Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi Di Pasar Modal Indonesia

(1)

MEDAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS HARGA SAHAM SEKTOR INDUSTRI BARANG KONSUMSI

DI PASAR MODAL INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Oleh :

BENNY PASARIBU

N I M : 050523018

DEPARTEMEN : EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi


(2)

iv

instruments is bought and sold. This instrument can be either in the form of equity or debt. The capital market facilitated transaction of financial instrument such as stocks, bonds, warrants, rights, convertible bonds, and various derivatives such as option.

The objective of this study is to analyze the influences of several macro economics variable such as inflation rate, foreign exchange rate, and SBI interest rate on changes of Stock Price Index in Consumer Goods Sector in period July 2005 until October 2007. Basic to economic theory, several hypothesis was made as follow :

1. Inflation rate has positive influence on changes of Stock Price Index in Consumer Goods Sector.

2. Foreign exchange rate has negative influence on changes of Stock Price Index in Consumer Goods Sector.

3. SBI interest rate has negative influence on changes of Stock Price Index in Consumer Goods Sector.

The data employed is secondary data which collected from monthly or annually report published by Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik and Bursa Efek Jakarta. Multiple regression with Ordinary Least Square ( OLS ) method was used to analyzed the data, and the results as follow :

1. Inflation rate has positive influence on changes of Stock Price Index in Consumer Goods Sector.

2. Foreign exchange rate has negative influence on changes of Stock Price Index in Consumer Goods Sector.

3. SBI interest rate has negative influence on changes of Stock Price Index in Consumer Goods Sector.


(3)

v

Puji dan syukur bagi Tuhan atas segala kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan penulisan skripsi ini guna memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Adapun skripsi ini berjudul “ ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS HARGA SAHAM SEKTOR INDUSTRI BARANG KONSUMSI DI PASAR MODAL INDONESIA “, yang berisi pembahasan tentang pengaruh variable ekonomi makro seperti inflasi, nilai tukar Rupiah dan suku bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham sektor Industri Barang Konsumsi di pasar modal Indonesia periode Juli 2005 sampai dengan Oktober 2007.

Melalui kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang setulusnya kepada :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan dan Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc. Sc, Phd, selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Iskandar Syarif, MA, selaku Dosen Wali yang telah banyak memberikan bimbingan selama penulis kuliah.


(4)

vi

5. Bapak Drs. Arifin Siregar, M.SP dan Bapak Drs. Jonathan Sinuhaji, MSi, selaku Dosen Pembimbing.

6. Bapak/Ibu staf Pengajar serta seluruh staf Pegawai di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

7. Teristimewa kedua orang tua tercinta, serta Abang, Kakak dan Adik yang telah memberikan dukungan yang sepenuhnya kepada penulis.

8. Teman-teman di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, serta semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, terima kasih atas bantuan dan dukungannya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan kemampuan penulis. Oleh sebab itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, Maret 2008


(5)

vii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Hipotesis ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II : URAIAN TEORITIS 2.1 Teori Inflasi ... 7

2.2 Teori Nilai Tukar ... 12

2.3 Teori Suku Bunga ... 22

2.4 Pasar modal ... 29

BAB III : METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 43

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 43

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 43


(6)

viii

4.1 Indeks Harga Saham ... 50 4.2 Indeks Harga Saham Sektor Industrti Barang Konsumsi ... 53 4.3 Hasil Evaluasi dan Interpretasi Data ... 56 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 63 5.2 Saran ... 65 DAFTAR PUSTAKA


(7)

ix

Tabel Judul Halaman


(8)

x

Gambar Judul Halaman


(9)

xi

Lampiran Judul

1. Data Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi 2. Data Inflasi

3. Data Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar 4. Data Suku Bunga SBI

5. Regresi analisis pengaruh variable Inflasi, Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar, dan Suku Bunga SBI terhadap perubahan Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi


(10)

1 1.1. Latar Belakang

Pembangunan suatu negara memerlukan dana investasi dalam jumlah yang tidak sedikit. Dalam pelaksanaannya, diarahkan untuk berlandaskan pada kemampuan sendiri, disamping memanfaatkan dari sumber lainnya sebagai pendukung. Sumber dari luar tidak mungkin selamanya diandalkan untuk pembangunan. Oleh sebab itu, perlu ada usaha yang sungguh-sungguh untuk mengarahkan dana investasi yang bersumber dari dalam, yaitu tabungan masyarakat, tabungan pemerintah, dan penerimaan devisa.

Pasar modal merupakan alternatif menggali pembiayaan pembangunan. Pasar modal memiliki peran besar bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena pasar modal menyediakan fasilitas atau wahana yang mempertemukan pihak yang memiliki kelebihan dana (investor) dan pihak yang memerlukan dana (issuer), dengan adanya pasar modal pihak yang memiliki kelebihan dana dapat menginvestasikan dananya tersebut dengan harapan memperoleh imbalan (return) sedangkan pihak issuer (dalam hal ini perusahaan) dapat memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan investasi tanpa harus menunggu tersedianya dana dari operasi perusahaan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi keuangan, karena pasar modal memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbalan (return) bagi pemilik dana, sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih.


(11)

Dengan adanya pasar modal diharapkan aktivitas perekonomian menjadi meningkat karena pasar modal merupakan alternatif pendanaan bagi perusahaan-perusahaan sehingga perusahaan-perusahaan dapat beroperasi dengan skala yang lebih besar dan pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan perusahaan dan kemakmuran masyarakat luas.

Secara perlahan namun pasti pasar modal telah tumbuh menjadi bagian penting dari tumbuh dan berkembangnya perekonomian Indonesia. Sebagai negara yang tengah membangun dan mengejar ketinggalannya dari negara-negara lain , maka faktor pembiayaan perusahaan merupakan salah satu faktor penentu. Pasar modal diharapkan mampu menjadi alternatif pendanaan bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia disamping perbankan. Kehadiran pasar modal, pada sisi lainnya, dapat dilihat sebagai wahana dan alternatif dalam berinvestasi.

Pasar modal Indonesia dalam perkembangannya telah menunjukkan eksistensinya sebagai bagian instrumen perekonomian, dimana indikasi yang dihasilkannya banyak dipergunakan oleh para peneliti maupun praktisi untuk melihat gambaran perekonomian Indonesia. Komitmen pemerintah Indonesia terhadap peran pasar modal tercermin dalam undang-undang republik Indonesia nomor 8 tahun 1995 tentang pasar modal. Dimana dinyatakan bahwa pasar modal mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan nasional, sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha dan wahana investasi bagi masyarakat. Berlakunya undang-undang tersebut dilengkapi dengan 2 peraturan pemerintah, yaitu peraturan pemerintah No 45 Tahun 1995 tentang penyelenggaraan kegiatan dibidang pasar modal dan peraturan pemerintah no 46 tahun 1995 tentang


(12)

pemeriksaan dibidang pasar modal, serta tiga keputusan menteri keuangan Republik Indonesia dan 106 peraturan BAPEPAM.

Sebagai salah satu instrumen perekonomian, maka pasar modal tidak terlepas dari pengaruh yang berkembang di lingkungannya, baik yang terjadi di lingkungan ekonomi mikro seperti peristiwa atau keadaan para emiten yang meliputi laporan kinerja, pembagian deviden, perubahan strategi dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) maupun perubahan yang terjadi di lingkungan ekonomi makro seperti nilai tukar Rupiah, laju inflasi, tingkat suku bunga SBI, dan faktor-faktor lainnya.

Keputusan investor memilih suatu saham sebagai obyek investasinya membutuhkan data historis terhadap pergerakan saham yang beredar di bursa. Baik secara individual, kelompok, maupun gabungan. Mengingat transaksi investasi saham terjadi pada setiap saham dengan variasi permasalahan yang sangat rumit dan berbeda-beda, pergerakan harga saham memerlukan identifikasi dan penyajian informasi dan bersifat spesifik. Kejadian-kejadian dan fakta historis tersebut, harus dapat disajikan dengan sistem tertentu agar dapat menghasilkan suatu informasi yang sederhana, konsisten dan mudah ditafsirkan oleh pelaku pasar modal. Informasi yang sederhana namun dapat mewakili suatu kondisi tertentu. Berdasarkan peta permasalahan inilah para investor dapat membayangkan maupun memprediksi situasi yang akan terjadi di masa yang akan datang.

Bentuk fakta historis yang dipandang sangat tepat untuk menggambarkan pergerakan harga saham di masa lalu adalah suatu indeks harga saham yang memberikan deskripsi harga-harga saham pada saat tertentu maupun dalam


(13)

periodisasi tertentu pula. Indeks harga saham tersebut merupakan catatan terhadap perubahan-perubahan maupun pergerakan harga saham sejak mulai pertama kali beredar sampai pada suatu saat tertentu. Penyajian indeks harga saham berdasarkan satuan harga yang disepakati. Metodologi pencatatan dan penyajian informasi berdasarkan satuan angka yang disepakati. Metodologi pencatatan dan penyajian informasi berdasarkan angka indeks tersebut dapat dikembangkan dengan berbagai variasi, sesuai dengan tujuannya masing-masing. Dalam kerangka itulah dikenal indeks harga saham individual, indeks harga saham sektoral, indeks harga saham gabungan dan lain-lainnya.

Industri barang konsumsi merupakan salah satu sektor industri diantara berbagai sektor-sektor industri yang ada di pasar modal Bursa Efek Jakarta. Apabila dibandingkan dengan indeks pada tahun-tahun 1990-an, indeks harga saham sektor industri barang konsumsi telah mengalami kemajuan yang cukup besar. Namun perkembangan sektor ini terlihat sangat lambat apabila dibandingkan dengan indeks harga saham sektor lainnya. Secara umum, fluktuasi pada indeks harga saham sektor industri tidak sebesar fluktuasi pada indeks harga saham sektor-sektor lainnya yang terdapat di Bursa Efek Jakarta. Padahal keberadaan sektor industri ini secara langsung dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, baik untuk kalangan atas, menengah, ataupun bawah. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian guna penyelesaian skripsi dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi Di Pasar Modal Indonesia”


(14)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang pemilihan judul diatas maka penulis merumuskan permasalahan sebagai dasar kajian penelitian yang dilakukan.

Adapun perumusan masalah yang dibuat adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh Inflasi terhadap Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi Di Pasar Modal Indonesia?

2. Bagaimana pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar terhadap Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi Di Pasar Modal Indonesia?

3. Bagaimana pengaruh tingkat Suku Bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi Di Pasar Modal Indonesia?

1.3.Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara permasalahan yang menjadi objek penelitian dimana tingkat kebenarannya masih perlu diuji. Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut:

1. Inflasi mempunyai pengaruh positif terhadap Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi Di Pasar Modal Indonesia.

2. Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar mempunyai pengaruh negatif terhadap Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi Di Pasar Modal Indonesia.

