BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Struktur Modal - Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Pada Perusahaan Sektor Aneka Industri Dan Sektor Industri Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Pengertian Struktur Modal

  Dalam dunia keuangan, pengertian dari struktur modal biasanya mengacu pada bagaimana sebuah perusahaan mengelola pendanaan untuk aset-asetnya melalui kombinasi dari pendanaan modal sendiri (equity financing) dan pembiayaan hutang (debt financing).

  Struktur modal mempunyai definisi yang berbeda dengan struktur keuangan. Struktur modal merupakan bagian dari struktur keuangan.

  Menurut Warsono (2003:235) “Struktur keuangan merupakan kombinasi bauran dari segenap pos yang termasuk dalam sisi kanan neraca keuangan perusahaan (sisi pasiva)”. Menurut Weston dan Copeland (1996:165) “struktur keuangan adalah cara bagaimana perusahaan membiayai aktivanya dan dapat dilihat pada seluruh sisi kanan dari neraca yang terdiri dari hutang jangka pendek, hutang jangka panjang dan modal pemegang saham”. Sedangkan Menurut Brigham dan Houston (2001:58) “struktur modal adalah bauran dari hutang, saham preferen dan saham biasa”. Menurut Weston & Copeland (1996:163) “struktur modal adalah pembiayaan permanen yang terdiri dari hutang jangka panjang, saham preferen, dan modal pemegang saham”.

  Menurut Martono dan Agus (2001:239) “struktur modal (capital

  

structure ) adalah perbandingan atau imbangan pendanaan jangka panjang

  perusahaan yang ditujukan oleh perbandingan hutang jangka panjang terhadap modal sendiri.” Pemenuhan kebutuhan dana perusahaan dari sumber modal sendiri berasal dari modal saham, laba ditahan, dan cadangan. Jika dalam pendanaan perusahaan yang berasal dari modal sendiri masih mengalami kekurangan (defisit) maka perlu dipertimbangkan pendanaan perusahaan yang berasal dari luar, yaitu dari hutang (debt financing). Namun dalam pemenuhan kebutuhan dana, perusahaan harus mencari alternatif-alternatif pendanaan yang efisien. Pendanaan yang efisien akan terjadi bila perusahaan mempunyai struktur modal yang optimal. Struktur modal yang optimal dapat diartikan sebagai struktur modal yang dapat meminimalkan biaya penggunaan modal keseluruhan atau biaya modal rata-rata, sehingga memaksimalkan nilai perusahaan (Martono dan Agus, 2001:239). Struktur modal dapat diukur dari rasio perbandingan antara total hutang (hutang jangka panjang maupun jangka pendek) terhadap ekuitas yang biasa diukur melalui debt to equity ratio (DER). DER dapat menunjukkan tingkat resiko suatu perusahaan. Semakin tinggi rasio DER, maka perusahaan semakin tinggi resikonya karena pendanaan dari unsur hutang lebih besar daripada modal sendiri (equity) mengingat dalam perhitungan hutang dibagi dengan modal sendiri, artinya jika hutang perusahaan lebih tinggi dari modal sendirinya berarti rasio DER diatas 1, sehingga penggunaan dana yang digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan lebih banyak menggunakan dari unsur hutang. Dalam kondisi DER diatas 1 perusahaan harus menanggung biaya modal yang besar, resiko yang ditanggung perusahaan juga meningkat apabila investasi yang dijalankan perusahaan tidak menghasilkan tingkat pengembalian yang optimal. Oleh karena itu, investor cenderung lebih tertarik pada tingkat DER tertentu yang besarnya kurang dari 1 karena jika lebih besar dari 1 menunjukkan resiko perusahaan semakin meningkat.

2.1.2 Teori Struktur Modal

2.1.2.1 Teori Pendekatan Modigliani dan Miller

  Teori mengenai struktur modal dikenalkan Profesor Franco Modigliani dan Profesor Merton Miller (yang selanjutnya disebut MM). Mereka mempublikasikan artikel keuangan yang paling berpengaruh yang pernah ditulis yaitu “The Cost of capital,

  Corporation Finance, and The Theory of Invesment ”. Teori MM

  membuktikan bahwa nilai suatu perusahaan tidak dipengaruhi oleh struktur modalnya.

