Isolasi Dan Analisis Komponen Minyak Atsiri Dari Rimpang Bangle (Zingiber Montanum (J.König) Link Ex A. Dietr) Segar Dan Kering Secara Gc-Ms
ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN MINYAK ATSIRI
DARI RIMPANG BANGLE (Zingiber montanum
(J.König) Link ex A. Dietr) SEGAR
DAN KERING SECARA GC-MS
SKRIPSI
OLEH:
EFRATA CITRA MANTA SURBAKTI NIM 091501112
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN MINYAK ATSIRI
DARI RIMPANG BANGLE (Zingiber montanum
(J.König) Link ex A. Dietr) SEGAR
DAN KERING SECARA GC-MS
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat unutk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
EFRATA CITRA MANTA SURBAKTI NIM 091501112
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
PENGESAHAN SKRIPSI
ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN MINYAK ATSIRI
DARI RIMPANG BANGLE (Zingiber montanum
(J K.önig) Link ex A. Dietr) SEGAR
DAN KERING SECARA GC-MS
OLEH:
EFRATA CITRA MANTA SURBAKTI NIM 091501112
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: 27 Juli 2013 Pembimbing I, Panitia Penguji,
Dr. M.Pandapotan Nasution MPS., Apt. Prof.Dr.rer.nat.Effendy De Lux Putra, SU., Apt. NIP 194908111976031001 NIP 195306191983031001
Dr. M. Pandapotan Nasution. MPS., Apt.
Pembimbing II, NIP 194908111976031001
Dra. Herawaty Ginting, M.Si., Apt. Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt.
NIP 195112231980032002 NIP 195310301980031002 . Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt.
NIP 195108161980031002
Medan, Oktober 2013 Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Dekan,
Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002
(4)
KATA PENGANTAR
Segala pujian, hormat dan kemuliaan penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah mencurahkan kasih sayangNya dan penyertaanNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan. Kepada Bapak Dr. M. Pandapotan Nasution, MPS., Apt dan Ibu Dra. Herawaty Ginting, M.Si., Apt, yang telah membimbing selama melakukan penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, S.U., Apt, Bapak Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt. Dan Bapak Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt., sebagai penguji yang telah memberikan masukan dan kritikan yang membangun pada penulisan skripsi ini. Bapak Drs. David Sinurat, M.Si., Apt., sebagai penasehat akademik yang telah membimbing penulis selama masa pendidikan.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus tiada terhingga kepada Ayahanda Ir. Sanusi Surbakti, MBA., dan kepada ibunda Ir. Pintamuli Tarigan, M.Si., tercinta, buat abang Efraim dan adik Emmeninta atas doa, kasih sayang, dorongan semangat dan dukungan baik moril maupun materil. Semoga Tuhan memberkati kita semua.
(5)
Penulis mengucapkan terima kasih Bapak/Ibu Staf Laboratorium Farmakognosi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas selama penelitian berjalan, Teman-teman mahasiswa farmasi stambuk 2009 serta semua teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungannya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun pada skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat menjadi bermanfaat dan berguna bagi ilmu pengetahuan dan ilmu kefarmasian khususnya.
Medan, Oktober 2013 Penulis
(Efrata Citra Manta Surbakti)
(6)
ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN MINYAK ATSIRI DARI RIMPANG BANGLE (Zingiber montanum
(J.König)Link ex A. Dietr) SEGAR DAN KERING SECARA GC-MS
ABSTRAK
Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap dengan komposisi yang berbeda-beda sesuai sumber penghasilnya dan terdiri dari campuran zat yang memiliki sifat fisika kimia berbeda-beda. Bangle (Zingiber montanum (J.König) Link ex A. Dietr) suku Zingiberaceae adalah salah satu tanaman yang mengandung minyak atsiri dan banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai salah satu bimbu masakan dan bahan pengobatan.
Penelitian yang dilakukan meliputi karakterisasi simplisia, isolasi minyak atsiri dengan metode destilasi air dan analisis komponen minyak atsiri secara Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) dari rimpang bangle segar dan simplisia bangle.
Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia diperoleh kadar air 5,99%; kadar sari yang larut dalam air 29,10% b/v; kadar sari yang larut dalam etanol 9,79% b/v; kadar abu total 7,06% b/b; kadar abu yang tidak larut dalam asam 2,59% b/b; hasil penetapan kadar minyak atsiri dengan alat Stahl diperoleh kadar minyak atsiri rimpang bangle segar 1,00% v/b, dan kadar minyak atsiri simplisia 3,86% v/b. Hasil penetapan indeks bias untuk minyak atsiri rimpang bangle segar dan simplisia bangle diperoleh sebesar 1,4250. Bobot jenis minyak atsiri rimpang bangle segar sebesar 0,90 dan bobot jenis minyak atsiri simplisia sebesar 0,8999.
Hasil analisis GC-MS minyak atsiri yang diperoleh dari rimpang bangle segar menunjukkan 31 komponen dengan 8 komponen yang memiliki konsentrasi paling tinggi, yaitu: terpinen-4-ol (13,62%), sabinen (10,69%), γ-terpinen (6,22%), α-terpinen (4,03%), β-seskifellandren (4,14%), β-pinen (2,80%), β -mirsen (2,57%), β-fellandren (2,28%). Hasil analisis GC-MS minyak atsiri yang diperoleh dari simplisia bangle menunjukkan 25 komponen dengan 8 komponen yang memiliki konsentrasi tertinggi, yaitu: sabinen (22,72%), terpinen-4-ol (21,19%), γ-terpinen (6,14%), α-terpinen (4,08%), α-tujen (2,54%), kamfen (2,25%), β-pinen (2,18%), β-seskifellandren (1,97%).
Kata kunci: minyak atsiri, bangle (Zingiber montanum (J.König)Link ex A. Dietr)
(7)
ISOLATION AND CHEMICAL COMPOSITION OF VOLATILE OIL IN FRESH AND DRIED RHIZOME OF BANGLE
(Zingiber montanum (J.König)Link ex A. Dietr) BY GC-MS
ABSTRACT
Essential oils are volatile oils with different composition in accordance with the source and are mixture of chemical compunds of different physicochemical properties. Gave (Zingiber montanum (J.König) Link ex A. Dietr) is one of the plants that contains essential oil and used as a food flavoring. This research consistead of simplex characterization, isolation of essential oils by water distillation and analysis of essential oil components by Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) of the fresh rhizome and its simplex.
The results of simplex characterization gave water content 5.99%, water-soluble extractive 29.10 % b/v, ethanol-water-soluble extractive 9.79%b/v, total ash 7.06% b/b, acid insoluble ash 2.59% b/b, the volatile oil content of fresh bangle 1.00% v/b, and the volatile oil content of simplex 3.86% v/b. The refractive index of volatile oils of fresh and simplex bangle was 1.4250. Specific gravity of fresh bangle was 0.90 and specific gravity of simplex was 0.8999.
The result of GC-MS analysis of volatile oil from fresh rhizome gave 31 compounds, with 8 main components, i.e. terpinene-4-ol (13.62%), Sabinene (10.69%), γ-Terpinene (6.22%), α-Terpinene (4.03%), β-Sesquiphellandrene (4.14%), β-Pinene (2.80%), β-Myrcene (2.57%), β-Phellandrene (2.28%). Meanwhile the result of GC-MS analysis of volatile oil from simple gave 25 compounds, with 8 main components, i.e. Sabinene (22.72%), Terpinene-4-ol (21.19%), γ-terpinene (6.14%), α-terpinene (4.08%), α-thujene (2.54%), Camphene (2.25%), β-pinene (2.18%), β-sesquiphellandrene (1.97%).
Key words:volatile oil ,Zingiber montanum (J.König)Link ex A. Dietr
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Hipotesis ... 3
1.4 Tujuan Penelitian ... 3
1.5 Manfaat Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 5
2.1 Uraian Tumbuhan ... 5
2.1.1 Sistematika tumbuhan ... 5
2.1.2 Nama lain ... 5
2.1.3 Tempat tumbuh dan morfologi tanaman bangle ... 6
(9)
2.1.5 Manfaat tumbuhan ... 6
2.2 Minyak Atsiri ... 7
2.2.1 Keberadaan minyak atsiri pada tumbuhan ... 7
2.2.2 Komposisi kimia minyak atsiri... 8
2.2.3 Sifat fisikokimia minyak atsiri ... 9
2.2.3.1 Sifat fisika minyak atsiri ... 9
2.2.3.2 Sifat kimia minyak atsiri ... 10
2.3. Cara Isolasi Minyak Atsiri ... 11
2.3.1 Metode penyulingan ... 11
2.3.2 Metode pengepresan ... 12
2.3.3 Ekstraksi dengan pelarut menguap ... 12
2.3.4 Ekstraksi dengan lemak padat ... 13
2.3.5 Ecuelle ... 14
2.4 Analisis Komponen Minyak Atsiri ... 14
2.4.1 Kromatografi gas ... 14
2.4.1.1. Gas pembawa ... 15
2.4.1.2 Sistem injeksi ... 16 2.4.1.3 Kolom ... 16
2.4.1.4 Fase diam ... 17
2.4.1.5 Suhu ... 17
2.4.1.6 Detektor ... 18
2.5 Spektrometri Massa ... 19
(10)
3.1 Alat-Alat ... 20
3.2 Bahan-bahan ... 20
3.3 Penyiapan Bahan ... 20
3.3.1 Pengambilan Bahan ... 21
3.2 Identifikasi Bahan ... 21
3.3.3 Pengolahan Bahan ... 21
3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 21
3.4.1 Pemeriksaan makroskopik... 21
3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik... 21
3.4.3 Penetapan kadar air... 22
3.4.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam air ... 22
3.4.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol ... 23
3.4.6 Penetapan kadar abu total ... 23
3.4.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam …... 23
3.4.8 Penetapan kadar minyak atsiri ... 24
3.5 Isolasi Minyak Atsiri ... 24
3.5.1 Isolasi minyak atsiri rimpang bangle segar ... 24
3.5.2 Isolasi minyak atsiri simplisia bangle ... 24
3.6. Identifikasi Minyak Atsiri ... 25
3.6.1 Penetapan parameter fisika ... 25
3.6.1.1 Penentuan indeks bias ... 25
3.6.1.2 Penentuan bobot jenis ... 25
3.6.2 Analisis komponen minyak atsiri ... 26
(11)
4.1 Identifikasi Tumbuhan ... 27
4.2 Hasil karakterisasi simplisia ... 27
4.2.1 Pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik ... 27
4.2.1.1 Hasil pemeriksaan makroskopik... 27
4.2.1.2 Hasil pemeriksaan mikroskopik ... 27
4.2.2 karakterisasi simplisia rimpang tumbuhan bangle .. 28
4.3 Identifikasi Minyak Atsiri ... 30
4.4 Analisis Dengan GC-MS ... 32
4.4.1 Analisis komponen minyak atsiri dari rimpang bangle segar ………... 32
