BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu - Pengaruh Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW)Terhadap Pengembangan Wilayah di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

  Purba (2006) dalam penelitian “Pengaruh Program Pengembangan Prasarana Perdesaan (P2D) terhadap Pengembangan Wilayah Berbasis Pemberdayaan Masyarakat di Kecamatan Raya - Kabupaten Simalungun, menyimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat melalui Program P2D di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, sudah menunjukkan hasil-hasil yang cukup baik dan secara statistik terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata pendapatan rumah tangga sebelum dan sesudah Program P2D.

  Wahyuni (2009) dalam penelitian “Analisis Pengaruh Infrastruktur Ekonomi dan Sosial terhadap Produktivitas Ekonomi di Indonesia”, menyimpulkan bahwa pendekatan yang dilakukan dengan model fixed effects menunjukkan hasil bahwa masing-masing infrastruktur memberikan pengaruh yang positif terhadap produktivitas ekonomi dengan tingkat elastisitas yang berbeda-beda, yaitu infrastruktur sarana kesehatan sebesar 0,65, energi listrik 0,08, panjang jalan 0,07 dan air bersih 0,05. Sarana kesehatan yang merupakan bagian dalam modal manusia yang vital bagi pembangunan, mempunyai tingkat elastisitas yang paling besar memengaruhi produktivitas ekonomi dimana setiap kenaikan 1 persen infrastruktur kesehatan akan meningkatkan produktivitas ekonomi sebesar 0,65 persen.

  Jayapura (2012) melakukan penelitian dengan judul “Efektifitas Pelaksanaan Program Pinjaman Bergulir (PNPM Mandiri Perkotaan) di Kelurahan Karang Berombak Kecamatan Medan Barat Kota Medan”. Program Pinjaman Bergulir

  9 merupakan program pemberdayaan masyarakat yang diluncurkan pemerintah untuk mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran melalui pemberian pinjaman mikro kepada masyarakat yang memiliki usaha atau berpotensi untuk memulai usaha. Efektifitas pelaksanaan program pinjaman bergulir ditentukan dari pencapaian aspek kelembagaan, aspek sasaran penerima program pinjaman bergulir, aspek keberlanjutan usaha dan keberlanjutan program, aspek kemandirian dan keberdayaan masyarakat serta aspek pengaruh program pinjaman bergulir bagi masyarakat, dalam penerapan kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat melalui penguatan modal usaha. Penelitian ini dilakukan untuk membahas hal tersebut. Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Karang Berombak Kecamatan Medan Barat Kota Medan dengan tujuan untuk mendeskripsikan efektifitas pelaksanaan program pinjaman bergulir di kelurahan tersebut. Penelitian ini bertipekan deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui pemberian kuesioner kepada 51 orang responden, dimana responden tersebut dipilih dengan menggunakan metode cluster sampling. Selain itu, pengumpulan data juga dilakukan melalui wawancara mendalam kepada 8 (delapan) orang responden. Data dari wawancara dimanfaatkan untuk menguatkan interpretasi kuantitatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pelaksanaan program pinjaman bergulir di Kelurahan Karang Berombak masih berada dalam kategori kurang efektif. Kondisi ketidakefektifan tersebut dapat dijelaskan melalui: pelaksanaan sosialisasi yang kurang baik; kecilnya jumlah pinjaman yang diberikan; belum maksimalnya fungsi dan peran BKM/UPK maupun fasilitator dalam melakukan pelatihan ekonomi rumah tangga khususnya pendampingan terhadap usaha yang dikelola masyarakat, ketidakmampuan program untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap pihak lain; tidak terwujudnya

kesejahteraan masyarakat yang melaksanakan program pinjaman bergulir; serta tidak terwujudnya modal sosial ditengah masyarakat. Melihat kondisi tersebut di atas, diperlukan peran aktif, kerjasama, serta tanggung jawab semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program pinjaman bergulir demi tercapainya sasaran program yang sebenarnya yaitu untuk mengatasi masalah kemiskinan.

2.2. Pembangunan Pedesaan

  Pembangunan adalah suatu proses dinamis untuk mencapai kesejahteraan masyarakat pada tingkat yang lebih tinggi dan serba sejahtera. Suatu kinerja pembangunan yang sangat baik pun, mungkin saja menciptakan berbagai masalah sosial ekonomi baru yang tidak diharapkan. Kompleksitas permasalahannya bertambah besar karena ruang lingkup permasalahannya telah bertambah luas. Pendekatan terhadap permasalahan pembangunan dan cara pemecahannya telah mengalami perkembangan pula (Adisasmita, 2005).

  Batten dalam Sinaga (2004) mengemukakan bahwa pembangunan itu suatu proses dimana orang atau masyarakat desa, mulai mendiskusikan dan menemukakan keinginan mereka, kemudian merencanakan dan mengerjakan bersama-sama untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Adapun tujuan pembangunan menurut Giant (1971

  

dalam Sirojuzilam dan Mahalli, 2010) ada dua tahap. Tahap pertama, pada

  hakikatnya pembangunan bertujuan untuk menghapuskan kemiskinan. Apabila tujuan ini sudah mulai dirasakan hasilnya maka tahap kedua adalah menciptakan kesempatan-kesempatan bagi warganya untuk dapat hidup bahagia dan terpenuhi segala kebutuhannya.

  Pembangunan yang berkesinambungan harus dapat memberi tekanan pada mekanisme ekonomi sosial, politik dan kelembagaan, baik dari sektor swasta maupun pemerintah, demi terciptanya suatu perbaikan standar hidup masyarakat secara cepat (Mahalli, 2005). Pembangunan dan pengembangan harus berjalan sesuai dengan kebijakan publik yang telah disusun sebelumnya. Kebijakan publik yang disusun harus mencakup kepentingan dari seluruh masyarakat. Oleh sebab itu, niat dan keinginan itu harus diawali dengan penciptaan kebijakan publik sehingga pelaksanaan pembangunan dan pengembangan wilayah dapat dinikmati secara optimal oleh masyarakat (Miraza, 2005).

