Hak Atas Merek Kajian Normatif Hak Merek

HAK ATAS MEREK
Kajian Normatif Hak Merek Dagang Sebagai Bagian Hak Kekayaan Intelektual
Oleh : Agung Mazkuriy
Contact : mazkuriy.agung@gmail.com

Abstractions
It's time, a marks is categorized as Intellectual Property Rights. So, the
protection of a marks by the legal is required. This meant that is legal
certainty among producers and consumers. Furthermore, as part of
Intellectual Property Rights and a sub-system of private laws, so there are the
principles of law that should not be ruled out too. The article will explore a
marks as part of intellectual property rights through normatively approach to
get an understanding why a marks can be categorized as part of Intellectual
Property Rights.
Keywords: #Intellectual Proerty Rights #Industrial Property
#Kepastian Hukum #Marks #Trademarks #Normatively Approach

Rights

Abstraksi
Saat ini, merek dikategorikan sebagai Hak Kekayaan Intelektual, maka

perlindungan sebuah merek oleh Undang-Undang dibutuhkan. Ini
dimaksudkan adanya kepastian hukum antara produsen dan konsumen. Selain
itu, sebagai bagian dari Hak Kekayaan Intelektual dan sub-sistem hukum
privat, maka ada prinsip-prinsip hukum yang tidak boleh dikesampingkan
juga. Artikel ini akan mengeksplorasi merek sebagai bagian dari hak
kekayaan intelektual melalui pendekatan secara normatif untuk mendapatkan
pemahaman mengapa tanda dapat dikategorikan sebagai bagian dari Hak
Kekayaan Intelektual.
Kata Kunci: #Hak Kekayaan Intelektual, #Hak Kekayaan Industri, #Kepastian
Hukum #Merek #Merek Dagang, #Pendekatan Normatif

1

1. Latar Belakang
Hak Kekayaan Intelektual adalah suatu sistem yang sekarang ini melekat pada
tata kehidupan modern.1 Peradaban yang semakin berkembang sedemikian rupa telah
mengantarkan umat manusia pada era di mana bukan hanya hak berupa materi yang
bisa diindera saja yang berlaku hak milik (persoonlijk). Manusia mulai mengenal
sistem hak milik yang bersifat immateriil (immateriil property right) yang mana hak
ini merupakan dari hasil cipta, cita dan karsa manusia sebagai mahluk yang selalu

berpikir dan selalu berkembang dalam berkehidupan. Hak-hak ini di kemudian hari
dikenal sebagai bagian Hak Kekayaan Intelektual (intellectual property right), atau
biasa disingkat HKI2 dalam istilah hukum Indonesia. Di antara hak-hak yang
dikategorikan ke dalam Hak Kekayaan Intelektual tersebut adalah Hak Merek. Merek
sendiri memiliki fungsi sangat vital, merek memiliki fungsi sebagai sebuah tanda
(Jawa : ciri atau tenger) pembeda atas suatu barang terhadap barang lainnya. Dalam
dunia perdagangan, merek dagang/cap dagang (trademark/brandmarks), yang (dalam
pemahaman aktual sekarang ini) merupakan bagian dari Hak Kekayaan Industri
(industrial property right), dan memiliki nilai penting ditinjau dari aspek ekonomi.3
Masyarakat yang sudah terbiasa dengan pilihan barang dari merek tertentu
karena puas akan standar kualitasnya cenderung untuk menggunakan barang dengan
merek tersebut dengan berbagai alasan yang melatarbelakangi. Sehingga fungsi
merek/cap sebagai jaminan kualitas semakin nyata peranannya. Berkenaan dengan
hal itu, maka perlu adanya mekanisme yang mengatur tentang bagaimana melindungi
hak secara hukum atas merek-merek (yang merupakan simbol produk dan
perusahaan) bagi kalangan dunia industri oleh negara selaku pihak yang memiliki
1

Achmad Zen Umar Purba., Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, Alumni, Bandung, 2005,
hal. 1.

2
Berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia
Nomor M.03.PR07 Tahun 2000 dan Persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara dalam Surat Nomor 24/M-PAN/ /
istilah Hak Kekayaa I telektual ta pa atas
dapat disi gkat de ga HKI, atau de ga akro o
HaKI . Alasa perubaha a tara lai adalah
untuk menyesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia
3
Tim Lindsey dkk, Hak Kekayaan Intelektual : Suatu Pengantar, Alumni, Bandung, 2006, hlm.
77.

