BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Isolasi Dan Analisis Komponen Minyak Atsiri Dari Rimpang Bangle (Zingiber Montanum (J.König) Link Ex A. Dietr) Segar Dan Kering Secara Gc-Ms

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

  Uraian tumbuhan meliputi sistematika tumbuhan, nama lain, morfologi tumbuhan, kandungan senyawa kimia, serta manfaat tumbuhan.

  2.1.1 Sistematika tumbuhan

  Menurut Lipi (2013) dan Anonim (2009), sistematika tumbuhan bangle adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Kelas : Monocotyledoneae Bangsa : Zingiberales Suku : Zingiberaceae Marga : Zingiber Jenis : Zingiber montanum (J.König) Link ex A. Dietr Sinonim : Zingiber purpureum Roscoe Zingiber cassumunar Roxb

  2.1.2 Nama lain Nama lain tumbuhan bangle (Zingiber montanum (J.König) Link ex A.

  Dietr) adalah sebagai berikut: mungle (Aceh), banggulae (Bali), bungle (Batak), bengle (Gayo) (Depkes 1977).

  2.1.3 Tempat tumbuh dan morfologi tanaman bangle (Zingiber montanum (J.König) Link ex A. Dietr)

  Bangle tumbuh di daerah Asia Tropis, dari India sampai Indonesia. Di Jawa di budidayakan atau ditanam di pekarangan dan pada tempat-tempat yang cukup mendapatkan sinar matahari, mulai dari dataran rendah sampai 1.300 m d.p.l. Pada tanah yang tergenang atau becek, pertumbuhannya akan terganggu dan rimpang cepat membusuk (Agoes, 2010).

  Bangle merupakan herba semusim, tumbuh tegak, tinggi 1 – 1,5 m, membentuk rumpun yang agak padat, berbatang semu, terdiri dari pelepah daun yang dipinggir ujungnya berambut sikat. Daun tunggal, letak berseling. Helaian daun lonjong, tipis, ujung runcing, pangkal tumpul, tepi rata, berambut halus, jarang, pertulangan menyirip, panjang 25-35cm, lebar 20-40 mm, dan berwarna hijau (Depkes, 1977).

  2.1.4. Kandungan kimia tumbuhan

  Kandungan kimia dari rimpang bangle adalah damar, pati, tanin, saponin, flavonoid. Kandungan minyak atsiri rimpang bangle antara lain sabinen, β- pinen, α-terpinen, osimen, terpinen-4-ol, karen, α-zingiberen (Bhuiyan., dkk, 2008).

2.1.5. Manfaat tumbuhan

  Rimpang bangle digunakan secara tradisional untuk mengobati demam, sakit kepala, batuk berdahak, masuk angin, sembelit, sakit kuning, cacingan, reumatik, ramuan jamu pada wanita setelah melahirkan, mengecilkan perut setelah melahirkan dan kegemukan (Agoes, 2010).

2.2 Minyak Atsiri

  Minyak atsiri sering disebut dengan minyak menguap, karena pada suhu kamar mudah menguap. Minyak atsiri dalam keadaan segar dan murni, umumnya tidak berwarna. Minyak atsiri pada penyimpanan lama dapat teroksidasi. Untuk mencegahnya, minyak atsiri harus disimpan dalam bejana gelas yang berwarna gelap, diisi penuh, ditutup rapat, serta disimpan ditempat yang kering dan sejuk (Armando, 2009).

2.2.1 Keberadaan minyak atsiri pada tumbuhan

  Minyak atsiri dihasilkan di dalam tubuh tanaman dan kemudian disimpan didalam berbagai organ. Kelenjar minyak atsiri didapat di dalam tanaman (kelenjar internal) dan terdapat diluar tanaman (kelenjar eksternal) (Koensoemardiyah, 2010).

  Minyak atsiri terkandung dalam berbagai bagian tumbuhan, seperti didalam rambut kelenjar (pada suku Labiatae), di dalam sel-sel parenkim (suku zingiberaceae dan Piperaceae), di dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen ( Myrtaceae dan Rutaceae), terkandung didalam saluran vitae (Umbeliferae). Pada bunga mawar kandungan minyak atsiri terdapat pada mahkota bunga, pada kayu manis banyak ditemukan di kulit batang (Claus, 1961).

  Pada tumbuhan, minyak atsiri berperan sebagai pengusir serangga pemakan daun. Minyak atsiri dapat berfungsi sebagai penarik serangga guna membantu proses penyerbukan dan sebagai cadangan makanan (Gunawan dan Mulyani, 2004).

