BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja - Pengaruh Pola Makan terhadap Kejadian Anemia pada Remaja Putri di SMA Dharma Pancasila Medan Tahun 2013

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Remaja

  Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescene, berasal dari bahasa latin adolescere yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan.

  Bangsa primitive dan orang-orang purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode lain dengan rentang kehidupan. Anak dianggap dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi (Ali, 2011). Masa Remaja (adolescence) merupakan periode transisi perkembangan masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosio- emosional (Santrock, 2007). WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja. Walaupun batasan tersebut didasarkan pada usia kesuburan (fertilitas) wanita, batasan ini berlaku juga untuk remaja pria dan WHO membagi kurun usia tersebut dalam 2 bagian yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun (Sarwono, 2000).

  Fase remaja merupakan masa perkembangan individu yang penting. Masa remaja adalah suatu periode dalam perkembangan yang dijalani seseorang yang terbentang sejak berakhir masa kanan-kanak sampai dengan awal masa dewasa. Bagian dari masa kanak-kanak itu antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan terus bertambah, sedangkan masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai dengan kemampuan berfikir secara abstrak (Potter & Perry, 2005) emosional, sosial dan politik (Gunarsa 2010). Kesempurnaan dan kematangan pertumbuhan fisik khususnya remaja putri merupakan salah satu penentu kesiapan fisik dalam menghadapi masa reproduksi. Perubahan juga terjadi bagi remaja putri yang setiap bulannya mengalami menstruasi di dalam darah yang dikeluarkan ±50 cc tiap bulannya, dan juga perubahan dalam perilaku konsumsi. Remaja yang masih dalam proses mencari identitas diri, seringkali mudah tergiur oleh moderinisasi dan teknologi yang mempengaruhi konsumsi makanan pada remaja yang tidak melihat makanan dari kandungan gizi tapi lebih condong ke arah trend dan moderinisasi.

  Fast food adalah makanan cepat saji yang diperoleh dari makanan luar rumah

  yang disajikan dengan sedikit waktu dan tidak perlu menunggu waktu lagi semenjak makanan dipesan sampai dengan disajikan. Kehadiran fast food dalam industri makanan di Indonesia bisa mempengaruhi pola makan para remaja di kota. Beberapa tahun terakhir ini, banyak didirikan tempat-tempat penjualan fast food di beberapa kota besar diIndonesia terutama ditempat yang strategis diMall, supermarket bahkan bermunculan di pinggiran jalan. Fast food ditawarkan dengan harga yang terjangkau oleh kantong-kantong remaja, kebiasaan mengkonsumsi fast food sudah menjadi bagian dari gaya hidup remaja kota. Fast food umumnya mengandung lemak, kolesterol, garam dan energi yang sangat tinggi. Kandungan gizi yang tidak seimbang ini bila terlanjur menjadi pola makan, akan berdampak negatif pada keadaan gizi pada remaja. Hal inilah yang menyebakan remaja putri sangat beresiko tinggi untuk menderita anemia.

  (AKI) adalah anemia gizi. Data dari Direktorat Kesehatan Keluarga menunjukkan bahwa anemia menjadi faktor resiko terjadinya perdarahan tersebut dan hal itu diakibatkan karena anemia yang dideritanya sejak masih remaja (Gayuh, 2009). Kejadian hamil dan menikah diusia dini pada remaja putri baik yang direncanakan atau tidak direncanakan merupakan salah satu pemberi kontribusi terhadap kematian ibu. Kurangnya kesiapan secara mental dan fisik pada remaja putri akan memberi dampak pada keturunan yang akan dihasilkan. Tidak jarang remaja putri yang hamil pada usia muda mengalami masalah terhadap kesehatannya dan generasi yang akan dilahirkan. Kehamilan pada usia remaja berpotensi melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (Hayati, 2010). Pada kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi sering menjadi langkah yang dipilih. Hal ini dapat berdampak buruk pada masa depan remaja putri dan menjadi salah satu penyebab angka kematian ibu.

2.2 Anemia

2.2.1 Jenis Anemia

  Salah satu penentu kualitas sumber daya manusia adalah gizi. Kekurangan gizi dapat menyebabkan masalah di dalam individu terutama pada masa remaja yaitu gagalnya pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunkan daya tahan tubuh yang dapat meningkatkan angka kesakitan bahkan kematian (Depkes, 2003).

  Masalah gizi utama di Indonesia hingga saat ini menurut Wjiastuti (2006) adalah Kurang Energi Protein (KEP). Gangguan Akibat Kurang yodium (GAKY), kurang vitamin A (KVA), dan Anemia Gizi. Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar

  4,5%-5,5jt/mm3. Sedangkan pada wanita, hemoglobin normal adalah 12-16 gr% dengan erittrosit 3,5-4,5 jt/mm3. Di Indonesia sebagian besar anemia disebabkan oleh kekurangan zat besi (Fe) sehingga disebut anemia kekurangan zat besi atau anemia gizi besi (Hardinsyah dkk, 2007).