4.4.2 Analisis komponen minyak atsiri dari rimpang bangle kering ... 33
4.4.3 Analisis dan fragmentasi hasil spektrofotometri massa rimpang bangle segar ……… 35
4.4.4 Analisis dan fragmentasi hasil spektrofotometri Massa rimpang bangle kering ... 41
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 49
5.1 Kesimpulan... 49
5.2 Saran ... 50
DAFTAR PUSTAKA ... 51
LAMPIRAN... 53
(12)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Hasil karakterisasi simplisia rimpang tubuhan bangle ... 28 4.2 Hasil penetapan kadar minyak atsiri ... 30 4.3 Hasil penentuan indeks bias dan bobot jenis minyak atsiri hasil
isolasi ... 31 4.4 Waktu tambat dan konsentrasi komponen minyak atsiri hasil
analisis GC dari rimpang bangle (Zingiber montanum (J.König) Link ex A. Dietr) segar ... 33 4.5 Waktu tambat dan konsentrasi komponen minyak atsiri hasil
Analisis GC dari rimpang bangle (Zingiber montanum (J.König) Link ex A.Dietr) kering ... 34
(13)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 4.1 Kromatogram GC minyak atsiri hasil destilasi air dari
Rimpang bangle (Zingiber montanum (J. König)
Link ex A. Dietr ) segar ... 32
4.2 Kromatogram GC minyak atsiri hasil destilasi air dari Rimpang bangle (Zingiber montanum (J. König) Link ex A. Dietr ) kering ... 33
4.3 Rumus bangun dari senyawa sabinen ... 35
4.4 Rumus bangun dari senyawa β-pinen ... 36
4.5 Rumus bangun dari senyawa β-mirsen ... 37
4.6 Rumus bangun dari senyawa α-terpinen ... 38
4.7 Rumus bangun dari senyawa β-fellandren .. ... 39
4.8 Rumus bangun dari senyawa γ-terpinen ... 40
4.9 Rumus bangun dari senyawa terpinen-4-ol ... 40
4.10 Rumus bangun dari senyawa β-seskifellandren ... 41
4.11 Rumus bangun dari senyawa kamfen ... 42
4.12 Rumus bangun dari senyawa sabinen ... 43
4.13 Rumus bangun dari senyawa β-pinen ... 43
4.14 Rumus bangun dari senyawa α-tujen ... 45
4.15 Rumus bangun dari senyawa α-terpinen ... 45
4.16 Rumus bangun dari senyawa γ-terpinen ... 46
4.17 Rumus bangun dari senyawa terpinen-4-ol. ... 47
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Hasil identifikasi sampel ... 53
2 Gambar morfologi tumbuhan bangle ... 54
3 Rimpang bangle segar dan kering kering dan serbuk simplisia bangle ... 55
4 Gambar minyak atsiri rimpang bangle... 56
5 Gambar mikroskopik serbuk simplisia rimpang bangle medium kloralhidat ... 57
6 Gambar mikroskopik serbuk simplisia rimpang bangle medium air ... 58
7 Flowsheet isolasi minyak atsiri bangle Zingiber montanum(J.König) Link ex A. Dietr)... 59
8 Perhitungan penetapan kadar air dari simplisia rimpang bangle ... 60
9 Perhitungan penetapan kadar sari larut air dari serbuk simplisia rimpang bangle ... 61
10 Perhitungan penetapan kadar sari larut etanol dari simplisia rimpang bangle ... 62
11 Perhitungan penetapan kadar abu total dari simplisia rimpang bangle ... 63
12 Perhitungan penetapan kadar abu tidak larut asam dari simplisia rimpang bangle ... 64
13 Perhitungan penetapan kadar minyak atsiri ... 65
14 Penetapan indeks bias ... 66
15 Penentuan bobot jenis minyak atsiri ... 67
16 Gambar alat yang digunakan ... 68
(15)
18 Spektrum massa dengan waktu tambat 4,217 menit ... 71
19 Spektrum massa dengan waktu tambat 4,275 menit ... 71
20 Spektrum massa dengan waktu tambat 4,425 menit ... 72
21 Spektrum massa dengan waktu tambat 4,917 menit ... 72
22 Spektrum massa dengan waktu tambat 5,117 menit ... 73
23 Spektrum massa dengan waktu tambat 5,675 menit ... 73
24 Spektrum massa dengan waktu tambat 8,233 menit ... 74
25 Spektrum massa dengan waktu tambat 17,117 menit ... 74
26 Kromatogram GC minyak atsiri rimpang bangle kering .... 75
27 Spektrum massa dengan waktu tambat 3,858 menit ... 76
28 Spektrum massa dengan waktu tambat 4,258 menit ... 76
29 Spektrum massa dengan waktu tambat 4,333 menit ... 77
30 Spektrum massa dengan waktu tambat 4,683 menit ... 77
31 Spektrum massa dengan waktu tambat 4,942 menit ... 78
32 Spektrum massa dengan waktu tambat 5,708 menit ... 78
33 Spektrum massa dengan waktu tambat 8,292 menit ... 79
34 Spektrum massa dengan waktu tambat 17,108 menit ... 79
35 Gambar pola fragmentasi komponen minyak atsiri rimpang bangle segar ... 80
36 Gambar pola fragmentasi komponen minyak atsiri Rimpang bangle kering... 84
(16)
ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN MINYAK ATSIRI DARI RIMPANG BANGLE (Zingiber montanum
(J.König)Link ex A. Dietr) SEGAR DAN KERING SECARA GC-MS
ABSTRAK
Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap dengan komposisi yang berbeda-beda sesuai sumber penghasilnya dan terdiri dari campuran zat yang memiliki sifat fisika kimia berbeda-beda. Bangle (Zingiber montanum (J.König) Link ex A. Dietr) suku Zingiberaceae adalah salah satu tanaman yang mengandung minyak atsiri dan banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai salah satu bimbu masakan dan bahan pengobatan.
Penelitian yang dilakukan meliputi karakterisasi simplisia, isolasi minyak atsiri dengan metode destilasi air dan analisis komponen minyak atsiri secara Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) dari rimpang bangle segar dan simplisia bangle.
Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia diperoleh kadar air 5,99%; kadar sari yang larut dalam air 29,10% b/v; kadar sari yang larut dalam etanol 9,79% b/v; kadar abu total 7,06% b/b; kadar abu yang tidak larut dalam asam 2,59% b/b; hasil penetapan kadar minyak atsiri dengan alat Stahl diperoleh kadar minyak atsiri rimpang bangle segar 1,00% v/b, dan kadar minyak atsiri simplisia 3,86% v/b. Hasil penetapan indeks bias untuk minyak atsiri rimpang bangle segar dan simplisia bangle diperoleh sebesar 1,4250. Bobot jenis minyak atsiri rimpang bangle segar sebesar 0,90 dan bobot jenis minyak atsiri simplisia sebesar 0,8999.
Hasil analisis GC-MS minyak atsiri yang diperoleh dari rimpang bangle segar menunjukkan 31 komponen dengan 8 komponen yang memiliki konsentrasi paling tinggi, yaitu: terpinen-4-ol (13,62%), sabinen (10,69%), γ-terpinen (6,22%), α-terpinen (4,03%), β-seskifellandren (4,14%), β-pinen (2,80%), β -mirsen (2,57%), β-fellandren (2,28%). Hasil analisis GC-MS minyak atsiri yang diperoleh dari simplisia bangle menunjukkan 25 komponen dengan 8 komponen yang memiliki konsentrasi tertinggi, yaitu: sabinen (22,72%), terpinen-4-ol (21,19%), γ-terpinen (6,14%), α-terpinen (4,08%), α-tujen (2,54%), kamfen (2,25%), β-pinen (2,18%), β-seskifellandren (1,97%).
Kata kunci: minyak atsiri, bangle (Zingiber montanum (J.König)Link ex A. Dietr)
(17)
ISOLATION AND CHEMICAL COMPOSITION OF VOLATILE OIL IN FRESH AND DRIED RHIZOME OF BANGLE
(Zingiber montanum (J.König)Link ex A. Dietr) BY GC-MS
ABSTRACT
Essential oils are volatile oils with different composition in accordance with the source and are mixture of chemical compunds of different physicochemical properties. Gave (Zingiber montanum (J.König) Link ex A. Dietr) is one of the plants that contains essential oil and used as a food flavoring. This research consistead of simplex characterization, isolation of essential oils by water distillation and analysis of essential oil components by Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) of the fresh rhizome and its simplex.
The results of simplex characterization gave water content 5.99%, water-soluble extractive 29.10 % b/v, ethanol-water-soluble extractive 9.79%b/v, total ash 7.06% b/b, acid insoluble ash 2.59% b/b, the volatile oil content of fresh bangle 1.00% v/b, and the volatile oil content of simplex 3.86% v/b. The refractive index of volatile oils of fresh and simplex bangle was 1.4250. Specific gravity of fresh bangle was 0.90 and specific gravity of simplex was 0.8999.
The result of GC-MS analysis of volatile oil from fresh rhizome gave 31 compounds, with 8 main components, i.e. terpinene-4-ol (13.62%), Sabinene (10.69%), γ-Terpinene (6.22%), α-Terpinene (4.03%), β-Sesquiphellandrene (4.14%), β-Pinene (2.80%), β-Myrcene (2.57%), β-Phellandrene (2.28%). Meanwhile the result of GC-MS analysis of volatile oil from simple gave 25 compounds, with 8 main components, i.e. Sabinene (22.72%), Terpinene-4-ol (21.19%), γ-terpinene (6.14%), α-terpinene (4.08%), α-thujene (2.54%), Camphene (2.25%), β-pinene (2.18%), β-sesquiphellandrene (1.97%).
Key words:volatile oil ,Zingiber montanum (J.König)Link ex A. Dietr
(18)
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang
Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman, disebut juga minyak menguap, minyak eteris atau minyak esensial karena mudah menguap pada suhu kamar. Istilah esensial dipakai karena minyak atsiri mewakili bau tanaman asalnya. Minyak atsiri dalam keadaan murni tanpa pencemar, tidak berwarna, namun pada penyimpanan yang lama, minyak atsiri dapat teroksidasi dan membentuk resin serta warnanya berubah menjadi lebih gelap (Gunawan dan Mulyani, 2004).
Minyak atsiri dihasilkan dari bagian tanaman tertentu seperti akar, batang, kulit, daun, bunga atau biji, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan aroma tanaman yang menghasilkannya dan umumnya larut dalam pelarut organik (Koensoenmardiyah, 2010).
Tanaman suku zingiberaceae adalah salah satu suku tanaman yang tersebar luas di daerah tropis, terutama di Asia Tenggara. Ini adalah sumber daya alam yang penting yang menghasilkan produk yang berguna untuk makanan, rempah-rempah, obat-obatan, pewarna, parfum dan estetika (Natta., dkk, 2008).
Indonesia memiliki banyak varietas tumbuhan yang mengandung minyak esensial. Salah satu diantaranya adalah Zingiber montanum (J.König) Link ex A. Dietr (Zingiberaceae) yang dikenal sebagai bangle di Indonesia atau plai di Thailand. Rimpang tumbuhan bangle Zingiber montanum (J.König) Link ex A. Dietr digolongkan sebagai rempah-rempah yang digunakan sebagai bumbu dapur, memiliki khasiat obat yang dimanfaatkan sebagai obat tradisional (Agoes, 2010).
