PEDIHNYA CINTA PEDIHNYA CINTA PEDIHNYA CINTA
PEDIHNYA CINTA
“Bukan pertemuan yang aku sesali”
Aku rasa itu kalimat yang cocok buat menggambarkan diriku. Aku nggak tahu entah dia
menyukaiku atau tidak, sama sekali aku nggak tahu! Tapi yang pasti, aku masih terus mengingat
kejadian setahun yang lalu saat aku bertemu dengannya untuk kali pertama. Pertemuan itu masih
tergambar jelas di memoriku. Pertemuan yang berawal dari kerja kelompok di rumah sahabatku
yang akhirnya mempertemukan aku dan dia. Ya, tentu saja cowok manis yang kebetulan juga
sekolah di tempat yang sama denganku, yang setahun terakhir ini selalu menjadi objek utama
pandanganku ketika duduk-duduk di depan kelas. Sebut saja dia Fery Eko Indrawan.
Memang, aku sangat amat menyadari bahwa ini hanyalah perasaan sepihak. Eko tidak mungkin
memiliki perasaan yang sama denganku, karena memang Eko nggak tahu kalau dialah yang
membuatku tidak pernah absen ke sekolah. Sekalipun aku sakit, aku selalu datang ke sekolah
untuk melihat senyum manisnya. Ini hari pertama dalam minggu ketiga bulan agustus. Aku
sengaja datang lebih awal dan langsung duduk di depan kelas, karena aku tahu 5 menit lagi Eko
akan datang. Ya, aku tahu persis jadwal kedatangan Eko ke sekolah.
Hari-hariku di sekolah saat jam ke luar main selalu aku habiskan untuk memerhatikannya dari
kejauhan saja. Kebiasaan itu terus berlanjut dan terus berlanjut hingga 4 bulan lamanya. Hingga
akhirnya, aku merasa kalau dia mulai mengetahui bahwa aku selalu memerhatikannya setiap
saat. Memang benar kata pepatah, “sepandai-pandai apa kita menyimpan bangkai, pasti akan
tercium juga” Begitu juga dengan perasaanku terhadap Eko, bertahap-tahap dia mulai
mengetahuinya, tapi dia hanya diam aja dan tidak ada respon sedikitpun.
Kecewa tentu ada aku rasakan. Tapi ya mau gimana, ini memang bukan salahnya Eko, karena
memang dia tidak tahu sama sekali tentang perasaanku padanya. Asyik termenung, aku
dikejutkan oleh suara Vivi yang memanggil namaku serentak memegang pergelangan tanganku
bermaksud akan mengajakku masuk ke dalam kelas. Ternyata dia hanya hendak meminjam
catatan bahasa prancisku, setelah aku memberikan catatanku padanya, aku pun kembali berjalan
ke arah pintu kelasku bermaksud akan duduk-duduk lagi di depan kelasku untuk melihat Eko.
Tetapi tak disangka-sangka, di saat aku tiba di dekat pintu, mendadak Eko masuk ke kelasku dan
spontan menabrakku.
“Aduuhh!!” gerutuku sambil memegang jidatku.
“Maaf maaf! Sakit ya? Maaf, aku nggak sengaja” ucap Eko dengan nada penuh penyesalan.
“nggak apa-apa kok. Cuma sakit sedikit aja.” Jawabku ragu.
“Oh, sekali lagi maaf ya? aku buru-buru, mau pinjam kamus. Bentar lagi gurunya masuk, aku
takut aja kalau ntar dihukum. Kalau gitu aku ke kelas dulu ya.” Ucapnya dan langsung berlarilari kecil ke kelasnya.
Sesaat aku belum menyadari bahwa ternyata jantungku berdetak lebih kencang dari sebelumnya.
Aku rasa ini semua karena kali pertamanya aku berbicara langsung dengannya. Sangking dag-
dig-dugnya jantungku, aku tidak menyadari kalau ternyata guru sudah datang dan tepat berada di
hadapanku. Spontan aku langsung bergegas ke tempat dudukku.
