televisi berbayar pengaruh globalisasi terhadap

Pengaruh televisi berbayar terhadap perilaku masyarakat Indonesia

Latar belakang
Pada tahun 1869, Kaisar Meiji melakukan Reformasi menyeluruh di Jepang, dimana
sistem pemerintahan, ekonomi, politik dan berbagai aspek lainnya diubah, termasuk
diperkenalkannya media massa kepada masyarakat Jepang. Secara perlahan-lahan gaya hidup
masyarakat Jepang berubah, dari yang pakaian sehari-hari yang memakai obi dan kimono
digantikan oleh baju yang bernuansa barat. Globalisasi sudah terjadi ratusan tahun yang lalu
di Jepang, dan tidak pernah berhenti sampai saat ini.
Globalisasi merupakan hal yang sulit untuk dibendung, apalagi ketika informasi
sangat terbuka dan teknologi semakin berkembang seperti saat ini. Inflitrasi melalui berbagai
media, baik yang cetak, elektronik maupun digital telah membuat perilaku kita berubah
secara tidak langsung. Perubahan ini berlangsung secara perlahan-lahan tetapi pasti, mulai
dari gaya baju kita yang berubah, gaya berkomunikasi, cara hidup, dan akhirnya hingga
perilaku kita pun berubah.
Pemerintah sebenarnya tidak tinggal diam menghadapi tantangan globalisasi, melalui
dua undang-undang yaitu UU Pers dan penyiaran, pemerintah berusaha membatasi arus
globalisasi yang masuk ke Indonesia. UU Pers dan penyiaran secara khusus mengatur
kepemilikan media swasta agar tidak dimiliki dan terlalu dipengaruhi oleh WNA (Warga
negara asing), maupun dimodali oleh perusahaan asing. Peraturan semacam ini dibuat tentu
saja agar media dimiliki oleh warga Indonesia dan memiliki konten yang sesuai dengan

rakyat Indonesia.
Permasalahannya adalah ketika media di Indonesia mulai kehilangan rasa percaya diri
dan idealismenya sebagai rakyat Indonesia dan juga ketika masyarakat Indonesia mulai
merasa bahwa konten yang berbau lokal itu “kampungan”, “norak”, “ga gaul” dan tidak
menarik bagi mereka sendiri. Dua permasalahan ini adalah masalah utama yang harus dicari
tahu inti permasalahan dan apa dampaknya terhadap perilaku masyarakat Indonesia secara
umum, karena komunikasi massa memiliki pengaruh yang sangat luas dan dapat berdampak
seara luas pula terhadap masyarakat Indonesia.

Munculnya penyedia jasa layanan televisi kabel, parabola, dan satelit yang mulai
marak di Indonesia adalah salah satu fenomena globalisasi langsung yang dapat kita lihat dan
amati. Tayangan yang ada di televisi kabel yang berupa pay tv, menyajikan berbagai hiburan,
berita, olahraga, dan acara televisi yang tidak biasa kita temui disini. Semakin murahnya jasa
layanan televisi pay tv ini juga membuat masyarakat mulai menaruh perhatian lebih pada
acara televisi luar yang secara tidak langsung akan berdampak pada harapan dan ekspektasi
yang sama terhadap televisi lokal.
Paper ini akan mencari tahu pengaruh televisi internasional dan televisi luar terhadap

terhadap konten dari televisi-televisi lokal di Indonesia. Akan diurut secara kronologis dan
mencari hubungan antara televisi internasional dan lokal secara kronologis, karena globalisasi

tidak lah terjadi akhir-akhir ini saja melainkan merupakan proses dimana secara perlahanlahan media terpengaruh dan menjadi tempat penyebaran globalisasi terhadap masyarakat
Indonesia.
Secara lebih khusus paper ini akan berusaha mencari tahu bagaimana peranan setiap
komponen komunikasi massa yang ada didalam media televisi, strategi komunikasi yang
dipakai oleh media dan mengapa masyarakat indonesia menikmati tayangan yang disediakan
oleh media.

Tujuan:
1. Mencari tahu bagaimana globalisasi melalui televisi berbayar.
2. Mencari tahu efek dari globalisasi televisi berbayar terhadap masyarakat luas.
2. Mencari tahu hal-hal yang perlu dilakukan agar dapat menahan globalisasi.

Landasan Teori
Berbagai teori komunikasi massa dapat dipakai untuk menjelaskan dan memecahkan
fenomena globalisasi baik secara langsung dan tidak langsung di Indonesia.
2.1 Komponen komunikasi massa
Komponen-komponen komunikasi massa berbeda dari jenis komunikasi lainnya.
Hiebert, Ungurait dan Bohn mengemukakan komponen-komponen komunikasi massa
meliputi: Communicator, Codes and content, gatekeepers, media, regulator, filter, audience,
dan feedback.

