BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Stakeholder Theory - Analisis Perbandingan Intellectual Capital Terhadap Tingkat Kesehatan Perbankan Syariah Go Public dan Non Go Public di Indonesia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Teoritis
2.1.1 Stakeholder Theory
Stakeholder Theory menunjukkan pemeliharaan hubungan dengan stakeholder
yang mencakup semua bentuk hubungan antara perusahaan dengan seluruh
stakeholder perusahaan yang mencakup pekerja, pelanggan, pemasok, dan mitra
bisnis perusahaan. Teori stakeholder mengatakan bahwa laporan akuntansi dianggap
menjelaskan sebuah strategi untuk mempengaruhi hubungan perusahaan dengan
pihak-pihak lain yang berinteraksi dengannya (Fontaine et al, 2006).
Freeman dan Evan (1990) mendefinisikan stakeholder sebagai:
Any identifiable group or individual who can affect the achievement of an
organisation’s objectives, or is affected by the achievement of an
organisation’s objectives”.

Berdasarkan teori stakeholder, manajemen perusahaan diasumsikan
melakukan aktivitas yang dianggap penting oleh stakeholder dan melaporkan kembali
aktivitas-aktivitas tersebut pada stakeholder. Teori ini menyatakan bahwa stakeholder
berhak untuk menerima informasi tentang bagaimana aktivitas organisasi
mempengaruhi mereka, bahkan ketika mereka memilih untuk tidak menggunakan


31
Universitas Sumatera Utara

informasi tersebut atau bahkan ketika mereka tidak dapat secara langsung memainkan
peran yang konstruktif dalam kelangsungan hidup organisasi (Fontaine et al, 2006).
Menurut Fontaine et. al (2006), tujuan utama dari teori stakeholder adalah
untuk membantu manajemen perusahaan memahami lingkungan stakeholder mereka
dan melakukan pengelolaan dengan lebih efektif di antara keberadaan hubunganhubungan di lingkungan perusahaan mereka. Inti seluruh teori ini adalah tentang apa
yang akan terjadi ketika korporasi dan stakeholder menjalankan hubungan mereka.
Dalam konteks VAICTM, teori stakeholder berargumen bahwa seluruh
stakeholder memiliki hak untuk diperlakukan adil dan manajer harus mengelola
organisasi untuk keuntungan seluruh stakeholder. Melalui pemanfaatan seluruh
potensi perusahaan, baik karyawan (human capital), aset fisik (physical capital),
maupun structural capital, maka perusahaan akan mampu menciptakan value added
bagi perusahaan (dalam hal ini disebut VAICTM). Dengan meningkatkan value added
tersebut, kinerja keuangan perusahaan akan meningkat dan pertumbuhan perusahaan
makin baik sehingga nilai perusahaan di mata stakeholder akan meningkat.

2.1.2 Resources-Based View (RBV)
Pendekatan berbasis sumber daya (resource-based view) adalah suatu teori

yang dikembangkan untuk menganalisis keunggulan bersaing suatu perusahaan yang
menonjolkan keunggulan pengetahuan (knowledge/learning economy) atau

32
Universitas Sumatera Utara

perekonomian yang mengandalkan aset-aset tak berwujud (intangible assets).
Resources Based Theory mengemukakan bahwa sumber daya perusahaan adalah
heterogen, tidak homogen, jasa produktif yang tersedia berasal dari sumber daya
perusahaan yang memberikan karakter unik bagi tiap-tiap perusahaan.
Teori RBV memandang perusahaan sebagai kumpulan sumber daya dan
kemampuan (Kor dan Mahoney, 2004). Perbedaan sumber daya dan kemampuan
perusahaan dengan perusahaan pesaing akan memberikan keuntungan kompetitif.
Asumsi RBV yaitu bagaimana perusahaan dapat bersaing dengan perusahaan lain
untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dengan mengelola sumber daya yang
dimilikinya sesuai dengan kemampuan perusahaan.
Sumber daya perusahaan yang dapat memberi keunggulan kompetitif bagi
perusahaan dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu berwujud, tidak berwujud dan
kapabilitas sumber daya manusia (Fahy dan Smithee, 1999). Kemampuan
menunjukkan apa yang dapat dilakukan perusahaan dengan sumber dayanya.

Pendekatan RBV menyatakan bahwa perusahaan dapat mencapai keunggulan
bersaing yang berkesinambungan dan memperoleh keuntungan superior dengan
memiliki atau mengendalikan aset-aset strategis baik yang berwujud maupun yang
tidak berwujud.
Menurut (Fahy dan Smithee, 1999) ada empat kriteria sumber daya sebuah
perusahaan mencapai keunggulan kompetitif yang berkelanjutan, yaitu:

33
Universitas Sumatera Utara

1. Sumber daya harus menambah nilai positif bagi perusahaan.
2. Sumber daya harus bersifat unik atau langka diantara calon pesaing dan pesaing
yang ada sekarang ini.
3. Sumber daya harus sukar ditiru.
4. Sumber daya tidak dapat digantikan dengan sumber lainnya oleh perusahaan
pesaing.
Dalam RBV, perusahaan tidak dapat berharap untuk membeli atau
mengambil keunggulan kompetitif berkelanjutan yang dimiliki oleh suatu organisasi
lain, karena keunggulan tersebut merupakan sumber daya yang langka, sukar ditiru,
dan tidak tergantikan.


