinggi terjadi pada pertengahan

  September 0,10 0,30 0,70 0,38 0,21

  tahun 2010 hingga pertengahan tahun 2011

  Oktober 0,10 0,40 0,70 0,70 0,26 dengan tingkat kelembaban lebih dari 90%. November 0,10 0,50 1,50 0,59 0,35

  Temperatur pada pertengahan tahun 2010

  Desember 0,10 0,50 1,80 0,75 0,16

  cenderung rendah dibandingkan tahun

  Total 1,70 3,10 13,00 13,00 5,90 sebelumnya, maupun pada tahun selanjutnya.

  Kecenderungan kenaikan temperatur tersebut dapat dilihat dalam Gambar 3.

  

Gambar 1. Grafik hubungan curah hujan dengan kasus malaria di Kab. Tanah Bumbu tahun 2009-2013

Gambar 2. Grafik hubungan kelembaban dengan kasus malaria di Kab. Tanah Bumbu tahun 2009-2013 JHECDs Vol. 3, No. 1, Juni 2017 Hasil analisis data iklim selama kurun waktu 2010 hingga 2014 menunjukkan bahwa kondisi curah hujan di Kabupaten Tanah Bumbu cenderung menurun. Kelembaban lingkungan menunjukkan kecenderungan menurun. Data temperatur menunjukkan bahwa di Kab. Tanah Bumbu temperatur lingkungan dirasakan semakin meningkat. Prevalensi kejadian malaria tinggi terjadi pada saat kelembaban dan temperatur optimal yakni pada temperatur 26,5C dan kelembaban sekitar 85%.

  • – 27,5C. Temperatur terendah terjadi pada bulan Juli 2011 dan bulan Juli 2012. Gambar 3 menunjukkan bahwa pada kasus tinggi di bulan Mei 2009 temperatur rerata 27C, pada bulan Mei 2010, dengan 100 kasus temperatur maksimal di 27,5C, kasus tertinggi Tahun 2011 terjadi pada bulan Juli dengan temperatur 26,5C, pada bulan Oktober temperatur mencapai 27,3C dan turun hingga 26,5C pada bulan Februari tahun 2012 dan naik lagi mencapai 26,7C, pada kondisi ini terjadi kasus malaria yang tinggi. Karakteristik hujan yang dinyatakan dalam banyaknya curah hujan mempengaruhi keberadaan air di permukaan tanah. Semakin tinggi intensitas hujan semakin besar potensi air permukaan sebagai genangan yang berfungsi untuk habitat nyamuk Anopheles sp. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Munif dan Sudomo, bahwa hubungan dinamika populasi A.

  Kasus malaria yang meningkat di bulan Oktober hingga bulan Juni menunjukkan bahwa faktor iklim menjadi salah satu hal yang mempengaruhi, dimana bulan Oktober - Juni merupakan bulan basah (hujan). Faktor iklim meliputi curah hujan, kelembaban, dan temperatur merupakan satu kesatuan yang akan mempengaruhi karakteristik habitat Anopheles sp.

  Curah hujan yang dinyatakan dalam besarnya hujan dengan satuan millimeter (mm). Data curah hujan digambarkan dalam grafik (Gambar 1). Tren hujan menunjukkan bahwa pada tahun 2010 di bulan Mei, peningkatan curah hujan sebanding dengan adanya peningkatan kasus. Pada tahun 2011, curah hujan bulanan tidak lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, namun dapat dilihat bahwa peningkatan curah hujan sejalan dengan meningkatnya kasus. Tahun 2012 dan awal 2013 terjadi hal yang sama, bahwa meningkatnya curah hujan sejalan dengan meningkatnya kasus.

  Kelembaban rata-rata selama lima tahun adalah 80% – 93%. Kelembaban minimal sebesar 80% terjadi pada bulan September 2009. Kelembaban maksimal sebesar 93% terjadi pada bulan Juni 2010. Dalam Gambar 2, dapat dilihat bahwa awal tahun 2010 sampai pertengahan tahun 2011, kelembaban rata-rata di Kabupaten Tanah Bumbu sangat tinggi, antara 86% – 93%. Pada bulan Mei

  2011 hingga akhir 2013, fluktuasi kelembaban antara 83% – 87%. Temperatur rata-rata di Kabupaten Tanah Bumbu antara 25,5C

  barbirostris dengan prevalensi malaria

  menunjukkan hubungan korelasi positif dengan kecenderungan yang selaras, makin tinggi dinamika populasi maka nilai prevalensi makin tinggi. 9 Hubungan antara kepadatan nyamuk dengan curah hujan menunjukkan korelasi positif, curah hujan tinggi populasi nyamuk makin meningkat. Pada musim kemarau (Juli) nyamuk vektor berumur sangat panjang sehingga nyamuk dapat melakukan penularan malaria. 9 Penelitian Suwito menyatakan bahwa curah hujan memiliki hubungan bermakna dengan kepadatan