2.2.2 Komposisi kimia minyak atsiri

  Pada umumnya perbedaan komposisi minyak atsiri disebabkan perbedaan jenis tanaman penghasil, kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panen, metode ekstraksi yang digunakan dan cara penyimpanan minyak (Guenther,1987).

  Menurut Guenther (1987), minyak atsiri biasanya terdiri dari beberapa campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Pada umumnya komponen kimia minyak atsiri dibagi menjadi dua golongan yaitu: 1) Hidrokarbon, yang terutama terdiri dari persenyawaan terpen dan 2) Hidrokarbon teroksigenasi.

  a.

  Golongan hidrokarbon Persenyawaan yang termasuk golongan ini terbentuk dari unsur Karbon (C) dan Hidrogen (H). Jenis hidrokarbon yang terdapat dalam minyak atsiri sebagian besar terdiri dari monoterpen (2 unit isopren) dan seskiterpen (3 unit isopren) b.

  Golongan hidrokarbon teroksigenasi Komponen kimia dari golongan persenyawaan ini terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Persenyawaan yang termasuk dalam golongan ini adalah persenyawaan alkohol, aldehid, keton, ester, eter dan fenol.

  Ikatan karbon yang terdapat dalam molekulnya dapat terdiri dari ikatan tunggal, ikatan rangkap dua, dan ikatan rangkap tiga. Terpen mengandung ikatan tunggal dan ikatan rangkap dua.

  Senyawa hidrokarbon mempunyai aroma kurang wangi, sukar larut dalam alkohol encer dan jika disimpan dalam waktu lama akan membentuk resin.

  Golongan hidrokarbon teroksigenasi merupakan senyawa penting dalam minyak atsiri karena umumnya mempunyai aroma yang lebih wangi. Fraksi terpen perlu dipisahkan untuk tujuan tertentu, misalnya untuk pembuatan parfum, sehingga didapatkan minyak atsiri yang bebas terpen.

2.2.3. Sifat fisikokimia minyak atsiri

2.2.3.1. Sifat fisika minyak atsiri

  Sifat- sifat fisika minyak atsiri yaitu : bau yang khas, indeks bias, bobot jenis, bersifat optis aktif, mempunyai rasa getir, memberi rasa hangat sampai panas, atau terasa dingin ketika tersentuh di kulit, tergantung dari jenis komponen penyusunnya, mudah menguap pada suhu kamar, tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh oksigen udara, sinar matahari dan panas, sangat mudah larut dalam pelarut organik (Gunawan dan Mulyani, 2004).

  Parameter yang dapat digunakan untuk tetapan fisika minyak atsiri antara lain :

  a. Bau yang khas

  Minyak atsiri dikenal juga dengan nama minyak eteris atau minyak terbang (essential oil, volatile oil) yang dihasilkan oleh tanaman. Minyak tersebut berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya (Guenther, 1987).

  b. Indeks bias

  Indeks bias suatu zat adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam udara dan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Jika cahaya melewati media kurang padat ke media lebih padat, maka sinar akan membelok atau membias dari garis normal. Penentuan indeks bias menggunakan alat Refraktometer. Indeks bias berguna untuk identifikasi suatu zat dan deteksi ketidakmurnian (Ketaren, 1996).

  c. Bobot jenis

  Bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada suhu 25°C terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Penetuan bobot jenis menggunakan alat Piknometer. Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri (Ketaren, 1996).

d. Putaran optik

  Setiap jenis minyak atsiri mempunyai kemampuan memutar bidang polarisasi cahaya ke arah kiri atau kanan. Besarnya pemutaran bidang polarisasi ditentukan oleh jenis minyak atsiri, suhu dan panjang gelombang cahaya yang digunakan. Penentuan putaran optik menggunakan alat Polarimeter (Guenther, 1987).

