Analisis Dampak Peningkatan Jalan Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo terhadap Pengembangan Wilayah

(1)

ANALISIS DAMPAK PENINGKATAN JALAN DESA KUTA

RAYAT KECAMATAN NAMAN TERAN KABUPATEN KARO

TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

TESIS

Oleh

EVARIANI BR SEMBIRING

097003058/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012

S

E K O L A H

P A

S C

A S A R JA NA


(2)

ANALISIS DAMPAK PENINGKATAN JALAN DESA KUTA

RAYAT KECAMATAN NAMAN TERAN KABUPATEN KARO

TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah dan Pedesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

EVARIANI BR SEMBIRING

097003058/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(3)

Judul Tesis : ANALISIS DAMPAK PENINGKATAN JALAN DESA KUTA RAYAT KECAMATAN NAMAN TERAN KABUPATEN KARO TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

Nama Mahasiswa : Evariani Br Sembiring Nomor Pokok : 097003058

Program Studi : Perencanaan Pengembangan Wilayah dan Pedesaan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Drs. Robinson Tarigan, MRP) (Ir. Jeluddin Daud, M.Eng

Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 19 Januari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Drs. Robinson Tarigan, MRP Anggota : 1. Ir. Jeluddin Daud, M.Eng

2. Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE 3. Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak 4. Dr. Rujiman, SE, MA


(5)

ANALISIS DAMPAK PENINGKATAN JALAN DESA KUTA RAYAT KECAMATAN NAMAN TERAN KABUPATEN KARO TERHADAP

PENGEMBANGAN WILAYAH

ABSTRAK

Kurang lancarnya aksesibilitas ke pusat bisnis, fasilitas umum dan pusat kegiatan masyarakat merupakan masalah utama bagi sebagian masyarakat miskin di pedesaan. Oleh karena itu pemerintah melakukan berbagai program pembangunan sarana dan prasarana pendesaan, diantaranya melalui PNPM. Salah satu pelaksanaan program tersebut adalah pembangunan jalan desa, di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana dampak peningkatan jalan desa terhadap peningkatan aksesibilitas masyarakat, peningkatan pendapatan masyarakat dan peningkatan harga lahan di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo, serta bagaimana korelasi peningkatan jalan terhadap pengembangan wilayah di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dampak peningkatan jalan desa terhadap peningkatan aksesibilitas masyarakat, peningkatan pendapatan masyarakat dan peningkatan harga lahan di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo, serta menganalisis korelasi peningkatan jalan terhadap pengembangan wilayah di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran sebanyak 433 rumah tangga. Sampel ditentukan sebanyak 82 orang dengan sistematik sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, daftar pertanyaan (questionaire) dan studi dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan uji beda rata-rata dan uji korelasi.

Berdasarkan hasil penelitian, bahwa peningkatan jalan desa berpengaruh positif terhadap peningkatan aksesibilitas masyarakat di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo. Dengan peningkatan jalan desa tersebut, waktu tempuh masyarakat ke sentra produksi pertanian menjadi lebih singkat. Peningkatan jalan desa berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan masyarakat di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo. Setelah perkerasan jalan pendapatan masyarakat meningkat rata-rata 34,4% per bulan dari kondisi sebelum peningkatan jalan. Peningkatan jalan ini juga menurunkan biaya angkut hasil-hasil pertanian di Desa Kuta Rayat. Peningkatan jalan desa berdampak positif terhadap peningkatan harga lahan di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo. Artinya bahwa peningkatan jalan meningkatkan harga lahan di Desa Kuta Rayat. Peningkatan jalan desa berkorelasi positif terhadap pengembangan wilayah yang berarti bahwa peningkatan jalan desa melalui perkerasan jalan menuju sentra produksi pertanian dapat meningkatkan pengembangan wilayah di Desa Kuta Rayat dan Kecamatan Naman Teran secara khusus.


(6)

Kata Kunci: Jalan Desa, Aksesibilitas, Pendapatan, Harga Lahan.


(7)

ANALYSIS IMPACT RAISING REGIONAL DEVELOPMENT IN THE RURAL ROADS OF KUTA RAYAT AND NAMAN TERAN

SUB DISTRICT

ABSTRACT

The smoothless accessibility to business centers, public facilities and community centers is a major problem for most rural poor. Therefore, the government create the various programs rural infrastructure development, particularly the PNPM. The one of the implementation of this program is the construction of village roads, in the village of Kuta Rayat Naman Teran Karo District. The Formulation of the problem in this study is how the impact of rural road upgrading to increase community access, to increased household incomes and to increased land prices in the village of Kuta rayat Naman Teran Karo District, as well as how the correlation of increased road towards regional development in the Naman Teran Karo District. The research objective was to determine the impact of rural road improvement to increase community access, increased household incomes and increasing land prices in the village of Kuta rayat Naman Teran Karo District, as well as analyzing the correlation of increased road towards regional development in the Naman Teran Karo District.

The population in this study were all residents in the village of Kuta district rayat Naman Teran, 433 households. Sample is 82 people by systematic sampling. The data collection through interviews, questionnaires (questionaire) and documentation study. Data analysis with the average different test and test of correlation.

Based on this research, that the improvement of village roads have a positive influence on improving the accessibility of the community in the Village Kuta Rayat Naman Teran Karo District. With an increase of village roads, the travel time to the centers of agricultural production becomes shorter. Improved rural roads had a positive impact on improving people's income in the village of Kuta Rayat Naman Teran Karo District. After the pavement incomes increased by an average 34.4% per month from thepast condition. Improved roads also reduce transport costs for agricultural products in the village of Kuta Rayat. Improved rural roads had a positive impact on increasing land prices in the village of Kuta Rayat Naman Teran Karo District. This means that the upgrading of roads increases the price of land in the village of Kuta Rayat. Improved rural roads were positively correlated to the development of the region which means that an increase of village roads through paving the way to the agricultural production centers can enhance regional development in the village of Kuta Rayat and Naman Teran Sub District specifically.


(8)

Keywords: Village Roads, Accessibility, Income, Land Prices.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul

“Analisis Dampak Peningkatan Jalan Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo terhadap Pengembangan Wilayah” yang dikaji dengan beberapa

pendekatan/analisis sebagai aplikasi pengetahuan yang didapat oleh penulis selama mengikuti perkuliahan pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada kesempatan ini tidak lupa saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan, terutama kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, Selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, Selaku Ketua Program Studi

Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Drs. Robinson Tarigan, MRP, Selaku Pembimbing I, yang telah

banyak membantu/membimbing saya dalam penyelesaian tesis ini.

4. Bapak Ir. Jeluddin Daud, M.Eng, Selaku Pembimbing II,yang telah banyak

membantu/membimbing saya dalam penyelesaian tesis ini.

5. Bapak/Ibu Dosen Penguji, Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, Ibu Prof. Erlina, SE. M.Si. Ph.D, Ak dan Bapak Dr. Rujiman, SE, MA yang telah banyak memberikan masukan dalam penyelesaian tesis ini.

6. Buat kedua orangtua saya S.Sembiring dan B. Br. Barus dan adik-adik saya dan

seluruh keluarga, saya ucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya yang telah memberikan dukungan doa dan semangat kepada


(10)

penulis dalam mengikuti pendidikan sehingga dapat menyelesaikan studi pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan tesis ini saya persembahkan terutama untuk kedua anak saya,Trisha Valeryn Melvainta dan Lakresha Arya Pranata.

7. Rekan–rekan mahasiswa Program Studi Perencanan Pembangunan Wilayah dan

Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara angkatan 2010 yang telah memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis.

8. Yusuf, Putra dan Pegawai Biro Administrasi Program Studi Perencanan

Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) yang memperlancar urusan administrasi selama penulis menjalani perkuliahan dan penyelesaian tesis ini.

Dengan segala kerendahan hati, Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu Penulis mengharapkan Saran dan Kritiknya sehingga nantinya dapat dipergunakan untuk penyempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat.

Medan, Januari 2012 Penulis

Evariani Br Sembiring


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis, Evariani Br Sembiring dilahirkan di Sukanalu pada tanggal 18 Januari 1977 dari ayah S. Sembiring dan ibu B. Br. Barus. Penulis

Pendidikan Formal Penulis,dimulai dari Pendidikan Dasar pada Sekolah Dasar Negeri 2 Sukanalu kabupaten Karo, selesai pada Tahun 1983, Sekolah Menengah Pertama pada SMP Negeri Tiga Jumpa kabupaten Karo, selesai pada Tahun 1989, Sekolah Menengah Atas pada SMA Negeri I Kabanjahe kabupaten Karo, selesai pada Tahun 1995, Pendidikan S-1 di Fakultas Teknik Sipil Universitas Katolik ST.Thomas Medan, dan selesai pada Tahun 2001.

merupakan putri sulung dari empat bersaudara.

Pengalaman bekerja penulis dimulai pada tahun 2003 dimana penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Karo. Pada tanggal 09 April 2009 penulis menduduki jabatan struktural sebagai Kepala Seksi Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Karo sampai sekarang dan jabatan fungsional diberikan tugas sebagai Pejabat Pembuat Komitmen pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Karo sampai saat ini.