3. Suku Bunga SBI mempunyai pengaruh negatif terhadap Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi Di Pasar Modal Indonesia.


(15)

1.4. Tujuan penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Inflasi terhadap Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi Di Pasar Modal Indonesia.

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar terhadap Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi Di Pasar Modal Indonesia.

3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Suku Bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi Di Pasar Modal Indonesia.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa dan pihak-pihak yang mengadakan penelitian dalam ruang lingkup yang sama. 2. Untuk menambah, melengkapi dan sebagai pembanding hasi-hasil yang

sudah ada dengan topik pembahasan yang sama 3. Sebagai penambah wawasan ilmiah penulis.


(16)

7 2.1. TEORI INFLASI

2.1.1. Pengertian Inflasi

Inflasi adalah kecenderungan terjadinya kenaikan harga-harga umum secara terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat

disebut sebagai inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain.

Kenaikan harga-harga yang disebabkan oleh faktor-faktor musiman ( misalnya menjelang peringatan hari-hari besar), atau yang terjadi sekali saja ( dan tidak mempunyai pengaruh lanjutan) tidak disebut inflasi. Kenaikan harga semacam ini tidak dianggap sebagai masalah ekonomi dan tidak memerlukan kebijaksanaan khusus untuk menanggulanginya.

Tingkat inflasi antara negara yang satu dengan lainnya berbeda-beda, seperti inflasi di Indonesia dalam keadaan normal biasanya dibawah 10% per tahun. Tetapi tingkat itu dapat berubah-ubah, seperti ketika terjadi krisis ekonomi di Indonesia, tingkat inflasinya mencapai kurang lebih 80%. Tingkat inflasi setinggi ini juga pernah terjadi di negara-negara lain, bahkan negara-negara Amerika Latin seperti Meksiko dan Brasil, pernah mengalami hiperinflasi (tingkat inflasi yang sangat tinggi), yaitu diatas 100%.

Ada beberapa definisi inflasi yang dikemukakan oleh ahli-ahli ekonomi diantaranya adalah :


(17)

1. A.P. Lerner :

Inflasi adalah keadaan dimana terjadi kelebihan permintaan terhadap barang-barang dalam perekonomian secara keseluruhan.

2. G.Cowt Hrey :

Inflasi adalah suatu keadaan dari nilai uang turun terus-menerus dan harga naik terus.

3. Hawtry :

Inflasi adalah suatu keadaan karena terlalu banyak uang beredar.

Meskipun definisi diatas berbeda-beda, tetapi ada satu yang sama, yaitu inflasi adalah kecenderungan dari tingkat harga-harga umum mengalami kenaikan secara terus-menerus.

2.1.2. Jenis-Jenis Inflasi

Inflasi dapat digolongkan sebagai berikut : a. Penggolongan berdasarkan atas sifatnya.

1. Inflasi ringan ( 10 % setahun ), ditandai dengan kenaikan harga berjalan secara lambat dengan persentase yang kecil serta dalam jangka waktu yang relatif lama.

2. Inflasi sedang ( 10%-30% setahun), ditandai dengan kenaikan harga yang relatif cepat atau perlu diwaspadai dampaknya terhadap perekonomian.

3. Inflasi berat (30%-100% setahin), ditandai dengan kenaikan harga yang cukup besar dan kadang-kadang berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi yang artinya


(18)

harga-harga minggu atau bulan ini lebih tinggi dari minggu atau bulan sebelumnya.

4. Hiper inflasi ( > 100% setahun), dimana inflasi ini paling parah akibatnya. Masyarakat tidak lagi berkeinginan untuk menyimpan uang, nilai uang merosot dengan tajam, sehingga ditukar dengan barang. Harga-harga naik lima sampai enam kali. Biasanya keadaan ini timbul oleh adanya perang yang dibelanjai atau ditutupi dengan mencetak uang

b. Berdasarkan sebab terjadinya, inflasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Demand full inflation.

Adalah inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat terhadap akan berbagai barang terlalu kuat. Demand full inflation terjadi karena kenaikan permintaan agregat dimana kondisi perekonomian telah berada pada kesempatan kerja penuh. Jika kondisi produksi telah berada pada kesempatan kerja penuh, maka kenaikan permintaan tidak lagi mendorong kenaikan output ataupun produksi tetapi hanya mendorong kenaikan harga-harga yang disebut inflasi murni. Kenaikan permintaan yang melebihi produk domestik bruto akan menyebabkan inflationary gap yang menyebabkan inflasi.

2. Cost push inflation

Adalah inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi. Pada Cost Push Inflation tingkat penawaran lebih rendah dibandingkan tingkat permintaan. Karena adanya kenaikan harga faktor produksi sehingga produsen terpaksa mengurangi produksinya sampai pada


(19)

jumlah tertentu. Penawaran agregat terus menurun karena adanya kenaikan biaya produksi.

3. Mixed inflation

Merupakan gejala kombinasi antara unsur inflasi yang disebabkan kenaikan permintaan dan kenaikan biaya produksi. Pada umumnya bentuk yang sering terjadi adalah inflasi campuran yaitu kombinasi dari kenaikan permintaan dan kenaikan biaya produksi, dan sering sekali keduanya saling memperkuat satu sama lain.

2.1.3. Pengaruh Inflasi

Akibat buruk inflasi dapat dibedakan dalam dua aspek, yaitu : a. Akibatnya terhadap perekonomian.

• Inflasi menggalakkan penanaman modal spekulasi.

• Tingkat bunga meningkat dan akan mengurangi investasi.

• Terjadi defisit dalam neraca perdagangan serta meningkatkan besarnya utang luar negeri.

b. Akibatnya kepada individu dan masyarakat.

• Memperburuk distribusi pendapatan.


(20)

2.1.4. Teori-teori Inflasi :

Paling tidak ada tiga teori tentang inflasi : 1) Teori Kuantitas

Inti dari teori kuantitas adalah, pertama, bahwa inflasi itu hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang beredar, baik uang kartal maupun uang giral. Bila terjadi kegagalan panen misalnya, yang menyebabkan harga beras naik, tetapi apabila jumlah uang beredar tidak ditambah, maka kenaikan harga beras akan berhenti dengan sendirinya. Inti yang kedua ialah laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang beredar dan psikologi atau harapan masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa yang akan datang.

2) Teori Keynes

Proses inflasi menurut Keynes adalah proses perebutan pendapatan diantara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar daripada yang dapat disediakan oleh masyarakat. Kelompok-kelompok sosial ini misalnya orang-orang pemerintahan sendiri, pihak swasta atau bisa juga serikat buruh yang berusaha mendapatkan kenaikan gaji atau upah, dimana hal ini akan berdampak terhadap permintaan barang dan jasa, yang pada akhirnya akan menaikkan harga.

3) Teori Strukturalis

Teori ini biasa disebut juga dengan teori inflasi jangka panjang, karena menyoroti sebab-sebab inflasi yang berasal dari kekakuan struktur ekonomi, khususnya penawaran bahan makanan dan barang-barang ekspor. Karena sebab-sebab struktural ini, pertambahan produksi barang


(21)

lebih lambat dibandingkan peningkatan kebutuhan masyarakat. Akibatnya penawaran (supply) barang kurang dari yang dibutuhkan masyarakat, sehingga harga barang dan jasa meningkat.

Teori inflasi yang sering digunakan dan cukup terkenal adalah teori kuantitas. Dalam teori kuantitas dikatakan bahwa inflasi sangat dipengaruhi jumlah uang yang beredar. Dalam kenyataanya memang jumlah uang yang beredar itu sangat berpengaruh terhadap inflasi.

2.2. TEORI NILAI TUKAR

2.2.1. Pengertian Nilai Tukar (Kurs)

Dalam perdagangan internasional pertukaran antara satu mata uang dengan mata uang negara lain menjadi hal yang terpenting untuk mempermudah proses transaksi jual beli barang dan jasa. Dari pertukaran ini terdapat perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut dan inilah yang disebut dengan nilai tukar atau kurs. Jadi, secara umum, kurs atau nilai tukar dapat diartikan sebagai harga suatu mata uang terhadap mata uang asing atau harga mata uang luar negeri terhadap mata uang domestik.

Dalam mekanisme pasar, kurs dari suatu mata uang akan selalu mengalami fluktuasi (perubahan-perubahan) yang berdampak langsung pada harga barang-barang ekspor dan impor. Perubahan-perubahan yang dimaksud antara lain :

a. Apresiasi, yaitu peristiwa menguatnya nilai tukar mata uang secara otomatis akibat bekerjanya kekuatan-kekuatan penawaran dan permintaan atas mata uang yang bersangkutan dalam sistem pasar bebas. Sebagai akibat dari perubahan kurs ini adalah harga produk negara itu bagi pihak


(22)

luar negeri makin mahal, sedangkan harga impor bagi penduduk domestik menjadi lebih murah.

b. Depresiasi, yaitu peristiwa penurunan nilai tukar mata uang secara otomatis akibat bekerjanya kekuatan-kekuatan penawaran dan permintaan atas mata uang yang bersangkutan dalam sistem pasar bebas. Sebagai akibat dari perubahan kurs ini adalah harga produk negara itu bagi pihak luar negeri menjadi murah, sedangkan harga impor bagi penduduk domestik menjadi lebih mahal.

2.2.2. Teori-teori Kurs

a. Pendekatan perdagangan atau pendekatan elastisitas terhadap pembentukan kurs.

Yakni nilai tukar dari dua negara ditentukan oleh besar kecilnya perdagangan barang dan jasa yang berlangsung diantara kedua negara tersebut. Menurut pendekatan ini, kurs equilibrium adalah kurs yang akan menyeimbangkan nilai impor dan ekspor dari suatu negara. Jika nilai impor negara tersebut lebih besar daripada nilai ekspornya (artinya negara tersebut mengalami defisit perdagangan), maka kurs mata uangnya akan mengalami peningkatan (artinya mata uangnya mengalami depresiasi atau penurunan nilai tukar), sebaliknya jika nilai ekspor negara tersebut lebih besar dari nilai impor maka kurs mata uangnya akan mengalami penurunan.


(23)

b. Teori paritas daya beli (Purchasing Power Parity theory / PPP)

Merumuskan bahwa kurs diantara dua mata uang adalah identik dengan rasio dari tingkat harga umum dari kedua negara yang bersangkutan. Artinya, penurunan daya beli mata uang domestik akan diiringi dengan depresiasi mata uangnya secara proporsional dalam pasar valas. Sebaliknya, kenaikan daya beli mata uang domestik akan diikuti atau disusul dengan apresiasi mata uangnya secara proporsional.

