Politik Dan Ekonomi Indonesia pada Masa

POLITIK DAN EKONOMI INDONESIA PADA MASA
REFORMASI

Disusun oleh :
Kelompok IV / Kelas XII MIA 6
Ketua/Moderator : Adventino Artha............ (02)
Anggota : 1. Alfian Hardy............... (04)
2. Alliefzha Agoes........... (06)
3. Cristina Pravitasari.... (10)
4. Metsen Mutiara.......... (20)
5. Nindya Mariana......... (24)
6. Refiena Dalila............. (26)
7. Zaki Imam Azmi........ (30)

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1
MADIUN
Jl. Mastrip No. 19 Telp./Fax : (0351) 454393 Madiun 63139
e-mail : smasa_madiun@yahoo.com

2016/2017


KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, atas Berkat dan Rahmat Allah SWT kami panjatkan karena kuasa dan bantuan-Nya
sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini tepat waktu.
Tujuan penulisan makalah ini sebagai salah satu tugas mata pelajaran Sejarah Indonesia dan agar
penulis maupun pembaca memahami politik dan ekonomi Indonesia pada masa Reformasi. Disamping itu
tidak akan terselesaikan dengan baik makalah ini apabila tidak ada bantuan dari pihak lain, oleh karena itu
penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Lukito Hadi Walujo, S.Pd selaku guru Sejarah Indonesia yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan penulisan yang baik dan benar, sehingga penulis dapat menyusun
karya tulis ini.
2. Orang Tua penulis yang telah memberi dukungan dan membiayai penulis.
3. Dan pihak-pihak yang telah membantu penulis.
Penulis sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan penulisan makalah ini, namun
penulis memohon kritik dan saran kepada pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Harapan penulis semoga makalah ini bisa mendatangkan manfaat untuk pembaca, penulis
mendapatkan nilai yang cukup ataupun lebih dari guru mata pelajaran Sejarah Indonesia.
Akhir kata, penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini.

Penyusun


DAFTAR ISI
Halaman Cover / Sampul Depan ..................................................................................................

i

Kata Pengantar .............................................................................................................................

ii

Daftar Isi .......................................................................................................................................

iii

BAB 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................

1

1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................


1

1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................

1

1.4 Manfaat Penulisan ..........................................................................................

2

2.1 Periode Akhir Orde Baru ................................................................................

3

2.1.1 Krisis Multidimensional Menjelang Akhir Orde Baru ..........................

3

2.1.2 Tuntutan dan Agenda Reformasi ..........................................................


5

2.1.3 Peran Pelajar dan Mahasiswa Menuntut Reformasi ..............................

6

2.1.4 Pengunduran diri Presiden Soeharto .....................................................

8

BAB 2

2.2 Perkembangan Politik dan Ekonomi Bangsa Indonesia pada Masa
Reformasi.........................................................................................................

9

2.2.1 Periode Pemerintahan B.J. Habibie........................................................


9

2.2.2 Periode Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid ..........................

17

2.2.3 Periode Pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri....................

21

2.2.4 Periode Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono...............

26

2.2.5 Periode Pemerintahan Presiden Joko Widodo.......................................

29

4.1 Kesimpulan .....................................................................................................


31

4.2 Saran ...............................................................................................................

31

Daftar Pustaka ...............................................................................................................................

32

Lampiran .......................................................................................................................................

34

BAB 3

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Reformasi merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara kearah yang lebih baik secara konstitusional. Lahirnya
reformasi oleh karena pemerintah Orde Baru yang sebelumnya berjalan secara otoriter dan
sentralistrik yang tidak memberikan ruang demokrasi dan kebebasan rakyat berpartisipasi penuh
dalam proses pembangunan. Gerakan Reformasi diawali ketika Presiden Soeharto meletakkan
jabatannya sebagai presiden pada 21 Mei 1998.
Proses kejatuhan Orde Baru telah tampak ketika Indonesia mengalami dampak langsung dari
krisis ekonomi yang melanda negara-negara di Asia. Ketika krisis ini melanda Indonesia, nilai rupiah
jatuh secara drastis, dampaknya terus menggerus di segala bidang kehidupan, mulai dari bidang
ekonomi, politik, dan sosial. Tidak sampai menempuh waktu yang lama, sejak pertengahan tahun
1997, ketika krisis moneter melanda dunia, bulan Mei 1998, Orde Baru akhirnya runtuh. Krisis
moneter membuka jalan bagi kita menuju terwujudnya kehidupan berdemokrasi yang sehat, yang
selama ini terkukung oleh sistem kekuasaan Orde Baru yang serba menguasai semua sisi kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
Proses menuju reformasi telah dimulai ketika wacana penentangan politik secaraterbuka kepada
Orde Baru mulai muncul. Penentangan ini terus digulirkan oleh mahasiswa, cendikiawan, dan
masyarakat, mereka menuntut pelaksanaan proses demokratisasi yang sehat dan terbebas dari praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang muncul dampak tidak diimbanginya pembangunan fisik
dengan pembangunan mental terhadap para pelaksana pemerintah (birokrat), aparat keamanan
maupun pelaku ekonomi. Mereka juga menuntut terwujudnya rule of law, good governnance serta

berjalannya pemerintahan yang bersih. Oleh karena itu, bagi mereka reformasi merupakan sebuah era
dan suasana yang senantiasa terus diperjuangkan dan dipelihara. Jadi bukan hanya sebuah
momentum, namun sebuah proses yang harus senantiasa dipupuk.
1.2 Rumusan Masalah
Sebagaimana latar belakang yang telah terurai di atas dan dengan batasan masa akhir Orde Baru maka
yang menjadi pokok permasalahannya adalah :
1. Apa sajakah yang menjadi faktor terjadinya reformasi?
2. Bagaimana perkembangan politik dan ekonomi pada masa tiap-tiap presiden yang pernah di
Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai meliputi tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu:

1. Memperluas pengetahuan tentang wawasan kebangsaan dengan mempelajari berbagai sudut
pandang serta aspek dari yang bernama Reformasi.
2. Mengetahui faktor-faktor terjadinya reformasi.
3. Mengetahui perkembangan politik dan ekonomi pada tiap-tiap presiden yang pernah menjabat di
Indonesia
4. Mempunyai akhir menumbuhkembangkan patriotisme di dalam diri masing-masing anak bangsa,
khususnya generasi bangsa.
1.4 Manfaat Penelitian