Pada tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikan S-2 pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) konsentrasi Perencanaan Wilayah Kota (PWK), Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Pengembangan Wilayah ... 7

2.2. Konsep Pendekatan Pengembangan Desa ... 17

2.3. PNPM PISEW ... 21

2.4. Transportasi dan Interaksi antar Wilayah... ... 23

2.5. Pendapatan Masyarakat... ... 28

2.6. Penelitian Sebelumnya ... . 30

2.7. Kerangka Berpikir ... 31

2.8. Hipotesis ... 33

BAB III. METODE PENELITIAN ... 34

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 34

3.2. Populasi dan Sampel ... 34


(13)

3.3. Jenis dan Sumber Data ... 35

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 36

3.5. Metode Analisis Data ... 37

3.6. Definisi dan Batasan Operasional ... 38

BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 40

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 40

4.1.1. Geografis dan Fisil Wilayah... 40

4.1.2. Demografi ... 44

4.1.3. Penggunaan Lahan ... 40

4.1.4. Jalan Desa di Kabupaten Karo ... 48

4.2. Karakteristik Responden ... 50

4.3. Analisis Data dan Pembahasan ... 53

4.3.1. Tanggapan Responden ... 53

4.3.2. Dampak Peningkatan Jalan Desa ... 56

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

5.1. Kesimpulan ... 65

5.2. Saran ... 66


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1. Luas Wilayah Kabupaten Karo Berdasarkan Ketinggian ... 40

4.2. Luas Wilayah Kabupaten Karo Berdasarkan Kemiringan Lahan ... 41

4.3. Luas Wilayah Kecamatan di Kabupaten Karo ... 42

4.4. Luas Wilayah Kecamatan Naman Teran Berdasarkan Desa ... 43

4.5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 44

4.6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur ... 45

4.7. Jumlah Penduduk Berdasarkan Lapangan Pekerjaan ... 46

4.8. Penggunaan Lahan di Kecamatan Naman Teran ... 47

4.9. Luas Panen dan Produksi Sayur-sayuran di Kecamatan Naman Teran, 2010 ... 48

4.10. Kondisi Jalan menurut Jenisnya di Kecamatan Naman Teran ... 49

4.11. Pelaksanaan Program PNPM PISEW di Kecamatan Naman Teran ... 50

4.12. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ... 51


(15)

4.13. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... 51

4.14. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga ... 52

4.15. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan Rata-rata ... 52

4.16. Tanggapan Responden atas Indikator Peningkatan Jalan Desa ... 54

4.17. Tanggapan Responden atas Indikator Pengembangan Wilayah ... 55

4.18. Indikator Waktu Tempuh Masyarakat Desa Menuju Sentra Produksi ... 56

4.19. Perbedaan Harga Lahan di Desa Kuta Rayat ... 58

4.20. Uji t ... 58

4.21. Perbedaan Pendapatan Masyarakat Rata-rata Masyarakat di Desa Kuta Rayat ... 59

4.22. Uji t ... 59


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Hubungan Antar Elemen Pembangunan ... 11

2.2. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 32


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 71

2. Karakteristik Responden ... 75

3. Jawaban Responden terhadap Kuesioner ... 78

4. Perhitungan Harga Lahan dan Pendapatan pada Tahun 2010 atas Harga Tahun 2008 ... 83 5. T-Test ... 86

6. Uji Validitas dan Realiabilitas ... 88

7. Peta Lokasi Desa Kuta Rayat ... 90

8. Peta Kecamatan Naman Teran ... 91

9. Peta Kabupaten Karo ... 92

10. Peta Jaringan Jalan Kabupaten Karo ... 93

11. Kondisi Permukaan Jalan Sebelum Perkerasan Jalan Juma Perdeleng desa Kuta Rayat Kecamatan Namun Teran ... 94

12. Kondisi Permukaan Jalan Setelah Perkerasan Jalan Juma Perdeleng desa Kuta Rayat Naman Teran ... 93


(18)

ANALISIS DAMPAK PENINGKATAN JALAN DESA KUTA RAYAT KECAMATAN NAMAN TERAN KABUPATEN KARO TERHADAP

PENGEMBANGAN WILAYAH

ABSTRAK

Kurang lancarnya aksesibilitas ke pusat bisnis, fasilitas umum dan pusat kegiatan masyarakat merupakan masalah utama bagi sebagian masyarakat miskin di pedesaan. Oleh karena itu pemerintah melakukan berbagai program pembangunan sarana dan prasarana pendesaan, diantaranya melalui PNPM. Salah satu pelaksanaan program tersebut adalah pembangunan jalan desa, di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana dampak peningkatan jalan desa terhadap peningkatan aksesibilitas masyarakat, peningkatan pendapatan masyarakat dan peningkatan harga lahan di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo, serta bagaimana korelasi peningkatan jalan terhadap pengembangan wilayah di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dampak peningkatan jalan desa terhadap peningkatan aksesibilitas masyarakat, peningkatan pendapatan masyarakat dan peningkatan harga lahan di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo, serta menganalisis korelasi peningkatan jalan terhadap pengembangan wilayah di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran sebanyak 433 rumah tangga. Sampel ditentukan sebanyak 82 orang dengan sistematik sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, daftar pertanyaan (questionaire) dan studi dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan uji beda rata-rata dan uji korelasi.

Berdasarkan hasil penelitian, bahwa peningkatan jalan desa berpengaruh positif terhadap peningkatan aksesibilitas masyarakat di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo. Dengan peningkatan jalan desa tersebut, waktu tempuh masyarakat ke sentra produksi pertanian menjadi lebih singkat. Peningkatan jalan desa berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan masyarakat di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo. Setelah perkerasan jalan pendapatan masyarakat meningkat rata-rata 34,4% per bulan dari kondisi sebelum peningkatan jalan. Peningkatan jalan ini juga menurunkan biaya angkut hasil-hasil pertanian di Desa Kuta Rayat. Peningkatan jalan desa berdampak positif terhadap peningkatan harga lahan di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo. Artinya bahwa peningkatan jalan meningkatkan harga lahan di Desa Kuta Rayat. Peningkatan jalan desa berkorelasi positif terhadap pengembangan wilayah yang berarti bahwa peningkatan jalan desa melalui perkerasan jalan menuju sentra produksi pertanian dapat meningkatkan pengembangan wilayah di Desa Kuta Rayat dan Kecamatan Naman Teran secara khusus.


(19)

(20)

ANALYSIS IMPACT RAISING REGIONAL DEVELOPMENT IN THE RURAL ROADS OF KUTA RAYAT AND NAMAN TERAN

SUB DISTRICT

ABSTRACT

The smoothless accessibility to business centers, public facilities and community centers is a major problem for most rural poor. Therefore, the government create the various programs rural infrastructure development, particularly the PNPM. The one of the implementation of this program is the construction of village roads, in the village of Kuta Rayat Naman Teran Karo District. The Formulation of the problem in this study is how the impact of rural road upgrading to increase community access, to increased household incomes and to increased land prices in the village of Kuta rayat Naman Teran Karo District, as well as how the correlation of increased road towards regional development in the Naman Teran Karo District. The research objective was to determine the impact of rural road improvement to increase community access, increased household incomes and increasing land prices in the village of Kuta rayat Naman Teran Karo District, as well as analyzing the correlation of increased road towards regional development in the Naman Teran Karo District.

The population in this study were all residents in the village of Kuta district rayat Naman Teran, 433 households. Sample is 82 people by systematic sampling. The data collection through interviews, questionnaires (questionaire) and documentation study. Data analysis with the average different test and test of correlation.

Based on this research, that the improvement of village roads have a positive influence on improving the accessibility of the community in the Village Kuta Rayat Naman Teran Karo District. With an increase of village roads, the travel time to the centers of agricultural production becomes shorter. Improved rural roads had a positive impact on improving people's income in the village of Kuta Rayat Naman Teran Karo District. After the pavement incomes increased by an average 34.4% per month from thepast condition. Improved roads also reduce transport costs for agricultural products in the village of Kuta Rayat. Improved rural roads had a positive impact on increasing land prices in the village of Kuta Rayat Naman Teran Karo District. This means that the upgrading of roads increases the price of land in the village of Kuta Rayat. Improved rural roads were positively correlated to the development of the region which means that an increase of village roads through paving the way to the agricultural production centers can enhance regional development in the village of Kuta Rayat and Naman Teran Sub District specifically.


(21)

(22)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan pedesaan merupakan salah satu titik berat pembangunan Indonesia, karena sebagian besar masyarakat Indonesia tinggal di pedesaan. Namun demikian hingga saat ini masih terjadi kesenjangan antar wilayah, baik antar wilayah pedesaan maupuan antar desa dan kota. Berbagai upaya untuk mengatasi kesenjangan antar wilayah telah lama dilakukan oleh pemerintah melalui berbagai kebijakan dan program nasional. Dimulai pada tahun 1994, pemerintah menjalankan Program Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang kemudian dilanjutkan dengan program-program lainnya.

Program-program pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat lainnya adalah: PPK (Program Pengembangan Kecamatan) yang dilaksanakan Departemen Dalam Negeri, P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan) yang dilaksanakan Departemen Pekerjaan Umum, P4K (Proyek Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil) yang dilaksanakan Departemen Pertanian, PEMP (Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir) yang dilaksanakan Departemen Kelautan dan Perikanan, KUBE (Kelompok Usaha Bersama) yang dilaksanakan Departemen Sosial, dan lain-lain. Program-program tersebut berjalan sendiri-sendiri menurut kebijakan Departemen yang bersangkutan, tidak terintegrasi, parsial dan sektoral (Hadi, 2007). Kemudian sejak tahun 1998 beberapa perubahan paradigma yang mendasar telah terjadi di Indonesia, seperti desentralisasi, reformasi


(23)

sistem keuangan negara dan sistem perencanaan pembangunan nasional, yang mempengaruhi seluruh pelaksanaan program pemerintah, termasuk program mengatasi kesenjangan antar wilayah (Indratno, 2006).

Sesuai dengan perubahan tersebut, pemerintah mengembangkan suatu program dalam melakukan pengurangan kesenjangan antar wilayah, pengentasan kemiskinan, dan pengurangan tingkat pengangguran terbuka serta juga meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam melaksanakan desentralisasi pembangunan dan otonomi daerah. Program ini merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari program sebelumnya, yaitu Pengembangan Prasarana Perdesaan (P2D), dan disebut sebagai program Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) (Departemen PU, 2008).

Dalam operasionalnya, PNPM-PISEW terdiri dari enam kategori kegiatan, yaitu: pengembangan wilayah (kategori I), kegiatan penunjang peningkatan produksi pertanian (kategori II), prasarana pendukung peningkatan pemasaran pertanian (kategori III), prasarana air bersih dan lingkungan (kategori IV), prasarana pendukung pendidikan (kategori V), dan prasarana pendukung kesehatan (kategori VI). Keenam kategori tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok utama kegiatan, yaitu: pengembangan infrastruktur desa, kegiatan penunjang produksi pertanian, dan prasarana pendukung (dalam hal ini air bersih dan sanitasi lingkungan, pendidikan dan kesehatan).

Kurang lancarnya aksesibilitas ke pusat bisnis, fasilitas umum dan pusat kegiatan masyarakat merupakan masalah utama bagi sebagian masyarakat miskin di


(24)

pedesaan. Perbaikan aksesibilitas daerah pedesaan tidak hanya memperbaiki hubungan ke pusat bisnis, tetapi juga akan memperbaiki komunikasi melalui suatu jaringan. Secara umum ini berarti biaya yang lebih rendah untuk mendapatkan barang, untuk menuju daerah pedesaan, juga untuk menuju keluar dari daerah pedesaan, sehingga memudahkan hubungan antar daerah. Transportasi yang baik ke daerah pedesaan juga akan memudahkan bagi mereka yang tinggal di desa dan bekerja di kota untuk pulang balik kerja, tanpa harus berpindah ke kota.