  Klasifikasi dari anemia disampaikan Kodiyat (2000), menggolongkan anemia menjadi dua tipe, yaitu anemia gizi dan anemia non-gizi. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang diperlukan dalam pembentukan dan produksi sel-sel merah. Anemia gizi dibagi menjadi beberapa jenis yaitu:

  1. Anemia pernisiosa merupakan anemia yang disebabkan defisiensi vitamin B12 dalam darah.

  2. Anemia Defsiensi folat (asam folat) yang disebabkan defisiensi asam folat didalam darah.

  3. Anemia defisisiensi besi adalah anemia yang disebabkan defisiensi besi di dalam darah.(Almatsier, 2009).

2.2.2 Anemia Gizi Besi

  Menurut Reksodiputro (2006) anemia gizi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk pembentukan sel darah merah. Cadangan besi yang berkurang bahkan tidak ada sama sekali mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.

  Gambaran klinis dari anemia gizi besi adalah : 1.

  Pada Individu Dewasa, tanda anemia sistemik terlihat pada saat hemoglobin kurang dari 12 g/100mL atau kurang

  Memperlihatkan gejala 5 L (Lesu, Lemah, Letih, Lelah, Lalai). Gejala lebih lanjut telapak tangan pucat, konjugtiva pucat dan daun telinga pucat juga semakin terlihat (Depkes, 2005)

Tabel 2.1 Batasan Anemia menurut WHO

   Kelompok Batas Normal

   Anak Balita

  11 gr % Anak Usia Sekolah 12 gr % Wanita Dewasa 12 gr % Laki – laki Dewasa 13 gr % Ibu Hamil

  11 gr % Dalam supariasa 2008

2.2.3 Zat Mikro (Besi) dan Metabolismenya

  Zat mikro (besi) adalah microelement yang essensial bagi tubuh. Zat ini terutama diperlukan dalam hemapobesis (pembentukan darah), yaitu dalam sintesa hemoglobin (Hb). Di samping itu berbagai jenis enzim memerlukan Fe sebagai faktor penggiat (Soediatomo, 2006). Zat besi merupakan bagian yang terpenting dalaam hemoglobin, mioglobin, dan enzim, namun zat gizi ini tergolong essensial sehingga harus disuplai dari makanan. Fungsi prinsip utama zat gizi besi dalam tubuh adalah terlihat dalam pengangkutan oksigen dan dari sari makanan dalam darah dan urat daging serta menstranfer electron (Akhmadi, 2008)

  Kandungan besi dalam badan sangat kecil yaitu 35mg per kg berat badan wanita atau 50mg per Kg berat badan pria. Besi dalam badan sebagian terletak dalam sel-sel darah merah sebagai heme, suatu pigmen yang mengandung inti sebuah atom dalam sel-sel otot, khususnya dalam mioglobin.

  Kebutuhan zat besi pada seseorang sangat bergantung pada usia dan jenis kelamin. Kebutuhan zat besi pada wanita lebih banyak daripada laki-laki karena mereka mengalami menstruasi setiap bulan. Wanita hamil, bayi dan ank-anak lebih beresiko untuk mengalami anemia zat besi daripada yang lainnya. Berikut kebutuhan zat besi yang terserap menurut umur pada wanita.

Tabel 2.2 Angka Kecukupan Besi yang Dianjurkan Golongan Umur AKB (mg)

  Wanita : 10 – 12 tahun 20 13 – 15 tahun 26 16 – 18 tahun 26 19 – 29 tahun 26 30 – 49 tahun 26 50 – 64 tahun

  12

  12 ≥ 65 tahun

  

Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2004. Angka Kecukupan Besi

Dalam Almatsier 2009

  Dalam tubuh terdiri dari proses penyerapan, pengangkutan, pemanfaatan, penyimpanan dan pengeluaran. Penyerapan besi diatur ketat pada tingkat mukosa intestinal dan ditentukan oleh kebutuhan tubuh. Zat besi dari makanan diserap ke usus halus, kemudian masuk ke dalam plasma darah. Selain itu, ada sejumlah zat besi yang keluar dari tubuh bersama tinja. Absorbsi terutama terjadi dibagian atas usus halus (duodenum) dengan bantuan alat angkut yaitu protein khusus. Ada dua jenis alat angkut-protein didalam sel mukosa usus halus yang membantu penyerapan besi, kedalam sel mukosa dan memindahkannya ke transferin reseptor yang ada didalam sel mukosa. Transferin mukosa kemudian kembali kedalam rongga saluran cerna untuk mengikat besi yang lain, sedangkan transferin reseptor mengangkut besi melalui darah ke semua jaringan tubuh.

  Taraf absorpsi besi diatur oleh mukosa saluran cerna yang ditentukan oleh kebutuhan tubuh.Transferin mukosa yang dikeluarkan kedalam empedu berperan sebagai alat angkut yang bolak balik membawa besi kepermukaan sel usus halus untuk diikat oleh transferin reseptor dan kembali kesaluran cerna untuk mengangkut zat besi yang lain. Zat besi dari plasma sebagian harus dikirim ke sumsum tulang untuk pembentukan hemoglobin dan sebagian lagi diedarkan ke seluruh jaringan.

  Cadangan besi disimpan dalam bentuk ferritin dan hemosiderin di dalam hati dan limpa. Penyebaran besi dari sel mukosa ke sel–sel dalam tubuh berlangsung lebih lambat dari pada penerimaannya dari saluran cerna, bergantung pada simpanan besi dalam tubuh dan kandungan besi dalam bahan makanan.

  Sebagian besar Transferin darah membawa besi kesumsum tulang dan ke bagian tubuh yang lan. Didalam sumsum tulang besi digunakan untuk membuat hemoglobin yang merupakan bagian dari sel darah merah. Sisa besi disimpan dalam bentuk protein feritin. Feritin yang bersirkulasi didalam darah mencerminkan simpanan besi didalam tubuh. Diperkirakan hanya 5%-15% besi makanan diabsobsi dengan baik pada orang dewasa.