2.2.3.2. Sifat kimia minyak atsiri

  Minyak atsiri mempunyai sifat kimia yang khas, dimana perubahan sifat kimia minyak atsiri merupakan ciri dari kerusakan minyak yang mengakibatkan perubahan sifat kimia minyak, misalnya oleh proses oksidasi, hidrolisis dan Resinifikasi (polimerisasi) (Guenther, 1987).

  a. Oksidasi

  Reaksi oksidasi pada minyak atsiri terutama terjadi pada ikatan rangkap dalam terpen. Peroksida yang bersifat labil akan berisomerisasi dengan adanya air, sehingga membentuk senyawa aldehid, asam organik dan keton yang menyebabkan perubahan bau yang tidak dikehendaki (Guenther, 1987).

  b. Hidrolisis

  Proses hirolisis terjadi dalam minyak atsiri yang mengandung ester. Proses hidrolisis ester merupakan proses pemisahan gugus OR dalam molekul ester sehingga terbentuk asam bebas dan alkohol. Ester akan terhidrolisis secara sempurna dengan adanya air dan asam sebagai katalisator (Guenther, 1987).

c. Resinifikasi (polimerisasi) Beberapa fraksi dalam minyak atsiri dapat membentuk resin (polimer).

  Resin ini dapat terbentuk selama proses pengolahan (ekstraksi) minyak yang mempergunakan tekanan dan suhu tinggi serta selama penyimpanan. Akibat resinifikasi, minyak atsiri menjadi padat dan berwarna gelap (Guenther, 1987).

2.3 Cara Isolasi Minyak Atsiri

  Isolasi minyak atsiri dapat dilakukan dengan beberaoa cara yaitu: 1) penyulingan (distilation), 2) Pengepresan (pressing), 3) ekstraksi dengan pelarut menguap (solvent extraction), 4) ekstraksi dengan lemak (Yuliani dan Satuhu, 2012).

2.3.1 Metode penyulingan

  a. Penyulingan dengan air Pada metode ini, bahan tanaman yang akan disuling mengalami kontak langsung dengan air mendidih. Bahan dapat mengapung diatas air atau terendam secara sempurna, tergantung pada berat jenis dan jumlah bahan yang disuling. Ciri khas model ini yaitu adanya kontak langsung antara bahan dan air mendidih.

  Penyulingan ini sering disebut dengan penyulingan langsung. Penyulingan dengan cara langsung ini dapat menyebabkan banyaknya rendemen minyak yang hilang (tidak tersuling) dan terjadi pula penurunan mutu minyak yang diperoleh (Yuliani dan Satuhu, 2012).

  b.

  Penyulingan dengan uap Model ini disebut juga penyulingan uap atau penyulingan tak langsung.

  Pada prinsipnya, model ini sama dengan penyulingan langsung. Hanya saja, air penghasil uap tidak diisikan bersama-sama dalam ketel penyulingan. Uap yang digunakan berupa uap dengan tekanan lebih dari 1 atmosfer (Yuliani dan Satuhu, 2012).

  c.

  Penyulingan dengan air dan uap Pada model penyulingan ini, bahan tanaman yang akan disuling diletakkan di atas rak-rak atau saringan berlubang. Ketel penyulingan diisi dengan air sampai permukaannya tidak jauh dari bagian bawah saringan. Ciri khas model ini yaitu uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas. Bahan tanaman yang akan disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas (Yuliani dan Satuhu, 2012).

  2.3.2 Metode pengepresan

  Ekstraksi minyak atsiri dengan cara pengepresan umumnya dilakukan terhadap bahan berupa biji, buah, atau kulit buah yang memiliki kandungan minyak atsiri yang cukup tinggi. Akibat tekanan pengepresan, maka sel-sel yang mengandung minyak atsiri akan pecah dan minyak atsiri akan mengalir ke permukaan bahan. Contohnya minyak atsiri dari kulit jeruk (Yuliani dan Satuhu, 2012).

  2.3.3 Ekstraksi dengan pelarut menguap

  Prinsipnya adalah melarutkan minyak atsiri dalam pelarut organik yang mudah menguap. Ekstraksi dengan pelarut organik pada umumnya digunakan mengekstraksi minyak atsiri yang mudah rusak oleh pemanasan uap dan air, terutama untuk mengekstraksi minyak atsiri yang berasal dari bunga misalnya bunga cempaka, melati, mawar dan kenanga. Pelarut yang umum digunakan adalah petroleum eter, karbon tetraklorida (Yuliani dan Satuhu, 2012).