2

otoritas penyelenggaraan Pemerintahanan. Hal ini bertujuan untuk memberikan suatu
jaminan hukum serta untuk memudahkan jika ada peralihan hak.
Pentingnya adanya regulasi tersebut bertujuan menciptakan kepastian hukum
dan untuk mencegah terjadinya suatu pelanggaran, atau, keberadaan merek/cap untuk
dilindungi sangat dibutuhkan agar terciptanya hubungan keperdataan antara Produsen
dan Konsumen yang bisa dipertanggungjawabkan, yaitu berkaitan kepastian hukum

dalam hubungan hukum antara penjual/produsen dengan pembeli/konsumen.
Hak Kekayaan Intelektual merupakan sub-sistem dari hukum kebendaan, dan
hukum kebendaan merupakan sub-sistem dari Hukum Keperdataan. Lebih lanjut,
dalam hukum terdapat asas-asas/norma-norma/prinsip-prinsip yang tak boleh
disimpangi, tak terkecuali dalam hukum Hak Kekayaan Intelektual, Dari titik anjak
inilah penulis mencoba memahami merek sebagai bagian kekayaan intelektual. Oleh
Karena itu dalam tulisan ini, penulis ingin mengangkat judul “Hak atas Merek :
Kajian Normatif Hak Merek Dagang Sebagai Bagian Hak Kekayaan
Intelektual”.

2. Rumusan Masalah
Apa yang ingin dicapai dalam penulisan ini, dan agar tidak terjadi bias dalam
kajiannya, maka perlu kiranya bagi penulis membatasi lingkupan kajian tulisan ini
dalam pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan Hak Kekayaan Intelektual?
2. Apa yang dimaksud merek/cap dan apa fungsinya dalam lingkup Hak
Kekayaan Industri?
3. HKI merupakan hak yang dimiliki oleh seseorang berdasarkan temuan
kreatifnya dan memiliki nilai jual, dimanakah letak nilai kreatifitas dan
keekonomian merek/cap dagang?

4. Kenapa merek/cap dagang harus dilindungi oleh suatu hukum (UndangUndang/Regulasi)?

4. Pendekatan Masalah

3

Penelitian ini adalah penelitian hukum. Ilmu hukum termasuk rumpun
bilangan ilmu terapan yang sui generis. Obyek penelitian hukum (legal research)
adalah hukum4 itu sendiri. Tujuan penelitian hukum, yakni memberikan preskripsi
mengenai apa yang seyogyanya,5 bukan membuktikan hipotesis sebagaimana
dalam penelitian empiris.
Hukum merupakan salah satu norma sosial yang di dalamnya sarat akan
nilai,6 Maka metode untuk mendekati kebenaran dalam penelitian hukum adalah
metode koherensif, karena apa yang ingin diteliti adalah gagasan-gagasan hukum
yang bersifat mendasar, universal, umum, dan teoretis serta landasan-landasan
pemikiran yang mendasarinya.7 Sedangkan landasan hukum berkaitan dengan
dengan berbagai macam konsep mengenai kebenaran, pemahaman, dan makna.8
Dalam berbagai perbincangan ilmu yang bersifat preskriptif adakalanya disebut
juga ilmu normatif.


4

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, cet. Ke-7, Jakarta, 2011, hlm. 18
Ibdi., hlm. 69
6
Ibid,.
7
Ibid., hlm. 42
8
Ibid,.
5

4

PEMBAHASAN
Tinjauan Umum HKI di
Indonesia

(Pembahasan angka 1)


Memahami
Hak Kebendaan
Hak
Memahami Hak
Kekayaan Intelektual
(Tinjauan Umum)

(Pembahasan angka 2)

( Pembahasan angka 3)

Memahami merek
secara umum (dalam
arti ‘kenapa merek bisa
dikalsifikasikan HKI)

Pemahaman komperhensif
Kesimpulan
Tabel 1. Sistematika memahami Bab II.


1. Tinjauan Umum Sistem Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
Meski mengkaji hukum dari perspektif kesejarahan bukanlah bagian dari
berpikir koherensif, tetapi pembangunan hukum tentu tak bisa lepas dari latar
belakang kesejarahannya, ditambah lagi hukum adalah produk politik. Oleh
karenanya, penulis anggap perlu melihat permasalahan yang coba dikaji dari sudut
pandang kesejarahan.
Pengakuan akan Hak Cipta (Copyright/Kopijrecht) secara hukum belum lama
usianya dibanding pengakuan terhadap hak atas benda berwujud, misalnya rumah dan
tanah yang telah lama diakui sejak awal peradaban manusia. Pada awal abad