(19)
Rimpang bangle sebagai obat tradisional memiliki banyak khasiat, diantaranya adalah sebagai penurun demam, peluruh dahak dan pencahar, serta mengobati penyakit cacing, sakit kepala, batuk, nyeri perut, masuk angin, sakit kuning dan rematik. Ramuan jamu bangle juga dapat digunakan untuk menurunkan berat badan dan mengecilkan perut setelah melahirkan (Sukatta., dkk, 2009).
Saowaluck Bua-in (2009), melakukan penelitian isolasi minyak atsiri terhadap rimpang bangle secara destilasi uap .Hasil penelitian yang dilakukan diperoleh rimpang bangle mengandung minyak atsiri dengan komponen utama ialah Sabinen, Terpinen-4-ol, γ-terpinen dan α-terpinen.
Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan pemeriksaan yang meliputi karakterisasi simplisia, isolasi serta analisis komponen minyak atsiri secara Gas Chromatography-Mass Spectrometer (GC-MS) dari rimpang bangle dengan membandingkan rimpang segar dan kering melalui proses penyulingan air.
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi ilmu pengetahuan untuk dapat mengembangkan penelitian tentang bahan alam penghasil minyak atsiri yang banyak terdapat di Indonesia, dan dapat memberikan informasi komponen minyak atsiri dari rimpang bangle segar dan kering.
(20)
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil perumusan masalah sebagai berikut:
a. Apakah karakterisasi simplisia rimpang bangle dapat dilakukan sesuai dengan cara karakterisasi yang terdapat dalam Materia Medika Indonesia (MMI)?
b. Apakah terdapat perbedaan kadar komponen minyak atsiri rimpang bangle segar dan kering yang diisolasi dengan metode penyulingan air dan dianalisis secara GC-MS?
1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas maka hipotesisnya adalah:
a. Karakterisasi simplisia rimpang bangle dapat dilakukan sesuai dengan cara karakterisasi yang terdapat dalam Materia Medika Indonesia (MMI). b. Terdapat perbedaan kadar komponen minyak atsiri rimpang bangle segar
dan kering yang dianalisis secara GC-MS
1.4Tujuan Penelitian
a. Untuk mengkarakterisasi simplisia rimpang bangle sesuai dengan cara karakterisasi yang terdapat dalam Materia Medika Indonesia (MMI). b. Untuk mengisolasi dan menganalisis komponen minyak atsiri rimpang
(21)
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan informasi tentang karakterisasi, isolasi dan analisis komponen minyak atsiri secara GC-MS dari rimpang bangle segar dan kering serta bermanfaat bagi ilmu pengetahuan untuk dapat mengembangkan penelitian tentang bahan alam penghasil minyak atsiri yang terdapat di Indonesia.
(22)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
Uraian tumbuhan meliputi sistematika tumbuhan, nama lain, morfologi tumbuhan, kandungan senyawa kimia, serta manfaat tumbuhan.
2.1.1 Sistematika tumbuhan
Menurut Lipi (2013) dan Anonim (2009), sistematika tumbuhan bangle adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta Kelas : Monocotyledoneae Bangsa : Zingiberales Suku : Zingiberaceae Marga : Zingiber
Jenis : Zingiber montanum (J.König) Link ex A. Dietr Sinonim : Zingiber purpureum Roscoe
Zingiber cassumunar Roxb 2.1.2 Nama lain
Nama lain tumbuhan bangle (Zingiber montanum (J.König) Link ex A. Dietr) adalah sebagai berikut: mungle (Aceh), banggulae (Bali), bungle (Batak), bengle (Gayo) (Depkes 1977).
(23)
2.1.3 Tempat tumbuh dan morfologi tanaman bangle (Zingiber montanum
(J.König) Link ex A. Dietr)
Bangle tumbuh di daerah Asia Tropis, dari India sampai Indonesia. Di Jawa di budidayakan atau ditanam di pekarangan dan pada tempat-tempat yang cukup mendapatkan sinar matahari, mulai dari dataran rendah sampai 1.300 m d.p.l. Pada tanah yang tergenang atau becek, pertumbuhannya akan terganggu dan rimpang cepat membusuk (Agoes, 2010).
Bangle merupakan herba semusim, tumbuh tegak, tinggi 1 – 1,5 m, membentuk rumpun yang agak padat, berbatang semu, terdiri dari pelepah daun yang dipinggir ujungnya berambut sikat. Daun tunggal, letak berseling. Helaian daun lonjong, tipis, ujung runcing, pangkal tumpul, tepi rata, berambut halus, jarang, pertulangan menyirip, panjang 25-35cm, lebar 20-40 mm, dan berwarna hijau (Depkes, 1977).
2.1.4. Kandungan kimia tumbuhan
Kandungan kimia dari rimpang bangle adalah damar, pati, tanin, saponin, flavonoid. Kandungan minyak atsiri rimpang bangle antara lain sabinen, β -pinen, α-terpinen, osimen, terpinen-4-ol, karen, α-zingiberen (Bhuiyan., dkk, 2008).
2.1.5. Manfaat tumbuhan
Rimpang bangle digunakan secara tradisional untuk mengobati demam, sakit kepala, batuk berdahak, masuk angin, sembelit, sakit kuning, cacingan, reumatik, ramuan jamu pada wanita setelah melahirkan, mengecilkan perut setelah melahirkan dan kegemukan (Agoes, 2010).
(24)
2.2 Minyak Atsiri
Minyak atsiri sering disebut dengan minyak menguap, karena pada suhu kamar mudah menguap. Minyak atsiri dalam keadaan segar dan murni, umumnya tidak berwarna. Minyak atsiri pada penyimpanan lama dapat teroksidasi. Untuk mencegahnya, minyak atsiri harus disimpan dalam bejana gelas yang berwarna gelap, diisi penuh, ditutup rapat, serta disimpan ditempat yang kering dan sejuk (Armando, 2009).
2.2.1 Keberadaan minyak atsiri pada tumbuhan
Minyak atsiri dihasilkan di dalam tubuh tanaman dan kemudian disimpan didalam berbagai organ. Kelenjar minyak atsiri didapat di dalam tanaman (kelenjar internal) dan terdapat diluar tanaman (kelenjar eksternal) (Koensoemardiyah, 2010).
Minyak atsiri terkandung dalam berbagai bagian tumbuhan, seperti didalam rambut kelenjar (pada suku Labiatae), di dalam sel-sel parenkim (suku zingiberaceae dan Piperaceae), di dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen ( Myrtaceae dan Rutaceae), terkandung didalam saluran vitae (Umbeliferae). Pada bunga mawar kandungan minyak atsiri terdapat pada mahkota bunga, pada kayu manis banyak ditemukan di kulit batang (Claus, 1961).
Pada tumbuhan, minyak atsiri berperan sebagai pengusir serangga pemakan daun. Minyak atsiri dapat berfungsi sebagai penarik serangga guna membantu proses penyerbukan dan sebagai cadangan makanan (Gunawan dan Mulyani, 2004).
(25)
2.2.2 Komposisi kimia minyak atsiri
Pada umumnya perbedaan komposisi minyak atsiri disebabkan perbedaan jenis tanaman penghasil, kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panen, metode ekstraksi yang digunakan dan cara penyimpanan minyak (Guenther,1987).
Menurut Guenther (1987), minyak atsiri biasanya terdiri dari beberapa campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Pada umumnya komponen kimia minyak atsiri dibagi menjadi dua golongan yaitu: 1) Hidrokarbon, yang terutama terdiri dari persenyawaan terpen dan 2) Hidrokarbon teroksigenasi.
a. Golongan hidrokarbon
Persenyawaan yang termasuk golongan ini terbentuk dari unsur Karbon (C) dan Hidrogen (H). Jenis hidrokarbon yang terdapat dalam minyak atsiri sebagian besar terdiri dari monoterpen (2 unit isopren) dan seskiterpen (3 unit isopren)
b. Golongan hidrokarbon teroksigenasi
Komponen kimia dari golongan persenyawaan ini terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Persenyawaan yang termasuk dalam golongan ini adalah persenyawaan alkohol, aldehid, keton, ester, eter dan fenol. Ikatan karbon yang terdapat dalam molekulnya dapat terdiri dari ikatan tunggal, ikatan rangkap dua, dan ikatan rangkap tiga. Terpen mengandung ikatan tunggal dan ikatan rangkap dua.
Senyawa hidrokarbon mempunyai aroma kurang wangi, sukar larut dalam alkohol encer dan jika disimpan dalam waktu lama akan membentuk resin. Golongan hidrokarbon teroksigenasi merupakan senyawa penting dalam minyak atsiri karena umumnya mempunyai aroma yang lebih wangi. Fraksi terpen perlu
(26)
dipisahkan untuk tujuan tertentu, misalnya untuk pembuatan parfum, sehingga didapatkan minyak atsiri yang bebas terpen.
2.2.3. Sifat fisikokimia minyak atsiri 2.2.3.1. Sifat fisika minyak atsiri
Sifat- sifat fisika minyak atsiri yaitu : bau yang khas, indeks bias, bobot jenis, bersifat optis aktif, mempunyai rasa getir, memberi rasa hangat sampai panas, atau terasa dingin ketika tersentuh di kulit, tergantung dari jenis komponen penyusunnya, mudah menguap pada suhu kamar, tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh oksigen udara, sinar matahari dan panas, sangat mudah larut dalam pelarut organik (Gunawan dan Mulyani, 2004).
Parameter yang dapat digunakan untuk tetapan fisika minyak atsiri antara lain : a. Bau yang khas
Minyak atsiri dikenal juga dengan nama minyak eteris atau minyak terbang (essential oil, volatile oil) yang dihasilkan oleh tanaman. Minyak tersebut berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya (Guenther, 1987).
b. Indeks bias
Indeks bias suatu zat adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam udara dan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Jika cahaya melewati media kurang padat ke media lebih padat, maka sinar akan membelok atau membias dari garis normal. Penentuan indeks bias menggunakan alat Refraktometer. Indeks bias berguna untuk identifikasi suatu zat dan deteksi ketidakmurnian (Ketaren, 1996). c. Bobot jenis
Bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada suhu 25°C terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Penetuan bobot jenis
(27)
menggunakan alat Piknometer. Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri (Ketaren, 1996).
d. Putaran optik
Setiap jenis minyak atsiri mempunyai kemampuan memutar bidang polarisasi cahaya ke arah kiri atau kanan. Besarnya pemutaran bidang polarisasi ditentukan oleh jenis minyak atsiri, suhu dan panjang gelombang cahaya yang digunakan. Penentuan putaran optik menggunakan alat Polarimeter (Guenther, 1987).