2.1.3 Intellectual Capital
2.1.3.1 Pengertian Intellectual Capital
Menurut Stewart (1997), intellectual capital telah dimengerti secara berbeda
oleh beberapa kalangan, dipahami oleh beberapa kelompok kecil dan secara formal
belum terdapat metode penilaian yang baku. Sebagai sebuah konsep, modal
intelektual merujuk pada modal- modal non fisik atau modal tidak berwujud
(intangible assets) atau tidak kasat mata (invisible) yang terkait dengan pengetahuan
dan pengalaman manusia serta teknologi yang digunakan.
Stewart (1997), menjelaskan bahwa IC merupakan:

34
Universitas Sumatera Utara

“The sum of everything everybody in your company knows that gives you a
competitive edge in the market place. It is intellectual material – knowledge,
information, intellectual property, experience – that can be put to use to
create wealth.”

Bontis et al. (2000) dalam Ulum (2008), menyatakan bahwa secara umum,

para peneliti mengidentifikasi tiga konstruk utama dari IC, yaitu: human capital
(HC), structural capital (SC), dan customer capital (CC). Menurut Bontis et al.
(2000), secara sederhana HC merepresentasikan individual knowledge stock suatu
organisasi yang direpresentasikan oleh karyawannya. HC merupakan kombinasi dari
genetic inheritance; education; experience, dan attitude tentang kehidupan dan
bisnis.
Lebih lanjut Bontis et al. (2000) menyebutkan bahwa SC meliputi seluruh
non-human storehouses of knowledge dalam organisasi. Termasuk dalam hal ini
adalah database, organisational charts, process manuals, strategies, routines dan
segala hal yang membuat nilai perusahaan lebih besar daripada nilai materialnya.
Sedangkan tema utama dari CC adalah pengetahuan yang melekat dalam marketing
channels dan customer relationship dimana suatu organisasi mengembangkannya
melalui jalannya bisnis (Bontis et al. 2000).

35
Universitas Sumatera Utara

2.1.3.2 Pengklasifikasian Intellectual Capital
IFAC (1998 dalam Ulum, 2009:29) mengklasifikasikan intellectual capital
dalam tiga kategori, yaitu: (1) Organizational Capital, (2) Relational Capital, dan (3)

Human Capital. Tabel berikut menyajikan pengklasifikasian tersebut berikut
komponen-komponennya.
Tabel 2.1
Klasifikasi Intellectual Capital
Organizational Capital
Intellectual Property:

Relational Capital
Brands

Patents

Customers

Copyrights

Customer loyalty

Design rights


Backlog orders

Trade secret

Company names
Distribution channels

Trademarks
Business collaborations
Service marks

Human Capital
Know-how
Education
Vocational qualification
Work-related knowledge
Work-related
competencies
Entrepreneurial spirit,
innovativeness,

proactive and reactive
abilities, changeability
Psychometric
Valuation

Licencing agreements
Infrastructures Assets:
Favourable contracts
Management philosophy
Franchising agreements
Corporate culture
Management processes
Information system
Networking system
Financial relation

Sumber: IFAC (1998 dalam Ulum, 2009:29)

36
Universitas Sumatera Utara


Banyak para praktisi yang menyatakan bahwa modal intelektual (intellectual
capital) terdiri dari tiga elemen utama (Stewart 1997, Sveiby 1997, dan Bontis 2000)
dalam Sawarjuwono dan Kadir (2003:38-39) yaitu:
1. Human Capital
Human capital merupakan lifeblood dalam modal intelektual. Disinilah
tercipta sumber inovasi dan kemajuan suatu perusahaan, tetapi modal manusia
merupakan komponen intellectual capital yang sulit diukur. Human Capital
merupakan tempat sumbernya pengetahuan yang sangat berguna, keterampilan, dan
kompetensi, dalam suatu organisasi atau perusahaan. Human Capital merupakan
kemampuan perusahaan secara kolektif untuk menghasilkan solusi yang terbaik
berdasarkan penguasaan pengetahuan dan teknologi dari sumber daya manusia yang
dimilikinya.
Human capital akan meningkat jika perusahaan mampu menggunakan
pengetahuan yang dimiliki oleh karyawannya. Menurut Bontis et al. (2000), HC
merepresentasikan individual knowledge stock suatu organisasi yang
direpresentasikan oleh karyawannya. HC merupakan kombinasi dari genetic
inheritance, education, experience, and attitude tentang kehidupan dan bisnis.
Human capital ini yang nantinya akan mendukung structural capital dan capital
employed ( dalam Ulum, 2008).


37
Universitas Sumatera Utara

2. Structural Capital / Organizational Capital
Structural Capital merupakan kemampuan suatu perusahaan dalam dalam
memenuhi proses rutinitas perusahaan dan strukturnya yang berkaitan dengan usaha
karyawan untuk menghasilkan kinerja intelektual perusahaan yang optimal serta
kinerja bisnis secara keseluruhan, misalnya: sistem operasional perusahaan, proses
manufakturing, budaya organisasi, filosofi manajemen dan semua bentuk intellectual
property yang dimiliki perusahaan. Seorang individu memiliki intelektualitas yang
tinggi, tetapi jika perusahaan memiliki sistem operasi dan prosedur yang buruk maka
intellectual capital tidak dapat mencapai kinerja secara optimal dan potensi yang ada
tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Menurut Bontis et al. (2000), Structural Capital meliputi seluruh non-human
storehouses of knowledge dalam organisasi. Dalam hal ini termasuk adalah database,
organisational charts, process manuals, strategies, routines dan segala hal yang
membuat nilai perusahaan lebih besar daripada nilai materialnya dalam (dalam Ulum,
2008).
3. Relational Capital / Costumer Capital