5

kedelapanbelas copyright tidak diakui sebagai hak tersendiri.9 Baru setelah Konvensi
Bern tahun 1886, hak cipta ini diakui secara internasional.10
Pengaturan merek di Indonesia sendiri dimulai ketika masa Pemerintahan
Hindia Belanda memberlakukan ”Reglement Industrieele Eigendom Tahun 1912”
(Reglemen tentang Hak Milik Perindustrian 1912), Stb.1912 Nomor 545. Sistem
pengakuan atas hak dalam reglemen tersebut berdasarkan deklaratif, artinya sistem ini
tidak menerbitkan hak hukum tetapi memberikan sangkaan hukum.11
Indonesia berusaha memberi perlindungan lebih terhadap merek dengan

dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan
dan Merek Perniagaan (UU Merek 1961). Pun begitu, UU Merek 1961 tersebut
sebenarnya hanya merupakan ulangan dari UU sebelumnya.12 Kemudian, pada tahun
1992, UU Merek 1961 diubah dengan UU No.19 Tahun 1992 tentang Merek. Dalam
UU yang baru ini, sistem deklaratif diganti dengan sistem konstitutif. Sistem ini
mendasarkan bahwa pihak pertama yang mendaftarkan merek tersebut adalah pihak
yang sah secara hukum atas suatu merek tersebut.
Indonesia resmi mejadi anggota WTO sejak 1995. Konsekuensi keikutsertaan
Indonesia dalam WTO adalah kewajiban meratifikasi semua instrument Internasional
yang berkaitan dengan perdagangan: Indonesia menuju globalisasi.
World Trade Organisation (WTO) sebenarnya adalah pengganti General
Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1947. Memahami WTO tentu tak bisa lepas
membahas GATT itu sendiri, karena WTO pada hakikatnya adalah kesinambungan
dari GATT. GATT yang berdasarkan provisional yang didirikan selepas Perang
Dunia II bersamaan dengan pembentukan lembaga-lembaga multirateral lain yang
ditujukan guna menata kerjasama ekonomi internasional. Lembaga-lembaga yang

9

Sudargo Gautama, Segi-Segi Hukum Hak Milik Intelektual, Penerbit Eresco, Bandung, 1990,

hlm. 6.
10
Ibid., hlm. 7.
11
Irwansyah Okcap Halomoan,Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Merek Dagang
Terkenal Asing dari Pelanggaran Merek Di Indonesia, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, 2008,
hlm. 25-26.
12
Tim Lindse dkk, Op.cit., hlm. 132

6

pendiriannya berbarengan pendirian lembaga GATT itu biasa disebut lembaga
Bretton Woods, yakni World Bank dan International Monetary Fund.13
Sebenarnya negara-negara anggota konferensi Bretton Woods bertujuan
mendirikan lembaga International Trade Organization (ITO) yang mana nantinya di
bawah naungan PBB dan bertugas menangani permasalahan perdagangan dunia dan
juga menciptakan aturan-aturan ketenagakerjaan, perjanijian komoditi, investasi
internasional dan jasa, dan praktek bisnis curang.14
Pada Juli 2008 organisasi ini memiliki 153 negara anggota. Seluruh anggota

WTO diharuskan memberikan satu sama lain status negara paling disukai, sehingga
pemberian keuntungan yang diberikan kepada sebuah anggota WTO kepada negara
lain harus diberikan ke seluruh anggota WTO.15

2. Hak Kekayaan Intelektual sebagai Bagian Hukum Privat
Menurut Wirjono Prodjodikoro, hukum adalah rangkaian peraturan-peraturan
mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota suatu masyarakat.16 Artinya
Hukum Privat merupakan satu kesatuan sistem bangunan hukum Nasional. Di
Indonesia lapangan hukum privat ini secara umum diatur dalam KUHPerdata.
Sebagaimana bunyi Pasal 499 dalam Buku Kedua KUHPerdata, dikatakan
bahwa ‘yang dinamakan kebendaan ialah, tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak, yang
dapat dikuasai oleh hak milik’. Hak kebendaan ini oleh Prof. Sri Soedewi dan
Masjchoen Sofwan dirumuskan sebagai ‘hak mutlak atas suatu benda di mana hak
itu memberikan kuasa langsung atas suatu benda dan dapat dipertahankan oleh

13

Hata, Hukum Internasional : Sejarah dan Perkembangan hingga Paska Perang Dingin,
Setara Press, Malang, 2012, hlm. 144.
14
Ibid,.
15
https://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_Perdagangan_Dunia, diakses pada 9 Desember
2016.
16
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Hak atas Benda, Intermasa, Jakarta, 1986,
hlm. 1.

7

siapapun’.17 Pada dasarnya hak immaterial dalam HKI merupakan sub-sistem atas
suatu benda.
Berangkat dari memahami rumusan Pasal 499 KUHPerdata tersebut, maka
perlu kiranya kita mengkaji dulu apa yang

dimaksud tentang hak sebelum

mengerucut membahas Hak Kekayaan Intelektual.

