Konsolidasi Tanah Sebagai Upaya Penataan
Konsolidasi Tanah Sebagai Upaya Penataaan Lahan yang Ideal
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia lebih
tepatnya Indonesia menduduki peringkat ke 4 Dunia. Menurut data BPS (Badan Pusat Statistik) tahun
2015 jumlah penduduk indonesia adalah 255 182 144 penduduk dengan laju pertumbuhan sebesar
1,3%. Hal ini membuat cepatnya perkembangan pemukiman yang berdampak pada ketersedian lahan
di indonesia. Apalagi masyarakat Indonesia cenderung untuk membuat perumahan non formal yang
bersifat mandiri dari masyarakat. Pembangunan seperti ini cenderung kurang diawali dengan analisis
dan perhitungan yang matang sehingga menyebabkan perkembangan lahan pemukiman yang tidak
teratur.
Perkembangan lahan yang tidak teratur tersebut dapat menyebabkan masalah yang cukup rumit
dari segi bentuk dan keruangan, kependudukan, kelayakan dan lain lain. Kebanyakan masyarakat
tidak merasakannya karena sudah terbiasa dengan lingkungan sekitarnya. Hal yang paling terlihat
jelas adalah dari bentuk yang membuat tidak efektifnya penggunaan lahan di wilayah tersebut.
Agar didapatkan penggunaan lahan yang efektif maka diperlukan suatu pengendalian. Dari
sekian banyak cara penataan lahan jika melihat akar masalah yang paling ideal adalah dengan cara
konsolidasi lahan. Konsolidasi lahan adalah kebijaksanaan pertanahan mengenai penataan kembali
penguasaan dan penggunaan tanah serta usaha pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan,
untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam dengan melibatkan
partisipasi aktif masyarakat (Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 pasal
1 ayat 1).
Berbeda dengan pembebasan lahan dimana pengembang membeli tanah untuk dibangun
kembali. Konsolidasi lahan menerapkan prinsip membangun tanpa menggusur jadi masyarakat akan
tetap menempati lahan mereka dan tetap mendapatkan hak milik tanah. Masyarakat juga ikut serta
dalam pembangunannya sehingga masyarakat tidak lagi menjadi objek perencanaan melainkan subjek
perencanaan. Secara garis besar konsolidasi lahan dapat dicontohkan sebagai berikut: Ada
perkampungan lama dimana masyarakat yang menempati kampung tersebut awalnya membangun
rumahnya hanya berdasarkan dengan kebutuhan individu dan kemampuan pribadi masing-masing
yang membuat penataan kampung tersebut tidak teratur dan lahannya tidak efektif, dengan adanya
konsolidasi lahan ini akan dilakukan pemotongan, pergeseran dan pengkaplingan ulang sehingga
penataannya menjadi lebih rapi.
Apakah tidak rugi?
Mungkin ini pertanyaan yang pertama timbul di masyarakat. Jawabannya adalah tidak. Pada
konsolidasi tanah memang ada lahan yang terpotong namun lahan terpotong yang selanjutnya
dinamakan STUP (Sumbangan Tanah Untuk Pembangunan) akan digunakan untuk pembangunan
Fasum (Fasilitas Umum) dan Fasos (Fasilitas Sosial) seperti jalan, sekolah, taman, Lapangan olahraga
dan lain-lain. Lahan menjadi tertata, rapi dan sehat. Selain itu nilai lahan di kawasan tersebut juga
meningkat. Pemerintah juga mendapatkan beberapa keuntungan seperti penggunaan dana
APBN/APBD yang lebih hemat karena sumbangan lahan dari masyarakat, terciptanya lingkungan
kota yang lebih teratur, dan adminitrasi pertanahan menjadi lebih tertib.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia lebih
tepatnya Indonesia menduduki peringkat ke 4 Dunia. Menurut data BPS (Badan Pusat Statistik) tahun
2015 jumlah penduduk indonesia adalah 255 182 144 penduduk dengan laju pertumbuhan sebesar
1,3%. Hal ini membuat cepatnya perkembangan pemukiman yang berdampak pada ketersedian lahan
di indonesia. Apalagi masyarakat Indonesia cenderung untuk membuat perumahan non formal yang
bersifat mandiri dari masyarakat. Pembangunan seperti ini cenderung kurang diawali dengan analisis
dan perhitungan yang matang sehingga menyebabkan perkembangan lahan pemukiman yang tidak
teratur.
Perkembangan lahan yang tidak teratur tersebut dapat menyebabkan masalah yang cukup rumit
dari segi bentuk dan keruangan, kependudukan, kelayakan dan lain lain. Kebanyakan masyarakat
tidak merasakannya karena sudah terbiasa dengan lingkungan sekitarnya. Hal yang paling terlihat
jelas adalah dari bentuk yang membuat tidak efektifnya penggunaan lahan di wilayah tersebut.
Agar didapatkan penggunaan lahan yang efektif maka diperlukan suatu pengendalian. Dari
sekian banyak cara penataan lahan jika melihat akar masalah yang paling ideal adalah dengan cara
konsolidasi lahan. Konsolidasi lahan adalah kebijaksanaan pertanahan mengenai penataan kembali
penguasaan dan penggunaan tanah serta usaha pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan,
untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam dengan melibatkan
partisipasi aktif masyarakat (Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 pasal
1 ayat 1).
Berbeda dengan pembebasan lahan dimana pengembang membeli tanah untuk dibangun
kembali. Konsolidasi lahan menerapkan prinsip membangun tanpa menggusur jadi masyarakat akan
tetap menempati lahan mereka dan tetap mendapatkan hak milik tanah. Masyarakat juga ikut serta
dalam pembangunannya sehingga masyarakat tidak lagi menjadi objek perencanaan melainkan subjek
perencanaan. Secara garis besar konsolidasi lahan dapat dicontohkan sebagai berikut: Ada
perkampungan lama dimana masyarakat yang menempati kampung tersebut awalnya membangun
rumahnya hanya berdasarkan dengan kebutuhan individu dan kemampuan pribadi masing-masing
yang membuat penataan kampung tersebut tidak teratur dan lahannya tidak efektif, dengan adanya
konsolidasi lahan ini akan dilakukan pemotongan, pergeseran dan pengkaplingan ulang sehingga
penataannya menjadi lebih rapi.
Apakah tidak rugi?
Mungkin ini pertanyaan yang pertama timbul di masyarakat. Jawabannya adalah tidak. Pada
konsolidasi tanah memang ada lahan yang terpotong namun lahan terpotong yang selanjutnya
dinamakan STUP (Sumbangan Tanah Untuk Pembangunan) akan digunakan untuk pembangunan
Fasum (Fasilitas Umum) dan Fasos (Fasilitas Sosial) seperti jalan, sekolah, taman, Lapangan olahraga
dan lain-lain. Lahan menjadi tertata, rapi dan sehat. Selain itu nilai lahan di kawasan tersebut juga
meningkat. Pemerintah juga mendapatkan beberapa keuntungan seperti penggunaan dana
APBN/APBD yang lebih hemat karena sumbangan lahan dari masyarakat, terciptanya lingkungan
kota yang lebih teratur, dan adminitrasi pertanahan menjadi lebih tertib.