  Menurut Brigham dan Houston (2001 : 31), studi Modigliani dan Miller didasarkan pada sejumlah asumsi yang tidak realistis, antara lain :

  1. Tidak ada biaya broker

  2. Tidak ada pajak

  3. Tidak ada biaya kebangkrutan

  4. Para investor dapat meminjam dengan tingkat suku bunga yang sama dengan perseroan.

  5. Semua investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai peluang investasi perusahaan pada masa mendatang

  6. EBIT tidak dipengaruhi oleh hutang

  Pada tahun 1963, Modigliani dan Merton Miller mengeluarkan artikel lanjutan berjudul “Corporate Income Taxes and

  

The Cost of Capital: A Correction ” yang melemahkan asumsi tidak

  ada pajak perseroan. Peraturan perpajakan memperbolehkan pengurangan pembayaran bunga sebagai beban, tetapi pembayaran deviden kepada pemegang saham tidak dapat dikurangkan. Perlakuan yang berbeda ini mendorong perusahaan untuk menggunakan hutang dalam struktur modalnya. Dengan demikian teori ini menunjukkan bahwa dalam keadaan pasar modal sempurna dan tidak ada pajak, maka keputusan pendanaan menjadi tidak relevan, artinya penggunaan hutang maupun modal sendiri akan memberikan dampak yang sama bagi kemakmuran pemilik perusahaan.

  Teori MM tersebut sangat kontroversial. Implikasi teori tersebut adalah perusahaan sebaiknya menggunakan hutang sebanyak- banyaknya. Dalam praktiknya, tidak ada perusahaan yang mempunyai hutang sebesar itu, karena semakin tinggi tingkat hutang suatu perusahaan, akan semakin tinggi juga kemungkinan kebangkrutannya. Inilah yang melatarbelakangi teori MM mengatakan agar perusahaan menggunakan hutang sebanyak-banyaknya, karena MM mengabaikan biaya kebangkrutan.

2.1.2.2 Agency Theory

  Teori ini dikemukakan oleh Michael C. Jensen dan William

  H. Meckling pada tahun 1976. Teori keagenan adalah hubungan antara agen (manajemen suatu usaha) dan principal (pemilik usaha). Di dalam hubungan keagenan terdapat suatu kontrak dimana satu orang atau lebih (principal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama principal dan memberi wewenang kepada agen untuk membuat keputusan yang terbaik bagi principal.

  Tujuan utama teori keagenan (agency theory) adalah untuk menjelaskan bagaimana pihak–pihak yang melakukan hubungan kontrak dapat mendesain kontrak yang tujuannya untuk meminimalkan cost sebagai dampak adanya informasi yang asimetris dan kondisi ketidakpastian.

  Menurut pendekatan ini, manajemen merupakan agen dari pemegang saham, sebagai pemilik perusahaan. Para pemegang saham ini, akan bertindak demi kepentingan pemegang saham dan mendelegasikan wewenang pengambilan ke agen. Untuk dapat melakukan fungsinya, manajemen wajib diberikan intensif dan pengawasan. Cara-cara pengawasan yang dapat dilakukan antara lain, pengikatan agen, pembatasan terhadap keputusan yang dapat diambil manajemen dan pemeriksaan laporan keuangan. Pengawasan manajemen ini tentunya membutuhkan biaya yang disebut dengan biaya agensi (agency cost). Biaya agensi adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemem bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual perusahaan dengan kreditor dan pemegang saham (Van Horne dan Wachowicz, 2007:55).