Menurut teori ini, pasar valas berada dalam kondisi keseimbangan apabila semua deposito atau simpanan dalam berbagai valas menawarkan tingkat imbalan yang sama. Kondisi dimana tingkat imbalan yang ditawarkan semua simpanan dalam berbagai valas sama disebut kondisi paritas suku bunga (interest parity). Dengan kata lain, segenap simpanan valas menawarkan tingkat imbalan resiko kurs, dan kemungkinan perubahan kurs yang secara keseluruhan setara sehingga prospek keuntungan ataupun daya tarik atas asset-asset tersebut besar. Kenaikan suku bunga dari simpanan suatu mata uang domestik menyebabkan mata uang domestik tersebut mengalami depresiasi terhadap mata uang asing,dengan asumsi kondisi lainnya tetap (perkiraan kurs dimasa mendatang tidak berubah).

c. Pendekatan moneter (Monetary Aproach)

Merumuskan bahwa kurs tercipta dalam proses penyamaan atau penyeimbangan stok atau total permintaan dan penawaran mata uang nasional di masing-masing negara. Penawaran uang di suatu negara diasumsikan dapat ditetapkan atau diciptakan secara independen oleh otoritas moneter dari negara yang bersangkutan. Namun sebaliknya, permintaan uang sangat ditentukan oleh tingkat pendapatan riil negara tersebut atau harga-harga umum yang berlaku serta


(24)

suku bunga, dimana permintaan akan uang berbanding lurus dengan harga-harga umum dan berbanding terbalik terhadap suku bunga. Pada tingkat pendapatan riil atau harga-harga tertentu, suku bunga equilibrium terbentuk pada titik perpotongan antara kurva permintaan dan kurva penawaran uang yang ada di suatu negara.

Jadi pendekatan moneter dapat dikatakan terlalu mengutamakan peranan uang (sektor moneter) dan cenderung mengabaikan peranan penting yang dimainkan oleh perdagangan barang dan jasa (sektor riil) sebagai suatu faktor pokok yang mempengaruhi besar kecilnya kurs, khususnya dalam jangka panjang.

Selain itu, pendekatan moneter mengasumsikan bahwa asset-asset finansial domestik dan luar negeri seperti obligasi yang diterbitkan oleh berbagai negara satu sama lain merupakan pengganti atau substitusi yang sempurna. Namun dalam prakteknya, obligasi yang diterbitkan oleh satu negara sangat berbeda, baik jenisnya maupun bobotnya dibandingkan dengan obligasi yang diterbitkan oleh negara-negara lain. Hal inilah sebagai sumber kelemahan dari pendekatan moneter yang dianggap bertumpu pada sejumlah asumsi yang kurang realistis.

d. Pendekatan keseimbangan portofolio (Portofolio Balance Approach).

Merumuskan bahwa kurs sesungguhnya terbentuk dalam proses dan penyeimbangan stock atau total permintaan dan penawaran asset-asset finansial (dalam hal ini, uang dipandang hanya merupakan salah satu bentuk dari sekian banyak jenis asset finansial) dalam setiap negara.

Asumsi yang dipergunakan dalam pendekatan ini adalah :


(25)

b. Memperhitungkan arti penting perdagangan (sektor riil)

2.2.3. Sistem Moneter Internasional

Sistem moneter internasional atau yang sering pula disebut sebagai tata atau rejim moneter internasional, mengacu pada berbagai peraturan, kebiasaan-kebiasaan, instrumen penunjang, fasilitas pelengkap, prosedur dan organisasi berkenaan dengan pembayaran internasional. Sistem moneter internasional yang dianut oleh suatu negara merupakan salah satu faktor penentu untuk mencapai tujuan-tujuan kebijakan makro ekonomi dinegara tersebut yakni, bagaimana mencapai keseimbangan internal (kondisi full employment yang disertai dengan stabilitas harga) dan keseimbangan eksternal (mencegah terciptanya ketidakseimbangan baik itu berupa defisit atau surplus neraca pembayaran yang berlebihan).

Secara umum sistem moneter internasional yang pernah ada dalam sejarah perekonomian dunia hingga saat ini terdiri atas :

a. Standar emas

Dalam standar emas, setiap negara diwajibkan untuk membakukan kandungan emas dalam koin mata uangnya dan secara pasif bersiaga untuk membeli atau menjual mata uangnya dalam jumlah berapapun pada harga tertentu yang telah dibakukan demi mempertahankan kebakuan nilai tukar mata uangnya masing-masing. Karena kandungan emas dalam setiap unit mata uang senantiasa baku, maka dengan sendirinya kursnya pun selalu baku. Inilah yang disebut sebagai paritas logam mulia (mint parity).


(26)

Kurs hanya dapat berfluktuasi diatas atau dibawah paritas logam mulia itu (diseputar titik emas) sebesar biaya pengapalan sejumlah emas yang setara nilainya dengan satu unit valas dari suatu pusat moneter ke pusat moneter lainnya. Kecenderungan dari suatu mata uang untuk mengalami depresiasi melampaui titik ekspor emas secara efektif dicegah oleh berlangsungnya arus keluar emas dari negara yang bersangkutan. Arus keluar emas ini langsung mencerminkan keberadaan dan jumlah defisit pada neraca pembayaran di negara yang bersangkutan. Sebaliknya, kecenderungan dari sebuah mata uang untuk mengalami apresiasi.melampaui titik impor emas, dicegah oleh surplus pada neraca pembayaran yang bersangkutan.

b. Sistem Bretton Woods

Pada dasarnya, Sistem Bretton Woods adalah sebuah standar tukar emas (gold exchange standard). Dalam sistem ini, Amerika serikat diminta untuk mempertahankan harga emas secara baku dengan harga $35 per ons emas dan ia diminta untuk senantiasa siaga menukar dolar menjadi emas dalam jumlah berapapun berdasarkan harga baku tersebut. Sedangkan negara-negara lain diwajibkan untuk membakukan harga mata uang mereka terhadap dollar agar tidak bergerak lebih dari 1% diatas atau dibawah nilai patokannya. Perubahan kurs yang dikarenakan oleh kekuatan permintaan dan penawaran hanya dimungkinkan sampai batas tertentu yang relatif sempit. Jika ada tanda-tanda bahwa kurs akan melampaui batas-batas tersebut, maka negara pemilik uang yang bersangkutan diwajibkan untuk melakukan intervensi mata uangnya terhadap pasar valas agar kurs bakunya tetap terpelihara.


(27)

Kedua sistem diatas, baik standar emas maupun Sistem Bretton Woods sering juga disebut dengan sistem kurs tetap (fixed exchange rate), dimana pemerintah menetapkan atau membakukan nilai kurs mata uangnya pada tingkat tertentu.

Secara terperinci, keunggulan dan kelemahan dari sistem kurs tetap ini adalah:

Keunggulan

a. Memberikan tindakan stabilitas kurs, menghilangkan sumber ketidakpastian dan ketidakstabilan harga lebih jauh.

b. Membantu menghindarkan perekonomian dari gangguan ekonomi (goncangan moneter).

c. Menggairahkan perdagangan internasional, mendorong iklim bisnis yang mendukung investasi jangka panjang.

d. Memberikan kerangka kerja ekonomi yang secara potensial lebih efisien.

Kelemahan

a. Penyesuaian kurs cenderung dilakukan hanya setelah semua tindakan korektif lainnya gagal. Subordinasi sasaran ekonomi internal terhadap sasaran ekonomi eksternal yang mendahului penyesuaian kurs dapat memberi beban penyesuaian kepada perekonomian yang merugikan.

b. Dalam kondisi perekonomian seperti ekspor tidak selalu berkembang dan ketergantungan pada impor strategis seperti energi sangat tinggi, maka penyesuaian kurs bisa tidak mampu menghapus defisit neraca pembayaran yang terus menerus pada kurs berlaku.


(28)

c. Dapat mencegah perekonomian bereaksi terlalu cepat terhadap kondisi perekonomian yang berubah yang bisa membuat beban finansial yang besar.

d. Salah penerapan kurs dapat mempercepat destabilisasi aliran modal dalam jumlah yang besar.

e. Perlu cadangan devisa yang cukup untuk mempertahankan kurs.

f. Dugaan atau perkiraan mengenai devaluasi atau revaluasi dapat menimbulkan spekulasi.

c. Sistem Kurs Mengambang (flexible exchange rate sytem)

Sistem kurs mengambang merupakan sistem moneter internasional yang mengoreksi defisit atau surplus neraca pembayaran secara secara otomatis oleh depresiasi atau apresiasi mata uang nasional di negara yang bersangkutan tanpa melibatkan intervensi pemerintah serta tanpa pengurangan atau akumulasi asset cadangan internasional yang dimiliki oleh negara tersebut. Secara teoritis, Sistem kurs mengambang terdiri atas Sistem kurs mengambang bebas (freely floated exchange rate system) yakni sistem kurs yang benar-benar bebas intervensi pemerintah dan Sistem kurs mengambang terkendali (managed floating exchange rate system) yakni sistem kurs mengambang yang disertai dengan intervensi pemerintah. Namun dalam prakteknya, Sistem kurs mengambang bebas tidak pernah ada, yang ada adalah Sistem kurs mengambang terkendali yang banyak dipraktekkan oleh banyak negara dewasa ini.

Secara umum, ada 3 keunggulan pokok yang dimiliki oleh Sistem kurs mengambang, yaitu :


(29)

a. Otonomi kebijakan moneter

Jika Bank sentral tidak lagi harus mengintervensi pasar uang guna membakukan kurs, maka pemerintah akan memperoleh kembali kemampuannya untuk menggunakan kebijakan moneter untuk mencapai sasaran keseimbangan internal dan eksternal. Lebih jauh, tidak ada negara-negara yang terpaksa mengimpor inflasi atau deflasi dari luar negeri. b. Simetri

Dalam Sistem kurs mengambang, baik Amerika serikat maupun negara-negara lain memiliki peluang yang sama untuk mempengaruhi kurs mata uang masing-masing terhadap mata uang lainnya.

c. Kurs sebagai stabilisator otomatis

Meskipun kebijakan moneter tidak dilancarkan, proses penyesuaian kurs yang terbentuk oleh kekuatan pasar akan membantu semua negara mempertahankan keseimbangan internal dan eksternal dalam menghadapi perubahan permintaan aggregat.

Disamping keunggulan-keunggulan tersebut, tidak sedikit juga yang menentang sistem kurs mengambang itu dengan menguraikan beberapa kelemahannya, diantaranya:

a. Disiplin.

Bank-bank sentral yang terbebas dari kewajiban pembakuan kurs, besar kemungkinan akan menerapkan berbagai kebijakan yang bersifat inflasioner.


(30)

b. Spekulasi dan gangguan pasar uang yang merusak stabilitas.

Dalam Sistem kurs mengambang, spekulasi kurs mudah tumbuh sehingga menjurus pada instabilitas dalam pasar valuta asing. Instabilitas ini, pada gilirannya akan menghasilkan berbagai dampak negatif terhadap keseimbangan internal dan eksternal semua negara. Lebih jauh, gangguan dalam pasar uang domestik menjadi lebih berbahaya bila dibandingkan dengan gangguan dalam sistem kurs baku.

c. Ancaman terhadap investasi dan perdagangan internasional.