  1. Bentuk Besi, di dalam makanan berpengaruh terhadap penyerapannya. Besi heme, yang merupakan bagian dari hemoglobin dan mioglobin yang terdapat pada daging hewan dapat diserap dua kali lipat daripada zat besi non- heme.

  2. Asam organik, seperti vitamin C sangat membantu penyerapan besi non-heme dengan merubah bentuk ferri menjadi bentuk ferro, dimana bentuk ferro lebih mudah diserap. Vitamin C juga membentuk gugus besi askorbat yang tetap larut pada PH lebih tinggi dalam duodenum.

  3. Asam fitat, mengikat besi sehingga mempersulit penyerapannya.

  4. Tanin, yang merupakan polifenol dan terdapat di dalam teh, kopi dan beberapa jenis sayuran yang menghambat absorbsi besi.

  5. Tingkat keasaman lambung meningkatkan daya larut besi sehingga menghalangi absorbsi besi.

  6. Faktor intrinsik di dalam lambung membantu penyerapan besi, diduga karena hema mempunyai struktur yang sama dengan vitamin B12.

  7. Kebutuhan tubuh, bila tubuh kekurangan besi atau kebutuhan meningkat pada masa pertumbuhan, absorbs non-heme dapat meningkat sampai sepuluh kali, sedangkan besi heme dua kali (Almatsier, 2009).

  Keanekaragaman konsumsi makanan berperan dalam absorbi zat besi seperti kacang-kacangan serta sayuran berwarna hijau penting dalam membantu meningkatkan penyerapan zat besi di dalam tubuh. Sumber utama zat besi adalah bahan pangan hewani (heme) lebih dari dua kali lebih mudah diserap dibanding dengan sumber nabati (Wardlaw, pada Patimah, 2007). Ini berarti bahwa zat besi

  (non-heme). Kecukupan Fe tidak hanya dipenuhi dari konsumsi makanan sumber zat besi, tetapi dipengaruhi oleh absorbsi besi dalam tubuh itu sendiri.

2.2.4 Penyebab Anemia Gizi Besi Menurut Depkes (2000), penyebab anemia gizi besi atau FE dalam tubuh.

  Karena pola konsumsi masyarakat Indonesia, terutam Wanita kurang mengkonsumsi sumber makanan hewani yang merupakan sumber heme yang daya serapnya > 15%.

  Anemia juga disebabkan karena terjadinya peningkatan kebutuhan oleh tubuh terutama pada remaja, ibu hamil, dan karena adanya penyakit kronis. Penyebab lainnya kerena perdarahan yang disebabkan oleh cacing terutama cacing tambang, malaria, haid yang berlebihan dan perdarahan pada saat melahirkan (Wijiastuti,2006).

  Pada umumnya anemia sering terjadi pada wanita dan remaja putri dibanding dengan pria, hal tersebut dikarenakan oleh:

  1. Wanita dan remaja putri pada umumnya lebih sering mengkonsumsi makanan nabati yang kandungan zat besinya sedikit dibandingkan dengan makanan hewani, sehingga kebutuhan tubuh akan zat besi tidak terpenuhi 2. Remaja putri biasanya lebih ingin tampil lansing, sehingga membatasi asupan makanan

  3. Setiap hari manusia kehilangan zat besi 0,6 mg di ekstraksi, khususnya melalui feses

4. Remaja putri mengalami haid setiap bulan, dimana kehilangan zat besi ±1,3mg per hari, sehingga kebutuhan zat besi lebih banyak daripada pria.

  asupan besi yang tidak cukup, adanya gangguan absorbsi besi, kehilangan darah yang menetap, penyakit dan kebutuhan meningkat, yaitu sebagai berikut:

1. Asupan zat besi yang tidak cukup Pada masa remaja, yang merupakan masa penting dalam pertumbuhan.

  Apabila, makanan yang dikonsumsi tidak mengandung zat besi dalam jumlah cukup, maka kebutuhan tubuh terhadap zat besi tidak terpenuhi, ini dikarenakan rendahnya kualitas dan kuantitas zat besi pada makanan yang kita konsumsi. Kurangnya konsumsi sayuran dan buah-buahaan serta lauk pauk akan meningkatnya resiko terjadinya anemia zat besi.

  Remaja yang belum sepenuhnya matang baik secara fisik, kognitif, dan masih dalam masa pencarian identitas diri, cepat dipengaruhi lingkungan. Keinginan memiliki tubuh yang langsing, membuat remaja membatasi makan. Aktifvitas remaja yang padat menyebabkan mereka makan di luar rumah atau hanya makan makanan ringan, yang sedikit mengandung zat besi, selain itu dapat menggangu atau menghilangkan nafsu makan (Djaeni, 2008)

  2. Defisiensi Asam Folat Pemberian asam folat sebesar 35% menurunkan risiko anemia. Defisiensi asam folat terutama menyebabkan gangguan metabolisme DNA, akibatnya terjadi perubahan morfologi inti sel terutama sel-sel yang sangat cepat membelah seperti sel darah merah, sel darah putih serta sel epitel lambung dan usus, vagina dan serviks.

