Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dan Status Kesehatan dengan Gejala Depresi pada Lansia yang Tinggal di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan Tahun 2013

(1)

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN STATUS

KESEHATAN DENGAN GEJALA DEPRESI PADA LANSIA

YANG TINGGAL DI UPT PELAYANAN SOSIAL WILAYAH BINJAI MEDAN

TAHUN 2013

TESIS

Oleh

SERLY MONIKA BR SEMBIRING 117032237/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE RELATIONSHIP BETWEEN SOCIAL SUPPORT OF FAMILY AND HEALTH STATUS WITH THE SYMPTOMS OF DEPRESSION IN THE

ELDERLY LIVING IN THE TECHNICAL IMPLEMENTATION UNITS OF BINJAI-MEDAN AREA SOCIAL SERVICES

IN 2013

THESIS

By

SERLY MONIKA BR SEMBIRING 117032237/IKM

MASTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN STATUS

KESEHATAN DENGAN GEJALA DEPRESI PADA LANSIA

YANG TINGGAL DI UPT PELAYANAN SOSIAL WILAYAH BINJAI MEDAN

TAHUN 2013

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SERLY MONIKA BR SEMBIRING 117032237/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN STATUS KESEHATAN DENGAN GEJALA DEPRESI PADA LANSIA YANG TINGGAL DI UPT PELAYANAN SOSIAL WILAYAH BINJAI MEDAN TAHUN 2013

Nama Mahasiswa : Serly Monika br Sembiring Nomor Induk Mahasiswa : 117032237

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes) (

Ketua Anggota

Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah Diuji

pada Tanggal : 27 Agustus 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes Anggota : 1. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes 2. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M 3. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D


(6)

PERNYATAAN

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN STATUS

KESEHATAN DENGAN GEJALA DEPRESI PADA LANSIA

YANG TINGGAL DI UPT PELAYANAN SOSIAL WILAYAH BINJAI MEDAN

TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2013

Serly Monika br Sembiring 117032237/IKM


(7)

ABSTRAK

Depresi adalah suatu keadaan dari kesedihan atau keputusasaan yang ekstrim yang mencapai suatu titik tertentu yang mempengaruhi aktifitas dan kualitas hidup individu. Faktor lain yang mungkinkan tingginya kasus depresi pada lansia adalah kurangnya dukungan dari keluarga.

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis hubungan antara dukungan sosial keluarga dan status kesehatan dengan gejala depresi di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai – Medan tahun 2013. Jenis penelitian adalah Penelitian survei analitik dengan pendekatan explanatory research. Populasi dalam penelitian adalah lansia yang tinggal di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai - Medan tahun 2013 sebanyak 160 orang dan seluruh populasi dijadikan sampel. Analisis data menggunakan uji regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lansia yang mengalami gejala depresi 51,9% dan 48,1% yang tidak mengalami gejala depresi. Ada pengaruh dukungan sosial keluarga (p=0,023), ADL (p=0,001), dan masalah kesehatan kronik (p=0,031) terhadap gejala depresi pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan. Variabel yang paling berpengaruh terhadap gejala depresi yaitu ADL dengan nilai koefisien B = 1,357.

Disarankan bagi UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan untuk meningkatkan kegiatan pelayanan kepada lanjut usia, khususnya bimbingan fisik dan kesehatan serta mengurangi tingkat ketergantungan lanjut usia terhadap orang lain (keluarganya). Petugas kesehatan agar terus meningkatkan kemandirian lanjut usia dengan pembinaan dan pelayanan kesehatan. Keluarga agar melakukan kunjungan rutin terhadap lansia serta tanggap terhadap kebutuhan lansia. Status kesehatan fisik dan mental lansia yang tergantung harus diberikan dukungan secara nyata dan melakukan pendekatan secara spiritual untuk meningkatkan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari

Kata Kunci : Gejala Depresi, Dukungan Sosial Keluarga, Status Kesehatan, Lansia


(8)

ABSTRACT

Depression is a state of extreme sadness or despair that reaches a certain point influencing the individual activity and quality of life. Another factor that allows high incident of depression in the elderly is the less support from the family.

The purpose of this analitical survey study with explanatory research approach was to analyze the relationship between social support of family and health status with the symptom of depression in the Technical Implementation Units of Binjai-Medan Area Social Services in 2013. The population of this study was 160 elderly living in the Technical Implementation Units of Binjai-Medan Area Social Services in 2013 and all of them were selected to be the samples for this study. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that the elderly experiencing the symptoms of depression was 51.9% and those who did not experience the symptoms of deppression was 48.1%. Social support of family (p = 0.023), ADL (p = 0.001), and chronic health problem (p = 0.031) had influence on the symptoms of depression in the elderly living in the Technical Implementation Units of Binjai-Medan Area. The ADL with the value of coefficient B = 1.357 was the most influencing variable on the symptoms of depression.

The management of Technical Implementation Units of Binjai-Medan Area Social Services is suggested to increase their service activity, especially through activity and health to decrease the dependence of the elderly on somebody else (their family). The health worker should keep increase the independence of the elderly through development and health service.

Keywords : Symptom of Depression, Social Support of Family, Health Status, Elderly


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dan Status Kesehatan dengan Gejala Depresi pada Lansia yang Tinggal di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan Tahun 2013”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 IlmuKesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc.(CTM)., Sp.A, (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.


(10)

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing kami dan memberikan masukan serta saran dalam penyelesaian tesis ini.

5. Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes selaku ketua komisi pembimbing dan Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes, selaku selaku anggota komisi pembimbing

yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. DR. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M dan Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, PhD, selaku Komisi Penguji yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

7. H. Umar, S. Sos selaku Kepala UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan dan Rahayu Purwanti, SE selaku CI (Clinical Instructural), beserta seluruh staf pegawai yang telah membantu melakukan pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penelitian.

8. Para Dosen dan Staf di Lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara. 9. Secara khusus terima kasih yang tak terhingga penulis persembahkan atas

perhatian, dukungan baik moral maupun materil dan doa kepada Ibunda tercinta Sarinah br Surbakti yang selalu memberikan motivasi dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Program Studi S2 Ilmu


(11)

Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

10.Rekan-rekan mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Minat Studi Kesehatan Reproduksi angkatan 2011 Universitas Sumatera Utara atas dukungan, semangat dan kebersamaan yang diberikan selama ini. 11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu dalam proses penyelesaian tesis ini.

Akhir kata, semoga Tuhan melimpahkan berkat dan kasihNya bagi kita semua dan penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.

Medan, Agustus 2013 Penulis

Serly Monika br Sembiring


(12)

RIWAYAT HIDUP

Serly Monika br Sembiring lahir pada tanggal 25 Mei 1987 di Kabanjahe Kabupaten Karo. Beragama Kristen. Putri tunggal dari pasangan ayahanda Sofyan Sembiring dan Sarinah br Surbakti S.Kep, Ners. Saat ini bertempat tinggal di Jalan Stella 1 (satu) no. 86 H Simpang Selayang Medan.

Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri Cilandak Barat 11 Petang, Jakarta Selatan tamat Tahun 1999, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 37 Cilandak, Jakarta Selatan tamat Tahun 2002, Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Tiga Panah tamat Tahun 2005, sekolah Program Pendidikan Diploma III (tiga) Kebidanan di Akademi Kebidanan Arta Kabanjahe tamat Tahun 2008, sekolah Program Pendidikan Diploma IV (empat) Bidan Pendidik di Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan tamat Tahun 2010.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2011 dan menyelesaikan pendidikan tahun 2013.

Pada tahun 2010 penulis bekerja sebagai staf di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sumatera Utara hingga sekarang.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 11

1.3 Tujuan Penelitian ... 12

1.4 Hipotesis ... 12

1.5 Manfaat Penelitian ... 12

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1 Konsep Lanjut Usia ... 13

2.1.1 Pengertian Lanjut Usia ... 13

2.1.2 Batasan Usia Lanjut ... 20

2.1.3 Karakteristik Lansia ... 21

2.2 Depresi pada Lanjut Usia (Lansia)... 23

2.2.1 Pengertian Depresi pada Lansia ... 23

2.2.2 Gejala Depresi pada Lansia... 23

2.2.3 Penyebab Depresi pada Lansia ... 25

2.2.4 Penilaian Depresi ... 26

2.3 Dukungan Sosial Keluarga ... 27

2.3.1 Pengertian Dukungan Sosial Keluarga ... 27

2.3.2 Jenis Dukungan Keluarga ... 27

2.4 Status Kesehatan pada Lansia ... 29

2.4.1 Indikator Status Kesehatan ... 32

2.4.2 Pengkajian Status Kesehatan pada Lansia. ... 35

2.5 Pembinaan Kesehatan Lansia di Panti ... 39

2.6 Landasan Teori... 42

2.7 Kerangka Konsep ... 46

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 47

3.1 Jenis Penelitian ... 47


(14)

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 47

3.4 Metode Pengumpulan Data... 48

3.4.1 Data Primer ... 48

3.4.2 Data Sekunder ... 48

3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ... 48

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 51

3.5.1 Variabel Penelitian ... 51

3.5.2 Defenisi Operasional ... 51

3.6 Metode Pengukuran ... 52

3.6.1 Pengukuran Variabel Dependen ... 52

3.6.2 Pengukuran Variabel Independen . ... 53

3.7 Metode Analisis Data ... 57

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 58

4.1 Deskripsi UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan ... 58

4.2 Gejala Depresi pada Lansia ... 65

4.3 Dukungan Sosial Keluarga ... 67

4.4 ADL (Activity Of Daily Living) ... 69

4.5 Status Mental Emosional ... 71

4.6 Masalah Kesehatan Kronik ... 72

4.7 Karakteristik Responden ... 75

4.8 Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Gejala Depresi Pada Lansia yang Tinggal di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan ... 76

4.9 Hubungan Status Kesehatan (ADL, Status Mental Emosional dan Masalah Kesehatan Kronik) dengan Gejala Depresi pada Lansia tinggal di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan ... 77

4.10Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dan Status Kesehatan dengan Gejala Depresi pada Lansia yang Tinggal di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan ... 78

BAB 5. PEMBAHASAN ... 83

5.1 Gejala Depresi pada Lansia ... 84

5.2 Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Gejala Depresi pada Lansia yang tinggal di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan ... 86

5.3 Hubungan Activity Daily of Living (ADL) dengan Gejala Depresi pada Lansia yang Tinggal di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan ... 90

5.4 Hubungan Status Mental Emosional dengan Gejala Depresi pada Lansia yang Tinggal di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan ... 93


(15)

5.5 Hubungan Masalah Kesehatan Kronik dengan Gejala Depresi pada Lansia yang Tinggal di UPT Pelayanan Sosial Wilayah

Binjai Medan ... 95

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 99

6.1 Kesimpulan ... 99

6.2 Saran ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 101 LAMPIRAN


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Pengetahuan Bidan . 50 4.1 Warga Binaan Sosial Lansia di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai

Medan Tahun 2013 ... 65 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Gejala Depresi pada Lansia

di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan Tahun 2013 ... 66 4.3 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Gejala Depresi pada

lansia di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan Tahun 2013 ... 66 4.4 Distribusi Dukungan Sosial Keluarga pada Lansia di UPT Pelayanan

Sosial Wilayah Binjai Medan Tahun 2013 ... 67 4.5 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Dukungan Sosial

Keluarga pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan Tahun 2103 ... 68 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Activity of Daily Living

(ADL) pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan Tahun 2013 ... 69 4.7 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Activity of Daily Living

(ADL) pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan Tahun 2103 ... 70 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Status Mental Emosional

pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan Tahun 2013 ... 71 4.9 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Status Mental Emosional

pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan Tahun 2103 ... 72 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Masalah Kesehatan Kronik

pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan Tahun 2013 ... 72


(17)

4.11 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Masalah Kesehatan Kronik pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan

Tahun 2103 ... 73

4.12 Distribusi Frekuensi Karakteristik (Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Status Perkawinan, Jumlah Anak Hidup dan Lamanya tinggal di Panti) Lansia di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan Tahun 2103 ... 75

4.13 Tabulasi Silang Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Gejala Depresi pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan Tahun 2013 ... 77

4.14 Tabulasi Silang Hubungan Status Kesehatan (ADL, Status Mental Emosional & Masalah pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan Tahun 2013 ... 78

4.15 Pemilihan Kandidat Model untuk Tahap Pemodelan Multivariat ... 79

4.16 Alternatif Model Regresi Logistik ... 79

4.17 Hasil Uji Interaksi ... 80


(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 2.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 45 4.1 Struktur UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan ... 61


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 106

2. Master Data ... 119

3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 127

4. Analisis Univariat ... 131

5. Analisis Bivariat ... 144

6. Analisis Multivariat ... 148

7. Hubungan Antar Variabel Independen (X) ... 151

8. Alternatif Model Persamaan ... 157

9. Pemeriksaan Interaksi ... 161

10. Surat Penelitian ... 163


(20)

ABSTRAK

Depresi adalah suatu keadaan dari kesedihan atau keputusasaan yang ekstrim yang mencapai suatu titik tertentu yang mempengaruhi aktifitas dan kualitas hidup individu. Faktor lain yang mungkinkan tingginya kasus depresi pada lansia adalah kurangnya dukungan dari keluarga.

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis hubungan antara dukungan sosial keluarga dan status kesehatan dengan gejala depresi di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai – Medan tahun 2013. Jenis penelitian adalah Penelitian survei analitik dengan pendekatan explanatory research. Populasi dalam penelitian adalah lansia yang tinggal di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai - Medan tahun 2013 sebanyak 160 orang dan seluruh populasi dijadikan sampel. Analisis data menggunakan uji regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lansia yang mengalami gejala depresi 51,9% dan 48,1% yang tidak mengalami gejala depresi. Ada pengaruh dukungan sosial keluarga (p=0,023), ADL (p=0,001), dan masalah kesehatan kronik (p=0,031) terhadap gejala depresi pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan. Variabel yang paling berpengaruh terhadap gejala depresi yaitu ADL dengan nilai koefisien B = 1,357.

Disarankan bagi UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan untuk meningkatkan kegiatan pelayanan kepada lanjut usia, khususnya bimbingan fisik dan kesehatan serta mengurangi tingkat ketergantungan lanjut usia terhadap orang lain (keluarganya). Petugas kesehatan agar terus meningkatkan kemandirian lanjut usia dengan pembinaan dan pelayanan kesehatan. Keluarga agar melakukan kunjungan rutin terhadap lansia serta tanggap terhadap kebutuhan lansia. Status kesehatan fisik dan mental lansia yang tergantung harus diberikan dukungan secara nyata dan melakukan pendekatan secara spiritual untuk meningkatkan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari

Kata Kunci : Gejala Depresi, Dukungan Sosial Keluarga, Status Kesehatan, Lansia


(21)

ABSTRACT

Depression is a state of extreme sadness or despair that reaches a certain point influencing the individual activity and quality of life. Another factor that allows high incident of depression in the elderly is the less support from the family.

The purpose of this analitical survey study with explanatory research approach was to analyze the relationship between social support of family and health status with the symptom of depression in the Technical Implementation Units of Binjai-Medan Area Social Services in 2013. The population of this study was 160 elderly living in the Technical Implementation Units of Binjai-Medan Area Social Services in 2013 and all of them were selected to be the samples for this study. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that the elderly experiencing the symptoms of depression was 51.9% and those who did not experience the symptoms of deppression was 48.1%. Social support of family (p = 0.023), ADL (p = 0.001), and chronic health problem (p = 0.031) had influence on the symptoms of depression in the elderly living in the Technical Implementation Units of Binjai-Medan Area. The ADL with the value of coefficient B = 1.357 was the most influencing variable on the symptoms of depression.

The management of Technical Implementation Units of Binjai-Medan Area Social Services is suggested to increase their service activity, especially through activity and health to decrease the dependence of the elderly on somebody else (their family). The health worker should keep increase the independence of the elderly through development and health service.

Keywords : Symptom of Depression, Social Support of Family, Health Status, Elderly


(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan (Nugroho, 2008). WHO dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia dalam Bab 1, pasal 1 ayat 2 bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai umur 60 tahun ke atas dan karena proses menua akan mengalami banyak keterbatasan sehingga memerlukan bantuan dalam kesejahteraan kesehatan dan sosial. Dengan adanya keterbatasan akibat penuaan, maka lansia membutuhkan perhatian yang serius apalagi dengan peningkatan jumlah lansia yang semakin pesat.

Pertumbuhan populasi lansia (usia > 60) di dunia meningkat sangat pesat dibandingkan dengan kelompok usia lain. Pada tahun 2000 jumlah lansia di dunia sekitar 600 juta (11 %), tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 1,2 milyar (22%) dan tahun 2050 meningkat menjadi 2 milyar. Di negara berkembang juga memperlihatkan peningkatan jumlah lansia pada tahun 2025 diperkirakan mencapai 840 juta (70%) dan tahun 2050 jumlah lansia akan mencapai 1,6 milyar (80%) (UNDESA, 2006 dalam Komnas Lansia, 2011). Data ini menunjukkan bahwa


(23)

populasi lansia di dunia mengalami peningkatan pesat seiring dengan bertambahnya tahun.

Data United Nations Department of Economic and Social Affairs (UNDESA) bahwa hampir setengah jumlah penduduk lansia di dunia hidup di Asia yang proporsi populasi lansianya pada tahun 2006 sebesar (9%) dan tahun 2050 diperkirakan (24%). Indonesia adalah salah satu negara berkembang di Asia yang menempati posisi ke – 4 setelah Cina, India dan Jepang yang memiliki populasi lansia terbanyak (Komnas Lansia, 2011). Dari data USA Bureau of The Cencus, Indonesia diperkirakan akan mengalami pertambahan warga lansia terbesar seluruh dunia, antara tahun 1990 - 2025, yaitu sebesar 414 % (Kinsella & Tauber, 1993 dalam Martono, 2011).

Indonesia termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (ageing structured population) karena proporsi penduduk lanjut usia sudah mencapai lebih dari 7 persen (Menkokesra, 2005). Data Sensus Penduduk menunjukkan bahwa proporsi penduduk lanjut usia semakin meningkat. Jumlah lanjut usia di Indonesia pada tahun 2000 sebesar 7,18%. Sepuluh tahun kemudian jumlahnya meningkat menjadi sekitar 9,77% (BPS, 2011).

Data Badan Pusat Statistik menunjukkan jumlah penduduk lanjut usia di atas 60 tahun di Provinsi Sumatera Utara mengalami peningkatan dari sebesar 554.761 jiwa (4,6%) pada tahun 2005 meningkat menjadi sebesar 765.822 jiwa (5,9%) pada tahun 2010. Sementara menurut Badan Pusat Statistik Kota Medan berdasarkan Sensus Penduduk 2010 jumlah penduduk lanjut usia di Kota Medan mencapai 117.216 orang (5,59%) yang meningkat jumlahnya dari tahun 2005 sebesar 77.837


(24)

orang (3,85%). Fenomena peningkatan jumlah penduduk lanjut usia ini menimbulkan permasalahan global. Permasalahan ini disebabkan keterbatasan lanjut usia terutama karena faktor usia dan biologis.

Proses menua mengakibatkan penurunan secara bertahap hampir seluruh organ dan sistem dalam tubuh, baik fisik, mental maupun psikologisnya. Kelemahan fisik merupakan faktor risiko yang mengakibatkan penurunan kemampuan lansia untuk bisa menikmati kehidupan. Penurunan fungsi tubuh akibat menua seperti munculnya presbiacusis pada mata, terjadinya gangguan fungsi pencernaan, terjadinya incontinensi urine, hipotensi dan hipertensi vaskuler, kelemahan otot dan tulang, penurunan fungsi mental dan ingatan serta keterbatasan kemampuan aktivitas sosial mengakibatkan terjadinya gangguan self esteem sehingga lansia sangat berisiko mengalami masalah psikologis. Gangguan self esteem dapat berakibat terjadinya depresi. Depresi merupakan salah satu masalah kesehatan umum dan terbesar ditemukan pada lansia (Miller, 1995).

Depresi adalah suatu gangguan afektif, universal, dapat menyerang siapa saja baik muda maupu tua. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, ternyata insidens depresi pada usia lanjut juga meningkat. Perubahan status sosial, bertambahnya penyakit, berkurangnya kemandirian usia serta perubahan – perubahan biologi akibat proses penuaan menjadi salah satu pemicu munculnya depresi pada usia lanjut. Saat ini gangguan depresi pada usia lanjut masih kurang dipahami sehingga banyak kasus depresi pada usia lanjut tidak dikenali (underdiagnosed) dan tidak diobati


(25)

(undertreate). Gambaran klinis depresi pada usia lanjut umumnya tidak khas dan sering bertumpang tindih dengan penyakit lain.

Depresi menyerang hampir 10 juta orang Amerika dari semua kelompok usia, kelas sosial ekonomi, ras dan budaya. Diantara lansia, depresi terus menjadi masalah kesehatan mental yang serius meskipun pemahaman tentang penyebab dan perkembangan farmakologis dan psikoterapeutik sudah sedemikian maju (Buckwalter, 2007).