Dengan dibangunnya sarana transportasi (dalam hal ini infrastruktur desa), kegiatan ekonomi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, khususnya dalam pembangunan pada kawasan yang mempunyai potensi ekonomi tinggi akan lebih mudah dikembangkan. Kegiatan ekonomi masyarakat ini akan berkembang apabila mempunyai prasarana dan sarana transportasi yang baik untuk aksesibilitas. Aksesibilitas ini dapat memacu proses interaksi antar wilayah sampai ke daerah yang paling terpencil sehingga tercipta pemerataan pembangunan (Kirmanto, 2005).

Salah satu wilayah yang memperoleh dana PNPM PISEW adalah Kecamatan Naman Teran di Kabupaten Karo, yang terdiri dari 14 desa. Salah satu desa yang memperoleh dana tersebut adalah Desa Kuta Rayat yang telah memperoleh dana PNPM PISEW sejak tahun 2009 untuk peningkatan infrastruktur dalam bentuk perkerasan jalan ke sentra produksi pertanian. Perbaikan akses jalan bagi masyarakat di Desa Kuta Rayat menjadi penting karena desa tersebut sebagai sentra pertanian membutuhkan infrastruktur jalan yang baik untuk memperlancar aksesibilitas masyarakat khususnya dalam hal pemasaran hasil-hasil pertanian. Dengan demikian


(25)

perbaikan akses jalan diharapkan memberikan dampak positif terhadap perekonomian dan aksesibilitas masyarakat yang dapat dilihat dari kelancaran arus barang dari dan ke Desa Kuta Rayat dibandingkan dengan keadaan sebelumnya perbaikan akses jalan dilakukan. Dengan semakin lancarnya arus transportasi tersebut akan mengurangi biaya dan waktu pengangkutan sehingga akan meningkatkan pendapatan masyarakat.

Kecamatan Naman Teran merupakan wilayah pertanian, dimana sebagian besar penduduknya (93,5%) bekerja di sektor pertanian, demikian juga dengan Desa Kuta Rayat (Kecamatan Naman Teran Dalam Angka, 2010). Sebelum dilakukan perkerasan, kondisi jalan tersebut adalah jalan tanah, dimana pada saat musim hujan akan menjadi lumpur sehingga sulit dilalui, padahal jalan tersebut merupakan akses utama sebagian masyarkat menuju ladang. Disebabkan kondisi jalan tersebut, maka para petani akan mengeluarkan biaya atau ongkos angkut hasil pertanian yang lebih mahal serta waktu tempuh yang lebih lama. Pada musim hujan petani sering mengalami kerugian karena hasil produksi pertanian tidak dapat diangkut sebagaimana mestinya. Pembangunan infrastruktur yang dilakukan sejak tahun 2009 diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas masyarakat, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan pengembangan wilayah Kecamatan Naman Teran. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dilakukan studi untuk mengetahui dampak peningkatan jalan desa di Kuta Rayat terhadap pengembangan wilayah.


(26)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan permasalahan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana dampak peningkatan jalan desa terhadap peningkatan aksesibilitas

masyarakat di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo ?

2. Bagaimana dampak peningkatan jalan desa terhadap peningkatan pendapatan

masyarakat di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo ?

3. Bagaimana dampak peningkatan jalan desa terhadap peningkatan harga lahan di

Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo ?

4. Bagaimana korelasi peningkatan jalan desa terhadap pengembangan wilayah di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo ?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian adalah:

1. Untuk menganalisis dampak peningkatan jalan desa terhadap peningkatan

aksesibilitas masyarakat di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo.

2. Untuk menganalisis dampak peningkatan jalan desa terhadap peningkatan

pendapatan masyarakat di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo.

3. Untuk menganalisis dampak peningkatan jalan desa terhadap peningkatan harga

lahan di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo.


(27)

4. Untuk menganalisis korelasi peningkatan jalan terhadap pengembangan wilayah di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian adalah:

1. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi pemerintah Kabupaten,

Kecamatan dan Desa dalam upaya meningkatkan pembangunan pedesaan.

2. Sebagai bahan informasi bagi Pemerintah Kabupaten Karo dalam penyusunan

strategi pembangunan pedesaan.

3. Sebagai bahan referensi dalam ilmu pengetahuan tentang infrastruktur pedesaan


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengembangan Wilayah

Pengembangan wilayah merupakan strategi memanfaatkan dan mengkombinasikan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan tantangan) yang ada sebagai potensi dan peluang yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi wilayah akan barang dan jasa yang merupakan fungsi dari kebutuhan baik secara internal maupun eksternal wilayah. Faktor internal ini berupa sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya teknologi, sedangkan faktor eksternal dapat berupa peluang dan ancaman yang muncul seiring dengan interaksinya dengan wilayah lain.

Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Menurut Rustiadi, et al. (2011) wilayah dapat didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik tertentu di mana komponen-komponen wilayah tersebut satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Sehingga batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat dinamis. Komponen-komponen wilayah mencakup komponen biofisik alam, sumberdaya buatan (infrastruktur), manusia serta bentuk-bentuk

7


(29)

kelembagaan. Dengan demikian istilah wilayah menekankan interaksi antar manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di dalam suatu batasan unit geografis tertentu.

Konsep wilayah yang paling klasik (Hagget, Cliff dan Frey, 1977 dalam Rustiadi et al., 2011) mengenai tipologi wilayah, mengklasifikasikan konsep wilayah ke dalam tiga kategori, yaitu: (1) wilayah homogen (uniform/homogenous region); (2) wilayah nodal (nodal region); dan (3) wilayah perencanaan (planning region atau

programming region). Sejalan dengan klasifikasi tersebut, (Glason, 1974 dalam

Tarigan, 2010) berdasarkan fase kemajuan perekonomian mengklasifikasikan region/wilayah menjadi: 1) fase pertama yaitu wilayah formal yang berkenaan dengan keseragaman/homogenitas. Wilayah formal adalah suatu wilayah geografik yang seragam menurut kriteria tertentu, seperti keadaan fisik geografi, ekonomi, sosial dan politik. 2) fase kedua yaitu wilayah fungsional yang berkenaan dengan koherensi dan interdependensi fungsional, saling hubungan antar bagian-bagian dalam wilayah tersebut. Kadang juga disebut wilayah nodal atau polarized region dan terdiri dari satuan-satuan yang heterogen, seperti desa-kota yang secara fungsional saling berkaitan. 3) fase ketiga yaitu wilayah perencanaan yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi.

Menurut Saefulhakim, dkk (2002) wilayah adalah satu kesatuan unit geografis yang antar bagiannya mempunyai keterkaitan secara fungsional. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan pewilayahan (penyusunan wilayah) adalah pendelineasian unit geografis berdasarkan kedekatan, kemiripan, atau intensitas hubungan fungsional


(30)

(tolong menolong, bantu membantu, lindung melindungi) antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Wilayah Pengembangan adalah pewilayahan untuk tujuan pengembangan/pembangunan/development. Tujuan-tujuan pembangunan terkait dengan lima kata kunci, yaitu: (1) pertumbuhan; (2) penguatan keterkaitan; (3) keberimbangan; (4) kemandirian; dan (5) keberlanjutan. Sedangkan konsep wilayah perencanaan adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan sifat-sifat tertentu pada wilayah tersebut yang bisa bersifat alamiah maupun non alamiah yang sedemikian rupa sehingga perlu direncanakan dalam kesatuan wilayah perencanaan.

Pembangunan merupakan upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Sedangkan menurut Anwar (2005), pembangunan wilayah dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan wilayah yang mencakup aspek-aspek pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan yang berdimensi lokasi dalam ruang dan berkaitan dengan aspek sosial ekonomi wilayah. Pengertian pembangunan dalam sejarah dan strateginya telah mengalami evolusi perubahan, mulai dari strategi pembangunan yang menekankan kepada pertumbuhan ekonomi, kemudian pertumbuhan dan kesempatan kerja, pertumbuhan dan pemerataan, penekanan kepada kebutuhan dasar (basic need

approach), pertumbuhan dan lingkungan hidup, dan pembangunan yang

berkelanjutan (suistainable development).

Pendekatan yang diterapkan dalam pengembangan wilayah di Indonesia sangat beragam karena dipengaruhi oleh perkembangan teori dan model


(31)

pengembangan wilayah serta tatanan sosial-ekonomi, sistim pemerintahan dan administrasi pembangunan. Pendekatan yang mengutamakan pertumbuhan tanpa memperhatikan lingkungan, bahkan akan menghambat pertumbuhan itu sendiri (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2003). Pengembangan wilayah dengan memperhatikan potensi pertumbuhan akan membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan melalui penyebaran penduduk lebih rasional, meningkatkan kesempatan kerja dan produktifitas (Mercado, 2002).

Menurut Alkadri (2001) pengembangan adalah kemampuan yang ditentukan oleh apa yang dapat dilakukan dengan apa yang dimiliki untuk meningkatkan kualitas hidup. Kata pengembangan identik dengan keinginan menuju perbaikan kondisi disertai kemampuan untuk mewujudkannya. Pendapat lain bahwa pengembangan adalah suatu proses untuk mengubah potensi yang terbatas sehingga mempengaruhi timbulnya potensi yang baru, dalam hal ini termasuk mencari peluang yang ada dalam kelompok-kelompok yang berbeda yang tidak semuanya mempunyai potensi yang sama (Budiharsono, 2002).

Prod’homme dalam Alkadri (2001) mendefinisikan pengembangan wilayah sebagai program yang menyeluruh dan terpadu dari semua kegiatan dengan memperhitungkan sumber daya yang ada dan kontribusinya pada pembangunan suatu wilayah. Pendapat lain menyebutkan pengembangan wilayah adalah upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah dan menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah. Pengembangan wilayah sangat diperlukan karena kondisi sosial ekonomi, budaya dan geografis yang berbeda


(32)

antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Pada dasarnya pengembangan wilayah harus disesuaikan dengan kondisi, potensi dan permasalahan wilayah yang bersangkutan (Riyadi dalam Ambardi dan Socia, 2002).

Lebih jelas Zen dalam Alkadri (2001) menggambarkan tentang pengembangan wilayah sebagai hubungan yang harmonis antara sumber daya alam, manusia, dan teknologi dengan memperhitungkan daya tampung lingkungan dalam memberdayakan masyarakat, seperti terlihat pada Gambar 2.1.

Sumber: Zen, 1999.

Gambar 2.1. Hubungan Antar Elemen Pembangunan

Pada umumnya pengembangan wilayah mengacu pada perubahan produktivitas wilayah, yang diukur dengan peningkatan populasi penduduk, kesempatan kerja, tingkat pendapatan, dan nilai tambah industri pengolahan. Selain definisi ekonomi, pengembangan wilayah mengacu pada pengembangan sosial, berupa aktivitas kesehatan, pendidikan, kualitas lingkungan, kesejahteraan dan

Sumber Daya Alam

Teknologi

Pengembangan Wil h

Sumber Daya Manusia


(33)

lainnya. Pengembangan wilayah lebih menekankan pada adanya perbaikan wilayah secara bertahap dari kondisi yang kurang berkembang menjadi berkembang, dalam hal ini pengembangan wilayah tidak berkaitan dengan eksploitasi wilayah.