Elemen ini merupakan komponen intellectual capital yang memberikan nilai
nyata bagi perusahaan. Relational capital merupakan hubungan harmonis yang
dimiliki oleh perusahaan dengan pihak di luar perusahaan yaitu yang berasal dari para
pemasok yang berkualitas, pelanggan yang loyal dan merasa puas akan pelayanan

38
Universitas Sumatera Utara

perusahaan, hubungan perusahaan dengan pemerintah maupun kerjasama rekan
bisnis. Relational capital dapat muncul dari berbagai bagian diluar lingkungan
perusahaan dalam meningkatkan kerjasama bisnis yang dapat memberikan
keuntungan bagi kedua pihak, sehingga dapat meningkatkan kinerja dan nilai
perusahaan.
2.1.3.3 Pengukuran Intellectual Capital
Penelitian tentang intellectual capital telah menjamur sehingga mengubah
baik bentuk maupun cakupannya (Tan et al. 2007 dalam Ulum, 2009:48). Penelitian
juga telah mengarah kepada sejumlah rerangka untuk mengklasifikasikan dan
mengukur konsep intellectual capital. Petrash (1996) mengembangkan model
klasifikasi yang dikenal dengan value platform model. Model ini mengklasifikasikan
intellectual capital sebagai akumulasi dari human capital, organisational capital dan
customer capital. Edvinsson dan Malone (1997) mengembangkan the Skandia Value
Scheme, yang mengklasifikasikan intellectual capital ke dalam structural capital dan
human capital. Haanes dan Lowendahl (1997) mengelompokkan intellectual capital
suatu perusahaan ke dalam competence dan relational resources. Model yang
dikembangkan Lowendahl (1997) memperbaiki model di atas dan membagi kategori
kompetensi dan rasional menjadi dua sub-group (Tan et al. 2007 dalam Ulum,
2009:48):
1. individual; dan

39
Universitas Sumatera Utara

2. collective .
Stewart (1997 dalam Ulum, 2009:48) mengklasifikasikan intellectual capital ke
dalam tiga format dasar, yaitu:
1. human capital
2. structural capital
3. customer capital
The Danish Confederation of Trade Unions (1999) mengelompokkan
intellectual capital sebagai manusia, sistem dan pasar. Leliaert et al. (2003)
mengembangkan the 4-Leaf model , yang mengelompokkan intellectual capital ke
dalam human, customer, structural capital dan strategic alliance capital (Tan et al.
2007 dalam Ulum, 2009:48).
Metode pengukuran intellectual capital dapat dikelompokkan ke dalam dua
kategori (Tan et al. 2007 dalam Ulum, 2009:49), yaitu:
1.

Kategori yang tidak menggunakan pengukuran moneter; dan

2.

Kategori yang menggunakan ukuran moneter.
Berikut adalah daftar ukuran intellectual capital yang berbasis moneter (Tan et

al. 2007 dalam Ulum, 2009:49):
a.

The Balance Scorecard, dikembangkan oleh Kaplan dan Norton (1992)

b.

Brooking’s Technology Broker method (1996)

c.

The Skandia IC Report method oleh Edvinssion dan Malone (1997)

40
Universitas Sumatera Utara

d.

The IC-Index dikembangkan oleh Roos et al. (1997)

e.

Intangible Asset Monitor approach oleh Sveiby (1997)

f.

The Heuristic Frame dikembangkan oleh Joia (2000)

g.

Vital Sign Scorecard dikembangkan oleh Vanderkaay (2000)

h.

The Ernst & Young Model (Barsky dan Marchant, 2000)
Sedangkan model penilaian intellectual capital yang berbasis moneter adalah

(Tan et al. 2007 dalam Ulum, 2009:49):
a.

The EVA and MVA model (Bontis et al. 1999)

b.

The Market-to-Book Value model (beberapa penulis)

c.

Tobin’s q method (Luthy, 1998)

d.

Pulic‟s VAIC™ Model (1998, 2000)

e.

Calculated intangible value (Dzinkowski, 2000)

f.

The Knowledge Capital Earnings model (Lev dan Feng, 2001)

2.1.3.4 Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM)
Sama halnya seperti definisi intellectual capital, sampai dengan saat ini belum
terdapat kesamaan pendapat diantara para peneliti mengenai komponen modal
intelektual (intellectual capital). Banyak peneliti luar negeri yang telah melakukan
penelitian dalam pengukuran komponen modal intelektual, baik secara literatur
maupun penerapan langsung pada perusahaan.