World Health Survey (2003) dalam WHO (2007) menyebutkan lebih jauh, bahwa depresi merupakan masalah kesehatan yang sangat mengancam dunia dan sebagai penyebab kecacatan (years lost due to disability), di negara maju dan berkembang. Depresi merupakan gangguan psikologis umum yang diderita oleh hampir 150 juta orang di dunia, dimana 60 % diantaranya dialami oleh lanjut usia (WHO, 2010). Prevalensi depresi berkisar antara 10 – 15 % pada lansia di komunitas, 11 – 45 % pada lansia yang membutuhkan rawat inap dan sampai 50% pada residen panti jompo (Flaherty et al.,2003 dalam Potter, 2009).

Prevalensi depresi pada lansia berdasarkan penelitian kesehatan Universitas Indonesia dan Oxford Institute of aging menunjukkan bahwa 30 % dari jumlah lansia di Indonesia mengalami depresi (Komnas Lansia, 2011). Pada tahun 2020 depresi akan menduduki urutan teratas menggantikan penyakit – penyakit infeksi di negara berkembang terutama Indonesia. Terjadinya depresi pada usia lanjut selalu merupakan interaksi antara faktor biologik, fisik, psikologik dan sosial (Ibrahim, 2011).


(26)

Perasaan kesepian, tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya adalah gejala depresi. Kesepian merupakan alasan yang paling sering dinyatakan oleh para lanjut usia yang ingin bunuh diri. Depresi merupakan risiko yang tinggi untuk bunuh diri (Martono & Pranaka, 2011).

Menurut Depkes RI (2003) tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pengertian sehat menurut UU No. 36 tahun 2009 meliputi kesehatan jasmani, rohani, serta sosial dan bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Pembangunan kesehatan sendiri menyangkut bidang yang sangat luas, serta melibatkan hampir seluruh sektor yang ada. Tujuan utamanya adalah peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang optimal untuk mencapai suatu kehidupan sosial dan ekonomi yang produktif.

Dalam Depkes RI (2001) dampak dari meningkatnya derajat kesehatan masyarakat adalah peningkatan usia harapan hidup sehingga berpengaruh terhadap peningkatan populasi usia lanjut dari tahun ke tahun. Peningkatan jumlah lansia ini memunculkan kebijakan berupa upaya pembinaan kesehatan lansia yang dilaksanakan secara terpadu dengan meningkatkan peran lintas program dan lintas sektor agar lansia mampu untuk mandiri dan tetap produktif. Hal ini telah dilakukan oleh Departemen Sosial melalui pembinaan di Panti Werdha dan Program Pelayanan Lansia Berbasis Masyarakat.

Pakar Psikologi Dr. Parwati Soepangat, M.A. menjelaskan bahwa para lansia yang dititipkan di panti pada dasarnya memiliki sisi negatif dan positif. Diamati dari


(27)

sisi positif, lingkungan panti dapat memberikan kesenangan bagi lansia. Sosialisasi di lingkungan yang memiliki tingkat usia sebaya akan menjadi hiburan tersendiri, sehingga kebersamaan ini dapat mengubur kesepian yang biasanya mereka alami, akan tetapi jauh dilubuk hati mereka merasa jauh lebih nyaman berada di dekat keluarganya. Negara Indonesia yang masih menjunjung tinggi kekeluargaan, tinggal di panti merupakan sesuatu hal yang tidak natural lagi, apapun alasannya. Tinggal di rumah masih jauh lebih baik daripada di panti. Pada saat orang tua terpisah dari anak serta cucunya, maka muncul perasaan tidak berguna (useless) dan kesepian. Padahal mereka yang sudah tua masih mampu mengaktualisasikan potensinya secara optimal (Maryam, 2008).

Miller (1995) menjelaskan bahwa dukungan keluarga merupakan salah satu sumber dukungan sosial yang sangat penting bagi lansia, karena keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan terbesar kepada lansia. Menurut Pender, Murdaugh dan Parson (2002), family support system (sistem dukungan keluarga) merupakan suatu sistem pendukung yang diberikan oleh keluarga kepada anggota keluarga untuk mempertahankan identitas sosial anggota keluarga dalam bentuk dukungan emosional, bantuan materi, memberikan informasi dan pelayanan, serta memfasilitasi anggota keluarga dalam membuat kontak sosial baru dengan masyarakat. Lueckenotte (2000) menyatakan bahwa keluarga merupakan pemberi perawatan utama dan sangat baik dalam memenuhi kebutuhan lansia yang mengalami penurunan kemampuan fungsional. Keluarga sangat berperan penting dalam meningkatkan kesehatan anggotanya.


(28)

Kurangnya dukungan keluarga dapat menjadi pemicu depresi pada usia lanjut. Depresi pada lansia banyak ditemukan pada lansia dengan riwayat kekerasan baik berupa kekerasan fisik, emosi, sex maupun pengabaian oleh keluarga (Vilhjalmsson, 1993). Adanya gangguan dalam fungsi keluarga, konflik keluarga, perceraian dan kematian pasangan hidup merupakan faktor risiko terjadinya depresi (Raphael, 2000). Faktor lain yang mungkinkan tingginya kasus depresi pada lansia adalah kurangnya dukungan dari keluarga (Blazer,1993; Vilhjalmsson, 1993). Lansia yang tinggal sendiri atau tinggal pada keluarga yang terlalu ramai memiliki kecenderungan menderita depresi (Thompson and Shaked, 2009).

Tingginya angka depresi, disebabkan karena makin renggangnya kekerabatan antara lansia dengan keluarga. Adanya lanjut usia dalam keluarga terkadang dianggap sebagai beban yang dapat menjadi pemicu adanya ketidakseimbangan kondisi emosi dan mental keluarga sehingga perhatian keluarga sering berkurang (Mauk,2010). Manifestasi dari menurunnya status kesehatan pada lanjut usia adalah adanya penyakit kronis yang diderita. Masalah kesehatan kronis dapat mempengaruhi kemampuan fungsional dari lansia. Hal ini dapat mengganggu kesehatan fisik, emosional, kemampuan merawat diri, dan kemandiriannya (Akkar et al., 1998 dalam Lueckenotte, 2000).

Fase awal depresi pada lansia biasanya kurang disadari, akan tetapi pada kondisi lanjut depresi akan berdampak sangat buruk terhadap kesehatan secara umum (Dimond, Ceserta dan Lund, 1994 dalam Lee, 1999). Status kesehatan merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terjadinya depresi. Menurut Caine et al. (1993


(29)

dalam Miller, 1995) faktor risiko yang berhubungan kuat dengan terjadinya depresi adalah penyakit kronis. Kerusakan fungsi kognitif, penurunan fungsi sensori dan kerusakan fungsi tubuh lainnya, dapat menjadi faktor risiko terjadinya depresi. Depresi pada lansia dapat terjadi karena adanya faktor penyakit fisik yang serius yaitu penyakit jantung, stroke, diabetes, kanker dan penyakit parkinson, selain itu juga faktor kesulitan sosial dan ekonomi (NIMH, 2010). Rahardjo (2011) menyatakan di Indonesia sekitar 74 % lansia usia 60 tahun ke atas menderita penyakit kronis yaitu hipertensi, diabetes, osteoporosis, rematik dan jantung yang harus makan obat terus selama hidupnya. Angka ini dapat mengindikasikan bahwa ada kemungkinan sebanyak 74 % lansia di Indonesia berpotensi untuk mengalami depresi. Tingginya angka kejadian depresi pada lansia ini menunjukkan bahwa depresi merupakan masalah psikososial yang perlu diupayakan untuk pemulihannya.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sabri (2002) tentang dukungan sosial pada psikososial lansia di daerah Cakung Jakarta, didapatkan hasil bahwa dukungan keluarga sangat mempengaruhi kondisi psikososial pada lansia, dukungan teman dalam kelompok lansia juga memberikan makna yang signifikan, dimana dukungan keluarga terhadap dukungan teman 2,51 lebih kuat.

Saputri dan Indirawati (2011) melakukan penelitian di Panti Wreda Wening Wardoyo Jawa Tengah ditemukan bahwa depresi ditentukan oleh dukungan sosial dan hasil penelitian menunjukkan bahwa depresi pada lanjut usia yang tinggal di Panti Wreda Wening Wardoyo Jawa Tengah berada pada kategori tinggi, dan dukungan sosialnya berada pada kategori rendah. Berdasarkan penelitian I Wayan


(30)

Suardana (2011) menemukan variabel yang sangat berhubungan dengan kejadian depresi pada lansia adalah riwayat depresi, penyakit kronis, dukungan sosial dan pendidikan lansia.

Perubahan tanggung jawab keluarga mengurus lansia disebabkan keluarga yang sangat sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak mempunyai waktu mengurus lansia atau bahkan ditinggal sendiri oleh keluarga yang membuat hidup lansia tidak potensial dan menjadi terlantar. Kondisi ini yang menyebabkan keluarga memilih pelayanan institusi untuk mengurus lansia. Salah satu pelayanan institusi lansia adalah panti sosial. Berdasarkan hasil penelitian Subekti pada tahun 2007 menemukan ada dua alasan lansia tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) yaitu alasan internal dan motivasi internal. Alasan internal karena keterbatasan keluarga merawat, anak yang sibuk bekerja, serta tidak adanya anak perempuan. Sedangkan motivasi internal karena atas keinginan sendiri, keterbatasan fisik, dan kelemahan

Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan memiliki 19 wisma dengan jumlah penghuni sebanyak 160 orang dan terdapat beragam latar belakang, sebanyak 144 lansia yang berasal dari keluarga tidak mampu dan 16 lansia berasal dari keluarga swadaya. Alasan lansia untuk tinggal di UPT Pelayanan Sosial ini juga beragam, ada karena keinginan sendiri dan ada yang dibawa oleh keluarga. Adapun Pelayanan sosial yang diterima lanjut usia meliputi: pelayanan makan tiga kali sehari, makanan selingan/snack satu kali, minum, pakaian, pelayanan kesehatan, rekreasi dan pembinan kerohanian sesuai dengan agamanya. Kegiatan


(31)

warga binaan sosial di dalam panti sudah mempunyai jadwal tertentu sehingga petugas dan binaan sosial saling mengetahui secara terbuka sehingga kerja sama warga binaan dengan staf dapat saling mengingatkan. Kegiatan staf memberikan pelayanan harian, mengarahkan kegiatan olah raga yang tepat bagi orang tua, memfasilitasi keperluan lanjut usia untuk kegiatan ketrampilan dan mengawasi kebersihan wisma lanjut usia.