  Pembangunan pedesaan mempunyai peranan pentingan dalam konteks pembangunan nasional karena mencakup bagian terbesar wilayah nasional. Sekitar 65% penduduk Indonesia bertempat tinggal di daerah pedesaan. Oleh karena itu pembangunan masyarakat pedesaan harus terus ditingkatkan melalui pengembangan kemamapuan sumberdaya manusia yang ada di pedesaan sehingga kreativitas dan aktivitasnya dapat semakin berkembang serta kesadaran lingkungannya semakin tinggi (Adisasmita, 2006).

  Pembangunan daerah pedesaan diarahkan (1) untuk pembangunan desa yang bersangkutan dengan memanfaatkan sumberdaya pembangunan yang dimiliki (SDA dan SDM), (2) untuk meningkatkan keterkaitan pembangunan antar sektor (perdagangan, pertanian dan industri) antar desa, antar pedesaan dan perkotaan, dan (3) untuk memperkuat pembangunan nasional secara menyeluruh.

  Pembangunan masyarakat pedesaan diartikan sebagai aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat dimana mereka mengidentifikasikan kebutuhan dan masalahnya secara bersama. Ada yang mengartikan pula bahwa pembangunan masyarakat desa adalah kegiatan yang terencana untuk menciptakan kondisi-kondisi bagi kemajuan sosial-ekonomi masyarakat dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

2.3. Infrastruktur

  Menurut Setyaningrum (1997), infrastruktur adalah bagian dari kapital stock dari suatu negara, yaitu biaya tetap sosial yang langsung mendukung produksi. Stone

  

dalam Kodoatie (2003) mendefinisikan infrastruktur sebagai fasilitas-fasilitas fisik

  yang dikembangkan atau dibutuhkan oleh agen-agen publik untuk fungsi-fungsi pemerintahan dalam penyediaan air, tenaga listrik, pembuangan limbah, transportasi dan pelayanan-pelayanan lainnya untuk memfasilitasi tujuan-tujuan ekonomi dan sosial.

  Infrastruktur merupakan input penting bagi kegiatan produksi dan dapat memengaruhi kegiatan ekonomi dalam berbagai cara baik secara langsung maupun tidak langsung. Infrastruktur tidak hanya merupakan kegiatan produksi yang akan menciptakan output dan kesempatan kerja, namun keberadaan infrastruktur juga memengaruhi efisiensi dan kelancaran kegiatan ekonomi di sektor-sektor lainnya.

  Hanafie (2010) adanya infrastruktur ekonomi yang memadai merupakan prakondisi bagi tumbuh kembangnya kegiatan agribisnis dan perekonomian secara umum di pedesaan. Infrastruktur esensial bagi agribisnis dan perekonomian pedesaan secara umum mencakup sistem pengairan, pasar, komoditas pertanian, jalan raya, kelistrikan, dan jaringan telekomunikasi.

  Infrastruktur dapat dikategorikan kedalam tiga jenis, yaitu: 1. Infrastruktur ekonomi, merupakan aset fisik yang diperlukan untuk menunjang aktivitas ekonomi baik dalam produksi maupun konsumsi final, meliputi public

  utilities (tenaga, telekomunikasi, air minum, sanitasi dan gas), public work (jalan, bendungan, kanal, saluran irigasi dan drainase) serta sektor transportasi (jalan, rel kereta api, angkutan pelabuhan, lapangan terbang dan sebagainya).

  2. Infrastruktur sosial, merupakan aset yang mendukung kesehatan dan keahlian masyarakat, meliputi pendidikan (sekolah dan perpustakaan), kesehatan (rumah sakit dan pusat kesehatan), perumahan dan rekreasi (taman, museum dan lain- lain).

3. Infrastruktur administrasi/institusi, meliputi penegakan hukum, kontrol administrasi dan koordinasi serta kebudayaan.

  Infrastruktur juga dapat digolongkan menjadi infrastruktur dasar dan pelengkap. Infrastruktur dasar (basic infrastructure), meliputi sektor-sektor yang mempunyai karakteristik publik dan kepentingan yang mendasar untuk perekonomian lainnya, tidak dapat diperjualbelikan (non tradable) dan tidak dapat dipisah-pisahkan baik secara teknis maupun spasial. Contohnya jalan raya, rel kereta api, pelabuhan laut, drainase, bendungan, dan sebagainya. Sedangkan infrastruktur pelengkap (complementary infrastructure) misalnya gas, listrik, telepon dan pengadaan air minum. Infrastruktur dasar biasanya diselenggarakan oleh pemerintah karena sifatnya yang dibutuhkan oleh masyarakat luas. Namun dalam penyediaannya pemerintah dapat bekerja sama dengan badan usaha sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Perbedaan antara infrastruktur dasar dan pelengkap tidaklah selalu sama dan dapat berubah menurut waktu. Misalnya pengadaan air minum yang dulunya digolongkan sebagai infrastruktur pelengkap, sekarang digolongkan sebagai infrastruktur dasar.

  Fasilitas infrastruktur bukan hanya berfungsi melayani berbagai kepentingan umum tetapi juga memegang peranan penting pada kegiatan-kegiatan swasta di bidang ekonomi. Kebutuhan prasarana merupakan pilihan (preference), dimana tidak ada standar umum untuk menentukan berapa besarnya fasilitas yang tepat di suatu daerah atau populasi. Edwin (1998) menguraikan prasarana umum terdiri dari kategori-kategori dalam fasilitas pelayanan dan fasilitas produksi. Fasilitas pelayanan meliputi kategori-kategori sebagai berikut: 1.

  Pendidikan, berupa Sekolah Dasar, SMP, SMA dan perpustakaan umum.

  2. Kesehatan, berupa rumah sakit, rumah perawatan, fasilitas pemeriksaan oleh dokter keliling, fasilitas perawatan gigi dengan mobil keliling, fasilitas kesehatan mental dengan mobil keliling, rumah yatim piatu, perawatan penderita gangguan emosi, perawatan pecandu alkohol dan obat bius, perawatan penderita cacat fisik dan mental, rumah buta dan tuli, serta mobil ambulans.

  3. Transportasi, berupa jaringan rel kereta api, bandar udara dan fasilitas yang berkaitan, jalan raya dan jembatan di dalam kota dan antar kota serta terminal penumpang.

  4. Kehakiman, berupa fasilitas penegakan hukum dan penjara.

  5. Rekreasi, berupa fasilitas rekreasi masyarakat dan olahraga. Sedangkan fasilitas produksi meliputi kategori-kategori: 1.