41
Universitas Sumatera Utara

VAICTM merupakan metode yang dikembangkan oleh Pulic pada tahun 1997
yang didesain untuk menyajikan informasi mengenai value creation efficiency dari
aset berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud (intangible asset) yang
dimiliki perusahaan. Model ini dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk
menciptakan value added (VA). Menurut Pulic (1998), VA adalah indikator paling
objektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan
dalam penciptaan nilai (value creation) (dalam Ulum, 2008).
Selain itu, Value Added Intellectual Coefficient (VAIC™) juga merupakan
alat manajemen pengendalian yang memungkinkan organisasi untuk memonitor dan
mengukur kinerja intellectual capital dari suatu perusahaan. VA dihitung sebagai
selisih antara output dan input.
Nilai output (OUT) mempresentasikan revenue dan mencakup seluruh produk
dan jasa yang dihasilkan perusahaan untuk dijua di pasar, sedangkan input (IN)
meliputi seluruh beban yang digunakan perusahaan untuk memproduksi barang atau
jasa dalam rangka menghasilkan revenue. Menurut (Tan et al, 2007), hal penting
dalam model ini adalah bahwa beban karyawan tidak termasuk dalam IN. Beban
karyawan (labour expenses) tidak termasuk dalam IN karena karyawan berperan
penting dalam proses penciptaan nilai (value creation) yang tidak dihitung sebagai
biaya (cost) (dalam Ulum, 2008).

42
Universitas Sumatera Utara

Komponen utama dari VAICTM yang dikembangkan Pulic tersebut dapat dilihat
dari sumber daya perusahaan, yaitu physical capital (VACA – Value Added Capital
Employed), human capital (VAHU – Value Added Human Capital), dan structural
capital (STVA – Structural Capital Value Added).
1. Value Added Capital Employed (VACA)
VACA adalah indikator untuk value added yang diciptakan oleh satu unit dari
physical capital terhadap value added perusahaan. VACA adalah perbandingan
antara value added (VA) dengan model fisik yang bekerja (CA). Dalam proses
penciptaan nilai, intelektual potensial yang direpresentasikan dalam biaya karyawan
tidak dihitung sebagai biaya (input). Pulic mengasumsikan bahwa jika satu unit dari
CA menghasilkan return yang lebih besar pada sebuah perusahaan, berarti
perusahaan tersebut lebih baik dalam memanfaatkan CA (dana yang tersedia) (Tan et
al., 2007:79 dalam Ulum 2008).
2. Value Added Human Capital (VAHU)
VAHU mengindikasikan berapa banyak Value Added (VA) dapat dihasilkan
dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja pegawai (Tan et al., 2007:79 dalam
Ulum 2008). Human capital merepresentasikan kemampuan perusahaan dalam
mengelola modal pengetahuan individu organisasi yang dipresentasikan oleh
karyawannya sebagai aset strategic perusahaan karena pengetahuan yang mereka
miliki. Hubungan antara VA dengan HC mengindikasikan HC untuk menciptakan
nilai di dalam perusahaan.

43
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan konsep RBT, agar dapat bersaing perusahaan membutuhkan
sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Selain itu, perusahaan harus dapat
mengelola sumber daya yang berkualitas tersebut dengan maksimal sehingga dapat
menciptakan value added dan keunggulan kompetitif perusahaan yang pada akhirnya
dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.
3. Structural Capital Value Added (STVA)
Structural Capital Value Added (STVA) menunjukkan kontribusi modal
struktural yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari value added
perusahaan. Dalam model yang dikembangkan Pulic ini, STVA dihitung dengan
membagi structural capital (SC) dengan value added (VA). Dalam model Pulic, SC
diperoleh dari VA dikurangi dengan HC. STVA menunjukkan kontribusi modal
struktural dalam penciptaan nilai semakin kecil kontribusi HC dalam penciptaan nilai
maka akan semakin besar kontribusi SC (Tan et al., 2007:80 dalam Ulum, 2008).

2.1.4 Kesehatan Bank
2.1.4.1 Tinjauan Tentang Kesehatan Bank
Berdasarkan Pasal 29 UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah
dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, bank wajib memelihara tingkat
kesehatannya sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas
manajemen, likuiditas, rentabilitas dan solvabilitas, serta aspek lain yang berkaitan

44
Universitas Sumatera Utara

dengan usaha bank dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehatihatian.
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 6/23/DPNP tanggal 31 Mei
2004, penilaian tingkat kesehatan bank merupakan penilaian kualitatif atas berbagai
aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian
aspek permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas dan sensitivitas
terhadap resiko pasar. Penilaian terhadap faktor-faktor tersebut dilakukan melalui
penilaian kuantitatif dan kualitatif setelah mempertimbangkan unsur judgement yang
didasarkan atas meterialitas dan signifikansi dari faktor-faktor penilaian serta
pengaruh dari faktor lainnya seperti kondisi industri perbankan dan perekonomian
nasional.
Dengan semakin meningkatnya kompleksitas usaha dan profil resiko, bank
perlu mengindentifikasikan permasalahan yang mungkin timbul dari operasional
bank. Bagi perbankan, hasil akhir penilaian kondisi bank tersebut dapat digunakan
sebagai salah satu sarana dalam menetapkan strategi usaha di waktu yang akan datang
sedangkan bagi Bank Indonesia antara lain dapat digunakan sebagai sarana penetapan
dan implementasi strategi pengawasan bank oleh Bank Indonesia.
Penggolongan tingkat kesehatan bank dibagi dalam empat kategori yaitu :
sehat, cukup sehat, kurang sehat dan tidak sehat, namun sistem pemberian nilai dalam

