Mata Kuliah Ekonomi wilayah Kota

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan dan rahmatnya kami dapat menyelesaikan Tugas Keempat dari Mata Kuliah Ekonomi Kota yaitu laporan Analisis Permasalahan Urban Housing di Kota Surabaya. Dimana dalam tugas ini akan dibahas mengenai penyediaan perumahan dari sisi penawaran dan permintaan, serta kebijakan – kebijakan pengaturan perumahan di Kota Surabaya.

Semoga makalah ini dapat memberikan informasi tentang keadaan perumahan di Surabaya dan keterkaitannya dengan ekonomi kota. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah ekonomi kota Bapak Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.rer.reg. dan Ibu Vely Kukinul Siswanto, ST. MT. MSc. yang turut membimbing dalam penyelesaian makalah ini, serta sumber-sumber terkait yang turut menjadi referensi makalah ini. Jauh dari semua ini makalah kami masih sangat jauh dari kata sempurna untuk itu kami mengharapkan rekomendasi dan kritik dari para pembaca.

Surabaya, 25 Mei 2016

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebutuhan perumahan merupakan salah satu kebutuhan pokok rakyat, selain kebutuhan akan sandang dan pangan. Perumahan dan permukiman telah digariskan dalam GBHN (1193 : 113 - 115), bahwa pembangunan perumahan dan permukiman diarahkan untuk meningkatkan kualitas kehidupan keluarga dan masyarakat. untuk memenuhi kebutuhan perumahan selama ini diupayakan oleh pemerintah dan swasta . Namun dengan semakin meningkatnya proporsi penduduk kota maka akan berpengaruh pada semakin menurunnya kualitas hunian di perkotaaan.

Permasalahan permukiman saat ini sangat kompleks. Indonesia , per 2015 40 % penduduk Indonesia tidak mampu mempeli rumah tanpa subsidi dari pemerintah, selainnya adalah bantuan dari pemerintah dan diperkirakan di Indonesia ada sekita 25 orang penyandang tuna wisma ( tempo, 2015). Sementara pemerintah berinisiasi akan menghapuskan backlog yang terjadi di Indonesia.

Permasalahan perumahan dan permukiman ini terjadi di kota besar seperti Surabaya. Lonjakan penduduk akibat terjadinya urbanisasi menyebabkan dibutuhkannya keseimbangan antara pernambahan rumah tangga dengan penyediaan rumah. Dengan jumlah penduduk yang mendekati angka 3 juta jiwa , maka keperluan akan perumahan di Surabaya haruslah meningkat. Hal tersebut dibuktikan dari permiantaan perumahan dan kondisi perumahan yang ada saat ini. Perumahan saat di Surabaya saat ini sekitar 678l. 058 unit rumah , sedangkan kebutuhan rumah seharusnya ialah 753.751 unit. Berdasarkan kondisi tersebut, maka selisih antara kebutuhan akan rumah dengan jumlah rumah yang ada/ tersedia, menjadi nilai kekurangan/backlog kuantitas rumah di Kota Surabaya saat ini, yaitu sebesar 58.693 unit. Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana daya beli masyarakat surabaya terhadap rumah serta identifikasi permintaan dan penawaran perumahan di Surabaya.

1.2. Tujuan

Tujuan dari adanya penulisan makalah ini adalah:  Menjelaskan ragam persoalan pemenuhan kebutuhan perumahan dan kaitannya dengan pengembangan ekonomi kota.  Menganalisis faktor yang mempengaruhi tingkat permintaan perumahan di Surabaya.

 Memberikan solusi pengembangan dari permasalahan permintaan perumahan yang terjadi di Surabaya.

1.3. Sistematika Laporan

BAB I Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan dan sistematika laporan BAB II Tinjauan pustaka berisi teori permintaan, penawaran dan hubungannya, serta pengertian perumahan BAB III Gambaran umum berisi gambaran umum wilayah Surabaya dan keadaan perumahan di Surabaya BAB IV Analisis berisi analisis daya beli masyarakat, analisis permintaan dan penawaran perumahan dan analisis kebijakan BAB V Konsep penanganan berisi rekomendasi penyelesaian permasalahan perumahan di Surabaya BAB VI Penutup berisi Kesimpulan dan Lesson Learned dari analisis yang telah dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Permintaan Menurut Roger Le Roy Miller dan Roger E. Meiners (2000; 26-29) permintaan merupakan fungsi dari:

 Pendapatan

Kenaikan pendapatan biasanya akan mengakibatkan kenaikan permintaan  Selera dan preferensi Keterbatasan teori yang mengkaji tentang perubahan selera mempersulit dalam

mengukur selera dan preferensi konsumen, sehingga diasumsikan selera konsumen konstan.

 Harga barang-barang yang berkaitan (substitusi dan komplemen) Merujuk kepada barang apapun yang perubahan harganya akan mempengaruhi

permintaan  Perubahan dugaan tentang harga di masa depan

Perkiraan akan terjadi penurunan harga di masa depan akan meningkatkan permintaan barang tersebut

 Penduduk Kenaikan jumlah penduduk dalam suatu perekonomian (dengan asumsi

pendapatan perkapita konstan) akan meningkatkan permintaan

Fungsi permintaan yang dirumuskan oleh Roger Le Roy Miller dan Roger E. Meiners (2000; 30-29) adalah:

: Kuantitas barang X yang diminta : Harga barang X yang dibeli : Harga beberapa barang lain yang memiliki dampak aas permintaan barang

X : Pendapatan nominal konsumen

: Selera konsumen : Dugaan konsumen akan masa depan

Permintaan akan suatu barang di pasar akan terjadi apabila konsumen mempunyai keinginan (willing) dan kemampuan (ability) untuk membeli, pada tahap konsumen hanya memiliki keinginan atau kemampuan saja maka permintaan suatu barang belum terjadi, kedua syarat willing dan ability harus ada untuk terjadinya permintaan (Turner, 1971; 166). Lebih lanjut Turner mengatakan kendala yang membatasi terjadinya permintaan yaitu daya beli yang rendah atau harga barang dan jasa yang mahal.

Terdapat kaitan antara kondisi ekonomi seseorang dengan pertimbangan skala prioritas dalam menentukan kebutuhan permintaan perumahan. Pertama meletakkan pertimbangan pada faktor lokasi, yaitu rumah yang berdekatan dengantempat yang dapat memberikan kesempatan kerja. Prioritas kedua pada faktor kejelasan status kepemilikan lahan dan rumah. Prioritas ketiga pada faktor bentuk dan kualitas bangunan (Turner, 1971; 166-168).