Untuk memberikan informasi tentang faktor-faktor terjadinya reformasi dan perkembangan
politik dan ekonomi pada tiap-tiap presiden yang pernah menjabat di Indonesia, sehingga makalah ini
diharapkan dapat menjadi sumber pengetahuan untuk penulis maupun pembaca tentang Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Periode Akhir Orde Baru
2.1.1 Krisis Multidimensional Menjelang Akhir Orde Baru
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) krisis artinya keadaan genting.
Multimedia artinya mempunyai berbagai dimensi (kemungkinan, segi, dan bidang). Dengan
demikian, krisis moneter, ekonomi, politik, hukum, dan kepercayaan. Adapun krisis
multimedimensional yang terjadi di Indonesia menjelang akhir Orde Baru dapat dijelaskan
sebagai berikut
a. Krisis Moneter
Pada tahun 1997 krisis moneter menyerang negara-negara di kawasan Asia Tenggara,
termasuk Indonesia. Rupiah pada awal bulan Juli 1997 berada pada posisi nilai tukar Rp
2.500,00/US$ dan terus mengalami kemerosotan. Hingga 9%. Bank Indonesia pun tidak
mampu membendung nilai rupiah yang semakin merosot sehingga pada bulan Januari 1998
niai tukar rupiah telah mencapai Rp 17.000,00/US$. Kondisi ini berdampak pada jatuhnya

bursa saham Jakarta, bangkrutnya peusahaan-perusahaan besar di Indonesia, dan likuidasi
beberapa bank nasional.
Dalam menghadapi krisis moneter Presiden Soeharto meminta bantuan kepada IMF.
IMF bersedia mengucurkan dana kepada Indonesia dengan syarat Indonesia mencabut
bantuan dana untuk subsidi dana pokok, listrik, dan BBM. Selain itu, Indonesia diminta
menutup enam belas bank swasta. Pada saat krisis semakin memanas l, muncul keteganganketegangan sosial dalam masyarakat. Pada awal tahun 1998 terjadi kerusuhan anti-Tionghoa
di sejumlah kota. Etnik Tionghoa menjadi sasaran kemarahan masyarakat karena dianggap
mendominasi perekonomian Indonesia. Selain itu, di beberapa daerah terjadi kerusuhan dan
penjarahan. Adanya kerusuhan dan penjarahan merupakan gejala krisis sosial pada saat itu.
b. Krisis Ekonomi
Munculnya krisis moneter sejak tahun 1997 berdampak pada erekonomian masyarakat
Indonesia dan dunia usaha. Turunnya rupiah menyebabkan pasar uang dan pasar modal
terpuruk. Sejumlah perusahaan baik skala besar maupun skala kecil mengalami kebangkrutan
yang menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan kerjya (PHK) secara besar-besaran.
Adanya pemutusan hubungan kerjya (PHK) ini mengakibatkan pengangguran melonjak ke
level yang belum pernah terjadi sejak akhir tahun 1960-an, yaitu sekira 20 juta orang atau
20% lebih dari angkatan kerja. Akibat PHK dan naiknya harga barang dengan cepat, jumlah
penduduk di bawah garis kemiskinan terus meningkat mencapai 50% dari total penduduk.
Sektor ekspor yang diharapkan mampu menyelamatkan Indonesia dari krisis ternyata
mengalami keterpurukan. Keterpurukan sektor ekspor disebabkan oleh beban utang,


ketergantungan besar pada komponen impor, kesulitan trade financing, dan ekspor migas
anjlok 34,1% dibandingkan tahun 1997, sementara nonmigas hanya tumbuh 5,3%.
Pada tanggal 4 Mei 1998 pemerintah menaikkan harga BBM dan tarif dasar listrik.
Kenaikan tersebut berdampak pada naiknya biaya angkutan dan bahan pokok kebutuhan
lainnya. Kondisi tersebut memicu gerakan massa yang sangat besar dan tidak terkendali. Di
tengah maraknya demonstrasi Presiden Soeharto justru menghadiri Konferensi G- 15 di
Kairo, Mesir. Menjelang keberangkatannya Presiden Soeharto meminta masyarakat tenang
dan memahami kenaikan harga BBM. Selain itu, Presiden Soeharto menyerukan kepada
lawan-lawan politiknya bahwa pasukan keamanan akan menangani dengan tegas setiap
gangguan yang muncul. Meskipun demikian, kerusuhan tetap berlangsung.

c. Krisis Politik
Gejala yang mengarah pada terjadinya krisis politik telah ada sejak peristiwa 27 Juli
1996. Peristiwa 27 Juli 1996 adalah kerusuhan dan perusakan gedung DPD-PDI yang
membawa korban jiwa. Pertikaian politik terus berlangsung sepanjang tahun 1996 dan
meluas ketika hasil pemilu yang diselenggarakan pada tanggal 29 Mei 1997 memberi
kemenangan mutlak pada Golkar (Golongan Karya).
Setelah pelaksanaan pemilu 1997 perhatian masyarakat tercurah pada Sidang Umum
MPR yang dilaksanakan pada bulan Maret 1998. Sidang umum tersebut menetapkan kembali
Soeharto sebagai presiden untuk masa jabatan 1998-2003 dengan B.J. Habibie sebagai
wakilnya. Pada tanggal 10 Maret 1998 pidato pertanggungjawaban Presiden Soeharto
diterima oleh MPR. Selanjutnya, pada tanggal 12 Maret 1998 Presiden Soeharto kembali
dilantik menjadi Presiden Indonesia bersama B.J. Habibie sebagai wakilnya.
Pada hari yang sama muncul gerakan mahasiswa dan masyarakat yang menolak
pelantikan Soeharto sebagai presiden untuk ketujuh kalinya. Tuntutan mahasiswa dan
masyarakat ini dilatarbelakangi oleh banyaknya penyimpangan dalam bidang politik.
Penyimpangan tersebut sebagai berikut.
1) Demokrasi tidak dilaksanakan semestinya.
2) Banyak anggota DPR/MPR yang menerapkan sistem netopisme.
3) Orientasi politik pemerintahan Orde Baru lebih condong ke negara Barat.
4) Terjadi ketidakadilan dalam bidang hukum.
Demonstrasi mahasiswa semakin meluas dan digelar di hampir seluruh Indonesia
dengan melibatkan para staf akademis dan pimpinan universitas. Aksi mahasiswa yang tidak
mendapat tanggapan pemerintah mendorong mahasiswa di berbagai kota mulai mengadakan
aksi hingga keluar kampus.

d. Krisis Hukum
Pada masa Orde Baru lembaga kehakiman sering menjadi pelayanan kepentingan para
penguasa. Kondisi tersebut jelas menyimpang dari pasal 24 UUD 1945 yang menyatakan
lembaga kehakiman memiliki kekuasaan merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintah
(eksekutif).
Pada masa Orde Baru, hukum sering dijadikan alat pembenaran atas kebijakan penguasa.
Banyak rekayasa dalam proses peradilan. Oleh karena itu, seseorang yang dianggap bersalah
dapat bebas dari hukuman dan seseorang yang tidak bersalah masuk penjara. Akibat
penyimpangan tersebut,masyarakat menghendaki reformasi dalam bidang hukum untuk
meluruskan masalah pada posisi sebenarnya.
e. Krisis Kepercayaan
Munculnya krisis kepercayaan disebabkan oleh penyimpangan demokrasi pada masa
pemerintahan Orde Baru. Pemerintahan Orde Baru dianggap tidak menjalankan demokrasi
secara benar karena Golkar selalu meraih kemenangan mutlak dalam pemilu. Situasi tersebut
diperparah dengan banyaknya anggota pemerintah yang melakukan praktik korupsi, kolusi,
dan nepotisme (KKN). Krisis ekonomi,politik, dan hukum menambah ketidakpercayaan
masyarakat terhadap pemerintah Orde Baru. Contohnya ketika Presiden Soeharto
mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan, terjadi aksi protes dari
masyarakat dan mahasiswa.
Krisis kepercayaan semakin bertambah setelah terjadi Tragedi Trisakti. Empat
mahasiswa Universitas Trisakti tewas tertembak oleh aparat keamanan saat berdemonstrasi.
Masyarakat menganggap pemerintah Orde Baru telah melakukan pelanggaran HAM. Dengan
menguatnya kepedulian masyarakat terhadap demokratisasi dan HAM menjadikan
pemerintahan Orde Baru kehilangan pamor.
2.1.2 Tuntutan dan Agenda Reformasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), reformasi adalah perubahan secara
drastis untuk perbaikan (bidang sosial, politik, atau agama) dalam suatu masyarakat atau negara.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa reformasi di Indonesia menghendaki adanya
perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ke arah yang lebih baik dalam berbagai
aspek kehidupan.
Tuntutan reformasi di Indonesia dilatarbelakangi oleh krisis multidimensional, seperti
krisis ekonomi, politik, sosial, dan kepercayaan. Awalnya, gerakan reformasi hanya dilakukan di
kampus-kampus besar. Akan tetapi, tuntutan mereka tidak mendapatkan respons dari
pemerintah. Akhirnya, para mahasiswa harus turun ke jalan bersama organisasi massal lainnya
yang juga menuntut reformasi. Agenda utama gerakan reformasi adalah turunnya Presiden
Soeharto dari kursi kepresidenan. Selebihnya gerakan reformasi tahun 1998 mempunyai enam
agenda sebagai berikut.