45
Universitas Sumatera Utara

menetapkan tingkat kesehatan bank didasarkan pada “reward system” dengan nilai
kredit antara 0 sampai dengan 100, yakni sebagai berikut :
Tabel 2.2
Nilai Kredit Penggolongan Tingkat Kesehatan Bank
Nilai Kredit
Predikat
81-100
Sehat
66 - < 81
Cukup Sehat
51 - < 66
Kurang Sehat
0 < 51
Tidak Sehat
Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004
Menurut Susilo dkk (2000 : 22-23), kesehatan suatu bank dapat diartikan
sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan
secara normal dan maupun untuk memenuhi semua kewajibannya dengan baik sesuai
dengan peraturan yang berlaku. Adapun kegiatannya, meliputi :
1. Kemampuan untuk menghimpun dana dari masyarakat, dari lembaga lain, dan
modal sendiri.
2. Kemampuan mengelola dana.
3. Kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat.
4. Kemampuan untuk memenuhi kewajiban kepada masyarakat, karyawan, pemilik
modal, dan pihak lain.
5. Pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku.
2.1.4.2 Arti Penting Kesehatan Bank

46
Universitas Sumatera Utara

Sebagaimana layaknya manusia, dimana kesehatan merupakan hal yang
penting dalam kehidupannya. Tubuh yang sehat akan meningkatkan kemampuan
kerja dan kemampuan lainnya. Begitu pula dengan perbankan harus selalu dinilai
kesehatannya agar prima dalam melayani nasabahnya.
Untuk menilai suatu kesehatan bank dapat dilihat dari beberapa segi. Penilaian
ini bertujuan untuk menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi sehat, cukup
sehat, kurang sehat dan tidak sehat, sehingga Bank Indonesia sebagai pengawas dan
pembina bank-bank dapat memberikan arahan atau petunjuk bagaimana bank tersebut
harus dijalankan atau bahkan dihentikan kegiatan operasinya.
Ukuran untuk melakukan penilaian kesehatan bank telah dibuat oleh Bank
Indonesia. Sedangkan bank-bank diharuskan untuk membuat laporan baik bersifat
rutin ataupun secara berkala mengenai seluruh aktivitasnya dalam suatu periode
tertentu.
Penilaian kesehatan bank dilakukan setiap tahun, apakah ada peningkatan atau
penurunan. Bagi bank yang kesehatannya terus meningkat tak jadi masalah, karena
itulah yang diharapkan dan suatu upaya untuk mempertahankan kesehatannya. Akan
tetapi bagi bank yang terus menerus tidak sehat, mungkin harus mendapatkan
pengarahan atau sanksi dari Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembina bankbank.

47
Universitas Sumatera Utara

Bank Indonesia dapat menyarankan untuk melakukan perubahan manajemen,
merger, konsolidasi, akuisisi, atau malah dilikuidasi keberadaannya. Bank akan
dilikuidasi apabila kondisi bank tersebut dalam kondisi yang sangat parah atau benarbenar tidak sehat.
2.1.4.3 Metode CAMEL

Menurut Kasmir (2002 : 185-186) , salah satu alat untuk mengukur kesehatan
bank adalah dengan analisis CAMEL. Unsur-unsur penilaian dalam analisis CAMEL
adalah sebagai berikut :
1. Capital
Penilaian didasarkan kepada permodalan yang dimiliki oleh salah satu Bank. Salah
satu penilaian adalah dengan metode CAR (Capital Adequacy Rasio) yaitu dengan
cara membandingkan modal terhadap aktiva tertimbang menurut resiko (ATMR).
2. Assets
Penilaian didasarkan kepada kualitas aktiva yang dimiliki Bank. Rasio yang diukur
ada 2 macam yaitu :
a. Rasio aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap aktiva produktif.
b. Rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif terhadap aktiva produktif yang
diklasifikasikan.

48
Universitas Sumatera Utara

3. Management
Penilaian didasarkan kepada manajemen permodalan, manajemen aktiva,
manajemen rentabilitas, manajemen likuiditas dan manajemen umum. Manajemen
bank dinilai atas dasar 250 pertanyaan yang diajukan.
4. Earning
Penilaian didasarkan kepada rentabilitas suatu bank yaitu melihat kemampuan
suatu bank dalam menciptakan laba. Penilaian dalam unsur ini didasarkan kepada
2 macam yaitu :
a. Rasio laba terhadap total asset (Return on Assets)
b. Rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO).
5. Liquidity
Untuk menilai likuiditas bank. Penilaian likuiditas bank didasarkan kepada 2
macam rasio yaitu :
a. Rasio jumlah kewajiban bersih Call Money terhadap aktiva lancar dan yang
termasuk aktiva lancar adalah Kas, Giro pada BI, Sertifikat Bank Indonesia
(SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) yang sudah diendos oleh bank
lain.

49
Universitas Sumatera Utara

b. Rasio antara kredit terhadap dana yang diterima oleh Bank.
Adapun rasio-rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio
profitabilitas yaitu net profit margin (NPM) dan loan to deposit ratio (LDR).

a. Net profit margin (NPM)
Rasio yang mengacu kepada pendapatan operasional bank yang terutama berasal
dari kegiatan pemberian kredit yang dalam praktiknya memiliki berbagai risiko,
seperti risiko kredit (kredit bermasalah dan kredit macet), bunga (negative
spread), kurs valas (jika kredit diberikan dalam valas), dan lain-lain.
b. Loan to deposit ratio (LDR)
Rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang
diterima oleh bank.