Eckert (1990, 91-95), menyebutkan faktor-faktor yang sangat penting dan berpengaruh terhadap permintaan pasar perumahan yaitu:  Faktor ekonomi, perubahan faktor ekonomi yang mempengaruhi permintaan

perumahan adalah pendapatan, tingkat bunga, kebijakan pinjaman, tingkat sewa dan harga rumah

 Faktor sosial, adalah kepadaan penduduk, ukuran keluarga, pendidikan, tingkat kejahatan dan distribusi umur.  Faktor pemerintahan termasuk didalamnya zoning, pelayanan pemerintahan kota dan tingkat pajak masyarakat.  Faktor lingkungan, perubahan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap permintaan perumahan ialah topografi, bentuk lahan, kondisi tanah dan

kemudahan fasilitas seperti berikut: parkir, pusat perbelanjaan, sekolah, tempat ibadah, kesempatan kerja, transportasi, dan pelayanan ijin-ijin pendirian usaha.

2.2. Teori Penawaran

Roger Le Roy Miller dan Roger E. Meiners (2000; 34), determinan-determinan yang mempengaruhi penawaran adalah:

 Harga sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan produk, jika satua atau lebih harga input produksi (faktor produksi) yang digunakan turun akan

meningkatkan penawaran, sebaliknya akan berlaku jika satu atau lebih harga input produksi meningkat akan menurunkan penawaran.

 Jika terjadi perubahan teknologi dalam jangka pendek dan perubahan itu melibatkan teknologi yang lebih murah, maka penawaran akan semakin

meningkat.  Beberapa jenis pajak seperti: pajak penjualan secara efektif menambah biaya produksi, sebaliknya subsidi akan mengurangi beban biaya produksi  Ekspektasi tentang harga suatu produk dimasa mendatang dapat mempengaruhi

kesediaan produsen untuk menawarkan barang produksinya dan mempengaruhi konsumen untuk membeli

Teori penawaran Roger Le Roy Miller dan Roger E. Meiners (2000; 34), diturunkan menjadi fungsi sebagai berikut:

: Kuantitas barang X yang ditawarkan : Harga barang X yang ditawarkan : Harga faktor produksi (biaya input) untuk memproduksi barang X : Teknologi yang digunakan untuk memproduksi barang X

: Pajak atau subsidi yang dikenakan produsen : Ekspkektasi harga masa depan

Harga barang yang diproduksi mempunyai hubungan yang positif dengan jumlah barang yang diproduksi untuk dijual, artinya bila harganya meningkat jumlah barang yang diproduksi untuk ditawarkan akan meningkat dan berlaku pula pada kondisi sebaliknya

(Samuelson, 1995; 42). Alasan penting yang dikemukakan Samuelson, terletak pada fakta hukum hasil yang semakin berkurang (law diminishing of return), yaitu apabila permintaan suatu barang bertambah akan semakin banyak tenaga kerja yang dipekerjakan pada lahan yang luasnya terbatas, akibatnya setiap pekerja baru akan semakin sedikit memberikan hasil tambahan yang lebih banyak. Oleh karena itu mekanisme harga diperlukan untuk menaikkan hasil tambahan yang lebih tinggi, yaitu produsen bersedia memproduksi dan menjual barang yang lebih banyak, asalkan konsumen rela membeli barang dengan harga yang lebih tinggi. Selanjutnya oleh Samuelson juga disinggung bahwa selain harga masih ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi perubahan penawaran suatu barang, yaitu biaya produksi, teknologi yang digunakan, biaya input, harga barang-barang lain yang merupakan barang komplemen maupun substitusinya dan organisasi pasar.

Penawaran properti pada persaingan pasar real estate merupakan fungsi dari harga properti dan biaya pembangunan unit-unit properti baru (Eckert, 1990; 91). Perubahan penawaran pasar perumahan dipengaruhi oleh perubahan faktor ekonomi, sosial, pemerintahan dan lingkungan. Faktor ekonomi yang berpengaruh ialah tingkat bunga, kebijakan pinjaman, ketersediaan dana pinjaman, biaya-biaya konstruksi dan lahan kosong. Faktor sosial yang berpengaruh adalah kepadatan penduduk, ukuran keluarga, pendidikan, tingkat kejahatan, dan distribusi umur. Faktor pemerintahan diantaranya zoning, kode-kode pembangunan. Selanjutnya yang termasuk dalam faktor lingkungan dan mempengaruhi perubahan penawaran ialah kondisi tanah (Eckert, 1990; 91-95).

Penawaran untuk pasar properti dapat kondusif jika dilakukan analisa berdasarkan pada atribut-atribut kondisi properti, legalitas, keuangan, distribusi umur, pekerjaan, pendapatan, status sosial, pola-pola aktivitas dan kondisi pasar yang menarik (Fanning, 1994; 152)

2.3. Hubungan Permintaan dan Penawaran

Teori Marshall yang dikutip oleh Walter Nicholson (1997; 12), menyebutkan bahwa permintaan dan penawaran berinteraksi untuk menetapkan harga ekuilibrium dan Teori Marshall yang dikutip oleh Walter Nicholson (1997; 12), menyebutkan bahwa permintaan dan penawaran berinteraksi untuk menetapkan harga ekuilibrium dan

Harga ekuilibrium terbentuk pada tingkat dimana jumlah yang diinginkan penjual maupun pembeli adalah sama. Dalam pasar bersaing harga ekuilibrium ini terjadi pada titik perpotongan antara kurva penawaran dan kurva permintaan (Samuelson and Nordhaus, 1995; 38).

A price at chich both buyer and seller are willing to do business, secara bebas bisa diartikan suatu harga yang ditentukan baik pembeli dan penjual berkehendak melakukan transaksi (Lusth, 1997; 22)

Worth a property can be sold for open market, mengandung arti harga yang mungkin dari suatu properti yang dijual di pasar terbuka mengikuti mekanisme pasar (Lusth, 1997; 22).

Konsep yang mendasari aksesibilitas sebagai hal yang menentukan nilai suatu propert adalah biaya aksesibilitas, yaitu biaya yang dikeluarkan seseorang menuju suatu tempat kegiatan. Apabila semakin rendah biaya aksesibilitas akan meningkatkan keuntungan, sehingga hal ini akan menyebabkan nilai properti yang terletak pada daerah central business distric bernilai tinggi, karena biaya aksesibilitas sama dengan 0 (nol), walaupun ada faktor lain yang menyebabkan properti bernilai tinggi karena difungsikan sebagai properti komersial (Lusth, 1997; 25-26).

Menurut Alonso pilihan lokasi untuk tanah perumahan menggambarkan suatu usaha dari individu untuk menyeimbanngkan dua pilihan yang bertentangan, yaitu kemudahan ke pusat kota dan besarnya luas tanah. Harga tanah semakin menurun dengan semakin jauhnya jarak dari central business district, akan tetapi biaya transportasi semakin meningkat. Sehingga untuk memaksimalkan utilitas individu atau konsumen akan membeli tanah pada titik dimana penurunan nilai marginal tanah sama dengan kenaikan marginal biaya transportasi (Levy, 1985; 147).

2.4. Pengertian Perumahan

Dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Menurut Wicaksono, rumah adalah sebuah tempat tujuan akhir dari manusia. Rumah menjadi tempat berlindung dari cuaca dan kondisi lingkungan sekitar, menyatukan sebuah keluarga, meningkatkan tumbuh kembang kehidupan setiap manusia, dan menjadi bagian dari gaya hidup manusia.