a. Suksesi kepemimpinan nasional.
b. Amandemen UUD 1945.
c. Pemberantasan KKN.
d. Penghapusan dwifungsi ABRI.
e. Penegakan supremasi hukum.
f. Pelaksanaan otonomi daerah.
2.1.3 Peran Pelajar dan Mahasiswa Menuntut Reformasi
Presiden Soekarno turun dari jabatannya setelah para mahasiswa mengajukan tiga
tuntutan rakyat (Tritura) pada tahun 1966. Pada tahun 1998 mahasiswa kembali tampil dalam
panggung sejarah Indonesia sebagai agen perubahan bangsa. Mahasiswa menuntut Presiden
Soeharto turun dari jabatannya dan meminta kepada pemerintah agar melaksanakan agenda
reformasi. Tindakan mahasiswa tersebut merupakan salah satu wujud kepedulian mereka
terhadap bangsa Indonesia.
a. Peran Pelajar dan Mahasiswa di Jakarta
Jakarta merupakan ibu kota negara Indonesia. Presiden, Wakil Presiden, DPR/MPR RI,
para menteri dan jajarannya berkedudukan di jakarta. Tidak heran jika para mahasiswa di
Jakarta menjadi pelopor aksi demonstrasi menuntut reformasi. Adanya jarak yang dekat
antara mahasiswa dan pemerintahan memungkinkan aspirasi mereka didengar.
1) Aksi Mahasiswa Universitas Indonesia
Aksi pertama mahasiswa Universitas Indonesia (UI) dilakukan pada tanggal 19
Februari 1998, tiga bulan sebelum Presiden Soeharto turun dari jabatannya. Aksi tersebut
bertempat di pelataran parkir Fakultas Sastra UI. Aksi tersebut berhasil mengundang
1.000-2.000 mahasiswa UI dari berbagai fakultas dengan melibatkan institusi formal.
Mereka mengutarakan permintaan kepada pemerintah Orde Baru untuk secara sadar dan
damai mengundurkan diri dari pemerintahan Indonesia karena telah gagal menjalankan
amanat rakyat.
Keesokan harinya, aksi dilakukan oleh mahasiswa sejumlah lebih dari 10.000 orang
berkeliling kampus dan berkahir di dekat gerbang masuk UI. Para mahasiswa tersebut
menyampaikan aspirasinya melalui sebuah baliho besar yang dipasang di depan Mako
Resimen Mahasiswa UI yang bertuliskan “Turunkan harga!”, “hapuskan momopoli,
korupsi dan kolusi!”, “Tegakkan kedaulatan rakyat!”, “Tuntut suksessi kepemimpinan
nasional!”, “Mahasiswa dan Rakyat bersatulah!” dan mulai saat itu terpasang tulisan
“Kampus perjuangan rakyat” tepat dibawah lambang UI.
2) Tragedi Trisakti
Pada tanggal 12 Mei 1998 mahasiswa Universitas Trisakti melakukan demonstrasi
menuntut turunnya Presiden Soeharto. Demonstrasi dilakukan di dalam kampus sesuai
anjuran aparat. Akan tetapi kekangan aparat menyebabkan menuntut untuk berdemo di depan
gedung DPR agar aspirasi mereka bisa langsung disampaikan kepada pemerintah. Akhirnya

para mahasiswa ini nekad sehingga aparat mengamankan mahasiswa menggunakan peluru
tajam sehingga 4 mahasiswa Trisakti menjadi korban. Mereka adalah Elang Mulia Lesmana,
Heri Hertanti, Hafidin Royan dan Hendriawan Sie. Peristiwa tersebut kemudian dikenal
dengan sebutan Tragedi Trisakti.
Tragedi Trisakti memicu terjadinya kerusuhan yang lebih besar dan mengakibatkan
aparat kewalahan. Seminggu setelah Tregedi Trisakti mahasiswa berhasil menduduki gedung
DPR/ MPR.

Presiden Soeharto pun berpidato bahwa ia tidak mampu mengendalikan

kerusuhan. Presiden Soeharto juga gagal mendapatkan dukungan Ulama dan Tokoh
Masyarakat. Akhirnya Presiden Soeharto mengundurkan diri.
b. Peran Mahasiswa Yogyakarta
Di Yogyakarta terjadi peristiwa bentrok yang melibatkan mahasiswa dan aparat
keamanan. Peristiwa tersebut dikenal sebagai tregedi Gejayan karena terjadi di daerah
Gejayan, Yogyakarta. Peristiwa ini berasal dari unjuk rasa mahasiswa beberapa Universitas
di Yogyakarta pada tanggal 8 Mei 1998, seperti Institut Sains and Teknologi AKPRIND,
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS), Universitas Kristen Duta Wacana,
Universitas Gajah Mada, Universitas Sanata Darma Yogyakarta dan Kampus IKIP Negeri
Yogyakarta.
Demonstrasi

mahasiswa

tersebut

berlangsung

tertib.

Mereka

menyampaikan

keprihatinannya terhadap kondisi bangsa Indonesia. Para mahasiswa juga menolak Soeharto
sebagai Presiden kembali, memprotes kenaikan harga

dan mendesak segera dilakukan

reformasi. Menjelang sore hari para demonstran bergerak menuju kampus UGM untuk
melakukan unjuk rasa. Akan tetapi aparat keamanan tidak mengijinkan aksi unjuk rasa
tersebut. Akhirnya terjadi bentrokan antara mahasiswa dengan aparat keamanan yang
berlangsung hingga malam hari. Bentrokan tersebut mengakibatkan ratusan korban luka dan
satu mahasiswa meninggal dunia yaitu Moses Gatotkaca.
c. Peran Mahasiswa Bandung
Di Bandung

aksi demonstrasi dipelopori oleh mahasiswa kampus Universitas

Padjadjaran (UNPAD) dan Institut Teknologi Bandung (ITB). Selanjutnya, puluhan
Mahasiswa se Bandung Raya bersatu dalam forum Mahasiswa Bnadung dengan menjadikan
Aula Sanusi Hardjadinata, UNPAD sebagai Sekretariat bersama. Ribuan Mahasiswa dan
Rakyat bergabung dan berjalan melakukan Long March menuju lapangan GASIBU dan
Gedung Sate. Mereka menyuarakan tuntutan Reformasi Ekonomi dan Politik yang bermuara
pada tuntutan pergantian Nasional.
Gerakan mahasiswa yang didukung oleh masyarakat ini menjadi salah satu kekuatan
yang mamapu melengserkan Presiden Soeharto dari jabatannya. Bersatunya mahasiswa
Bandung membawa pengaruh positif bagi masyarakat Bandung ketika itu. Bandung saat itu
kondisinya relatif aman dari kerusuhan dan penjarahan. Slogan Anak Bandung Cinta Damai
menjadi pemersatu Mahasiswa dan Masyarakat untuk menjaga agar kota Bandung tetap
aman dan Kondusif.