2.3.4 Ekstraksi dengan lemak padat

  Proses ini umumnya digunakan untuk mengekstraksi bunga-bungaan, untuk mendapatkan mutu dan rendeman minyak atsiri yang tinggi. Metode ekstraksi dapat dilakukandengan dua cara yaitu enfleurasi dan maserasi (Yuliani dan Satuhu, 2012).

  a. Enfleurasi (Enfleurage)

  Proses ini pada umumnya absorbsi minyak atsiri oleh lemak digunakan pada suhu rendah sehingga minyak terhindar dari kerusakan yang disebabkan oleh panas. Metode ini digunakan untuk mengekstraksi beberapa jenis minyak bunga yang masih melanjutkan kegiatan fisiologisnya dan memproduksi minyak setelah bunga dipetik. Hasilnya disebut ekstrait (Yuliani dan Satuhu, 2012).

  b. Maserasi (Maceration)

  Cara ini dilakukan terhadap bahan tumbuhan yang bila dilakukan penyulingan atau enfleurasi akan menghasilkan minyak atsiri dengan rendeman yang rendah. Pada cara ini absorbsi minyak atsiri oleh lemak dalam keadaan panas

  o

  pada suhu 80 C selama 1,5 jam. Setelah selesai pemanasan, campuran disaring panas-panas, jika perlu kelebihan lemak pada ampas disiram dengan air panas.

  Kemudian dilakukan penyulingan untuk memperoleh minyak atsiri (Yuliani dan Satuhu, 2012).

2.3.5. Ecuelle

  Metode ini digunakan untuk mengisolasi minyak atsiri yang terdapat pada buah-buahan seperti jeruk dengan cara menembus lapisan epidermis sampai ke dalam jaringan yang mengandung minyak atsiri. Buah-buahan digelindingkan di atas papan yang permukaanya bergerigi runcing untuk melukai kulit buah. Kemudian tetesan minyak yang keluar dikumpulkan dalam suatu wadah (Claus, 1961).

2.4 Analisis Komponen Minyak Atsiri

  Analisis dan karakterisasi komponen minyak atsiri merupakan masalah yang cukup rumit, dikarenakan minyak atsiri mempunyai sifat yang mudah menguap pada suhu kamar. Kendala yang umumnya dialami saat menganalisis komponen minyak atsiri adalah hilangnya sebagian komponen selama proses preparatif dan selama berlangsungnya proses analisis. Setelah ditemukan kromatografi gas (GC), kendala dalam analisis komponen minyak atsiri dapat diatasi. Pada penggunaan GC ini, efek penguapan dapat dihindari bahkan dihilangkan sama sekali. Perkembangan teknologi instrumentasi yang sangat pesat melahirkan suatu alat yang merupakan gabungan dua sistem yang saling menguntungkan, yaitu gabungan antara kromatografi gas dan spektrofotomerti massa (Agusta, 2000).

2.4.1 Kromatografi gas

  Kromatografi gas merupakan metode untuk pemisahan dan deteksi senyawa-senyawa organik yang mudah menguap dan senyawa-senyawa gas anorganik dalam suatu campuran. Kegunaan umum dari Kromatografi gas adalah untuk melakukan pemisahan dan identifikasi senyawa-senyawa organik yang mudah menguap dan juga untuk melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa dalam suatu campuran (Rohman, 2007).

  Ada 2 Jenis kromatografi gas: 1.

  Kromatografi gas-cair (KGC)

  Pada kromatografi ini, fase diam yang digunakan adalah cairan yang diikatkan pada suatu bahan pendukung (support material) sehingga solut akan terlarut dalam fase diam sehingga mekanisme sorpsi-nya adalah partisi (Rohman, 2007).

2. Kromatografi gas-padat

  Kromatografi gas digunakan untuk memisahkan komponen campuran kimia dalam suatu bahanm berdasarkan perbedaan polaritas campuran. Fase gerak akan membawa campuran menuju kolom. Campuran dalam fase gerak akan berinteraksi dengan fase diam. Setiap komponen yang terdapat dalam campuran berinteraksi dengan kecepatan yang berbeda, interaksi komponen dengan fase diam dengan waktu yang paling cepat akan keluar pertama dari kolom dan yang paling lambat akan keluar paling akhir (Gritter, dkk., 1991).

2.4.1.1 Gas pembawa

  Gas pembawa harus memenuhi persyaratan antara lain harus inert, murni, dan mudah diperoleh. Pemilihan gas pembawa tergantung pada detektor yang dipakai. Keuntungannya adalah karena semua gas ini harus tidak reaktif, dapat dibeli dalam keadaan murni dan kering yang dapat dikemas dalam tangki bertekanan tinggi. Gas pembawa yang sering dipakai adalah Helium (He), Argon (Ar), Nitrogen (N), Hidrogen (H), dan karbon dioksida (CO ) (Agusta, 2000).