Rumah harus dapat mewadahi kegiatan penghuninya dan cukup luas bagi seluruh pemakainya, sehingga kebutuhan ruang dan aktivitas setiap penghuninya dapat berjalan dengan baik. Lingkungan rumah juga sebaiknya terhindar dari faktorfaktor yang dapat merugikan kesehatan (Hindarto, 2007). Rumah sehat dapat diartikan sebagai tempat berlindung, bernaung, dan tempat untuk beristirahat, sehingga menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani, maupun sosial (Sanropie dkk., 1989).

Menurut The Dictionary of Real Estate Appraisal dalam Rahma (2010) pengertian properti perumahan adalah tanah kosong atau sebidang tanah yang dikembangkan, digunakan atau disediakan untuk tempat kediaman, seperti single family houses, apartemen, rumah susun.

2.4.1. Kategori Rumah

Menurut SKB Menteri Dalam Negeri, Menteri PU, Menteri Perumahan Rakyat Tahun 1992 Properti perumahan dapat dikategorikan menjadi beberapa jenis, yaitu:

 Rumah sederhana adalah rumah yang dibangun di atas tanah dengan luas kaveling antara 54 m2 sampai 200 m2 dan biaya pembangunan per m2 tidak

melebihi dari harga satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas pemerintan kelas C yang berlaku.

 Rumah menengah adalah rumah yang dibangun di atas tanah dengan luas kaveling antara 200 m2 sampai 600 m2 dan/atau biaya pembangunan  Rumah menengah adalah rumah yang dibangun di atas tanah dengan luas kaveling antara 200 m2 sampai 600 m2 dan/atau biaya pembangunan

 Rumah mewah adalah rumah yang dibangun di atas tanah dengan luas kaveling antara 600 m2 sampai dengan 2000 m2 dan/ atau biaya

pembangunan per m2 di atas harga satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas kelas A yang berlaku Menurut Rahman dalam Rahma (2010) properti perumahan bisa

dikategorikan kepada beberapa jenis, yaitu:  Rumah tinggal, dapat dibedakan menjadi rumah elit, rumah menengah, rumah sederhana dan rumah murah  Flat, dapat dibedakan menjadi rumah susun, apartemen, dan kondominium.

2.4.2. Karakteristik Rumah

Menurut Siddik dalam Rahma (2010), karakteristik perumahan yang bersifat unik terutama menyangkut hal- hal sebagai berikut:  Lokasinya yang tetap dan hampir tidak mungkin dipindah  Pemanfaatannya dalam jangka panjang  Bersifat heterogen secara multidimensional, terutama dalam lokasi,

sumber daya alam dan preferensinya.  Secara fisik dapat dimodifikasi Secara Spasial lokasinya tetap berarti bahwa lokasi perumahan memiliki

atribut yang khusus tidak saja menyangkut aspek fisik, tetapi juga aspek kenyamanan, strata sosial, akses pada fasilitas umum, pusat perbelanjaan dan kebutuhan sehari-hari lainnya. Jarak dengan tempat kerja, gaya hidup dan kebutuhan sehari-hari lainnya. Jarak dengan tempat kerja, gaya hidup dan kenyamanan lingkungan sekelilingnya dan tujuan lainnya.

Pemanfaatan rumah tinggal dalam jangka panjang adalah ciri umum dari bangunan perumahan. Pada umumnya penghuni rumah melakukan modifikasi Pemanfaatan rumah tinggal dalam jangka panjang adalah ciri umum dari bangunan perumahan. Pada umumnya penghuni rumah melakukan modifikasi

2.5. Teori Tentang Permintaan Rumah

Firdaos (1997) menjelaskan bahwa permintaan konsumen terhadap perumahan dipengaruhi oleh faktor – faktor sebagai berikut:  Lokasi.

Keberadaan lokasi perumahan, apakah dipusat di pinggir kota sangat mempengaruhi minat konsumen dalam membeli rumah. Semakin strategis letak perumahan tersebut berarti semakin baik dan memiliki tingkat permintaan yang semakin tinggi. Faktor-faktor ekonomi dari keberadaan lokasi perumahan juga menjadi pertimbangan konsumen dalam memilih rumah yang dikehendakinya. Jarak menuju tempat kerja, tempat hiburan, dan fasilitas umum sebagai motif efesiensi waktu dan biaya transportasi merupakan faktor ekonomi yang menjadi pertimbangan konsumen di dalam memilih lokasi rumah yang dimaksud.

 Pertambahan Penduduk. Dengan alasan bahwa setiap orang memerlukan tempat tinggal sebagai tempat

berlindung, maka setiap pertambahan penduduk baik secara alamai maupun non alami (karena urbanisasi) akan meningkatkan permintaan akan rumah.

 Pendapatan Konsumen Kesanggupan seseorang di dalam memiliki rumah sangat dipengaruhi

pendapatan yang diperolehnya. Apabila pendapatan seseorang meningkat dan kondisi perekonomian tidak terjadi resesi dan inflasi, kecenderungan untuk memiliki rumah akan meningkat baik secara kualitas maupun kuantitas.

 Kemudahan Mendapatkan Pinjaman. Pada pasar properti perumahan, permintaan perumahan dipengaruhi juga oleh

kebijakan pemerintah dan institusi keuangan seperti perbankan. Karakteristik kebijakan pemerintah dan institusi keuangan seperti perbankan. Karakteristik

 Fasilitas. Fasilitas disini meliputi fasilitas umum dan fasilitas sosial, diantaranya

infrastruktur, sarana pendidikan, kesehatan, keagamaan, sarana transportasi, dan lain-lain. Keberadaan fasilitas tersebut membangun serta menarik minta investor yang selanjutnya akan meningkatkan permintaan akan rumah di kawasan tersebut.

 Harga Rumah Seperti dalam hal teori permintaan dan penawaran, semakin tinggi harga barang akan mengakibatkan penurunan permintaan akan barang yang dimaksud. Apabila harga rumah menengah naik, sementara kecenderungan memiliki rumah dengan tingkat harga tersebut akan berkurang dan permintaan akan beralih ke rumah dengan harga yang lebih rendah.

 Undang-Undang Peraturan tentang jenis hak penggunaan lahan/tanah yang membatasi hak atas

tanah tersebut turut menjadi faktor yang mempengaruhi permintaan konsumen akan rumah. Demikian juga dengan peraturan lain seperti peraturan perpajakan (PBB dan BPHTB) turut menjadi faktor yang menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli rumah. Menurut Sastra dan Marlina (2006:78) sistem permintaan perumahan yang terjadi

di masyarakat selalu terkait dengan beberapa hal yang harus dipahami sebagai berikut:  Kebutuhan (Need)

Rumah merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang bersifat objektif dan sama untuk semua orang. Dimana pengertian ‘kebutuhan’ disini terkait dengan masalah pemenuhan kebutuhan pokok manusia terhadap rumah sebagai tempat

tinggal dan tempat berlindung.  Permintaan (Demand) Permintaan akan rumah bagi lebih bersifat subjektif, tergantung selera dan

tingkat kemampuan ekonomi. Sebab setiap orang memiliki selera dan kemampuan ekonomi yang tidak sama. Dengan adanya perbedaan tersebut, maka akan terdapat berbagai variasi kebutuhan terhadap rumah tinggal. Maka permintaan terhadap perumahan akan dipengaruhi oleh faktor seperti, kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat itu sendiri.

