Konsep wahyu dalam psikologi sastra

Konsep wahyu dalam psikologi
Dosen pebimbing: bambang subahri
A. Pengertian Wahyu
Kata wahyu berasal dari kata arab al-wahy adalah kata asli Arab dan bukan
pinjaman dari bahasa asing, yang berarti suara, api, dan kecepatan. Dan ketika alwahyu berbentuk masdar memiliki dua arti yaitu tersembunyi dan cepat. Oleh sebab
itu wahyu sering disebut sebuah pemberitahuan tersembunyi dan cepat kepada
seseorang yang terpilih tanpa seorangpun yang mengetahuinya. Sedangkan ketika
berbentuk maf’ul wahyu Allah terhadap Nabi-Nya ini sering disebut Kalam Allah
yang diberikan kepada Nabi.
Secara istilah wahyu didefinisikan sebagai: kalam Allah yang diturunkan
kepada seorang Nabi. Definisi ini menggunakan pengertian maf`ul, yaitu al muha
(yang diwahyukan.
B. Fungsi Wahyu
Wahyu berfungsi memberi informasi bagi manusia. Yang dimaksud memberi
informasi disini yaitu wahyu memberi tahu manusia, bagaimana cara berterima kasih kepada
Tuhan, menyempurnakan akal tentang mana yang baik dan yang buruk, serta menjelaskan
perincian upah dan hukuman yang akan di terima manusia di akhirat.
Sebenarnya wahyu secara tidak langsung adalah senjata yang diberikan Allah
kepada Nabi-Nya untuk melindungi diri dan pengikutnya dari ancaman orang-orang yang tak
menyukai keberadaanya. Dan sebagai bukti bahwa beliau adalah utusan sang pencipta yaitu
Allah SWT.


C. Konsep Wahyu
Secara umum gagasan tentang wahyu muncul pada saat manusia mempunyai
gagasan tentang tuhan yang transeden, sehingga diperlukan adanya cara/perantara

yang menghubungkan kehidupan manusia yang “real” dengan tuhan yang
“transeden”.Maka lahirlah gagasan tentang wahyu.Gagasan tentang wahyu tidak
muncul dan mengemukakan pada saat manusia memahami tuhan/dewa sebagai
sesuatu yang personal. Karena sebagai tuhan yang personal, tuhan akan bicara kepada
manusia selayaknya cara manusia.
Seiring berjalannya waktu,konsep tentang wahyu itu sendiri menjadi sangat
bervariasi. Ada yang mengatakan bahwa tuhan bicara secara “verbatim” seperti kisah
“bertemunya” Musa dengan tuhan di gunung dan kemudian Musa turun membawa
lempengan batu yang berisi “firman tuhan”. Ada pula konsep lain yang mengatakan
firman tuhan (wahyu) sampai pada nabi/rasulnya melalui perantara malaikat Jibril,
dan wahyu ini tidak disampaikan secara “verbatim” tapi dengan cara yang bevariasi,
ada yang berisikan wahyu bisa datang ke Muhammad berupa suara lonceng, yang
dengan demikian tugas Muhammad adalah menerjemahkan suara lonceng tadi
menjadi sebuah kalimat yang bisa dipahami oleh umatnya.
Memahami konsep wahyu dapat terbagi kedalam dua besaran. Salah satunya

makna wahyu alam arti yang lebih luas yakni sebagai proses komunikasi. Dalam
pemaknaan demikian wahyu merupakan proses pemberian informasi. Tampaknya
tidak berlebihan jika Izutsu kemudian mengupasnya dalam perspektif semantik
linguistik untuk memahami konsep ini.Dalam makna inilah (firman) maka wahyu
menjadi sakral dan memerlukan penalaran keagamaan untuk memahaminya.Hal ini
terjadi, karena dalam suatu dimensi tertentu, wahyu meliputi keseluruhan informasi
yang Tuhan berikan kepada manusia.Akan tetapi dalam Al-Qur’an, wahyu diperlukan
sedemikian istimewa, sesuatu yang misterius dan tidak tertangkap oleh pikiran
manusia biasa, yang karenanya memerlukan perantara “nabi”. Jadi dalam konteks ini
wahyu dalam makna firman tuhan harusnya diterima para nabi untuk kemudian
disampaikan kepada umat

manusia. Satu hal yang unik, wahyu dalam islam

disampaikan tuhan tidak dengan bahasa yang misterius, bahasa yang berjarak dengan
manusia, melainkan dengan bahasa manusia itu sendiri.