d. Peran Mahasiswa Surakarta
Aksi mahasiswa di Surakarta di pelopori oleh mahasiswa Universitas Sebelas Maret
(UNS) dan Universitas Muhamadiyah Solo (UMS). Aksi tersebut dipicu oleh demonctrasi di
wilayah Jakarta dan Yogyakarta. Gelombang demonstrasi mahasiswa Surakarta tersebut
menuntut Presiden Soeharto turun dari jabatannya. Aks yang dilakukan oleh mahasiswa
kampus UNS Surakarta bisa dibilang cukup berani karena ketika kampus

lain masih

berdemonstrasi di halaman kampus, mahasiswa UNS Surakarta justru sudah memulai aksi
keluar kampus. Akibatnya, terjadi bentrokan dengan aparat keamanan. Riabuan mahasiswa
UMS juga menggelar demo keprihatinan atas tragedi Gejayan dan Tragedi Trisakti. Dalam
demonstrasi tersebut terjadi tindakan anarkis aparat yang berupaya meredakan aksi
demonstrasi. Ribuan demonstran akhisnya berlari mundur ke kampus UMS.
e. Peran Mahasiswa di Surabaya
Pada hari rabu tanggal 8 April 1998 aksi keprihatinan digelar secara damai oleh
mahasiswa Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya. Aksi tersebut

dijawab dengan

tindakan anarkis oleh aparat yang menyebabkan jatuhnya korban. Setelah kejadian tersebut,
hampir 20 ribu mahasiswa gabungan 16 perguruan tinggi di Surabaya menggelar aksi serupa
di Universitas 17 Agustus Surabaya.
2.1.4 Pengunduran diri Presiden Soeharto
Kondisi Indonesia yang tidak terkendali memaksa Presiden Soeharto mempercepat
kepulangannya dari Mesir. Pada tanggal 19 Mei 1998 Soeharto bertemu dengan 9 pemimpin
Islam terkemuka, termasuk Abdurachman Wahid dan Nurcholis Madjid . presiden Soeharto
meminta pendapat mereka, apakah sebaiknya ia memang harus turun jabatan. Presiden Soeharto
menyatakan me- reshuffle Kabinet Pembangunan VII menjadi Kabinet Reformasi. Presiden
Soeharto mengumumkan bahwa ia akan turun dari jabatan pada masa reformasi dan
mengundurkan diri setelah Pemilu diadakan. Akan tetapi, segala tawaran yang masih
menjadikannya sebagai Presiden tidak diterima.
Pada perkembangannya usaha Presiden Soeharto untuk membentuk Kabinet Reformasi
gagal. Para menteri yang dipimpin oleh Ginandjar Kartasasmita mengadakan rpat dan
menyususn pernyataan bahwa mereka tidak bersedia menjabat dalam Kabinet baru serta
mendesak Presiden untuk turun. Pernyataan tersebut sangat mengguncang Presiden Soeharto.
Pada hari yang sama, Menhankam/ Panglima ABRI jenderal TNI Wiranto atas nasihat
sekelompok ahli hukum Konstitusi dan Politik menyatakan bahwa demi kepentingan bangsa,
solusi terbaik adalah menglihkan kekuasaan secara Konstitusional dari Presiden ke pada Wakil
Presiden.
Pada tanggal 19 Mei 1998 pukul 00.10 WIB, Yusril Ihza Mahendra (Staf Sekretariat
Negara) menghubungi Amin Rais dan menyatakan bahwa Presiden Soeharto telah menanda

tangani naskah pengunduran dirinya. Selanjutnya, pada pagi hari Amin rais mengadakan jumpa
Pers di rumah Malik Fajar untuk menyerukan langkah-langkah yang perlu diambil seandainya
Presiden Soeharto mengundurkan diri.
Pada hari Kamis tanggal 21 Mei 1998 seluruh Insan pertelevisian dipanggil ke Istana
Negara untuk mengabadikan moment pengunduran diri Presiden Soeharto. Presiden Soeharto
mengumumkan bahwa sesuai Pasal 8 UUD 1945, Wakil Presiden

B.J. Habiebie akan

melanjutkan sisa masa jabatan Presiden. Wakil Presiden B.J. Habiebie pun segera dilantik
sebagai Presiden Indonesia ketiga periode 1998 – 1999.
Pada saat itu, wakil Presiden B.J. Habiebie mengucapkan sumpah dengan disaksikan oleh
Ketua Mahkamah Agung. Selanjutnya, Wiranto mengumumkan bahwa ABRI tetap melindungi
keselamatan keluarga Soeharto. Peristiwa pengunduran diri Soeharto tersebut menandai
berakhirnya pemerintahan Orde Baru yang berlangsung selama 32 tahun dan menjadi awal
masa Reformasi Indonesia.
2.2 Perkembangan Politik dan Ekonomi Bangsa Indonesia pada Masa Reformasi
2.2.1 Periode Pemerintahan B.J. Habibie
Setelah Presiden Soeharto menyatakan berhenti dari jabatannya sebagai Presiden Republik
Indonesia pada 21 Mei 1998, pada hari itu jugaWakil Presiden B.J. Habibie dilantik menjadi
presiden RI ketiga di bawah pimpinan Mahkamah Agung di Istana Negara. Dasar hukum
pengangkatan Habibie adalah berdasarkan TAP MPR No.VII/MPR/1973 yang berisi “jika
Presiden berhalangan, maka Wakil Presiden ditetapkan menjadi Presiden”.
Ketika Habibie naik sebagai Presiden, Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi
terburuk dalam waktu 30 tahun terakhir, disebabkan oleh krisis mata uang yang didorong oleh
hutang luar negeri yang luar biasa besar sehingga menurunkan nilai rupiah menjadi seperempat
dari nilai tahun 1997. Krisis yangtelah menimbulkan kebangkrutan teknis terhadap sektor
industri dan manufaktur serta sektor finansial yang hampir ambruk, diperparah oleh
musimkemarau panjang yang disebabkan oleh El Nino, yang mengakibatkan turunnya produksi
beras.
Ditambah kerusuhan Mei 1998 telah menghancurkan pusat-pusat bisnis perkotaan,
khususnya dikalangan investor keturunan Cina yang memainkan peran dominan dalam ekonomi
Indonesia. Larinya modal, dan hancurnya produksi serta distribusi barang-barang menjadikan
upaya pemulihan menjadi sangat sulit, hal tersebut menyebabkan tingkat inflasi yang tinggi.
Pengunduran diri Soeharto telah membebaskan energi sosial dan politik serta frustasi akibat
tertekan selama 32 tahun terakhir, menciptakan perasaan senang secara umum akan
kemungkinan politik yang sekarang tampak seperti terjangkau. Kalangan mahasiswa dan
kelompok-kelompok pro demokrasi menuntut adanya demokratisasi sistem politik segera
terjadi, meminta pemilihan umum segera dilakukan untuk memilih anggota parlemen dan MPR,
yang dapat memilih presiden baru dan wakil presiden. Di samping tuntutan untuk
menyelenggarakan pemilihan umum secepat mungkin, pemerintah juga berada di bawah
tekanan kuat untuk menghapuskan korupsi, kolusi, dan nepotismen yang menandai Orde Baru.

