BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pasar Tradisional - Peranan Pasar Baru Panyabungan Terhadap Pengembangan Wilayah di Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pasar Tradisional

  Pasar tradisional adalah bentuk terawal dari pasar yang terdiri dari deretan kios/stan yang umumnya berada di ruang terbuka, ditempat semacam inilah petani dan pedagang sejak waktu dulu melakukan pertukaran hasil pertanian mereka. Pada pemukiman yang kecil, pasar tradisional mengambil tempat di sepanjang jalan utama di daerah itu pada kedua sisinya (Gallion, 1986).

  Kegiatan pasar tradisional merupakan kegiatan perekonomian tradisional yang mempunyai ciri khas adanya sifat tawar menawar antara penjual dan pembeli. Karena sifatnya untuk melayani kebutuhan penduduk sehari-hari, maka lokasi cenderung mendekati atau berada di daerah perumahan penduduk (Tuti, 1992).

  Pasar tradisional yang terdapat di Indonesia sekarang memiliki karakteristik. Beberapa karakteristik umum pasar tradisional seperti : 1.

  Memiliki posisi strategis, dan berada di lingkungan padat penduduk.

  2. Buka 24 jam, setengah hari, setiap hari, dua minggu sekali, seminggu sekali, atau pada hari-hari tertentu (hari-hari pasar)

3. Menjual kebutuhan pokok sehari-hari, khususnya keperluan dapur, komoditi basahan, keringan maupun kebutuhan primer dan sekunder lainnya.

  4. Tidak teratur, terkesan kotor dan semraut, banyak pedagang kaki lima dan lokasi pasar yang terbatas.

  Rawan kebakaran, rawan copet dan rawan kejahatan lainnya.

  6. Permodalan pedagang lemah dan bisnis rentenir tumbuh subur.

  7. Transaksi perdagangan secara informal dan bersifat tawar menawar.

  8. Pengelolaan pasar kurang professional.

  Pasar merupakan salah satu indikator yang sangat penting dalam meningkatkan pendapatan serta membuka kesempatan kerja yang luas terutama bagi masyarakat yang berpendidikan rendah. Umumnya pasar terdapat baik di perkotaan maupun di pedesaan. Pada kegiatan pasar, seharian berjualan dengan cara eceran untuk berbagai jenis makanan dan keperluan rumah tangga dan kebutuhan hidup sehari-hari.

  Sulistyowati (1999), mengartikan pasar secara fisik sebagai tempat pemusatan beberapa pedagang tetap dan tidak tetap yang terdapat pada suatu ruangan terbuka atau ruangan tertutup atau suatu bagian jalan. Selanjutnya pengelompokan para pedagang eceran tersebut menempati bangunan-bangunan dengan kondisi bangunan temporer, semi permanen ataupun permanen.

  Para pedagang eceran ini di dalam pasar ada yang berjualan secara formal yaitu berjualan dengan memiliki toko-toko ataupun kios-kios untuk barang dagangannya, ada juga berjualan eceran dengan cara informal yaitu berjualan di pinggir-pinggir jalan di pasar-pasar (Sudarjat, 1992).

2.2. Peranan Pasar Tradisional

  Pasar tradisional sebagian besar muncul dari kebutuhan masyarakat yang membutuhkan barang-barang tertentu untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Oleh karenanya letak pasar tradisional banyak dijumpai di pinggir-pinggir jalan desa (dalam perkembangan menjadi jalan utama), yang memudahkan penjual dan pembeli menjangkaunya. Pasar yang terus tumbuh karena kebutuhan masyarakat tersebut seiring dengan aktivitas perdagangan masyarakat sekitarnya.

  Perlu disadari bahwa pasar tradisional memiliki beberapa fungsi yang positif bagi peningkatan perekonomian daerah yaitu : sebagai pusat pengembangan ekonomi rakyat, pasar sebagai sumber retribusi, pasar sebagai tempat pertukaran barang, pasar sebagai pusat perputaran uang daerah, dan pasar sebagai lapangan pekerjaan.