Sejak kejadian di pintu kelasku itu, hubunganku dengan Eko menjadi lebih akrab dari
sebelumnya. Eko menjadi lebih sering menyapaku dan sering mengunjungiku bila aku duduk di
depan kelasku. Hal itu terus berlanjut seiring dengan berjalannya waktu. Hari berganti minggu,
minggu berganti bulan, akhirnya kedekatan kami membuat Eko mulai merasakan perasaan
seperti yang aku rasakan. Eko mulai mencintaiku dan berani mengatakannya kepadaku. Sejenak
aku terdiam saat dia menyatakan cinta padaku, aku tidak tahu harus menjawab apa. Aku hanya
diam dan tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Sejenak suasana menjadi hening. Namun
keheningan berubah saat Eko memegang lembut pipiku.
“Kenapa kamu tidak menjawab apa-apa? Apa kamu tidak menyukaiku?” tanya Eko sedih.
“Oh, bukan bukan gitu. Aku justru sangat senang kamu bisa menyukaiku dan menyatakan cinta
di tempat yang indah ini. Hanya saja, aku belum bisa menjawabnya sekarang.” jawabku
“Nggak apa-apa kalau kamu belum bisa jawabnya sekarang. Aku ngerti kok, mungkin kamu
masih meragukan aku.” ucap Eko dengan raut sedih.
“bukan gitu Eko, aku cuma mau berpikir dulu aja. Aku akan beri jawaban ke kamu 3 hari lagi.
Gimana?”
“Oke, aku setuju. Aku tunggu jawaban dari kamu, semoga jawaban kamu tidak mengecewakan
aku ya Ra.”
“Hmm..” jawabku sambil tersenyum.
Tiga hari berlalu setelah Eko menyatakan cinta padaku. Aku berjanji padanya akan menjawab
pertanyaannya hari ini, tepatnya sepulang sekolah nanti. Entah apa yang aku pikirkan saat ini.
Tapi yang pasti, perasaanku sangat bimbang. Memang seharusnya aku tidak begitu, seharusnya
aku senang cintaku sudah terbalas. Namun entah mengapa hatiku sudah 3 hari terasa sangat
gelisah.
“Rara, ra” sorak Eko dari kejauhan sambil berlari ke arahku.
Aku tak menjawab sedikit pun, aku hanya tersenyum tipis ke arahnya.
“Hai ra, mau ke mana?” tanya Eko.
“hmm ya mau mencari kamu lah” jawabku sambil menggaruk kepala.
“Waah, senangnya hatiku, ternyata masih ada seseorang yang mencari-cariku” ucap Eko
sumbringah.
“Ciiusss?” tanyaku bergurau.
“Ahh, kamu becanda aja, jadi gimana? Udah bisa jawab sekarang?”
“yaa oke.” jawabku tersenyum.
“oke? maksud kamu, kamu nerima aku jadi pacar kamu?”
“Iyaaa”
Setelah aku menjawab pertanyaan yang sudah aku janjikan akan menjawabnya hari ini, aku dan
Eko pergi bersama-sama ke kantin sekolah. Semua orang melihat kami jalan berdua sambil
tercengang-cengang. Entah apa yang mereka pikirkan tentang aku dan Eko. Tapi aku tidak
terlalu ambil pikir apa yang mereka pikirkan tentang kami. Aku justru berpikir kenapa aku
menerima cinta Eko tadi. Aku sangat merasa bersalah dengan yang aku lakukan hari ini.
Dua bulan sudah hubungan aku dan Eko berjalan. Semua kami jalani dengan hubungan yang
baik. Aku sangat berharap, saat berakhirnya hubunganku dengan Eko nanti juga dengan cara
yang baik-baik juga. Meskipun aku tahu itu semua mustahil jika Eko mngetahui semua tentang
aku. Aku tak pernah membayangkan perjalanan cintaku akan sedemikian rumit.
“Ahhh, sudahlah, kenapa aku menebak-nebak apa yang akan terjadi nanti!” jawabku dalam hati.
Tiba-tiba saja terdengar ketukan pintu rumahku.
“Permisi…” sorak seorang laki-laki dari arah depan rumahku.
“Ya, tunggu sebentar” jawabku sambil berlari-lari kecil dari kamar.
Aku sangat terkejut saat aku membuka pintu. Ini semua di luar pemikiranku, aku tak pernah
berpikir Eko akan senekad ini datang ke rumahku tanpa memberitahuku terlebih dahulu.
Biasanya Eko tak pernah bersikap nekad seperti ini.