  Kekurangan asam folat menghambat pertumbuhan, menyebabkan anemia saluran cerna (Almatsier, 2009)

  3. Gangguan absorbsi Zat besi yang berasal dari makanan dan masuk kedalam tubuh diperlukan proses absorbsi. Proses tersebut dipengaruhi oleh jenis makanan, dimana zat besi terdapat. (Husaini dalam Yenni, 2003) menyatakan bahwa terdapat faktor yang mempermudah absorbs besi dan faktor yang menghambat absorbsi besi. Absorbsi zat besi dapat lebih ditingkatkan dengan pemberian vitamin C, hal ini dikarenakan karena faktor reduksi dari vitamin C. Zat besi diangkut melalui dinding usus dalam senyawa dengan asam amino atau dengan vitamin C. Karena itu, sayuran segar dan buah- buahan baik dikonsumsi untuk mencegah anemia. Hal ini dikarenakan bukan bahan makanannya yang mengandung gizi besi, tetapi karena kandungan vitamin C yang mempermudah absorbsi zat besi. Vitamin C dapat meningkatkan absorbsi zat besi non heme samapai 4 kali lipat. Tidak hanya vitamin C saja yang dapat mempermudah absorbi zat besi, protein juga ikut mempermudah absorbsi zat besi. Kadang faktor yang menentukan absorbsi pada umumnya lebih penting dari jumlah zat besi dalam makanan.

  Tanin yang terdapat pada teh dapat menurunkan absorbsi zat besi sampai dengan 80%. Minum teh satu jam setelah makan dapat menurunkan absorbsi hingga 85%. Hasil survey anemia pada remaja putri di kabupaten sleman tahun 2008 menunjukkan bahwa siswa yang terbiasa minum teh, mempunyai resiko lebih tinggi menderita anemia, dengan persentase lebih dari 50% dibanding dengan yang kadang- kadang atau tidak terbiasa minum teh (Iskandar Asep, 2009) merupakan Kristal Xantin putih, pahit, dan larut dalam air. Efek negative kopi antara lain; menggangu absorbsi besi, menyebabkan anemia defisiensi besi, ulkus peptikum, esophagitis erosif, gastroesophageal refluks, meningkatkan resiko osteoporosis. Konsumsi teh dan kopi satu jam setelah makan akan menurunkan absorbsi dari zat besi sampai 40% untuk kopi dan 85% untuk teh, karena terdapat zat polyphenol seperti tannin yang terdapat dalam teh (Bothwell, 1992).

  Pada penelitian yang dilakukan olah Muhilal dan Sulaeman (2004), didapat absorbsi zat besi besi turun sampai 2% oleh karena konsumsi teh, sedangkan absorbsi tanpa konsumsi teh hanya diabsorbsi sekitar 12%. Penelitian yang dilakukan Yuliansari (2007) menyatakan ada pengaruh mengkonsumsi minuman berkafein terhadap kejadian anemia.

  4. Kehilangan darah (Zat Besi) Perdarahan atau kehilangan darah dapat menyebabkan anemia yang disebabkan oleh: a.

  Perdarahan saluran cerna yang lambat karena polip, neoplasma, gastritis, varises esophagus dan hemoroid. Selain itu perdarahan juga dapat berasal dari saluran kemih seperti hematuri, perdarahan pada saluran nafas seperti hemaptoe. Perdarahan yang terjadi membuat hilangnya darah dalam tubuh, biasanya setelah mengalami perdarahan, maka tubuh akan mengganti cairan plasma dalam waktu 1 sampai 3 hari, akibatnya konsentrasi sel darah merah menjadi rendah. Jika tidak ada perdarahan kedua konsentrasi sel darah merah menjadi stabil dalam waktu 3-6 minggu. Saat kehilangan darah kronis, proses absorbsi zat besi dari usus halus untuk membentuk hemoglobin dalam darah terhambat. Sehingga, terbentuk sel anemia (Iskandar Asep , 2009) b. Kecacingan (terutama cacing tambang). Infeksi cacing tambang menyebabkan perdarahan pada dinding usus, akibatnya sebagian darah akan hilang dan akan dikeluarkan dari tubuh bersama tinja. Setiap hari satu ekor cacing tambang akan menghisap 0,03 sampai 0,15 ml darah dan terjadi terus-menerus sehingga kita akan kehilangan darah setiap harinya, hal ini yang menyebabkan anemia.

  c.

  Penyakit (Sindrom Malabsorbsi) Penyakit yang dapat mempengaruhi terjadinya anemia seperti gastritis, ulkus peptikum dan diare (Guyton, 1999) d.

  Kebutuhan tubuh terhadap zat besi yang meningkat Kebutuhan zat besi wanita lebih tinggi dari pada pria karena terjadi menstruasi dengan perdarahan sebanyak 50-80cc setiap bulan dan kehilangan zat besi sebesar 30-40 mg. Pada masa kehamilan wanita memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan sel darah merah dan membentuk sel darah merah janin dan plasenta serta untuk kebutuhan ibu sendiri. Remaja yang anemia dan kurang berat badan lebih banyak melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dibandingkan dengan wanita dengan usia reproduksi aman untuk hamil. Penambahan berat badan yang tidak adekut lebih sering terjadi pada orang yang ingin kurus, ingin menyembunyikan kehamilannya, tidak mencukupi sumber makanannya.(Eva Ellya, 2010).