Berdasarkan hasil survei pendahuluan sebanyak 5 orang ditemuka n 2 orang yang status kesehatannya baik dan 3 orang yang status kesehatannya buruk yaitu mengalami gejala depresi dengan keluhan merasa tidak berdaya, tidak berguna, kesepian, malas mengikuti aktivitas dan sosialisasi dengan lansia lainnya. Hasil observasi juga menunjukkan bahwa dari 5 orang lansia lebih memilih berdiam diri di wisma masing-masing tanpa melakukan aktivitas atau berkomunikasi dengan antar sesama. Permasalahan yang dihadapi oleh lansia kurang dalam mendapatkan perhatiandan dukungan dari keluarga. Hal inidisebabkanoleh kesibukan dari anak-anaknya, tempattinggalyangjauhsehinggaanakjaranguntuk mengunjungi,anaknya telah lebih dulu meninggal, adanya permasalahan antara orangtua dengan anaknya serta orangtua sudah jarang dilibatkan dalampenyelesaian masalah yang ada dalam keluarga.Dari penyebab itu lansia merasa sudah tidak dibutuhkan lagi, tidak berguna, tidak dihargai di dalam keluarganya dan merasa menjadi beban bagi keluarganya.

Lansia yang tinggal di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan pada umumnya penyakit yang mereka derita yaitu hipertensi, rematik, diabetis, dentis/gigi, ISPA, hipotensi, batuk dan flu. Namun untuk pelaporan depresi tidak dilakukan oleh


(32)

poli kesehatan yang ada di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan. Menurut Hadi (2004) depresi terjadi 10 kali lebih banyak pada usia lanjut yang menderita sakit daripada usia lanjut pada umumnya. Pendekatan keluarga sangat penting dalam penatalaksanaan pada usia lanjut yang mengalami depresi. Dukungan keluarga sangat dibutuhkan karena usia lanjut tergantung pada keluarganya dan anggota keluarga diharapkan dapat memberikan dukungan psikologis dan dukungan dalam membantu usia lanjut menjalani kehidupannya sehari – hari.

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu petugas kesehatan yang merupakan petugas poli kesehatan di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan terdapat lansia yang setelah bertemu dengan keluarganya lebih banyak berdiam di wisma dan mengeluhkan sakit seperti diare, hipertensi atau hipotensi kepada petugas kesehatan namun setelah dikaji oleh petugas, lansia mengeluh tentang anaknya yang terlalu berbicara keras terhadap dirinya seperti menghardik lansia dan lansia merasa seperti kehadirannya tidak berguna lagi bagi keluarganya dan petugas mengatakan bahwa lansia bukan hanya memerlukan obat untuk sakitnya namun perhatian dari keluarga.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka rumusan masalah dan penelitian adalah apakah ada hubungan antara dukungan sosial keluarga, status kesehatan dengan gejala depresi di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai - Medan Tahun 2013.


(33)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan dukungan sosial keluarga dan status kesehatan terhadap gejala depresi di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai – Medan tahun 2013.

1.4 Hipotesis

Ada hubungan dukungan sosial keluarga dan status kesehatan (ADL, status mental emosional dan masalah kesehatan kronik) terhadap gejala depresi di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan tahun 2013.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

1. Memberikan masukan bagi Pelayanan Sosial Lansia Wilayah Binjai – Medan dalam meningkatkan pelayanan terhadap lansia yang berkaitan dengan dukungan sosial terhadap depresi.

2. Bagi petugas kesehatan maupun petugas panti untuk dapat meningkatkan pembinaan dan pelayanan kesehatan lansia di panti terhadap lansia di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai – Medan

3. Penelitian ini dapat bermanfaat dalam memperkaya khasanah keilmuan dan pengembangan pengetahuan tentang depresi pada lansia.

4. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian mengenai depresi pada lansia.


(34)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lanjut Usia 2.1.1 Pengertian Lanjut Usia

Lansia adalah periode penutup dalam rentang kehidupan seseorang dan merupakan tahap perkembangan psikososial yang terakhir (ke delapan) menurut Erikson. Perkembangan psikososial lansia adalah tercapainya integritas diri yang utuh (Keliat, dkk., 2011).

Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994 dalam Martono & Pranaka, 2011).

Teori-teori penuaan dapat digolongkan dalam dua kelompok, yaitu yang termasuk kelompok teori biologis dan teori psikososial.

1. Teori Biologis

Teori yang merupakan teori biologis adalah sebagai berikut: a. Teori Genetic Clock

Menurut Hayflick (1965), secara genetik sudah terprogram bahwa material di dalam inti sel dikatakan bagaikan memiliki jam genetis terkait dengan frekuensi mitos. Teori ini didasarkan pada kenyataan bahwa


(35)

spesies-spesies tertentu memiliki harapan hidup (life span) yang tertentu pula. Manusia yang memiliki rentang kehidupan maksimal sekitar 110 tahun, sel-selnya diperkirakan hanya mampu membelah sekitar 50 kali, sesudah itu akan mengalami deteriorisasi.

b. Teori Interaksi Seluler

Bahwa sel-sel satu sama lain saling berinteraksi dan memengaruhi. Keadaan tubuh akan baik-baik saja selama sel-sel masih berfungsi dalam suatu harmoni. Akan tetapi, bila tidak lagi demikian, maka akan terjadi kegagalan mekanisme feed back dimana lambat laun sel-sel akan mengalami degenerasi (Berger, 1994 dalam Tamher, 2009).

c. Teori Mutagenesis Somatik

Menurut Martono (2011) hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya proses menua adalah faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya mutasi somatik. Sekarang sudah umum diketahui bahwa radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur, sebaiknya menghindari terkenanya radiasi atau tercemar zat kimia yang bersifat karsinogenik atau toksik, dapat memperpanjang umur. Menurut teori ini terjadinya mutasi yang progresif pada DNA sel somatik, akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.


(36)

d. Teori Eror Katastrop

Menurut hipotesis tersebut, menua disebabkan oleh kesalahan-kesalahan yang beruntun sepanjang kehidupan. Setelah berlangsung dalam waktu yang cukup lama, terjadi kesalahan dalam proses transkipsi. Kesalahan tersebut akan menyebabkan terbentuknya enzim yang salah, sebagai reaksi dan kesalahan-kesalahan lain yang berkembang secara eksponensial dan akan menyebabkan terjadinya reaksi metabolisme yang salah, sehingga akan mengurangi fungsional sel. Walaupun dalam batas-batas tertentu kesalahan dalam pembentukan RNA dapat diperbaiki, namun kemampuan memperbaiki diri sendiri itu sifatnya terbatas pada kesalahan dalam proses transkripsi (pembentukan RNA) yang tentu akan menyebabkan kesalahan sintesis protein atau enzim, yang dapat menimbulkan metabolit yang berbahaya. Apalagi jika terjadi pula kesalahan dalam proses translasi (pembuatan teori), maka akan terjadilah kesalahan yang makin banyak, sehingga terjadilah katastrop (Suhana, 1994, Constantinides, 1994 dalam Martono & Pranaka, 2011).

e. Teori Pemakaian dan Keausan

Teori ini mengusulkan bahwa akumulasi sampah metabolik atau zat nutrisi dapat merusak sintesis DNA, sehingga mendorong malfungsi molekular dan akhirnya malfungsi organ tubuh. Pendukung teori ini percaya bahwa tubuh akan mengalami kerusakan berdasarkan kerusakan suatu jadwal. Radikal bebas adalah contoh dari produk sampah


(37)

metabolisme yang menyebabkan kerusakan ketika akumulasi terjadi. Radikal bebas adalah molekul atau atom dengan suatu elektron yang tidak berpasangan. Ini merupakan jenis yang sangat reaktif yang dihasilkan dari reaksi selama metabolisme. Radikal bebas dengan cepat dihancurkan oleh sistem enzim pelindung pada kondisi normal. Beberapa radikal bebas berhasil lolos dari proses perusakan ini dan berakumulasi di dalam struktur biologis yang penting, saat itu kerusakan organ terjadi. Karena laju metabolisme terkait secara langsung pada pembentukan radikal bebas, sehingga ilmuwan memiliki hipotesis bahwa tingkat kecepatan produksi radikal bebas berhubungan dengan penentuan waktu rentang hidup. Pembatasan kalori dan efeknya pada perpanjangan rentang hidup mungkin berdasarkan pada teori ini. Namun, orang lain percaya bahwa pembatasan kalori mungkin menggunakan efeknya melalui sistem neuroendokrin. Pembatasan kalori, telah terbukti dapat meningkatkan masa hidup pada tikus percobaan. Sepanjang masa hidup, tikus-tikus tersebut telah mengalami penurunan angka kejadian kemunduran fungsional, dan mengalami lebih sedikit kondisi penyakit yang berkaitan dengan peningkatan umur, berkurangnya kemunduruan fungsional tubuh, dan menurunnya insidensi penyakit yang berhubungan dengan penuaan. Relevansi penemuan-penemuan ini masih belum dapat dipastikan bagi manusia, terutama karena kurangnya penelitian yang dilakukan pada manusia.


(38)

2. Teori Psikososial

Tamher (2009) mengemukakan kelompok teori psikososial, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Disengangement Theory

Kelompok teori ini dimulai dari University of Chicago, yaitu

Disengagement Theory, yang menyatakan bahwa individu dan masyarakat mengalami disengagement dalam suatu mutual withdrawl (menarik diri). Memasuki usia tua, individu mulai menarik diri dari masyarakat, sehingga memungkinkan individu untuk menyimpan lebih banyak aktivitas-aktivitas yang berfokus pada dirinya dalam memenuhi kestabilan pada stadium ini.

b. Teori Aktivitas

Menekankan pentingnya peran serta dalam kegiatan masyarakat bagi kehidupan seorang lansia. Dasar teori ini adalah bahwa konsep diri seseorang bergantung pada aktivitasnya dalam berbagai peran. Apabila hal ini hilang, maka akan berakibat negatif terhadap kepuasan hidupnya. Ditekankan pula bahwa mutu dan jenis interaksi lebih menentukan daripada jumlah interaksi. Hasil studi serupa ternyata menggambarkan pula bahwa aktivitas informal lebih berpengaruh daripada aktivitas formal. Kerja yang menyibukkan tidaklah meningkatkan self esteem, tetapi interaksi yang bermakna dengan orang lainlah yang lebih meningkatkan


(39)

c. Teori Kontinuitas

Berbeda dari kedua teori sebelumnya, disini ditekankan pentingnya hubungan antara kepribadian dengan kesuksesan hidup lansia. Menurut teori ini, ciri-ciri kepribadian individu berikut strategi kopingnya telah terbentuk lama sebelum seseorang memasuki usia lanjut. Namun, gambaran kepribadian itu juga bersifat dinamis dan berkembang secara kontinu. Dengan menerapkan teori ini, cara terbaik untuk meramal bagaimana seseorang dapat berhasil menyesuaikan diri adalah dengan mengetahui bagaimana orang itu melakukan penyesuaian terhadap perubahan-perubahan selama hidupnya.