  Pasar merupakan salah satu sarana ekonomi untuk memberikan kemudahan kepada kalangan masyarakat dalam melakukan transaksi jual beli barang baik barang- barang yang bersifat konsumtif maupun produktif. Selain itu, pasar juga memberikan peluang kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan bagi masyarakat sehingga pembangunannya akan memberikan kontribusi bagi dinamika ekonomi masyarakat dan peningkatan pendapatan pemerintah.

  Mempertahankan pasar tradisional secara fisik cukup mudah tetapi mempertahankan fungsi pasar tradisional jauh lebih sulit. Perubahan prefensi masyarakat, tingkat pendapatan, ketersediaan waktu luang, kemajuan teknologi, biaya transportasi, urbanisasi, dan globalisasi akan mempengaruhi jumlah pengguna pasar tradisional skala kecil sampai menengah. Peranan pasar tradisional tersebut akan pedagang kaki lima dan warung-warung di perkampungan. Hal ini secara tidak langsung akan mengakibatkan pasar tradisional yang harus tutup karena telah kehilangan fungsinya.

  Faktor lain yang juga menjadi penyebab kurang berkembangnya pasar tradisional adalah minimnya daya dukung karakteristik pedagang tradisional, yakni strategi perencanaan yang kurang baik, terbatasnya akses permodalan yang disebabkan jaminan yang tidak mencukupi, tidak adanya skala ekonomi, tidak ada jalinan kerjasama dengan pemasok besar, buruknya manajemen pengadaan, dan ketidakmampuan untuk menyesuaikan dengan keinginan konsumen (Wiboonponse dan Sriboonchitta, 2006).

2.3. Lapangan Pekerjaan

  Pengertian pasar kerja adalah seluruh kebutuhan dan persediaan tenaga kerja dengan semua jalan yang memungkinkan penjual tenaga kerja (pekerja) dan pembeli tenaga (majikan) bertemu dan melakukan transaksi (penerimaan, penugasan, pemberhentian, promosi, pemindahan dan sebagainya) (Soeroto, 1983). Dengan demikian pasar kerja mencakup waktu sebelum orang memasuki pekerjaan dan sesudah ada orang ada dalam pekerjaan. Kesempatan kerja mengandung pengertian lapangan pekerjaan atau kesempatan yang tersedia untuk bekerja akibat dari suatu kegiatan ekonomi (produksi). Dengan demikian pengertian kesempatan mencakup Pengertian tentang pasar kerja tersebut perlu disesuaikan dengan tingkat perkembangan ekonomi negara atau wilayah yang bersangkutan. Dalam negara maju, yang mempunyai sistem pasaran bebas, sebagian besar dari badan-badan perekonomian sudah terorganisasikan dan hasil sudah memiliki bentuk yang lebih bersifat tetap, sebaliknya sektor informal sedikit. Hal ini menyebabkan sebagian terbesar dari ketenagakerjanya terikat dalam pekerja upahan. Keadaan dalam negara berkembang sebaliknya, di dalam negara berkembang lebih banyak usaha-usaha yang belum mempunyai bentuk tetap, keseluruhan usaha semacam ini biasa disebut sektor informal.

  Berdasarkan Undang-undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan secara umum memberikan sumbangan yang sangat positif terhadap berjalannya pasar kerja di Indonesia. Undang-undang yang baru ini memperlihatkan konsensus dari berbagai pihak terkait mengenai isu-isu yang sebelumnya sangat menimbulkan pertentangan. Dalam Undang-undang tersebut adalah ditetapkannya aturan main mengenai representasi pekerja dalam rangka proses perundingan kolektif.

  Namun demikian, ada beberapa bagian yang apabila dijalankan secara kaku justru akan mengurangi fleksibilitas pasar kerja. Dilaksanakan secara kaku maksudnya adalah dilaksanakan tanpa melihat kondisi perusahaan, seperti perusahaan kecil atau rumah tangga, atau jenis usahanya. Kuncinya, aturan main pasar kerja tidak seharusnya menimbulkan distorsi yang besar terhadap keputusan perusahaan mengenai upah minimum, pekerja kontrak dan outsourcing, serta PHK berpotensi untuk mengurangi fleksibilitas pasar kerja.