Dalam kasus ini akan diambil 2 komponen yang relevan dengan pembahasan yang
akan kita analisis, yaitu Gatekeeper dan regulator.
Gatekeeper
Gatekeeper pada media massa menentukan penilaian apakah suatu informasi penting
atau tidak, Ia menaikkan berita yang penting dan menghapus informasi yang tidak memiliki
nilai berita (Elvinaro, hal 36:2007)
Gatekeeper adalah penjaga gerbang, dimana dia seperti penjaga, hanya informasi yang
baik dan penting yang boleh melewati gerbang informasi menuju audiens. Ia bertanggung
jawab terhadap seluruh informasi yang disampaikan oleh media, seluruh informasi harus
melalui gatekeeper sebelum diubah menjadi pesan.
Didalam media massa, gatekeeper memiliki jabatan sebagai pemimpin redaksi, ia
bertanggung jawab secara formal dan informal terhadap seluruh pesan yang disampaikan oleh
media, pemimpin redaksi bisa ditangkap dan dipidanakan bila pesan yang disebarkan oleh
media melanggar peraturan, ia juga memiliki tanggung jawab moral kepada seluruh khalayak
yang membaca media, karena pesan tidak dapat lolos sebelum persetujuan seorang pemimpin
redaksi/gatekeeper.
Regulator
Dalam proses komunikasi massa, regulasi media massa adalah suatu proses yang

rumit dan melibatkan banyak pihak, peran regulator hampir sama dengan gatekeeper , namun

regulator bekerja diluar institusi media yang menghasilkan berita. Regulator bisa
menghentingkan aliran berita atau menghapus suatu informasi, tapi ia tidak dapat menambah
atau memulai informasi, dan bentuknya lebih seperti sensor.
Regulator perannya mirip dengan gatekeeper, ia bertugas mengendalikan arus
informasi sebelum sampai ke khalayak. Pesan yang sudah disensor oleh gatekeeper harus
disensor ulang oleh regulator karena mungkin saja ada bagian-bagian yang terlewatkan, tidak
sesuai aturan yang berlaku, atau tidak cocok diberikan kepada publik.
Regulator disini bisa berupa aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah, atau juga

lembaga yang dikhususkan untuk menyaring aliran informasi dan pesan (misalnya KPI)
sebelum diberikan kepada publik

2.2 Efek komunikasi massa
Komunikasi massa tidak hanya berpengaruh karena pesan maupun komunikasinya,
tetapi juga karena munculnya media yang menjadi tempat komunikasi massa, seperti
perkataan Mcluhan yang berkata bahwa medium is the message. Menurut Steven M Chaffe,
ada lima jenis efek dari kehadiran media massa, yaitu efek sosial, efek pada penjadwalan
kegiatan, efek penyaluran/penghilangan perasaan tertentu dan efek pada perasaan orang
terhadap media (Ardianto, hal 49:2007)
Efek ekonomi

Munculnya media massa memiliki pengaruh ekonomi baik secara langsung maupun
tidak, secara langsung adalah dengan terbukanya lapangan kerja dan produk ekonomi baru
yang dihasilkan. Efek tidak langsungnya adalah budaya ekonomis yang terjadi karena
adanya media massa baru, misalnya pembelian tv layar lebar karena sudah bisa memutar film
High definition

Efek sosial
Jaringan sosial dan komunikasi juga dapat erubah karena munculnya komunikasi
massa baru, misalnya karena adanya televisi masyarakat jadi tidak ke bioskop.
Penjadwalan kegiatan sehari-hari

Jadwal kita pun ikut berubah mengikuti komunikasi massa yang kita pakai, misalnya
kita jadi bangun lebih pagi karena televisi dapat menyiarkan siaran sepakbola internasional
secara langsung yang disiarkan jam 3 pagi.
Efek hilangnya perasaan tidak nyaman
Komunikasi massa merupakan substitusi sebagai tempat pelampiasan emosi,
kekesalan , dan berbagai keadaan emosi buruk lainnya.
Efek menumbuhkan perasaan tertentu
Perasaan disini adalah persaan terhadap suatu media, dimana seseorang pasti memiliki
pandangan tentang media yang sedang dipakainya, misalnya ada yang mengaggap televisi

buruk karena menimbulkan kecanduan, ada yang menganggap radio baik karena bisa
didengar sambil melakukan kegiatan lain, dan sebagainya.