Sistem kurs mengambang membuat harga-harga internasional makin sulit dipastikan atau diprediksikan sehingga mengganggu arus investasi dan perdagangan internasional.

d. Kebijakan ekonomi yang tak terkoordinasi.

Bila peraturan Bretton Woods mengenai kurs ditinggalkan, maka mata uang berbagai negara akan saling bersaing atau adu kuat. Hal ini tentu saja membahayakan perekonomian dunia.

e. Ilusi mengenai otonomi yang lebih besar.

Sistem kurs mengambang sebenarnya tidak sepenuhnya memberikan otonomi kebijakan bagi setiap negara. Perubahan-perubahan kurs menimbulkan pengaruh-pengaruh makro ekonomi yang mendalam yang akan memaksa Bank sentral untuk mempertahankan kebakuan kursnya, meskipun tanpa komitmen formal untuk itu. Jadi Sistem kurs mengambang hanya akan meningkatkan ketidak pastian dalam perekonomian dunia tanpa memberikan kebebasan yang lebih besar untuk menerapkan kebijakan makro ekonomi.


(31)

2.3. TEORI SUKU BUNGA 2.3.1 Pengertian Suku Bunga

Tingkat suku bunga memiliki fungsi alokatif dalam perekonomian khususnya penggunaan uang dan modal. Maksudnya tingkat suku bunga dapat dikatakan sebagai suatu balas jasa suatu alokasi tertentu terhadap si pemilik uang atau modal.

Ada beberapa teori mengenai tingkat suku bunga ini. Teori-teori ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Teori Klasik

Menurut teori klasik tabungan merupakan fungsi dari tingkat bunga. Di mana makin tinggi tingkat bunga, makin tinggi pula keinginan masyarakat untuk menabung. Investasi juga merupakan fungsi dari tingkat bunga di mana makin tinggi tingkat bunga maka keinginan berinvestasi makin kecil. Makin rendah tingkat bunga maka akan mendorong para investor untuk berinvestasi karena biaya yang ditanggung semakin kecil dengan harapan profit yang maksimum.

Tingkat bunga dalam keadaan seimbang akan tercapai apabila keinginan menabung masyarakat sama dengan keinginan pengusaha untuk melakukan investasi dalam pasar yang seimbang pada keadaan Yfull employment (kondisi pendapatan yang dicapai dengan menggunakan resources yang ada secara maksimal). Di mana pasar secara bebas tanpa ada campur tangan pemerintah (teori Laissez-Faire: Adam Smith).


(32)

Tingkat Tabungan Bunga

i1

i0

Investasi1 (I1)

Investasi0 (I0)

0 S0 S1 Jumlah Rupiah yang ditabung dan diinvestasikan

Gambar 2.2

Teori Klasik tentang Tingkat Suku Bunga

Berdasarkan gambar dapat dilihat bahwa tingkat suku bunga akan mengalami keseimbangan (S0,i0) jika jumlah tabungan sama dengan investasi. Jika tingkat suku bunga lebih besar dari i0 akan berdampak terhadap jumlah tabungan lebih besar dari jumlah investasi. Katakanlah tingkat suku bunga yang baru tersebut disimbolkan dengan i1 karena tingkat suku bunga dalam tabungan adalah sama dengan tingkat suku bunga dalam investasi. Dengan tingginya tingkat suku bunga ini, maka para investor akan ”enggan” untuk melakukan investasi akibat dari meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan. Hal ini akan menggeser keseimbangan semula menjadi tingkat keseimbangan yang baru yang berada pada titik (S1,i1) di mana jumlah tabungan sama dengan investasi (I1).

b. Teori Keynes

Dalam teori Keynes, tingkat bunga merupakan suatu fenomena moneter. Maksudnya tingkat bunga ditentukan oleh pasar uang yaitu permintaan dan penawaran uang (demand and supply of money).

Menurut teori Keynes ada kemungkinan jumlah tabungan lebih besar dari investasi pada national income dan bahwa tingkat bunga bukan media untuk menyamakan tabungan (S) dan investasi (I). Hal ini merupakan tugas bank sentral,


(33)

di Indonesia yaitu Bank Indonesia, dalam menciptakan kestabilan harga melalui kebijakan tingkat bunga yang selayaknya. Bank sentral mengatasi tingkat inflasi yang tinggi dengan menaikkan tingkat suku bunga yang tinggi. Akibatnya jumlah tabungan meningkat sehingga jumlah uang beredar di masyarakat berkurang. Naiknya tingkat bunga juga akan mengakibatkan investasi menurun, sehingga GNP menurun. Begitu sebaliknya. Pertumbuhan ekonomi akan meningkat jika tingkat bunga (diskonto) bank sentral mengalami penurunan karena dengan turunnya tingkat bunga bank sentral akan memacu para investor dalam menanamkan modalnya.

2.3.2 Sertifikat Bank Indonesia (SBI)

Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga atas unjuk dalam Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dan dijualbelikan dengan diskonto. SBI terbit pertama kali tahun 1970 dengan tujuan menciptakan suatu instrumen pasar uang yang hanya diperdagangkan antara bank-bank.

Sebagai salah satu instrumen OPT, SBI diterbitkan dan ditawarkan dalam sistem lelang. BI secara tidak langsung mempengaruhi tingkat suku bunga di pasar uang melalui SBI dengan cara mengumumkan Stop Out Rate (SOR), yaitu tingkat suku bunga yang diterima oleh BI atas penawaran tingkat suku bunga dari peserta lelang. Umumnya SOR tersebut digunakan sebagai indikator tingkat suku bunga transaksi dalam pasar uang.


(34)

Transaksi jual beli SBI dilakukan berdasarkan tingkat diskonto. Adapun faktor yang mempengaruhi harga SBI itu sendiri adalah besarnya discount rate dan jumlah hari jatuh tempo SBI bersangkutan. Rumus menghitung nilai tunai (prececks) atau true discount SBI, yaitu:

Proceeds ) ( 360 360 min tempo jatuh hari Jumlah x diskonto Tingkat x al No Nilai + = atau: Proceeds 360 ) ( 1 360 min tempo jatuh hari Jumlah x diskonto Tingkat x al No Nilai + =

2.3.3. Tujuan Penerbitan SBI

Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Arah kebijakan didasarkan pada sasaran laju inflasi yang ingin dicapai dengan memperhatikan berbagai sasaran ekonomi makro lainnya, baik dalam jangka pendek, menengah, maupun panjang. Implementasi kebijakan moneter dilakukan dengan menetapkan sasaran operasional, yaitu uang primer (base money). Artinya, jumlah uang primer yang berlebihan di BI dapat mengurangi kestabilan nilai Rupiah. SBI diterbitkan dan dijual oleh BI untuk mengurangi kelebihan uang primer tersebut.

Penerbitan SBI memiliki dasar hukum tersendiri yang dikeluarkan oleh direksi BI. Adapun dasar hukum tersebut yaitu Surat Keputusan Direksi BI


(35)

Nomor 31/67/KEP/DIR tanggal 23 Juli 1998. Surat keputusan ini berisi tentang penerbitan dan perdagangan SBI serta mengenai intervensi BI terhadap Rupiah.

2.3.4. Karakteristik SBI

SBI memiliki beberapa karakteristik, antara lain :

(a) Jangka waktu maksimal 12 bulan dan sementara waktu hanya diterbitkan untuk jangka waktu 1 bulan dan 3 bulan.

(b) Denominasi dari yang terendah Rp. 50 juta sampai dengan yang tertinggi Rp. 100 miliar.

(c) Pembelian SBI oleh masyarakat minimal Rp. 100 juta dengan kenaikan kelipatan Rp. 50 juta.

(d) Pembelian SBI didasarkan pada jangka waktu maksimal diperoleh dari rumus:

) (

360

360 min

tempo jatuh hari Jumlah x

diskonto Tingkat

x al No Nilai

+

(e) Pembeli SBI memperoleh hasil berupa tingkat diskonto yang dibayar di muka. Besarnya diskonto adalah nilai nominal dikurangi nilai tunai.

(f) Pajak Penghasilan (PPh) atas diskonto dikenakan sebesar 15%.

2.3.5. Tata Cara Perdagangan SBI

Transaksi SBI dilakukan dengan tata cara perdagangan sebagai berikut: (a) Penjualan SBI dilakukan melalui lelang.


(36)

(c) Lelang SBI dilakukan setiap hari Rabu dan dapat diikuti oleh seluruh bank umum, pialang pasar uang dan pialang pasar modal dengan penyelesaian transaksi hari Kamis.

(d) Dalam pelaksanaan lelang SBI, masing-masing peserta mengajukan penawaran tingkat diskonto yang terendah sampai dengan jumlah SBI lelang yang diumumkan tercapai.

(e) Untuk menjaga keamanan dari kehilangan atau pencurian serta menghindari pemalsuan, maka pihak pembeli SBI memperoleh Bilyet Depot Simpanan sebagai bukti atas penyimpanan fisik warkat atas SBI pada BI tanpa dipungut biaya penyimpanan.

Tingkat suku bunga SBI merupakan tingkat suku bunga dalam bentuk persen yang ditentukan oleh BI sebagai pemegang otoritas moneter dalam upaya pengendalian jumlah uang beredar.


(37)

Gambar 2.3 Proses Pembelian SBI

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa masyarakat baik perusahaan maupun perorangan tidak dapat secara langsung membeli SBI. Mereka harus melalui pialang pasar uang ataupun pialang pasar modal yang ditunjuk oleh BI untuk membeli SBI.

Pialang Pasar Uang / Pialang Pasar Modal

Perusahaan / perorangan

Bank


(38)

2.4. PASAR MODAL

2.4.1. Pengertian Pasar Modal

Pada umumnya tidak terdapat rumusan atau definisi yang baku mengenai pengertian pasar modal, karena tiap-tiap orang mendefinisikannya tergantung sudut pandang yang berbeda.

Pasar modal adalah suatu bidang usaha perdagangan surat-surat berharga seperti saham, sertifikat saham, dan obligasi (Anoraga, 2003:7). Sedangkan Dahlan Siamat menuliskan pengertian lain mengenai pasar modal yaitu suatu tempat yang terorganisasi dimana efek-efek diperdagangkan (Siamat, 2004:249). Pengertian lain menyebutkan pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang ataupun modal sendiri (Darmadji, 2001:1). Menurut Kamus Pasar Uang dan Modal definisi pasar modal adalah pasar kongkret atau abstrak yang mempertemukan pihak yang menawarkan dan yang memerlukan dana jangka panjang, yaitu satu tahun ke atas. Dengan kata lain, pasar modal merupakan sarana perusahaan untuk menawarkan surat berharga jangka panjang baik itu berupa saham maupun obligasi guna menambah modal perusahaan.