  Anopheles. Kepadatan Anopheles mempunyai

  hubungan bermakna dengan jumlah kasus malaria satu bulan berikutnya. Hasil ini sesuai dengan masa inkubasi intrinsik parasit malaria. Pencatatan kasus malaria melebihi waktu masa inkubasi penyakit, karena penderita biasanya melakukan

  Gambar 3. Grafik hubungan temperatur dengan kasus malaria di Kab. Tanah Bumbu tahun 2009-2013

Pembahasan

S. Sulasmi, D.E. Setyaningtyas, A. Rosanji, N. Rahayu Pengaruh curah hujan terhadap prevalensi Malaria..

  pengobatan sendiri terlebih dahulu, jika kondisi makin parah baru dibawa ke puskesmas atau rumah sakit. 6 Hubungan antara kepadatan nyamuk dengan curah hujan menunjukkan korelasi positif, curah hujan tinggi populasi nyamuk makin meningkat. Pada musim kemarau (Juli) nyamuk vektor berumur sangat panjang sehingga nyamuk dapat melakukan penularan malaria. 9 Penelitian Mardiana menyatakan bahwa di kobakan, kolam, parit yang airnya tidak mengalir dan genangan air di bawah rumah penduduk ditemukan jentik Anopheles. 8 Penelitian ini memperkuat bahwa curah hujan yang tinggi akan meninggalkan genangan pada cekungan-cekungan di tanah, sehingga mendukung terbentuknya habitat perkembangbiakan Anopheles sp. Temperatur akan mempengaruhi perkembangan parasit dalam tubuh nyamuk, Temperatur yang optimum berkisar antara 20C – 30C, semakin tinggi temperatur akan mengakibatkan masa inkubasi ekstrinsik semakin pendek, begitu sebaliknya. 9 Hasil penelitian yang dinyatakan dalam Grafik 2, menyatakan bahwa temperatur rata-rata di

  • 89%. Di Kabupaten Sumba Barat NTT kecenderungan insiden malaria selama lima tahun (tahun 2005-2009) terlihat mengalami peningkatan, dengan kisaran antara 0,02‰ - 1,73‰ sedangkan curah hujan berfluktuasi antara 1 - 282 mm, sebaliknya suhu cenderung stabil berkisar antara 24,1ºC - 29ºC dan kelembaban udara berfluktuasi antara 65% - 88%.
  • 11 Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau selama lima tahun (tahun 2005-2009) kecenderungan insiden malaria terlihat mengalami penurunan, dengan kisaran antara 0,11‰ – 2,28‰ sedangkan curah hujan cenderung stabil berkisar antara 42 mm - 874 mm, keadaan suhu cenderung meningkat berkisar antara 25,1ºC - 27,9ºC dan kelembaban cenderung stabil berkisar antara 75-95%. Di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah selama sepuluh tahun (tahun 2000-2009) kecenderungan insiden malaria terlihat mengalami peningkatan, dengan kisaran antara 0,02‰ – 1,72‰ sedangkan curah hujan rata-rata berkisar antara 4 - 567 mm, keadaan suhu cenderung stabil berkisar antara 25,1ºC - 29,3ºC dan kelembaban udara cenderung stabil antara 67% - 86%. 12 Kejadian malaria di Kab. Bintan dan Banggai bahwa menurut curah hujan menunjukkan kecenderungan yang negatif, karena curah hujan tidak berpengaruh langsung terhadap kejadian malaria. Kecenderungan peningkatan insiden malaria, secara tidak langsung dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban, dan secara langsung berpengaruh terhadap parasit malaria dan nyamuk vektor malaria. 12 Kesimpulan dan Saran

      Kabupaten Tanah Bumbu dalam temperatur optimum, sehingga kemungkinan terjadinya penularan sangat tinggi. Namun berdasarkan pengamatan selama lima tahun, dapat dilihat bahwa temperatur tidak menunjukkan hubungan yang signifikan, sehingga dapat dikatakan bahwa temperatur tidak mempengaruhi peningkatan kasus malaria. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Suwito pada tahun 2010 bahwa temperatur tidak mempunyai hubungan bermakna dengan kepadatan nyamuk Anopheles. 6 Kelembaban udara yang rendah akan memperpendek umur nyamuk, meskipun berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban minimal 60% untuk memungkinkan hidup nyamuk, Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif menggigit, sehingga akan meningkatkan penularan malaria. 10 Hasil penelitian ini, seperti terlihat bahwa fluktuasi kelembaban berpengaruh secara terhadap peningkatan kasus kasus malaria. Hal ini sejalan dengan penelitian Suwito, bahwa kelembaban dan curah hujan mempunyai hubungan bermakna dengan kepadatan nyamuk