 Perasaan Membutuhkan Menunjukan perasaan membutuhkan akan perumahan meskipun seseorang

belum tentu benar-benar membutuhkan. Adanya perasaan seperti itu menunjukkan adanya peningkatan dalam kebutuhan akan rumah, yang tidak dijadikan sebagai kebutuhan dasar saja, melainkan sudah meningkat menjadi kebutuhan yang lebih tinggi seperti sebagai sarana aktualisasi diri dan juga dapat dijadikan sebagai sarana berinvestasi. Faktor penting dalam menganalisis permintaan pasar perumahan (Appraisal

Institute, 2001: 273) antara lain:

 Jumlah populasi pada area  Pertimbangan keuangan pasar

 Pola penggunaan tanah  Tingkat pendapatan

 Pertumbuhan dan perkapita

perkembangan kota  Jenis pekerjaan dan tingkat

 Faktor fisik lingkungan pengangguran

property  Jumlah pemilik dan

 Ketersediaan fasilitas penyewa

pendukung dan jasa publik  Struktur pajak daerah

Menurut Sastra dan Marlina (2006:84) dalam mengidentifikasi permintaan perumahan dapat dilihat dari beberapa hal seperti:  Tingkat pendapatan dan distribusi  Pola konsumsi pengeluaran  Harga pasar rumah sekarang  Sistem penghunian  Lokasi yang dikehendaki, harga yang terjangkau, tipe rumah dan sistem

pembayaran.

2.5.1. Fungsi dan Peran Rumah

Rumah sebagai kebutuhan dasar manusia mempunyai fungsi yang sangat penting, tidak hanya sebagai tempat tinggal yang melindungi serta memberikan rasa aman. Fungsi dasar rumah adalah untuk melindungi gangguan alam dan binatang.Sejalan dengan peradaban, fungsi rumah berkembang sebagai sumber rasa aman dankenyamanan. Secara sosial rumah juga berfungsi sebagai tatus simbol dan ukuran kemakmuran, dan juga digunakan sebagai sarana investasi (E. Cahyana, 2002: 23). Dengan alasan bahwa setiap orang memerlukan tempat tinggal sebagai tempat berlindung, maka setiap pertambahan penduduk baik secara alami maupun non alami (karena urbanisasi) akan meningkatkan permintaan akan rumah. Sehingga dalam suatu keluarga apabila jumlah anggota keluarga bertambah maka kebutuhan akan rumah ikut meningkat. Hal ini logis mengingat bahwa manusia ingin memenuhi kebutuhan pokok keluarganya.

Turner menjelaskan bahwa pertama, rumah berfungsi sebagai penunjang identitas yang diwujudkan pada kualitas hunian atau perlindungan yang diberikan oleh rumah (The quality of shelter provided byhousing). Kedua, rumah berfungsi sebagai penunjang kesempatan bagi keluarga untuk mengembangkan diri dalam kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi atau sebagai fungsi pengembangan keluarga. Dalam fungsi ini akses ke sumber- sumber daya menjadi sangat penting. Ketiga, rumah berfungsi sebagai pemberi rasa aman untuk keluarga yang mencakup jaminan masa depan dan jaminan kepemilikan atas rumah dan tanah.

2.5.2. Penelitian Terdahulu

Sebelumnya telah ada beberapa penelitian mengenai rumah dan permukiman yang dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu, diantaranya dapat dilihat melalui tabel di bawah ini:

Tabel 1. Penelitian Mengenai Rumah dan Permukiman

Nama

Judul

Hasil Penelitian

Handayani Faktor-faktor yang Terdapat pengaruh yang signifikan

Mempengaruhi Permintaan antara variabel permintaan rumah Rumah Sederhana Sehat

sederhana sehat (RSH) type 36 (RSH) Type 36 di kota

dengan variabel Harga Rumah dan Padang.

Tingkat PDRB, sedangkan variabel Jumlah Penduduk tidak berpengaruh signifikan terhadap permintaan rumah sederhana sehat (RSH) di kota Padang selama periode 1997-2007.

Budi S.

Analisis Permintaan Rumah Pada tingkat kepercayaan α = 5%

Sederhana di Kota variabelbebas Harga Rumah, Semarang

Pendapatan, Tingkat Suku Bunga Kredit Rumah (KPR), Harga Sewa Rumah, dan Jarak Tempuh ke CBD Pendapatan, Tingkat Suku Bunga Kredit Rumah (KPR), Harga Sewa Rumah, dan Jarak Tempuh ke CBD

pada α =5%, terhadap permintaan adalah tingkat suku bunga dan

harga sewa rumah sederhana. Berdasarkan hasilpenelitian ternyata faktor harga rumahsederhana memiliki pengaruh yang palingelastis terhadap permintaan, sebaliknya faktor faktor yang pengaruhnya paling tidak elastis terhadap permintaan adalah jarak lokasi perumahan terhadap CBD.

Patty

Permintaan dan Penawaran Kredit Rumah Sederhana merupakan

Rumah Sederhana di faktor yang mempengaruhi Jumlah Provinsi Jawa Barat

Rumah Sederhana yang diminta dan yang ditawarkan secara signifikan. PDRB per kapita, Tenaga Kerja sektor konstruksi, tidak berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah rumah sederhana yang diminta.Tenaga Kerja sektor kontruksi, KapasitasListrik terjual, Tingkat Pengangguran, dan Panjang Jalan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah Rumah Sederhana yang ditawarkan di Jawa Barat.

Ismail

Analisis faktorfaktor yang Menunjukkan permintaan rumah di

mempengaruhi jumlah Propinsi Daerah lstimewa Yogyakarta rumah yang diminta di

selama periode tahun 1993-1999 Propinsi Daerah Istimewa

tidak atau kurang dipengaruhi secara Yogyakarta

signifikan oleh adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997. Faktor harga rumah riil dan tingkat suku bunga riil dalam jangka panjang mempunyai pengaruh yang signifikan secara negatif terhadap permintaan rumah. Selanjutnya faktor pendapatan per kapita riil berupa PDRB per kapita atas dasar harga konstan tahun 1993 dalam jangka panjang berpengaruh secara signifikan secara positif terhadap permintaan rumah.