  Energi, yaitu penyuplai energi langsung.

  2. Pemadam kebakaran, berupa stasiun pemadam kebakaran, mobil pemadam kebakaran, sistem komunikasi, suplai air dan penyimpanan air.

  3. Sampah padat, berupa fasilitas pengumpulan dan peralatan sampah padat dan lokasi pembuangannya.

  4. Telekomunikasi, berupa televisi kabel, televisi udara, telepon kabel dan kesiagaan menghadapi bencana alam.

  5. Air limbah, berupa waduk dan sistem saluran air limbah, sistem pengolahan dan pembuangannya.

  6. Air bersih, berupa sistem suplai untuk masyarakat, fasilitas penyimpanan, pengolahan dan penyalurannya, lokasi sumur dan tangki air di bawah tanah.

  Dengan melihat jenis-jenis infrastruktur yang banyak berhubungan dengan masyarakat, peranan pemerintah sangat penting dalam penyediaannya. Walaupun pengadaan infrastruktur bisa dilakukan dengan kerja sama dengan badan usaha yang telah ditunjuk, tidak semua layanan infrastruktur bisa dilaksanakan oleh pihak swasta karena ada layanan infrastruktur yang memerlukan modal yang besar dengan waktu pengembalian yang lama dan resiko investasi yang besar.

  Pemerintah sebagai pemain utama dalam penyediaan infrastruktur selayaknya menjaga kesinambungan investasi pembangunan infrastruktur dan memrioritaskan infrastruktur dalam rencana pembangunan nasional, sehingga infrastruktur dapat dibenahi baik secara kuantitas maupun kualitas. Selain itu perlu pendekatan yang lebih terpadu dalam pembangunan infrastruktur guna menjamin sinergi antar sektor dan wilayah (Bulohlabna, 2008).

2.3.1. Infrastruktur Transportasi

  Infrastruktur transportasi merupakan infrastruktur yang berfungsi untuk pengangkutan yang berperan dalam merangsang pertumbuhan ekonomi karena ketersediaan jalan akan meminimalkan modal komplementer sehingga proses produksi dan distribusi akan lebih efisien. Pembangunan prasarana jalan turut akan meningkatkan pertumbuhan wilayah-wilayah baru dengan meningkatnya volume lalu lintas. Sebaiknya prasarana jalan yang buruk dan rusak akan menghambat alokasi sumber daya, pengembangan industri, pendistribusian faktor produksi, barang dan jasa, yang pada akhirnya akan memengaruhi pendapatan.

  Ikhsan (2004) mengemukakan bahwa jalan raya akan memengaruhi biaya variabel dan biaya tetap. Jika infrastruktur harus dibangun sendiri oleh sektor swasta, maka biaya akan meningkat secara signifikan dan menyebabkan cost of entry untuk suatu kegiatan ekonomi menjadi sangat mahal sehingga kegiatan-kegiatan ekonomi yang sebetulnya secara potensial mempunyai keunggulan komparatif menjadi tidak bisa terealisasikan karena ketiadaan infrastruktur. Lebih jauh lagi infrastruktur sangat berpengaruh terhadap biaya marketing.

  Queiroz dalam Sibarani (2002) juga menunjukkan adanya hubungan yang konsisten dan signifikan antara pendapatan dengan panjang jalan. Negara berpenghasilan lebih dari US$ 6.000/kapita mempunyai rasio panjang jalan ± 10.110 km/1 juta penduduk, sedangkan negara berpenghasilan US$ 545 - US$ 6.000/kapita mempunyai rasio panjang jalan ± 1.660 km/1 juta penduduk dan negara berpenghasilan kurang dari US$ 545/kapita mempunyai rasio panjang jalan ± 170 km/1 juta penduduk. Jika data tersebut dibandingkan, negara yang berpenghasilan tinggi mempunyai panjang jalan 59 kali lipat dibandingkan dengan negara berpenghasilan rendah.

2.3.2. Infrastruktur Produksi Pertanian

  Infrastruktur produksi pertanian merupakan infrastruktur yang berfungsi untuk meningkatkan hasil pertanian (irigasi) yang berperan dalam merangsang pertumbuhan ekonomi karena ketersediaan irigasi akan memudahkan masyarakat dalam mengelola tanaman pertaniannya. Pembangunan prasarana irigasi turut akan meningkatkan pertumbuhan wilayah-wilayah baru dengan meningkatnya volume hasil pertanian.

  Sumber air (misalnya, sungai dan danau) merupakan milik bersama masyarakat (common property). Pembangunan jaringan irigasi skala besar membutuhkan dana investasi yang sangat besar. Oleh karena itu, pembangunan sistem pengairan haruslah diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat lokal secara bersama-sama. Mengingat adanya keterbatasan anggaran pembangunan pemerintah maka alternatif lain yang dapat ditempuh ialah mendorong petani dan pengusaha membangun sumber pengairan sendiri, seperti pompa air tanah atau jaringan irigasi sederhana swakelola. (Hanafie, 2010)

2.3.3. Infrastruktur Pemasaran Pertanian

  Infrastruktur pemasaran pertanian merupakan infrastruktur yang berfungsi untuk pemasaran hasil pertanian (pasar desa) yang berperan dalam merangsang pertumbuhan ekonomi karena ketersediaan pasar desa akan memudahkan masyarakat dalam membeli dan menjual hasil pertanian. Pembangunan prasarana pasar desa turut akan meningkatkan pertumbuhan wilayah-wilayah baru dengan meningkatnya volume jual beli.

  Hanafie (2010) pasar lokal komoditas pertanian juga sangat esensial bagi tumbuh kembangnya agribisnis pedesaan. Pembangunan pasar lokal sangat diperlukan untuk menjamin bahan pokok yang dihasilkan petani dapat terjual dengan harga wajar. Pembangunan pasar lokal berfungsi menciptakan pasar komoditas pertanian yang efisien. Pasar lokal juga merupakan barang publik yang harus dibangun dan dikelola pemerintah. Jalan raya diperlukan untuk membuka perekonomian desa sehingga tercipta perdagangan dengan perekonomian di luar desa. Sistem jalan yang efisien sangat diperlukan untuk meminimumkan biaya pemasaran. Sistem jalan raya yang efisien mutlak diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan agribisnis. Jalan raya merupakan barang publik yang harus dibangun dan dikelola juga oleh pemerintah.