  Biaya keagenan terdiri dari 3 jenis yang meliputi monitoring

  

cost , bonding cost, dan residual loses”. Monitoring cost adalah biaya

  yang timbul dan ditanggung oleh prinsipal untuk memonitor perilaku agen, yaitu untuk mengukur, mengamati, dan mengontrol perilaku agen. Bonding cost adalah biaya yang ditanggung oleh agen untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agen akan bertindak untuk kepentingan prinsipal. Sedangkan residual loses timbul dari kenyataan bahwa agen melakukan tindakan yang tidak memaksimumkan kepentingan prinsipal.

  Menurut Wahidahwati (2002:45), ada beberapa alternatif untuk mengurangi agency cost yaitu :

  1. Dengan meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen dan selain itu manajer merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan juga apabila ada kerugian yang timbul sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah.

  2. Meningkatkan dividend payout ratio, dengan demikian tidak tersedia cukup banyak free cash flow dan manajemen terpaksa mencari pendanaan dari luar untuk membiayai investasinya.

  3. Meningkatkan pendanaan dengan hutang. Peningkatan hutang akan menurunkan besarnya excess cash flow yang ada di dalam perusahaan sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan yang dilakukan oleh manajemen.

  4. Institutional investor sebagai monitoring agents. Distribusi saham antara pemegang saham dari luar yaitu institusional investor dan shareholders dispersion dapat mengurangi agency

  cost. Hal ini karena kepemilikan mewakili suatu sumber

  kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen.

2.1.2.3 Signaling Theory

  Isyarat atau signal adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaaan. Teori ini disusun berdasarkan asumsi adanya asymmetric information antara manajer dan pemegang saham. Karena adanya asymmetric

  

information maka manajer berusaha memberi signal (sinyal) kepada

investor.

  Menurut Brigham dan Houston (2001:39) “perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan cara-cara lain, termasuk penggunaan hutang yang melebihi target struktur modal yang normal”. Apabila suatu perusahaan menawarkan penjualan saham baru, lebih sering dari biasanya, maka harga sahamnya akan menurun karena menerbitkan saham baru berarti memberikan isyarat negatif yang kemudian dapat menekan harga saham sekalipun prospek perusahaan cerah (Brigham dan Houston, 2001:40). Hanya perusahaan yang benar-benar kuat yang berani menanggung resiko mengalami kesulitan keuangan ketika porsi hutang perusahaan relatif tinggi. Maka porsi hutang yang tinggi dipakai manajer sebagai sinyal bahwa perusahaan memiliki kinerja yang handal.

2.1.2.4 Pecking Order Theory

  Myers dan Majluf pada tahun 1984 merumuskan teori struktur modal yang dinamakan pecking order theory. Dinamakan

  

pecking order theory karena teori ini menjelaskan mengapa

  perusahaan lebih menyukai pendanaan melalui modal internal, seperti dana yang berasal dari aliran kas, laba ditahan dan depresiasi. Pecking

  

order theory menjelaskan mengapa perusahaan-perusahaan yang

profitable umumnya meminjam dalam jumlah yang sedikit. Hal

  tersebut bukan karena perusahaan mempunyai target debt ratio yang rendah, tetapi karena memerlukan external financing yang sedikit.

  Ada teori alternatif yang dapat menjelaskan mengapa perusahaan yang menguntungkan meminjam jumlah uang yang lebih sedikit. Teori ini berdasarkan asumsi asimetris, manajer tahu lebih banyak dari pada investor luar tentang profitabilitas dan prospek perusahaan. Observasi ini mencetuskan teori pecking order struktur modal. Teori ini berbunyi sebagai berikut (Brealey, dkk, 2008:25):

  a) Perusahaan menyukai pendanaan internal, karena dana ini terkumpul tanpa mengirimkan sinyal sebaliknya yang dapat menurunkan harga saham.

  b) Jika dana eksternal dibutuhkan, perusahaan menerbitkan utang lebih dahulu dan hanya menerbitkan ekuitas sebagai pilihan terakhir. Pecking order ini muncul karena penerbitan uang tidak terlalu diterjemahkan sebagai petanda buruk oleh investor bila dibandingkan dengan penerbitan ekuitas.