“ahh, kamu ko, ada apa? kok datang ke sini tidak memberitahu dahulu?”
“kan suprise tapi kelihatannya kamu tidak menyukai kedatanganku” jawab Eko.
“nggak kok aku suka kok. Suka banget malah” jawabku dengan senyum yang dipaksakan.
“Suka bagai mana? kalau suka kok nggak disuruh masuk ya?”
“ohh, iya. Aku lupa. Masuk ko, silahkan”
Sambil masuk ke rumahku, Eko terus melihat-lihat sekeliling rumahku. Dan aku pun
membiarkan ia melihat-lihat sendiri isi rumahku, aku pun kemudian pergi ke dapur untuk
membuatkan segelas minuman. Saat aku membawakan minuman itu aku melihat Eko
memperhatikan sebuah foto di meja sudut rumahku.
“Mampuuusss aku” ucapku dalam hati.
“eh, kamu ra. Ini foto siapa? kok kelihatannya kamu mesra sekali dengannya?”
“oh itu, itu, itu, ha itu foto aku dengan sepupuku”
“ahh, masa? kok nggak mirip ya?”
“namanya juga sepupu, ah sudahlah, kamu minum aja dulu”
“oh gitu ya? Ya udah, kamu ganti baju gih sana. Aku mau ngajak kamu jalan-jalan.”
“oke, kamu tunggu di sini dulu ya, oh ya, minumannya jangan dilihat aja, diminum dong”
jawabku.
Setelah selesai menukar baju, aku dan Eko pun pergi ke suatu tempat yang dirahasiakannya itu.
Ternyata Eko mengajak aku bermain-main game di suatu mall. Tapi, sedang asyik bermain aku
dikejutkan oleh suara yang menyebut namaku sambil memegang pundakku. Aku terkejut dan
spontan langsung melihat ke arah orang yang menyentuhku itu, ternyata dia Bayu anggara
pacarku.
“Ra, kamu nggapain di sini? Dan cowok ini siapa?” tanya Bayu dengan penuh rasa penasaran.
“oh, aku lagi main-main aja. Ini teman sekolah aku bay” jawabku tanpa pikir panjang.
Ternyata Eko pun juga ikut penasaran tentang siapa sebenarnya pria yang terlihat begitu akrab
denganku saat ini. Tiba-tiba saja Eko angkat bicara.
“Ra, ini sepupu kamu yang di foto tadi ya? kok nggak dikenalin sama aku? Aku kan pacar
kamu?”
Aku sangat terkejut dengan ucapan Eko itu, aku tidak menyangka dia akan mengucapkan itu.
Aku sangat panik, aku binggung harus mengatakan apa pada Eko maupun Bayu. Tamatlah
riwayatku kali ini.
“Aku pacarnya, bukan sepupunya!” ucap Bayu yang secara tiba-tiba itu.
Mendengar itu semua, Eko langsung berbalik arah dan pergi tanpa berbicara sepatah kata pun
padaku. Aku sangat merasa bersalah dengannya, tapi aku juga sangat merasa bersalah pada
Bayu. Akhirnya tanpa pikir panjang Bayu mengajakku pulang dan mengantarku sampai rumah.
Di jalan aku mengira Bayu akan memutuskanku, tapi Bayu hanya mengatakan,
“Udahlah, semua udah terjadi juga kan? Nggak ada yang perlu disesali, nggak perlu juga minta
maaf. Aku udah maafin kamu kok, walaupun aku kecewa sama kamu. Tapi aku mohon, lain kali
jangan diulangi lagi ya!” ucap Bayu.
Semalaman aku nggak bisa tidur karena kejadian ini, rasa bersalah menghantuiku semalaman.
Aku tidak sabar menunggu esok pagi tiba. Dan aku harus meminta maaf pada Eko, walaupun aku
tahu berat buat Eko untuk maafin aku.
Pagi menjelang, aku berangkat ke sekolah dengan perasaan penuh harap, ya tentu saja aku
berharap Eko mau mendengar semua penjelasanku dan mau berbaik hati buat memaafkanku. Di
gerbang sekolah ternyata aku bertemu dengan Eko. aku bergegas berjalan ke arahnya dan
menarik tangannya.