  Sektor pekerjaan atau lapangan kerja adalah bidang kegiatan dari pekerjaan/tempat bekerja/perusahaan/kantor dimana seseorang bekerja. Dalam analisis ketenagakerjaan pengelompokan sektor pekerjaan biasanya dilakukan sesuai dengan yang terdapat dalam buku Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) sebagai berikut : 1.

  Pertanian (termasuk perikanan, kehutanan, Perkebunan) 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri (termasuk jasa industri) 4. Listrik, gas dan air 5. Bangunan (termasuk instalatir dan tukang gali sumur) 6. Perdagangan (termasuk usaha jual beli, katering, rumah makan, hotel, motel, losmen dan penginapan lainnya)

  7. Angkutan, pergudangan dan telekomunikasi (termasuk jasa angkutan, pengepakan, pengiriman dan biro perjalanan)

  8. Keuangan (bank, asuransi, usaha persewaan bangunan/tanah, jasa perusahaan dan lembaga keuangan lainnya seperti : Pasar modal, penggadaian, penukaran

  9. Jasa kemasyarakatan sosial dan perorangan, seperti lembaga legislatif, lembaga tinggi negara dan pemerintah, pertahanan keamanan, jasa pendidikan, kebersihan, hiburan, kebudayaan, pembantu rumah tangga dan sebagainya.

  10. Lainnya : Kegiatan/lapangan usaha atau perorangan, badan/lembaga yang tidak tercakup dalam salah satu sektor di atas atau yang belum jelas batasannya seperti tukang beling, pemulung, renternir dan lain-lain

  Status pekerjaan adalah kedudukan seseorang dalam unit usaha/kegiatan dalam melakukan kegiatan. Dengan demikian status pekerjaan seseorang dapat dibagi kedalam 7 (tujuh) Kelompok, yaitu : 1.

  Berusaha Sendiri, adalah mereka yang bekerja atau berusaha dengan menanggung resiko secara ekonomis, yaitu dengan tidak kembalinya ongkos produksi yang telah dikeluarkan dalam rangka usahanya tersebut, serta tidak menggunakan pekerja dibayar maupun pekerja tak dibayar, termasuk yang sifat pekerjaannya memerlukan teknologi atau keahlian khusus.

  2. Berusaha dengan dibantu buruh tidak tetap/buruh tak dibayar, adalah bekerja atau berusaha atas resiko sendiri, dan menggunakan buruh/pekerja tak dibayar dan atau buruh/pekerja tidak tetap.

3. Berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar, adalah berusaha atas resiko sendiri dan mempekerjakan paling sedikit satu orang buruh/ pekerja tetap yang dibayar.

  Buruh/ Karyawan/ Pegawai, adalah seorang yang bekerja pada orang lain atau instansi/ kantor/ perusahaan secara tetap dengan menerima upah/ gaji baik berupa uang maupun barang.

  5. Pekerja bebas dipertanian, adalah seseorang yang bekerja pada orang lain/ majikan/ institusi yang tidak tetap (lebih dari satu majikan dalam sebulan terakhir) diusaha pertanian baik berupa usaha rumah tangga maupun bukan usaha rumah tangga atas dasar balas jasa dengan menerima upah atau imbalan baik berupa uang maupun borongan. Usaha pertanian meliputi : pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan dan perburuan, termasuk juga jasa pertanian.

  6. Pekerja bebas di nonpertanian adalah seseorang yang bekerja pada orang lain/ majikan/ institusi yang tidak tetap (lebih dari satu majikan dalam sebulan terakhir), diusaha non pertanian dengan menerima upah atau imbalan baik berupa uang maupun barang dan baik dengan sistem pembayaran harian maupun borongan.

  7. Pekerja keluarga adalah anggota rumah tangga yang membantu usaha untuk memperoleh pengahasilan/ keuntungan yang dilakukan oleh salah seorang anggota rumah tangga atau bukan anggota rumah tangga tanpa mendapat upah/gaji.

  Tenaga kerja terbagi atas tenaga kerja wanita dan tenaga kerja pria. Pengelompokan tenaga kerja berdasarkan jenis kelamin ini pada dasarnya agar pekerjaannya. Berdasarkan kualitasnya tenaga kerja terbagi atas: a.