  Protein adalah molekul yang terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Protein mempunyai fungsi membangun serta memelihara sel-sel dalam jaringan tubuh dan sintesis porfirin nukleus hemoglobin. Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik karena memiliki susunan asam amino yang paling sesuai untuk kebutuhan manusia dibandingkan dengan sumber protein dari bahan makanan nabati (Almatsier, 2009).

  Protein berfungsi sebagai zat pembangun yang berperan penting untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan seseorang. Kebutuhan protein bagi remaja tergantung pada tingkat pertumbuhan individu. Remaja berisiko kekurangan protein karena pola konsumsi makan yang salah dengan membatasi masukan makanan karena ingin menurunkan berat badan atau diet vegetarian. Makanan sumber protein berasal dari bahan makanan hewani yaitu telur, daging, ikan, unggas, susu serta hasil olahannya seperti keju sedangkan kacang-kacangan, tempe dan tahu merupakan sumber protein nabati. Kurangnya asupan protein akan mengakibatkan transportasi zat besi terhambat sehingga akan terjadi defisiensi zat besi, disamping itu makanan yang tinggi protein terutama yang berasal dari hewani banyak mengandung zat besi( Almatsier, 2009).

  Golongan Umur AKP (gram)

  Wanita : 10-12 tahun

  50 13-15 tahun

  57 16-18 tahun

  55 19-29 tahun

  50 30-49 tahun

  50 50-64 tahun

  50

  50 ≥ 65

  Sumber : Widyakarya Nasional Pangan Dan Gizi, 2004 ( dalam Almatsier, 2009)

  2.2.6 Asam Folat Asam folat merupakan vitamin yang digolongkan dalam vitamin larut air.

  Asam folat memiliki bentuk aktif berupa cincin pteridin yang terkait dengan asam amino benzoat dan asam glutamate. Asam folat dapat larut dalam garam natrium, asam folat terdapat dalam makanan dalam bentuk tereduksi yang sifatnya stabil dan mudah direduksi. Kebutuhan asam folat pada manusia sekitar 50 µg, tetapi kebutuhan asam folat akan meningkat pada keadaan tertentu.

  2.2.7 Fungsi Asam Folat

  Fungsi asam folat meliputi, memindahkan atom karbon tunggal, mengubah antara serin dan glisin, oksidasi glisin, metilasi homosistein menjadi metionn, dan metilasi precursor etanolamin menjadi vitamin koli, serta untuk perubahan histidin menjadi asam glutamanat. Asam folat juga berperan untuk pembentukan sel darah merah dan sel darah putih didalam sumsung tulang. Asam Folat banyak terdapat didalam sayuran hijau. Istilah Folat berasal dari kata Latin Folium, yang berarti daun

  

hijau . Bahan Makanan yang banyak mengandung Asam Folat terdiri dari, hati, daging ada didalam buah jeruk menghambat kerusakan Asam Folat (Almatsier, 2009).

Tabel 2.4 Angka Kecukupan Folat yang dianjurkan Golongan Umur AKF (µg)

  Wanita : 10-12 tahun 300 13-15 tahun 400 16-18 tahun 400 19-29 tahun 400 30-49 tahun 400 50-64 tahun 400

  400 ≥ 65 tahun

  Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2004 (dalam Almatsier 2009)

2.2.8 Vitamin C

  Vitamin C merupakan salah satu Vitamin yang larut dalam Air. Vitamin larut dalam Air biasanya tidak tersimpan dalam tubuh dan dikeluarkan melalui proses sekresi dalam tubuh, oleh karena ini vitamin C harus dikonsumsi setiap hari agar tubuh tidak mengalami kekurangan (defisiensi) yang dapat mengganggu fungsi tubuh.

  Vitamin C berbentuk kristal putih, yang stabil dalam keadaan kering dan mudah rusak bila terkena panas. Vitamin C mudah diabsorpsi dan rata-rata absorpsi adalah 90%, atau sekitar 20-120 mg sehari. Tubuh manusia dapat menyimpan 1500mg vitamin C, bila konsumsi vitamin C mencapai 100 mg sehari, dan jumlah ini akan mencegah terjadinya skorbut selama tiga bulan. Vitamin C banyak membantu proses metabolisme didalam tubuh diantaranya membantu metabolisme Fe dan Asam Folat.

  Selain itu Vitamin C juga berkaitan dalam pembentukan Kolagen. sel disemua jaringan ikat, seperti pada tulang rawan, matriks tulang, dentin gigi, membran kapiler, kulit dan tendon (urat otot). Oleh karena itu dapat dikatakan pula bahwa Vitamin C berperan dalam penyembuhan luka, patah tulang, perdarahan dibawah kulit dan perdarahan gusi. Selain itu Vitamin C juga dapat berfungsi untuk mmeningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi, Kanker dan Penyakit Jantung.

Tabel 2.5 Angka Kecukupan Vitamin C yang dianjurkan Golongan Umur AKC (mg)

  Wanita : 10-12 tahun

  50 13-15 tahun

  65 16-18 tahun

  75 19-29 tahun

  75 30-49 tahun

  75 50-64 tahun

  75

  75 ≥ 65 tahun

  Sumber : Widyakarya Nasional Pangan Dan Gizi, 2004 ( dalam Almatsier, 2009)

2.2.9 Hubungan Asam folat dan Anemia

  Seseorang yang mengalami kekeurangan asam folat dapat menyebabkan terjadinya anemia megaloblastic, yaitu sel darah merah lebih besar dari normal dan memiliki nucleus yang belum terdiferensiasi secara sempurna (Allen & Sabel 2001), hal tersebut dikarenakan gangguaan metabolisme DNA, yang akan berakibat perubahan morfologi inti sel, terutama sel yang cepat pemebelahannya, seperti sel darah merah, sel darah putih, sel epitel dll. Hasil penelitian di Bangladesh Ahmed Faruk, et al (2001) diketahui bahwa suplementasi besi dan asam folat dapat meningkatkan kadar Hb, serum ferritin, RBC asam folat dan serum vitamin A pada diketahui ada peningkatan kadar Hb dan serum feritin setelah diberikan suplementasi zat besi dan asam folat pada pekerja yang anemia.