Batasan mengenai pasar modal di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang No. 15 tahun 1952, Keppres No. 60 tahun 1988 dan Undang-Undang-Undang-Undang No. 8 tahun 1995 yang isinya sebagai berikut:

a. Menurut Undang-Undang No. 15 tahun 1952, “Bursa adalah bursa-bursa perdagangan di Indonesia, yang didirikan untuk perdagangan uang dan efek-efek termasuk semua pelelangan efek-efek”.


(39)

b. Menurut Keppres No. 15 tahun 1988, “Pasar modal adalah bursa yang merupakan sarana untuk mempertemukan penawar dan peminta dana jangka panjang dalam bentuk efek, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 15 tahun 1952 tentang bursa”.

c. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 8 tahun 1995, “Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”. Undang-Undang tersebut di atas merupakan peraturan yang memberikan batasan tentang pasar modal, dimana pasar modal merupakan sarana penawaran dan permintaan dana jangka panjang serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.

Efek merupakan istilah baku yang digunakan Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995 untuk menyatakan surat berharga atau sekuritas.

Secara umum pasar modal adalah suatu sistem keuangan yang terorganisasi termasuk di dalamnya adalah bank-bank komersial dan semua lembaga perantara di bidang keuangan serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar. Dalam arti sempit, pasar modal adalah suatu pasar (tempat berupa gedung) yang disiapkan guna memperdagangkan saham-saham, obligasi-obligasi, dan jenis surat berharga lainnya dengan memakai jasa para perantara pedagang efek.

Pasar modal mengandung pengetahuan abstrak yang mempertemukan dua kelompok yang saling bertemu tetapi juga saling berkepentingan untuk saling


(40)

mengisi yaitu calon penanam modal di satu pihak dan perusahaan yang membutuhkan modal untuk mengembangkan usaha di pihak lain.

Sjahrir (1995:22) juga mengungkapkan beberapa alasan, perusahaan melakukan go public :

a. Kebutuhan akan dana untuk melunasi (hutang jangka panjang atau jangka pendek) sehingga mengurangi beban bunga.

b. Meningkatkan modal kerja c. Membiayai perluasan perusahaan

d. Memperluas jaringan pemasaran dan distribusi e. Meningkatkan teknologi produksi

f. Membayar sarana penunjang.

Perkembangan suatu pasar modal dipengaruhi oleh partisipasi yang aktif dari perusahaan yang menjual sahamnya (go public), pemodal serta pihak-pihak lain yang terlibat dalam kegiatan pasar modal. Ini berarti tanpa adanya partisipasi yang aktif dari perusahaan-perusahaan yang potensial untuk go public, tidak ada pemodal yang bergairah untuk menanamkan dananya dalam surat berharga, dan kurang aktifnya lembaga penunjang pasar modal, maka suatu pasar modal tidak akan berkembang dengan baik.

2.4.2. Penawaran Umum

Penawaran umum adalah kegiatan penawaran saham atau efek lainnya yang dilakukan oleh emiten (perusahaan yang akan go public) untuk menjual saham atau efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur oleh Undang-Undang Pasar Modal dan Peraturan Pelaksanaannya (Darmadji, 2001:40).


(41)

Untuk melakukan suatu penawaran umum sebuah perusahaan harus melalui beberapa tahapan agar efeknya dapat dicatat di bursa efek. Tahapan-tahapan tersebut antara lain.

a. Sebelum emisi, yaitu berisi persiapan-persiapan yang dilakukan untuk memenuhi persyaratan-persyaratan yang dilakukan untuk memenuhi persyaratan-persyaratan penawaran umum.

b. Tahapan emisi, yaitu masa dimana dilakukan penawaran umum hingga saham-saham yang telah ditawarkan dicatatkan di Bursa Efek.

c. Tahapan sesudah emisi, yaitu berupa tahapan pelaporan sebagai konsekuensi atas penawaran umum tersebut (Darmadji, 2001:45).


(42)

Tahapan-tahapan tersebut dapat dilihat secara rinci pada gambar di bawah ini:

Gambar 1.

Tahapan-tahapan Go Public

Intern Perusahaan

BAPEPAM Pasar Perdana Pasar Sekunder Pelaporan

1. Rencana go public 2. RUPS 3. Penunjukkan

- Underwrit er

- Profesi Penunjang - Lembaga

Penunjang 4. Mempersiap

kan dokumen-dokumen 5. Konfirmasi

sebagai agen dan Penjual oleh Penjamin 6. Kontrak

Pendahuluan dengan Bursa Efek 7. Penandatang

anan perjanjian-perjanjian 8. Public

Expose

1. Pernyataan pendaftaran 2. Expose

terbatas di BAPEPAM 3. Tanggapan

atas: - Kelengka

pan dokumen - Kecukupa

n dan kejelasan informasi - Keterbuka an (aspek hukum, akuntansi, keuangan dan manajeme n) 4. Komentar

tertulis dalam waktu 45 hari 5. Pernyataan

pendaftaran dinyatakan efektif

1. Penawaran umum 2. penjatahan

kepada pemodal oleh sindikasi penjamin emisi dan emiten 3. Distribusi

efek kepada pemodal secara elektronik

1. Emiten mencatatkan sahamnya di Bursa Efek 2. Perdagangan

di Bursa Efek

1. Laporan berkala, misalnya laporan tahunan dan laporan tengah tahunan 2. Laporan

Kejadian penting dan relevan misalnya akuisisi, perganti an direksi, dll.


(43)

2.4.3. Pencatatan Efek

Adapun proses pencatatan efek di bursa efek adalah sebagai berikut:

a. Calon Perusahaan Terbuka (emiten) mengajukan permohonan pencatatan di bursa dan kemudian BEJ akan mengevaluasi permohonan tersebut apakah sesuai dengan ketentuan pencatatan di bursa. Selanjutnya calon emiten tersebut melakukan presentasi seputar kinerja perusahaannya. b. Jika memenuhi syarat, BEJ akan memberikan surat persetujuan prinsip

pencatatan yang dikenal dengan istilah Perjanjian Pendahuluan. c. Calon emiten mengajukan Pernyataan Pendaftaran ke BAPEPAM.

d. Apabila telah mendapat Pernyataan Efektif dari BAPEPAM, maka calon emiten melakukan proses Penawaran Umum atau disebut juga Public Offering.

e. Emiten membayar biaya pencatatan.

f. BEJ mengumumkan pencatatan efek tersebut di bursa (Darmadji, 2001:60-61).

Saham yang dicatatkan di BEJ dibagi atas dua papan pencatatan yaitu Papan Utama dan Papan Pengembangan di mana penempatan dari emiten dan calon emiten yang disetujui pencatatannya didasarkan pada pemenuhan persyaratan pencatatan awal pada masing-masing papan pencatatan.

Papan utama ditujukan untuk calon emiten atau emiten yang mempunyai ukuran besar dan mempunyai catatan perusahaan yang baik. Sementara Papan Pengembangan dimaksudkan untuk perusahaan-perusahaan yang belum dapat memenuhi persyaratan pencatatan di Papan Utama, termasuk perusahaan yang prospektif namun belum menghasilkan keuntungan, dan merupakan sarana bagi


(44)

perusahaan yang sedang dalam penyehatan sehingga diharapkan pemulihan ekonomi nasional dapat terlaksana lebih cepat.

Calon emiten bisa mencatatkan sahamnya di bursa, apabila telah memenuhi syarat berikut:

a. Pernyataan Pendaftaran emisi telah dinyatakan efektif oleh Bapepam. b. Calon emiten tidak sedang dalam sengketa hukum yang diperkirakan dapat

mempengaruhi kelangsungan perusahaan.

c. Bidang usaha baik langsung atau tidak langsung tidak dilarang oleh undang-undang yang berlaku di Indonesia.

d. Khusus calon emiten pabrikan, tidak dalam masalah pencemaran lingkungan (hal tersebut dibuktikan dengan sertifikat AMDAL) dan calon emiten industri kehutanan harus memiliki sertifikat ecolabelling (ramah lingkungan).

e. Khusus calon emiten bidang pertambangan harus memiliki izin pengelolaan yang masih berlaku minimal 15 tahun; memiliki minimal 1 Kontrak Karya atau Kuasa Penambangan atau Surat Izin Penambangan Daerah; minimal salah satu Anggota Direksinya memiliki kemampuan teknis dan pengalaman di bidang pertambangan; calon emiten sudah memiliki cadangan terbukti (proven deposit) atau yang setara.

f. Khusus calon emiten yang bidang usahanya memerlukan izin pengelolaan (seperti jalan tol, penguasaan hutan) harus memiliki izin tersebut minimal 15 tahun.

g. Calon emiten yang merupakan anak perusahaan dan/atau induk perusahaan dari calon emiten memberikan kontribusi pendapatan kepada emiten yang


(45)

listing tersebut lebih dari 50% dari pendapatan konsolidasi, tidak diperkenankan tercatat di bursa.

h. Persyaratan pencatatan awal yang berkaitan dengan hal finansial didasarkan pada laporan keuangan auditan terakhir sebelum mengajukan permohonan pencatatan (Darmadji, 2001:61-62).

2.4.4. Jenis-Jenis Pasar Modal a. Pasar Perdana

Pasar perdana merupakan pasar modal yang memperdagangkan saham-saham atau sekuritas lainnya yang dijual untuk pertama kalinya (penawaran umum) sebelum saham tersebut dicatatkan di bursa (Sunariyah, 2006:13).

Penjualan perdana kepada publik (Initial Public Offering (IPO)) sekuritas yang diterbitkan, baru boleh dilakukan setelah mendapat izin emisi dari Ketua Bapepam. Pembelian sekuritas di pasar perdana adalah penjamin emisi (underwriter) atau agen penjual (selling agent) dengan membawa tanda bukti diri. Harga saham di pasar perdana ditentukan oleh penjamin emisi dan perusahaan yang akan go public (emiten), berdasarkan analisis fundamental perusahaan yang bersangkutan. Peranan penjamin emisi pada pasar perdana selain menentukan harga saham, juga melaksanakan penjualan saham kepada masyarakat sebagai calon pemodal. Saham yang bersangkutan untuk pertama kalinya diterbitkan emiten dan dari hasil penjualan saham tersebut keseluruhannya masuk sebagai modal perusahaan.