2.1.5 Perbankan Syariah
Berdasarkan Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang perbankan,
pengertian bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan
atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Namun, ditinjau dari sudut pandang hukum, ruang lingkup pengertian perbankan itu

50
Universitas Sumatera Utara

masih bersifat umum sehingga belum sampai pada kesimpulan apakah jenis kegiatan
usaha yang dilakukan di lembaga perbankan tersebut halal atau haram. Karena itu
untuk menjamin kehalalan kegiatan usaha perbankan, maka dalam operasionalnya
harus menggunakan prinsip-prinsip syariah. Dengan demikian lembaga perbankan
yang kegiatan usahanya berdasarkan pada prinsip-prinsip syariah maka dapat
dikatakan sebagai perbankan syariah (Susanto, 2008).
Dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan
Syariah (2007:5) implementasi yang sesuai dengan paradigma dan asas syariah harus
memenuhi karakteristik danpersyaratan sebagai berikut :
1. Transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridha.
2. Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik (thayib).
3. Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai
komoditas.
4. Tidak mengandung unsur riba.
5. Tidak mengandung unsur kezaliman.
6. Tidak mengandung unsur maysir.
7. Tidak mengandung unsurgharar.
8. Tidak mengandung unsur haram.
9. Tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money) karena
keuntungan yang didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan risiko yang melekat

51
Universitas Sumatera Utara

pada kegiatan usaha tersebutsesuai dengan prinsipal-ghunmu bil ghurmi (no gain
without accompanying risk).
10. Transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta
untuk keuntungansemua pihak tanpa merugikan pihak lain sehingga tidak
diperkenankan menggunakan standar ganda harga untuk satu akad serta tidak
menggunakan dua transaksi bersamaan yang berkaitan (ta’alluq) dalam satu
akad.
11. Tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan (najasy), maupun melalui
rekayasa penawaran (ihtikar).
12. Tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap (risywah).
Islam mengajarkan segala sesuatu yang baik dan memberikan manfaat bagi
manusia, sehingga Islam juga disebut sebagai agama fitrah atau yang sesuai dengan
sifat dasar manusia.
2.1.5.1 Perbandingan Bank Syariah dan Bank Konvensional
Terdapat beberapa perbedaan yang mendasar antara Bank Syariah dengan
Bank pada umumnya, atau yang biasa dikenal dengan Bank Konvensional.

52
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.4
Perbedaan Antara Bank Syariah Dan Bank Konvensional
No

1

Uraian

Landasan
Operasional

2
Peran dan
Fungsi Bank

3

Resiko
Usaha

Bank Konvensional
a. Prinsip materialisme (bebas nilai).
b. Komoditi yang diperdagangkan adalah
uang.
c. Instrumen imbalan terhadap pemilik
uang ditetapkan dimuka menggunakan
bunga.
a. Sebagai penghimpun dana masyarakat
dan meminjamkan kembali ke
masyarakat dalam bentuk kredit
dengan imbalan bunga.
b. Sebagai penyedia jasa pembayaran.
c. Menerapkan hubungan debiturkreditur
antara bank dengan nasabah.

Bank Syariah
a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.

d.

Prinsip syariah (tidak bebas nilai).
Uang hanya sebagai alat tuka
Dilarang menggunakan sistem
bunga
Menggunakan cara bagi hasil dari
keuntungan jasa atas transaksi riil.
Sebagai penerima dana titipan
nasabah.
Sebagai manajer investasi.
Sebagai investor -sebagai penyedia
jasa pembayaran dan tidak
bertentangan dengan syariah.
Sebagai pengelola dan kebajikan,
ZIS -menerapkan hubungan.
kemitraan (investor timbal balik
pengelola investasi).

Resiko bank tidak ada kaitannya dengan
resiko debitur dan sebaliknya. Antara
pendapatan bunga dengan beban bunga
dimungkinkan terjadi selisih negatif.

Dihadapi bersama antara bank dan
nasabah. Tidak mengenal negative
spread (selisih negatif).

No

Uraian

Bank Konvensional

Bank Syariah

4

Sistem
Pengawasan

Tidak ada nilai-nilai religius yang
mendasari operasional sehingga aspek
moralitas seringkali dilanggar.

Ada dewan pengawas syariah, sehingga
operasional
bank
syariah
tidak
menyimpangdari syariah.

Sumber : Hosen,et al. 2008 (Data diolah, 2013)
Dari penjelasan tabel 2.4 dapat disimpulkan bahwa bank syariah sangatlah
berbeda dengan bank konvensional. Ada kekhasan beberapa sisi yang dimiliki bank
syariah yang menjadi pembeda dengan perbankan konvensional maupun lembaga
keuangan dan perusahaan pada umumnya. Lembaga-lembaga Islam seperti bank

53
Universitas Sumatera Utara

syariah di sisi lain setidaknya secara teoretis merupakan perwujudan dari sistem
ekonomi Islam yang didirikan untuk mencapai tujuan sosial dan ekonomi kusus yang
sejalan dengan gagasan membangun keadilan (Hameed et al., 2004). Dengan
perbedaan dan kekhasan tersebut maka akan diperlukan cara yang berbeda dengan
bank konvensional dalam mengukur kinerja agar lebih sesuai dan sejalan dengan
tujuan pengembangan lembaga syariah.
Salah satu hal yang menjadi perbedaan mendasar antara bank syariah dengan
bank konvensional adalah cara mendapatkan keuntungan bank. Pada sistem Bank
Syariah menggunakan sistem bagi hasil. Sedangkan pada Bank Konvensional
menggunakan sistem riba atau bunga.
Tabel 2.5
Perbandingan Bunga dan Bagi Hasil
Bunga
Bagi Hasil
1. Penentuan bunga dibuat pada waktu 1. Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil
akad dengan asumsi harus selalu untung.
dibuat pada waktu akad dengan berpedoman
pada kemungkinan untung dan rugi.
Bunga