  2.2.10 Akibat Anemia

  Gejala yang ditumbulkan anemia yaitu lemah, letih, pusing, kurang nfsu makan, menurunnya kebugaran tubuh, menurunnya kemampuan kerja, dan menurunnya kekebalan tubuh. Pada masa remaja dapat menurunkan konsentrasi dan belajar (Almatsier, 2009). Menurut Kusumawati (2005) tingginya anemia pada remaja ini akan berdampak pada prestasi belajar siswa karena anemia pada remaja akan menyebabkan daya konsentrasi menurun sehinggamengakibatkan menurunnya prestasi belajar. Anemia gizi pada balita dan anak akan berdampak pada peningkatan kesakitan dan kematian, perkembangan otak, fisik, motorik, mental dan kecerdasan juga terhambat (Aliefin,2005)

  2.2.11 Pencegahan Anemia

  Upaya-upaya untuk mencegah anemia menurut Depkes (2012), antara lain sebagai berikut:

  1. Makan-makanan yang banyak mengandung zat besi dari bahan hewani (daging, ikan, ayam, hati, dan telur), dari bahan nabati (sayuran yang berwarbna hijau tua, kacang-kacangan dan tempe) 2. Banyak makan makanan sumber vitamin C yang bermanfaat untuk peningkatan penyerapan zat besi, misalnya jambu, jeruk, tomat dan nanas

3. Minum tablet penambah darah setiap hari, khususnya menagalami haid 4.

  Bila merasakan adanya tanda dan gejala anemia, segera konsultasi ke dokter. besi dapat dilakukan dengan tiga pendekatan dasar yaitu sebagai berikut: 1.

  Memperkaya makanan pokok dengan zat besi. Zat besi dapat membantu pembentukan hemoglobin (sel darah merah) yang baru.

2. Pemberian suplemen tablet zat besi. Pada saat ini pemerintah mempunyai

  Program Penanggulangan Anemia Gizi Besi (PPAGB) pada remaja puteri, untuk mencegah dan menaggulangi masalah anemia gizi besi melalui suplementasi zat besi.

  3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang pola makan sehat. Kehadiran makanan siap saji dapat mempengaruhi pola makan remaja . makanan siap saji umumnya rendah besi, kalsium, riboflavin, vitamin A dan asam folat. Makanan siap saji mengandung lemak jenuh, kolesterol, dan natrium yang tinggi.

2.3 Pola Makan

  Pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang (remaja putri) dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan dan frekuensi makan (Farida Baliwati, 2004). Pola makan juga merupakan berbagai informasi yang memberi gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh suatu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu (Santosa, 2004). Pendapat lain tentang pola makan dapat diartikan sebagai cara seseorang atau sekelompok orang untuk memilih psikologi, budaya dan sosial (Sulistyoningsih, 2010). Ada tiga faktor yang menentukan pola konsumsi pangan yaitu: 1.

  Kondisi ekosistem yang mencangkup penyediaan bahan makanan alamiah Pada saat sekarang ini, bahkan sebagian besar pola konsumsi pangan manusia mengandung bahan makanan nabati sebagai mayoritas, dan bahan makanan hewani dikonsumsi dalam jumlah relative sedikit. Bagian bahan makanan hewani dikonsumsi dalam relative sedikit. Bagian bahan makanan hewani, bila kondisi kemakmuran ekonomi bertambah maju 2. Kondisi ekonomi yang menentukan daya beli

  Dalam rangka penganekaragaman pola konsumsi pangan, ialah bahwa daya beli sanggup membeli bahan makanan yang mencukupi baik kuantitas maupun kualitasnya.

3. Konsep kesehatan gizi

  Faktor konseptual dan pengetahuan umum maupun pengetahuan kesehatan dan gizi merupakan faktor ketiga yang menonjolm dalam mempengaruhi komposisi dan pola konsumsi pangan (Suhardjo, 1989) Pola makan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain adalah kebiasaan, kesenangan, budaya, agama, taraf ekonomi, lingkungan alam dan sebagainya. Sejak dahulu makanan selain untuk pertumbuhan, memenuhi rasa lapar juga sebagai lambing kemakmuran, kekuasaan dan persahabatan.