  Tenaga kerja terdidik/ ahli yaitu tenaga kerja yang memiliki keahlian yang di peroleh dari jenjang pendidikan formal seperti dokter, notaris, arsitektur dan sebagainya.

  b.

  Tenaga kerja terampil/ terlatih yaitu tenaga kerja yang memiliki keterampilan yang diperoleh dari pengalaman atau kursus-kursus seperti monitor, tukang las.

  Berdasarkan lapangan pekerjaan tenaga kerja dapat dibagi menjadi beberapa bagian : a.

  Tenaga kerja profesional adalah tenaga kerja yang umumnya mempunyai pendidikan tinggi yang menguasai suatu bidang ilmu pengetahuan khusus, seperti arsitektur, dokter.

  b.

  Tenaga kerja terampil (terlatih) tenaga yang memiliki keterampilan khusus dalam bidang tertentu yang diperoleh dari pendidikan seperti pendidikan menengah plus sampai setara Diploma 3, seperti tenaga pembukuan.

  c.

  Tenaga kerja biasa adalah tenaga kerja yang tidak memerlukan keterampilan khusus dalam melaksanakan pekerjaannya, seperti tukang gali sumur.

2.4. Konsep Pendapatan

  Konsep pendapatan biasanya dipakai untuk mengukur kondisi ekonomi suatu perusahaan, rumah tangga ataupun perorangan, salah satu konsep yang paling sering uang atau hasil materi lainnya yang diterima seseorang atau rumah tangga selama kurun waktu tertentu pada suatu kegiatan ekonomi.

  Menurut Winardi dalam Ediwarsyah (1987) yang dimaksud dengan pendapatan adalah hasil berupa uang atau hasil berupa materil lainnya yang dicapai dari pada penggunaan kekayaan atau jasa-jasa manusia. Bila diambil dari pengertian pendapatan perseorangan, lebih lanjut Winardi mengatakan pendapatan perseorangan bersih adalah pendapatan perseorangan yang tersedia untuk konsumsi atau investasi atau tabungan.

  Pendapatan atau sering disebut dengan penghasilan didefinisikan sebagai bentuk balas-karya yang diperoleh sebagai imbalan atas balas jasa atau sumbangan seseorang terhadap proses produksi. Jenis-jenis sumber pendapatan dapat berasal dari:

  1. Usaha sendiri (wiraswasta, misalnya berdagang, mengerjakan sawah) 2.

  Bekerja pada orang lain, misalnya bekerja dikantor atau perusahaan sebagai pegawai atau karyawan (baik swasta ataupun pemerintah)

  3. Hasil dari milik, misalnya mempunyai sawah yang disewakan, punya rumah disewakan, punya uang dengan bunga tertentu.

  Pendapatan dan penerimaan anggota-anggota keluarga dibagi lagi dalam pendapatan berupa uang, pendapatan berupa barang, dan lain-lain. Pendapatan berupa sebagai balas jasa atau kontra prestasi. Sumber-sumber utama adalah gaji dan upah serta lain-lain balas jasa serupa dari majikan; pendapatan bersih dari usaha sendiri dan pekerjaan bebas; pendapatan dari penjual barang yang dipelihara di halaman rumah, hasil investasi seperti bunga modal, tanah, uang pensiunan, jaminan social, serta keuntungan sosial (Sumardi dan Evers, 1982).

  Pendapatan/ penghasilan dapat diterima berupa uang, atau dalam bentuk barang (seperti tunjangan beras, hasil dari sawah, atau pekarangan sendiri), atau fasilitas-fasilitas (misalnya rumah dinas, pengobatan/kesehatan gratis), selain hal tersebut diatas masih dijumpai pendapatan yang berasal dari : uang pensiun bagi mereka yang sudah lanjut usia dan dulu bekerja pada pemerintah atau instansi lainnya; sumbangan atau hadiah, misalnya sokongan dari saudara/family, warisan dari nenek, hadiah tabungan. Pinjaman atau hutang, ini memang merupakan uang masuk, tetapi pada suatu saat akan harus dilunasi/dikembalikan (Richardson, 2001).

  Dari beberapa pengertian di atas, dapat di ambil kesimpulan bahwa pengertian pendapatan itu mempunyai aneka ragam, hal ini tergantung orientasi dari permasalahan yang di hadapi, antara lain seperti : a.