“Eko, aku tahu kamu marah dan kecewa sama aku. Tapi please, kamu mau ya maafin aku? Ini
semua nggak seburuk yang kamu pikir, aku ngelakuin ini karena sesuatu hal” ucapku dengan
penuh harap.
Eko melepas tarikanku dan berkata,
“Udahlah, nggak ada yang perlu dimaafkan. Kalau dibilang kecewa, tentu aku kecewa sama
kamu. Kalau dibilang marah, tentu aku marah sama kamu. Tapi, setelah semalaman aku berpikir,
aku rasa nggak ada gunanya aku menyimpan dendam sama kamu. Aku udah maafin kamu
sekarang”
“makasih ko, kamu memang cowok yang baik” ucapku.
Setelah itu, Eko langsung pergi dari hadapanku. Memang dia mengatakan sudah memaafkanku.
Tapi, sangat jelas dari wajahnya ada raut kesedihan dan kecewa. Aku pun melangkah ke kelasku
setelah kepergian Eko itu. Namun, 1 minggu sudah kejadian itu berlalu, tapi aku tidak pernah
melihat Eko sekalipun di sekolah ini. Aku merasa heran dan aneh, kenapa Eko tidak pernah
terlihat. Rasa penasaran itu pun membawaku melangkah ke kelasnya dan menanyakan kepada
seorang temannya. Tapi ternyata, temannya itu mengatakan bahwa Eko sudah pindah sekolah
sejak 3 hari yang lalu. Aku sangat terkejut, kini rasa bersalahku padanya pun semakin besar. Tak
pernah ku sangka semuanya akan menjadi sedemikian.
Cerpen Karangan: Reni Rahma Yani
Facebook: dinda_ajjhaa[-at-]ymail.com
Nama aku Reni, aku tinggal di Duri Riau. Semua cerpen-cerpen karya aku adalah kisah nyata.
Baik yang aku alami sendiri maupun orang-orang di sekitar aku. Bagi yang baca kasih jempolnya
ya, biar aku lebih semangat lagi nulis cerpen yang selanjutnya. Yang pengen kenal atau berteman
dengan aku, kalian bisa buka facebook aku. (dinda_ajjhaa[-at-]ymail.com) “_”
“Bukan pertemuan yang aku sesali”
Aku rasa itu kalimat yang cocok buat menggambarkan diriku. Aku nggak tahu entah dia
menyukaiku atau tidak, sama sekali aku nggak tahu! Tapi yang pasti, aku masih terus mengingat
kejadian setahun yang lalu saat aku bertemu dengannya untuk kali pertama. Pertemuan itu masih
tergambar jelas di memoriku. Pertemuan yang berawal dari kerja kelompok di rumah sahabatku
yang akhirnya mempertemukan aku dan dia. Ya, tentu saja cowok manis yang kebetulan juga
sekolah di tempat yang sama denganku, yang setahun terakhir ini selalu menjadi objek utama
pandanganku ketika duduk-duduk di depan kelas. Sebut saja dia Fery Eko Indrawan.
Memang, aku sangat amat menyadari bahwa ini hanyalah perasaan sepihak. Eko tidak mungkin
memiliki perasaan yang sama denganku, karena memang Eko nggak tahu kalau dialah yang
membuatku tidak pernah absen ke sekolah. Sekalipun aku sakit, aku selalu datang ke sekolah
untuk melihat senyum manisnya. Ini hari pertama dalam minggu ketiga bulan agustus. Aku
sengaja datang lebih awal dan langsung duduk di depan kelas, karena aku tahu 5 menit lagi Eko
akan datang. Ya, aku tahu persis jadwal kedatangan Eko ke sekolah.
Hari-hariku di sekolah saat jam ke luar main selalu aku habiskan untuk memerhatikannya dari
kejauhan saja. Kebiasaan itu terus berlanjut dan terus berlanjut hingga 4 bulan lamanya. Hingga
akhirnya, aku merasa kalau dia mulai mengetahui bahwa aku selalu memerhatikannya setiap
saat. Memang benar kata pepatah, “sepandai-pandai apa kita menyimpan bangkai, pasti akan
tercium juga” Begitu juga dengan perasaanku terhadap Eko, bertahap-tahap dia mulai
mengetahuinya, tapi dia hanya diam aja dan tidak ada respon sedikitpun.