  Manfaat makanan bagi mahluk hidup, termasuk manusia antara lain: memperbaiki bagian tubuh disamping memperbaiki bagian tubuh yang rusak

  2. Memberikan energi (tenaga) yang dibutuhkan untuk kebutuhan bergerak dan bekerja

  3. Memberikan rasa kenyang yang berpengaruh terhadap ketentraman berarti mempunyai dampak positif terhadap kesehatan. Dengan demikian, kecukupan akan makanan mempunyai arti boilogis dan psikologis

2.3.1 Pola Makan Remaja

  Makanan merupakan kebutuhan bagi hidup manusia, makanan yang dikonsumsi beragam jenis dengan berbagai cara pengolahannya. Pada masyarakat dikenal pola makan dan kebiasaan makan dimana seseorang/sekelompok orang tinggal. Salah satu fungsi utama makanan adalah memberikan energi. Energi itu tidak hanya diperlukan untuk aktivitas atau kegiatan berat tetapi juga untuk berfungsinya organ-organ tubuh. Jumlah energi yang dicerna dari makanan diukur dalam kalori dan kebutuhan kalori harian seorang seorang akan bergantung pada usia, jenis kelamin, tingkat kegiatan, laju metabolisme dan iklim dimana seorang tinggal (Sediaoetama, 2006).

  Setiap manusia, membutuhkan makanan untuk mempertahankan hidupnya, sikap manusia terhadap makanan banyak dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman dan respon-respon yang diperlihatkan orang lain terhadap makanan sejak masa kanak-kanak. Seorang remaja biasanya telah mempunyai pilihan makanan sendiri yang ia telah senangi dan pada masa remaja telah terbentuk kebudayaan makan tergantung pengalamam dan respon terhadap lingkungannnya. Pada fase ini fisik seseorang terus berkembang, demikian pula aspek sosial maupun psikologisnya. Perubahan ini membuat seorang remaja mengalami banyak ragam gaya hidup, perilaku, tidak terkecuali pengalaman dalam menentukan makanan apa yang akan dikonsumsi. Hal terakhir inilah yang akan berpengaruh pada keadaan gizi seorang remaja (Proverawati A, 2010).

  Pola makan individu dalam keluarga memiliki proses yang mengahasilkan kebiasaan makan yang terjadi sejak dini sampai dewasa dan akan berlangsung selama hidupnya. Kebiasaan makanan adalah tingkah laku atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan (Khumaidi, 2000).

  Faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan, menurut Khumaidi (2000) ada 2 faktor utama yang mempengaruhi kebiasaan makan manusia yaitu:

  1. Faktor Ekstrinsik yang merupakan faktor yang berasal dari luar diri manusia, yang terdiri dari lingkungan alam, lingkungan ekonomi, lingkungan sosial, lingkungan budaya, dan agama

  2. Faktor Intrinsik, merupakan faktor yang ada didalam diri manusia yang terdiri dari asosiasi emosional, keadaan jasmani dan kejiwaan yang sedang sakit, penilaian lebih terhadap mutu makanan dan pengetahuan gizi. Dimasa remaja akan terdapat banyak situasi yang berbahaya yang memungkin seseorang untuk makan secara kurang maupun lebih. Dan pada masa remaja kegiatan maupun aktivitas sering sekali menurun dikarenakan oleh jumlah konsumsi makanan yang kurang maupun lebih. Salah satu hal yang paling penting yang harus dilakukan seumur hidupnya adalah mengkonsumsi makanan yang bergizi. Pada masa pertumbuhan tubuh remaja sangat membutuhkan protein, vitamin dan mineral. Jika remaja cukup makan, maka remaja tersebut tidak akan sakit. Ada jenis-jenis makanan tertentu yang sangat penting bagi gadis remaja. Ketika ia mulai mendapat menstruasi, tipa bulan ada sejumlah darah yang keluar. Remaja putri tersebut akan menghadapi resiko anemia atau kurang darah. Darah haid harus diganti dengan memakan buah- buahan yang mengandung zat besi dan kalsium untuk tulangnya kuat.

  Perubahan gaya hidup pada remaja memiliki pengaruh signifikan terhadap kebiasaan makan mareka. Mereka menjadi lebih aktif, lebih banyak makan diluar rumah dan lebih banyak pengaruh dalam memilih makanan yang akan dimakannya. Mereka juga lebih suka mencoba-coba makanan baru, salah satunya adalah fast food. Pola makan remaja yang perlu dicermati adalah tentang frekwensi makan, jenis makanan dan jumlah makan. Jumlah atau porsi merupakan suatu ukuran maupun takaran makanan yang dikonsumsi pada tiap kali makan.

2.3.2 Pengaruh Zat Gizi terhadap Menstruasi pada Remaja Putri

  Menarke adalah haid yang pertama terjadi, yang merupakan ciri khas kedewasaan seorang wanita yang sehat. Status gizi remaja putri sangat mempengaruhi terjadinya menarke, adanya keluhan-keluhan selama menstruasi maupun lamanya menstruasi. Agar selama menstruasi tidak timbul banyak keluhan, remaja putri sebaikknya mengkonsumsi makanan yang mengandung gizi seimbang yang mencakup protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral dan air yang seimbang sesuai dengan kebutuhan tubuh. Asupan zat gizi yang kurang akan mempengaruhi gangguan haid. Pada remaja putri yang melakukan diet vegetarian biasanyaakan cenderung sering mengalami gangguan menstruasi dibandingkan dengan remaja putri yang tidak melakukan diet vegetarian. Dengan mengkonsumsi daging dan ikan ternyata dapat menstabilkan kadar hormon yang terjadi selama masa menstruasi sehingga dapat mengurangi keluhan selama menstruasi berupa perut terasa sakit dan kram. Pada masa menstruasi remaja putri lebih dianjurkan untuk mengkonsumsi ikan, daging, sayuran daun hijau, kacang-kacangan dan sereal, dan membatasi makanan berlemak tinggi, alkohol, kopi dan makanan yang mengandung tinggi gula (Erna Francin, 2004).