2.3.4. Infrastruktur Air Bersih

  Air bersih merupakan kebutuhan vital yang mutlak diperlukan dalam kehidupan manusia sehingga pengadaan sumber daya ini termasuk dalam prioritas pembangunan. Pengalokasian air bersih yang efisien harus didasarkan pada sifat zat cair yang mudah mengalir, menguap, meresap dan keluar melalui suatu media tertentu. Karakteristik sumber daya air dikemukakan oleh Anwar dalam Oktavianus (2003), yaitu: 1.

  Mobilitas air, menyebabkan sulitnya penegasan hak-hak (property right) atas sumber daya air secara ekslusif agar dapat menjadi komoditas ekonomi yang dapat dipertukarkan dalam sistem ekonomi pasar.

  2. Sifat skala ekonomi yang melekat, menyebabkan penawaran air bersifat monopoli alami (natural monopoly), dimana semakin besar jumlah air yang ditawarkan, maka biaya per satuan yang ditanggung produsennya semakin murah.

  3. Sifat penawaran air dapat berubah-ubah menurut waktu, ruang dan kualitasnya sehingga penyaluran air dalam keadaan kekeringan hebat dan banjir biasanya hanya dapat ditangani oleh pemerintah untuk kepentingan umum.

  4. Kapasitas daya asimilasi dari badan air (water bodies) yang dapat melarutkan dan menyerap zat-zat tertentu selama daya dukungnya tidak melampaui, sehingga komoditas air dapat dimasukkan dalam barang umum (public good) dalam upaya mengurangi pencemaran lingkungan atas air bersih.

  5. Penggunaan air bisa dilakukan secara beruntun ketika air mengalir dari suatu daerah aliran sungai (DAS) sampai ke laut, yang dapat menyebabkan perubahan kuantitas dan kualitasnya.

  6. Penggunaan yang serba guna (multiple use).

  7. Berbobot besar dan memakan tempat (bulkiness) sehingga biaya transportasinya menjadi mahal.

  8. Nilai kultur masyarakat yang menganggap bahwa sumber daya air sebagai anugerah dari Tuhan, dapat menjadi kendala dalam pendistribusiannya secara komersial.

  Penggunaan air terbesar berdasarkan sektor kegiatan dapat dibagi ke dalam tiga kelompok besar yaitu kebutuhan domestik, irigasi pertanian dan industri.

  Kebutuhan domestik untuk masyarakat akan meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk baik di perkotaan maupun pedesaan. Air untuk keperluan irigasi pertanian juga terus meningkat dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan penduduk yang terus bertambah. Demikian juga dalam bidang industri, yang kian mengalami peningkatan karena struktur perekonomian yang mengarah pada industrialisasi.

  Air harus dipandang sebagai barang ekonomi sehingga untuk mendapatkannya memerlukan pengorbanan baik waktu maupun biaya. Sebagaimana barang ekonomi lainnya, air mempunyai nilai bagi penggunanya, yaitu jumlah maksimum yang bersedia dibayarkan untuk penggunaan sumber daya tersebut, dimana pengguna akan menggunakan air selama manfaat dari tambahan setiap kubik air yang digunakan melebihi biaya yang dikeluarkan (Briscoe dalam Oktavianus, 2003).

  2.3.5. Infrastruktur Pendidikan

  Infrastruktur pendidikan merupakan infrastruktur yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan (rehabilitasi sekolah dasar dan menengah dan penyediaan meubeler) yang berperan dalam merangsang pertumbuhan ekonomi karena ketersediaan prasarana pendidikan akan memudahkan masyarakat untuk belajar. Pembangunan prasarana pendidikan turut akan meningkatkan pertumbuhan wilayah-wilayah baru dengan meningkatnya kualitas dan kuantitas masyarakat yang belajar.

  Pembangunan pendidikan penting dilaksanakan supaya masyarakat dapat maju, sehingga menambah ilmu pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan Pembangunan pendidikan diusahakan untuk membantu masyarakat yang ingin bergerak maju ke arah perkembangan yang dikehendaki. Belajar secara terus- menerus memang mutlak perlu, akan tetapi orang dapat belajar dari pengalaman tanpa menerima pengajaran secara formal. Jika ada pengangkutan maka dengan sendirinya akan banyak petani yang bepergian mengunjungi kota-kota. Sebagai akibatnya, akan memperoleh pengetahuan dan gagasan yang baru. Jadi, orang dapat belajar tanpa harus ada fasilitas-fasilitas formal untuk pendidikan. Adanya fasilitas formal dapat mempercepat proses belajar. (Hanafie, 2010).

  2.3.6. Infrastruktur Kesehatan

  (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai sebuah

  World Health Organization

  kondisi kesejahteraan fisik, mental dan sosial, dan bukan sekedar bebas penyakit dan kelemahan fisik. Dalam prakteknya, pengukuran tingkat kesehatan yang digunakan antara lain tingkat harapan hidup. Ukuran ini merupakan salah satu dari tiga komponen dalam penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

  Pembangunan kesehatan menjadi bagian integral dari pembangunan nasional karena bidang kesehatan menyentuh hampir seluruh aspek kehidupan manusia secara berkesinambungan, yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh, terpadu, dan terarah. Pembangunan ini merupakan upaya untuk tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Melalui pembangunan kesehatan diharapkan setiap penduduk memiliki kemampuan hidup sehat sehingga di masa mendatang tercipta generasi penerus yang bermutu sebagai modal penting dalam pembangunan nasional.

  Secara ekonomi, masyarakat yang sehat akan menghasilkan tenaga kerja yang sehat dan merupakan input penting untuk pertumbuhan ekonomi. Negara-negara yang mempunyai tingkat kesehatan dan pendidikan yang rendah menghadapi tantangan yang lebih berat untuk mencapai pertumbuhan berkelanjutan dibandingkan dengan negara yang lebih baik tingkat kesehatan dan pendidikannya. Tenaga kerja yang berkualitas akan mempunyai peluang yang lebih besar untuk lebih produktif, mempunyai kesempatan kerja yang lebih besar, memperoleh pendapatan yang lebih tinggi, dan menghasilkan output ekonomi yang lebih besar juga.