2.1 Tinjauan Hak Secara Umum
Secara kodrati, manusia selain mahluk individual, merupakan mahluk
sosial sebagai bentuk modus survival, dan membutuhkan orang lain guna
memenuhi

kebutuhan-kebutuhannya

sendiri

yang

mana

tidak

mungkin

dipenuhinya secara langsung. Masing-masing manusia yang hidup bersama
tersebut memiliki kepentingan. Dari interaksi orang dengan orang lain ini muncul
apa yang disebut hukum dengan tujuan untuk melindungi setiap hak masingmasing individu.
Menurut Jeremy Bentham bahwa hak dan kewajiban muncul bersamaan,
kendati sifatnya berbeda dan berlawanan.18 Dalam arti, hukum tidak mungkin
memberikan keuntungan kepada satu pihak tanpa membebankan kewajiban yang
setara kepada orang lain. Dikemudian hari, pendapat Bentham tersebut diluruskan
oleh Peter Mahmud Marzuki bahwa hak merupakan sesuatu yang melekat pada
manusia secara kodrati dan karena adanya hak inilah diperlukan hukum untuk
menjaga kelangsungan eksistensi hak dalam pola kehidupan masyarakat,19 hak
memiliki derajat lebih subtansial dibanding hukum.20 Penjelasan ini menegaskan
bahwa hukum diciptakan karena adanya hak-hak. 21
17

Sri Soedewi dan Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata : Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta,
1981,hlm. 24. Dikutip dari Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Rajawali Press,
Jakarta, cet. Ke-2, 1997, hlm. 23.
18
Jeremy Bentham, Teori Perundang-Undangan, Nusa Media, Bandung, 2013, hlm. 123
19
Peter Mahmud Marzuki. Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, cet. Ke-5, 2013, hlm.
143
20

Mahda El Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia, Kencana, Jakarta, cet.
Ke-5, 2015, hlm. 45.
21
Ibid,. hlm. 144

8

2.2 Hak dalam Lapangan Hukum Perdata
Hukum mengenal adanya suatu dikotomi atau pembagian hak menjadi
dua, yakni hak perseorangan (jus in personam) dan hak kebendaan (jus in rem).22
Hak perseorangan secara sederhana bisa dipahami suatu hak yang melekat pada
seseorang. Hak yang melekat pada perseorangan adalah hak bersifat relatif. Hak
relatif sendiri biasa diartikan hak yang hanya dapat dituntut kepada orang-orang
tertentu saja,23 yaitu orang perorang yang melakukan hubungan hukum perikatan.
Contoh jual beli. Artinya jika terjadi kesepakatan harga, masing-masing pihak
harus melakukan prestasi. Sehingga hak perseorangan tidak dapat dituntut kepada
orang/pihak lain yang tidak memiliki hubungan hukum perikatan dengan pihak
yang menuntut. Tuntutan pihak yang menuntut hanya bisa dilakukan kepada
pihak lain yang terikat dalam hubungan hukum ketika pihak yang disebut kedua
melakukan wanprestasi . Hak perseorangan sendiri adakalanya disebut hak nisbi
atau hak relatif.
Sedangkan jus in rem secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu hak
(yang melekat: penulis) atas suatu benda24 secara mutlak. Berbeda dengan hak
perseorangan yang bersifat relatif, hak kebendaan adalah hak-hak kekayaan yang
mepunyai ciri-ciri: bersifat absolut (bisa ditujukan kepada semua orang pada
umumnya) dan yang lahir lebih dulu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dan
melekat terhadap suatu benda tertentu.25 Dalam setiap hak mutlak acapkali diikuti
oleh hak relatif sebagai turunan hak yang disebut lebih awal.
Agar lebih mudah memahami kedudukan hukum kebendaan, ada baiknya
kita membuatnya ke dalam sebuah table sebagai berikut:

22

Hans Kelsen, The General Theory of Law and State, Harvard University Pers, Cambridge,
1949, hlm. 20
23
J. Satrio, Perikatan Pada Umumnya, Alumni, Bandung,1999, hlm. 5
24
Loc.cit,.
25
Loc.cit,.

9

Sistem Tata Hukum
Nasional

Privat

Publik

Pidana

Agraria

Hukum Tata
Negara

Perikatan

Dagang

Dan
sebagainya

Hak Kebendaan (Zakelijke Zaak)
Lihat Ps. 499 KUHPerdata

Hk.
Administrasi
Negara

-----------------------------------

Benda tak Bergerak (Onroerend)

Benda Bergerak (Roerend Goed)

Ps. 506, 507, 508 KUHPerdata

Ps. 509, 510, 511 KUHPerdata

Hak Memetik Hasil

Hak Cipta
(Kopijrecht)