(46)

b. Pasar Sekunder

Pasar sekunder merupakan bursa/pasar tempat surat berharga diperjualbelikan kembali antar pemodal di luar pasar perdana/primer. Transaksi jual beli di pasar sekunder berlangsung di bursa efek. Harga saham di pasar sekunder ditentukan oleh permintaan dan penawaran antara pembeli dan penjual. Perdagangan pasar sekunder, bila dibandingkan dengan pasar perdana mempunyai volume perdagangan yang jauh lebih besar. Dapat disimpulkan bahwa pasar sekunder merupakan pasar yang memperdagangkan saham sesudah melewati pasar perdana. Sehingga hasil penjualan saham disini biasanya tidak lagi masuk modal perusahaan, melainkan masuk ke dalam kas para pemegang saham yang bersangkutan. c. Pasar Ketiga (Bursa Paralel)

Pasar ketiga adalah tempat perdagangan saham atau sekuritas lain diluar bursa (over the counter market). Bursa paralel merupakan suatu sistem perdagangan efek yang terorganisasi di luar bursa efek resmi, dalam pasar sekunder yang diatur dan dilaksanakan oleh Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek dengan diawasi dan dibina oleh Badan Pengawas Pasar Modal. Dalam pasar ketiga ini tidak memiliki pusat lokasi perdagangan yang dinamakan floor trading (lantai bursa). Operasi yang ada pada pasar ketiga berupa pemusatan informasi yang disebut trading information. Informasi yang diberikan dalam pasar ini meliputi harga-harga saham, jumlah transaksi, dan keterangan lainnya mengenai surat berharga yang bersangkutan. Dalam sistem perdagangan ini pialang dapat bertindak


(47)

dalam kedudukan sebagai pedagang efek maupun sebagai perantara pedagang.

d. Pasar Keempat

Pasar keempat merupakan bentuk perdagangan efek antar pemodal atau dengan kata lain pengalihan saham dari satu pemegang saham ke pemegang saham lainnya tanpa melalui perantara pedagang efek. Bentuk transaksi dalam perdagangan ini biasanya dilakukan dalam jumlah besar (block sale). Meskipun transaksi pengalihan saham tersebut terjadi secara langsung antara pemodal yang satu dengan pemodal yang lain, mekanisme kerja dalam pasar modal menghendaki pelaporan terhadap transaksi block sale tersebut kepada Bursa Efek Jakarta secara terbuka. Walaupun pada akhirnya transaksi antar pemodal tersebut juga harus dicatatkan pula di bursa efek (Sunariyah, 2006:12-15).

2.4.5. Manfaat Pasar Modal

Beberapa manfaat pasar modal antara lain:

a. Menyediakan sumber pembiayaan jangka panjang bagi dunia usaha sekaligus memungkinkan alokasi sumber dana secara optimal.

b. Memberikan wahana investasi bagi pemodal sekaligus memungkinkan upaya diversifikasi.

c. Menyediakan leading indicator bagi trend ekonomi negara.

d. Penyebaran kepemilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat menengah.


(48)

e. Penyebaran kepemilikan, keterbukan dan profesionalisme, menciptakan iklim berusaha yang sehat.

f. Menciptakan lapangan kerja/profesi yang menarik.

g. Memberikan kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dan mempunyai prospek (Darmadji, 2001:2).

Pasar modal dipandang sebagai suatu sarana yang efektif untuk mempercepat pembangunan suatu negara, disamping itu pasar modal menjadi alternatif penghimpun dana selain sistem perbankan. Manfaat pasar modal bisa dirasakan baik oleh pemodal, emiten pemerintah maupun lemabaga penunjang antara lain:

Manfaat pasar modal bagi emiten yaitu:

a. Jumlah dana yang dapat dihimpun bisa berjumlah besar.

b. Dana tersebut dapat diterima sekaligus pada saat pasar perdana selesai. c. Tidak ada “convenant” sehingga manajemen dapat lebih bebas dalam

pengelolaan dana perusahaan.

d. Solvabilitas perusahan tinggi sehingga memperbaiki citra perusahaan. e. Ketergantungan emiten terhadap bank menjadi kecil.

f. Cash flow hasil penjualan saham biasanya lebih besar dari harga nominal perusahaan.

g. Tidak ada finansial yang tetap.

h. Jangka waktu penggunaan dana tidak terbatas. i. Tidak dikaitkan dengan kekayaan penjamin tertentu. j. Profesionalisme dalam manajemen meningkat.


(49)

Sedangkan manfaat pasar modal bagi pemodal adalah sebagai berikut: a. Nilai investasi berkembang mengikuti pertumbuhan ekonomi.

b. Memperoleh dividen bagi mereka yang memiliki/memegang saham dan bunga tetap atau bunga yang mengambang bagi pemegang obligasi.

c. Mempunyai hak suara dalam RUPS bagi pemegang saham, mempunyai hak suara dalam RUPO bila diadakan bagi pemegang obligasi.

d. Dapat dengan mudah mengganti instrumen investasi, misal dari saham A ke saham B sehingga dapat meningkatkan keuntungan atau mengurangi risiko.

e. Dapat sekaligus melakukan investasi dalam beberapa instrumen yang mengurangi risiko.

Manfaat pasar modal bagi lembaga penunjang yaitu:

a. Menuju ke arah profesional di dalam memberikan pelayanannya sesuai dengan bidang tugas masing-masing.

b. Sebagai pembentuk harga dalam bursa paralel.

c. Semakin memberi variasi pada jenis lembaga penunjang. d. Likuiditas efek semakin tinggi.

Sedangkan manfaat pasar modal bagi pemerintah yaitu: a. Mendorong laju pembangunan.

b. Mendorong investasi. c. Penciptaan lapangan kerja.

d. Memperkecil Debt Service Ratio (DSR).


(50)

2.4.6. Risiko Investasi di Pasar Modal

Risiko investasi di pasar modal pada prinsipnya semata-mata berkaitan dengan kemungkinan terjadinya fluktuasi harga (price volatility). Risiko-risiko yang mungkin dapat dihadapi investor tersebut antara lain sebagai berikut:

a. Risiko daya beli (purchasing power risk)

Sifat investor dalam menangani faktor risiko di pasar modal ini terdiri atas dua, yaitu investor yang tidak menyukai risiko (risk averter) dan investor justru menyukai menantang risiko (risk averse). Bagi investor kategori pertama ini akan mencari atau memilih jenis investasi yang akan memberikan keuntungan yang jumlahnya sekurang-kurangnya sama dengan investasi yang dilakukan sebelumnya. Di samping itu, investor mengharapkan memperoleh pendapatan atau capital gain dalam waktu yang tidak lama. Akan tetapi, apabila investasi tersebut memerlukan waktu 10 tahun untuk mencapai 60% keuntungan sementara tingkat inflasi selama jangka waktu tersebut telah naik melebihi 100% mak investor jelas akan menerima keuntungan yang daya belinya jauh lebih kecil dibandingkan dengan keuntungan yang dapat diperoleh semula. Oleh karena itu, risiko daya beli ini berkaitan dengan kemungkinan terjadinya inflasi yang menyebabkan nilai riil pendapatan akan lebih kecil.

b. Risiko bisnis (business risk)

Risiko bisnis adalah suatu risiko menurunnya kemampuan memperoleh laba yang pada gilirannya akan mengurangi pula kemampuan perusahaan (emiten) membayar bunga atau dividen.


(51)

Naiknya tingkat bunga biasanya menekan harga jenis surat-surat berharga yang berpendapatan tetap termasuk harga-harga saham. Biasanya, kenaikan tingkat bunga berjalan tidak searah dengan harga-harga instrumen pasar modal. Risiko naiknya tingkat bunga misalnya jelas akan menurunkan harga-harga di pasar modal.

d. Risiko pasar (market risk)

Apabila pasar bergairah (bullish) umumnya hampir semua harga saham di Bursa Efek mengalami kenaikan. Sebaliknya apabila pasar lesu (bearish), saham-saham akan ikut pula mengalami penurunan. Perubahan psikologi pasar dapat menyebabkan harga-harga surat berharga anjlok terlepas dari adanya perubahan fundamental atas kemapuan perolehan laba perusahaan. e. Risiko likuiditas (liquidity risk)

Risiko ini berkaitan dengan kemampuan suatu surat berharga untuk dapat segera diperjualbelikan dengan tanpa mengalami kerugian yang berarti (Siamat, 2004:516-517).


(52)

43 3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar dan Suku Bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi Di Pasar Modal Indonesia.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu jenis data yang dipublikasikan, baik kuantitatif maupun kualitatif. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Bursa Efek Jakarta dan Bank Indonesia, yang mencakup beberapa variabel. Data yang digunakan merupakan data bulanan, sejak bulan Juli 2005 sampai dengan Oktober 2007 (28 Bulan).

3.3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan melalui bahan-bahan kepustakaan berupa tulisan-tulisan ilmiah, laporan-laporan penelitian ilmiah yang ada hubungannya dengan topik yang diteliti. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melakukan pencatatan langsung berupa data time series sejak bulan Juli 2005 sampai dengan Oktober 2007.


(53)

3.4. Model Analisis Data

Model analisis yang digunakan dalam menganalisis data adalah fungsi linier berganda. Metode analisis data yang digunakan adalah metode kuadrat terkecil biasa (ordinary least square / OLS). Fungsi yang digunakan di dalam penelitian ini adalah:

Y = f (X1,X2,X3)

Kemudian dari fungsi tersebut ditransformasikan ke dalam model persamaan regresi linear dengan spesifikasi model, yakni :

Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + µ

Dimana :

Y : Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi X1 : Inflasi (%)

X2 : Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar (Rp) X3 : Suku Bunga SBI (%)

β1, β2, β3 : Koefisien Regresi α : Intercept


(54)

Bentuk hipotesisnya secara matematis adalah sebagai berikut:

0

1

> ∂∂X

Y

, Artinya jika terjadi kenaikan pada X1 (Inflasi), maka Y (Indeks

Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi) mengalami kenaikan, ceteris paribus.

0

2

> ∂∂X

Y

, Artinya jika terjadi kenaikan pada X2 (Nilai Tukar Rupiah

terhadap US Dollar), maka Y (Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi) mengalami kenaikan, ceteris paribus.

0

3

< ∂∂X

Y

Artinya jika terjadi kenaikan pada X3 (Suku Bunga SBI), maka Y

(Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi) mengalami penurunan, ceteris paribus.

3.4.1 Test of goodness of Fit (Uji Kesesuaian) 1. Koefisien Determinasi (R-Square)

Koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar variabel-variabel independen secara bersama mampu memberi penjelasan mengenai variabel dependen.