  Tujuan pembangunan kesehatan yang tercantum dalam Rencana Strategi Pembangunan Kesehatan adalah terselenggaranya program atau kegiatan pembangunan kesehatan yang memberi jaminan tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya sesuai dengan visi “Indonesia Sehat 2010”. Arah kebijakan pembangunan kesehatan menurut Depkes (2004 dalam Wahyuni, 2009) adalah:

  1. Meningkatkan mutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling mendukung, dengan pendekatan paradigma sehat yang memberikan prioritas pada upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, dan rehabilitasi sejak pembuahan dalam kandungan sampai usia lanjut.

  2. Meningkatkan dan memelihara mutu lembaga dan pelayanan kesehatan melalui pemberdayaan sumber daya manusia secara berkelanjutan dan sarana prasarana dalam bidang medis, termasuk ketersediaan obat yang dapat dijangkau oleh masyarakat.

  Pelayanan kesehatan melalui rumah sakit dan puskesmas serta pelayanan kesehatan lainnya diharapkan meningkatkan mutu kesehatan yang menjangkau seluruh masyarakat untuk mewujudkan pembangunan kesehatan yang merata. Pengembangan infrastruktur kesehatan, baik secara kuantitas maupun kualitas, akan mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang merupakan faktor input pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.

2.4. Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW)

  Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PNPM-PISEW) adalah program untuk mengintegrasikan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dengan daerah sekitarnya. Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui upaya pengentasan kemiskinan dan pengurangan tingkat pengangguran dan bertujuan mempercepat pembangunan ekonomi masyarakat pedesaan dengan berbasis pada sumber daya lokal untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah, pengentasan kemiskinan, memperbaiki pengelolaan pemerintahan daerah di tingkat kabupaten, kecamatan dan desa serta penguatan institusi lokal ditingkat desa (PNPM-PISEW, 2010).

  Tujuan dari program PISEW adalah: a) Mempercepat pembangunan ekonomi masyarakat yang berbasis sumberdaya lokal; b) Mengurangi kesenjangan antar wilayah; c) Pengentasan kemiskinan di daerah perdesaan; dan d) Memperbaiki pengelolaan pemerintahan dan penguatan institusi di perdesaan.

  Sedangkan sasaran program PISEW adalah: a) Terbangunnya infrastruktur perdesaan; b) Meningkatnya usaha ekonomi masyarakat; c) Terbentuknya kawasan strategis, kelompok usaha, & forum kelompok diskusi sektor; dan d) Meningkatnya kapasitas pemerintah dan masyarakat.

  Adapun lingkup kegiatan meliputi pembangunan infrastruktur skala kecil perdesaan dengan kategori infrastruktur yang dibangun: a.

  Transportasi (jalan, jembatan, titian); b. Peningkatan produksi Pertanian (irigasi tersier); c. Pemasaran hasil pertanian (pasar desa); d. Air Bersih dan sanitasi (Prasarana Air Bersih, MCK); e. Kesehatan (pembangunan posyandu, puskesdes dan rehabilitasi puskesmas); f. Pendidikan (rehabilitasi sekolah dasar dan sekolah menegah pertama, Penyediaan Meubeler).

  Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah untuk mengatasi masalah kesenjangan antar-wilayah, kemiskinan dan pengangguran melalui berbagai kebijakan dan program. Pada tahun 1994, pemerintah mengeluarkan Program Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang kemudian menjadi pelopor dari lahirnya program-program lain, seperti Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Pengembangan Prasarana Perdesaan (P2D), dan Proyek Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Daerah (P2MPD).

  Upaya untuk mengatasi kesenjangan, kemiskinan dan pengangguran ke depan sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2005 – 2009, menyebutkan bahwa ada lima sasaran yang ingin dicapai dalam upaya menciptakan kesejahteraan rakyat yaitu; 1) mengurangi kemiskinan dan pengangguran; 2) berkurangnya kesenjangan antar wilayah dengan prioritas pada pembangunan wilayah perdesaan serta kesenjangan pembangunan wilayah; 3) meningkatnya kualitas manusia; 4) meningkatnya mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumberdaya alam, dan; 5) meningkatnya dukungan infrastruktur yang ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas sarana penunjang pembangunan.

  Sejalan dengan implementasi Desentralisasi dan Otonomi Daerah telah diterbitkan UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Selain itu, berbagai peraturan perundangan penting yang mendukung dan terkait erat adalah UU Nomor 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara. Kebijakan ini merupakan upaya lain dari pemerintah untuk mengatasi kesenjangan antar-wilayah. Melalui desentralisasi kewenangan pemerintahan dan desentralisasi fiskal kepada daerah, pemerintah daerah diharapkan mempunyai peran dan posisi yang sangat strategis dalam pelaksanaan pembangunan daerah berdasarkan berbagai potensi yang dimiliki.

  Pelaksanaan Otonomi Daerah selama ini masih menghadapi beberapa kendala, seperti rendahnya kapasitas sumberdaya manusia dan kapasitas fiskal daerah. Rendahnya kapasitas SDM mengakibatkan ketidakmampuan daerah dalam menyelenggarakan kewenangan pemerintahan dan pembangunan, termasuk di dalamnya menyerap aspirasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan. UU Nomor 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional secara tegas mengharuskan keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan.

  Sementara itu rendahnya kapasitas fiskal menyebabkan terbatasnya kemampuan daerah dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya. Dalam kasus seperti itu, maka bantuan pendanaan dari pemerintah pusat masih tetap diperlukan, baik melalui dana perimbangan maupun dana dekonsentrasi.

  Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah/Regional

  

Infrastructure for Social and Economic Development (RISE) yang kemudian

  disebut dengan PISEW adalah sebuah program yang merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari P2D dan pilot project PKP2D dan penyesuaian terhadap berbagai isu dan aktual yang berkembang saat ini, termasuk di dalamnya menjawab berbagai persoalan yang dihadapi oleh daerah dalam menyelenggaraan otonomi daerah. Program ini merupakan salah satu upaya pemerintah dalam kerangka Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri) untuk mengatasi kesenjangan antar-wilayah, kemiskinan dan pengangguran melalui Pengembangan Sosial Ekonomi Masyarakat. Intervensi yang akan dilakukan adalah penyediaan bantuan teknis dan pemberian bantuan stimulus infrastruktur sosial dan ekonomi dasar yang dianggap akan dapat mendukung upaya pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat, melalui mekanisme yang partisipatif dan sinkron dengan sistem perencanaan pembangunan yang ada.