d. Teori Subkultur

Pada teori subkultur Rose (1962) dalam Tamher (2009) dikatakan bahwa lansia sebagai kelompok yang memiliki norma, harapan, rasa percaya dan adat kebiasaan tersendiri, sehingga dapat digolongkan selaku suatu subkultur. Akan tetapi, mereka ini kurang terintegrasi pada masyarakat luas dan lebih banyak berinteraksi antarsesama meraka sendiri. Dikalangan lansia, status lebih ditekankan pada bagaimana tingkat kesehatan dan kemampuan mobilitasnya, bukan pada hasil pekerjaan/pendidikan/ekonomi yang pernah dicapainya. Kelompok-kelompok lansia seperti itu bila terkoordinasi dengan baik dapat menyalurkan aspirasinya, dimana secara teoritis oleh para pakar


(40)

dikemukakan bahwa hubungan antar peer group dapat meningkatkan proses penyesuaian pada masa lansia.

e. Teori Stratifikasi Usia

Teori ini dikemukakan oleh Riley (1972) dalam Tamher (2009) yang menerangkan adanya saling ketergantungan antara usia dengan struktur sosial yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Orang-orang tumbuh dewasa bersama masyarakat dalam bentuk kohor dalam artian sosial, biologis dan psikologis

2. Kohor baru terus muncul dan masing-masing kohor memiliki pengalaman dan selera tersendiri

3. Suatu masyarakat dapat dibagi kedalam beberapa strata sesuai dengan lapisan usia dan peran

4. Masyarakat sendiri senantiasa berubah, begitu pula individu dan perannya dalam masing-masing strata

5. Terdapat saling keterkaitan antara penuaan individu dengan perubahan sosial.

f. Teori Penyesuaian Individu dengan Lingkungan

Teori ini dikemukakan oleh Lawton (1982) dalam Tamher (2009). Menurut teori ini, bahwa ada hubungan antara kompetensi individu dengan lingkungannya. Kompetensi ini berupa segenap proses yang merupakan ciri fungsional individu, antara lain: kekuatan ego, keterampilan motorik, kesehatan biologis, kapasitas kognitif dan fungsi


(41)

sensorik. Adapun lingkungan yang dimaksud mengenai potensinya untuk menimbulkan respons perilaku dari seseorang. Bahwa untuk tingkat kompetensi untuk seseorang terdapat suatu tingkatan suasana/tekanan lingkungan tertentu yang menguntungkan baginya. Orang yang berfungsi pada level kompetensi yang rendah hanya mampu bertahan pada level tekanan lingkungan yang rendah pula dan sebaliknya. Suatu korelasi yang sering berlaku adalah semakin terganggu (cacat) seseorang, maka tekanan lingkungan yang dirasakan akan semakin besar (Tamher, 2009).

2.1.2 Batasan Usia Lanjut

Hurlock (2004) mengatakan bahwa lansia adalah tahap perkembangan akhir dari seorang individu yang dibagi menjadi lansia dini yaitu berkisar antara usia 60-70 tahun, dan lansia yang dimulai pada usia 70 tahun hingga akhir kehidupan seseorang. Lansia dibedakan menjadi Pra lansia (usia 45-59 tahun), lansia/eldery

(usia 60-69 tahun), lansia/Old (70-79 tahun), lansia/very old (usia 80-90 tahun).

Undang-Undang RI nomor 13 tahun 1998 dan Peraturan Permerintah RI nomor 43 tahun 2004 mencantumkan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. Berdasarkan beberapa batasan lansia di atas, maka batasan usia yang digunakan untuk menetapkan sebagai lansia dalam penelitian ini adalah usia 60 tahun atau lebih sesuai dengan batasan yang ditetapkan oleh pemerintah dan WHO.


(42)

2.1.3 Karakteristik Lansia

Beberapa karakteristik lansia yang perlu diketahui untuk mengetahui depresi pada lansia, yaitu :

a. Umur Lansia

Semakin bertambah usia seseorang, semakin siap pula dalam menerima cobaan, hal ini didukung oleh teori aktivitas yang menyatakan bahwa hubungan antara sistem sosial dengan individu bertahan stabil pada saat individu bergerak dari usia pertengahan menuju usia tua (Cox, 1994 dalam Tamher 2009).

b. Jenis Kelamin

Perbedaan gender juga dapat merupakan salah satu faktor yang memengaruhi psikologis lansia, sehingga akan berdampak pada bentuk adaptasi yang digunakan. Darmojo (1999) menyatakan hasil penelitian mereka yang memaparkan bahwa ternyata keadaan psikososial lansia di Indonesia secara umum masih lebih baik dibandingkan lansia di negara maju, antara lain tanda – tanda depresi (pria 4,3 % dan wanita 4,2 %) dapat diasumsikan bahwa wanita lebih mampu menghadapi masalah daripada kaum lelaki yang cenderung lebih emosional (Tamher, 2009). c. Pendidikan

Tingkat pendidikan juga merupakan hal penting dalam menghadapi masalah. Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin banyak pengalaman hidup yang dilaluinya, sehingga akan lebih siap menghadapi


(43)

masalah yang terjadi. Umumnya lansia yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi masih dapat produktif, mereka justru memberikan kontribusinya sebagai pengisi waktu luang dengan menulis buku – buku ilmiah atau hal lain. Menurut Loucknotte (2006) tingkat pendidikan seseorang dapat mempengaruhi kemampuan untuk mendengar dan menyerap informasi yang didapatkan, menyelesaikan masalah, merubah perilaku serta merubah serta merubah gaya hidup.

d. Status Perkawinan

Depresi banyak ditemukan pada lansia yang perkawinannya tidak membahagiakan, bercerai dan janda/duda (Blazer, 1993). Angka depresi meningkat pada lansia yang tidak menikah atau janda (Duckworth, 2009). e. Jumlah Anak

Dukungan dari anak, cucu memegang peranan penting sebagai mediator dalam kontak sosial. Hubungan antara orang tua dan keluarga sebagai bentuk dukungan moral yang rendah sehingga mempengaruhi frekuensi keluarga mengunjungi orang tuanya. Saat ini banyak lansia yang hanya memiliki kurang dari satu anggota keluarga dekat dan pasangan merupakan satu-satunya teman hidup lansia. Banyak anggota keluarga tinggal jauh dan kurang bertanggungjawab terhadap orang tuanya (Lee, 1999).


(44)

2.2 Depresi pada Lanjut Usia (Lansia)

Depresi banyak terjadi di kalangan lansia, depresi ini sering salah diagnosis atau diabaikan sejumlah faktor yang menyebabkan keadaan ini, mencakup fakta bahwa pada lansia, depresi dapat disamarkan atau tersamarkan oleh gangguan fisik lainnya. Pandangan tentang depresi secara umum dapat dipahami melalui pengenalan terhadap pengertian, gejala, penyebab, penilaian dan faktor yang memengaruhi depresi.

2.2.1 Pengertian Depresi pada Lansia

Depresi merupakan masalah utama pada lansia. Depresi adalah suatu keadaan dari kesedihan atau keputusasaan yang ekstrim yang mencapai suatu titik tertentu yang mempengaruhi aktifitas dan kualitas hidup individu (Indian Womens Health, 2009). Menurut Nugroho (2008) depresi adalah perasaan sedih, ketidakberdayaan dan pesimis yang berhubungan dengan suatu penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan kepada diri sendiri atau perasaan marah yang dalam.

2.2.2 Gejala Depresi pada Lansia

Kriteria standar untuk depresi mayor meliputi mood yang terdepresi atau kehilangan daya tarik dalam aktivitas-aktivitas yang biasanya menyenangkan (ketidakmampuan untuk mengalami kesenangan), dan sedikitnya empat dari gejala-gejala berikut: gangguan nafsu makan; gangguan tidur; keletihan; agitasi atau retardasi psikomotor; perasaan ketidakberdayaan; gangguan berkonsentrasi; dan pemikiran-pemikiran tentang kematian atau gagasan bunuh diri. Gejala-gejala tidak bersifat transient dan akan ada hampir setiap hari selama 2 minggu atau lebih.


(45)

Petunjuk-petunjuk non verbal, seperti postur yang bungkuk, pergerakan lambat, dan pembicaraan melambat (retardasi psikomotor) dapat menandai depresi. Dalam konteks kehidupan yang berat atau penyakit medis kronis, mudah untuk mengetahui sumber gejala-gejala dari sesuatu selain daripada depresi (Adelman, 2001).

Menurut International Classification Diagnostic (ICD) 10 pada gangguan depresi ada tiga gejala utama, yaitu:

1. Alam perasaan terdepresi (suasana perasaan hati murung / sedih) 2. Hilang minat atau gairah

3. Hilang tenaga dan mudah lelah, yang disertai gejala lain seperti konsentrasi menurun, harga diri menurun,perasaan bersalah, pesimis memandang masa depan, ide bunuh diri atau menyakiti diri sendiri, pola tidur berubah, nafsu makan menurun.

Kejadian depresi merupakan suatu kondisi, dimana seseorang dapat dikatakan menderita atau tidak menderita depresi. Depresi dikelompokkan berdasarkan atas hasil penilaian terhadap gejala-gejala depresi. Ada beberapa alat pengkajian untuk depresi, tapi salah satu yang paling mudah digunakan dan diinterpretasikan berbagai tempat adalah Geriatric Depression Scale. Menurut Tamher (2008) kejadian depresi dikelompokkan berdasarkan atas hasil penilaian dengan GDS short form menjadi dua bagian besar yakni nilai 5 dan 9 menunjukkan suspek depresi, sedangkan nilai > 9 berarti tandanya mengalami depresi.


(46)

2.2.3 Penyebab Depresi pada Lansia

Menurut Ibrahim (2011) terjadinya depresi pada usia lanjut selalu merupakan interaksi antara faktor biologik, fisik, psikologik dan sosial, yaitu:

1. Faktor Biologik

Faktor biologik yang merupakan predisposisi mendasari terjadinya depresi pada usia lanjut ini antara lain akibat berkurangnya produksi

neurotransmitter catecholamine, disertai dengan bertambahnya enzim

mono – amoni – oksidase di susunan saraf pusat yang akan menambah berat manifestasi depresi pada usia lanjut. Faktor biologik lainnya ialah akibat heredito konstitusional, dan pernah menderita depresi sebelumnya. 2. Faktor Fisik

Faktor fisik terjadinya depresi pada usia lanjut antara lain dengan adanya penyakit fisik tertentu (baik gangguan metabolik, endokrin, infeksi maupun sistem lainnya). Selain itu juga karena gangguan penyakit kronis yang dapat berbentuk bermacam-macam, deprivasi sensorik (penglihatan, pendengaran, dan lain-lain) kehilangan fungsi-fungsi fisik tertentu akibat penyakit lain (stroke, patah tulang, dan lain sebagainya) serta karena pemakaian obat-obat tertentu.

3. Faktor Psikologik

Faktor psikologik antara lain ditandai dengan adanya konflik yang tidak terselesaikan (cemas, rasa bersalah), kemunduran daya ingat/pikun serta adanya gangguan kepribadian.