2.2.3.2. Sifat kimia minyak atsiri
Minyak atsiri mempunyai sifat kimia yang khas, dimana perubahan sifat kimia minyak atsiri merupakan ciri dari kerusakan minyak yang mengakibatkan perubahan sifat kimia minyak, misalnya oleh proses oksidasi, hidrolisis dan Resinifikasi (polimerisasi) (Guenther, 1987).
a. Oksidasi
Reaksi oksidasi pada minyak atsiri terutama terjadi pada ikatan rangkap dalam terpen. Peroksida yang bersifat labil akan berisomerisasi dengan adanya air, sehingga membentuk senyawa aldehid, asam organik dan keton yang menyebabkan perubahan bau yang tidak dikehendaki (Guenther, 1987).
b. Hidrolisis
Proses hirolisis terjadi dalam minyak atsiri yang mengandung ester. Proses hidrolisis ester merupakan proses pemisahan gugus OR dalam molekul ester sehingga terbentuk asam bebas dan alkohol. Ester akan terhidrolisis secara sempurna dengan adanya air dan asam sebagai katalisator (Guenther, 1987).
(28)
c. Resinifikasi (polimerisasi)
Beberapa fraksi dalam minyak atsiri dapat membentuk resin (polimer). Resin ini dapat terbentuk selama proses pengolahan (ekstraksi) minyak yang mempergunakan tekanan dan suhu tinggi serta selama penyimpanan. Akibat resinifikasi, minyak atsiri menjadi padat dan berwarna gelap (Guenther, 1987).
2.3 Cara Isolasi Minyak Atsiri
Isolasi minyak atsiri dapat dilakukan dengan beberaoa cara yaitu: 1) penyulingan (distilation), 2) Pengepresan (pressing), 3) ekstraksi dengan pelarut menguap (solvent extraction), 4) ekstraksi dengan lemak (Yuliani dan Satuhu, 2012).
2.3.1 Metode penyulingan a. Penyulingan dengan air
Pada metode ini, bahan tanaman yang akan disuling mengalami kontak langsung dengan air mendidih. Bahan dapat mengapung diatas air atau terendam secara sempurna, tergantung pada berat jenis dan jumlah bahan yang disuling. Ciri khas model ini yaitu adanya kontak langsung antara bahan dan air mendidih. Penyulingan ini sering disebut dengan penyulingan langsung.
Penyulingan dengan cara langsung ini dapat menyebabkan banyaknya rendemen minyak yang hilang (tidak tersuling) dan terjadi pula penurunan mutu minyak yang diperoleh (Yuliani dan Satuhu, 2012).
b. Penyulingan dengan uap
Model ini disebut juga penyulingan uap atau penyulingan tak langsung. Pada prinsipnya, model ini sama dengan penyulingan langsung. Hanya saja, air
(29)
penghasil uap tidak diisikan bersama-sama dalam ketel penyulingan. Uap yang digunakan berupa uap dengan tekanan lebih dari 1 atmosfer (Yuliani dan Satuhu, 2012).
c. Penyulingan dengan air dan uap
Pada model penyulingan ini, bahan tanaman yang akan disuling diletakkan di atas rak-rak atau saringan berlubang. Ketel penyulingan diisi dengan air sampai permukaannya tidak jauh dari bagian bawah saringan. Ciri khas model ini yaitu uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas. Bahan tanaman yang akan disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas (Yuliani dan Satuhu, 2012).
2.3.2 Metode pengepresan
Ekstraksi minyak atsiri dengan cara pengepresan umumnya dilakukan terhadap bahan berupa biji, buah, atau kulit buah yang memiliki kandungan minyak atsiri yang cukup tinggi. Akibat tekanan pengepresan, maka sel-sel yang mengandung minyak atsiri akan pecah dan minyak atsiri akan mengalir ke permukaan bahan. Contohnya minyak atsiri dari kulit jeruk (Yuliani dan Satuhu, 2012).
2.3.3 Ekstraksi dengan pelarut menguap
Prinsipnya adalah melarutkan minyak atsiri dalam pelarut organik yang mudah menguap. Ekstraksi dengan pelarut organik pada umumnya digunakan mengekstraksi minyak atsiri yang mudah rusak oleh pemanasan uap dan air, terutama untuk mengekstraksi minyak atsiri yang berasal dari bunga misalnya bunga cempaka, melati, mawar dan kenanga. Pelarut yang umum digunakan adalah petroleum eter, karbon tetraklorida (Yuliani dan Satuhu, 2012).
(30)
2.3.4 Ekstraksi dengan lemak padat
Proses ini umumnya digunakan untuk mengekstraksi bunga-bungaan, untuk mendapatkan mutu dan rendeman minyak atsiri yang tinggi. Metode ekstraksi dapat dilakukandengan dua cara yaitu enfleurasi dan maserasi (Yuliani dan Satuhu, 2012).
a. Enfleurasi (Enfleurage)
Proses ini pada umumnya absorbsi minyak atsiri oleh lemak digunakan pada suhu rendah sehingga minyak terhindar dari kerusakan yang disebabkan oleh panas. Metode ini digunakan untuk mengekstraksi beberapa jenis minyak bunga yang masih melanjutkan kegiatan fisiologisnya dan memproduksi minyak setelah bunga dipetik. Hasilnya disebut ekstrait (Yuliani dan Satuhu, 2012).
b. Maserasi (Maceration)
Cara ini dilakukan terhadap bahan tumbuhan yang bila dilakukan penyulingan atau enfleurasi akan menghasilkan minyak atsiri dengan rendeman yang rendah. Pada cara ini absorbsi minyak atsiri oleh lemak dalam keadaan panas pada suhu 80oC selama 1,5 jam. Setelah selesai pemanasan, campuran disaring panas-panas, jika perlu kelebihan lemak pada ampas disiram dengan air panas. Kemudian dilakukan penyulingan untuk memperoleh minyak atsiri (Yuliani dan Satuhu, 2012).
2.3.5. Ecuelle
Metode ini digunakan untuk mengisolasi minyak atsiri yang terdapat pada buah-buahan seperti jeruk dengan cara menembus lapisan epidermis sampai ke dalam jaringan yang mengandung minyak atsiri. Buah-buahan digelindingkan di atas papan yang permukaanya bergerigi runcing untuk melukai kulit buah.
(31)
Kemudian tetesan minyak yang keluar dikumpulkan dalam suatu wadah (Claus, 1961).
2.4 Analisis Komponen Minyak Atsiri
Analisis dan karakterisasi komponen minyak atsiri merupakan masalah yang cukup rumit, dikarenakan minyak atsiri mempunyai sifat yang mudah menguap pada suhu kamar. Kendala yang umumnya dialami saat menganalisis komponen minyak atsiri adalah hilangnya sebagian komponen selama proses preparatif dan selama berlangsungnya proses analisis. Setelah ditemukan kromatografi gas (GC), kendala dalam analisis komponen minyak atsiri dapat diatasi. Pada penggunaan GC ini, efek penguapan dapat dihindari bahkan dihilangkan sama sekali. Perkembangan teknologi instrumentasi yang sangat pesat melahirkan suatu alat yang merupakan gabungan dua sistem yang saling menguntungkan, yaitu gabungan antara kromatografi gas dan spektrofotomerti massa (Agusta, 2000).
2.4.1 Kromatografi gas
Kromatografi gas merupakan metode untuk pemisahan dan deteksi senyawa-senyawa organik yang mudah menguap dan senyawa-senyawa gas anorganik dalam suatu campuran. Kegunaan umum dari Kromatografi gas adalah untuk melakukan pemisahan dan identifikasi senyawa-senyawa organik yang mudah menguap dan juga untuk melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa dalam suatu campuran (Rohman, 2007).
Ada 2 Jenis kromatografi gas: 1. Kromatografi gas-cair (KGC)
(32)
Pada kromatografi ini, fase diam yang digunakan adalah cairan yang diikatkan pada suatu bahan pendukung (support material) sehingga solut akan terlarut dalam fase diam sehingga mekanisme sorpsi-nya adalah partisi (Rohman, 2007).
2. Kromatografi gas-padat
Kromatografi gas digunakan untuk memisahkan komponen campuran kimia dalam suatu bahanm berdasarkan perbedaan polaritas campuran. Fase gerak akan membawa campuran menuju kolom. Campuran dalam fase gerak akan berinteraksi dengan fase diam. Setiap komponen yang terdapat dalam campuran berinteraksi dengan kecepatan yang berbeda, interaksi komponen dengan fase diam dengan waktu yang paling cepat akan keluar pertama dari kolom dan yang paling lambat akan keluar paling akhir (Gritter, dkk., 1991).
2.4.1.1 Gas pembawa
Gas pembawa harus memenuhi persyaratan antara lain harus inert, murni, dan mudah diperoleh. Pemilihan gas pembawa tergantung pada detektor yang dipakai. Keuntungannya adalah karena semua gas ini harus tidak reaktif, dapat dibeli dalam keadaan murni dan kering yang dapat dikemas dalam tangki bertekanan tinggi. Gas pembawa yang sering dipakai adalah Helium (He), Argon (Ar), Nitrogen (N), Hidrogen (H), dan karbon dioksida (CO2) (Agusta, 2000).
2.4.1.2. Sistem injeksi
Sampel yang akan dikromatografi dimasukkan kedalam ruang suntik, melalui gerbang suntik yang biasanya berupa lubang yang ditutupi dengan septum atau pemisah karet. Ruang suntik haru dipanaskan tersendiri (terpisah dari kolom)
(33)
dan biasanya 10-15°C lebih tinggi dari suhu kolom maksimum. Seluruh sampel akan menguap setelah sampel disuntikkan (Rohman, 2007).
2.4.1.3 Kolom
Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena didalmnya terdapat fase diam. Ada 2 jenis kolom pada kromatografi gas yaitu kolom kemas dan kolom kapiler.
Pipa yang terbuat dari logam, kaca, atau plastik yang berisi cairan penyangga padat yang inert disebut dengan kolom kemas. Fase diam, baik berwujud padat maupun cair, diserap atau terikat secara kimia pada permukaan penyangga. Diameter kolom biasanya 2-4mm dengan panjang 0,5-6 m (Mc. Nair dan Bonelli, 1988).
Secara umum kolom kapiler berbeda dengan kolom kemas, dalam rongga pada bagian kolom yang menyerupai pipa (tube). Ada empat macam jenis lapisan pada kolom kapiler ini, yaitu: WCOT (Wall Coated Open Tube); SCOT (Support Coated Open Tube); PLOT (Porous Layer Open Tube); dan FSOT (Fused Silica Open Tube). Kolom kapiler sangat banyak dipakai atau lebih disukai oleh para ilmuan. Panjang kolom kapiler 25-30 meter (Rohman, 2007).
2.4.1.4 Fase diam
Fase diam disapukan dalam permukaan medium, atau dilapiskan pada dinding kapiler. Fase diam yang umum digunakan pada kolom adalah fase diam padat dan fase diam cair. Akan tetapi pada kolom kapiler lebih banyak digunakan fase cair yang disebut dengan istilah film thickness. Fase diam dibedakan berdasarkan kepolarannya, yaitu nonpolar, sedikit polar, semi polar, dan sangat polar (Agusta, 2000).
(34)
2.4.1.5 Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor utama yang menentukan hasil analisis kromatografi gas dan spektrometri massa. Umumnya yang sangat menentukan adalah pengaturan suhu injektor dan kolom (Agusta, 2000).