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal

2.1.3.1 Sales Growth

  Menurut Kesuma (2009:41), pertumbuhan penjualan (sales

  growth) adalah kenaikan jumlah penjualan dari tahun ke tahun atau dari waktu ke waktu.

  Dengan mengetahui penjualan dari tahun sebelumnya, perusahaan dapat mengoptimalkan sumber daya yang ada. Menurut Brigham dan Houston (2011:145), “perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman memperoleh lebih banyak pinjaman dan menanggung beban tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil”. Hal ini disebabkan karena kebutuhan dana yang digunakan untuk pembiayaan pertumbuhan penjualan semakin besar. Pertumbuhan penjualan menggambarkan ukuran mengenai besarnya pendapatan per saham perusahaan yang diperbesar oleh hutang. Perusahaan yang bertumbuh pesat cenderung lebih banyak menggunakan hutang untuk membiayai kegiatan usahanya daripada perusahaan yang tumbuh secara lambat.

2.1.3.2 Profitabilitas

  Profitabilitas merupakan kemampuan yang dicapai oleh perusahaan dalam satu periode tertentu. Profitabilitas mengukur tingkat keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan. Profitabilitas biasanya digunakan sebagai informasi bagi pemegang saham untuk melihat keuntungan yang benar-benar diterima dalam bentuk dividen. Dasar penilaian profitabilitas adalah laporan keuangan yang terdiri dari laporan neraca dan laba-rugi perusahaan. Berdasarkan kedua laporan keuangan tersebut akan dapat ditentukan hasil analisis sejumlah rasio dan selanjutnya rasio ini digunakan untuk menilai beberapa aspek tertentu dari operasi perusahaan. Rasio merupakan salah satu metode untuk menilai kondisi keuangan perusahaan berdasarkan perhitungan-perhitungan rasio atas dasar analisis kuantitatif, yang menunjukkan hubungan antara satu unsur dengan unsur yang lainnya dalam laporan rugi-laba dan neraca.

  Profitabilitas periode sebelumnya merupakan faktor penting dalam menentukan struktur modal. Perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi akan memiliki dana internal (laba ditahan) yang lebih banyak dari pada perusahaan dengan profitabilitas rendah. Dengan laba ditahan yang besar, perusahaan akan lebih senang menggunakan laba ditahan sebelum menggunakan hutang. Hal ini sesuai dengan

  

pecking order theory yang menyarankan bahwa manajer lebih senang

  menggunakan pembiayaan dari laba ditahan, kemudian hutang, dan yang terakhir penjualan saham baru.

2.1.3.3 Likuiditas

  Likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rasio likuiditas adalah rasio yang menunjukkan kemampuan pengelola perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Jika perusahaan mampu memenuhi kewajibannya, maka perusahaan dinilai sebagai perusahaan yang likuid. Namun sebaliknya, jika perusahaan tidak mampu memenuhi kewajibannya maka perusahaan dinilai sebagai perusahaan tidak likuid. Pada saat jatuh tempo, perusahaan harus membayar kewajibannya kepada pihak luar perusahaan dan untuk dapat memenuhi kewajibannya tersebut, perusahaan harus memiliki jumlah kas, investasi, atau aktiva lancar lainnya yang dapat segera dikonversi (diubah) menjadi kas untuk memenuhi kewajibannya seperti, membayar tagihan dan seluruh kewajiban lainnya yang sudah jatuh tempo. Semakin tinggi nilai likuiditasnya maka semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya.

2.1.3.4 Struktur aktiva

  Aset atau aktiva adalah segala sumber daya dan harta yang dimiliki perusahaan untuk digunakan dalam kegiatan operasinya.

  Suatu perusahaan pada umumnya memiliki dua jenis aktiva yaitu aktiva lancar (meliputi: kas, investasi jangka pendek, piutang wesel, piutang dagang, persediaan, piutang penghasilan) dan aktiva tetap (meliputi : investasi jangka panjang, aktiva tetap, aktiva tetap tidak berwujud). Kedua unsur aktiva ini akan membentuk struktur aktiva.