(47)

4. Faktor Sosial

Faktor sosial penyebab depresi pada usia lanjut disebabkan adanya isolasi sosial, kehilangan kerabat dekat, kehilangan pekerjaan dari kegiatan harian, serta kehilangan pendapatan. Faktor luar yang dapat memengaruhi terjadinya depresi adalah kurangnya social support, dukungan keluarga dan tersedianya komunitas untuk lansia (Lee,1999).

2.2.4 Penilaian Depresi

Depresi pada lansia memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga untuk menilai diperlukan instumen yang khusus. Secara umum dikenal beberapa alat ukur depresi antara lain: Geriatric Depression Scale (GDS), the ZungScale, the Hamilton Rating Scale. Dari uji perbandingan yang dilakukan terhadap alat ukur tersebut

Geriatric Depression Scale (GDS) dan Zung Scale memiliki tingkat prediksi positif terbaik (93%). GDS sangat tepat digunakan untuk melakukan skrening depresi pada lansia di komunitas dan Nursing Home (Montorio, 1996). Menurut Tamher (2008) GDS ada dua bentuk, yakni bentuk panjang terdiri dari 30 pernyataan dan bentuk pendek yang terdiri dari 15 pernyataan. Dari hasil uji yang dilakukan terhadap

Geriatric Depression Scale (GDS) bentuk panjang dan pendek pada populasi lansia di nursing home ditemukan bahwa Geriatric Depression Scale (GDS) bentuk pendek yang terdiri dari 15 pernyataan hasilnya lebih konsisten.


(48)

2.3 Dukungan Sosial Keluarga

2.3.1 Pengertian Dukungan Sosial Keluarga

Dukungan sosial adalah keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan mencintainya (Cohen & Syme, 1996). Dukungan sosial keluarga adalah sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial (Friedman, 1998).

Dalam semua tahap, dukungan sosial keluarga menjadikan keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal, sehingga akan meningkatkan kesehatan dan adaptasi mereka dalam kehidupan. Studi-studi tentang dukungan keluarga telah mengkonseptualisasi dukungan sosial sebagai koping keluarga, baik dukungan-dukungan yang bersifat eksternal maupun internal terbukti sangat bermanfaat. Dukungan sosial keluarga eksternal antara lain sahabat, pekerjaan, tetangga, sekolah, keluarga besar, kelompok sosial, kelompok rekreasi, tempat ibadah, praktisi kesehatan. Dukungan sosial keluarga internal antara lain dukungan suami atau istri, dari saudara kandung, atau dukungan dari anak (Friedman, 1998) 2.3.2 Jenis Dukungan Keluarga

Menurut Friedman (1998) jenis dukungan keluarga ada empat yaitu:

1. Dukungan instrumental yaitu keluarga merupakan sumber pertolongan praktis dan konkret.

2. Dukungan informasional yaitu keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar informasi).


(49)

3. Dukungan penilaian (appraisal), keluarga bertindak sebagai sebuah umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber dan validator identitas keluarga.

4. Dukungan emosional, yaitu keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.

Dukungan keluarga pada lansia menjadi sangat berharga dan akan menambah ketentraman hidupnya. Namun demikian dengan adanya dukungan keluarga tersebut tidaklah berarti bahwa setelah memasuki masa seorang lanjut usia hanya tinggal duduk, diam, tenang dan berdiam diri saja. Untuk menjaga kesehatan fisik dan jiwanya, usia lanjut justru tetap harus melakukan aktifitas yang berguna bagi kehidupannya.

Menurut Rook & Dooley (1985) dalam Kuntjoro (2002), keluarga merupakan bagian dari dukungan sosial untuk usia lanjut. Dukungan keluarga adalah termasuk dukungan dari anak, istri, suami dan kerabat, dimana termasuk dalam dukungan sosial jenis dukungan natural yaitu dukungan pada usia lanjut yang melalui interaksi sosial dalam kehidupan usia lanjut secara spontan dengan orang-orang yang berada di sekitarnya. Dukungan keluarga tersebut mencakup : jumlah sumber dukungan dan tingkat kepuasan akan dukungan. Kurangnya dukungan keluarga dapat menjadi pemicu depresi pada usia lanjut. Depresi pada lansia banyak ditemukan pada lansia dengan riwayat kekerasan baik berupa kekerasan fisik, emosi, sex maupun pengabaian oleh keluarga. Faktor lain yang mungkinkan tingginya kasus depresi pada


(50)

lansia adalah kurangnya dukungan dari keluarga. Lansia yang tinggal sendiri atau tinggal pada keluarga yang terlalu ramai memiliki kecenderungan menderita depresi (Vilhjalmsson, 1993). Adanya gangguan dalam fungsi keluarga, konflik keluarga, perceraian dan kematian pasangan hidup merupakan faktor risiko terjadinya depresi (Raphael, 2009).

Ketidakcocokan dalam hubungan dengan tetangga, teman, lingkungan dan masalah dalam hubungan dengan status sosial dari kelompok merupakan faktor yang dapat meningkatkan kejadian depresi. Dilain pihak kemampuan tenaga pelayanan kesehatan, dilengkapi dengan keberadaan fasilitas yang memadai dapat menjadi faktor pencegah depresi (Kim, 2009).

2.4 Status Kesehatan pada Lansia

Status kesehatan seseorang terwujud oleh keempat dimensi kesehatan tersebut antara fisik, mental, sosial dan ekonomi yang saling memengaruhi dalam mewujudkan tingkat kesehatan seseorang. Pengertian sehat tersebut tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat, serta produktif secara ekonomi dan sosial. Pengertian kesehatan saat ini memang lebih luas dan dinamis, dibandingkan dengan batasan sebelumnya. Hal ini berarti bahwa kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari aspek fisik, mental, dan sosial saja, tetapi juga diukur dari produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan atau menghasilkan sesuatu secara ekonomi. Bagi yang belum memasuki dunia kerja, anak dan remaja, atau bagi yang sudah tidak bekerja (pensiun) atau lansia, berlaku arti produktif secara sosial. Misalnya produktif secara


(51)

sosial-ekonomi bagi siswa sekolah atau mahasiswa adalah mencapai prestasi yang baik, sedang produktif secara sosial-ekonomi bagi lansia atau para pensiunan adalah mempunyai kegiatan sosial dan keagamaan yang bermanfaat, bukan saja bagi dirinya, tetapi juga bagi orang lain atau masyarakat (Darmojo, 1999). Keempat dimensi kesehatan tersebut saling memengaruhi dalam mewujudkan tingkat kesehatan seseorang, kelompok atau masyarakat. Seseorang yang sehat fisik nya belum tentu sehat mentalnya, demikian juga orang yang sehat fisik dan mentalnya belum tentu sehat spiritualnya, sebaliknya orang yang sehat fisik, mental dan spiritualnya belum tentu sehat sosialnya. Itulah sebabnya, maka kesehatan bersifat menyeluruh mengandung keempat aspek. Perwujudan dari masing-masing aspek tersebut dalam kesehatan seseorang antara lain sebagai berikut:

1. Kesehatan fisik terwujud apabila seseorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.

2. Kesehatan mental (jiwa) mencakup tiga komponen, yakni pikiran, emosional, dan spiritual.

a. Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.

b. Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dan sebagainya.

c. Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam


(52)

fana ini. Dengan perkataan lain, sehat spiritual adalah keadaan dimana seseorang menjalankan ibadah dan semua aturan-aturan agama yang dianutnya.

3. Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayan, status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan menghargai.

4. Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa) produktif, dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial. Secara umum, status kesehatan pada lansia tidak sebaik saat usia muda.

Seringkali lansia menderita berbagai penyakit yang umumnya terjadi akibat penurunan fungsi organ tubuh (McKenzie, 2008). WHO (2004) dalam I Wayan Suardana (2011) menyebutkan bahwa status kesehatan adalah suatu variabel yang memiliki makna dari kondisi fungsional, sosial dan kultural, keluhan subyektif dan sosiopsikologi yang memengaruhi peran, kemandirian dan persepsi terhadap kesehatan.

Beberapa strategi penting untuk penuaan yang sukses yaitu mempertahankan kesehatan dengan gaya hidup yang sehat, berusaha untuk tetap aktif baik secara fisik maupun mental. Dalam penelitian terhadap 2943 orang yang berusia 65 - 84 tahun sejak tahun 1971 - 1983 telah ditentukan bahwa orang yang mengalami penuaan yang sukses akan mengekspresikan kepuasan hidup mereka dan secara substansial


(53)

mengeluarkan biaya untuk kesehatan lebih sedikit daripada lansia yang lain. Penelitian yang sama juga menemukan bahwa mereka yang beresiko untuk tidak mengalami penuaan yang sukses adalah mereka dengan kondisi kesehatan yang buruk, yang ditinggal mati pasangannya, yang status mentalnya membahayakan, yang mengidap kanker, dan mereka yang dipaksa untuk pensiun atau berhenti karena kondisi kesehatan yang buruk (Stanley, 2007).

2.4.1 Indikator Status Kesehatan

Indikator status kesehatan lansia ataupun gambaran kondisi kesehatan lansia dapat dilihat dari mortalitas (angka kematian), morbiditas (angka kesakitan) dan perilaku kesehatan (Manulang, 2012).

1. Mortalitas (Angka Kematian)

Pada tahun 1998, lima penyebab utama kematian untuk lansia berdasarkan jumlah kematian adalah: penyakit Jantung, Kanker, Stroke, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), dan Pneumonia serta Influenza. Penyakit Jantung, Stroke, dan PPOK merupakan penyebab kematian tertinggi, hampir tujuh dari setiap sepuluh kematian. Selama 50 tahun terakhir angka mortalitas keseluruhan lansia menurut usia secara kontinu menunjukkan penurunan. Alasan utamanya adalah menurunnya angka kematian akibat penyakit jantung dan stroke. Walaupun menurun, penyakit jantung tetap menjadi penyebab utama kematian untuk kelompok lansia, sekitar 35% dari seluruh kematian. Tidak seperti angka kematian untuk penyakit jantung dan stroke, angka kematian akibat kanker tetap


(54)

sama setiap tahun. Peningkatan tertinggi angka kematian untuk lansia terjadi pada kasus Diabetes dan PPOK. Antara tahun 1980-1997, angka kematian menurut usia akibat Diabetes meningkat 32%, sementara akibat PPOK 57% (Depkes RI, 2008).