Tugas yang diemban oleh Presiden B.J. Habibie adalah memimpin pemerintahan transisi
untuk menyiapkan dan melaksanakan agenda reformasi yang menyeluruh dan mendasar, serta
sesegera mungkin mengatasi kemelut yang sedang terjadi. Naiknya B.J. Habibie ke singgasana
kepemimpinan nasional diibaratkan menduduki puncak Gunung Merapi yang siap meletus
kapan saja. Gunung itu akan meletus jika berbagai persoalan politik, sosial, dan psikologis,
yang merupakan warisan pemerintahan lama tidak diatasi dengan segera.
Menjawab kritik-kritik atas dirinya yang dinilai sebagai orang tidak tepat menangani
keadaan Indonesia yang sedang dilanda krisis yang luar biasa. B.J. Habibie berkali-kali
menegaskan komitmennya untuk melakukan reformasi di bidang politik, hukum, dan ekonomi.
Secara tergas Habibie menyatakan bahwa kedudukannya sebagai presiden adalah sebuah
amanat konstitusi. Dalam menjalankan tugasnya ini ia berjanji akan menyusun pemerintahan
yang bertanggung jawab sesuai dengan tuntutan perubahan yang digulirkan oleh gerakan
reformasi tahun 1998. Pemerintahnya akan menjalankan reformasi secara bertahap dan
konstitusional serta komitmen terhadap aspirasi rakyat untuk memulihkan kehidupan politik
yang demokratis dan meningkatkan kepastian hukum.
Dalam pidato pertamanya pada tanggal 21 Mei 1998, malam harinya setelah dilantik
sebagai Presiden, pukul 19.30 WIB di Istana Merdeka yang disiarkan langsung melalui RRI dan
TVRI, B.J. Habibie menyatakan tekadnya untuk melaksanakan reformasi. Pidato tersebut bisa
dikatakan merupakan visi kepemimpinan B.J. Habibie guna menjawab tuntutan reformasi
secara cepat dan tepat. Beberapa poin penting dari pidatonya tersebut adalah kabinetnya akan
menyiapkan proses reformasi di ketiga bidang yaitu :
1. Di bidang politik antara lain dengan memperbarui berbagai perundang-undangan dalam
rangka lebih meningkatkan kualitas kehidupan berpolitik yang bernuansa PEMILU
sebagaimana yang diamanatkan oleh Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).
2. Di bidang hukum antara lain meninjau kembali UU Subversi.
3. Di bidang ekonomi dengan mempercepat penyelesaian undang-undang yang
menghilangkan praktik-praktik monopoli dan persaingan tidak sehat
Di samping itu pemerintah akan tetap melaksanakann semua komitmen yang telah
disepakati dengan pihak luar negeri, khususnya dengan melaksanakan program reformasi
ekonomi sesuai dengan kesepakatan dengan IMF. Pemerintah akan tetap menjunjung tinggi
kerjasama regional dan internasional, seperti yang telah dilaksanakan selama ini dan akan
berusaha dalam waktu yang sesingkat-singkatnya mengembalikan dinamika pembangunan
bangsa Indonesia yang dilandasi atas kepercayaan nasional dan internasional yang tinggi.
Seperti dituturkan dalam pidato pertamanya,bahwa pemerintahannya akan komitmen pada
asirasi rakyat untuk memulihkan kehidupan ekonomi-sosial, meningkatkan kehidupan politik
demokrasi dan menegakkan kepastian hukum. Maka fokus perhatian pemerintahan Habibie
diarahkan pada tiga bidang tersebut.

a. Pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan
Sehari setelah dilantik, B.J. Hbaibie telah berhasil membentuk kabinet yang diberi
nama Kabinet Reformasi Pembangunan’. Kabinet Reformasi Pembangunan terdiri dari 36
Menteri, yaitu 4 Menteri Negara dengan tugas sebagai Menteri Koordinator, 20 Menteri
Negara yang memimpin Departemen, dan 12 Menteri Negara yang memimpin tugas tertentu.
Dalam Kabinet Reformasi Pembangunan tersebut terdapat sebanyak 20 orang yang
merupakan Menteri pada Kabinet Pembangunan era Soeharto. Kabinet Reformasi
Pembangunan terdiri dari berbagai elemen kekuasatan politik dalam masyarakat,seperti dari
ABRI, partai politik (Golkar, PPP,dan PDI), unsur daerah, golongan intelektual dari
perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat. Untuk pertama kalinya sejak
pemerintahan Orde Baru, Habibie mengikutsertakan kekuatan sosial politik non Golkar,
unsur daerah, akademisi, profesional, dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), sehingga
diharapkan terjadisinergi dari semua unsur kekuatan bangsa tersebut. Langkah ini semacam
rainbow coalition yang terakhir kali diterapkan dalam kabinet Ampera.
Pada sidang pertama Kabinet Refrmasi Pembangunan,25 Mei 1998, B.J. Habibie
memberikan pengarahan bahwa pemerintah harus mengatasi krisis ekonomi dengan dua
sasaran pokok, yakni tersedianya bahan makanan pokok masyarakat dan berputarnya
kembali roda perekonomian masyarakat. Pusat perhatian Kabinet Reformasi Pembangunan
adalah meningkatkan kualitas, produktivitas dan daya saing ekonomi rakyat, dengan
memberi peran perusahaan kecil, karena terbukti memiliki ketahanan ekonomi dalam
menghadapi krisis.
Dalam sidang pertama kabinet itu juga, Habibi memerintahkan bahwa departemendepartemen terkait secepatnya mengambil langkah persiapan dan pelaksanaan reformasi,
khususnya menyangkut reformasi di bidang politik, bidang ekonomi dan bidang hukum.
Perangkat perundang-undangan yang perlu diperbaharui antara lain Undang-Undang
Pemilu,Undang-Undang tentang Partai Politik dan Golkar, UU tentang susunan dan
kedudukan MPR, DPR, dan DPRD, UU tentang Pemerintahan Daerah.
Menindaklanjuti tuntutan yang begitu kuat terhadap reformasi politik, banyak kalangan
menuntut adanya amandemen UUD 1945. Tuntutan amandemen tersebut berdasarkan
pemikiran bahwa salah satu sumber permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintah negara
selama ini ada pada UUD 1945. UUD 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar
kepada presiden, tidak adanya check and balances system, terlalu fleksibel, sehingga dalam
pelaksanaannya banyak yang disalah gunakan, pengaturan hak azasi manusia yang minim
dan kurangnya pengaturan mengenai pemilu dan mekanisme demokrasi.
b. Sidang Istimewa MPR 1998
Di tengah maraknya gelombang demonstrasi mahasiswa dan desakan kaum intelektual
terhadap legitimasi pemerintahan Habibie, pada 10-13 Nvember 1998,MPR mengadakan
Sidang Istimewa untuk menentapkan langkah pemerintah dalam melaksanakan reformasi di
segala bidang. Beberapa hasil yang dijanjikan pemerintahan dalam menghadapi tuntutan