  Struktur aktiva menggambarkan sebagian jumlah aset yang dapat dijadikan jaminan (collateral value of assets). Brigham dan Houston (2001:184) menyatakan bahwa secara umum perusahaan yang memiliki jaminan terhadap hutang akan lebih mudah mendapatkan hutang daripada perusahaan yang tidak memiliki jaminan.

  Struktur aktiva perusahaan memainkan peranan penting dalam menentukan pembiayaan perusahaan. Perusahaan yang memiliki aset tetap dalam jumlah besar dapat menggunakan hutang dalam jumlah besar hal ini karena dari skalanya perusahaan besar akan lebih mudah akses ke sumber dana dibandingkan dengan perusahaan kecil, besarnya aset tetap dapat digunakan sebagai jaminan perusahaan.

2.2 Penelitian Terdahulu

  Penelitian mengenai struktur modal telah dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti terdahulu yang menghasilkan temuan yang bermacam-macam dengan berbagai variabel. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.1 :

Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu No Nama peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian

  1 Yulinda Rachma wardani

  (2007) Analisis Pengaruh Aspek Likuiditas, Risiko Bisnis, Profitabilitas, dan Pertumbuhan Penjualan Terhadap Struktur Modal (Studi Empiris Pada Sektor Keuangan dan Perbankan di BEJ Tahun 2000-2005

  Variabel Dependen : Struktur Modal

  Variabel Independen: Likuiditas, risiko bisnis, profitabilitas, pertumbuhan penjualan.

  Hasil dari penelitian ini adalah likuiditas, risiko bisnis, profitabilitas, dan pertumbuhan penjualan berpengaruh positif terhadap struktur modal

  2 Sony Abimany u (2009)

  Analisis faktor- faktor yang mempengaruhi struktur modal pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2005- 2007

  Variabel Dependen : Struktur Modal Variabel Independen : Struktur Aktiva, Profitabilitas,

  Operating Leverage ,

  Likuiditas.

  Return On Investment, operating leverage, current ratio memiliki

  pengaruh signifikan terhadap struktur modal. Sedangkan struktur aktiva tidak berpengaruh secara signifikan terhadap struktur modal.

  No Nama peneliti Judul Penelitian

Variabel

Penelitian Hasil Penelitian

  Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaru hi Struktur Modal Pada Perusahaan Manufaktur yang Go

  Variable Dependen : Struktur Modal Variable Independen : Profitabilitas, Likuiditas, Ukuran Perusahaan, dan Struktur Aset

  Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas, Ukuran Perusahaan dan Struktur Aset terhadap Struktur Modal pada perusahaan Real Estate dan Property yang terdaftar di BEI tahun 2009-2011

  5. Heldinar W Marpaun g (2013)

  modal sedangkan struktur aktiva tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal.

  leverage terhadap struktur

  Ada pengaruh yang signifikan antara variabel pertumbuhan penjualan, profitabilitas dan operating

  leverage.

  Variabel Dependen : Struktur Modal Variabel Independen : pertumbuhan penjualan , profitabilitas struktur aktiva dan operating

  Bursa Efek Indonesia.

  Public di

  4 Panca Winahyu ningsih, Kertati Sumekar , dan Hanar Prasetyo (2011)

  3 Azlan Hafitz (2011)

  signifikan terhadap struktur modal.

  firm size, growth opportunity, liquidity dan profitability berpengaruh

  berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. Secara Simultan

  Liquidity dan Profitability

  berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. Sedangkan Variabel

  Growth Opportunity tidak

  Secara parsial Variabel firm size dan

  Firm Size, Growth Opportunity, Liquidity , dan Profitability

  Variabel Dependen : Struktur Modal Variable Independen :

  Pengaruh Firm Size, Growth Opportunity, Liquidity, dan Profitability terhadap Struktur Modal Perusahaan Otomotif yang Terdaftar di BEI

  Secara Parsial Profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. Likuiditas, ukuran perusahaan (firm size) dan Strukutr Aset berpengaruh signifikan negatif terhadap struktur modal. Sedangkan secara simultan profitabilitas, likuiditas, ukuran perusahaan, dan struktur aset berpengaruh signifikan terhadap struktur modal.