Opstal,
dan sbagainya

HKI

Hak Kekayaan
Industri

Merek/Cap
Jasa

Merek/Cap
Dagang

Tabel 2. Kedudukan merek/cap serta fungsinya menurut menurut pemahaman Quo.
10

3. Hak Kekayaan Intelektual.
Hak Kekayaan Intelektual yang selanjutnya disebut HKI merupakan hasil
kegiatan berdaya cipta pikiran manusia yang diungkapkan ke dunia luar dalam suatu
bentuk, baik materiil maupun immaterial.26 Daya cipta itu dapat berwujud dalam
bidang seni, industri, dan ilmu pengetahuan atau paduan ketiganya (Bouwman-Noor
Mout, 1989:80). Dari uraian singkat di atas, bisa dipahami bahwa obyek adanya HKI
secara fundamental adalah perlindungan terhadap daya kreatifitas manusia yang
terwujudkan. Misalnya, rasa Coca-Cola yang berkarbonasi yang bisa dirasakan
keberadaannya melalui indera pengecap, orkestra gubahan Kitaro yang bisa dideteksi
oleh indera pendengar, dan sebagainya.
Hak Kekayaan Intelektual, menurut Saidin dalam bukunya Aspek Hukum
Kekayaan Intelektual, bisa diklasifikasikan ke dalam bentuk bagan sebagai berikut:27

Tabel 3. Skema pembagian Hak Kekayaan Intelektual.

26
27

Saidin, Loc.cit., hlm. 9.
Ibid., hlm. 11

11

Mengamati tabel di atas, maka Hak Cipta (Copyright) dan Hak yang berpadupadan dengan Hak Cipta (Neighbouring Rights)28 keduanya masih merupakan satu
kesatuan hak, tetapi dapat dipisahkan. Hak kedua sendiri merupakan hak yang
terkandung dalam Hak Cipta tetapi data dipisahkan. Contohnya adalah Hak Cipta
lagu dan hak untuk memperbanyak lagu tersebut untuk tujuan komersil atau lainnya.
Dalam kasus ini, hak pertama adalah Hak Cipta (copyrecht) dan yang kedua adalah
Hak Terkait/Hak yang Berpadupadan dengan Hak Cipta (neighbouring rights).

3.1 Prinsip-Prinsip Hukum Kekayaan Intelektual
Hukum yang mengatur HKI merupakan bagian hukum kebendaan dan
merupakan lingkup hukum keperdataan (private laws). Dalam hukum, terdapat
prinsip-prinsip hukum yang harus dipegang oleh kaum akademisi dalam
menelaah suatu kajian hukum, maupun oleh legislator dalam pekerjaan
legislasinya. Dalam hukum juga terdapat norma. Norma yang berupa pedoman
tingkah laku harus berlandaskan prinsip hukum yang selanjutnya berpangkal
kepada moral.29 Lebih lanjut, aturan hukum harus koheren dengan norma hukum
dan norma hukum koheren dengan prinsip hukum.30
Hukum ada karena untuk mengatur setiap hak yang dimiliki oleh setiap
individu dalam bermasyarakat, baik dalam ranah Hukum Publik maupun Perdata.
Pun, dalam hukum HKI, juga terdapat prinsip-prinsip hukum yang tak boleh
disimpangi. Ada 4 prinsip dalam HKI menurut Tim Lindsey dkk, yaitu sebagai
berikut:31 (1) Prinsip keadilan (the principle of natural justice), (2) Prinsip
Ekonomi (the economic argument), (3) Prinsip sosial (the social argument), (4)
Prinsip kebudayaan (the cultural argument).

Dala Pasal A gka 8 UU No. 5/
, Istilah neighbouring rights disebut de ga
istilah hak terkait .
29
Peter Mah ud Marzuki, Pe elitia …, Loc.cit., hlm.64
30
Ibid,.
31
Tim Lindsey, Loc.cit, hlm.90-91
28

12

3.2 Kreatifitas dan Nilai Keekonomian sebagai Unsur Universal yang Paling
Mendasar dalam Hukum HKI
Hak Kekayaan Intelektual ‘merupakan hasil kegiatan berdaya cipta
pikiran manusia yang diungkapkan ke dunia luar dalam suatu bentuk, baik
material maupun immaterial (lihat footnote nomor 19)’ dan memiliki nilai
keekonomian dalam ciptaan tersebut.32 Artinya secara universal, sesuatu bisa
dikategorikan sebagai Kekayaan Intelektual dalam lingkup HKI harus
mengandung dua hal: (i) ciptaan/karya cipta yang yang dihasilkan dari olah pikir
manusia tersebut terwujud dengan bentuk khas33, dan (ii) mampu memberi nilai
ekonomi.
Berkaitan dengan industrial property rights, di Indonesia sendiri telah
disahkan dan diundangkan; UU No. 14/2001 Tentang Paten, UU No. 15/2001
Tentang Merek, UU No. 31/2000 tentang Desain Industri, UU No. 31/2000
tentang Desain Industri, UU No. 29/2000 tentang Perlindungan Varietas
Tanaman, UU No. 32/2000 tentang Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan peraturanperaturan turunan lainnya.34

4. Hak Merek sebagai Hak Kekayaan Intelektual : Benar atau Salah?
Merek dalam

perbendaharaan bahasa Indonesia kemungkinan merupakan

kata saduran dari bahasa Inggris mark,35 yang artinya a symbol that is used for giving