Tujuan pengembangan wilayah mengandung 2 (dua) sisi yang saling berkaitan yaitu sisi sosial dan ekonomis. Dengan kata lain pengembangan wilayah adalah merupakan upaya memberikan kesejahteraan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, misalnya menciptakan pusat-pusat produksi, memberikan kemudahan prasarana dan pelayanan logistik dan sebagainya (Triutomo, 2001).

Pengembangan wilayah dalam jangka panjang lebih ditekankan pada pengenalan potensi sumber daya alam dan potensi pengembangan lokal wilayah yang mampu mendukung (menghasilkan) pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan sosial masyarakat, termasuk pengentasan kemiskinan, serta upaya mengatasi kendala pembangunan yang ada di daerah dalam rangka mencapai tujuan pembangunan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam rencana pembangunan nasional, pengembangan wilayah lebih ditekankan pada penyusunan paket pengembangan wilayah terpadu dengan mengenali sektor strategis (potensial) yang perlu dikembangkan di suatu wilayah (Friedmann & Allonso, 2008).

Sedangkan pengembangan wilayah sangat dipengaruhi oleh komponen-komponen tertentu seperti (Friedman and Allonso, 2008):

a) Sumber daya lokal. Merupakan kekuatan alam yang dimiliki wilayah tersebut


(34)

daya lokal harus dikembangkan untuk dapat meningkatkan daya saing wilayah tersebut.

b) Pasar. Merupakan tempat memasarkan produk yang dihasilkan suatu wilayah

sehingga wilayah dapat berkembang.

c) Tenaga kerja. Tenaga kerja berperan dalam pengembangan wilayah sebagai

pengolah sumber daya yang ada.

d) Investasi. Semua kegiatan dalam pengembangan wilayah tidak terlepas dari

adanya investasi modal. Investasi akan masuk ke dalam suatu wilayah yang memiliki kondisi kondusif bagi penanaman modal.

e) Kemampuan pemerintah. Pemerintah merupakan elemen pengarah

pengembangan wilayah. Pemerintah yang berkapasitas akan dapat mewujudkan pengembangan wilayah yang efisien karena sifatnya sebagai katalisator pembangunan.

f) Transportasi dan Komunikasi. Transportasi dan komunikasi berperan sebagai

media pendukung yang menghubungkan wilayah satu dengan wilayah lainnya. Interaksi antara wilayah seperti aliran barang, jasa dan informasi akan sangat berpengaruh bagi tumbuh kembangnya suatu wilayah.

g) Teknologi. Kemampuan teknologi berpengaruh terhadap pemanfaatan sumber

daya wilayah melalui peningkatan output produksi dan keefektifan kinerja sektor-sektor perekonomian wilayah.


(35)

Pengembangan wilayah adalah upaya pembangunan dalam suatu wilayah administratif atau kawasan tertentu agar tercapai kesejahteraaan (people property) melalui pemanfaatan peluang-peluang dan pemanfaatan sumber daya secara optimal, efisien, sinergi dan berkelanjutan dengan cara menggerakkan kegiatan-kegiatan ekonomi, penciptaan iklim kondusif, perlindungan lingkungan dan penyediaan prasarana dan sarana. Pada dasarnya komponen utama untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dalam suatu wilayah adalah kemajuan ekonomi wilayah bersangkutan.

2.1.1. Pengembangan Wilayah Sistem Top Down

Sistem pengembangan wilayah di Indonesia sebelum otonomi daerah dilaksanakan secara top down, baik kebijakan perluasan wilayah administratif maupun pembentukan wilayah kawasan ekonomi. Hal yang sama juga dilakukan dalam pembentukan kawasan khusus yang mengutamakan landasan kepentingan nasional yang mencerminkan karakteristik pendekatan regionalisasi sentralistik. Dalam hal ini aspek pengambilan keputusan dilaksanankan secara top down (Abdurrahman, 2005).

Rondinelli dalam Rustiadi (2006) mengidentifikasikan tiga konsep pengembangan kawasan, yakni (1) konsep kutup pertumbuhan (growth pole), (2) integrasi (keterpaduan) fungsional-spasial, dan (3) pendekatan decentralized

territorial. Di Indonesia konsep growth pole dirintis mulai tahun delapan puluhan

yaitu dengan menekankan investasi massif pada industri-industri padat modal di pusat-pusat urban terutama di Jawa di mana banyak tenaga kerja, dengan harapan


(36)

dapat menciptakan penyebaran pertumbuhan (spread effect) atau efek tetesan ke bawah (trickle down effect) dan berdampak luas terhadap pembangunan ekonomi wilayah. Indikator ekonomi nasional sangat bagus hingga tahun 1997, namun dampaknya bagi pembangunan daerah lain sangat terbatas. Kenyataannya teori ini gagal menjadi pendorong utama (prime over) pertumbuhan ekonomi wilayah. Sebaliknya kecenderungan yang terjadi adalah penyerapan daerah sekelilingnya dalam hal bahan mentah, modal, tenaga kerja dan bakat-bakat enterpreneur. Hal ini menyebabkan kesenjangan antar daerah.

Perencanaan dan aplikasi pembangunan dengan paradigma top down (sentralistik) tidak dapat membuat perubahan sehingga mulai dievaluasi dan secara bertahap berubaah menjadi sistem bottom up, dimulai sejak tahun 1998 dengan diundangkannya kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah pada tahun 1999 yang baru diaplikasikan pada tahun 2001. Perubahan dari paradigma sentralistik pasca otonomi daerah tidak serta merta hilang, namun secara berangsur-angsur mulai beralih pola ke arah bottom up. Peluang pembangunan wilayah secara nonstruktural, berdasarkan inisiatif lokal dan dikelola tanpa memiliki keterikatan struktural administratif terhadap hirarki yang diatasnya.

2.1.2. Pengembangan Wilayah Sistem Bottom Up

Pendekatan teknis kewilayahan melalui pendekatan homogenitas atau sistem fungsional mengalami proses yang lebih kompleks karena pelaksanaannya meliputi aspek kesepakatan atau komitmen para aktor regional dalam memadukan kekuatan


(37)

endogen (Abdurrahman, 2005). Kemudian Rustiadi (2006) menambahkan bahwa konsep integrasi fungsional-spasial seperti yang pernah dicetuskan oleh Rondinelli berupa pengembangan pusat-pusat pertumbuhan dengan berbagai ukuran dan karakteristik fungsional secara terpadu perlu dikembangkan untuk memfasilitasi dan memberi pelayanan regional secara lebih luas.

Salah satu bentuk konsep ini adalah wilayah agropolitan yang dirancang pertama kali oleh Friedman, Mc Dauglas, 1978 yang merupakan rancangan pembangunan dari bawah (development from below) sebagai reaksi dari pembangunan top down (development from above). Agropolitan merupakan distrik atau region selektif yang dirancang agar pembangunan digali dari jaringan kekuatan lokal ke dalam yang kuat baru terbuka keluar (Sugiono, 2002).

Namun dimensi ruang (spatial) memiliki arti yang penting dalam konteks pengembangan wilayah, karena ruang dapat menciptakan konflik dan pemicu kemajuan bagi individu dan masyarakat. Secara kuantitas ruang adalah terbatas dan secara kualitas ruang memiliki karakteristik dan potensi yang berbeda-beda. Maka dari itu intervensi terhadap kekuatan pasar (planning) yang berwawasan keruangan memegang peranan yang sangat penting dalam formulasi kebijakan pengembangan wilayah. Sehingga keserasian berbagai kegiatan pembangunan sektor dan wilayah dapat diwujudkan, dengan memanfaatan ruang dan sumber daya yang ada didalamnya guna mendukung kegiatan kehidupan masyarakat (Riyadi dalam Ambardi, 2002).

Sebagai suatu sistem yang kompleks perlu intervensi isolasi dalam proses integrasi kedalam dengan kontrol dan subsidi yang mencegah proses infiltrasi dari


(38)

luar (Sugiono, 2002). Namun karena penerapan program agropolitan yang berjalan seiring dengan proses globalisasi maka proteksi wilayah sulit dilakukan.

Jadi ada dua sisi yang saling tarik menarik dan keduanya juga saling bertolak belakang. Di mana satu sisi dibutuhkan kemandirian dalam pengembangkan wilayah sementara disisi lainnya dibutuhkan proteksi atau kekuatan central agar satu dan lain hal dapat dikondisikan untuk mencapai tujuan yang ideal. Sementara itu hal lain yang juga berpengaruh besar adalah adanya kekuatan globalisasi yang tidak memungkinkan bagi pemerintah untuk mengatur segala sesatunya sesuai dengan konsep yang dicanangkan. Ada beberapa perubahan yang terjadi sesuai dengan berjalannya proses pembangunan itu sendiri.

2.2. Konsep Pendekatan Pembangunan Desa

Pendekatan pembangunan dapat dilihat dari dua sisi, pertama Pembangunan yang bertitik tolak pada pembangunan manusia (people centerred development), konsep pembangunan ini menekankan bahwa manusia adalah subjek pembangunan, sehingga memandang manusia bukan hanya sebagai faktor produksi namun memandang manusia sebagai individu yang harus ditingkatkan kapabilitasnya agar dapat menentukan pilihan-pilihan hidupnya (Indratno, 2006).

Kedua, pendekatan pembangunan yang berorientasi pada produksi (fisik) atau

production centered development, konsep pembangunan ini menekankan bahwa

keberhasilan pembangunan hanya diukur seberapa besar peningkatan produksi setiap periode dan memandang bahwa manusia sebagai objek pembangunan artinya manusia


(39)

hanya dipandang sebagai faktor produksi, sehingga peningkatan keterampilan atau keahlian manusia hanya dipandang salah satu peningkatan faktor produksi agar output yang dihasilkan meningkat (Dirjen Cipta Karya, 2007).

Oleh karena itu ukuran keberhasilan pembangunan yang didasarkan pada peningkatan produksi atau yang biasa disebut peningkatan pertumbuhan ekonomi hanya merupakan necessery condition namun bukan sufficient condition. Dengan kata lain pembangunan secara utuh harus mencakup pembangunan secara fisik yang diindikasikan sebagai peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang diindikasikan sebagai peningkatan derajat kesehatan dan pendidikannya.