  Selain itu, dalam PISEW juga dilakukan penguatan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat dalam keseluruhan proses pembangunan.

  1. Tujuan

  Tujuan pelaksanaan PISEW adalah mempercepat pembangunan ekonomi masyarakat yang berbasis sumberdaya lokal, mengurangi kesenjangan antar wilayah, pengetasan kemiskinan di daerah pedesaan, memperbaiki pengelolaan pemerintah dan penguatan institusi di pedesaan Indonesia.

  2. Sasaran

  Sasaran pelaksanaan PISEW mencakup beberapa hal pokok, yaitu: a. Terbangunnya infrastruktut perdesaan yang meliputi pembangunan sarana dan infrastruktur: transportasi, produksi pertanian, pemasaran pertanian, air bersih dan sanitasi, pendidikan dan kesehatan.

  b.

  Meningkatkan usaha ekonomi masyarakat.

  c.

  Terbentuknya kawasan strategis kabupaten, kelompok usaha masyarakat, dan kelompok diskusi sektor (KDS) serta menguatnya fungsi KDS di lokasi yag telah memilikinya.

  d.

  Meningkatnya kapasitas pemerintah dalam berperan sebagai fasilisator dalam melaksanakan pembangunan.

  e.

  Meningkatnya kapasitas masyarakat dalam melaksanakan pembangunan.

  3. Komponen a.

  Pembangunan Infrastruktur Skala Kecil Pembangunan infrastruktur yang terbagi atas 6 kategori sebagai berikut:

  1) Infrastruktur Transportasi

  Pembangunan pada bidang ini difokuskan pada pembangunan jalan, jembatan, tambatan perahu dan komponen terkait.

  2) Peningkatan Produksi Pertanian Pembangunan pada bidang ini difokuskan pada pembangunan irigasi tersier.

  3) Peningkatan Pemasaran Pertanian

  Pembangunan pada bidang ini difokuskan pada pembangunan pasar, gudang produksi, lantai jemur 4)

  Air Bersih dan Sanitasi Pembangunan pada bidang ini difokuskan pada pembangunan Sanitasi lingkungan (MCK), air bersih (perpipaan, bak penampungan air bersih, sumur pompa tangan, hidran umum). 5)

  Pendidikan Rehabilitasi dan peningkatan infrastruktur pendidikan difokuskan kepada:

  a) Rehabilitasi gedung sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, termasuk di dalamnya fasilitas pendukung seperti kamar mandi WC.

  b) Pengadaan sarana pendukung kelas seperti meja belajar, kursi dan papan tulis, tetapi tidak termasuk buku-buku pelajaran sekolah.

  6) Kesehatan

  Peningkatan infrastruktur pelayanan kesehatan dasar antara lain:

  a) Rehabilitasi Puskesmas (perawatan dan non perawatan).

  b) Pembangunan dan rehabilitasi Puskesmas Pembantu. b. Pengembangan Usaha Kecil Mikro dan Lembaga Keuangan Perdesaan (PILOT) Komponen kredit mikro ditujukan untuk masyarakat perdesaan yang pelaksanaannya dimulai TA 2009 dalam bentuk pilot. Pada tahun 2008 akan dilakukan terlebih dahulu kajian/studi penyempurnaan konsep dan disainnya. Komponen kredit mikro untuk mendukung pengembangan kelembagaan pemberdayaan usaha mikro di bidang pertanian dan usaha kecil lainnya.

  c. Peningkatan Kapasitas Aarat Pemerintah Lokal, Fasilisator dan Masyarakat Komponen pengembangan kapasitas pemerintah daerah, fasilisator dan masyarakat adalah penguatan peran-peran dari berbagai pihak dalam mendukung proses kemandirian dan pemberdayaan masyarakat miskin dalam menanggulangi masalah pembangunan, pengangguran dan masalah sosial lainnya.

  Penguatan kapasitas kelembagaan yang dilakukan meliputi tingkatan sistem, lembaga dan individu. Ketiga tingkatan tersebut merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan dan harus dilakukan pada seluruh tataran tersebut. 1)

  Tingkat Sistem, Memberikan suatu kerangka kerja kebijakan dan pengaturan bagi kerangka pengambil keputusan Pemerintah Daerah (Eksekutif dan Legislatif) dalam rangka melaksanakan tugas-tugas yang terkait dengan pembangunan wilayah.

  2) Tingkat Lembaga/institusi

  Memberikan suatu kerangka kerja pengelolaan (manajemen) bagi perangkat pelaksana sesuai dengan tugas dan fungsinya terkait dengan pembangunan wilayah dan sektor daerah.

  3) Tingkat Individu (aparat dan anggota masyarakat)

  Memberikan suatu kerangka pengembangan etos dan kemampuan kerja serta kompetensi personil (terutama aparatur) di dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Ketiga tingkatan tersebut saling berkaitan untuk memberikan sinergi kepada pencapaian tujuan dan sasaran yang sudah ditetapkan. Ketiga pola penanganan tersebut memberikan fleksibilitas atas tuntutan kebutuhan di masing- masing tingkatan, sesuai dengan kebutuhan kegiatan penguatan kapasitas kelembagaan.

  Perangkat pemerintah (terutama di tingkat kecamatan dan desa) didorong untuk mampu berperan menjadi fasilitator masyarakat, dan selalu berorientasi pada pengembangan masyarakat dengan mengedepankan peran masyarakat. Penguatan kapasitas akan di lakukan di tingkat pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan serta tingkat desa terhadap Konsultan, Pemerintah daerah dan Masyarakat. Bentuk dari penguatan kapasitas ini dapat berupa sosialisasi, diseminasi, pelatihan maupun workshop.