Kecewa tentu ada aku rasakan. Tapi ya mau gimana, ini memang bukan salahnya Eko, karena
memang dia tidak tahu sama sekali tentang perasaanku padanya. Asyik termenung, aku
dikejutkan oleh suara Vivi yang memanggil namaku serentak memegang pergelangan tanganku
bermaksud akan mengajakku masuk ke dalam kelas. Ternyata dia hanya hendak meminjam
catatan bahasa prancisku, setelah aku memberikan catatanku padanya, aku pun kembali berjalan
ke arah pintu kelasku bermaksud akan duduk-duduk lagi di depan kelasku untuk melihat Eko.
Tetapi tak disangka-sangka, di saat aku tiba di dekat pintu, mendadak Eko masuk ke kelasku dan
spontan menabrakku.
“Aduuhh!!” gerutuku sambil memegang jidatku.
“Maaf maaf! Sakit ya? Maaf, aku nggak sengaja” ucap Eko dengan nada penuh penyesalan.
“nggak apa-apa kok. Cuma sakit sedikit aja.” Jawabku ragu.
“Oh, sekali lagi maaf ya? aku buru-buru, mau pinjam kamus. Bentar lagi gurunya masuk, aku
takut aja kalau ntar dihukum. Kalau gitu aku ke kelas dulu ya.” Ucapnya dan langsung berlarilari kecil ke kelasnya.
Sesaat aku belum menyadari bahwa ternyata jantungku berdetak lebih kencang dari sebelumnya.
Aku rasa ini semua karena kali pertamanya aku berbicara langsung dengannya. Sangking dag-
dig-dugnya jantungku, aku tidak menyadari kalau ternyata guru sudah datang dan tepat berada di
hadapanku. Spontan aku langsung bergegas ke tempat dudukku.
Sejak kejadian di pintu kelasku itu, hubunganku dengan Eko menjadi lebih akrab dari
sebelumnya. Eko menjadi lebih sering menyapaku dan sering mengunjungiku bila aku duduk di
depan kelasku. Hal itu terus berlanjut seiring dengan berjalannya waktu. Hari berganti minggu,
minggu berganti bulan, akhirnya kedekatan kami membuat Eko mulai merasakan perasaan
seperti yang aku rasakan. Eko mulai mencintaiku dan berani mengatakannya kepadaku. Sejenak
aku terdiam saat dia menyatakan cinta padaku, aku tidak tahu harus menjawab apa. Aku hanya
diam dan tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Sejenak suasana menjadi hening. Namun
keheningan berubah saat Eko memegang lembut pipiku.
“Kenapa kamu tidak menjawab apa-apa? Apa kamu tidak menyukaiku?” tanya Eko sedih.
“Oh, bukan bukan gitu. Aku justru sangat senang kamu bisa menyukaiku dan menyatakan cinta
di tempat yang indah ini. Hanya saja, aku belum bisa menjawabnya sekarang.” jawabku
“Nggak apa-apa kalau kamu belum bisa jawabnya sekarang. Aku ngerti kok, mungkin kamu
masih meragukan aku.” ucap Eko dengan raut sedih.
“bukan gitu Eko, aku cuma mau berpikir dulu aja. Aku akan beri jawaban ke kamu 3 hari lagi.
Gimana?”
“Oke, aku setuju. Aku tunggu jawaban dari kamu, semoga jawaban kamu tidak mengecewakan
aku ya Ra.”
“Hmm..” jawabku sambil tersenyum.
Tiga hari berlalu setelah Eko menyatakan cinta padaku. Aku berjanji padanya akan menjawab
pertanyaannya hari ini, tepatnya sepulang sekolah nanti. Entah apa yang aku pikirkan saat ini.
Tapi yang pasti, perasaanku sangat bimbang. Memang seharusnya aku tidak begitu, seharusnya
aku senang cintaku sudah terbalas. Namun entah mengapa hatiku sudah 3 hari terasa sangat
gelisah.
“Rara, ra” sorak Eko dari kejauhan sambil berlari ke arahku.
Aku tak menjawab sedikit pun, aku hanya tersenyum tipis ke arahnya.
“Hai ra, mau ke mana?” tanya Eko.