32

Lihat konsideran Alenia ke-4 UU No. 15/2001 tentang Merek. Lihat juga catatan kaki
nomor 41.
33
Lihat Pasal Pasal 1 Angka (2) UU No.19/2002 tentang Hak Cipta.
34
Peraturan Pemerintah RI No.32/2000, Peraturan Pemerintah RI No.27/2000, Peraturan
Pemerintah RI No.1/2005, Peraturan Pemerintah RI No.2/2005, Peraturan Pemerintah RI
No.7/2005, Peraturan Pemerintah RI No. 20/2005, Peraturan Pemerintah RI No.21/2005,
Peraturan Pemerintah RI No. 40/2005, Peraturan Presiden RI No. 40/2005, Peraturan Presiden RI
No. 20/2005, Peraturan Presiden RI No. 4/2006, Keputusan Menkumham Nomor
M.11.PR.07.06/2003, Keputusan Dirjen HKI RI Nomor H-17.PR.07.10/2005, Keputusan Dirjen HKI
RI Nomor H-01.PR.07.06/2004, dan Lampiran Keputusan Dirjen HKI RI Nomor H-01.PR.07/2004.
35
http://goooblogbisnis.blogspot.co.id/2012_12_01_archive.html?m=1, diakses pada
tanggal 14 Desember 2016.

13

information.36 Mark juga bersinonim dengan code, brand, point, attach, tag,
calibrate, label, atau badge.37 Secara umum, bisa dipahami bahwa yang dimaksud
merek/cap adalah ‘suatu hal’ untuk membedakan,itu saja.
Menurut UU No. 15/2001, merek adalah tanda berupa gambar, nama, kata,
huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi diantaranya yang memiliki
daya pembeda yang digunakan di dalam perdagangan barang atau jasa.38 Merek
merupakan bagian dari kegiatan perekonomian/dunia usaha.39
Bentuk atau wujud merek (cap) itu menurut Suryatin, bentuk merek bisa
dalam wujud sebagai berikut: (1) merek lukisan; (2) merek kata; (3) merek bentuk;
(4) merek bunyi-bunyian; dan (5) merek judul.40 Lebih lanjut, kata merek, dalam
beberapa literatur lama Indonesia disebut cap.41 Merek sendiri secara fungsi terbagi
menjadi dua: (1) merek jasa, dan (2) merek dagang.42
Untuk memahami apakah yang dimaksud merek/cap lebih komperhensif,
perlu kiranya Penulis mengutip beberapa pendapat ahli di sini. Merek menurut HMN
Purwo Sutjipto adalah ‘suatu tanda, dengan mana suatu benda43 tertentu dipribadikan,
sehingga dapat dibedakan dengan benda lain sejenis (cetak miring oleh Penulis)’.44
Sedangkan menurut Suyud Margono dikatakan bahwa:
merek dalam dunia industri memiliki arti bukan sekedar penanda suatu
produk satu dengan produk lain yang sama, arti penting untuk melindungi
merek yang memiliki fungsi jaminan atau kualitas barang45 dan memiliki
36

http://cambridge.org/dictionary/english/mark, diakses pada tanggal 14 Desember 2016.
http://synonym.com/synonyms/mark, diakses pada tanggal 14 Desember 2016.
38
Lihat Pasal 1 Ayat (1) UU No. 15/2001.
39
Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, Alinea ke-4.
40
Saidin, Loc.cit, hlm. 271.
41
Lihat catatan kaki nomor 41. Lihat juga dalam
42
Lihat Pasal 2 UU No.15/2001 tentang Merek.
43
Me urut KBBI, arti be da adalah:
segala ya g ada dala ala ya g berwujud atau
berjasad (bukan roh): zat (misalnya air, minyak); (2) barang yang berharga sebagai kekayaan;
harta. Lihat http://kbbi.web.id/benda. Diakses pada 7 Desember 2017.
44
Saidin, Op.cit,. hlm. 267.
45
Me urut KBBI, arti bara g adalah:
be da u u segala sesuatu ya g berwujud atau
berjasad; (2) semua perkakas rumah, perhiasan, dan sebagainya. http://kbbi.go.id/barang.
Diakses pada 7 Desember 2016.
37