2.3 Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian

  Kerangka konseptual merupakan sintesis atau ekstrapolasi dari tinjauan teori dan penelitian terdahulu yang mencerminkan keterikatan antara variabel yang diteliti dan merupakan tuntutan untuk memecahkan keterkaitan antara variabel yang diteliti dan merupakan tuntutan untuk memecahkan masalah penelitian serta merumuskan hipotesis. Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka, penulis dapat membuat kerangka konseptual sebagai berikut :

  H1

  Sales growth (X1)

  H2 Profitabilitas

  Struktur modal (X2)

  (Y) H3

  Likuiditas (X3)

  H4 Struktur Aktiva

  (X4) H5

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal ada bermacam-macam.

  Dalam penelitian ini terdapat dua variabel penelitian yaitu variabel independen yang berupa struktur modal yang di-proxy kan dengan debt to equity ratio (DER).

  Sedangkan variabel dependen yang dipakai dalam penelitian ini adalah sales growth , profitabilitas, likuiditas dan struktur aktiva.

  Sales growth merupakan indikator penting dari penerimaan pasar dari

  produk dan/atau jasa perusahaan, dimana pendapatan yang dihasilkan dari penjualan akan dapat digunakan untuk mengukur tingkat pertumbuhan pendapatan. Pertumbuhan penjualan menggambarkan ukuran mengenai besarnya pendapatan per saham perusahaan yang diperbesar oleh hutang. Perusahaan yang bertumbuh pesat cenderung lebih banyak menggunakan hutang untuk membiayai kegiatan usahanya daripada perusahaan yang tumbuh secara lambat. Menurut Brigham dan Houston (2011:145), “perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman memperoleh lebih banyak pinjaman dan menanggung beban tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil”. Hal ini disebabkan karena kebutuhan dana yang digunakan untuk pembiayaan pertumbuhan penjualan semakin besar. Perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan penjualan yang tinggi akan membutuhkan lebih banyak investasi pada berbagai elemen aset, baik aset tetap maupun aset lancar. Pihak manajemen perlu mempertimbangkan sumber pendanaan yang tepat bagi pembelanjaan aset tersebut. Perusahaan yang memiliki pertumbuhan penjualan yang tinggi akan mampu memenuhi kewajiban finansialnya seandainya perusahaan tersebut membelanjai asetnya dengan utang. Begitu pula sebaliknya, pada tingkat pertumbuhan yang rendah suatu perusahaan tidak membutuhkan pembiayaan eksternal, tetapi jika suatu perusahaan tumbuh lebih pesat maka modal dari sumber eksternal harus diusahakan. Selanjutnya semakin cepat tingkat pertumbuhan semakin besar kebutuhan modal. Dengan demikian diharapkan adanya hubungan yang positif antara penjualan dengan struktur modal.

  Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Rachmawardani (2007) dan winahyuningsih, et al (2011) yang menunjukkan bahwa sales growth berpengaruh terhadap struktur modal. Berdasarkan teori tersebut dan penelitian- penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya , maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

  H1 : sales growth berpengaruh secara signifikan terhadap struktur modal pada perusahaan aneka industri dan industri barang konsumsi.

  Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Brigham dan Houston (2011:176) mengatakan bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian atas investasi yang sangat tinggi menggunakan utang dalam jumlah yang relatif sedikit. Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan perusahaan mendanai kegiatan usahanya melalui dana yang dihasilkan secara internal. Hal ini sesuai dengan teori pecking order yang menyatakan bahwa perusahaan cenderung menggunakan pendanaan internal sebanyak mungkin sebelum memutuskan untuk menggunakan pendanaan eksternal. Dengan demikian, semakin tinggi profit yang diperoleh perusahaan, maka akan semakin kecil kemungkinan perusahaan dalam menggunakan hutang.

  Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Rachmawardani (2007), Hafitz (2011), dan winahyuningsih, et al (2011) yang menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh terhadap struktur modal.

  Berdasarkan teori tersebut dan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya , maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

  H2 : Profitabilitas berpengaruh secara signifikan terhadap struktur modal pada perusahaan aneka industri dan industri barang konsumsi.

  Likuiditas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar utang jangka pendek yang telah jatuh tempo.

  Perusahaan yang dapat segera mengembalikan utang-utangnya akan mendapat kepercayaan dari kreditur untuk menerbitkan utang dalam jumlah yang besar, dengan peningkatan proporsi utang yang lebih besar dari pada modal sendiri menunjukkan DER semakin besar atau sebaliknya. Oleh karena itu, Semakin tinggi nilai likuiditasnya maka semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya.

  Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Rachmawardani (2007), Abimanyu (2009), Hafitz (2011), dan Marpaung (2013) yang menunjukkan bahwa likuiditas berpengaruh terhadap struktur modal.

  Berdasarkan teori tersebut dan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya , maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

  H3 : Likuiditas berpengaruh secara signifikan terhadap struktur modal pada perusahaan aneka industri dan industri barang konsumsi.

  Struktur Aktiva merupakan gambaran struktur aktiva dalam suatu perusahaan yang merupakan komposisi perbandingan antara jenis-jenis aktiva perusahaan. Struktur aktiva perusahaan memainkan peranan penting dalam menentukan pembiayaan perusahaan. Perusahaan yang memiliki aset tetap dalam jumlah besar dapat menggunakan hutang dalam jumlah besar hal ini karena dari skalanya perusahaan besar akan lebih mudah akses ke sumber dana dibandingkan dengan perusahaan kecil, besarnya aset tetap dapat digunakan sebagai jaminan perusahaan.

  Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Marpaung (2013) yang menunjukkan bahwa struktur aktiva berpengaruh terhadap struktur modal.

  Berdasarkan teori tersebut dan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya , maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

  H4 : Struktur aktiva berpengaruh secara signifikan terhadap

struktur modal pada perusahaan aneka industri dan industri barang

konsumsi.

  Menurut beberapa kesimpulan sementara yang telah disebutkan sebelumnya tentang hubungan pengaruh sales growth, profitabilitas, likuiditas, dan struktur aktiva terhadap struktur modal maka peneliti mengasumsi bahwa secara simultan

  

sales growth , profitabilitas, likuiditas, dan struktur aktiva berpengaruh terhadap

struktur modal.

  H5 : sales growth, profitabilitas, likuiditas, dan struktur aktiva

berpengaruh secara signifikan terhadap struktur modal pada perusahaan

aneka industri dan industri barang konsumsi.

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Pada Perusahaan Sektor Aneka Industri Dan Sektor Industri Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

2 83 97

Pengaruh Pendanaan Modal Kerja Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Sektor Aneka Industri Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

5 103 77

Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas, dan Modal Kerja terhadap Struktur Modal pada Perusahaan Manufaktur meliputi Sektor Aneka Industri dan Sektor Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

7 78 83

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi Di Pasar Modal Indonesia

0 51 82

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Dengan Profitabilitas Sebagai Variabel Moderating Pada Perusahaan Sektor Aneka Industri Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

26 137 88

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Modal - Pengaruh Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 1 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Struktur Modal - Pengaruh Profitabilitas, Pertumbuhan Aset, Ukuran Perusahaan, Risiko Bisnis, Struktur Aset, dan Likuiditas Terhadap Struktur Modal Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri D

0 0 27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis - Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perusahaan Dalam Auditor Switchng Pada Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Laporan Keuangan - Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi TimelinessPelaporan Keuangan pada Perusahaan Go Public Sektor Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

0 0 36

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Struktur Modal - Pengaruh Struktur Modal dan Return on Asset terhadap Rentabilitas Modal Sendiri pada Perusahaan Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 17