  Bila di tinjau dari beban biaya yang dikeluarkan dari hasil pendapatan yang di terima, maka pengertian pendapatan itu dapat dibagi atas :

  1. Pendapatan dalam arti revenue, yaitu pendapatan yang belum dikurangi biaya -biaya untuk memperoleh pendapatan tersebut.

  Pendapatan dalam arti income adalah pendapatan yang sudah dikurangi dengan biaya-biaya untuk memperoleh pendapatan itu. Pengertian income itu sendiri dibagi atas dua bagian, yaitu income sebelum dipotong pajak dan income sesudah dipotong pajak.

  b.

  Bila ditinjau dari cara memperolehnya, maka pengertian pendapatan itu dapat di bagi atas dua bagian, yaitu :

  1. Pendapatan yang diperoleh dengan mempergunakan modal.

  2. Pendapatan yang diperoleh dengan mempergunakan jasa-jasa.

2.5. Jam Kerja

  Curah jam kerja adalah jumlah jam kerja yang dicurahkan oleh setiap tenaga kerja selama proses produksi artinya banyaknya jumlah jam kerja yang dikeluarkan tenaga kerja dalam suatu proses produksi, sedangkan tingkat pencurahan jam kerja adalah persentase banyaknya jam kerja yang dicurahkan terhadap jumlah kerja yang tersedia artinya jumlah jam kerja yang dicurahkan terhadap suatu pekerjaan yang dinyatakan dalam persentase (Mubyarto, 1990)

  Seorang yang mempunyai nilai waktu yang tinggi akan menyebabkan nilai waktunya bertambah mahal. Orang yang nilai waktunya relative mahal cenderung untuk menggantikan waktu senggangnya untuk bekerja. Peningkatan tingkat partisipasi kerja akan menyebabkan terjadinya income dan subtitusion efek. Income effect dimaksudkan orang yang berpendapat tinggi akan mengurangi waktu mengalami, sedangkan yang dimaksud dengan subtitusion efek adalah orang yang berpendapatan rendah akan menambah waktu kerjanya karena waktu kerja semakin mahal sehingga banyak orang menggantikan waktu senggangnya untuk bekerja yang menyebabkan tingkat partisipasi angkatan kerjanya mengalami kenaikan.

2.6. Modal

  Modal kerja merupakan kekayaan perusahaan yang sangat diperlukan untuk membelanjai operasinya sehari-hari dan modal ini memiliki siklus selama kurang dari satu tahun, besarnya modal kerja akan sangat menentukan kelangsungannya perusahaan. Arti modal kerja dalam sejarahnya berkembang sesuai dengan perkembangan modal kerja itu sendiri secara ilmiah, modal kerja yang kadang disebut modal kerja bruto, tidak lain adalah aktiva lancar (Weston dan Brigham dalam Mubyarto, 1993)

  Modal kerja dapat dibagi dengan membaginya dalam tiga konsep yaitu : (Riyanto, 1995 dalam Muklis, 2007).

1. Konsep kuantitatif

  Menurut konsep ini, dana yang tertanam dalam aktiva akan kembali ke bentuk semula dalam waktu pendek. Dengan demikian modal kerja menurut konsep ini adalah keseluruhan jumlah aktiva lancar, modal kerja dalam pengertian ini sering disebut modal kerja bruto Konsep kualitatif

  Dalam konsep ini modal kerja disebut dengan modal kerja bersih dan dikaitkan dengan jumlah aktivitas lancar dan hutang lancar. Sebagian aktiva lancar perusahaan disediakan untuk membayar kewajiban lancarnya. Oleh karenanya maka modal kerja menurut konsep ini adalah sebagai dari aktiva lancar yang benar-benar dapat dipergunakan untuk membiayai operasional perusahaan tanpa mengganggu likuidasi.

3. Konsep fungsional

  Konsep ini berdasarkan pada fungsi dari dana dalam menghasilkan pendapatan, maksudnya pernyataan tersebut adalah bahwa dana yang tertanam dalam perusahaan dipergunakan untuk menghasilkan pendapatan.

2.7. Pendapatan Asli Daerah

  Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang- undangan pendapatan hasil daerah dan bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi.