“hmm ya mau mencari kamu lah” jawabku sambil menggaruk kepala.
“Waah, senangnya hatiku, ternyata masih ada seseorang yang mencari-cariku” ucap Eko
sumbringah.
“Ciiusss?” tanyaku bergurau.
“Ahh, kamu becanda aja, jadi gimana? Udah bisa jawab sekarang?”
“yaa oke.” jawabku tersenyum.
“oke? maksud kamu, kamu nerima aku jadi pacar kamu?”
“Iyaaa”
Setelah aku menjawab pertanyaan yang sudah aku janjikan akan menjawabnya hari ini, aku dan
Eko pergi bersama-sama ke kantin sekolah. Semua orang melihat kami jalan berdua sambil
tercengang-cengang. Entah apa yang mereka pikirkan tentang aku dan Eko. Tapi aku tidak
terlalu ambil pikir apa yang mereka pikirkan tentang kami. Aku justru berpikir kenapa aku
menerima cinta Eko tadi. Aku sangat merasa bersalah dengan yang aku lakukan hari ini.
Dua bulan sudah hubungan aku dan Eko berjalan. Semua kami jalani dengan hubungan yang
baik. Aku sangat berharap, saat berakhirnya hubunganku dengan Eko nanti juga dengan cara
yang baik-baik juga. Meskipun aku tahu itu semua mustahil jika Eko mngetahui semua tentang
aku. Aku tak pernah membayangkan perjalanan cintaku akan sedemikian rumit.
“Ahhh, sudahlah, kenapa aku menebak-nebak apa yang akan terjadi nanti!” jawabku dalam hati.
Tiba-tiba saja terdengar ketukan pintu rumahku.
“Permisi…” sorak seorang laki-laki dari arah depan rumahku.
“Ya, tunggu sebentar” jawabku sambil berlari-lari kecil dari kamar.
Aku sangat terkejut saat aku membuka pintu. Ini semua di luar pemikiranku, aku tak pernah
berpikir Eko akan senekad ini datang ke rumahku tanpa memberitahuku terlebih dahulu.
Biasanya Eko tak pernah bersikap nekad seperti ini.
“ahh, kamu ko, ada apa? kok datang ke sini tidak memberitahu dahulu?”
“kan suprise tapi kelihatannya kamu tidak menyukai kedatanganku” jawab Eko.
“nggak kok aku suka kok. Suka banget malah” jawabku dengan senyum yang dipaksakan.
“Suka bagai mana? kalau suka kok nggak disuruh masuk ya?”
“ohh, iya. Aku lupa. Masuk ko, silahkan”
Sambil masuk ke rumahku, Eko terus melihat-lihat sekeliling rumahku. Dan aku pun
membiarkan ia melihat-lihat sendiri isi rumahku, aku pun kemudian pergi ke dapur untuk
membuatkan segelas minuman. Saat aku membawakan minuman itu aku melihat Eko
memperhatikan sebuah foto di meja sudut rumahku.
“Mampuuusss aku” ucapku dalam hati.
“eh, kamu ra. Ini foto siapa? kok kelihatannya kamu mesra sekali dengannya?”
“oh itu, itu, itu, ha itu foto aku dengan sepupuku”
“ahh, masa? kok nggak mirip ya?”
“namanya juga sepupu, ah sudahlah, kamu minum aja dulu”
“oh gitu ya? Ya udah, kamu ganti baju gih sana. Aku mau ngajak kamu jalan-jalan.”
“oke, kamu tunggu di sini dulu ya, oh ya, minumannya jangan dilihat aja, diminum dong”
jawabku.
Setelah selesai menukar baju, aku dan Eko pun pergi ke suatu tempat yang dirahasiakannya itu.
Ternyata Eko mengajak aku bermain-main game di suatu mall. Tapi, sedang asyik bermain aku
dikejutkan oleh suara yang menyebut namaku sambil memegang pundakku. Aku terkejut dan
spontan langsung melihat ke arah orang yang menyentuhku itu, ternyata dia Bayu anggara
pacarku.
“Ra, kamu nggapain di sini? Dan cowok ini siapa?” tanya Bayu dengan penuh rasa penasaran.
“oh, aku lagi main-main aja. Ini teman sekolah aku bay” jawabku tanpa pikir panjang.