14

daya tarik bagi konsumen dan juga untuk mempertahankan kredibilitas
orang-orang yang berkecimpung dalam produksi atau penjualan, terhadap
pihak lain yang tidak berhak.46
Drs. Ius Soeryatin mengemukakan rumusannya dengan meninjau aspek fungsi
sebagai berikut:
Suatu merek dipergunakan untuk membedakan barang yang bersangkutan
dari barang sejenis lainnya oleh karena itu barang yang bersangkutan
dengan diberi merek tadi mempunyai: tanda asal, nama, jaminan terhadap
mutunya.47
Melihat beberapa rumusan di atas, hemat penulis bahwa rumusan beberapa
ahli di atas dalam mendeskripsikan ‘merek’ masih bertitik tolak pada pemahaman
fungsi merek dalam ranah industri karena perumusan arti merek di atas tidak
mewakili definisi fungsi merek dalam ranah Merek Jasa, tentu beberapa definisi di
atas akan sangat membantu ketika memahami Hak Merek Industri.
Merek menurut Tim Lindsey dkk dalam buku ‘Hak Kekayaan Intelektual:
Suatu Pengantar’ terbitan Alumni Bandung (1997: 131) dirumuskan sebagai sesuatu
(gambar atau nama) yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu produk
atau perusahaan di pasaran.48 Dalam Penjelasan Umum UU No. 15/2001 Alinea
keempat,

dikatakan

bahwa

‘merek

merupakan

bagian

dari

kegiatan

perekonomian/dunia usaha’. Bisa disimpulkan bahwa adanya perlindungan hukum
merek (cap) murni untuk kepentingan industri. Sebagaimana dikatakan Wirjono
Prodjodikoro sebagai berikut:
Hak ini (hak atas merek/cap, marken recht) berlainan dari hak pengarang
(hak cipta) dan hak oktroi (hak paten). Perbedaannya, bahwa hak cap ini
tidak mengandung suatu penghargaan dari suatu kepandaian seorang,
46

Suyud Margono, Hukum Hak Cipta Indonesia, Penerbit Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hlm.

4.
47

Suryatin, Hukum Dagang I dan II, Pradnya Paramita, Jakarta, 1980, hlm, 80. Dikutip dari
Saidin, Loc.cit., hlm. 268.
48
Tim Lindsey dkk, Op.cit, hlm. 131.

15

melainkan hanya bermaksud untuk menjernihkan suasana perdagangan
dan perindustrian dalam hal memakai cap barang-barangnya, jangan
sampai ada kekacauan sebagai satu cap bersama-sama untuk beberapa
barang yang ternyata lain embikinnya, wujud dan nilainya.49
Dari pemaparan dalam pembahasan mengenai merek/cap di sini (Pembahasan dalam
angka 4). Maka, jika dibuat dalam bentuk tabel akan menjadi sebagai berikut
(bandingkan dengan tabel nomor 2):

49

Wirjono Prodjodikoro, Op.cit., hlm. 181.

16

Sistem Tata Hukum
Nasional

Privat

Publik

Pidana

Hak
Kebendaan
Ps. 499
KUHPerdata

Agraria

Tata Usaha
Negara

Benda tak Bergerak (Onroerend)
Ps. 506, 507, 508 KUHPerdata

Hak Memetik
Hasil

Hak Cipta
(Kopijrecht)

Benda Bergerak (Roerend Goed)
Ps. 509, 510, 511 KUHPerdata

Opstal,
dan sbagainya

HKI

DSB-nya

Dagang/
Jual Beli

Perkawinan,
dsb

Administrasi
Negara

Paten

Perikatan

Hak Kekayaan Industri
mengandung unsur
kekayaan intelektual

Utility Models

Indikasi
keorisinilan

Desain Industri

Perlindungan
sirkuti terpadu

Merek/Cap
Dagang

Fungsi merek sebagai
bagian kepentingan
dagang untuk melindungi
HKI
Perlindungan
varietas baru

Perlindungan 2 Arah: Produsen &Konsumen
Tabel 3. Kedudukan merek/cap serta fungsinya menurut menurut penulis.

17

4.1 Merek : Kenapa Harus Dilindungi?
Melihat uraian sebelumnya, maka merek/cap (menurut penulis) tidak bisa
dikategorikan sebagai Hak Kekayaan Inteletual. Merek/cap hanya berfungsi untuk
membedakan suatu produk dengan produk lainnya. Alasannya, merek/cap tidak
terdapat memenuhi 2 unsur universal HKI, yaitu unsur kratifitas/daya cipta dan
nilai keekonomian, melainkan barang/produklah yang diwakili merek/cap
tersebutlah yang memiliki nilai keekonomian. Meski begitu, perlindungan
merek/cap sangat dibutuhkan karena:
a. bilamana konsumen dirugikan oleh suatu produk bisa dengan mudah
kepada siapa meminta pertanggungjawaban;
b. produsen perlu mengontrol kualitas mutu produknya (product liability)
yang dipasarkan.

Berkaitan dengan standar mutu produk. Akan sangat merugikan bagi
produsen bila mana ada pihak-pihak lain memakai trademarks mereka secara
illegal, terutama bila terjadi gugatan dari pihak konsumen kepada produsen
padahal yang mereka konsumsi ternyata produk bukan dari produsen pemegang
merek dagang sah, topik ini berkaitan dengan Hukum Perlindungan Konsumen.

PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari beberapa uraian di atas, penulis memahami bahwa merek seharusnya
tidak dikelompokan sebagai Hak Kekayaan Intelektual, karena prinsip paling
universal dan mendasar (daya cipta dan bernilai keekonomian) tidak terpenuhi oleh
keberadaan merek sebagai bagian suatu bangunan hukum hak immaterial, yang mana
HKI sendiri meruakan sub-sistem Hukum Keperdataan.
Bisa dipahami lagi bahwa letak nilai keekonomian suatu merek sebenarnya
bukanlah nilai intrinsik dalam merek itu sendiri sebagaimana halnya nilai intrinsik
suatu hal yang dilindungi dalam konsep perlindungan Hak Cipta, melainkan suatu hal
yang diwakili oleh merek tersebut, yang bisa berbentuk produk atau layanan jasa

18

tertentu. Pun begitu, merek yang ‘memiliki nilai jual’ tersebut agar tidak ditiru oleh
pihak lain dan sebagai: (i) upaya melindungi jaminan mutu suatu produk, dan (ii)
sebagai pertanggungjawaban produsen atas kualitas mutu produknya (product
liability) terhadap konsumen, maka perlu kiranya Otoritas hukum membuat aturan
hukum berkaitan dengan itu.
Jika menilik prinsip-prinsip hukum Hak Kekayaan Intelektual sebagaimana
telah diuraikan, di situ juga terdapat adanya prinsip sosial disamping prinsip-prinsip
lainnya (prinsip moral, keekonomian, kebudayaan, keadilan), jika mengindahkan
prinsip sosial ini dalam Hukum Merek/Cap yang dikatakan sebagai bagian dari HKI
tidaklah memenuhi prinsip ini.(menurut penulis lebih tepat diklasifikasikan sebagai
sub-sistem dalam Hukum Dagang yang mana nanti fungsi pemberian hak atas merek
itu bertujuan untuk melindungi beberapa hak kekayaan industri yang memenuhi
kualifikasi Hak Kekayaan Intelektual).
Meski merek bukan bagian dari hasil daya cipta manusia dan memiliki nilai
keekonomian, tetapi perlindungan terhadap merek/cap diperlukan sebagai upaya
melindungi hak-hak yang terkategorikan sebagai kekayaan intelektual, yang mana sisi
ekploitasi nilai keekonomiannya lebih ditekankan, misalnya temuan sistem operasi
android yang dibenamkan di smartphone oleh Google.Inc. Dalam kasus ini bukan
merek goggle berupa gambar ‘robot hijau’ yang memiliki nilai keekonomian,
melainkansistem operasi terbuka milik google bernama android yang memiliki nilai
jual, sedangkan ‘robot hijau’ berfungsi sebagai merek ‘perwujudan.
Di samping itu, juga demi terciptanya hubungan hukum (bersifat keperdataan)
antara produsen dan konsumen yang jelas dalam kepastian hukum bila mana di
kemudian hari terjadi adanya wan prestasi, misalnya produk ternyata tidak memenuhi
SNI, atau produk ternyata tidak aman dikonsumsi maka si Konsumen bisa
mengajukan tuntutan kepada Produsen pemegang merek.

19

DAFTAR PUSTAKA

Regulasi
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Buku-Buku
Achmad Zen Umar Purba., Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, PT.
Alumni, Bandung, 2005.
Tim Lindsey dkk, Hak Kekayaan Intelektual : Suatu Pengantar, Alumni,
Bandung, 2006
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Prenada Media, cet. Ke-7,
Jakarta, 2011.
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Prenada Media,
Jakaarta, cet. ke-5, 2013.
Sudargo Gautama, Segi-Segi Hukum Hak Milik Intelektual, Penerbit
Eresco, Bandung, 1990.
Irwansyah Okcap Halomoan, Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang
Merek Dagang Terkenal Asing dari Pelanggaran Merek Di
Indonesia, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, 2008.
Hata, Hukum Internasional : Sejarahdan Perkembangan hingga PAska
Perang Dingin, Setara Press, Malang, 2012.

20

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Hak atas Benda,
Intermasa, Jakarta, 1986.
Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Rajawali Press,
Jakarta, cet. Ke-2, 1997.
Jeremy Bentham, Teori Perundang-Undangan, Nusa Media, Bandung,
2013.
Mahda El Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia,
Kencana, Jakarta, cet. Ke-5, 2015.
Hans Kelsen, The General Theory of Law and State, Harvard University
Pers, Cambridge, 1949.
J. Satrio, Perikatan Pada Umumnya, Alumni, Bandung ,1999.
Suyud Margono, Hukum Hak Cipta Indonesia, Penerbit Ghalia
Indonesia, Bogor, 2010.

Sumber Internet












https://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_Perdagangan_Dunia
http://goooblogbisnis.blogspot.co.id/2012_12_01_archive.html?m=1
http://cambridge.org/dictionary/english/mark
http://synonym.com/synonyms/mark
http://kbbi.web.id/benda
http://kbbi.go.id/barang

21