Mastaria

Analisis permintaan Kredit Menunjukkan bahwa Harga Rumah,

Malau

Pemilikan Rumah oleh Pendapatan Perkapita dan Jumlah

masyarakat pada Bank Penduduk berpengaruh secara Tabungan Negara (BTN)

signifikan terhadap permintaan akan cabang Medan

Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank Tabungan Negara (BTN) cabang Medan, dimana faktor Pendapatan Perkapita merupakan faktor yang paling mempengaruhi permintaan terhadap KPR melalui bank BTN di kota Medan.

BAB III GAMBARAN UMUM

3.1. Gambaran Umum Wilayah

Surabaya sebagai ibu kota provinsi Jawa Timur yang membentuk kota metropolitan dengan Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan

(GERBANGKERTASUSILA). Surabaya memiliki luas wilayah kurang lebih 326,36 km 2 yang terbagi dalam 31 kecamatan. Batas wilayah dari kota Surabaya yaitu

Sebelah Utara : Selat Madura Sebelah Timur

: Selat Madura Sebelah Selatan : Kabupaten Sidoarjo Sebalah Barat

: Kabupaten Gresik

Gambar 1. Peta Kota Surabaya

Sumber : Google.com

Kota Surabaya merupakan pusat bisnis, perdagangan industri dan pendididkan di Jawa Timur. Sehingga tidak mengherankan jika jumlah penduduk di Surabaya sangat tinggi seiring dengan terjadinya urbanisasi dari penduduk – penduduk Kota Surabaya merupakan pusat bisnis, perdagangan industri dan pendididkan di Jawa Timur. Sehingga tidak mengherankan jika jumlah penduduk di Surabaya sangat tinggi seiring dengan terjadinya urbanisasi dari penduduk – penduduk

Tabel 2. Jumlah Penduduk Kota Surabaya Tahun 2010 - 2014

Tahun Jumlah Penduduk

Sumber : Surabaya Dalam Angka, 2015

3.2. Perumahan di Surabaya

Kawasan perumahan di Kota Surabaya tersebar di seluruh wilayah Kota Surabaya dengan distribusi kawasan perumahan terbesar di Kota Surabaya terdapat di wilayah Surabaya Timur dengan persentase 12 persen dari luas wilayah Kota Surabaya. Sedangkan untuk kawasan Surabaya Barat distribusi perumahannya paling sedikit yaitu 2 persen. Secara keseluruhan luasan kawasan perumahan di Surabaya sebesar 38,14 persen dari luas wilayah Kota Surabaya.

Gambar 2. Peta Persebaran Perumahan di Surabaya

Sumber : RPJMD Kota Surabaya 2010 - 2015

Di Surabaya jenis-jenis permukiman yang ada sangat variatif dari jenis permukiman formal dalam bentuk rumah susun, real estate, hingga jenis perumahan informal dalam bentuk perumahan perkampungan dan rumah-rumah kumuh. Rumah- rumah formal biasanya dibangun oleh pengembang dan ada koordinasi antara pemilik, pengembang dan pemerintah mengenai pembangunannya sehingga lebih tertata. Sedangkan rumah-rumah informal yang berupa perkampungan-perkampungan merupakan tanah legal milik pemerintah yang ditempati warga kota yang dibangun atas hasil swadaya warga kota sehingga masih terkoordinasi pembangunannya dengan pemerintah, walaupun pada kenyataannya ada yang teratur dan tidak sedikit pula yang tidak teratur. Namun, permukiman informal yang berupa rumah - rumah kumuh menjadi suatu dilema bagi Kota Surabaya.

a. Rumah Susun Penyediaan permukiman berupa rumah susun yang ditujukan bagi konsumen golongan menengah ke bawah menjadi salah satu alternatif yang efisien untuk menyikapi konflik kebutuhan perumahan ditinjau dari nilai lahan Kota Surabaya yang cukup tinggi. saat ini rumah susun hanya terdapat di kawasan Surabaya Selatan, Timur dan Pusat. Sedangkan wilayah Surabaya bagian barat dan utara belum memiliki rumah susun. Berikut ini lokasi rumah susun yang ada di Surabaya.

Tabel 3. Lokasi Rumah Susun di Surabaya

No.

Lokasi 1 kawasan Surabaya Selatan

Kawasan

Rusun Menanggal dan Waru gunung 2 kawasan Surabaya Timur

Rusun Penjaringansari, Randu dan Tanah Merah 3 di pusat kota

Rusun Dupak, Sombo, dan Urip Sumoharjo

Sumber : Badan Lingkungan Hidup Surabaya

Tabel 4. Rusun di Kota Surabaya

No Nama

Luas Jumlah Rusun

Lahan Lantai (m2)

1 Dupak Kelurahan

Dupak Rejo

Kecamatan Krembangan

2 Sombo Kelurahan

4 Simolawang Kecamatan Simokerto

3 Urip Kelurahan

Embong Kaliasin Kecamatan Genteng

4 Penjaringan Kelurahan

4 Sari I

Penjaringan Penjaringan Sari

4 Sari II

Kecamatan Penjaringan Rungkut

4 Sari III

5 Wonorejo I Kelurahan

4 Wonorejo II Wonorejo

4 Kecamatan Karang Pilang

6 Waru Kelurahan

Waru Gunung Kecamatan Karang Pilang

7 Randu Kelurahan

5 Sidotopo Wetan Kecamatan Kenjeran

8 Tanah Kelurahan

5 Merah I

Tanah Tanah

5 Merah II

Kecamatan Kenjeran

Total (m 2 )

Sumber : RPJMD Kota Surabaya 2010 – 2015

b. Real Estate Penyediaan rumah real estate cenderung dilakukan oleh pengembang swasta yang mayoritas penghuninya adalah golongan menengah ke atas. Pembangunan perumahan real estate lebih tertata dan di Kota Surabaya sendiri penyediaan rumah real estate penyebarannya ke pinggiran kota sebelah barat, timur dan selatan. Berdasarkan riset dengan Sistem Survey Customer pada pameran perumahan di WTC tahun 2001 lalu didapatkan hasil tipe rumah sederhana dan menengah cenderung lebih diminati. Sebaran hunian real estate cenderung lebih banyak ke arah Surabaya bagian barat di mana lokasi real estate yang paling besar adalah Citraland di Kecamatan Lakarsantri (direncanakan seluas ± 2000 Ha). Sampai pada akhir tahun 2007 jumlah perumahan di Kota Surabaya mencapai 114 dan tersebar di seluruh kota dari tipe rumah sederhana sampai dengan rumah mewah. Di samping rumah-rumah yang dibangun oleh pengembang resmi (anggota REI), ada beberapa komplek permukiman skala kecil yang dibangun oleh perorangan (pribadi). Komplek permukiman ini tersebar, terutama pada daerah-daerah pinggiran. Pada umumnya berasal dari pemecahan sertifikat induk yang dipecah menjadi beberapa kapling kemudian dijual dalam bentuk berupa kapling tanah dan ada yang beserta bangunannya.