2. Uji t-statistik

Uji t merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen. Dengan mengganggap variabel independen lainnya konstan. Dalam uji ini digunakan hipotesis sebagai berikut:


(55)

Ho : bi = b Ha : bi ≠ b

Dimana bi adalah koefisien variabel independen ke-i nilai parameter hipotesis, biasanya b dianggap = 0. Artinya tidak ada pengaruh variabel X1 terhadap Y. Bila nilai t-hitung > t-tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel independen yang diuji berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap variabel dependent. Nilai t-hitung diperoleh dengan rumus:

t-hitung =

Sbi b bi )

( −

Dimana:

bi : Koefisien variabel independen ke-i b : Nilai hipotesis nol

Sbi : Simpangan baku dari variabel independen ke-i Kriteria pengambilan keputusan :

Ho : β= 0 Ho diterima (t*<t-tabel) artinya variabel independen secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Ha : β≠ 0 Ha diterima (t*>t-tabel) artinya variabel independen secara


(56)

3. Uji F-statistik

Uji F digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen secara bersama-sama (serempak) terhadap variabel dependen. Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut:

Ho : b1 = b2 = bk ………bk = 0 (tidak ada pengaruh) Ha : bi = 0 ……….. i = 1 (ada pengaruh)

Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai hitung dengan F-tabel. Jika F-hitung > F-tabel maka Ho ditolak, yang berarti variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen.Nilai F-hitung dapat diperoleh dengan rumus :

F-hitung = ) /( ) 1 ( ) 1 /( 2 2 k n R k R − − −

Dimana :

R2 : Koefisien determinasi k : Jumlah variabel independen n : Jumlah sampel

Dengan kriteria pengujian pada tingkat kepercayaan (1 - α) 100% sebagai berikut :

Ho diterima jika F-hitung > Fα Ho ditolak jika F-hitung < Fα


(57)

4. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik a. Multikolinearity

Multikolinearity adalah alat untuk mengetahui apakah ada hubungan yang kuat (kombinasi linear) diantara variabel independen. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearity dapat dilihat dari nilai R-Square, F-hitung, t-hitung serta standar error. Kemungkinan adanya multikolinearity jika R2 dan F-hitung tinggi, sedangkan nilai t-hitung banyak yang tidak signifikan pada α tertentu.

b. Serial Correlation/Autocorrelation 1. Uji Durbin-Watson (D-W test)

Uji Durbin-Watson (D-W test) digunakan untuk mengetahui apakah didalam model yang digunakan terdapat autokorelasi diantara variabel-variabel yang diamati. Uji Durbin-Watson (D-W test) dirumuskan sebagai berikut :

D-hitung =

− −

t e

et et

2 2

) 1 (

Bentuk hipotesisnya adalah sebagai berikut: Ho : p = 0 berarti tidak ada autokorelasi Ha : p ≠ 0 berarti ada autokorelasi

Dengan jumlah sampel tertentu dan jumlah variabel independen tertentu diperoleh nilai kritis dl dan du dalam tabel distribusi Durbin-Watson untuk berbagai nilai α.


(58)

3.5 Definisi Operasional Variabel

1. Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi adalah indeks harga saham di sektor industri barang konsumsi yang telah disusun dan diperhitungkan serta merupakan catatan terhadap perubahan harga saham sejak pertama beredar sampai pada saat tertentu.

2. Inflasi adalah kenaikan harga secara umum, secara terus menerus dan dalam jangka waktu tertentu.

3. Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar adalah harga atau perbandingan antara mata uang Rupiah dengan US Dollar.

4. Suku Bunga SBI adalah tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia yang ditentukan oleh Bank Indonesia.


(59)

50 4.1. Indeks Harga Saham

4.1.1. Pengertian Indeks Harga Saham

Pengambilan keputusan di dalam pembelian saham membutuhkan data-data yang dapat dipertanggungjawabkan dan tidak menjebak para pemodal untuk membeli saham. Semakin detail dan terinci data yang diperoleh maka pengambilan keputusan untuk membeli saham akan semakin tepat. Hal ini mengingat setiap pengambilan keputusan membutuhkan pemetaan permasalahan dan alternatif keputusan yang akan diambilnya.

Keputusan pemodal memilih suatu saham sebagai obyek investasinya membutuh data-data historis terhadap pergerakan saham yang beredar di bursa. Baik secara individu, kelompok, maupun gabungan. Mengingat transaksi investasi saham terjadi pada setiap saham dengan variasi permasalahan yang sangat rumit dan berbeda-beda, pergerakan harga saham memerlukan identifikasi dan penyajian informasi dan sifat spesifik.

Sistem pemetaan kejadian-kejadian historis tersebut menyangkut sejumlah fakta maupun besaran tertentu yang menggambarkan perubahan-perubahan harga saham di masa lalu. Bentuk informasi historis yang dipandang sangat tepat untuk menggambarkan pergerakan harga saham di masa lalu adalah suatu indeks harga saham yang memberikan deskripsi harga-harga saham pada suatu saat tertentu maupun dalam periodisasi tertentu pula.


(60)

Indeks harga saham merupakan catatan-catatan terhadap perubahan-perubahan maupun pergerakan harga saham sejak mulai pertama kali beredar sampai pada suatu saat tertentu (Sunariyah, 2006:138).

Indeks Harga Saham merupakan indikator utama yang menggambarkan pergerakan harga saham. Di pasar modal sebuah indeks diharapkan memiliki 5 fungsi, yaitu:

a. Sebagai indikator trend pasar

b. Sebagai indikator tingkat keuntungan

c. Sebagai tolok ukur (benchmark) kinerja suatu portofolio d. Memfasilitasi pembentukan portofolio dengan strategi pasif.

e. Memfasilitasi berkembangnya produk derivatif (Darmadji, 2001:95).

4.1.2. Jenis-Jenis Indeks Harga saham

Indeks harga saham mempunyai berbagai bentuk penyajian untuk mempermudah kepada para pemodal untuk melihat bagaimana perkembangan harga-harga saham sehingga mempermudahkan analisis mereka. Bentuk penyajian indeks harga saham antara lain sebagai berikut:

a. Indeks Harga Saham Individual merupakan indeks harga saham yang menggunakan harga dari masing-masing saham terhadap harga dasarnya. Bursa Efek Jakarta (BEJ) memberi angka dasar Indeks Harga Saham Individu 100 ketika saham diluncurkan pada pasar perdana dan berubah sesuai dengan perubahan pasar.

b. Indeks Harga Saham Sektoral merupakan indeks harga saham yang menunjukkan semua harga saham berdasarkan masing-masing sektor.


(61)

Indeks ini mulai diberlakukan tanggal 2 Januari 1995. Perhitungan harga dasar masing-masing sektor didasarkan pada kurs/harga akhir setiap saham tanggal 28 Desember 1995. Di Bursa Efek Jakarta (BEJ) Indeks Harga Saham Sektoral dibagi atas sembilan sektor yaitu:

1. Sektor-sektor primer (ekstraktif): a. Pertanian

b. Pertambangan

2. Sektor-sektor sekunder (industri manufaktur): a. Industri dasar dan kimia

b. Aneka industri

c. Industri barang konsumsi 3. Sektor-sektor tersier (jasa):

a. Properti dan real estate b. Transportasi dan infrastruktur c. Keuangan

d. Perdagangan, jasa dan investasi

c. Indeks Harga Saham LQ 45 merupakan salah satu indeks harga saham yang menggunakan 45 saham yang terpilih berdasarkan likuiditas perdagangan saham dan disesuaikan setiap enam bulan (setiap awal bulan Februari dan Agustus). Dengan demikian saham-saham yang terdapat dalam indeks tersebut akan selalu berubah. Indeks Harga Saham LQ 45 pertama kali diluncurkan pada tanggal 24 Februari 1997. Hari dasar untuk perhitungan 13 Juli 1994 dengan nilai dasar 100.


(62)

d. Indeks Harga Saham Gabungan merupakan indeks harga saham yang menunjukkan pergerakan harga saham secara umum yang tercatat di bursa efek. Tanggal 10 Agustus 1982 ditetapkan sebagai hari dasar dengan nilai dasar 100.

e. Indeks Harga Saham Syariah (Jakarta Islamic Index) merupakan indeks terakhir yang dikembangkan oleh Bursa Efek Jakarta (BEJ) bekerja sama dengan PT Danareksa Invesment Management. Indeks ini merupakan indeks yang mengakomodasi syariat investasi dalam Islam atau indeks berdasarkan syariah Islam. Dengan kata lain, dalam indeks ini dimasukkan saham-saham yang memenuhi kriteria investasi dalam syariat Islam.

4.2. Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi

Sektor industri barang konsumsi merupakan salah satu dari sektor-sektor sekunder (industri pengolahan/manufaktur) yang terdapat di Bursa Efek Jakarta. Sektor industri barang konsumsi ini dibagi lagi menjadi 5 subsektor-subsektor yang bertujuan untuk lebih memilah perusahaan tercatat berdasarkan spesifikasi usahanya. Kelima subsektor itu ialah :

a. Subsektor Makanan dan Minuman b. Subsektor Rokok

c. Subsektor Farmasi

d. Subsektor Kosmetik dan Barang Keperluan Rumah Tangga e. Subsektor Peralatan Rumah Tangga


(63)

Dalam Sektor Industri Barang Konsumsi ini, terdapat sejumlah perusahaan emiten yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Berikut ini dapat dilihat nama-nama, kode saham, dan pergerakan saham perusahaan-perusahaan yang tergolong dalam Sektor Industri Barang Konsumsi.

Makanan & Minuman

Kode Emiten Sebelum Penutupan +/-

ADES Ades Water Indonesia Tbk 950 950 - AISA Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk 179 179 - AQUA Aqua Golden Mississi Tbk 129.000 129.000 -

CEKA Cahaya Kalbar Tbk 500 500 -

DAVO Davomas Abadi Tbk 700 630 -70

DLTA Delta Djakarta Tbk 27.300 27.300 - INDF Indofood Sukses Makmur Tbk 1.630 1.670 40 MLBI Multi Bintang Indonesia Tbk 55.000 55.000 - MYOR Mayora Indah Tbk 1.450 1.400 -50 PSDN Prashida Aneka Niaga Tbk 89 89 -

SHDA Sari Husada Tbk 4.000 4.000 -

SKLT Sekar Laut Tbk 225 225 -

SMAR SMART Tbk 3.725 3.750 25

STTP Siantar Top Tbk 325 325 -

SUBA Suba Indah Tbk 95 95 -

TBLA Tunas Baru Lampung Tbk 350 345 -5

ULTJ Ultra Jaya Milk Tbk 400 400 -

Rokok

BATI BAT Indonesia Tbk 5.000 5.000 - GGRM Gudang Garam Tbk 10.950 11.000 50 HMSP H M Sampoerna Tbk 16.600 16.700 100 RMBA Bentoel International inv Tbk 320 325 5 Farmasi

DVLA Darya-varia Laboratoria Tbk 1.600 1.560 -40

INAF Indofarma Tbk 149 151 2

KAEF Kimia Farma Tbk 168 169 1

KLBF Kalbe Farma Tbk 1.280 1.270 -10

MERK Merck Tbk 53.000 54.000 1.000

PYFA Pyridam Farma Tbk 66 65 -1

SCPI Schering Plough Indonesia Tbk 12.500 12.500 - AQBB

Bristol-myers Squibb

Indonesia 10.500 10.500 -

SQBI

Bristol-myers Squibb

Indonesia 59.000 59.000 -


(64)

Kosmetik & Barang Keperluan Rumah Tangga

MRAT Mustika Ratu Tbk 310 300 -10

TCID Mandom Indonesia Tbk 7.600 7.600 - UVR Unilever Indonesia Tbk 5.650 5.600 -50 Peralatan Rumah Tangga

KDSI Kedawung Setia Industrial Tbk 250 250 - KICI Kedaung Indonesia Tbk 105 105 - LMPI Langgeng Makmur Plastic Tbk 146 146 - Sumber : Harian Kompas 13 Juni 2007

Tabel 1.