2.3.3 Pola Makan

  1. Frekuensi Makan Frekuensi makan adalah jumlah keseringan makan dalam sehari-hari baik kualitatif dan kuantitatif. Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat- alat pencernaan mulai dari mulut samapi usus halus. Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. Umumnya lambung kosong antara 3-4 jam. Maka jadwal makan akan menyesuaikan dengan kosongnya lambung. Porsi makan pagi tidak perlu sebanyak porsi makan siang dan makan malam secukupnya saja. Menu sarapan yang baik harus mengandung karbohidrat, protein dan lemak, serta cukup air untuk mempermudah pencernaan makanan dan penyerapan zat gizi.

2. Jenis Makanan

  Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan, dicerna, akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang. Menyediakan Sehingga mengurangi selera makan. Menyususn hidangan sehat memerlukan keterampilan dan pengetahuan gizi. Variasi menu yang tersusun oleh kombinasi bahan makanan yang diperhitungkan dengan tepat akan memberikan hidangan sehat baik secara kualitas maupun kuantitas.

3. Tujuan makan

  Secara umum, tujuan makan menurut ilmu kesehatan adalah memperoleh energi yang berguna untuk pertumbuhan, mengganti sel tubuh yang rusak, mengatur metabolisme tubuh serta meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit (Uripi, 2002). Pengaruh sosial ekonomi :

  1 Jumlah anggota keluarga disesuaikan dengan pendapatan orang tua

  2 Kemampuan/ daya beli makanan bergizi/ banyak mengandung zat besi

  Diet yang tidak terkontrol untuk menurunkan BB Asupan zat gizi kurang/ tidak cukup

  1 Remaja termasuk dalam usia reproduksi yang sesuai kodratnya akan mengalami ,pertumbuhan tubuh dan menstruasi

  2 Pengetahuan yang kurang akan menurunkan kesadaran dalam memperhatikan/ memilih jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi Kecukupan akan zat gizi/besi masing-masing anggota keluarga

  Karakteristik remaja :

  1 Umur

  2 Pengetahuan tentang anemia defisiensi besi Penyakit Kronis Meningkatnya kebutuhan tubuh terhdap zat besi Anemia Defisiensi Besi

  (Hb ≤ 11 mg/dl, feritin serum <12 mg/dl Hambatan absorbsi zat gizi

  Kehilangan darah yang menetap

  Variabel Independent Variabel Dependent

  Pola makan : Asupan Protein

  • Asupan Fe -

  Anemia Asupan Asam Folat

  • Asupan Vitamin C -

  Konsumsi teh Konsumsi kopi

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

  Variabel independen dalam penelitian ini adalah pola makan. Pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang (remaja putri) dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap hari yang meliputi jumlah zat gizi (Asupan protein, asam folat, Fe dan vitamin C), jenis sumber zat gizi dan frekuensi konsumsi zat gizi yang nantinya akan mempengaruhi asupan zat gizi (protein, asam folat, Fe dan vitamin C) yang dibutuhkan oleh remaja putri, dimana asupan zat gizi ini mempengaruhi kejadian anemia. Semakin baik asupan zat gizi pada pola makan remaja akan mengurangi resiko terjadinya anemia pada remaja putri. Pada pola makan remaja putri yang menjadi penghambat penyerapan zat besi dan asam folat adalah polifenol yang terdapat pada teh (tanin) dan kopi (kafein). Variabel dependen pada penelitian ini adalah anemia, yang diukur dengan melihat kadar hemoglobin dalam darah remaja putri secara langsung.

Dokumen yang terkait

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri Tentang Anemia dengan Pola Makan untuk Pencegahan Anemia di SMA Swasta Bina Bersaudara Medan Tahun 2014

51 283 92

Pengaruh Pola Makan terhadap Kejadian Anemia pada Remaja Putri di SMA Dharma Pancasila Medan Tahun 2013

11 108 105

Pengetahuan Remaja Tentang Kesetaraan Gender dalam Keluarga di SMA Dharma Pancasila Medan Tahun 2013

3 93 75

Gambaran Perilaku Makan Remaja Putri Dan Kejadian Dismenorea (Nyeri Haid) Di SMA Cahaya Medan Tahun 2013

4 68 106

Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Dismenore Primer pada Remaja Putri di SMA Dharma Pancasila Medan Tahun 2014

3 76 77

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja Putri - Hubungan Pengetahuan Gizi dan Pola Makan Remaja Putri Dengan Kejadian Anemia Di SMP Negeri 2 Kota Pinang Kabupaten Labuhan Batu Selatan Tahun 2014

0 10 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Makan Remaja - Perilaku Makan Siap Saji (Fast Food) dan Kejadian Obesitas pada Remaja Putri di SMAN 1Barumun Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas Tahun 2014

0 1 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Remaja Putri tentang Anemia - Hubungan Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri Tentang Anemia dengan Pola Makan untuk Pencegahan Anemia di SMA Swasta Bina Bersaudara Medan Tahun 2014

0 2 22

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Hubungan Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri Tentang Anemia dengan Pola Makan untuk Pencegahan Anemia di SMA Swasta Bina Bersaudara Medan Tahun 2014

2 39 8

Pengaruh Pola Makan terhadap Kejadian Anemia pada Remaja Putri di SMA Dharma Pancasila Medan Tahun 2013

0 1 24