keras dari mahasiswa dan gerakan reformasi telah terwujud dalam ketetapan-ketetapan yang
dihasilkan MPR, antara lain :
• Terbukanya kesempatan untuk mengamandemen UUD 1945 tanpa melalui referendum.
• Pencabutan keputusan P4 sebagai mata pelajaran wajib (Tap MPR N0.XVIII/MPR/1998)
• Masa jabatan presiden dan wakil presiden dibatasi hanya sampai dua kali masa
tugas,masing masing lima tahun (Tap MPR No.XIII/MPR/1998)
• Agenda reformasi politik meliputi pemilihan umum, ketentuan untuk memeriksa
kekuasaan pemerintah, pengawasan yang baik dan berbagai perubahan terhadap
Dwifungsi ABRI
• Tap MPR No.XVII/MPR/1998 tentang Hak Azasi Manusia, mendorong kebebasan
mengeluarkan pendapat, kebebasan pers, kebebasan berserikat, dan pembebasan tahanan
politik dan narapidana politik.
c. Reformasi Bidang Politik
Sesuai dengan TAP MPR No.X/MPR/1998, Kabinet Reformasi Pembangunan telah
berupaya melaksanakan sejumlah agenda politik, yaitu merubah budaya politik yang
diwariskan oleh pemerintahan sebelumnya, seperti pemusatan kekuasaan, dilanggarnya
prinsip-prinsip demokrasi, terbatasnya partisipasi politik rakyat, menonjolnya pendekatan
represif yang menekankan keamanan dan stabilitas, serta terabaikannya nilai-nilai Hak Azasi
Manusia dan prinsip supermasi hukum.
Beberapa hal yang telah dilakukan B.J. Habibie adalah :
• Diberlakukannya Otonmi Daerah yang lebih demokratis dan semakin luas. Dengan
kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah serta perimbangan keuangan antara pusat
dan daerah, diharapkan akan meminimalkan ancaman disintegrasi bangsa. Otonomi
daerah ditetapkan melalui Ketetapan MPR No XV/MPR/1998.
• Kebebasan berpolitik dilakukan dengan pencabutan pembatasan partai politik. Dengan
adanya kebebasan untuk mendirikan partai politi, pada pertengahan bulan Oktober 1998
suah tercatat sebanyak 80 partai politik dibentuk. Menjelang Pemilihan Umum,partai
politik yang terdaftar mencapai 141 partai. Setelah diverifikasi oleh Komisi Pemilihan
Umum menjadi sebanyak 95 partai, dan yang berhak mengikuti Pemilihan Umum
sebanyak 48 partai saja. Dalam hal kebebasan berpolitik, pemerintah juga telah
mencabut larangan mengeluarkan pendapat, berserikat, dan mengadakan rapat umum.
• Pencabutan ketetapan untuk meminta Surat Izin Terbit (SIT) bagi media massa cetak,
sehingga media massa cetak tidak lagi khawatir dibredel melalui mekanisme pencabutan
Surat Izin Terbit. Hal penting lainnya dalam kebebasan mengeluarkan pendapat bagi
pekerja nedua massa adalah diberinya kebebasan untuk mendirikan organisasi-organisasi
profesi. Pada era Soeharto, para wartawan diwajibkan menjadi anggota satu-satunya

organisasi persatuan wartawan yang dibentuk oleh pemerintah. Sehingga merasa selalu
dikontrol dan dikendalikan oleh pemerintah.
• Dalam hal menghindarkan muncunya penguasa yang otoriter dengan masa kekuasaan
yang tidak terbatas, diberlakukan pembatasan masa jabatan Presiden. Seorang warga
negara Indonesia dibatasi menjadi Presiden sebanyak dua kali masa jabatan saja.

d. Pelaksanaan Pemilu 1999
Pelaksanaan Pemilu 1999, boleh dikatakan sebagai salah satu hasil terpenting lainnya
yang dicapai Habibie pada masa kepresidenannya. Pemilu 1999 adalah penyelenggaraan
pemilu multipartai (yang diikuti oleh 48 partai politik). Sebelum menyelenggarakan pemilu
yang dipercepat itu, pemerintah mengajukan RUU tentang partai politik, tentang pemilu, dan
tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
Setelah RUU disetujui DPR dan disahkan menjadi UU, presiden membentuk Komisi
Pemilihan Umum (KPU) yang anggota-anggotanya terdiri dari wakil partai politik dan wakil
pemerintahan. Hal yang membedakan pemilu 1999 dengan pemilu sebelumnya (kecuali
pemilu 1955) adalah diikuti oleh banyak partai politik. Ini dimungkinkan karena adanya
kebebasan untuk mendirikan partai politik. Dengan masa persiapan yang tergolong singkat,
pelaksanaan pemungutan suara pada pemilu 1999 ini dapat dikatakan sesuai dengan jadwal,
7 Juni 1999.
Tidak seperti yang diprediksi dan dikhawatirkan oleh banyak pihak, ternyata pemilu
1999 bisa terlaksana dengan damai tanpa ada kekacauan yang berarti meski diikuti partai
yang jauh lebih banyak, pemilu kali ini juga mencatat masa kampanye yang relatif damai
dibandingkan dengan pemilu sebelumnya. Berdasarkan laporan Kmisi Pemilihan Umum
(KPU), hanya 19 orang meninggal semasa kampanye, baik karena kekerasan maupun
kecelakaan dibanding dengan 327 orang pada pemilu 1997 yang hanya diikuti oleh tiga
partai. Ini juga menunjukkan rakyat kebanyakan lebih rileks melihat perbedaan. Pemilu
1999, dinilai oleh banyak pengamat sebagai pemilu yang paling demokratis dibandingkan 6
kali pelaksanaan pemilu sebelumnya.
Berdasarkan keputusan KPU, Panitia Pemilihan Indonesia (PPI), pada 1 September
1999, melakukan pembagian kursi hasil pemilu. Hasil pembagian kursi itu menunjukkan
lima partai besar menduduki 417 kursi di DPR, atau 90,26% dari 462 kursi yang
diperebutkan. PDI-P muncul sebagai pemenang pemilu dengan meraih 153 kursi. Golkar
memperoleh 120 kursi, PKB 51 kursi, PPP 48 kursi,dan PAN 34 kursi.
e. Pelaksanaan Referendum Timor-Timur
Satu peristiwa pentig yang terjadi yang terjadi pada masa pemerintahan Presiden B.J
Habibie diadakannya Referendum bagi rakyat Timor-Timur untuk menyelesaikan
permasalahan Timor-Timur yang merupakan warisan dari pemerintahan sebelumnya. Harus
diakui bahwa integrasi Timor-Timur (Tim-Tim) ke wilayah RI tahun 1975 yang dikukuhkan