Upaya pembangunan desa antara lain diwujudkan dengan dilakukannya pemilihan Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa (KTP2D) (cek image 020). KTP2D adalah satu satuan kawasan perdesaan sebagaimana tercantum dalam UU No. 24/1992, yang terdiri dari desa pusat dan desa-desa lain sebagai desa pendukungnya, yang memiliki keunggulan strategis berupa:

a. Peran kawasan ini bagi pertumbuhan dan pengembangan potensi kawasan

perdesaan lain di sekitamya,

b. Keuntungan ekonomis (economic scale) guna mengembangkan potensi

andalannya,

c. Memiliki fasilitas pelayanan sosial ekonomi serta tingkat aksesibilitas yang relatif lebih baik di bandingkan dengan kawasan perdesaan disekitarnya.


(40)

Minat yang makin besar pada pusat wilayah perdesan adalah akibat dari strategi ‘kebutuhan pokok” yang memberikan perhatian yang besar pada pemerataan dalam pembagian hasil usaha pembangunan nasional. Strategi “kebutuhan pokok” itu bukan hanya meliputi kebutuhan sosial seperti pendidikan dan kesehatan saja, tetapi mengusahakan juga perbaikan pendapatan bagi penduduk miskin di wilayah perdesaan (Dirjen Cipta Karya, 2007).

Rural Centre Planning (Perencanaan Pusat Wilayah Perdesaan) bertujuan

untuk mengadakan perbaikan dalam hal sosial-ekonomi. Titik berat pada Perencanaan Pusat Wilayah Perdesaan adalah: perencanaan dan penyebaran, yang harus diperhatikan adalah (Jayadinata, 1999):

1. Pengembangan wilayah perdesaan dapat berjalan lancar, jika fasilitas dan

pelayanan yang mendorong produksi berlokasi di pusat wilayah perdesaan.

2. Pengembangan perdesaan macam ini, didasarkan akan hirarki pusat perdesaan,

misalnya: ibukota propinsi, ibukota kabupaten, ibukota kecamatan dan pusat wilayah perdesaan.

3. Perencanaan dilakukan untuk tiap satuan wilayah (yang mungkin dapat

dibagi-bagi lagi) yang ditentukan dengan batas menurut keadaan faktor geografis atau faktor administratif atau faktor ekonomi.

Pusat-pusat perdesaan (rural centres) direncanakan dengan hubungan hirarki permukiman dari sistem perkotaan, menurut teori tempat memusat, atau “centre

place”. Pusat-pusat wilayah perdesaan dibentuk di tempat-tempat tertentu (kota,

kecamatan atau beberapa pusat dalam satu kecamatan atau satu pusat untuk dua


(41)

kecamatan). Dengan pembentukan pusat-pusat antara wilayah perdesaan dan wilayah perkotaan akan terdapat interaksi yang lebih baik. Karena model pusat wilayah perdesaan itu berfungsi untuk memperbaiki ketidak seimbangan, maka perencana cenderung untuk menyebar pusat-pusat sebanyak mungkin. Dengan sistem “central place” dalam wilayah perdesaan terdapat pemusatan dari usaha pengembangan.

Menurut keterangan Rodinelli dan Ruddl (1979) dalam Indratno (2006):

1. Penempatan kegiatan sosial-ekonomi yang terpusat dalam suatu pusat wilayah

perdesaan tertentu, keuntungannya lebih tinggi dan penjalaran pembangunan berlaku lebih baik.

2. Pusat wilayah perdesaan yang menghubungkan dengan perekonomian di wilayah

hinterland, seperti: pasar, kantor pesanan, dan sebagainya, menambah kesempatan kerja.

3. Pusat wilayah perdesaan yang mempunyai prasarana yang lengkap dapat menarik

orang-orang yang ingin maju dan wiraswasta yang berbobot, sehingga dapat terciptakan lingkungan yang baik bagi investasi baru.

4. Keuntungan dari investasi yang dari waktu dahulu, dapat membentuk modal baru

dan memungkinkan pertumbuhan.

5. Investasi dalam prasarana dan utilitas dapat menarik kegiatan ekonomi baru.

6. Pemusatan prasarana sosial-ekonomi mendorong pembuatan jalan-jalan baru dan

hal ini menarik kegiatan sosial ekonomi baru.

7. Lokasi kegiatan ekonomi, fasilitas sosial dan bermacam-macam prasarana yang


(42)

baru bagi bahan mentah serta barang setengah jadi, dan memberikan keuntungan bagi para produsen.

Terkait dengan pemenuhan kebutuhan terhadap “basic need” bagi masyarakat perdesaan, baik secara ekonomi maupun social, maka fungsi dan peranan rural center planning tersebut meliputi:

1. Pemasaran/koleksi dari surplus produksi pertanian (sebagai kebalikan dari

distribusi).

2. Penyediaan/distribusi input-input pertanian yang penting, seperti pupuk,

perlengkapan peralatan, kredit, fasilitas reparasi.

3. Penyediaan fasilitas pengolahan hasil pertanian baik untuk kebutuhan subsisten

maupun untuk tujuan pemasaran.

4. Penyediaan pelayanan sosial

2.3. PNPM-PISEW

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah PNPM-PISEW adalah salah satu program inti dari PNPM yang memiliki kriteria berorientasi pada konsep "Community Driven Development (CDD)" dan "Labor Intensive Activities (LIA)". Sebagai bagian dari PNPM, PISEW memiliki 3 (tiga) tujuan utama, yaitu pertama, mengurangi kesenjangan antarwilayah dengan cara membentuk dan membangun Kawasan Strategis Kabupaten (KSK), kedua, memperkuat lembaga Pemerintah Daerah dan institusi lokal di tingkat desa, yang akan dilaksanakan melalui pelaksanaan diseminasi, sosialisasi dan pelatihan di


(43)

berbagai tingkatan pemerintahan serta pelaksanaan musyarawarah, forum-forum konsultasi dan pendampingan yang melibatkan masyarakat, dari tingkat desa sampai kecamatan, dan ketiga, sebagai tujuan akhir adalah mengurangi tingkat kemiskinan dan angka pengangguran. Kesemua tujuan tersebut akan diupayakan melalui pendekatan percepatan pembangunan ekonomi masyarakat yang berbasis sumberdaya lokal melalui pembangunan sarana prasarana sosial dan ekonomi dasar di perdesaan (Dirjen Cipta Karya, 2008).

Tujuan kegiatan PNPM-PISEW terdiri dari dua komponen, yaitu kegiatan penyediaan infrastruktur dasar perdesaan skala kecil, dan penyelenggaraan pelatihan dan pendampingan masyarakat dan aparat pemerintah daerah. Infrastruktur dasar perdesaan skala kecil mencakup 6 (enam) kategori, yaitu: (i) transportasi; (ii) peningkatan produksi pertanian; (iii) peningkatan pemasaran pertanian; (iv) air bersih dan sanitasi lingkungan; (v) pendidikan; dan (vi) kesehatan.

Pembentukan dan penguatan Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) diarahkan sebagai pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten, sehingga PNPM-PISEW juga diharapkan dapat menjadi bagian dari pelaksanaan UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Pada akhirnya, kegiatan PNPM-PISEW diharapkan dapat membuka dan mengembangkan potensi lokal, sehingga kegiatan ekonomi dan sosial perdesaan yang terbangun dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Dengan demikian diharapkan tingkat kemiskinan dan angka pengangguran, khususnya di wilayah perdesaan, dapat menurun sejalan dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat perdesaan setempat.


(44)

Dalam pelaksanaan program, proses perencanaan PNPM-PISEW yang dilakukan secara partisipatif, diarahkan sebagai wujud pelaksanaan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) sebagaimana tertuang dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang SPPN. Usulan kegiatan partisipatif PNPM-PISEW akan dapat mengisi dan merupakan bagian dari pelaksanaan Rencana Strategis Daerah (Renstrada) dari masing-masing kecamatan dan kabupaten peserta. Dengan demikian diharapkan kegiatan PNPM-PISEW dapat bersinergi dengan kegiatan lainnya dari program pembagunan daerah terkait, dan memiliki kontribusi dalam pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang merupakan penjabaran dari RPJM Nasional.

Dari sisi penyelenggaraan pemerintahan daerah, penguatan proses penyusunan renstrada kecamatan dan kabupaten oleh PNPM-PISEW ini diharapkan dapat memperkuat proses Otonomi Daerah dan Desentralisasi sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, di mana perihal renstrada kecamatan secara khusus tertuang dalam PP No.19 Tahun 2008 tentang Kecamatan.

2.4. Transportasi dan Interaksi antar Wilayah

Suatu wilayah tertentu bergantung pada wilayah lain. Demikian juga wilayah lain memiliki ketergantungan pada wilayah tertentu. Diantara wilayah-wilayah tersebut, terdapat wilayah-wilayah tertentu yang memiliki kelebihan dibanding yang lain sehingga wilayah tersebut memiliki beberapa fasilitas yang mampu melayani kebutuhan penduduk dalam radius yang lebih luas, sehingga penduduk pada radius


(45)

tertentu akan mendatangi wilayah tersebut untuk memperoleh kebutuhan yang diperlukan.

Morlok (2005) mengemukakan bahwa akibat adanya perbedaan tingkat pemilikan sumberdaya dan keterbatasan kemampuan wilayah dalam mendukung kebutuhan penduduk suatu wilayah menyebabkan terjadinya pertukaran barang, orang dan jasa antar wilayah. Pertukaran ini diawali dengan proses penawaran dan permintaan. Sebagai alat bantu proses penawaran dan permintaan yang perlu dihantarkan menuju wilayah lain diperlukan sarana transportasi. Sarana transportasi yang memungkinkan untuk membantu mobilitas berupa angkutan umum.

Dalam menyelenggarakan kehidupannya, manusia mempergunakan ruang tempat tinggal yang disebut permukiman yang terbentuk dari unsur-unsur working,

opportunities, circulation, housing, recreation, and other living facilities (Coley,

1994). Unsur circulation adalah jaringan transportasi dan komunikasi yang ada dalam permukiman. Sistem transportasi dan komunikasi meliputi sistem internal dan eksternal. Jenis yang pertama membahas sistem jaringan yang ada dalam kesatuan permukiman itu sendiri. Jenis yang kedua membahas keadaan kualitas dan kuantitas jaringan yang menghubungkan permukiman satu dengan permukiman lainnya di dalam satu kesatuan permukiman.

Perpindahan manusia dan barang dari satu tempat ke tempat lain selalu melalui jalur-jalur tertentu. Tempat asal dan tempat tujuan dihubungkan satu sama lain dengan suatu jaringan (network) dalam ruang. Jaringan tersebut dapat berupa jaringan jalan, yang merupakan bagian dari sistem transportasi. Transportasi


(46)

merupakan hal yang penting dalam suatu sistem, karena tanpa transportasi perhubungan antara satu tempat dengan tempat lain tidak terwujud secara baik (Schipper, 2002).