Ternyata Eko pun juga ikut penasaran tentang siapa sebenarnya pria yang terlihat begitu akrab
denganku saat ini. Tiba-tiba saja Eko angkat bicara.
“Ra, ini sepupu kamu yang di foto tadi ya? kok nggak dikenalin sama aku? Aku kan pacar
kamu?”
Aku sangat terkejut dengan ucapan Eko itu, aku tidak menyangka dia akan mengucapkan itu.
Aku sangat panik, aku binggung harus mengatakan apa pada Eko maupun Bayu. Tamatlah
riwayatku kali ini.
“Aku pacarnya, bukan sepupunya!” ucap Bayu yang secara tiba-tiba itu.
Mendengar itu semua, Eko langsung berbalik arah dan pergi tanpa berbicara sepatah kata pun
padaku. Aku sangat merasa bersalah dengannya, tapi aku juga sangat merasa bersalah pada
Bayu. Akhirnya tanpa pikir panjang Bayu mengajakku pulang dan mengantarku sampai rumah.
Di jalan aku mengira Bayu akan memutuskanku, tapi Bayu hanya mengatakan,
“Udahlah, semua udah terjadi juga kan? Nggak ada yang perlu disesali, nggak perlu juga minta
maaf. Aku udah maafin kamu kok, walaupun aku kecewa sama kamu. Tapi aku mohon, lain kali
jangan diulangi lagi ya!” ucap Bayu.
Semalaman aku nggak bisa tidur karena kejadian ini, rasa bersalah menghantuiku semalaman.
Aku tidak sabar menunggu esok pagi tiba. Dan aku harus meminta maaf pada Eko, walaupun aku
tahu berat buat Eko untuk maafin aku.
Pagi menjelang, aku berangkat ke sekolah dengan perasaan penuh harap, ya tentu saja aku
berharap Eko mau mendengar semua penjelasanku dan mau berbaik hati buat memaafkanku. Di
gerbang sekolah ternyata aku bertemu dengan Eko. aku bergegas berjalan ke arahnya dan
menarik tangannya.
“Eko, aku tahu kamu marah dan kecewa sama aku. Tapi please, kamu mau ya maafin aku? Ini
semua nggak seburuk yang kamu pikir, aku ngelakuin ini karena sesuatu hal” ucapku dengan
penuh harap.
Eko melepas tarikanku dan berkata,
“Udahlah, nggak ada yang perlu dimaafkan. Kalau dibilang kecewa, tentu aku kecewa sama
kamu. Kalau dibilang marah, tentu aku marah sama kamu. Tapi, setelah semalaman aku berpikir,
aku rasa nggak ada gunanya aku menyimpan dendam sama kamu. Aku udah maafin kamu
sekarang”
“makasih ko, kamu memang cowok yang baik” ucapku.
Setelah itu, Eko langsung pergi dari hadapanku. Memang dia mengatakan sudah memaafkanku.
Tapi, sangat jelas dari wajahnya ada raut kesedihan dan kecewa. Aku pun melangkah ke kelasku
setelah kepergian Eko itu. Namun, 1 minggu sudah kejadian itu berlalu, tapi aku tidak pernah
melihat Eko sekalipun di sekolah ini. Aku merasa heran dan aneh, kenapa Eko tidak pernah
terlihat. Rasa penasaran itu pun membawaku melangkah ke kelasnya dan menanyakan kepada
seorang temannya. Tapi ternyata, temannya itu mengatakan bahwa Eko sudah pindah sekolah
sejak 3 hari yang lalu. Aku sangat terkejut, kini rasa bersalahku padanya pun semakin besar. Tak
pernah ku sangka semuanya akan menjadi sedemikian.
Cerpen Karangan: Reni Rahma Yani
Facebook: dinda_ajjhaa[-at-]ymail.com
Nama aku Reni, aku tinggal di Duri Riau. Semua cerpen-cerpen karya aku adalah kisah nyata.
Baik yang aku alami sendiri maupun orang-orang di sekitar aku. Bagi yang baca kasih jempolnya
ya, biar aku lebih semangat lagi nulis cerpen yang selanjutnya. Yang pengen kenal atau berteman
dengan aku, kalian bisa buka facebook aku. (dinda_ajjhaa[-at-]ymail.com) “_”