Pemisahan pada Kromatografi Gas dapat dilakukan pada suhu yang tetap yang biasanya disebut dengan pemisahan isoterma dan dapat dilakukan dengan menggunakan suhu yang berubah secara terkendali yang disebut dengan pemisahan terprogram. Pemisahan isotermal paling baik dipakai pada analisis rutin. Ada dua hal yang harus diperhatikan terkait dengan pemisahan isotermal, yaitu: 1) jika suhu terlalu tinggi maka komponen akan terelusi tanpa terpisah, sementara jika suhu terlalu rendah maka komponen yang bertitik didih tinggi akan keluar sangat lambat bahkan tetap dalam kolom. 2) terkait masalah diatas pemisahan dapat dilakukan dengan suhu terprogram (Mc.Nair dan Bonelli, 1988). 2.4.1.6 Detektor
Komponen utama selanjutnya dalam kromatografi gas adalah detektor. Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat keluar fase gerak (gas pembawa) yang membawa komponen hasil pemisahan. Detektor pada kromatografi adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa dan komponen-komponen didalamnya menjadi sinyal elektronik. Sinyal elektronik detektor akan sangat berguna untuk analisa kuanlitatif maupun kuantitatif terhadap komponen-komponen yang terpisah di antara fase diam dan fase gerak (Rohman, 2007).
Menurut Watson (2009) ada dua detektor yang populer yaitu detektor hantar-termal (thermal conductivity detector) dan detektor pengion nyala (flame
(35)
ionization detector).
a. Detektor hantar-termal (Thermal Conductivity Detector ,TCD)
Detektor ini menggunakan kawat pijar wolfram yang dipanaskan dengan dialiri arus listrik yang tetap.Gas pembawa mengalir terus menerus melewati kawat pijar yang panas itu dan suhu dibuat dengan laju tetap. Perubahan tahanan ini mudah diukur dengan jembatan Wheatstone dan sinyalnya ditangkap oleh perekam dan tampak sebagai suatu puncak. Prinsip kerjanya didasarkan pada kenyataan bahwa kemampuan suatu gas menghantar panas dari kawat pijar merupakan fungsi bobot molekul gas tersebut.
b. Detektor pengion nyala (Flame Ionization Detector , FID)
Hidrogen dan udara digunakan untuk menghasilkan nyala. Suatu elektroda pengumpul yang bertegangan arus searah ditempatkan diatas nyala dan mengukur hantaran nyala.
Jenis detektor lain adalah Flame Photometric Detector (FPD) yang digunakan untuk indikasi selektif dari fosfor dan sulfur. Nitrogen Phosphorous Detector (NPD) yang digunakan untuk senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen dan fosfor. Electron Capture Detector (ECD) yang digunakan untuk senyawa-senyawa organik kelompok elektrofilik (elektronegatif),seperti halogen, peroksida dan nitro. Mass Spectrometric Detector (MSD) yaitu merupakan sambungan langsung dari suatu spektrometer massa dengan suatu kolom dalam kromatografigas kapiler.
(36)
2.5. Spektrometri Massa (MS)
Pada spektrometri massa (MS) molekul senyawa organik (sampel) ditembak dengan berkas elektron dan menghasilkan ion bermuatan positif, mempunyai energi yang tinggi karena lepasnya elektron dari molekul yang dapat pecah menjadi ion positif yang lebih kecil (ion fragmen) yang menunjukkan berat molekul dari senyawa. Spektrum`massa merupakan grafik antara limpahan relatif lawan perbandingan massa/muatan (m/z, m/e) (Supratman, 2010).
Keuntungan utama spektrometri massa sebagai metode analisis yaitu metode ini lebih sensitif dan spesifik untuk identifikasi senyawa yang tidak diketahui atau untuk menetapkan keberadaan senyawa tertentu. Puncak paling kuat (tertinggi) pada spektrum, disebut puncak dasar (base peak), dinyatakan dengan nilai100% dan kekuatan puncak lain,termasuk puncak ion molekulnya dinyatakan sebagai persentase puncak dasar tersebut (Silverstein, dkk., 1981).
(37)
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini meliputi penyiapan sampel, pemeriksaan karakteristik simplisia, isolasi dan identifikasi komponen-komponen kimia minyak atsiri simplisia rimpang bangle secara GC-MS.
3.1 Alat-Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah alat-alat gelas laboratorium, neraca kasar (Ohaus), neraca analitik (Mettler Toledo), seperangkat alat Stahl, seperangkat alat destilasi air, oven, Refraktometer Abbe, mikroskop dan
Gas Chromatography-Mass Spectrometer (GC-MS) model Shimadju QP 2010 S.
3.2 Bahan-Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang bangle segar dan kering serta bahan-bahan kimia. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian kecuali dinyatakan lain adalah pro analisis antara lain akuades (teknis), natrium sulfat anhidrat (E. Merck), kloralhidrat (E. Merck), kloroform (E. Merck), etanol 96% dan toluene (E. Merck).
3.3 Penyiapan Bahan
Penyiapan bahan meliputi pengambilan bahan, identifikasi, pemeriksaan makroskopik serta pengolahan bahan.
(38)
Metode pengambilan bahan dilakukan dengan cara purposif yaitu diambil dari satu daerah saja tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama di daerah lain. Sampel diperoleh dari Desa Tiang Layar, Kecamatan Pancurbatu Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Sampel yang digunakan adalah rimpang bangle segar dan kering.
3.3.2 Identifikasi bahan
Identifikasi bahan (rimpang) dilakukan di Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor.
3.3.3 Pengolahan bahan
Pengolahan bahan dilakukan terhadap 10 kg rimpang bangle. Rimpang dibersihkan dari kotoran yang melekat, disortasi lalu dicuci dengan air sampai bersih. Hasil sortasi 9,215 kg . Ditiriskan, dirajang dengan ketebalan 3-5 mm, dan ditimbang. Selanjutnya dikeringkan di lemari pengering pada suhu 45oC sampai simplisia rapuh (sekitar 2 minggu) kemudian ditimbang dengan berat 1,305 kg.
3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia 3.4.1 Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk luar dari simplisia rimpang bangle.
3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia rimpang bangle. Serbuk simplisia ditaburkan diatas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan tutup dengan kaca penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop.
(39)
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi, yang meliputi: a. Penjenuhan toluen
Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml.
b. Penetapan kadar air simplisia
Dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama ke dalam labu yang berisi toluen yang telah dijenuhkan, dipanaskan secara hati-hati selama 15 menit. Kecepatan tetesan diatur 2 tetes per detik setelah toluen mendidih sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes per detik. Bagian dalam pendingin dibilas dengan toluene setelah semua air terdestilasi. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Volume air dibaca setelah air dan toluene memisah sempurna dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kadar air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (World Health Organization, 2011).
3.4.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam air
Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Sejumlah 20 ml filtrat
(40)
pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, 1995).
3.4.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol
Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 95% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 95% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, 1995).
3.4.6 Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 g serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pijaran dilakukan pada suhu 500-600oC selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (World Health Organization, 2011).
3.4.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam
Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring dipijarkan sampai bobot tetap,
(41)
kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (World Health Organization, 2011).
3.4.8 Penetapan kadar minyak atsiri
Penetapan kadar minyak atsiri dilakukan dengan menggunakan alat Stahl. Caranya: Sebanyak 15 g rimpang bangle yang telah dirajang dimasukkan dalam labu alas bulat berleher pendek, ditambahkan air suling sebanyak 300 ml, labu diletakkan di atas pemanas listrik. Hubungkan labu dengan pendingin dan alat penampung berskala, buret diisi air sampai penuh, selanjutnya dilakukan destilasi. Setelah penyulingan selesai, biarkan tidak kurang dari 15 menit, catat volume minyak atsiri pada buret. Hitung kadar minyak atsiri dalam % v/b (Depkes, 1995).
3.5 Isolasi Minyak Atisiri
Isolasi minyak atsiri dilakukan dengan metode penyulingan air (water distillation).
Caranya: 100 g sampel yang telah dirajang dimasukkan dalam labu alas datar berleher panjang 2 liter ditambahkan akuades sampai sampel terendam. Dirangkai alat destilasi air. Destilasi dilakukan selama 4 jam. Minyak atsiri yang diperoleh ditampung dalam corong pisah setelah itu dipisahkan antara minyak dan air. Minyak atsiri yang diperoleh ditambahkan natrium sulfat anhidrat, dikocok dan didiamkan selama 1 hari. Minyak atsiri dipipet dan disimpan dalam botol berwarna gelap (Guenther, 1987).
3.6 Identifikasi Minyak Atsiri 3.6.1 Penetapan parameter fisika 3.6.1.1 Penentuan indeks bias
(42)
Caranya: alat Refraktometer Abbe dihidupkan. Prisma atas dan prisma bawah dipisahkan dengan membuka klem dan dibersihkan dengan mengoleskan kapas yang telah dibasahi dengan alkohol. Cuplikan minyak diteteskan ke prisma bawah lalu ditutup. Melalui teleskop dapat dilihat adanya bidang terang dan bidang gelap lalu skrup pemutar prisma diputar sedemikian rupa, sehingga bidang terang dan gelap terbagi atas dua bagian yang sama secara vertikal. Dengan melihat skala dapat dibaca indeks biasnya(Ditjen POM, 1995).
3.6.1.2 Penentuan bobot jenis
Penentuan bobot jenis dilakukan dengan menggunakan piknometer.
Caranya: Piknometer dibersihkan dan dikeringkan, diisi dengan air suling lalu ditimbang dengan seksama. Piknometer dikosongkan dan dibilas beberapa kali dengan alkohol kemudian dikeringkan dengan bantuan hairdryer dan ditimbang seksama. Piknometer diisi dengan minyak atsiri selanjutnya dilakukan seperti pengerjaan pada air suling. Bobot minyak atsiri diperoleh dengan mengurangkan bobot piknometer yang diisi minyak atsiri dengan bobot piknometer kosong. Bobot jenis minyak atsiri adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot minyak atsiri dengan bobot air suling dalam piknometer. Kecuali dinyatakan lain dalam monograf keduanya ditetapkan pada suhu 25oC (Ditjen POM, 1995).
3.6.2 Analisis komponen minyak atsiri
Penentuan komponen minyak atsiri yang diperoleh dari rimpang bangle segar dan kering dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU dengan menggunakan seperangkat alat GC-MS model Shimadzu QP-2010 Plus
(43)
Kondisi analisis adalah jenis kolom kapiler Rtx-5 MS, panjang kolom 30 m, diameter kolom dalam 0,25 mm, suhu injektor 275°C, gas pembawa He dengan laju alir 1,53 ml/menit. Suhu kolom terprogram (temperature programming) dengan suhu awal 70°C selama 5 menit, lalu dinaikkan perlahan-lahan dengan laju kenaikan 5,0°C/menit sampai suhu 200°C ,kemudian dinaikkan perlahan-lahan dengan laju kenaikan 10,0°C/menit sampai suhu akhir 260°C yang dipertahankan.