Hurst (1974) dalam Rustiadi, dkk (2011) mengemukakan bahwa interaksi antar wilayah tercermin pada keadaan fasilitas transportasi serta aliran orang, barang, maupun jasa. Transportasi merupakan tolok ukur dalam interaksi keruangan antar wilayah dan sangat penting peranannya dalam menunjang proses perkembangan suatu wilayah. Wilayah dengan kondisi geografis yang beragam memerlukan keterpaduan antar jenis transportasi dalam melayani kebutuhan masyarakat. Pada dasarnya, sistem transportasi dikembangkan untuk menghubungkan dua lokasi guna lahan yang mungkin berbeda. Transportasi digunakan untuk memindahkan orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain sehingga mempunyai nilai ekonomi yang lebih meningkat.

Dengan transportasi yang baik, akan memudahkan terjadinya interaksi antara penduduk lokal dengan dunia luar. Keterisolasian merupakan masalah pertama yang harus ditangani. Transportasi berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan produsen dengan konsumen dan meniadakan jarak diantara keduanya. Jarak tersebut dapat dinyatakan sebagai jarak waktu maupun jarak geografis. Jarak waktu timbul karena barang yang dihasilkan hari ini mungkin belum dipergunakan sampai besok. Jarak atau kesenjangan ini dijembatani melalui proses penggudangan dengan teknik tertentu untuk mencegah kerusakan barang yang bersangkutan.


(47)

Transportasi erat sekali dengan penggudangan atau penyimpanan karena keduanya meningkatkan manfaat barang. Angkutan menyebabkan barang dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain sehingga bisa dipergunakan di tempat barang itu tidak didapatkan. Dengan demikian menciptakan manfaat tempat. Penyimpanan atau penggudangan juga memungkinakan barang disimpan sampai dengan waktu dibutuhkan dan ini berarti memberi manfaat waktu (Coley, 1994). Pembangunan suatu jalur transportasi maka akan mendorong tumbuhnya fasilitas-fasilitas lain yang tentunya bernilai ekonomis.

Perbedaan sumberdaya yang ada di suatu daerah dengan daerah lain mendorong masyarakat untuk melakukan mobilitas sehingga dapat memenuhi kebutuhannya. Dalam proses mobilitas inilah transportasi memiliki peranan yang penting untuk memudahkan dan memperlancar proses mobilitas tersebut. Proses mobilitas ini tidak hanya sebatas oleh manusia saja, tetapi juga barang dan jasa. Dengan demikian nantinya interaksi antar daerah akan lebih mudah dan dapat mengurangi tingkat kesenjangan antar daerah.

Kebutuhan akan pergerakan bersifat kebutuhan turunan. Pergerakan terjadi karena adanya proses pemenuhan kebutuhan. Pergerakan tidak akan terjadi seandainya semua kebutuhan tersebut menyatu dengan permukiman. Namun pada kenyataannya semua kebutuhan manusia tidak tersedia di satu tempat. Atau dengan kata lain lokasi kegiatan tersebar secara heterogen di dalam ruang. Dengan demikian perlu adanya pergerakan dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan.


(48)

Dalam melakukan pergerakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, penduduk mempunyai dua pilihan yaitu bergerak dengan moda transportasi dan tanpa moda transpotasi (berjalan kaki). Pergerakan tanpa moda tranportasi biasanya berjarak pendek, sedangkan pergerakan dengan moda transportasi berjarak sedang atau jauh. Transportasi merupakan penghubung utama antara dua daerah yang sedang berinteraksi dalam pembangunan. Tanpa adanya jaringan transportasi tidak mungkin pembangunan dapat diperkenalkan ke luar daerah. Jalan merupakan akses transportasi dari suatu wilayah menuju ke wilayah.

Aktivitas penduduk yang meningkat perlu dijadikan perhatian dalam merumuskan kebijakan di bidang transportasi karena manusia senantiasa memerlukan transportasi. Hal ini merupakan sesuatu hal yang merupakan ketergantungan sumberdaya antar tempat. Hal ini menyebabkan proses interaksi antar wilayah yang tercermin pada fasilitas transportasi. Transportasi merupakan tolok ukur interaksi antar wilayah.

Salah satu hal yang penting tentang transportasi dengan perkembangan wilayah adalah aksesibilitas. Yang dimaksud aksesibilitas adalah kemampuan atau keadaan suatu wilayah, region, ruang untuk dapat diakses oleh pihak luar baik secara langsung atau tidak langsung. Pembangunan perdesaanpun menjadi kian lambat dan terhambat hanya karena minimnya sarana transportasi yang ada (Margaretta, 2000). Dengan adanya transportasi dapat membuka jalan komunikasi antar daerah sehingga terjadi aliran barang, jasa, manusia, dan ide-ide sebagai modal bagi suatu daerah untuk maju dan berkembang.


(49)

Transportasi dapat menjadi fasilitator bagi suatu daerah untuk maju dan berkembang karena transportasi meningkatkan aksesibilitas suatu daerah. Transportasi sering dikaitkan dengan aksesibilitas suatu wilayah. Dalam pembangunan perdesaan keberadaan prasarana dan sarana transportasi tidak dapat diabaikan dalam suatu rangkaian program pembangunan. Terjadinya proses produksi yang efisien, selalu didukung oleh sistem transportasi yang baik, investasi dan teknologi yang memadai sehingga tercipta pasar dan nilai.

Aksesibilitas yang baik juga akan mendorong minat swasta dan masyarakat untuk menanamkan modalnya dalam rangka pengembangan wilayah. Dengan demikian akan memajukan kegiatan perekonomian masyarakat, dan dapat mengentaskan atau setidaknya dapat mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah yang memiliki potensi sama atau berbeda .

Menurut Santosa (2005) agar perencanaan aksesibilitas berjalan dengan baik dan dapat dimanfaatkan secara optimal maka dapat dipakai pedoman antara lain:

(a) Perencanaan tersebut diintegrasikan dengan mempertimbangkan semua aspek

kebutuhan rumah tangga, baik kebutuhan hidup sehari-hari, ekonomi, maupun kebutuhan sosial.

(b) Perencanaan tersebut berdasarkan pada sistem pengumpulan data yang cermat

(c) Menggunakan rumah tangga sebagai fokus dalam proses perencanaan

(d) Mengembangkan seperangkat set informasi yang komprehensif pada semua


(50)

(e) Mengidentifikasi intervensi-intervensi antara perbaikan sistem transportasi lokal (jalan dan pelayanan transportasi lokal) dan untuk lokasi pelayanan yang paling cocok

(f) Perencanaan tersebut mudah diaplikasikan

(g) Perencanaan tersebut murni menggunakan perencanaan pendekatan sistem

bottom-up.

2.5. Pendapatan Mayarakat

Dalam mengukur kondisi ekonomi seseorang atau rumah tangga, salah satu konsep yang paling sering digunakan adalah tingkat pendapatan. Pendapatan menunjukkan seluruh uang atau hasil material lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan atau jasa yang diterima oleh seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu pada suatu kegiatan ekonomi (Winardi, 1998). Dengan kata lain pendapatan dapat juga diuraikan sebagai keseluruhan penerimaan yang diterima pekerja, buruh atau rumah tangga, baik berupa fisik maupun non fisik selama ia melakukan pekerjaan pada suatu perusahaan instansi atau pendapatan selama ia bekerja atau berusaha. Setiap orang yang bekerja akan berusaha untuk memperoleh pendapatan dengan jumlah yang maksimum agar bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pendapatan masyarakat dapat berasal dari bermacam-macam sumber, yaitu: dari sektor formal, maupun informal. Masyarakat pedesaan pada umumnya adalah petani. Petani sebagai pihak yang mengusahakan pertanian memperoleh pendapatan


(51)

dari hasil usahataninya, yaitu berupa hasil penjualan dari produk-produk pertanian yang dihasilkannya.

Dalam hal ini pendapatan petani dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan serta harga jual hasil produksi setelah dikurangi dengan biaya-biaya produksi. Biaya produksi usahatani timbul dari penggunaan sejumlah faktor produksi, diantaranya tenaga kerja, bibit, pupuk, pestisida dan teknologi pengolahan. Oleh karena itu tingkat pendapatan petani tergantung dari efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi tersebut, termasuk juga dalam hal harga dari faktor-faktor-faktor-faktor produksi tersebut (Mubyarto, 2007).

Dalam hubungannya dengan penelitian ini, bahwa pembangunan infrastruktur jalan dan kegiatan penunjang pertanian akan meningkatkan pendapatan masyarakat, karena pada umumnya sumber mata pencaharian masyarakat adalah sebagai petani. Pembangunan infrastruksut jalan akan memperlancar akses masyarakat terhadap sumber faktor produksi sehingga dapat mengurangi harga faktor produksi tersebut, di mana selain dipengaruhi oleh jarak, harga juga dapat dipengaruhi kondisi sarana dan prasaran jalan untuk sampai di tingkat petani. Demikian juga halnya dengan penjualan hasil produksi pertanian akan dipengaruhi kelancaran aksesibilitas transaksi antara petani dengan pedagang. Oleh karena itu dalam upaya pembangunan pedesaan, pemerintah berusaha untuk meningkatkan ketersediaan infrastruktur fisik diantaranya jalan desa, selain peningkatan kualitas sumber daya manusia petani melalui pemberdayaan masyarakat.


(52)

2.6. Penelitian Sebelumnya

Indratno (2006) melakukan kajian Pengembangan Pusat Pertumbuhan Dalam Rangka Pengembangan Kawasan Perdesaan: Studi Kasus Kawasan Terpilih Pusat Pertumbuhan Desa (KTP2D) di Bandung. Hasil analisis menunjukkan bahwa perkembangan desa dipengaruhi oleh infrastruktur desa, salah satu diantaranya adalah jalan desa. Kondisi jalan desa mempengaruhi pertumbuhan desa, di mana semakin baik kondisi jalan desa maka pertumbuhan desa cenderung semakin meningkat.

Panggabean (2008), melakukan studi tentang Peranan Pertanian Dalam Ekonomi Pedesaan. Hasil studi menunjukkan bahwa pertanian memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi, di mana pembangunan pertanian merupakan prasyarat adanya kemajuan dalam tahapan-tahapan pembangunan selanjutnya. Pembangunan pertanian merupakan penentu utama dalam pertumbuhan ekonomi pedesaan, di mana salah satu kendala dalam pertumbuhan ekonomi pedesaan adalah kurang infrastruktur yang memada di pedesaan.