Pembangunan rumah-rumah seperti ini jika tidak direncanakan dengan baik akan bisa menimbulkan beberapa masalah di kemudian hari.

c. Apartemen Secara definitif, apartemen hampir sama dengan rumah susun tetapi berindikasi untuk golongan menengah ke atas yang merupakan salah satu jenis permukiman yang cocok untuk kawasan berkepadatan tinggi dan dekat dengan lokasi perdagangan (komersial). Di Kota Surabaya sebaran apartemen cenderung berada di pusat kota dan wilayah Surabaya barat di antara bangunan-bangunan komersial.

d. Ruko Pembangunan ruko merupakan salah satu upaya efisiensi penggunaan lahan terutama dalam mengembangkan kebutuhan warga kota akan perumahan sekaligus sebagai tempat usaha. Sebagian besar berada dekat area perumahan dan yang lain tersebar di pusat-pusat perdagangan. Lokasi keberadaan ruko di Kota Surabaya antara lain dapat ditemui di kawasan Bratang, Mulyosari, Mayjend Sungkono, Jl.Raya Jemursari, kawasan Rungkut, Jl.Sumatera, kawasan Klampis, Gunung Anyar, Sinar Galaxy, Taman Bintoro, Jl. Raya Darmo, Jl.Panglima Sudirman, Jl.Embong Malang, Tunjungan dan Jembatan Merah.

e. Perumnas Berdasarkan data yang bersumber dari Dinas Bangunan diketahui bahwa di Kota Surabaya hanya mempunyai satu lokasi Perumnas yang terdapat di Manukan Kecamatan Tandes, dengan luas 200,72 Ha. Melalui Yayasan Kas Pembangunan (YKP), sejak tahun 1954 Pemerintah Kota Surabaya melakukan pembangunan tipe-tipe menengah dengan berbagai ukuran.

f. Rumah Kumuh Rumah kumuh merupakan jenis hunian yang kondisi fisiknya dapat dikatakan kurang baik dalam tata ruang yang biasa disebut slum dimana hunian ini sebagian besar berada di dekat pusat kegiatan. Berdasarkan studi yang f. Rumah Kumuh Rumah kumuh merupakan jenis hunian yang kondisi fisiknya dapat dikatakan kurang baik dalam tata ruang yang biasa disebut slum dimana hunian ini sebagian besar berada di dekat pusat kegiatan. Berdasarkan studi yang

1. Kawasan kumuh legal (hunian Kumuh) Kawasan kumuh legal yang paling banyak adalah di wilayah Kenjeran dan di sepanjang pantai dengan mayoritas penduduknya bekerja sebagai nelayan. Kecamatan Benowo sebelah utara Surabaya yang juga di pesisir pantai.

2. Kawasan kumuh ilegal (hunian Liar) Hunian liar sebenarnya identik dengan rumah kumuh, yang biasanya dibangun dekat dengan tempat usaha/kerja para penghuninya. Hunian liar merupakan rumah kumuh yang dibangun di atas tanah yang tidak diperuntukkan untuk bangunan (misalnya daerah bantaran sungai). Berikut ini adalah lokasi hunian liar.

Tabel 5. Lokasi Hunian Liar

No Skala

Lokasi Hunian Liar

1 Bantaran

1. Daerah Benowo (tambak osowilagon) sungai

2. Kecamatan Gubeng

Kalimas dan

3. Kecamatan Wonokromo (Jagir, Ngagel Rejo) daerah

4. Kecamatan Sukolilo (Jakungan dan Medokan industri

Semampir)

5. Kecamatan Rungkut (Kedung Baruk, Penjaringansari, Wonorejo dan Kali Rungkut

6. Kecamatan Wonocolo (Sidoresmo)

2 Skala Kecil DI tepi rel kereta api dan tempat – tempat yang peruntukan lahannya bukan untuk bangunan

Sumber : Badan Lingkungan Hidup

BAB IV ANALISIS

4.1. Analisis Daya Beli Masyarakat Terhadap Perumahan

Berdasarkan data salinan Peraturan Walikota Surabaya Nomor 46 Tahun 2013 tentang Rencana kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kota Surabaya Tahun 2014, diperoleh data tentang perumahan rakyat tahun 2011 hingga 2012, disebutkan bahwa ada 3 jenis perumahan di Surabaya antara lain perumahan vertical baik berupa rumah susun (sederhana) maupun apartemen atau kondominium; perumahan real estate; dan perumahan kampung yang terkonsentrasi di area pusat kota. Berdasarkan data dari Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan tahun 2013, total luas lingkungan permukiman kumuh di Surabaya mencapai 407,9 atau sekitar 1,25 % dari total luas wilayah Kota Surabaya.

Tabel 6. Lingkungan Permukiman Kumuh Kota Surabaya tahun 2011-2012

1 Luas Wilayah (ha) 32.519 32.519 2 Luas Lingkungan Permukiman Kumuh (ha)

329,1 3 Presentase Luas Lingkungan Permukiman Kumuh (%)

1,01 Sumber : Dinas Bina Marga dan Pematusan tahun 2013.

Selanjutnya, berdasarkan data Rencana Pembangunan dan pengembangan Perumahan dan Permukiman Daerah (RP4D) Kota Surabaya tahun 2008 yang diolah Dinas Sosial Kota Surabaya tahun 2013, diperoleh data yang menyatakan bahwa total rumah tidak layak huni Kota Surabaya sepanjang tahun 2012-2013 adalah sebanyak 420 rumah yang tersebar di hampir seluruh kecamatan yang ada di Kota Surabaya. Total seluruh rumah sebesar 679.091 pada tahun 2011-2012, yang menunjukkan bahwa sebesar 0,06 % perumahan di Surabaya itu tidak layak huni. Hal ini menyebabkan peningkatan permintaan perumahan yang sesuai dengan daya beli konsumen sebagai akibat dari ketidaklayakan rumah tersebut dihuni.

Tabel 7. Rumah Tidak Layak Huni Kota Surabaya Tahun 2011-2012

1 Jumlah Seluruh Rumah 679.091 679.091

2 Jumlah Rumah Tidak Layak Huni

3 Presentase Rumah Tidak Layak Huni (%)

Sumber : Rencana Pembangunan dan pengembangan Perumahan dan Permukiman Daerah (RP4D) Kota Surabaya tahun 2008, Dinas Sosial Kota Surabaya 2013 (diolah).

Untuk mengetahui daya beli masyarakat perumahan dilakukan dengan membandingkan rata-rata pendapatan per kapita dengan rata-rata pengeluaran per kapita untuk perumahan di Kota Surabaya. Selanjutnya, untuk mengetahui pendapatan per kapita, maka dilakukan pendekatan melalui pembagian antara PDRB Kota Surabaya dengan jumlah penduduk Kota Surabaya yang tercatat di BPS Kota Surabaya. Berdasarkan hasil studi literatur, dapat diketahui bahwa PDRB Kota Surabaya ADHK (Atas Dasar Harga Konstan) tahun 2009-2014 adalah sebagai berikut.