Makna penting penyebab utama lainnya terhadap kematian lansia bervariasi bergantung pada ras, etnis dan jenis kelamin. Pada tahun 1997, Diabetes merupakan penyebab utama ketiga untuk kematian di kalangan penduduk Indian Amerika dan penduduk asli Alaska serta yang keempat untuk orang Amerika keturunan Hispanik, sementara untuk ras lainnya pada urutan keenam. Penyakit Alzaimer menempati urutan kesembilan untuk kematian di kalangan orang Amerika kulit putih dan yang ke enam di kalangan wanita kulit putih usia di atas 85 tahun, tetapi tidak termasuk dalam sepuluh besar penyebab kematian untuk ras lainnya (Bustan, 2007). 2. Morbiditas (Angka Kesakitan)

Mutu kehidupan lansia menurun jika lansia sering sakit, dan jika kondisi sering kronis atau cedera yang mengakibatkan selalu membatasi kemampuan. Jika lansia dapat mempertahankan kemandirian mereka tentu akan menghindari jasa perawatan yang mahal, misalnya belanja sendiri, masak sendiri makanan mereka, mandi dan berpakaian sendiri, dan berjalan serta menaiki tangga tanpa bantuan orang lain. Untuk lansia umur 70 tahun ke atas yang tidak dirawat, hampir sepertiganya mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan seperempatnya tidak


(55)

dapat melakukan aktivitas sedikitnya satu dari aktivitas fisik (misalnya: berjalan seperempat mil, berjalan menanjak sepuluh langkah tanpa beristirahat, berdiri atau bertumpu pada kedua kaki selama dua jam duduk selama dua jam, membungkuk, berjongkok atau berlutut, menjangkau sesuatu yang tinggi, menjulurkan tangan seolah-olah hendak menjabat tangan orang dengan menggunakan jari-jari untuk menggenggam atau memegang, mengangkat atau membawa sesuatu seberat 5 kg). Keterbatasan aktivitas fisk pada lansia semakin bertambah seiring dengan semakin bertambahnya usia dan wanita lebih berkemungkinan daripada pria untuk mengalami keterbatasan fisik. Berkurangnya aktivitas itu dapat dikelompokkan ke dalam dua tipe, kondisi kronis dan kerusakan (Manulang, 2012).

3. Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan dan faktor sosial merupakan hal yang memengaruhi lansia dalam hal membantu lansia memelihara kesehatan dan menjalani hidup sehari-hari. Beberapa lansia percaya bahwa mereka terlalu tua untuk mendapatkan manfaat apapun dari perubahan perilaku kesehatan mereka. Hal itu tentu saja tidak benar, tidak pernah ada kata terlambat untuk melakukan perubahan untuk kebaikan.

Pada umumnya lansia memiliki lebih banyak perilaku kesehatan yang baik daripada orang yang lebih muda. Lansia akan lebih kecil kemungkinannya untuk mengkonsumsi minuman beralkohol, merokok


(56)

karena kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan. Pada tahun 1995, didapatkan data bahwa 28% pria lansia dan 39% wanita lansia lebih banyak duduk daripada mereka yang aktif, tipe aktivitas yang paling umum dilakukan adalah aktivitas ringan sampai menengah, misalnya berjalan-jalan, berkebun, dan melemaskan diri (Koswara, 2011).

2.4.2 Pengkajian Status Kesehatan pada Lansia

Menurut WHO (2002) dalam Tamher (2011), saat ini sedang terjadi pergeseran penduduk dunia ke arah usia lanjut. Dengan meningkatnya jumlah lansia, timbul beragam masalah antara lain masalah medis teknis, mental psikologi, dan sosial ekonomi. Kebutuhan pelayanan kesehatan akan mengalami peningkatan karena terjadinya pergeseran pola penyakit serta perubahan tuntutan dan kebutuhan masyarakat.

Menurut Tamher (2011) kegiatan pembinaan yang ditujukan bagi lansia dapat dilakukan secara individu atau kelompok. Upaya semacam ini dapat ditujukan agar para lansia lebih menyadari perlunya meningkatkan taraf kesehatannya. Dilain pihak, agar para keluarga dapat berpartisipasi secara aktif dalam upaya serupa, sehingga pelayanan yang diterima oleh kelompok lansia akan lebih meningkat.

Status kesehatan pada lansia dikaji secara komprehensif, akurat dan sistematis. Tujuan dari melakukan pengkajian adalah untuk menentukan kemampuan lansia dalam memelihara diri sendiri, melengkapi data dasar untuk membuat rencana keperawatan serta memberi waktu pada lansia untuk berkomunikasi. Pengkajian ini


(57)

meliputi aspek fisik, psikis, sosial dan spiritual dengan melakukan pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan pemeriksaan.

Pengkajian pada lansia yang ada di keluarga dilakukan dengan melibatkan keluarga sebagai orang terdekat yang mengetahui tentang masalah kesehatan lansia. Sedangkan pengkajian pada kelompok lansia di panti ataupun dimasyarakat dilakukan dengan melibatkan penanggung jawab kelompok lansia, kultural, tokoh masyarakat serta petugas kesehatan (Maryam, 2011).

Dalam penelitian ini, status kesehatan lansia yang digunakan adalah : 1. Activity of Daily Living (ADL)

ADL adalah merupakan aktivitas pokok bagi perawatan diri. ADL meliputi antara lain: ke toilet, makan, berpakaian (berdandan), mandi dan berpindah tempat. Pengkajian ADL penting untuk mengetahui tingkat ketergantungan. Dengan kata lain, besarnya bantuan yang diperlukan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari serta untuk menyusun rencana perawatan jangka panjang. Dalam literatur terdapat pula istilah ADL instrumen, merupakan aktivitas yang lebih kompleks namun mendasar bagi situasi kehidupan lansia dalam bersosialisasi.

Dalam Sugiarto (2005) macam – macam ADL, adalah :

1. ADL dasar, sering disebut ADL saja, yaitu ketrampilan dasar yang harus dimiliki seseorang untuk merawat dirinya meliputi berpakaian, makan & minum, toileting, mandi, berhias. Ada juga yang memasukkan kontinensi buang air besar dan buang air kecil dalam kategori ADL


(58)

dasar ini. Dalam kepustakaan lain juga disertakan kemampuan mobilitas.

2. ADL instrumental, yaitu ADL yang berhubungan dengan penggunaan alat atau benda penunjang kehidupan sehari-hari seperti menyiapkan makanan, menggunakan telefon, menulis, mengetik, mengelola uang kertas ADL dasar, sering disebut ADL saja, yaitu ketrampilan dasar yang harus dimiliki seseorang untuk merawat dirinya meliputi berpakaian, makan dan minum, toileting, mandi, berhias. Ada juga yang memasukkan kontinensi buang air besar dan buang air kecil dalam kategori ADL dasar ini. Dalam kepustakaan lain juga disertakan kemampuan mobilitas.

Pengkajian ADL umumnya mengikuti indeks pengukuran yang dikembangkan oleh Barthel dan Kats. Indeks ini didasarkan pada hasil evaluasi terhadap tingkat kemandirian atau keadaan sebaliknya yaitu tingkat ketergantungan secara fungsional. Indeks terdiri atas 7 tingkat, sebagai hasil penilaian terhadap perihal melakukan kegiatan mandi, berpakaian, ke toliet, beranjak, kontinensia dan makan.

2. Status Mental Emosional

Adapun pengkajian fungsi psikososial dilakukan melalui observasi wawancara, dan pemeriksaan status mental. Informasi yang dihimpun melalui fungsi kognitif, psikomotor, pandangan dan penalaran, serta kontak dengan realita (Black, 1990 dalam Tamher, 2011).


(59)

Pengkajian status psikososial meliputi pengkajian fungsi kognitif dan pengkajian psikososial (mental, emosional). Bagian yang popular dan sederhana adalah yang disebut Mini Mental State Examination (MMSE). Pemeriksaan ini dilakukan untuk dapat menentukan pikiran serta proses mental, apakah lansia dapat memperlihatkan fungsi optimal.

3. Masalah Kesehatan Kronis

Penyebab penyakit pada lansia pada umumnya berasal dari dalam tubuh (endogen), pada orang dewasa berasal dari luar tubuh (eksogen). Hal ini karena pada lansia telah terjadi penurunan fungsi dari berbagai organ-organ tubuh akibat kerusakan sel-sel karena proses menua, sehingga produksi hormon, enzim, dan zat-zat yang diperlukan untuk kekebalan menjadi berkurang. Sering pula, penyakit lebih satu jenis (multipatologi) dimana satu sama lain dapat berdiri sendiri maupun saling berkaitan dan memperberat. Pada lansia yang telah lama menderita sakit sering depresi. Oleh karena itu, dalam pengobatannya tidak hanya gangguan fisiknya saja yang diobati, tetapi juga gangguan jiwanya yang justru sering tersembunyi gejalanya.

Masalah kesehatan kronis merupakan keluhan kesehatan atau gejala yang dialami oleh lansia dalam waktu 3 bulan terakhir berkaitan dengan fungsi-fungsi (Maryam, 2011).


(60)

2.5 Pembinaan Kesehatan Lansia di Panti

Dalam Maryam (2008), tujuan pembinaan kesehatan lansia di panti, yaitu: 1. Tujuan umum pembinaan kesehatan lansia di panti

Untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan lansia di panti agar mereka dapat hidup layak.

2. Tujuan khusus pembinaan kesehatan lansia di panti

a. Meningkatnya pembinaan dan pelayanan kesehatan lansia di panti, baik oleh petugas kesehatan maupun petugas panti.

b. Meningkatnya kesadaran dan kemampuan lansia khususnya yang tinggal di panti dalam memelihara kesehatan diri sendiri.

c. Meningkatnya peran serta keluarga dan masyarakat dalam upaya pemeliharaan kesehatan lansia di panti.

Sasaran pembinaan kesehatan lansia di panti, yaitu: 1. Sasaran Umum yaitu:

a. Pengelola dan petugas penghuni panti b. Keluarga lansia

c. Mayarakat luas

d. Instansi dan organisasi terkait 2. Sasaran Khusus, yaitu:


(61)

Kegiatan pembinaan kesehatan lansia di panti, yaitu: pelaksanaan kegiatan pembinaan kesehatan lansia dilakukan melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

1. Upaya Promotif

Adalah upaya untuk menggairahkan semangat hidup dan meningkatkan derajat kesehatan lansia agar tetap berguna, baik bagi dirinya, keluarga maupun masyarakat. Kegiatan tersebut dapat berupa :

a. Penyuluhan/demonstrasi dan/atau pelatihan bagi petugas panti mengenai masalah gizi dan diet, perawatan dasar kesehatan, mengenal kasus gangguan jiwa, olahraga, teknik-teknik berkomunikasi, bimbingan rohani b. Sarasehan, pembinaan mental dan ceramah keagamaan.

c. Pembinaan dan pemgembangan kegemaran pada lansia di panti d. Rekreasi

e. Kegiatan lomba antar lansia di panti atau antar panti

f. Penyebarluasan informasi tentang kesehatan lansia di panti maupun masyarakat luas melalui berbagai macam media.