4. Kriteria Penetapan Lokasi

  Kriteria pemilihan lokasi adalah sebagai berikut:

  a. Kabupaten eks. Proyek Pengembangan Perdesaan (P2D)

  b. Kabupaten di luar Pulau Jawa, Bali, Maluku, Irian dan Provinsi NAD

  c. Kabupaten di luar wilayah pengembangan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) serta program sejenis lainnya d. Kabupaten dengan alokasi anggaran pembangunan (APBD) per kapita yang kecil.

  e. Kabupaten dengan jumlah persentase penduduk miskin yang besar.

5. Prinsip Pengelolaan

  Prinsip pengelolaan PISEW adalah: a. Transparansi dan akuntabilitas dalam proses manajemen maupun manajemen organisasi, masyarakat harus menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas, sehingga masyarakat belajar dan “melembagakan” sikap bertanggung jawab terhadap pilihan keputusan dan kegiatan yang dilaksanakannya.

  b.

  Demokrasi, dalam pengambilan keputusan publik yang peka dan tanggap terhadap suara komunitas. Artinya pengambilan keputusan yang bersifat hirarkis berubah menjadi pengambilan keputusan dengan andil seluruh stakeholder.

  c.

  Partisipasi, sesuai dengan azas Dari, Oleh dan Untuk Masyarakat (DOUM) sudah menjadi ’icon’ pembangunan yang harus ada dalam setiap tahap pembangunan. Masyarakat terlibat secara aktif dalam kegiatan pembangunan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan dan pemanfaatan secara gotong royong. Partisipasi tersebut akan berlangsung secara berkelanjutan, adapun salah satu indikator keberlanjutan adalah pelembagaan (institutionalization).

  d.

  Desentralisasi dan Otonomi , dalam proses pengambilan keputusan yang langsung menyangkut kehidupan dan penghidupan masyarakat agar dilakukan sedekat mungkin dengan pemanfaat atau diserahkan pada masyarakat sendiri, sehingga keputusan yang dibuat benar-benar bermanfaat bagi masyarakat banyak. e.

  Kesetaraan gender, laki-laki dan perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk terlibat di setiap tahapan kegiatan.

  f.

  Kolaborasi, semua upaya pelaksanaan PISEW termasuk untuk mewujudkan prioritas dilakukan dengan mengutamakan kolaborasi baik antar warga, kelompok masyarakat, desa/kelurahan, lembaga pemerintah maupun masyarakat, sektor, dan antara masyarakat dengan pemerintah.

  g.

  Kemandirian, mengingat sumber daya senantiasa terbatas, maka masyarakat perlu mengupayakan berbagai sumberdaya yang ada bagi terwujudnya kebutuhan yang dinilai paling prioritas untuk mengentaskan kemiskinan.

  h.

  Berkelanjutan pada dasarnya pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang tidak menimbulkan persoalan baru bersifat adil intra generasi dan antar generasi. Untuk itu dalam pelaksanaan dan pengembangan PISEW ini nantinya harus bertumpu pada prinsip keseimbangan pembangunan dari aspek social, ekonomi dan lingkungan.

6. Mekanisme Pelaksanaan

  a. Tahap Perencanaan (T-1) Kegiatan pada tahap perencanaan mencakup kegiatan perencanaan program untuk 5 tahun dan penyusunan perencanaan teknis kegiatan tahun pertama. 1)

  Pusat

  a) Sosialisasi dan penandatanganan dokumen Komitmen Pemerintah Daerah untuk memberikan pemahaman tentang kebijakan dan substansi program serta penandatanganan Komitmen Pemda terhadap ketentuan-ketentuan pelaksanaan PISEW yang berisikan antara lain:

  • Sinergi daerah dan pusat dalam pelaksanaan kegiatan (co sharing)
  • Penyediaan dana pembinaan adminstrasi proyek (PAP) • Tanggung jawab Pemda terhadap pelaksanaan PISEW.

  b) Pelaksanaan pelatihan kepada pelatih utama dengan peserta pejabat dan staf yang ditunjuk dari masing-masing instansi dan tim konsultan pusat.

  c) Diseminasi untuk menyampaikan kebijakan perencanaan PISEW pada tahap perencanaan (T-1) yang diikuti oleh tim koordinasi provinsi dan kabupaten.

  d) Pelaksanaan pelatihan kepada pelatih perencanaan PISEW dengan peserta pejabat dan staf yang ditunjuk dari tim koordinasi dan secretariat PISEW provinsi dan kabupaten serta tim konsultan.

  e) Monitoring dan evaluasi

  f) Promosi PISEW Pusat

  2) Provinsi

  a) Pembentukan Tim PISEW Provinsi dan Persiapan Calon Peserta Pelatihan Pusat.

  b) Diseminasi dan Pelatihan untuk kegiatan perencanaan program 5 tahun dan penyusunan dokumen perencanaan teknis kegiatan tahunan, diikuti oleh anggota Tim Koordinasi dan sekretariat PISEW Provinsi, anggota Tim Koordinasi dan sekretariat PISEW Kabupaten, Camat dan para tenaga teknis lapangan c)

  Penjabaran Kebijakan Pemberdayaan Sosial Ekonomi (PISEW) Provinsi dari dokumen RPJMD d) Penyampaian Kebijakan PISEW Provinsi ke Kabupaten

  e) Konsolidasi dan Sinkronisasi Kebijakan PISEW Kabupaten

  f) Penjabaran Program Pembangunan Jangka Menengah PISEW

  Provinsi

  g) Penyampaian Program Pembangunan Jangka Menengah PISEW

  Provinsi

  h) Penyusunan Rencana Kegiatan Tahunan Provinsi i)

  Penyampaian Rencana Kegiatan Tahunan Provinsi j) Promosi PISEW oleh kabupaten di Provinsi k)

  Penyusunan Dokumen Promosi PISEW Provinsi untuk kegiatan promosi di pusat l)

  Monitoring dan Evaluasi 3)

  Kabupaten

  a) Pembentukan Tim PISEW Kabupaten dan Persiapan Calon Peserta

  Pelatihan Pusat

  b) Orientasi dan Workshop Kabupaten serta Persiapan Tim PISEW

  Kabupaten

  c) Lokakarya PISEW Kabupaten

  d) Penetapan Misi PISEW Kabupaten sesuai RPJMD Kabupaten

  e) Penyusunan Indikator Misi PISEW Jangka Menengah

  f) Penyusunan Draft Dokumen Kebijakan PISEW Jangka Menengah

  Kabupaten

  g) Forum Konsultasi I; Kesepakatan Atas Arah Kebijakan PISEW

  Kabupaten Jangka Menengah h) Finalisasi Dokumen Kebijakan PISEW Jangka Menengah Kabupaten i)