Bagi Hasil

2. Besarnya presentase berdasarkan pada
jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.
3. Pembayaran bunga tetap seperti yang
dijanjikan tanpa pertimbangan apakah
proyek yang dijalankan oleh pihak
nasabah untung atau rugi.
4. Jumlah pembayaran bunga tidak
meningkat sekalipun jumlah keuntungan
berlipat atau keadaan ekonomi sedang
„boming”.
5. Eksistensi bunga diragukan
(kalau
tidak dikecam) oleh semua agama
termasuk Islam.

3. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada
jumlah keuntungan yang diperoleh.
4. Bagi hasil tergantung pada keuntungan
proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi,
kerugian akan ditanggung bersama oleh
kedua belah pihak.
5. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai
dengan peningkatan jumlah pendapatan.

6. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi
hasil.

54
Universitas Sumatera Utara

Sumber : Antonio, 2001 (Data, diolah 2013)
2.2 Penelitian Terdahulu
Beberapa peneliti menggunakan VAICTM, kinerja keuangan dan faktor –
faktor yang mempengaruhinya telah dilakukan para peneliti sebelumnya. Beberapa
penelitian tersebut sebagai berikut:
Tabel 2.6
Penelitian Terdahulu tentang Hubungan Intellectual Capital
terhadap Kinerja Keuangan
No

Peneliti
(Tahun)

Variabel Penelitian dan
Metode Penelitian

Hasil Penelitian

1.

Ulum et al.
(2008)

a. Variabel terikat:
Kinerja keuangan
(ROA, ATO, GR ).
b. Variabel bebas:
IC (VAIC™) dan ROGIC.
c. Sampel:
Bank di Indonesia tahun 2004-2006.
d. Alat analisis:
Partial Least Square (PLS).

a. VAIC™
berpengaruh positif
terhadap kinerja perusahaan
masa depan.
b. Rata-rata
pertumbuhan
IC
(ROGIC) tidak berpengaruh
positif terhadap kinerja keuangan
perusahaan di masa depan.

2.

Benny Kuryanto
dan Muchamad
Syafruddin (2008)

a. Variabel terikat:
Kinerja keuangan
(ROE, EPS dan ASR).
b. Variabel bebas:
IC (VAIC™) dan ROGIC.
Variabel Penelitian dan
Metode Penelitian

a. VAIC™
berpengaruh positif
terhadap
kinerja
keuangan
perusahaan.
b. Rata-rata
pertumbuhan
IC
(ROGIC) tidak berpengaruh
Hasil Penelitian

c. Sampel:
Perusahaan Indonesia yang terdaftar di
BEI tahun 2003-2005.
d. Alat analisis:
Partial Least Square (PLS).
a. Variabel terikat:
Kinerja keuangan (CAMEL)
(CAR, RORA, NPM, ROA,BOPO,
LDR) Pertumbuhan perusahaan(GR)

positif terhadap kinerja keuangan
perusahaan di masa depan.

No

Peneliti
(Tahun)

3.

Kharisma Iman Sari
dan
Barbara Gunawan

a. VAIC™ berpengaruh positif
terhadap
kinerja
keuangan
perusahaan.
b. VAIC™ berpengaruh positif

55
Universitas Sumatera Utara

(2011)

4.

Bambang Parto
Kusumo
(2012)

5.

Luluk Muhimatul
dan Hairida Hapsari
(2012)

6.

Khaerunnisa Said
(2012)

No

Peneliti
(Tahun)

b. Variabel bebas:
IC (VAIC™)
c. Sampel:
Perusahaan di BEI tahun 2007-2009.
d. Alat analisis:
Partial Least Square (PLS).
a. Variabel terikat:
Kinerja keuangan
(PERF, CAR, DER, ATO, ROI, ROE).
Pertumbuhan perusahaan(AG, EG).
b. Variabel bebas:
IC (VAIC™) dan ROGIC.
c. Sampel:
Perusahaan manufaktur, jasa, dagang dan
property listed dan go public di BEI serta
ICMD 2006-2009.
d. Alat analisis:
Partial Least Square (PLS).
a. Variabel terikat:
Kinerja keuangan
(ROE, EPS, MBV).
b. Variabel bebas:
IC (VAIC™) dan ROGIC.
c. Sampel:
Perusahaan Publik (Non-Keuangan) di
Indonesia tahun 2005-2008.
d. Alat analisis:
Partial Least Square (PLS).
a. Variabel:
CAMEL
(CAR, KAP, PPAP, NPM, ROA,
BOPO, NCM-CA)
b. Sampel:
PT. Bank Syariah Mandiri
(Periode 2001-2010)
c. Alat analisis:
Statistik Deskriptif

Variabel Penelitian dan
Metode Penelitian

terhadap
pertumbuhan
perusahaan.
c. Kinerja keuangan perusahaan
berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan perusahaan.
a.

b.