Cara identifikasi komponen minyak atsiri adalah dengan membandingkan spektrum massa dan komponen minyak atsiri yang diperoleh (unknown) dengan data library yang memiliki tingkat kemiripan (similary index) tertinggi.
(44)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Tumbuhan
Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor terhadap rimpang bangle yang diteliti adalah jenis Zingiber montanum (J.König) Link ex A. Dietr, dari suku Zingiberaceae. (Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 53).
4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia
4.2.1 Pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik 4.2.1.1 Hasil pemeriksaan makroskopik
Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia bangle dicirikan dengan rimpang berwarna coklat muda sampai kekuningan, rasa pahit dan pedas potongan rimpang pipih, hampir bundar atau berbentuk tidak beraturan, tebal 2-5 mm.
4.2.1.2 Hasil pemeriksaan mikroskopik
Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia bangle. pada serbuk simplisia, tampak epidermis berupa sel-sel poligonal, periderm, parenkim korteks yang bersi butir pati. Berkas pembuluh tersebar di dalam parenkim berupa berkas pengangkut dengan penebalan spiral. Gambar dapat dilihat pada lampiran 5 halaman 57.
(45)
4.2.2 Karakterisasi simplisia rimpang tumbuhan bangle
Hasil karakterisasi simplisia rimpang bangle dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini.
Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia rimpang tumbuhan bangle No Pemeriksaan Karakteristik
Simplisia
Kadar Praktek (%)
Kadar menurut MMI Jilid I (%)
1. Kadar air 5,99 Tidak lebih dari 10%
2. Kadar sari yang larut dalam air 29,79 Tidak kurang dari 12 % 3. Kadar sari yang larut dalam
etanol
9,80 Tidak kurang dari 6,7 %
4. Kadar abu total 7,06 Tidak lebih dari 8,5 % 5. Kadar abu yang tidak larut
dalam asam
2,59 Tidak lebih dari 3,3 %
(Data hasil perhitungan karakterisasi simplisia rimpang bangle selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8-12halaman 60-64).
Berdasarkan hasil penelitian terhadap karakterisasi simplisia rimpang bangle telah memenuhi persyaratan MMI (Depkes, 1977). Pengeringan simplisia dilakukan untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Pengeringan simplisia mempengaruhi kualitas simplisia. Penurunan mutu atau kerusakan simplisia dapat dicegah dengan mengurangi kadar air dan penghentian reaksi enzimatik. Reaksi enzimatik tidak berlangsung lagi bila kadar air dalam simplisia kurang dari 10% (BPOM RI, 2005).
Kadar air dalam simplisia menunjukkan jumlah air yang terkandung dalam simplisia yang digunakan, dari hasil penelitian diperoleh kadar air simplisia bangle adalah 5,99%. Kadar air simplisia berhubungan dengan proses pengeringan simplisia. Pengeringan merupakan suatu usaha untuk menurunkan kadar air bahan
(46)
sampai tingkat yang didinginkan. Pengeringan dilakukan di lemari pengering dengan suhu 40-60°C. simplisia tidak mudah rusak dan dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama dengan kadar air yang cukup aman. Pertumbuhan jamur dan jasad renik lainnya terjadi karna kemungkinan simplisia mempunyai kadat air yang tinggi dan penyimpana simpisia yang tidak cukup aman. Simplisia dinilai cukup aman bila mempunyai kadar air kurang dari 10% (Depkes, 1986).
Penetapan kadar sari dilakukan terhadap 2 pengujian yaitu kadar sari larut dalam air dan etanol. Penetapan kadar sari simplisia menyatakan jumlah zat yang tersari dalam air dan dalam etanol. Penetapan kadar sari yang larut dalam air dan dalam etanol dilakukan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari dalam air dan etanol dari suatu simplisia. Senyawa yang bersifat polar dan larut dalam air akan tersari oleh air sedangkan senyawa-senyawa yang tidak larut dalam air dan larut dalam etanol akan tersari oleh etanol.
Penetapan kadar abu untuk mengetahui kandungan mineral yang terdapat didalam simplisia yang diteliti serta senyawa organik yang tersisa selama pembakaran. Abu total terbagi dua, yang pertama abu fisiologis adalah abu yang berasal dari jaringan tumbuhan itu sendiri dan abu non fisiologis adalah sisa setelah pembakaran yang berasal dari bahan-bahan dari luar yang terdapat pada permukaan simplisia. Kadar abu tidak larut asam untuk menentukan jumlah silika, khususnya pasir yang ada pada simplisia dengan cara melarutkan abu total dalam asam klorida. (World Health Organization, 2011).
(47)
4.3 Identifikasi Minyak Atsiri
Hasil identifikasi minyak atsiri dapat dilihat pada Tabel 4.2 di bawah ini. Tabel 4.2 Hasil penetapan kadar minyak atsiri
No Sampel
Kadar minyak atsiri (% v/b) Hasil
penelitian Hasil berdasarkan literature 1. 2. Rimpang segar Rimpang kering 1,00 3,86 1,00-5,00 1,00-5,00
Data perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 13halaman 65. Penetapan kadar minyak atsiri dengan menggunakan alat Stahl diketahui bahwa minyak atsiri rimpang bangle segar 1,00 % b/v sementara pada rimpang bangle yang kering 3,86% b/v, dari hasil ini diketahui bahwa minyak atsiri lebih banyak terdapat pada rimpang bangle kering. Hal ini dapat disebabkan karena adanya proses pengeringan, dimana proses pengeringan berserta adanya uap yang berdifusi saat destilasi dapat merusak jaringan sehingga pori-pori dapat terbuka. Semakin besar pori-pori terbuka mengakibatkan semakin mudah minyak yang tersimpan di dalam jaringan menguap. Hal ini yang menyebabkan pengeringan bahan dapat menghasilkan minyak lebih banyak dibandingkan dilakukan dengan metode yang sama tanpa pengeringan. Dari hasil analisis GC-MS terdapat perbedaan komponen penyusun minyak atsiri yang diperoleh rimpang bangle segar dengan minyak atsiri dari rimpang bangle kering. Hasil penentuam indeks bias dan bobot jenis minyak atsiri dapat dilihat pada Tabel 4.3 dibawah ini.
Tabel 4.3 Hasil penentuan indeks bias dan bobot jenis minyak atsiri hasil isolasi
No. Sampel Indeks Bias Bobot Jenis
1 Rimpang bangle segar 1,4250 0,8999 2 Rimpang bangle kering 1,4250 0,8999 (Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran14-15halaman 66-67 ).
(48)
Hasil indeks bias minyak atsiri dari rimpang bangle segar dan kering hasilnya sama yaitu 1,4250. Perubahan pada komposisi kimiawi minyak atsiri tidak mempengaruhi harga indeks bias.
Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di dalam udara dengan kecepatan cahaya di dalam zat tersebut pada suhu tertentu. Indeks bias berguna untuk identifikasi kemurnian. Indeks bias minyak atsiri juga berhubungan erat dengan komponen-komponen yang tersusun dalam minyak atsiri yang dihasilkan. Sama halnya dengan berat jenis dimana komponen penyusun minyak atsiri dapat mempengaruhi nilai indeks biasnya (Armando, 2009).
Bobot jenis minyak atsiri merupakan perbandingan antara bobot minyak dengan bobot air pada volume air yang sama dengan volume minyak. Bobot jenis merupakan salah satu kriteria paling penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri. Nilai bobot jenis minyak atsiri antara 0,696 – 1,188 pada suhu 15°C (Armando, 2009).
Hasil penelitian ini didapatkan pula bahwa perbedaan metode penyulingan menghasilkan perbedaan nilai bobot jenis. Bobot jenis minyak atsiri dari rimpang bangle kering adalah sebesar 0,8999 dan minyak atsiri dari rimpang bangle segar adalah sebesar 0,8999.
4.4 Analisis dengan GC-MS
4.4.1 Analisis komponen minyak atsiri dari rimpang bangle segar
Hasil analisis komponen minyak atsiri hasil destilasi air dari simplisia rimpang bangle dengan GC (Gas Chromatography) diperoleh 31 puncak. Dari
(49)
ke-31 puncak tersebut diambil delapan komponen berdasarkan konsentrasi tertinggi dan yang selanjutnya akan dianalisis serta difragmentasi. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Kromatogram GC minyak atsiri hasil destilasi air dari rimpang bangle (Zingiber montanum (J. König) Link ex A. Dietr) segar
Hasil analisis dengan GC-MS minyak atsiri dari rimpang bangle segar diperoleh 8 puncak utama dari 31 puncak pada kromatogram GC yaitu terpinen-4-ol, sab in en, γ-terpinen, α-terpinene, β-seskifellandren, β-pinen, β-mirsen, β -fellandren. Waktu tambat dan konsentrasi ke delapan komponen minyak atsiri dari rimpang bangle hasil analisis Gas Chromatography (GC) dapat dilihat pada Tabel 4.4 di bawah ini.
(50)
Tabel 4.4 Waktu tambat dan konsentrasi komponen minyak atsiri hasil analisis GC (Gas Chromatography) dari rimpang bangle (Zingiber montanum
(J. König) Link ex A. Dietr ) segar No. Nama Komponen Waktu tambat
(menit)
Rumus Molekul
Berat Molekul
Kadar (%)
1 Sabinen 4,217 C10H16 136 10,69
2 β-pinene 4,275 C10H16 136 2,80
3 β-mirsen 4,425 C10H16 136 2,57
4 α-terpinen 4,917 C10H16 136 4,03
5 β –fellandren 5,117 C10H16 136 2,28
6 γ- terpinen 5,675 C10H16 136 6,22
7 Terpinen-4-ol 8,233 C10H18O 154 13,62
8 β-seskifellandren 17,117 C15H24 204 4,14
4.4.2 Analisis komponen minyak atsiri dari rimpang bangle kering
Hasil analisis komponen minyak atsiri hasil destilasi air dari simplisia rimpang bangle dengan GC (Gas Chromatography) diperoleh 25 puncak. Dari ke-25 puncak tersebut diambil delapan komponen berdasarkan konsentrasi tertinggi dan yang selanjutnya akan dianalisis serta difragmentasi. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.2 di bawah ini.
Gambar 4.2 Kromatogram GC minyak atsiri dari rimpang bangle(Zingiber montanum (J. König) Link ex A. Dietr ) kerin
Hasil analisis dengan GC-MS minyak atsiri dari rimpang bangle kering diperoleh 8 puncak utama dari 25 puncak pada kromatogram GC yaitu sabinen,
(51)
terpinen-4-ol, γ-terpinen, α-terpinen, α-thujen, kamfen, β-pinen, β -seksuifellandren.
Waktu tambat dan konsentrasi ke delapan komponen minyak atsiri dari rimpang bangle hasil analisis Gas Chromatography (GC) dapat dilihat pada Tabel 4.5 di bawah ini.