(65)

4.3. Hasil Evaluasi dan Interpretasi Data

4.3.1 Pengujian Pengaruh Variabel Bebas Terhadap Variabel Terikat

Dari hasil analisis regresi linier berganda dengan menggunakan metode OLS, dapat ditarik suatu bentuk model persamaan untuk analisis Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar dan Suku Bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi Di Pasar Modal Indonesia.

Fungsi : Y = f(X1, X2, X3)

Spesifikasi model ekonometrik yaitu :

LY = α + β1X1 + β2LX2 + β3X3 + µ

Dimana:

Y : Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi X1 : Inflasi (%)

X2 : Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar (Rp) X3 : Suku Bunga SBI (%)

β1, β2, β3 : Koefisien Regresi α : Intercept

µ : Tingkat Kesalahan (Term of Error)

Setelah data-data tersebut diregresi dalam program Eviews 4.1 maka didapat hasil sebagai berikut :

LY = 31,971 + 0,003 X1 – 2,781 LX2 – 0,072 X3 t-statistik = (10,899) (0,412) (-8,813) (-4,251) R2 = 0,893614


(66)

F-statistik = 67,19765 D-W statistik = 0,734731

Model ekonometrik ini memakai α = 1% dengan tingkat kepercayaan 99%.

4.3.2 Interpretasi Data

Dari persamaan regresi di atas dapat dibuat suatu interpretasi model sebagai berikut:

a. Inflasi berpengaruh positif terhadap Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi. Di mana setiap kenaikan Inflasi sebesar 1% akan mengakibatkan naiknya Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi sebesar 0,003% dengan asumsi ceteris paribus. Hasil ini sesuai dengan hipotesis awal.

b. Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar berpengaruh negatif terhadap Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi. Di mana setiap kenaikan Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar sebesar1% akan mengakibatkan turunnya Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi sebesar 2,781% dengan asumsi ceteris paribus. Hasil ini sesuai dengan hipotesis awal.

c. Suku Bunga SBI berpengaruh negatif terhadap Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi. Di mana setiap kenaikan Suku Bunga SBI sebesar1% akan mengakibatkan turunnya Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi sebesar 0,072% dengan asumsi ceteris paribus. Hasil ini sesuai dengan hipotesis awal.


(67)

4.3.3 Goodness of Fit Test (Uji Kesesuaian) a. Koefisien Determinasi

Nilai R2 = 0,893614 pada hasil pengolahan data. Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel independen secara bersama-sama mampu memberi penjelasan mengenai variabel dependen sebesar 89% atau 0,89. Adapun 11% lagi dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model.

b. T-test (Uji Parsial) 1) Inflasi (X1)

● α = 1%; df = n – k – 1 = 28 – 3 – 1 = 24 ● t-tabel = 2,797

● Statistik Penguji (t-statistik) t-hitung = 0,412301

● Keputusan : H0 diterima

Berdasarkan hasil di atas maka keputusan H0 diterima, berarti variabel X1 (Inflasi) tidak berpengaruh nyata (signifikan) terhadap Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi (Y) pada tingkat kepercayaan 99%. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal.

2) Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar / Kurs (X2) ● α = 1%; df = n – k – 1 = 28 – 3 – 1 = 24

● t-tabel = 2,797

● Statistik Penguji (t-statistik) ● t-hitung = -8,813296


(68)

Berdasarkan hasil di atas maka keputusan Ha diterima, berarti variabel X2 (Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar) berpengaruh nyata (signifikan) terhadap Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi (Y) pada tingkat kepercayaan 99%. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal.

3) Suku Bunga SBI (X3)

● α = 1%; df = n – k – 1 = 28 – 3 – 1 = 24 ● t-tabel = 2,797

● Statistik Penguji (t-statistik) ● t-hitung = -4,250799

● Keputusan : Ha diterima

Berdasarkan hasil di atas maka keputusan Ha diterima, berarti variabel X3 (Suku Bunga SBI) berpengaruh nyata (signifikan) terhadap Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi (Y) pada tingkat kepercayaan 99%. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal.

c. F-test (Uji Serempak)

F-test (Uji Serempak) dilakukan untuk melihat apakah variabel X1 (Inflasi), X2 (Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar) dan X3 (Suku Bunga SBI) secara bersama-sama mempengaruhi Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi.

● α = 1%; dk = n – k – 1 = 28 – 3 – 1 = 24 ● F-tabel = 4,720

● Statistik Penguji (F-statistik) F-statistik = 67,19765 ● Kesimpulan : Ha diterima


(1)

Lampiran 2

Tabel Data Inflasi

Sumber : Bank Indonesia

NO.

PERIODE

Inflasi

(Bulan Tahun)

( % )

1

Jul-05

7,84%

2

Aug-05

8,33%

3

Sep-05

9,06%

4

Oct-05

17,89%

5

Nov-05

18,38%

6

Dec-05

17,11%

7

Jan-06

17,03%

8

Feb-06

17,92%

9

Mar-06

15,74%

10

Apr-06

15,40%

11

May-06

15,60%

12

Jun-06

15,53%

13

Jul-06

15,15%

14

Aug-06

14,90%

15

Sep-06

14,55%

16

Oct-06

6,29%

17

Nov-06

5,27%

18

Dec-06

6,60%

19

Jan-07

6,26%

20

Feb-07

6,30%

21

Mar-07

6,52%

22

Apr-07

6,29%

23

May-07

6,01%

24

Jun-07

5,77%

25

Jul-07

6,06%

26

Aug-07

6,51%

27

Sep-07

6,95%


(2)

Lampiran 3

Tabel Data Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar

Sumber : Bank Indonesia

NO.

PERIODE

Kurs

Mata Uang USD Terhadap Rupiah

(Bulan Tahun)

di Bank Indonesia

1

Jul-05

9.819

2

Aug-05

10.240

3

Sep-05

10.310

4

Oct-05

10.090

5

Nov-05

10.035

6

Dec-05

9.830

7

Jan-06

9.395

8

Feb-06

9.230

9

Mar-06

9.075

10

Apr-06

8.775

11

May-06

9.220

12

Jun-06

9.300

13

Jul-06

9.070

14

Aug-06

9.100

15

Sep-06

9.235

16

Oct-06

9.110

17

Nov-06

9.165

18

Dec-06

9.020

19

Jan-07

9.090

20

Feb-07

9.160

21

Mar-07

9.118

22

Apr-07

9.083

23

May-07

8.828

24

Jun-07

9.054

25

Jul-07

9.186

26

Aug-07

9.410

27

Sep-07

9.137


(3)

Lampiran 4

Tabel Data Suku Bunga SBI

Sumber : Bank Indonesia

NO.

PERIODE

Suku Bunga SBI

( % )

(Bulan Tahun)

1

Jul-05

8,50%

2

Aug-05

8,75%

3

Sep-05

10,00%

4

Oct-05

11,00%

5

Nov-05

12,25%

6

Dec-05

12,75%

7

Jan-06

12,75%

8

Feb-06

12,75%

9

Mar-06

12,75%

10

Apr-06

12,75%

11

May-06

12,50%

12

Jun-06

12,50%

13

Jul-06

12,25%

14

Aug-06

11,75%

15

Sep-06

11,25%

16

Oct-06

10,75%

17

Nov-06

10,25%

18

Dec-06

9,75%

19

Jan-07

9,50%

20

Feb-07

9,25%

21

Mar-07

9,00%

22

Apr-07

9,00%

23

May-07

8,75%

24

Jun-07

8,50%

25

Jul-07

8,25%

26

Aug-07

8,25%

27

Sep-07

8,25%


(4)

Lampiran 5

Hasil Estimasi

Dependent Variable: LIHSSIBK Method: Least Squares

Date: 01/30/08 Time: 20:41 Sample: 2005:07 2007:10 Included observations: 28

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 31.97138 2.933207 10.89981 0.0000 INFLASI 0.002561 0.006211 0.412301 0.6838 LKURS -2.781497 0.315602 -8.813296 0.0000 SBI -0.071710 0.016870 -4.250799 0.0003 R-squared 0.893614 Mean dependent var 5.828052 Adjusted R-squared 0.880315 S.D. dependent var 0.177494 S.E. of regression 0.061405 Akaike info criterion -2.611094 Sum squared resid 0.090493 Schwarz criterion -2.420779 Log likelihood 40.55531 F-statistic 67.19765 Durbin-Watson stat 0.734731 Prob(F-statistic) 0.000000


(5)

Hasil Estimasi

Dependent Variable: INFLASI Method: Least Squares Date: 02/20/08 Time: 08:10 Sample: 2005:07 2007:10 Included observations: 28

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -253.0851 79.74757 -3.173577 0.0040 LKURS 26.02415 8.729074 2.981319 0.0063 SBI 2.492810 0.215744 11.55447 0.0000 R-squared 0.852587 Mean dependent var 10.79071 Adjusted R-squared 0.840794 S.D. dependent var 4.955707 S.E. of regression 1.977356 Akaike info criterion 4.302355 Sum squared resid 97.74843 Schwarz criterion 4.445092 Log likelihood -57.23298 F-statistic 72.29596 Durbin-Watson stat 1.348082 Prob(F-statistic) 0.000000

Dependent Variable: LKURS Method: Least Squares Date: 02/20/08 Time: 08:12 Sample: 2005:07 2007:10 Included observations: 28

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 9.287622 0.068823 134.9485 0.0000 INFLASI 0.010078 0.003381 2.981319 0.0063 SBI -0.024576 0.009494 -2.588739 0.0158 R-squared 0.262946 Mean dependent var 9.139859 Adjusted R-squared 0.203982 S.D. dependent var 0.043614 S.E. of regression 0.038913 Akaike info criterion -3.554032 Sum squared resid 0.037855 Schwarz criterion -3.411296 Log likelihood 52.75644 F-statistic 4.459405 Durbin-Watson stat 0.663692 Prob(F-statistic) 0.022067


(6)

Dependent Variable: SBI Method: Least Squares Date: 02/20/08 Time: 08:15 Sample: 2005:07 2007:10 Included observations: 28

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 85.40888 30.29015 2.819692 0.0093 INFLASI 0.337883 0.029243 11.55447 0.0000 LKURS -8.601596 3.322697 -2.588739 0.0158 R-squared 0.842419 Mean dependent var 10.43750 Adjusted R-squared 0.829813 S.D. dependent var 1.764654 S.E. of regression 0.727986 Akaike info criterion 2.303888 Sum squared resid 13.24910 Schwarz criterion 2.446624 Log likelihood -29.25443 F-statistic 66.82438 Durbin-Watson stat 1.147967 Prob(F-statistic) 0.000000