  2

2.4.1.2. Sistem injeksi

  Sampel yang akan dikromatografi dimasukkan kedalam ruang suntik, melalui gerbang suntik yang biasanya berupa lubang yang ditutupi dengan septum atau pemisah karet. Ruang suntik haru dipanaskan tersendiri (terpisah dari kolom) dan biasanya 10-15°C lebih tinggi dari suhu kolom maksimum. Seluruh sampel akan menguap setelah sampel disuntikkan (Rohman, 2007).

  2.4.1.3 Kolom

  Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena didalmnya terdapat fase diam. Ada 2 jenis kolom pada kromatografi gas yaitu kolom kemas dan kolom kapiler.

  Pipa yang terbuat dari logam, kaca, atau plastik yang berisi cairan penyangga padat yang inert disebut dengan kolom kemas. Fase diam, baik berwujud padat maupun cair, diserap atau terikat secara kimia pada permukaan penyangga. Diameter kolom biasanya 2-4mm dengan panjang 0,5-6 m (Mc. Nair dan Bonelli, 1988).

  Secara umum kolom kapiler berbeda dengan kolom kemas, dalam rongga pada bagian kolom yang menyerupai pipa (tube). Ada empat macam jenis lapisan pada kolom kapiler ini, yaitu: WCOT (Wall Coated Open Tube); SCOT (Support

  

Coated Open Tube ); PLOT (Porous Layer Open Tube); dan FSOT (Fused Silica

Open Tube ). Kolom kapiler sangat banyak dipakai atau lebih disukai oleh para

  ilmuan. Panjang kolom kapiler 25-30 meter (Rohman, 2007).

  2.4.1.4 Fase diam

  Fase diam disapukan dalam permukaan medium, atau dilapiskan pada dinding kapiler. Fase diam yang umum digunakan pada kolom adalah fase diam padat dan fase diam cair. Akan tetapi pada kolom kapiler lebih banyak digunakan fase cair yang disebut dengan istilah film thickness. Fase diam dibedakan berdasarkan kepolarannya, yaitu nonpolar, sedikit polar, semi polar, dan sangat polar (Agusta, 2000).

  2.4.1.5 Suhu

  Suhu merupakan salah satu faktor utama yang menentukan hasil analisis kromatografi gas dan spektrometri massa. Umumnya yang sangat menentukan adalah pengaturan suhu injektor dan kolom (Agusta, 2000).

  Pemisahan pada Kromatografi Gas dapat dilakukan pada suhu yang tetap yang biasanya disebut dengan pemisahan isoterma dan dapat dilakukan dengan menggunakan suhu yang berubah secara terkendali yang disebut dengan pemisahan terprogram. Pemisahan isotermal paling baik dipakai pada analisis rutin. Ada dua hal yang harus diperhatikan terkait dengan pemisahan isotermal, yaitu: 1) jika suhu terlalu tinggi maka komponen akan terelusi tanpa terpisah, sementara jika suhu terlalu rendah maka komponen yang bertitik didih tinggi akan keluar sangat lambat bahkan tetap dalam kolom. 2) terkait masalah diatas pemisahan dapat dilakukan dengan suhu terprogram (Mc.Nair dan Bonelli, 1988).

  2.4.1.6 Detektor Komponen utama selanjutnya dalam kromatografi gas adalah detektor.

  Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat keluar fase gerak (gas pembawa) yang membawa komponen hasil pemisahan. Detektor pada kromatografi adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa dan komponen-komponen didalamnya menjadi sinyal elektronik.

  Sinyal elektronik detektor akan sangat berguna untuk analisa kuanlitatif maupun kuantitatif terhadap komponen-komponen yang terpisah di antara fase diam dan fase gerak (Rohman, 2007).

  Menurut Watson (2009) ada dua detektor yang populer yaitu detektor hantar-termal (thermal conductivity detector) dan detektor pengion nyala (flame

  ionization detector ).

  a. Detektor hantar-termal (Thermal Conductivity Detector ,TCD)

  Detektor ini menggunakan kawat pijar wolfram yang dipanaskan dengan dialiri arus listrik yang tetap.Gas pembawa mengalir terus menerus melewati kawat pijar yang panas itu dan suhu dibuat dengan laju tetap. Perubahan tahanan ini mudah diukur dengan jembatan Wheatstone dan sinyalnya ditangkap oleh perekam dan tampak sebagai suatu puncak. Prinsip kerjanya didasarkan pada kenyataan bahwa kemampuan suatu gas menghantar panas dari kawat pijar merupakan fungsi bobot molekul gas tersebut.

  b. Detektor pengion nyala (Flame Ionization Detector , FID)

  Hidrogen dan udara digunakan untuk menghasilkan nyala. Suatu elektroda pengumpul yang bertegangan arus searah ditempatkan diatas nyala dan mengukur hantaran nyala.