Tabel 4.5 Waktu tambat dan konsentrasi komponen minyak atsiri hasil analisis GC (Gas Chromatography) dari rimpang bangle (Zingiber montanum (J. König) Link ex A. Dietr ) kering
No. Nama Komponen Waktu tambat (menit)
Rumus Molekul
Berat Molekul
Kadar (%)
1 Kamfen 3,858 C10H16 136 2,25
2 Sabinen 4,258 C10H16 136 22,72
3 β-pinen 4,333 C10H16 136 2,18
4 α-tujen 4,683 C10H16 136 2,54
5 α-terpinen 4,942 C10H16 136 4,08
6 γ- terpinen 5,708 C10H16 136 6,14
7 Terpinen-4-ol 8,292 C10H18O 154 21,19
8 β-seskifellandren 17,108 C15H24 204 1,97
Menurut penelitian terdahulu, komponen utama minyak atsiri dari rimpang bangle adalah sabinen, terpinen-4-ol, β-pinen (Bhuiyan., dkk, 2008). Kadar terpinen-4-ol dan kadar sabinen meningkat pada rimpang kering jika dibandingkan dengan minyak atsiri rimpang segar. Demikian juga dengan komponen-komponen lainnya yang mengalami penurunan pada rimpang kering adalah β-seskifellandren, β-pinen, γ-terpinen. Perbedaan kadar yang terjadi dapat disebabkan perlakuan pada sampel yang digunakan. Proses pengeringan dapat mempengaruhi kadar komponen dalam minyak atsiri. Proses pengeringan membuat pori-pori sampel menjadi lebih besar sehingga semakin mudah minyak yang tersimpan dibawah permukaan sampel menguap. Minyak yang di peroleh
(52)
+
dengan adanya pengeringan lebih banyak di peroleh dibandingkan dengan tanpa proses pengeringan (Fathur., dkk, 2013).
4.4.3 Analisis dan fragmentasi hasil spektrometri massa
Analisis dan fragmentasi hasil spektrometri massa komponen minyak atsiri rimpang bangle segar dengan metode destilasi air adalah sebagai berikut:
1. Puncak dengan waktu tambat 4,217 menit
Puncak dengan waktu tambat 4,217 menit mempunyai M+ 136 diikuti fragmen m/z 121, 107, 93, 77, 69, 43, 41, 29. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 18 halaman 71.
Hasil spektrum massa unknown dengan data library yang memiliki tingkat
similarity idex tertinggi (94%) maka senyawa tersebut dapat disimpulkan sebagai sabinen (C10H16) dengan rumus bangun seperti Gambar 4.3 di bawah ini.
Gambar 4.3 Rumus bangun dari senyawa sabinen
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat molekul dari [C10H16]•. Pelepasan CH3 menghasilkan fragmen
[C9H13]+ dengan m/z 121 dari ion molekul C10H16. Pelepasan CH2 menghasilkan
fragmen [C8H11]+ dengan m/z 107. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C7H9]+
dengan m/z 93. Pelepasan CH4 menghasilkan fragmen [C6H5]+ dengan m/z 77.
Pelepasan C4H2 menghasilkan fragmen [C2H3]+ dengan m/z 27. Pola fragmentasi
(53)
+ 2. Puncak dengan waktu tambat 4,275 menit
Puncak dengan waktu tambat 4,275 menit mempunyai M+ 136 diikuti fragmen m/z 121, 107, 93, 77, 69, 53, 41. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 19 halaman 71.
Hasil spektrum massa unknown dengan data library yang memiliki tingkat
similarity index tertinggi (96%) maka senyawa tersebut dapat disimpulkan sebagai β-pinen (C10H16) dengan rumus bangun seperti Gambar 4.4 di bawah ini.
Gambar 4.4 Rumus bangun dari senyawa β-pinen
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat molekul dari [C10H16]•. Pelepasan CH3 menghasilkan fragmen
[C9H13]+ dengan m/z 121 dari ion molekul C10H16. Pelepasan CH2 menghasilkan
fragmen [C8H11]+ dengan m/z 107. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C7H9]+
dengan m/z 93. Pelepasan CH4 menghasilkan fragmen [C6H5]+ dengan m/z 77.
Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 35halaman 80. 3. Puncak dengan waktu tambat 4,425 menit
Puncak dengan waktu tambat 4,425 menit mempunyai M+ 136 diikuti fragmen m/z 121, 107, 93, 79, 69, 53, 41, 27. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 20 halaman 72.
Hasil spektrum massa unknown dengan data library yang memiliki tingkat
similarity index tertinggi (95%) maka senyawa tersebut dapat disimpulkan sebagai β-mirsen (C10H16) dengan rumus bangun seperti Gambar 4.5 di bawah ini.
(54)
+
Gambar 4.5 Rumus bangun dari senyawa β-mirsen
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat molekul dari [C10H16]•. Pelepasan CH3 menghasilkan fragmen
[C9H13]+ dengan m/z 121 dari ion molekul C10H16. Pelepasan CH2 menghasilkan
fragmen [C8H11]+ dengan m/z 107. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C7H9]+
dengan m/z 93. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C6H7]+ dengan m/z 79.
Pelepasan C2H2 menghasilkan fragmen [C4H5]+ dengan m/z 53. Pelepasan C2H2
menghasilkan fragmen [C2H3]+ dengan m/z 27. Pola fragmentasi selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 35halaman 81.
4. Puncak dengan waktu tambat 4,917 menit
Puncak dengan waktu tambat 4,917 menit mempunyai M+ 136 diikuti fragmen m/z 121, 105, 93, 77, 65, 43, 41. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 21halaman 72.
Hasil spektrum massa unknown dengan data library yang memiliki tingkat
similarity index tertinggi (96%), maka senyawa tersebut dapat disimpulkan sebagai α-terpinen (C10H16) dengan rumus bangun seperti pada Gambar 4.6 di
bawah ini.
(55)
+ +
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat molekul dari [C10H16]•. Pelepasan CH3 menghasilkan fragmen
[C9H13]+ dengan m/z 121 dari ion molekul C10H16. Pelepasan CH4 menghasilkan
fragmen [C8H9]+ dengan m/z 105. Pelepasan C2H4 menghasilkan fragmen [C6H5]+
dengan m/z 77. Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 35 halaman 81.
5. Puncak dengan waktu tambat 5,117 menit
Puncak dengan waktu tambat 5,117 menit mempunyai M+ 136 diikuti fragmen m/z 121, 107, 93, 77, 68, 53, 39, 28. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 22halaman 73.
Hasil spektrum massa unknown dengan data library yang memiliki tingkat
similarity index tertinggi (92%), maka senyawa tersebut dapat disimpulkan sebagai β-fellandren (C10H16) dengan rumus bangun seperti pada Gambar 4.7 di
bawah ini.
Gambar 4.7 Rumus bangun dari senyawa β-fellandren
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat molekul dari [C10H16]•. Pelepasan CH3• menghasilkan fragmen
[C9H13]+ dengan m/z 121 dari ion molekul C10H16. Pelepasan CH2 menghasilkan
fragmen [C8H11]+ dengan m/z 107. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C7H9]+
(56)
+
Pelepasan C3H2 menghasilkan fragmen [C3H3]+ dengan m/z 39. Pola fragmentasi
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 35halaman 82. 6. Puncak dengan waktu tambat 5,675 menit
Puncak dengan waktu tambat 5,675 menit mempunyai M+ 136 diikuti fragmen m/z 121, 105, 93, 77, 65, 43, 41, 39. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 23halaman 73.
Hasil spektrum massa unknown dengan data library yang memiliki tingkat
similarity index tertinggi (96%) maka senyawa ini disimpulkan sebagai γ-terpinen (C10H16) dengan rumus bangun seperti Gambar 4.8 di bawah ini.
Gambar 4.8 Rumus bangun dari senyawa γ-terpinen
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat molekul dari [C10H16]•. Pelepasan CH3 menghasilkan fragmen
[C9H13]+ dengan m/z 121 dari ion molekul [C10H16]+. Pelepasan CH4
menghasilkan fragmen [C8H9]+ dengan m/z 105. Pelepasan C2H4 menghasilkan
fragmen [C3H3]+ dengan m/z 39. Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran 35halaman 82.
7. Puncak dengan waktu tambat 8,233 menit
Puncak dengan waktu tambat 8,233 menit mempunyai M+ 154 diikuti fragmen m/z 136, 112, 111, 93, 71, 69, 43, 41, 39. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 24halaman 74.
(57)
Hasil spektrum massa unknown dengan data library yang memiliki tingkat
similiarity index tertinggi (96%) maka senyawa tersebut dapat disimpulkan sebagai terpinen-4-ol (C10H18O) dengan rumus bangun seperti Gambar 4.9 di
bawah ini.
Gambar 4.9 Rumus bangun dari senyawa terpinen-4-ol
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 154 yang merupakan berat dari C10H18O. Pelepasan H2O menghasilkan fragmen [C10H17]
dengan m/z 136 dari puncak molekul C10H18O. Pelepasan C3H7 menghasilkan
fragmen [C7H10]+ dengan m/z 93. Pelepasan C4H2 menghasilkan fragmen [C3H8]+
dengan m/z 43. Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 35 halaman 83.
7. Puncak dengan waktu tambat 17,117 menit
Puncak dengan waktu tambat 17,117 menit mempunyai M+204 diikuti fragmen m/z 189, 161, 147, 133, 120, 109, 93, 77, 69, 55, 41, 39. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 25halaman 74.
Dengan membandingkan spektrum massa unknown dengan data library
yang memiliki tingkat similiarity index tertinggi (90%) maka senyawa tersebut dapat disimpulkan sebagai β-seskifellandren (C15H24) dengan rumus bangun
seperti Gambar 4.10 di bawah ini.
(58)
+
Gambar 4.10 Rumus bangun dari senyawa β-seskifellandren
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 204 yang merupakan berat molekul dari [C15H24]•. Pelepasan CH3• menghasilkan fragmen
[C14H21]+ dengan m/z 189 dari ion molekul C15H24. Pelepasan C2H4 menghasilkan
fragmen [C12H17]+ dengan m/z 161. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen
[C11H15]+ dengan m/z 133. Pelepasan CH menghasilkan fragmen [C9H12]+
dengan m/z 120. Pelepasan C2H3 menghasilkan fragmen [C7H9]+ dengan m/z 93.
Pelepasan CH4 menghasilkan fragmen [C6H5]+ dengan m/z 77. Pelepasan C3H2
menghasilkan fragmen [C3H3]+ dengan m/z 39. Pola fragmentasi selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 35halaman 83.
4.4.4 Analisis dan fragmentasi hasil spektrometri massa
Analisis dan fragmentasi hasil spektrometri massa komponen minyak atsiri rimpang bangle kering dengan metode destilasi air adalah sebagai berikut:
1. Puncak dengan waktu tambat 3,858 menit
Puncak dengan waktu tambat 3,858 menit mempunyai M+ 136 diikuti fragmen m/z 121, 107, 93, 79, 67, 53, 41, 39. Hasil selengkapnya dapat dilihat Lampiran 27 halaman 76.
Hasil spektrum massa unknown dengan data library yang memiliki tingkat
similarity index tertinggi (93%) maka senyawa tersebut dapat disimpulkan sebagai kamfen (C10H16) dengan rumus bangun seperti Gambar 4.11 di bawah ini.