Setiawan (2008) melakukan penelitian dengan judul Pembangunan Infrastruktur Perdesaan Dengan Partisipasi Masyarakat di Kabupaten Indragiri Hulu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat cukup tinggi dalam pembangunan infrastruktur pedesaan. Hal ini berhubungan dengan harapan masyarakat desa agar aksesibilitas dari dan ke desa menjadi lancar sehingga akan memperlancar pemasaran hasil-hasil produksi pertanian, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat desa, yang pada umumnya adalah petani.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut, diketahui bahwa pertanian


(53)

memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi masyarakat desa. Perkembangan desa dipengaruhi oleh infrastruktur desa, salah satunya adalah jalan desa. Sehubungan dengan penelitian, maka pembangunan jalan desa di Desa Kuta Rayat diharapkan akan meningkatkan pembangunan ekonomi masyarakat desa.

2.7. Kerangka Berpikir

Dalam rangka meningkatkan percepatan pembangunan pedesaan, maka pemerintah melakukan PNPM PISEW yang bertujuan untuk meningkatkan infrastruktur sosial ekonomi wilayah pedesaan. Program ini terdiri dari tiga kelompok kegiatan utama, yaitu investasi untuk pengembangan infrastruktur desa, investasi untuk kegiatan penunjang produksi pertanian, serta investasi untuk peningkatan saran pendukung. Infrastruktur desa (terutama jalan) yang memadai dapat meningkatkan aksesibilitas masyarakat desa, yang dapat dilihat dari kelancaran pengangkutan barang dan orang, waktu tempuh, penurunan biaya angkut hasil pertanian, serta manfaat jalan bagi masyarakat sehari-hari. Pembangunan kegiatan penunjang peningkatan produksi pertanian berarti juga membangun ekonomi pedesaan sehingga pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat di desa, baik dari segi harga produksi maupun dari segi ketersediaan sarana produksi. Selain itu masyarakat desa juga membutuhkan prasarana pendukung lainnya, seperti air bersih dan sanitasi lingkungan, prarsana pendukung pendidikan maupun kesehatan. Di mana pembangunan prasarana pendukung ini akan meningkatkan kualitas lingkungan dan sumber daya manusia pendesaan.


(54)

Peningkatan pendapatan masyarakat desa dengan ketersediaan aksesibilitas desa yang memadai akan meningkatkan pengembangan wilayah. Hubungan ini diperlihatkan dalam skema pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Penelitian

Program Pembangunan Pedesaan

Peningkatan Jalan Desa melalui PNPM PISEW

Pengembangan Wilayah Pendapatan

Masyarakat

Aksesibilitas Masyarakat

- Kelancaran pengangkutan

- Waktu tempuh

- Penurunan biaya angkut Peningkatan harga

lahan


(55)

2.8. Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan jalan desa memberikan dampak positif terhadap peningkatan

aksesibilitas masyarakat di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo.

2. Peningkatan jalan desa memberikan dampak positif terhadap peningkatan

pendapatan masyarakat di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo.

3. Peningkatan jalan desa memberikan dampak positif terhadap peningkatan harga

lahan di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo.

4. Peningkatan jalan berkorelasi positif terhadap pengembangan wilayah di


(56)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran. Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran merupakan satu wilayah yang memperoleh dana PNPM-PISEW untuk peningkatan jalan desa sejak tahun 2009.

Waktu pelaksanaan penelitian adalah bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober 2011.

3.2. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk di Desa Kuta Rayat, yaitu sebanyak 1.653 orang dalam 433 rumah tangga. Sampel adalah kepala rumah tangga, atau salah satu anggota rumah tangga.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus Slovin (Umar, 2005), yaitu:

2

Ne 1

N n

+ =

Di mana :

n = jumlah sampel


(57)

N = ukuran populasi

e = kesalahan yang ditolerir.

Kesalahan yang ditolerir dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini ditentukan sebesar 10%.

Dari rumus tersebut di atas, maka dapat dihitung jumlah sampel sebagai berikut:

2

(0,1) (433) 1

433

+ = n

n = 81,2 (dibulatkan menjadi 82 orang)

Dengan demikian jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 82 orang dari salah satu anggota keluarga masyarakat di Desa Kuta Rayat. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode sistematik sampling, dengan ketentuan urutan (K):

K =

82 433

= 5,3

Dengan demikian yang menjadi sampel adalah anggota masyarakat dengan urutan 5, 10, dst hingga diperoleh sebanyak 82 sampel.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari lapangan yang dikumpulkan melalui pengamatan, kuesioner serta wawancara dengan responden. Sedangkan data sekunder 34


(58)

adalah data yang diperoleh dari instansi terkait, yaitu: Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo, Kantor Camat Naman Teran dan dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan penelitian.

Data primer dikumpulkan berdasarkan indikator dari variabel yang diteliti, sebagai berikut:

1. Pendapatan masyarakat sebelum dan sesudah perkerasan jalan desa Kuta Rayat.

2. Aksesibilitas masyarakat, dengan indikator: kelancaran pengangkutan barang dan

orang, waktu tempuh, penurunan biaya angkut hasil pertanian, serta manfaat jalan bagi aktivitas masyarakat sehari-hari.

3.4. Teknik Pengumpulan data

Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara:

1. Angket (kuesioner)

Angket disusun secara terstruktur dan penyebarannya ditujukan kepada petani yang menjadi responden. Pertanyaan dalam bentuk kualitatif dengan 5 (lima) alternatif jawaban. Instrumen penelitian, sebelum digunakan sebagai alat pengumpul data penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji coba untuk menguji validitas dan reliabilitasnya. Uji validitas dilakukan untuk melihat ketepatan dan kecermatan instrumen dalam melakukan fungsinya sebagai alat ukur (Azwar, 2003). Untuk menguji validitas instrumen digunakan koefisien korelasi Product Moment dari Pearson (Widodo, 2004). Uji reliabilitas dimaksudkan untuk melihat


(59)

sejauh mana hasil suatu pengukuran instrumen dapat dipercaya (Widodo, 2004). Dalam hal ini teknik yang digunakan untuk menguji reliabilitas adalah Alpha Cronbach.

2. Observasi dan wawancara

Melakukan pengamatan langsung di lapangan dan juga wawancara dengan beberapa responden sehingga peneliti memperoleh data untuk memperkuat data yang dikumpulkan melalui kuesioner.

3. Studi dokumentasi

Dengan mengkaji dokumen-dokumen yang relevan dengan objek yang diteliti.

3.5. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan untuk menjawab hipotesis pertama, kedua dan ketiga, yaitu untuk mengetahui dampak peningkatan jalan desa terhadap peningkatan aksesibilitas masyarakat, peningkatan pendapatan masyarakat dan peningkatan harga lahan dilakukan melalui analisis the paired t-test (uji t berpasangan), karena data berupa data numerik. Perhitungan uji t dilakukan dengan rumus (Priyatno, 2010) sebagai berikut:

n S n S 2r -n S X t 2 2 1 1 2 2 2 1 2 1 2 1                 + − = n S X


(60)

di mana: X1

X

= aksesibilitas, pendapatan, dan harga lahan sebelum peningkatan jalan desa (tahun 2008)

2

S

= aksesibilitas, pendapatan, dan harga lahan setelah peningkatan jalan desa (tahun 2010)

1

S

= simpangan baku keadaan tahun 2008

2

n = jumlah sampel

= simpangan baku keadaan tahun 2010

Nilai t-hitung kemudian dibandingkan dengan nilai t tabel pada α = 0.05.

Selanjutnya model analisis yang digunakan untuk menjawab hipotesis keempat adalah korelasi Rank Spearman (rs), karena data berupa data ordinal (non

parametrik). Korelasi Rank Spearman (rs

r

) dihitung dengan rumus sebagai berikut:

s ) 1 n ( n d 6 -1 2 2 i − Σ = di mana: rs

d = Beda urutan dalam satu pasangan data

= Koefisien korelasi Rank Spearman

n = Banyaknya pasangan sampel


(61)

H0: rs

H

= 0 (peningkatan pendapatan masyarakat atau peningkatan aksesibilitas tidak berhubungan dengan pengembangan wilayah di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo).

1: rs

Alat uji yang digunakan untuk menerima atau menolak hipotesis adalah dengan uji statistik r, dengan ketentuan: H

≠ 0 (peningkatan pendapatan masyarakat atau peningkatan aksesibilitas

berhubungan dengan pengembangan wilayah di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo)

0 di terima jika rhitung < rtabel; H0 di tolak jika rhitung >

rtabel.

3.6. Definisi dan Batasan Operasional

Untuk mengarahkan dan menghindari salah pengertian dalam pelaksanaan penelitian ini, maka dibuat batasan operasional, sebagai berikut:

1. Infrastruktur desa adalah fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, instalasi- instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pengembangan desa, pelayanan sistem desa maupun pelayanan kepada masyarakat.

2. Jalan desa adalah akses yang menghubungkan masyarakat desa dengan

lokasi-lokasi desa maupun dengan wilayah lainnya.

3. Aksesibilitas adalah pergerakan manusia, barang dan jasa dari suatu tempat ke


(62)

4. Pendapatan masyarakat adalah keseluruhan penerimaan yang diterima anggota masyarakat dalam rumah tangga (Rp/bulan).

5. Pengembangan wilayah adalah upaya untuk memacu perkembangan sosial

ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah dan menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah.


(63)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Geografis dan Fisik Wilayah

Secara Geografis letak Kabupaten Karo berada diantara 2º50’–3º19’ Lintang

Utara dan 97º55’–98º38’ Bujur Timur dengan luas 2.127,25 Km2

Wilayah Kabupaten Karo berada pada ketinggian 120 – 1420 M di atas permukaan laut. Batas-batas wilayah Kabupaten Karo adalah: sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang, sebelah selatan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Samosir, sebelah timur dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun dan sebelah barat dengan Propinsi Aceh.

atau 2,97 persen dari luas Propinsi Sumatera Utara. Kabupaten Karo terletak pada jajaran Bukit Barisan dan sebagian besar wilayahnya merupakan dataran tinggi. Dua gunung berapi aktif terletak di wilayah ini sehingga rawan gempa vulkanik.