Tabel 8. Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB ADHK Kota Surabaya Tahun 2011-2012 No

(Juta Rp)

(Juta Rp) %

2 Pertambangan dan Penggalian

3 Industri Pengolahan

4 Listrik, Gas dan Air Bersih

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran

7 Pengangkutan dan Komunikasi

8 Keuangan, Persewaan dan Jasa

Sumber : BPS Kota Surabaya, Mei 2013

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa PDRB Kota Surabaya tahun 2012 adalah sebesar Rp 101.671.633,57 juta atau lebih jelasnya yaitu Rp 101.671.633.570.000,00. Sedangkan jumlah penduduk Kota Surabaya di tahun yang sama akan digambarkan dalam tabel berikut.

Tabel 9. Jumlah Penduduk Kota Surabaya berdasarkan Jenis Kelamin tahun 2012 Jenis Kelamin

Jumlah (jiwa)

Sumber : Dinas kependudukan dan Catatan Sipil, 2013, diolah.

Seperti yang teah disebutkan di atas bahwa untuk mengetahui pendapatan per kapita menggunakan pendekatan dengan pembagian PDRB Kota Surabaya dengan jumlah penduduk. Hasil pembagiannya yaitu : Rp 101.671.633.000.000 : 3.125.576 jiwa = Rp 32.538.926,82 dalam setahun, sehingga untuk mendapatkan pendapatan per kapitan per bulan maka hasil pembagian tersebut dibagi lagi dengan 12 bulan. Hasilnya adalah Rp 32.538.926,82 : 12 = Rp 2.711.577,167. Jadi rata-rata pendapatan per kapita per bulan di Kota Surabaya adalah Rp 2.711.577,00 (hasil pembulatan).

Tabel 10. Rata-rata Pengeluaran Non Makanan Perkapita Sebulan (Rp.) tahun 2012-2013

Sumber : Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2012-2013

Dengan peghasilan rata-rata per bulan Rp 2.711.577,16 dan rata-rata pengeluaran per kapita untuk kebutuhan perumahan dan fasilitas rumah tangga sebesar Rp 252.507,00, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum masyarakat memiliki daya beli yang mampu untuk membeli rumah. Dengan begitu, jumlah permintaan perumahan di Kota Surabaya, Dengan peghasilan rata-rata per bulan Rp 2.711.577,16 dan rata-rata pengeluaran per kapita untuk kebutuhan perumahan dan fasilitas rumah tangga sebesar Rp 252.507,00, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum masyarakat memiliki daya beli yang mampu untuk membeli rumah. Dengan begitu, jumlah permintaan perumahan di Kota Surabaya,

4.2. Analisis Permintaan dan Penawaran Perumahan

Melihat jumlah penduduk Kota Surabaya yang selalu meningkat tiap tahunnya dengan rata-rata pertumbuhan setiap tahunnya sebesar 1,48 %, tentu akan memberikan dampak di berbagai sector. Salah satunya adalah penyediaan perumahan bagi warganya. Kebutuhan rumah tinggal ini akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Bila pembangunan sector perumahan dan permukiman menargetkan satu keluarga memiliki satu rumah, maka secara nasional kita masih kekurangan 2.000.000 unit. Setiap tahun harus membangun kurang lebih 200.000 unit perumahan di Kota Surabaya. Angka ini untuk memenuhi kebutuhan rumah yang ditimbulkan oleh pertambahan rumah tangga baru, untuk mengganti rumah yang rusak, dan peningkatan kualitas perumahan kumuh yang tidak memenuhi persyaratan layak huni

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dibahas pada bab II, disebutkan bahwa terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi permintaan perumahan yakni :

Tabel 11. Sintesa Pustaka

Faktor Sumber

Keterangan

Komponen harga rumah pada keseimbangan merupakan titik pertemuan Harga

Ray

M.

antara permintaan dan penawaran. Perubahannya dapat diukur dengan Rumah

Northan

menggunakan indicator inflasi sector perumahan. Pendapatan bertamabah maka secara otomatis bagian dari pendapatan

Nicolson yang akan dibelanjakan akan bertambah, sehingga jumlah barang yang Daya

Beli

bisa dibeli juga meningkat.

Masyarakat Semakin besar pendapatan per kapita, maka embelian perumahan akan Soeharjoto

bertambah. Semakin tinggi tingkat suku bunga kredit, maka semakin besar cicilan kredit yang harus dibayarkan oleh nasabah. Tingkat suku bunga berbeda

Tingkat Dombusch

tergantung tingkat kepercayaan kredit si peminjam, jangka waktu Bunga pinjaman dan berbagai aspek perjanjian lainnya antara peminjam dengan

pemberi pinjaman.

Jumlah Ray M Kenaikan pada tingkat pertumbuhan populasi akan menyebabkan Penduduk

Northan

kebutuhan perumahan menjadi semakin besar.

Sumber : Hasil Analisis, 2016

Faktor-faktor yang diperoleh dari hasil sintesa pustaka tersebut kemudian dianalisis kembali dengan menggunakan skala likert. Kuesioner dibagikan kepada dua pihak stakeholder yaitu pengembang perumahan dan konsumen perumahan. Kemudian, dianalisis menggunakan Skala Likert yang merupakan teknik self report bagi pengukuran sikap. Dalam pembuatan skala likert, periset membuat beberapa pernyataan yang berhubungan dengan suatu isu atau objek, lalu subjek atau responden diminta untuk mengindikasikan tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuan mereka terhadap masing- masing pernyataan. Dari masing-masing faktor terdapat pembobotan terhadap faktor dari skala 1-4 yang berarti :

1. Sangat Tidak Setuju

2. Tidak Setuju

3. Setuju

4. Sangat Setuju.

Bobot Penilaian

Alternatif Jawaban

Sangat Setuju (SS) 4 1 Setuju (S)

3 2 Tidak Setuju (TS)

2 3 Sangat Tidak Setuju (STS)

Berdasarkan hasil tabel likert yang telah didapat dari kedua stakeholder yakni pengembang perumahan sampel Sukolilo Dian Regency dan Konsumen maka dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap permintaan perumahan adalah faktor Harga Rumah. Dalam konteks harga rumah, sangat berhubungan dengan peningkatan pendapatan masyarakat dan inflasi. Karena saat terjadi peningkatan pendapatan masyaraka secara signifikan, maka menyebabkan harga dan jumlah rumah yang diminta akan naik. Bila terjadi kenaikan inflasi yang cukup tinggi Berdasarkan hasil tabel likert yang telah didapat dari kedua stakeholder yakni pengembang perumahan sampel Sukolilo Dian Regency dan Konsumen maka dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap permintaan perumahan adalah faktor Harga Rumah. Dalam konteks harga rumah, sangat berhubungan dengan peningkatan pendapatan masyarakat dan inflasi. Karena saat terjadi peningkatan pendapatan masyaraka secara signifikan, maka menyebabkan harga dan jumlah rumah yang diminta akan naik. Bila terjadi kenaikan inflasi yang cukup tinggi

Faktor berpengaruh yang selanjutnya yaitu jumlah penduduk. Hal ini dibuktikan dengan bertambahnya jumlah penduduk di Surabaya setiap tahun. Dimana, saat jumlah penduduk meningkat, akan menyebabkan kebutuhan perumahan menjadi semakin besar karena jumlah penduduk yang besar merupakan pasar yang potensial dalam memasarkan suatu produk perumahan. Selain itu, pertambahan penduduk diikuti dengan perkembangan dalam kesempatan kerja sehingga banyak orang yang menerima pendapatan dan daya beli akan perumahan mengalami peningkatan.