  Penyusunan Profil PISEW Kabupaten j) Penetapan Strategi dan Program Jangka Menengah PISEW Kabupaten k)

  Penetapan dan Delineasi KSK l) Penyusunan Dokumen Program Jangka Menengah PISEW Kabupaten m)

  Forum Konsultasi II; Kesepakatan atas KSK dan Progra Jangka Menengah PISEW Kabupaten n)

  Finalisasi Dokumen Program Jangka Menengah PISEW Kabupaten o) Penetapan Prioritas Kegiatan PISEW Jangka Menengah Kabupaten p) Sinkronisasi Pelaksanaan Kegiatan dengan RKP Kecamatan

  Tahun Pertama q) Penetapan Rencana Biaya dan Sumber Pembiayaan r)

  Penetapan Prioritas Kegiatan Tahun (T) Pertama s) Penyusunan Dokumen Memorandum Program Koordinatif (MPK) t)

  Forum Konsultasi III; Kesepakatan atas MPK Tahun (T) Pertama u) FInalisasi Dokumen Memorandum Program Koordinatif (MPK) v) Penyusunan Dokumen Promosi PSE Kabupaten w)

  Verifikasi DED dan RAB 4) Kecamatan

  a) Pembentukan Tim Pokja Kecamatan dan Persiapan Calon Peserta

  Pelatihan Provinsi

  b) Persiapan Sosialisasi Kecamatan

  c) Musrenbang Kecamatan #1Sosialisasi Kecamatan d) Analisis Potensi Pengembangan Kecamatan dan gambaran

  Kelompok Diskusi Sektor (KDS)

  e) Penyusunan Profil PSE Kecamatan

  f) Pelatihan Kader Pembangunan Desa (KPD)

  g) Diskusi Antar KDS dan Desa

  h) Perumusan Rencana Strategis Kecamatan (Renstra Kecamatan) i)

  Penyusunan Draft Dokumen Renstra Kecamatan j) Musrenbang Kecamatan #2; Kesepakatan atas Renstra Kecamatan k)

  Finalisasi Dokumen Renstra Kecamatan l) Sinkronisasi Antar Kegiatan dan Sumber Pendanaan m)

  Analisis dan Penetapan Prioritas Kegiatan Jangka Menengah dan Tahun (T) Pertama n)

  Penyusunan Dokumen Rencana Kerja Pembangunan Tahunan (RKP) o) Musrenbang Kecamatan #3; Kesepakatan atas RKP 5 tahun dan

  Tahun Pertama (T) p) Finalisasi dokumen RKP q) Penyusunan DED-RAB dan Pemaketan Prasarana tahun (T) pertama r)

  Penyusunan dokumen resume rencana pelaksanaan tahun (T) pertama s) Musrenbang kecamatan #4; Kesepakatan atas paket dan calon LKD kegiatan tahun (T) pertama t)

  Penyiapan bahan pengadaan jasa LKD 5)

  Desa

  a) Sosialisasi Desa sebagai tindak lanjut Musrenbangkec#1

  b) Pembentukan Kelompok Diskusi Sektor (KDS) c) Penjaringan Aspirasi Masyarakat (Diskusi KDS)

  d) Finalisasi Usulan Kegiatan Desa (RPJM Desa)

  e) Sosialisasi Hasil Musrenbang Kecamatan #2 di Desa

  f) Survey Data Analisis Kelayakan dan Dampak Kegiatan

  g) Sosialisasi Hasil Musrenbangkec#3 di Desa

  h) Survei dan Investigasi Teknis Sarana dan Prasarana serta identifikasi

  LKD i) Sosialisasi Hasil Musrenbang Kecamatan #4 di Desa

  Mekanisme perencanaan untuk tingkat kabupaten, kecamatan dan desa dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini. b. Tahap Pelaksanaan (T/T+1) Kegiatan pada tahap pelaksanaan mencakup kegiatan pembangunan infrastruktur sesuai dari hasil perencanaan yang telah dilaksanakan atau kegiatan review dokumen perencanaan serta penyusunan desain teknis untuk pembangunan infrastruktur tahun berikutnya.

  1) Pusat

  a) Diseminasi untuk menyampaikan kebijakan pelaksanaan PISEW untuk kegiatan tahap pelaksanaan.

  b) TOT untuk kegiatan pelaksanaan PISEW, dengan peserta adalah pejabat dan staff yang ditunjuk dan mempunyai kompetensi dari instansi perangkat daerah yang merupakan Tim Koordinasi dan Sekretariat PISEW Provinsi dan Kabupaten serta personil Konsultan tingkat wilayah, tingkat provinsi dan tingkat kabupaten. Peserta TOT akan menjadi Pelatih pada kegiatan pelatihan di provinsi.

  c) Monitoring dan Evaluasi

  d) Promosi PSE Pusat

  2) Provinsi

  a) Diseminasi dan Pelatihan untuk kegiatan pelaksanaan pembangunan infrastruktur diikuti oleh anggota Tim Koordinasi dan sekretariat

  PISEW Provinsi, anggota Tim Koordinasi dan sekretariat PISEW Kabupaten, Camat dan para tenaga teknis lapangan

  b) Review Rencana Tahunan Program PSE Provinsi

  c) Promosi PSE oleh kabupaten di Provinsi d) Penyusunan Dokumen Promosi PSE Provinsi untuk kegiatan promosi PSE di pusat e)

  Monitoring dan Evaluasi 3)

  Kabupaten

  a) Orientasi dan Workshop Kabupaten

  b) Pembinaan Pembentukan Panitia SP3 dan Finalisasi Dokumen

  Seleksi LKD

  c) Pembinaan dan Pengendalian Proses Seleksi LKD

  d) Pendampingan pelaksanaan Rapat Pra Pelaksanaan Kontrak (RPPK),

  Pelatihan Administrasi dan Teknis kepada LKD

  e) Pembinaan pelaksanaan pencairan keuangan, pembangunan infrastruktur proyek dan Partisipasi Masyarakat f)