(59)
+ +
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat molekul dari [C10H16]•. Pelepasan CH3 menghasilkan fragmen
[C9H13]+ dengan m/z 121 dari ion molekul C10H16. Pelepasan CH2 menghasilkan
fragmen [C8H11]+ dengan m/z 107. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C7H9]+
dengan m/z 93. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C6H7]+ dengan m/z 79.
Pelepasan C2H2 menghasilkan fragmen [C4H5]+ dengan m/z 53. Pelepasan CH2
menghasilkan fragmen [C3H3]+ dengan m/z 39. Pola fragmentasi selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 36 halaman 84. 2. Puncak dengan waktu tambat 4,258 menit
Puncak dengan waktu tambat 4,258 menit mempunyai M+ 136 diikuti fragmen m/z 121, 107, 93, 77, 69, 53, 41, 27. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 28 halaman 76.
Hasil spektrum massa unknown dengan data library yang memiliki tingkat
similarity idex tertinggi (97%) maka senyawa tersebut dapat disimpulkan sebagai sabinen (C10H16) dengan rumus bangun seperti Gambar 4.12 di bawah ini.
Gambar 4.12 Rumus bangun dari senyawa sabinen
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat molekul dari [C10H16]•. Pelepasan CH3 menghasilkan fragmen
[C9H13]+ dengan m/z 121 dari ion molekul C10H16. Pelepasan CH2 menghasilkan
fragmen [C8H11]+ dengan m/z 107. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C7H9]+
(60)
+
Pelepasan C4H2 menghasilkan fragmen [C2H3]+ dengan m/z 27. Pola fragmentasi
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 36 halaman 84. 3. Puncak dengan waktu tambat 4,333 menit
Puncak dengan waktu tambat 4,333 menit mempunyai M+ 136 diikuti fragmen m/z 121, 107, 93, 77, 69, 53, 41, 40. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 29 halaman 77.
Dengan membandingkan spektrum massa unknown dengan data library
yang memiliki tingkat similarity index tertinggi (96%) maka senyawa tersebut dapat disimpulkan sebagai β-pinen [C10H16]+dengan rumus bangun seperti
Gambar 4.13 di bawah ini.
Gambar 4.13 Rumus bangun dari senyawa-β-pinen
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat molekul dari [C10H16]•. Pelepasan CH3 menghasilkan fragmen
[C9H13]+ dengan m/z 121 dari ion molekul C10H16. Pelepasan CH2 menghasilkan
fragmen [C8H11]+ dengan m/z 107. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C7H9]+
dengan m/z 93. Pelepasan CH4 menghasilkan fragmen [C6H5]+ dengan m/z 77.
Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 36 halaman 85. 4. Puncak dengan waktu tambat 4,683 menit
Puncak dengan waktu tambat 4,683 menit mempunyai M+ 136 diikuti fragmen m/z 121, 105, 93, 77, 65, 43. 41. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 30halaman 77.
(61)
+
Hasil spektrum massa unknown dengan data library yang memiliki tingkat
similarity index tertinggi (93%), maka senyawa tersebut dapat disimpulkan sebagai α-tujen (C10H16) dengan rumus bangun seperti pada Gambar 4.14 di
bawah ini.
Gambar 4.14 Rumus bangun dari senyawa α-tujen
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat molekul dari [C10H16]•. Pelepasan CH3 menghasilkan fragmen
[C9H13]+ dengan m/z 121 dari ion molekul C10H16. Pelepasan CH4 menghasilkan
fragmen [C8H9]+ dengan m/z 105. Pelepasan C2H4 menghasilkan fragmen [C6H5]+
dengan m/z 77. Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 36 halaman 85.
5. Puncak dengan waktu tambat 4,942 menit
Puncak dengan waktu tambat 4,942 menit mempunyai M+ 136 diikuti fragmen m/z 121, 105, 93, 77, 65, 43, 41. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 31halaman 78.
Hasil spektrum massa unknown dengan data library yang memiliki tingkat
similarity index tertinggi (95%), maka senyawa tersebut dapat disimpulkan sebagai α-terpinen (C10H16) dengan rumus bangun seperti pada Gambar 4.15 di
(62)
• +
Gambar 4.15 Rumus bangun dari senyawa α-terpinen
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat molekul dari [C10H16]•. Pelepasan CH3 menghasilkan fragmen
[C9H13]+ dengan m/z 121 dari ion molekul C10H16. Pelepasan CH4 menghasilkan
fragmen [C8H9]+ dengan m/z 105. Pelepasan C2H4 menghasilkan fragmen [C6H5]+
dengan m/z 77. Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 36 halaman 86.
6. Puncak dengan waktu tambat 5,708 menit
Puncak dengan waktu tambat 5,708 menit mempunyai M+ 136 diikuti fragmen m/z 121, 105, 93, 77, 65, 43, 39, 27. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 32 halaman 78.
Hasil spektrum massa unknown dengan data library yang memiliki tingkat
similarity index tertinggi (97%) maka senyawa ini disimpulkan sebagai γ-terpinen (C10H16) dengan rumus bangun seperti Gambar 4.16 di bawah ini.
Gambar 4.16Rumus bangun dari senyawa γ-terpinen
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat molekul dari [C10H16]+. Pelepasan CH3 menghasilkan fragmen
[C9H13]+ dengan m/z 121 dari ion molekul C10H16. Pelepasan CH4 menghasilkan
fragmen [C8H9]+ dengan m/z 105. Pelepasan C2H4 menghasilkan fragmen [C3H3]+
dengan m/z 39. Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 36 halaman 86.
(63)
7. Puncak dengan waktu tambat 8,292 menit
Puncak dengan waktu tambat 8,292 menit mempunyai M+ 154 diikuti fragmen m/z 136, 112, 111, 93, 71, 69, 43, 41, 39. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 33halaman 79.
Hasil spektrum massa unknown dengan data library yang memiliki tingkat
similiarity index tertinggi (96%) maka senyawa tersebut dapat disimpulkan sebagai terpinen-4-ol (C10H18O) dengan rumus bangun seperti Gambar 4.17 di
bawah ini.
Gambar 4.17 Rumus bangun dari senyawa terpinen-4-ol
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 154 yang merupakan berat dari (C10H18O). Pelepasan H2O menghasilkan fragmen [C10H16]+
dengan m/z 136 dari ion molekul C10H18O. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen
[C9H14]+ dengan m/z 121. Pelepasan C2H4 menghasilkan fragmen [C7H10]+
dengan m/z 93. Pelepasan C4H2 menghasilkan fragmen [C3H8]+ dengan m/z 43.
Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 36 halaman 87. 8. Puncak dengan waktu tambat 17,108 menit
Puncak dengan waktu tambat 17,108 menit mempunyai M+204 diikuti fragmen m/z 189, 161, 147, 133, 120, 109, 93, 77, 69, 55, 41, 39.. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 34halaman 79.
Hasil spektrum massa unknown dengan data library yang memiliki tingkat
similiarity index tertinggi (91%) maka senyawa tersebut dapat disimpulkan
(1)
+
+
5. β-fellandren dengan waktu tambat (Rt) 5,117menit
[C10H16]• m/z 136 [C9H13+ m/z 121 [ C8H11+ m/z 107
[C7H9
+
m/z 93 [ C6H5+ m/z 77
[ C3H3+ m/z 39
6. γ-terpinen dengan waktu tambat (Rt) 5,675 menit
[C10H16]• m/z 136 [C9H13+ m/z 121 [ C8H9+ m/z 105
[C6H5+m/z 77 [ C3H3+ m/z 39 -15
14
-CH2 -CH4
16
14
-CH3• -CH2
-C3H2
-15
28
-C2H4 -C3H2
38
16
(2)
7. terpinen-4-ol dengan waktu tambat (Rt) 8,233 menit
OH
[C10H16O] m/z 154 [C10H17+ m/z 136 [ C7H10+ m/z 93
[C3H8
+
m/z 43
8. β-seskifellandren dengan waktu tambat (Rt) 17,108 menit
[C15H24]m/z 204 [C14H21+ m/z 189 [ C12H17+ m/z 161
[C11H15+m/z 147 [ C10H13+ m/z 133
[ C9H12+ m/z 120 [C7H9
+
m/z 93
[ C6H5+ m/z 77 [C3H3+m/z 39 -18
50 -C4H2
43
-H2O -C3H7
-15
14
-CH2 -CH2
14
28
-CH
-CH3
-C2H4
27 -C2H3
13
-CH4 -C3H2
16 38
(3)
+
+
Lampiran 36. Gambar pola fragmentasi komponen minyak atsiri rimpang
bangle kering
1. kamfen dengan waktu tambat (Rt)3,858 menit
[C10H16]• m/z 136 [C9H13+ m/z 121 [ C7H9+ m/z 93
[C6H7
+
m/z 79 [ C4H5+ m/z 53
[C3H3
+
m/z 39
2. sabinen dengan waktu tambat (Rt) 4,258 menit
[C10H16]• m/z 136 [C9H13+ m/z 121 [ C7H9+ m/z 93
[C6H7+m/z 77 [ C2H3+ m/z 27 -15
14
-CH2 -C2H2
26
-CH3• -C2H4
-CH2
28
14
-15
16
-CH4 -C4H2
50
-CH3• -C2H4
(4)
+
+
3. β-pinen dengan waktu tambat (Rt) 4,333 menit
[C10H16]• m/z 136 [C9H13+ m/z 121 [ C8H11+ m/z 107
[C7H9+m/z 93 [ C6H5+ m/z 77
4. α-tujen dengan waktu tambat (Rt) 4,683 menit
[C10H16]• m/z 136 [C9H13+ m/z 121 [ C8H9+ m/z 105
[C6H5
+
m/z 77
-15
14
-CH2 -CH4
16
14
-CH3 -CH2
15
28 -C2H4
16
-CH3 -CH4
(5)
+
+
5. α-terpinen dengan waktu tambat (Rt) 4,942 menit
[C10H16]• m/z 136 [C9H13+ m/z 121 [ C8H9+m/z 105
[C6H5+m/z 77
6. γ-terpinen dengan waktu tambat (Rt) 5,708 menit
[C10H16]• m/z 136 [C9H13+ m/z 121 [ C8H9+ m/z 105
[C6H5
+
m/z 77 [ C3H3+ m/z 39 15
28 -C2H4
16
-CH3 -CH4
-15
28
-C2H4 -C3H2
38
16
(6)
7. terpinen-4-ol dengan waktu tambat (Rt) 8,292 menit
OH
[C10H16O] m/z 154 [C10H17+ m/z 136 [ C7H10+ m/z 93
[C3H8+m/z 43
8. β-seskifellandren dengan waktu tambat (Rt)17,117 menit
[C15H24]m/z 204 [C14H21+ m/z 189 [ C12H17+ m/z 161
[C11H15+m/z 147 [ C10H13+ m/z 133
[ C9H12+ m/z 120 [C7H9
+
m/z 93
[ C6H5+ m/z 77 [C3H3+m/z 39
-18
50 -C4H2
43
-H2O -C3H7
-15
14
-CH2 -CH2
14
28
-CH
-CH3 -C2H4
27 -C2H3
13
-CH4 -C3H2
16 38