      Anopheles, dan akan berkorelasi positif dengan kasus malaria. 6 Hasil penelitian di Kabupaten Kapuas, Kalimantan

      Tengah selama lima tahun (tahun 2005-2009) menunjukkan bahwa insiden malaria cenderung mengalami penurunan, dengan kisaran antara 0,01‰ - 0,31‰. 11 Curah hujan cenderung berfluktuasi berkisar antara 2-556 mm, sebaliknya suhu cenderung meningkat berkisar antara 25,5ºC-28,6ºC dan kelembaban cenderung stabil berkisar antara 76%

      Curah hujan, kelembaban, dan temperatur berpengaruh terhadap peningkatan kasus malaria. Peningkatan temperatur, kelembaban, dan intensitas hujan meningkatkan potensi kasus malaria di Kabupaten Tanah Bumbu. Kondisi optimal mendukung perkembangbiakan nyamuk sebagai vektor malaria. Peningkatan kewaspadaan perlu dilakukan pada akhir bulan basah (bulan Februari hingga Mei). Kewaspadaan dapat dilakukan dengan melakukan pengamatan curah hujan, kelembaban dan suhu skala mingguan. JHECDs Vol. 3, No. 1, Juni 2017

    Ucapan Terima Kasih

      Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan Litbangkes yang telah memberikan kesempatan terlaksananya penelitian ini. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Kepala Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tanah Bumbu beserta jajaran staf atas bantuan yang diberikan selama pengumpulan data di lapangan. Kepada pembimbing penulisan yang telah memberikan masukan dalam penyempurnaan tulisan ini, terima kasih kami sampaikan.

      Epidemiologi. Makassar: Masagena Press. 2012

    Kontribusi Penulis

      Daftar Pustaka 1.

    Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber

      Binatang Ditjen Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Direktur Jenderal Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 293/MENKES/SK/IV/ 2009 tentang Eliminasi Malaria di Indonesia. 2009.

      1-36 2. Rahayu N. Faktor Risiko Kejadian Malaria di

      Daerah Endemis 6 Kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2011. Laporan Akhir Penelitian. Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu. 2011 3. Keman S. Perubahan Iklim Global Kesehatan

      Manusia dan Pembangunan Berkelanjutan. J Kesehat Lingkung. 2007;3(2):195-204 4. Hakim L, Ipa M. Sistem Kewaspadaan Dini KLB

      Malaria berdasarkan Curah Hujan, Kepadatan Vektor, dan Kesakitan Malaria di Kabupaten Sukabumi. Media Litbang Kesehatan.

      2007;17(2):34-40 5.

      Kontribusi setiap penulis pada artikel ini adalah SS bertanggung jawab terhadap semua aspek isi artikel, NR bertanggung jawab terhadap analisis dan pembahasan, DES bertanggung jawab terhadap analisis data dan AR bertanggung jawab terhadap persiapan dan penyusunan data.

      Puslitbang Ekologi dan Status Kesehatan Badan Litbang Kesehatan Kementerian Kesehatan. 2010 9. Munif A, Sudomo M, dkk. Korelasi Kepadatan

      Populasi An.barbirostris dengan Prevalensi Malaria di Kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya. Media Litbang Kesehatan. 2003;13(3):20-28 10. Arsin AA. Malaria di Indonesia: Tinjauan Aspek

    Achmad H, Mardihusodo SJ, Sutanto, Hartono

      Batubara terhadap Kejadian Malaria dan Kecacingan di Kalsel. Laporan Akhir Penelitian.

      Global terhadap Ledakan Malaria di Indonesia. Vektora. 2012;3(1):53-80 8. Mardiana. Faktor Risiko Akibat Penambangan

      Kusnanto H. Estimasi Tingkat Intensitas Penularan Malaria dengan Dukungan Penginderaan Jauh (Studi Kasus di Daerah Endemis Malaria Pegunungan Menoreh Wilayah Perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. J Ekol Kesehat. 2003;2(1):157-164 6. Suwito, Hadi UK, Sigit SH, Sukowati S. Hubungan

      Iklim, Kepadatan Nyamuk Anopheles dan Kejadian Penyakit Malaria. Jurnal Entomologi Indonesia. 2010;7(1): 42-53 7. Raharjo M. Malaria Vulnerability Indeks (MLI) untuk Manajemen Risiko Dampak Perubahan Iklim

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24