VAIC™ berpengaruh positif
terhadap
kinerja
keuangan
pertumbuhan perusahaan, dan
nilai pasar perusahaan.
Rata-rata
pertumbuhan
IC
(ROGIC) berpengaruh positif
terhadap
kinerja
keuangan
pertumbuhan perusahaan, dan
nilai pasar perusahaan.

a. VAIC™
berpengaruh positif
terhadap
kinerja
keuangan
perusahaan.
b. VAIC™
berpengaruh positif
terhadap kinerja keuangan masa
depan perusahaan.
c. Rata-rata
pertumbuhan
IC
(ROGIC) tidak berpengaruh
positif terhadap kinerja keuangan
perusahaan di masa depan.
a. CAMEL tahun 2001 bernilai
82.92 (Sehat).
b. CAMEL tahun 2002 bernilai
80.47 (Sehat).
c. CAMEL tahun 2003 bernilai
92.47 (Sehat).
d. CAMEL tahun 2004 bernilai
72.43 (Cukup Sehat).
e. CAMEL tahun 2005 bernilai
74.67 (Cukup Sehat)

Hasil Penelitian
f. CAMEL tahun 2006
72.94 (Cukup Sehat)
g. CAMEL tahun 2007
73.95 (Cukup Sehat)
h. CAMEL tahun 2008
74.76 (Cukup Sehat)
i. CAMEL tahun 2009
74.71 (Cukup Sehat)

bernilai
bernilai
bernilai
bernilai

56
Universitas Sumatera Utara

CAMEL tahun 2010 bernilai
74.68 (Cukup Sehat)

Sumber: Data sekunder yang telah diolah, (2014)
Keterangan:
ATO : Asset Turn Over
BOPO : Biaya Operasioanal terhadap Pendapatan Operasional
CAR : Capital Adequacy Ratio
CTA : Cost to Asset
DER

: Debt Equity Ratio

ROA : Return on Asset
ROE : Return on Earning
RORA : Return on Risk Asset
NPM : Net Profit Margin
PERF : Company’s Performance

57
Universitas Sumatera Utara

2.3 Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dikemukakan
sebelumnya, maka model kerangka konseptual dapat dilihat sebagai berikut

Intellectual Capital
(VAIC)
VACA
(X1)
NPM

H1

VAHU

(Y1)
(X2)
LDR
STVA

H2

(X3)

(Y2)

Sumber : Data sekunder, (2014)

Gambar 2.1
Model Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual penelitian ini mencoba mencari hubungan
Intellectual Capital menggunakan metode VAIC™ dengan indikator Value Added
Human Capital (VAHU), Value Added Capital Employed (VACA), dan
Structural Capital Value Added (STVA) berpengaruh terhadap kesehatan bank
dengan indikator net profit margin (NPM) dan loan to deposit ratio (LDR).
Dalam pengembangan hipotesis yang akan dikemukakan pada bagian
selanjutnya, dikemukakan suatu hipotesis yang mengandaikan bahwa terdapat

58
Universitas Sumatera Utara

hubungan positif antara Value Added Human Capital (VAHU), Value Added
Capital Employed (VACA), dan Structural Capital Value Added (STVA)
terhadap net profit margin (NPM) dan loan to deposit ratio (LDR) perbankan
syariah di Indonesia (go public dan non go public).

2.4 Hipotesis
Hipotesis adalah hubungan yang diperkirakan secara logis di antara dua
atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji
(Sekaran, 2007:164). Berdasarkan perumusan masalah dan konseptual
sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini, sebagai berikut:
1. Value Added Human Capital (VAHU), Value Added Capital Employed
(VACA), dan Structural Capital Value Added (STVA) berpengaruh signifikan
terhadap net profit margin (NPM) perbankan syariah go public dan non go
public di Indonesia.
2. Value Added Human Capital (VAHU), Value Added Capital Employed
(VACA), dan Structural Capital Value Added (STVA) berpengaruh signifikan
terhadap loan to deposit ratio (LDR) perbankan syariah go public dan non go
public di Indonesia.

59
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Perbandingan Intellectual Capital Terhadap Tingkat Kesehatan Perbankan Syariah Go Public dan Non Go Public di Indonesia

2 34 124

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Non Performing Loan (NPL) pada Perbankan yang Go Public di Bursa Efek Indonesia

2 86 139

Pengaruh Kebijakan Go Public Terhadap Tingkat Kesehatan Keuangan PT.Bank Panin Syariah

0 7 92

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pasar Modal - Analisis Perbedaan Abnormal Return dan Trading Volume Activity (TVA) Saham Sebelum dan Sesudah Stock Split (Studi Kasus pada Perusahaan Go Public di BEI yang Melakukan Stock Split Tahun 2009-

0 0 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Laporan Keuangan - Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi TimelinessPelaporan Keuangan pada Perusahaan Go Public Sektor Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

0 0 36

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Suku Bunga (Interest Rate) - Pengaruh Tingkat Suku Bunga Konvensional dan Bagi Hasil Terhadap Jumlah Tabungan Mudharabah pada Bank Syariah di Indonesia

0 0 29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Bank - Analisis Komparatif Kinerja Keuangan Bank Pemerintah dan Bank Asing di Indonesia

0 0 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bank 2.1.1 Pengertian Bank - Analysis of Factors influence Non Performing Loan (NPL) at Go Public Bank at Indonesia Stock Exchange

0 0 48

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Investasi - Analisis Risiko Saham Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 8

Go Public dan Non Go Public di Indonesia Periode 2008

0 0 15