oleh TAP MPR No. VI/M7PR/1978, atas kemauan sebagian warga Timor-Timur tidak pernah
mendapatkan pengakuan internasional. Meskipun sebenarkan Indonesia tidak pernah
mengklaim dan berambisi menguasai wilayah Tim-Tim. Banyak pengorbanan yang telah
diberikan oleh rakyat Indonesia, baik nyawa maupun harta benda, untuk menciptakan
perdamaian dan pembangunan Tim-Tim, yang secara historis sering bergejolak antara yang
pro integrasi dengan yang kontra. Subsidi yang diberikan pemerintahan pusat bahkan
melebihi dari apa yang diberikan kepada provinsi-provinsi lain untuk mengejar
ketertinggalan. Namun sungguh disesalkan bahwa segala upaya itu tidak pernah mendapat
tanggapan yang positif, bak dilingkungan internasional maupun di kalangan masyarakat
Timor-Timur sendiri.
Di berbagai forum internasional posisi Indonesia selalu dipojokkan. Sebanyak 8 resolusi
Majelis Umum PBB dan 7 resolusi Dewan Keamanan PBB telah dikeluarkan. Indonesia
harus menghadapi kenyataan bahwa untuk memulhkan citra Indonesia, tidak memiliki
pilihan lain kecuali berupaya memulihkan masalah Timor-Timur dengan cara-cara yang
dapat diterima oleh masyarakat internasional. Dalam perundingan Tripartit Indonesia
menawarkan gagasan segar, yaitu otonomi yang luas bai Timor-Timur. Gagasan yang
disetujui oleh Portugal namun dengan prinsip yang berbeda, yaitu otonomi yang luas ini
sebagai solusi antara (masa transisi antara 5-10 tahun) bukan solusi akhir seperti yang
ditawarkan Indonesia.pihak-pihak yang tidak menyetujui integrasi tetap menginginkan
dilakukan referendum, untuk memastikan rakyat Timor-Timur memilih otonomi atau
kemerdekaan.
Bagi Indonesia lebih baik menyelesaikan masalah Timor-Timur secara tuntas, karena
sulit mewujudkan Pemerintah Otonomi Khusus, sementara konflik terus berlarut-larut dan
masing-masing pihak yang bertikai akan menyusun kekuatan untuk memenangkan
referendum. Karena itu, melalui kajian yang mendalam dan setelah berkonsultasi dengan
Pimpinan DPR dan Fraksi-fraksi DPR, pemerintah menawarkan alternative lain. Jika
mayoritas masyarakat Timor-Timur menolak Otomi Luas dalam sebuha “jajak pendapat”,
maka adalah wajar dan bijaksana bahan demokratis dan konstitusional, jika pemerintah
mengusulkan Opsi kedua kepada Sidang Umum MPR, yaitu mempertimbangkan pemisahan
Timor-Timur dari NKRI secara damai, baik-baik dan terhormat.
Rakyat Timor-Timur malakukan jajak pendapat pada 30 Agustus 1999 sesuai degan
perstujuan New York. Hasil jajak pendapat yang diumumkan PBB pada 4 Septeber 1999,
adalah 78,5% menolak dan 21,5% menerima. Setelah jajak pendapat ini telah terjadi berbagai
bentuk kekerasan, sehingga demi kemanusiaan Indonesia menyetujui percepatan pengiriman
pasukan multinasional di Timor-Timur.
Sesuai dengan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pembukaan UUD ’45, bahwa
kemerdekaan adalah hak seala bangsa, maka Presiden Habibie mengharapkan MPR berkenan
membahas hasil jajak pendapat tersebut dan menuangkannya dalam ketetapan yang
memberikan pengakuan terhadap keputusan rakyat Timor-Timur. Sesuai dengan perjanjian
New York, ketetapa tersebut mensahkan pemisahan Timor-Timur dan RI secara baik,
terhormat dan damai, untuk menujukkan terhadap dunia bahwa Indonesia adalah bagian dari

masyarakat internasional yang beranggung jawab, demokratis, dan menjunjung tinggi hak
asasi manusia.
f. Reformasi Bidang Ekonomi
Sesuai dengan TAP MPR tentang pokok-pokok reformasi yang menetapkan dua arah
kebijakan pokok di bidang ekonomi, yaitu penggulangan krisis ekonomi dengan sasaran
terkendalinya nilai rupiah dan ketersedianya kebutuhan bahan pokok dan obat-obatan dengan
harga terjangkau, serta berputasnya roda perekonomian nasional, dan pelaksanaan reformasi
ekonomi.
Kebijakan ekonomi Presiden B.J Habibie dilakukan dengan mengikuti saran-saran dari
Dana Moneter Internasional yang dimodifikasi dengan mempertimbangkan kondisi
perekonomian Indonesia yang semakin memburuk. Reformasi ekonomi mempunyai tiga
tujuan utama yaitu:
1. Merestrukturisasi dan memperkuat sektor keuangan dan perbankan.
2. Memperkuat basis sector riil ekonomi.
3. Menyediakan jaringan pengaman sisoal bagi mereka yang palig menderita akibat krisis.
Secara perlahan Presiden Habibie berhasil membawa perekonomiannya melangkah
kearah yang jauh lebih baik dibandingkan dengan keadaan ekonomi yang sangat buruk,
ketika terjadinya peralihan kepemimpinan nasional dari Soeharto kepada Habibie.
Pemerintahan Habibie berhasil menurunkan laju inflasi dan distribusi kebutuhan pokok
mulai kembali berjalan dengan baik. Selain itu, yang paling signifikan adalah nilau tukar
rupiah mengalami penguatan secara simultan hingga menyentuh Rp. 6.700,-/dolar AS pada
bulan Juni 1999. Padahal pada bulan yang sama tahun sebelumnya masih sekitar Rp.
15.000,-/dollar AS. Meski saat naiknya eskalasi menjelang Sidang Umum MPR supiah
sedikit melemah mencapai Rp. 8000,-/dolar AS.
Sesuai TAP MPR No. X/MPR/1998 tentang penanggulangan krisi dibidang social
budaya yang terjadi sebagai akibat dan krisis ekonomi, Pemerintah telah melaksanakan
Program Jaringan Pengaman Sosial (JPS). Program Jaringan Pengaman Sosial (JPS),
terutama bidang kesehatan dan pendidikan, telah banyak membantu masyarakat miskin
dalam situasi krisis.
Pada masa Presiden B.J Habibie pembangunan kelautan Indonesia mendapat perhatian
yang cukup besar. Pembangunan kelautan merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan
pembangunan wilayah perairan Indonesia sebagai wilayah kedaulatan yang yuridiksi
nasional yang didayagunakan dan dimanfaatkan bagi kesejahteraan dan ketahanan bagsa
Indonesia.
g. Reformasi Bidang Hukum
Sesuai TAP MPR No.X/MPR/1998 reformasi dibidang hukum diarahkan untuk
menanggulangi krisis dan melaksanakan agenda refoemasi dibidang hukum yang sekaligus
dimaksudkan untuk menunjang upaya reformasi di bidang ekonomi, politik dan social
budaya. Keberhasilan menyelesaikan 68 produk perundang-undangan dalam waktu yang