  Jenis detektor lain adalah Flame Photometric Detector (FPD) yang digunakan untuk indikasi selektif dari fosfor dan sulfur. Nitrogen Phosphorous

  Detector (NPD) yang digunakan untuk senyawa-senyawa yang mengandung

  nitrogen dan fosfor. Electron Capture Detector (ECD) yang digunakan untuk senyawa-senyawa organik kelompok elektrofilik (elektronegatif),seperti halogen, peroksida dan nitro. Mass Spectrometric Detector (MSD) yaitu merupakan sambungan langsung dari suatu spektrometer massa dengan suatu kolom dalam kromatografigas kapiler.

2.5. Spektrometri Massa (MS)

  Pada spektrometri massa (MS) molekul senyawa organik (sampel) ditembak dengan berkas elektron dan menghasilkan ion bermuatan positif, mempunyai energi yang tinggi karena lepasnya elektron dari molekul yang dapat pecah menjadi ion positif yang lebih kecil (ion fragmen) yang menunjukkan berat molekul dari senyawa. Spektrum`massa merupakan grafik antara limpahan relatif lawan perbandingan massa/muatan (m/z, m/e) (Supratman, 2010).

  Keuntungan utama spektrometri massa sebagai metode analisis yaitu metode ini lebih sensitif dan spesifik untuk identifikasi senyawa yang tidak diketahui atau untuk menetapkan keberadaan senyawa tertentu. Puncak paling kuat (tertinggi) pada spektrum, disebut puncak dasar (base peak), dinyatakan dengan nilai100% dan kekuatan puncak lain,termasuk puncak ion molekulnya dinyatakan sebagai persentase puncak dasar tersebut (Silverstein, dkk., 1981).

Dokumen yang terkait

Isolasi Minyak Atsiri Dari Kulit Buah Jeruk Kasturi (Citrus microcarpa Bunge) Segar Dan Kering Serta Analisis Komponennya Secara Gc-Ms

37 169 104

Isolasi Dan Analisis Komponen Minyak Atsiri Dari Rimpang Bangle (Zingiber Montanum (J.König) Link Ex A. Dietr) Segar Dan Kering Secara Gc-Ms

13 132 103

Perbandingan Kadar Dan Komponen Minyak Atsiri Rimpang Cabang Dan Rimpang Induk Kunyit (Curcuma Longa L.) Segar Dan Kering Secara Gc-Ms

8 63 132

Isolasi Dan Analisis Komponen Minyak Atsiri Dari Rimpang Temu Kunci (Boesenbergia ROTUNDA (L.) Mansf.) Segar Dan Kering Secara Gc-Ms

13 65 107

Karakterisasi Simplisia, Isolasi Minyak Atsiri Dan Analisis Komponen Minyak Atsiri Secara Gc-Ms Dari Rimpang Lempuyang Gajah (Zingiber zerumbet SM.)

14 107 104

Karakterisasi Simplisia, Isolasi Dan Analisi Komponen Minyak Atsiri Dari Rimpang Dan Daun Kunyit (Curcuma Domestica Val.) Kering Secara Gc-Ms

1 51 92

Isolasi Minyak Atsiri Dari Kulit Buah Jeruk Kasturi (Citrus microcarpa Bunge) Segar Dan Kering Serta Analisis Komponennya Secara Gc-Ms

0 0 30

Isolasi Minyak Atsiri Dari Kulit Buah Jeruk Kasturi (Citrus microcarpa Bunge) Segar Dan Kering Serta Analisis Komponennya Secara Gc-Ms

1 3 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Sirih - Karakterisasi Simplisia Dan Isolasi Serta Analisis Komponen Minyak Atsiri Daun Sirih Hutan (Piper crocatum Ruiz & Pav) Yang Segar Dan Simplisia Secara Gas Chromatography-Mass Spectrometry

0 0 15

Isolasi Dan Analisis Komponen Minyak Atsiri Dari Rimpang Bangle (Zingiber Montanum (J.König) Link Ex A. Dietr) Segar Dan Kering Secara Gc-Ms

0 0 35