  Pendapatan Asli Daerah adalah sumber pendapatan daerah yang murni digali oleh daerah sendiri dan merupakan salah satu sumber pembiayaan investasi Dengan adanya peningkatan pendapatan asli daerah tersebut diharapkan akan semakin besar kontribusinya terhadap APBD daerah.

  Diterbitkannya undang

  • –undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan undang
  • –undang nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyatakan bahwa sumber-sumber penerimaan daerah adalah : 1.

  Pendapatan Asli Daerah a.

  Pajak daerah b.

  Retribusi daerah c. Hasil perusahaan daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan d.

  Lain-lain pendapatan yang sah.

2. Dana perimbangan 3.

  Pinjaman daerah 4. Pendapatan yang sah lainnya.

  Adapun Sumber Pendapatan Asli Daerah tersebut menurut UU No. 33 Tahun 2004 terdiri dari : A.

  Pajak Daerah.

  Menurut peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2001 dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.

  Menurut UU No. 34 Tahun 2000 ayat 2, jenis pajak Kabupaten/Kota terdiri dari :

1. Pajak Hotel 2.

  Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame 5. Pajak Penerangan Jalan 6. Pajak Pengambilan Bahan Galian C 7. Pajak Parkir B.

  Retribusi Daerah Pengertian retribusi daerah menurut UU No.34 tahun 2000 adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang disediakan atau yang diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Sehingga retribusi daerah dapat dicirikan sebagai berikut : Retribusi dipungut daerah 2. Dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan daerah yang dapat langsung dihunjuk.

  3. Retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan atau mengenyam jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah.

  Adapun jenis retribusi daerah menurut Undang-undang No. 34 tahun 2000 adalah yang dikelompokkan kedalam tiga golongan yaitu Jasa Umum, Jasa Usaha, dan Perijinan Tertentu.

  C.

  Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan.

  Dalam hal ini, antara lain adalah bagian laba, deviden, dan penjualan saham milik daerah. Menurut Devas (1989), dalam buku Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia mengemukakan bahwa Pemerintah Daerah dimungkinkan untuk mendirikan perusahaan Daerah dengan pertimbangan :

  1. Menjalankan ideology yang dianut bahwa sarana produksi milik masyarakat.

  2. Untuk melindungi konsumen dalam hal monopoli alami.

  3. Dalam rangka mengambil alih perusahaan asing

4. Untuk menciptakan lapangan kerja atau mendorong pembangunan ekonomi di daerah.

  Dianggap cara yang efisien untuk menyediakan layanan masyarakat, dan atau menebus biaya, serta untuk menghasilkan penerimaan untuk pemerintah daerah.

  D.

  Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.

  Menurut Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dinyatakan bahwa lain-lain pendapatan asli daerah yang sah antara lain, hasil penjualan asset daerah dan jasa giro. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 8 Tahun 1987 tentang penerimaan sumbangan pihak ketiga kepada daerah ditegaskan bahwa penerimaan lain-lain antara lain berasal dari penerimaan sumbangan pihak ketiga oleh daerah atas dasar sukarela dan tidak mengikat serta dengan persetujuan DPRD Tk. II.

2.8. Pengembangan Wilayah

  Pengertian wilayah (region) adalah suatu unit geografi yang membentuk suatu kesatuan. Yang dimaksud dengan unit geografi adalah ruang sehingga bukan merupakan aspek fisik tanah saja, tetapi lebih dari itu aspek-aspek lain, seperti biologi, ekonomi,social, dan budaya (Wibowo, 2004).

  Menurut Hadjisaroso (1994), Pengembangan wilayah merupakan suatu tindakan mengembangkan wilayah atau membangun daerah atau kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat. Sandi (1992), mengemukakan pengertian pengembangan wilayah pada hakekatnya adalah kemampuan fisik dan sosial wilayah tersebut serta tetap mentaati peraturan perundangan yang berlaku. Jayadinata (1992), mengemukakan pengembangan wilayah adalah memajukan atau memperbaiki serta meningkatkan sesuatu yang telah ada. Sedangkan menurut Miraza (2005), pengembangan wilayah adalah pemanfaatan potensi wilayah, baik potensi alam maupun potensi buatan. Pengembangan wilayah harus dilaksanakan secara fully dan berdaya guna (efficientcy) agar pemanfaatan potensi dimaksud berdampak pada kesejahteraan masyarakat secara maksimal.