2. Upaya Preventif

Adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya penyakit- penyakit yang disebabkan oleh proses penuaan dan komplikasinya. Kegiatannya dapat berupa kegiatan sebagai berikut ini:


(62)

a. Pemeriksaan berkala yang dapat dilakukan di panti oleh petugas kesehatan yang datang ke panti secara periodik atau di puskesmas dengan menggunakan KMS lansia.

b. Penjaringan penyakit pada lansia baik oleh petugas kesehatan di puskesmas maupun petugas panti yang telah dilatih dalam pemeliharaan kesehatan lansia.

c. Pemantauan kesehatan oleh dirinya sendiri dengan bantuan petugas panti yang menggunakan buku catatan pribadi.

d. Melakukan olahraga secara teratur sesuai dengan kemampuan dan kondisi masing – masing.

e. Mengelola diet dan makanan lansia penghuni panti sesuai dengan kondisi kesehatannya masing – masing.

f. Meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

g. Mengembangkan kegemarannya agar dapat mengisi waktu dan tetap produktif.

h. Melakukan orientasi realita, yaitu upaya pengenalan terhadap lingkungan sekelilingnya agar lansia dapat lebih mampu mengadakan hubungan dan pembatasan terhadap waktu, tempat dan orang – orang secara optimal. 3. Upaya Kuratif

Upaya kuratif adalah upaya pengobatan bagi lansia oleh petugas kesehatan atau petugas panti terlatih sesuai kebutuhan. Kegiatan ini dapat berupa sebagai berikut :


(63)

a. Pelayanan kesehatan dasar di panti oleh petugas kesehatan atau petugas panti yang telah dilatih melalui bimbingan dan pengawasan petugas kesehatan/puskesmas.

b. Pengobatan jalan di puskesmas. c. Perawatan dietik.

d. Perawatan kesehatan jiwa.

e. Perawatan kesehatan gigi dan mulut. f. Perawatan kesehatan mata.

g. Perawatan kesehatan melalui kegiatan puskesmas.

h. Rujukan ke rumah sakit, dokter spesialis atau ahli kesehatan yang diperlukan.

4. Upaya Rehabilitatif

Adalah upaya untuk mempertahankan fungsi organ seoptimal mungkin. Kegiatan ini dapat berupa rehabilitasi mental, vokasional dan kegiatan fisik. Kegiatan ini dilakukan oleh petugas kesehatan, petugas panti yang telah dilatih dan berada dalam pengawasan dokter atau ahlinya.

2.6 Landasan Teori

Menurut Ibrahim (2011) terjadinya depresi pada usia lanjut selalu merupakan interaksi antara faktor biologik, fisik, psikologik dan sosial, yaitu:


(64)

1. Faktor Biologik

Faktor biologik yang merupakan predisposisi mendasari terjadinya depresi pada usia lanjut ini antara lain akibat berkurangnya produksi

neurotransmitter catecholamine, disertai dengan bertambahnya enzim

mono – amoni – oksidase di susunan saraf pusat yang akan menambah berat manifestasi depresi pada usia lanjut. Faktor biologik lainnya ialah akibat heredito konstitusional, dan pernah menderita depresi sebelumnya. 2. Faktor Fisik

Faktor fisik terjadinya depresi pada usia lanjut antara lain dengan adanya penyakit fisik tertentu (baik gangguan metabolik, endokrin, infeksi maupun sistem lainnya). Selain itu juga karena gangguan penyakit kronis yang dapat berbentuk bermacam-macam, deprivasi sensorik (penglihatan, pendengaran, dan lain-lain) kehilangan fungsi-fungsi fisik tertentu akibat penyakit lain (stroke, patah tulang, dan lain sebagainya) serta karena pemakaian obat-obat tertentu.

3. Faktor Psikologik

Faktor psikologik antara lain ditandai dengan adanya konflik yang tidak terselesaikan (cemas, rasa bersalah), kemunduran daya ingat/pikun serta adanya gangguan kepribadian.

4. Faktor Sosial

Faktor sosial penyebab depresi pada usia lanjut disebabkan adanya isolasi sosial, kehilangan kerabat dekat, kehilangan pekerjaan dari kegiatan


(1)

PENILAIAN

ACTIVITY DAILY LIVING

(ADL)

Isilah tanda rumput (v) pada kolom mandiri atau ketergantungan dari masing-masing aktivitas dibawah ini!

DENGAN INDEK KATZ

No Aktivitas Mandiri

(nilai 1)

Tergantung (nilai 0) 1. Mandi di kamar mandi (menggosok, membersihkan

dan mengeringkan badan)

2. Menyiapkan pakaian, membuka dan

mengenakannya

3. Memakan makanan yang telah disiapkan

4. Memelihara kebersihan diri untuk penampilan diri (menyisir rambut, mencuci rambut, mencukur kumis)

5. Buang air besar di WC (membersihkan dan

mengeringkan daerah bokong)

6. Dapat mengontrol pengeluaran feses (tinja)

7. BAK di kamar mandi (membersihkan dan

mengeringkan daerah kemaluan)

8. Dapat mengontrol pengeluaran air kemih

9. Berjalan di lingkungan tempat tinggal atau ke keluar ruangan tanpa alat bantu seperti tongkat. 10. Menjalankan ibadah sesuai agama dan kepercayaan

yang dianut

11. Melakukan pekerjaan rumah seperti : merapihkan tempat tidur, mencuci pakaian dan membersihkan ruangan.


(2)

13. Mengelola keuangan (menyimpan dan menggunakan uang sendiri)

14. Menggunakan sarana transportasi untuk umum untuk bepergian

15. Menyiapkan obat dan minum obat sesuai dengan aturan (takaran obat dan waktu minum obat tepat) 16. Merencanakan dan mengambil keputusan untuk

kepentingan keluarga, aktivitas sosial dan kebutuhan akan pelayanan kesehatan.

17. Melakukan aktivitas di waktu luang (kegiatan keagamaan,sosial, rekreasi, olah raga dan hobi)

Analisis Hasil :

0

= Mandiri, apabila lansia mampu hidup/melakukan aktivitas mandiri tanpa

bantuan orang lain dengan skor 13-17.

1

= Dengan bantuan, apabila lansia mampu hidup/melakukan aktivitas dengan

bantuan orang lain dengan skor 0-12.


(3)

Lanjutan Kuesioner Status Kesehatan

Status Mental Emosional

Jawablah pernyataan dibawah ini dengan memilih jawaban salah satu jawaban yang

dialami oleh responden yaitu “Ya” atau “Tidak”.

PERTANYAAN TAHAP I :

1.

Apakah Anda mengalami sukar tidur ?

2.

Apakah Anda merasa sering gelisah ?

3.

Apakah Anda sering merasa murung dan atau menangis sendiri ?

4.

Apakah Anda sering merasa khawatir ?

Bila 1 atau lebih jawaban Ya Bila tidak ada status emosional (-)

PERTANYAAN TAHAP II :

1.

Apakah lama keluhan lebih dari tiga bulan atau lebih dari satu kali dalam satu

bulan ?

2.

Apakah Anda mempunyai masalah atau pikiran banyak ?

3.

Apakah Anda mempunyai gangguan atau masalah dengan keluarga atau orang

lain ?

4.

Apakah Anda mempergunakan obat tidur atau penenang atas petunjuk dokter

?

5.

Apakah Anda cenderung mengurung diri di dalam kamar ?

Bila 1 atau lebih jawaban Ya

Masalah Emosional (+)

Analisis hasil :

0 = Tidak ada, apabila skor 0 jawaban oleh reponden pada lembar kuesioner

status mental.

1 = Ada, apabila responden menjawab 1 atau lebih jawaban ya pada lembar

kuesioner status mental.


(4)

MASALAH KESEHATAN KRONIS

1.

Apakah lansia sedang mengalami

masalah kesehatan kronis yang diderita

selama bulan terakhir yang mengganggu aktivitas sehari – hari?

No

Masalah kesehatan

kronis

Selalu

(3)

Sering

(2)

Jarang

(1)

Tidak

pernah

(0)

A.

Fungsi penglihatan

1.

Penglihatan kabur

2.

Mata berair

3.

Nyeri pada mata

B.

Fungsi pendengaran

4.

Pendengaran

berkurang

5.

Telinga berdenging

C.

Fungsi Paru

6.

Batuk lama disertai

keringat malam

7.

Sesak napas

8.

Berdahak / sputum

D.

Fungsi Jantung

9.

Jantung berdebar –

debar

10.

Cepat lelah

11.

Nyeri dada

E.

Fungsi Pencernaan


(5)

12.

Mual/muntah

F.

13. Nyeri ulu hati

14. Makan dan minum

banyak

15. Perubahan kebiasaan

BAB (mencret atau

sembelit)

G.

Fungsi pergerakan

16. Nyeri kaki saat

berjalan

17.Nyeri pinggang atau

tulang belakang

18. Nyeri

persendian/bengkak

H.

Fungsi persarafan

19.Lumpuh/kelemahan

pada kaki/tangan

20. Kehilangan rasa

21. Gemetar/tremor

22. Nyeri pegal pada

daerah tengkuk

I.

Fungsi

aluran

perkemihan

23. BAK banyak

24. Sering BAK malam

hari


(6)

25. Tidak mampu

mengontrol pengeluaran

air kemih (ngompol)

Analisis Hasil :

0 = tidak menderita sakit kronis yang mengganggu aktivitas sehari-hari apabila skor

≤ 25


Dokumen yang terkait

Gambaran Spiritual Lansia Yang Menderita Penyakit Kronis di UPT Pelayanan Sosial Lansia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

5 63 86

Hubungan Interaksi Sosial Lansia Dengan Kesepian Pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Balita di Wilayah Binjai dan Medan

30 172 95

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN TINGKAT DEPRESI PENDERITA KUSTA PADA LANSIA

0 3 86

Gambaran Spiritual Lansia Yang Menderita Penyakit Kronis di UPT Pelayanan Sosial Lansia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

0 0 12

Gambaran Spiritual Lansia Yang Menderita Penyakit Kronis di UPT Pelayanan Sosial Lansia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

0 0 2

JURNAL ILMIAH HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI UPT PELAYANAN SOSIAL LANSIA PASURUAN DI LAMONGAN

0 0 9

Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dan Status Kesehatan dengan Gejala Depresi pada Lansia yang Tinggal di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan Tahun 2013

0 0 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Lanjut Usia 2.1.1 Pengertian Lanjut Usia - Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dan Status Kesehatan dengan Gejala Depresi pada Lansia yang Tinggal di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan Tahun 2013

0 0 34

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dan Status Kesehatan dengan Gejala Depresi pada Lansia yang Tinggal di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan Tahun 2013

0 0 12

HUBUNGAN INTERAKSI SOSIAL LANSIA DENGAN KESEPIAN LANSIA DI UPT PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA DAN BALITA WILAYAH BINJAI DAN MEDAN

0 1 10