Tabel 4.1. Luas Wilayah Kabupaten Karo Berdasarkan Ketinggian

No. Ketinggian (m dpl) Luas (Ha) %

1. 120 – 200 28.606 13,45

2. 200 – 500 17.856 8,39

3. 500 – 1000 84.892 39,91

4. 1000 – 1400 70.774 33,27

5. > 1400 10.597 4,98

Jumlah 212.725 100,00


(64)

Berdasarkan sudut kemiringan/lereng tanahnya luas lahan di Kabupaten Karo dapat dibedakan sebagai berikut:

Tabel 4.2. Luas Wilayah Kabupaten Karo Berdasarkan Kemiringan Lahan

No. Kemiringan (%) Luas (Ha) %

1. Datar (2%) 23.900 11,24

2. Landai (2 – 15 %) 74.919 35,22

3. Miring (15 – 40 %) 41.169 19,35

4. Curam (40 %) 72.737 34,19

Jumlah 212.725 100,00

Sumber: BPS Kabupaten Karo Dalam Angka, 2010

Kabupaten Karo terkenal sebagai daerah penghasil berbagai buah-buahan dan bunga-bungaan, dan mata pencaharian penduduk yang terutama adalah usaha pertanian pangan, hasil hortikultura dan perkebunan rakyat. Keadaan hutan cukup luas yaitu mencapai 129.749 Ha atau 60,99 persen dari luas Kabupaten Karo. Kabupaten Karo merupakan Daerah Hulu Sungai (DHS) dan Daerah Aliran Sungai (DAS) Wampu/Ular, sub Daerah Aliran Sungai Laubiang

Kabupaten Karo terdiri dari 17 kecamatan, dengan luas wilayah masing-masing kecamatan adalah sebagai berikut (Tabel 4.3).


(65)

Tabel 4.3. Luas Wilayah Kecamatan di Kabupaten Karo

No. Kecamatan Luas (Km2

Rasio terhadap Luas Kabupaten

(%) )

01. Mardinding 267,11 12,56

02. Laubaleng 252,60 11,87

03. Tigabinanga 160,38 7,54

04. Juhar 218,56 10,27

05. Munte 125,64 5,91

06. Kutabuluh 195,70 9,20

07. Payung 47,24 2,22

08. Tiganderket 86,76 4,08

09. Simpang Empat 93,48 4,39

10. Naman Teran 87,82 4,13

11. Merdeka 44,17 2,08

12. Kabanjahe 44,65 2,10

13. Berastagi 30,50 1,43

14. Tigapanah 186,84 8,78

15. Dolat Rayat 32,25 1,52

16. Merek 125,51 5,90

17. Barus Jahe 128,04 6,02

Jumlah 2.127,25 100,00

Sumber: BPS Kabupaten Karo Dalam Angka, 2010

Kecamatan Naman Teran merupakan salah satu dari 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Karo dengan Ibukota kecamatan di desa Naman yang berjarak 20 km dari Kabanjahe sebagai ibukota kabupaten dan 97 km dari Medan ibukota propinsi. Kecamatan Naman Teran dibentuk atas dasar PERDA 04 tahun 2005, dimana Kecamatan Simpang Empat dimekarkan menjadi 3 (tiga) kecamatan yaitu Kecamatan


(66)

Simpang Empat (Sebagai Kecamatan Induk), Kecamatan Naman Teran (hasil pemekaran) dan Kecamatan Merdeka (hasil pemekaran). Kecamatan Naman Teran dengan luas ± 87,82 km² berada pada ketinggian rata-rata 1300-1600 m di atas permukaan laut dengan temperatur 16ºC-17ºC dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Merdeka Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Tiganderket

Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Deli Serdang Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Payung dan Simpang Empat

Secara administratif, kecamatan Naman Teran terdiri dari 14 desa dengan luas

wilayah 87,82 km2. Luas Kecamatan Naman Teran berdasarkan desa adalah sebagai

berikut (Tabel 4.4).


(67)

Tabel 4.4. Luas Wilayah Kecamatan Naman Teran Berdasarkan Desa

No. Desa Luas (Km2 Rasio terhadap

Kecamatan )

1 Kuta Gugung 8.94 10.18

2 Sigarang-garang 7.54 8.59

3 Berkerah 3.82 4.35

4 Simacem 4.65 5.29

5 Sukanalu 5.59 6.37

6 Kuta Tonggal 2.95 3.36

7 Sukandebi 3.36 3.83

8 Naman 3.85 4.38

9 Sukatepu 2.63 2.99

10 Ndeskati 4.32 4.92

11 Kuta Mbelin 8.45 9.62

12 Gung Pinto 8.12 9.25

13 Kebayaken 9.39 10.69

14 Kuta Rayat 14.21 16.18

Jumlah 87.82 100

Sumber: BPS Kecamatan Naman Teran Dalam Angka, 2010

4.1.2. Demografi

Jumlah penduduk di Kecamatan Naman Teran pada tahun 2009 adalah sebanyak 12.652 jiwa, yang terdiri dari 6.348 jiwa laki-laki dan 6.304 jiwa perempuan. Persebaran penduduk berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Naman Teran adalah sebagai berikut (Tabel 4.5).


(68)

Tabel 4.5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Desa Laki-laki

(Jiwa) Perempuan (Jiwa) Jumlah Penduduk Kepadatan (Jiwa/km2)

1 Kuta Gugung 396 432 828 92,62

2 Sigarang-garang 740 799 1.539 204,11

3 Berkerah 201 195 396 103,66

4 Simacem 272 255 527 113,33

5 Sukanalu 569 560 1.129 201,97

6 Kuta Tonggal 163 174 337 114,24

7 Sukandebi 536 504 1.040 309,52

8 Naman 877 848 1.725 448,05

9 Sukatepu 247 240 487 185,17

10 Ndeskati 440 386 826 191,20

11 Kuta Mbelin 611 604 1.215 143,79

12 Gung Pinto 276 279 555 68,35

13 Kebayaken 197 198 395 42,07

14 Kuta Rayat 823 830 1.653 116,33

Jumlah 6.348 6.304 12.652 144,07

Sumber: BPS Kecamatan Naman Teran Dalam Angka, 2010

Berdasarkan data jumlah penduduk tersebut diketahui bahwa penduduk yang terbanyak terdapat di Desa Naman yaitu sebanyak 1.725 jiwa, kemudian Desa Kuta Rayat sebanyak 1.653 jiwa. Sedangkan penduduk yang paling sedikit jumlahnya terdapat di Desa Kuta Tonggal yaitu sebanyak 337 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa perserbaran penduduk pada desa-desa yang ada tidak merata. Berdasarkan kepadatan penduduk, dapat dilihat bahwa desa yang paling padat penduduknya adalah Desa

Naman dengan kepadatan 448,05 jiwa per km2, kemudian Desa Sukandebi dengan


(69)

keadatan 309,52 jiwa per km2. Sedangkan dengan yang paling tidak padat adalah Desa Kebayaken dengan kepadatan penduduk 42,07 jiwa per km2

Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur di Kecamatan Naman Teran disajikan pada Tabel berikut:

.

Tabel 4.6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur

No. Umur (Tahun) Laki-laki

(Jiwa)

Perempuan (Jiwa)

Jumlah Penduduk

1 0 - 4 742 690 1432

2 5 - 9 709 645 1354

3 10 - 14 707 654 1361

4 15 - 19 638 603 1241

5 20 - 24 511 529 1040

6 25 - 29 544 555 1099

7 30 - 34 509 504 1013

8 35 - 39 445 449 894

9 40 - 44 382 390 772

10 45 - 49 318 321 639

11 50 - 54 246 243 489

12 55 - 59 187 205 392

13 60 - 64 164 176 340

14 65 + 246 340 586

Jumlah 6348 6304 12652

Sumber: BPS Kecamatan Naman Teran Dalam Angka, 2010

Berdasarkan kelompok umur tersebut diketahui dependency ratio di Kecamatan Naman Teran sebesar 1,67. Dengan demikian masih lebih banyak kelompok usia produktif dibandingkan dengan penduduk dengan usia non produktif. Kecamatan Naman Teran merupakan daerah pedesaan, dengan sumber mata


(70)

pencaharian utama masyarakatnya adalah pertanian, sebagaimana disajikan pada tabel berikut.

Tabel 4.7. Jumlah Penduduk Berdasarkan Lapangan Pekerjaan

No. Desa Pertanian Industri PNS/ABRI Lainnya Jumlah

1 Kuta Gugung 291 0 3 5 299

2 Sigarang-garang 342 1 17 21 381

3 Berkerah 192 0 4 10 206

4 Simacem 145 0 8 12 165

5 Sukanalu 267 2 8 16 293

6 Kuta Tonggal 101 0 6 6 113

7 Sukandebi 341 0 12 15 368

8 Naman 472 6 30 18 526

9 Sukatepu 141 0 5 3 149

10 Ndeskati 242 0 9 3 254

11 Kuta Mbelin 315 1 8 3 327

12 Gung Pinto 135 0 8 4 147

13 Kebayaken 121 0 10 3 134

14 Kuta Rayat 637 1 19 16 673

Jumlah 3742 11 147 135 4035

Sumber: BPS Kecamatan Naman Teran Dalam Angka, 2010

4.1.3. Penggunaan Lahan

Pertanian yang dilakukan pada umumnya adalah pertanian lahan kering, sebagaimana disajikan pada Tabel 4.8.


(1)

Lampiran 8. Peta Kecamatan Naman Teran


(2)

Lampiran 9. Peta Kabupaten Karo


(3)

Lampiran 10. Peta Jaringan Jalan Kabupaten Karo


(4)

Lampiran 11. Kondisi Permukaan Jalan Sebelum Perkerasan Jalan Juma Perdeleng desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran


(5)

Lampiran 12. Kondisi Permukaan Jalan Setelah Perkerasan Jalan Juma Perdeleng desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran


(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW)Terhadap Pengembangan Wilayah di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo

6 95 119

PENGARUH PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR SOSIAL EKONOMI WILAYAH (PISEW) TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI KECAMATAN NAMAN TERAN KABUPATEN KARO

1 48 7

Dampak Bencana Pasca Meletusnya Gunung Sinabung Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Bekerah Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo

17 231 126

Jenis, Potensi Dan Nilai Ekonomi Hasil Hutan Yang Di Manfaatkan Masyarakat Sekitar Kawasan Tahura Bukit Barisan (Studi Kasus: Desa Dolat Rayat Kecamatan Dolat Rayat Dan Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran )

3 52 84

Dampak Bencana Pasca Meletusnya Gunung Sinabung Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi di Desa Kutarayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo

9 83 126

Konflik Sosial di Desa Kuta Rayat, Kecamatan Naman Teran (Studi Deskriptif Tentang Konflik Perebutan Tanah Warisan)

2 27 86

Pengaruh Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW)Terhadap Pengembangan Wilayah di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo

0 0 14

Dampak Bencana Pasca Meletusnya Gunung Sinabung Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Bekerah Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo

0 1 18

Dampak Bencana Pasca Meletusnya Gunung Sinabung Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Bekerah Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo

0 1 45

Dampak Bencana Pasca Meletusnya Gunung Sinabung Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Bekerah Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo

0 1 9