  Sasaran pengembangan wilayah harus dilihat dari tujuan pembangunan nasional. Begitu juga dengan tujuan pembangunan daerah yang harus sesuai dengan tujuan pembangunan nasional yang pada umumnya terdiri dari : 1.

  Mencapai pertumbuhan pendapatan per kapita yang cepat 2. Menyediakan kesempatan kerja yang cukup 3. Pemerataan pendapatan 4. Mengurangi perbedaan antara tingkat pendapatan, kemakmuran, pembangunan serta kemampuan antar daerah.

5. Membangun struktur perekonomian agar tidak berat sebelah (Hardjisaroso, 1994).

  Tujuan utama dari pengembangan wilayah adalah menyerasikan berbagai kegiatan pembanguan sektor dan wilayah. Hal ini dimaksudkan agar pemanfaatan ruang dan sumberdaya yang ada didalamnya dapat optimal mendukung kegiatan kehidupan masyarakat sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan wilayah yang Pengembangan wilayah (regional development) merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilah, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah. Pengembangan wilayah sangat diperlukan karena kondisi social ekonomi, budaya dan geografis yang sangat berbeda antar suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Pada dasarnya pengembangan wilayah harus disesuaikan dengan kondisi, potensi dan permasalahan wilayah bersangkutan (Riyadi, 2002)

  Menurut Tarigan (2005), keberhasilan pembanguan wilayah dapat diukur dari beberapa parameter antara lain, meningkatnya pendapatan masyarakat, peningkatan lapangan pekerjaan, dan pemerataan pendapatan.

  Pembangunan masyarakat erat kaitannya denga pendapatan masyarakat. Tingkat pendapatan masyarakat dapat di ukur dengan total pendapatan wilayah maupun pendapatan rata-rata masyarakat pada daerah tersebut.

2.9. Penelitian Sebelumnya

  Penelitian tentang pasar tradisional yang telah dilakukan, memberikan gambaran yang hampir bersamaan tentang keberadaan pasar tradisional tersebut, penelitian terdahulu antaralain dilakukan oleh :

  Hakim (2003), menunjukkan peran pasar tradisonal terhadap pendapatan pedagang dan penyerapan tenaga kerja kaitannya dengan pengembangan wilayah berperan meningkatkan pendapatan pedagang, penyerapan tenaga kerja dan penerimaan PD Pasar Kota Medan terhadap PDRB.

  Haris (2001), melakukan studi tentang peranan pasar tradisional dalam meningkatkan pendapatan pedagang dan kaitannya dengan pengembangan wilayah kota Medan (studi kasus pasar tradisional di PD pasar Medan). Penelitian ini menghasilkan bahwa pemberian bantuan modal berdagang sangat membantu pedagang, dan secara umum modal yang diberikan semakin berkembang sehingga semakin banyak pedagang yang mendapatkan bantuan modal, pengenaan tarif kontribusi kepada pedagang berdasarkan luas tempat usaha, jenis barang yang didagangkan dan kelas pasar tempat berdagang.

  Sihombing (2010), melakukan penelitian mengenai peranan pasar tradisional dalam pengembangan wilayah (studi di kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang). Penelitian ini menghasilkan faktor modal, jam kerja, lokasi usaha, dan tingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap pendapatan pedagang tradisional pekerja sektor informal di kecamatan Deli Tua.

2.10. Kerangka Pemikiran

   Untuk mempermudah pemahaman tentang konsep penelitian ini, maka dapat PASAR TRADISION PEDAGANG TENAGA KERJA MODAL JAM KERJA PENGALAMAN KERJA LOKASI PENDAPATAN PEDAGANG PENDAPATAN ASLI DAERAH PENGEMBANGAN WILAYAH

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir

2.11. Hipotesis Penelitian 1.

  Modal, jam kerja, pengalaman kerja, dan lokasi usaha berpengaruh positif 2.

  Pasar baru panyabungan memberikan kontribusi yang positif terhadap Pendapatan Asli daerah.