Faktor dengan urutan ketiga yaitu daya beli masyarakat dimana adanya peningkatan pendapatan disertai dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat di kota Surabaya mengakibatkan daya beli masyarakat akan produk perumahan akan semakin meningkat. Adanya hal ini juga menyebabkan munculnya pembelian rumah yang pada dasarnya untuk pemenuhan kebutuhan primer manusia bergeser menjadi rumah untuk investasi.

Faktor terakhir yang kurang mempengaruhi permintaan akan perumahan adalah tingkat bunga. Kenaikan tingkat suku bunga kredit baik konsumsi maupun investasi akan mengurangi permintaan agregat untuk setiap pendapatan, karena disamping menaikkan jumlah cicilan kredit yang harus dibayar, tingkat suku bunga yang lebih tinggi juga akan mengurangi keinginan untuk konsumsi maupun investasi pada bidang perumahan. Namun, faktanya saat ini dengan tingginya pertumbuhan ekonomi di Kota Surabaya akan berpengaruh pada kenaikan pendapatan masyarakat kota Surabaya. Sehingga, saat ini masyarakat mampu membeli rumah secara langsung (cash) dan tidak terpengaruh oleh tinggi dan rendahnya suku bunga di perumahan.

Berdasarkan data dari REI Jatim, terdapat 497 anggota pengembang perumahan pada tahun 2015, sedangkan di Kota Surabaya sendiri mencapai 138 pengembang. Pemenuhan permintaan perumahan telah dilakukan melalui perumahan formal yang dikembangkan developer, rumah susun untuk MBR dan berbagai program lain. Namun, faktanya, peningkatan populasi penduduk menyebabkan permintaan perumahan di Kota Surabaya tetap lebih tinggi daripada penawaran. Beberapa perumahan formal banyak yang kosong (kelebihan penawaran) karena preferensi Berdasarkan data dari REI Jatim, terdapat 497 anggota pengembang perumahan pada tahun 2015, sedangkan di Kota Surabaya sendiri mencapai 138 pengembang. Pemenuhan permintaan perumahan telah dilakukan melalui perumahan formal yang dikembangkan developer, rumah susun untuk MBR dan berbagai program lain. Namun, faktanya, peningkatan populasi penduduk menyebabkan permintaan perumahan di Kota Surabaya tetap lebih tinggi daripada penawaran. Beberapa perumahan formal banyak yang kosong (kelebihan penawaran) karena preferensi

4.3. Analisis Kebijakan Perumahan

Pada analisis kebijakan akan digunakan analisis SWOT terkait fakta dan kebijakan perumahan yang ada di Surabaya. Daniel Start dan Ingie Hovland mendefinisikan Analisa SWOT sebagai instrumen perencanaan strategis klasik. Dengan menggunakan kerangka kerja kekuatan, kelemahan, kesempatan eksternal, dan ancaman, instrumen ini memberikan cara sederhana untuk memperkirakan cara terbaik untuk melaksanakan sebuah strategi. Instrumen ini dipakai karena dapat menolong para perencana untuk mencari tahu apa yang bisa dicapai, dan hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan oleh mereka dalam mengambil keputusan.

Tujuan dari analisis ini adalah untuk menyeimbangkan besar permintaan dan penawaran perumahan Kota Surabaya. Saat ini kondisi eksisiting perumahan di Surabaya sendiri telah terjadi backlog akibat besarnya atraksi Kota Surabaya bagi orang luar kota baik untuk tinggal dan menetap maupun sementara. Lahan perkotaan menipis seiring minimnya upaya pengembangan vertikal. Pembangunan perumahan vertikal masih belum mampu menjangkau kalangan menengah ke bawah dengan kondisi UMR pada tingkat Rp. 3.045.000,-, di sisi lain penggunaan istilah Rusun menurunkan daya jual objek. Dalam segi finansial, pemerintah pusat melalui Kementerian Perumahan dan Pekerjaan Umum menggelontorkan dana sebesar 4,621 triliun dengan tambahan dana senilai 1,7 miliar. Berdasarkan publikasi Dinas Cipta Karya Kota Surabaya memiliki luasan area permukiman kumuh sebesar 59 hektar dengan total penghuni sebesar 27.832 orang. Tren pergerakan LSM dan Organisasi Mahasiswa yang masih bisa objektif dalam menilai permasalahan dan mampu dilibatkan. Berikut ini adalah hasil dari analisis SWOT perumahan di Kota Surabaya.

 Strength

1. Memiliki otoritas untuk membatasi manuver pihak pengembang properti residensial melalui peraturan perundangan.

2. Tren orientasi pergerakan mahasiswa mulai sesuai dengan jalannya yaitu bergerak dengan landasan hukum dan ilmu.

 Weakness

1. Lahan yang dimiliki terbatas.

2. Tak memiliki cukup biaya untuk melakukan pembebasan lahan.

3. Penggunaan istilah rumah susun yang mengurangi daya jual.

 Opportunities

1. Jawa Timur mendapat suntikan dana dari pusat sebesar 4,621 triliun, Kota Surabaya mendapatkan alokasi 7-10% dari uang tersebut.

2. Sistem tender yang memungkinkan terjadinya kerjasama pemerintah dengan swasta untuk membantu menekan perkara keuangan.

3. Masih ada lahan seluas 59 hektar lahan yang masih belum optimal pengembangannya.

 Threat

1. Skenario ekonomi Kota Surabaya hanya mampu mempertahankan UMR pada tingkat 3.045.000,-.

2. Pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 2% namun laju inflasi berada ditingkat yang sama.

3. Penggunaan istilah rumah susun yang menurunkan daya jual rumah.

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis korelasi antara lama penggunaan pil KB kombinasi dan tingkat keparahan gingivitas pada wanita pengguna PIL KB kombinasi di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember

11 241 64

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

Kuliah di PTN Kini Lebih Mahal

0 87 1

Analisis pengaruh pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil badan usaha milik daerah terhadap pendapatan asli daerah Kota Tangerang (2003-2009)

19 136 149

Pengaruh Atribut Produk dan Kepercayaan Konsumen Terhadap Niat Beli Konsumen Asuransi Syariah PT.Asuransi Takaful Umum Di Kota Cilegon

6 98 0

Perilaku komunikasi para pengguna media sosial path di kalangan mahasiswa UNIKOM Kota Bandung : (studi deksriptif mengenai perilaku komunikasi para pengguna media sosial path di kalangan mahasiswa UNIKOM Kota Bandung)

9 116 145

Sistem Informasi Absensi Karyawan Di Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung

38 158 129