relative singkat, yaitu hanya dalam waktu 16 bulan. Setiap bulan rata-rata dapat dihasilkan
sebanyak 4,2 undang-undang yang jauh melebihi angka produktivitas legislatif selama masa
Orde Baru yang hanya tercatat sebanyak 4,07 undang-undang per tahun (0.34 per bulan).
Untuk meningkatkan kinerja aparatur penegak hukum, organisasi kepolisian telah
dikembangkan keberadaannya sehingga terpisah dari organisasi Tentara Nasional Indonesia.
Dengan demikian, fungsi kepolisian Negara dapat lebih terkait ke dalam kerangka system
penegak hukum.
Tekad untuk mengadakan reformasi menyeluruh dalam kehidupan nasional, telah
berulang kali ditegaskan oleh B.J Habibie bahwa Undang-undang Dasar 1945 sebagai hukum
dasar tertinggi negara yang selama ini seakan-akan disakralkan haruslah ditelaah kembali
untuk disempurnakan sesuai dengan kebutuhan zaman. Penyempurnaan Undang-Undang
Dasar 1945 dipandang penting untuk menjamin agar pemerintahan di masa-masa yang akan
dating semakin mengembang sesuai dengan semangat demokrasi dan tuntutan kea rah
perwujudan masyarakat madani yang dicita-citakan. Untuk itu pada pemerintahan B.J
Habibie Ketetapan MPR No 11/1978 mengenai keharusan dilakukannya referendum terlebih
dahulu sebelum diberlakukannya amandemen terhadap Undang-Undang Dasar dicabut.
Pada tanggal 1 sampai 21 Oktober 1999, diadakan Sidang Umum MPR hasil pemilu
1999. Tanggal 1 Oktober 1999, 700 anggota DPR/MPR periode 1999-2004 dilantik. Lewat
mekanisme voting, Amin Rais dari Partai Amanat Nasional (PAN) terpilih sebagai Ketua
MPR dan Akbar Tanjung dari Partai Golkar terpilih menjadi Ketua DPR. Pada tanggal 14
Oktober 1999, Presiden B.J Habibie menyampaikan pidato pertanggung jawabannya di
depan Sidang Umum MPR. Dalam pemandangan umum fraksi-fraksi atas pidato
pertanggung jawban Presiden Habibie tanggal 15-16 Oktober 1999, dari sebelas fraksi yang
menyampaikan pemandangan umumnya, hanya empat fraksi yang secara tegas menolak,
sedangkan enam fraksi lainnya masih belum menentukan putusannya. Kebanyakan fraksi itu
memberikan catatan serta pertanyaan balik atas pertanggung jawaban Habibie itu. Pada
umumnya masalah yang dipersoalkan adalah masalah Timor-Timur, pemberatasan KKN,
masalah ekonomi dan masalah Hak Asasi Manusia.
Mendengar jawaban Presiden Habibie atas pemandangan umum fraksi-fraksi, MPR
dalam sidangnya tanggal 20 Oktober 1999, dini hari akhirnya menolak pertanggung jawaban
Presiden Habibie melalui proses voting. Tepat pada pukul 00.35 Rabu dini hari, Ketua MPR
Amin Rais menutup rapat paripurna dengan mengumumkan hasil rapat bahwa pertanggung
jawaban Presden Habibie ditolak pagi harinya, 20 Oktober 1999, pada pukul 08.30 di rumah
kediamannya. Presiden Habibie memperlihatkan sikap kewarganegaraannya dengan
menyatakan bahwa dia ikhlas menerima keputusan MPR yang menolak pertanggung
jawabannya. Pada kesempatan itu, Habibie juga menyatakan mengundurkan diri dari
pencalonan presiden periode selanjutnya.
Pada 20 Oktober 1999, Rapat Paripurna ke-13 MPR degan agenda pemilihan presiden
dilaksanakan. Beberapa calon diantaranya adalah Abdurrahman Wahid, Megawati
Soekarnoputri dan Yusril Ihza Mahendra. Calon yang disebut terakhir menyatakan

pengunduran dirinya beberapa saat menjelang pelaksanaanya voting pemilihan presiden.
Lewat dukungan poros tengah (koalisi partai-partai islam) Abdurrahman Wahid
memenangkan pemilihan presiden melalui proses pemungutan suara. Ia mengungguli
Megawai yag didukung oleh Partai Demorasi Indonesia Pejuangan (PDIP) yang nota bene
adalah pemenang pemilu 1999. Peristiwa itu menandai berakhirnya kekuasaan Presiden
Habibie yang habya berlangsung singkat kurang lebih 17 bulan.
2.2.2 Periode Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid
Abdurrahman Wahid yang lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur terpilih menjadi
Presiden Republik Indonesia keempat pada tanggal 20 Oktober 1999. Terpilihnya Gus Dur
sebagai presiden tidak terlepas dari keputusan MPR yang menolak laporan pertanggung
jawaban Presiden B.J Habibie. Berkat dukungan partai-partai islam yang tergabung dalam Poros
Tengah, Abdurrahman Wahid mengungguli calon presiden lain yakni Megawtai Soekarno Putri
dalam pemilihan presiden yang dilakukan melalui pemungutan suara dalam apat paripurna ke13 MPR. Megawati Soekarno Putri sendiri terpilih menjadi wakil presiden setelah mengungguli
Hamzah Haz dalam pemilihan wakil presiden melalui pemungutan suara pula. Ia dilantik
menjadi wakil presiden pada tanggal 21 Oktober 1999.
Perjalanan pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dalam melanjutkan cita-cita
reformasi diawali dengan membentuk Kabinet Persatuan Indonesia. Kabinet ini adaah jabinet
koalisi dari partai-partai politik yang sebelumnya mengusung Abdurrahman Wahid menjadi
presiden yakni PKB, Golkar, PPP, PAN, PK dan PDI-P. Di awal pemerintahannya Presiden
Abdurrahman Wahid membubarkan dua departemen yakni Departemen Penerangan dan
Departemen Sosial dengan alas an perampingan struktur pemerintahan. Selain itu, pemerintah
berpandangan bahwa aktivitas yang dilakukan oleh kedua departemen tersebut dapat ditangani
oleh masyarakat sendiri. Dari sudut pandang politik, pembubaran Departemen Penerangan
merupakan salah satu upaya untuk melanjutkan reformasi di bidang social dan politik
mengingat departemen ini merupakan salah satu alat pemerintahan Orde Baru dalam
mengendalikan media massa terutama media massa yang mengkritisi kebijakan pemerintah.
Pembubaran Departemen Penerangan dan Sosial diiringi dengan pembentukan Departemen
Eksplorasi Laut melalui Keputusan Presiden No. 355/M tahun 1999 tanggal 26 Oktober 1999.
Seangkan penjeasan mengenai tugas dan fungsi termasuk susunan organisasi dan tata kerja
departemen ini tertuang dalam Keputusan Presiden No. 136 tahun 1999 tahun 10 November
1999. Nama departemen ini berubah menjadi Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP)
berdasakan Keputusan Presiden No. 165 tahun 2000 tanggal 23 November 2000. Pembentukan
departemen ini memiliki nilai strategis mengingat hingga masa pemerintaha Presiden Habibie,
sektor kelautan Indonesa yang menyimpan kekayaan sumber daya alam besar justru belum
mendapat perhatian serius dari pemerintahan sebelumnya. Selain explorasi dan eksploitasi
sumber daya kelautan, berbagai kegiatan ekonomi yang terkait langsung dengan laut meliputi
pariwisata, pengangkutan laut, pabrik dan perawatan kapal dan pengembangan budi daya laut
melalui pemanfaatan bioteknologi.
a. Reformasi Bid

Dokumen yang terkait

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Dominating Set Dan Total Dominating Set Dari Graf-Graf Khusus

5 80 24

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5