2.3 Teori komunikasi massa
Difusi Inovasi
Difusi inovasi adalah teori yang mencari pengertian tentang bagaimana kenapa dan
seberapa tingkat penerimaan pada ide dan teknologi baru yang disbarkan melalui budaya.
Teknologi baru dapat diterima setelah melalui berbagai proses adaptasi sehingga inovasiinovasi ini dapat terdifusi kedalam masyarakat.
Dalam media konvensional, teori ini dipakai agar media-media yang dahulu dapat
tetap dipakai dalam dunia modern. Karena media lama harus dapat beradaptasi supaya tidak
hilang dan tidak ditinggalkan oleh masyarakat. Zaman terus berkembang, dan media
konvensional harus tetap bisa survive dari perkembangan zaman, dengan mengadopsi
berbagai teknologi modern, media konvensional seperti televisi dapat direkam, dapat dipesan
(pay per view), dan banyak aplikasi lainnya yang disediakan oleh televisi di zaman modern
seperti ini.
Teori of the media and emotion
Teori ini mengatakan bahwa media akan dipengaruhi oleh sisi emosi audiens, dan
akan mempengaruhi sisi emosi audiens. Teori ini secara lebih lanjut mengatakan bahwa
media mampu membawa atmosfir dan suasana yang hampir mendekati sama dengan dunia
nyata.


Dalam media konvensional kita melihat bahwa semakin banyaknya acara-acara live
atau siaran langsung yang disiarkan di televisi, baik itu berupa konser, pertandingan
sepakbola, pidato kenegaraan, dan lain sebagainya

Rumusan masalah
“Hanya dengan 49ribu anda bisa menonton siaran televisi internasional dengan
kualitas HD”, “tampilan jelas di segala cuaca”, “Hiburan lengkap bagi keluarga anda”.
Slogan – slogan seperti ini mulai akrab di telinga kita, ini adalah slogan-slogan yang dipakai
oleh penyedia layanan televisi berbayar satelit/kabel/parabola yang semakin murah dan
semakin terjangkau oleh masyarakat. Layanan yang disediakan juga sangat lengkap sehingga
harga berlangganan yang berkisar antara dua ribu sampai lima ribu perhari tidak menjadi
masalah bagi masyarakat kelas menengah ke atas.
Televisi berbayar tentu saja berisi berbagai siaran internasional yang tidak bisa
didapatkan di televisi nasional, misalnya ESPN yang menawarkan olahraga live secara
lengkap, stasiun berita CNN yang memberikan berita internasional yang up to date,
Nickledeon/Cartoon Network yang diisi acara khusus anak-anak, program film seperti di
HBO ataupun Fox Movies, ataupun acara edukasi seperti Discovery hannel dan National
Geographic, dan masih banyak lagi acara-acara lainnya yang tidak mungkin kita dapatkan di


frekuensi UHF biasa.
Program-program televisi diatas tentu saja positif dan dari segi kepuasan pelanggan
serta informasi jauh lebih kaya, karena televisi berbayar jarang sekali memiliki iklan,
kontenya beragam, dan segmentasinya lebih jelas dibandingkan televisi lokal yang seringkali
mencampur aduk dan memasukkan berbagai macam konten sebagai acara televisinya.
Permasalahannya adalah ketika televisi berbayar ini menjadi eksklusif dan menyalahi
berbagai undang-undang yang berlaku di negara ini, baik itu UU pers, penyiaran, maupun
peraturan KPI dan berbagai undang-undang lainnya.
Contoh pelanggaran yang sederhana misalnya dengan menyiarkan acara film tetapi
tanpa sensor dan tidak melalui lembaga sensor Indonesia dan tidak mengindahkan peraturan
KPI dalam pembatasan konten, adegan kekerasan, dewasa, dan berbagai larangan lain seperti

tidak berlaku didalam televisi berbayar, karena mereka sendiri tidak mempunyai hak dan
tidak bisa mengubah konten dari acara televisi yang berasal dari luar negeri.
Ditambah lagi dengan banyaknya kapital/modal yang berasal dari luar negeri yang
masuk melalui perusahaan-perusahaan televisi berbayar. Sebut saja kasus Orange TV yang
memenangkan tender hak siar liga Inggris dengan nilai 90 Juta us dollar untuk 3 musim, bila
angka itu diubah ke rupiah maka angkanya akan berjumlah 1.17 Triliun rupiah. Angka yang
cukup fantastis untuk disaingi televisi-televisi swasta/nasional, setelah melakukan analisis
literatur sederhana, ditemukan bahwa Orange TV adalah anak perusahaan Sinarmas yang

saham utamanya dimiliki oleh Ballarpur Industries Limited yang membuat kecurigaan bahwa
modal mereka bisa saja berasal dari peusahaan asing yang tidak sesuai dengan ketentuan di
UU Penyiaran.
Bastian Steel, ganteng-ganteng serigala, Mission X, FTV remaja, acara musik pagi
hari, infotainment. Sebut saja acara-acara televisi yang populer pada saat ini. Acara-acara
televisi ini adalah bentuk globalisasi yang muncul di media massa Indonesia. Acara-acara ini
tidak hanya muncul, melainkan ditonton oleh banyak orang Indonesia dan merupakan acara
televisi favorit di Indonesia, dibuktikan dengan rating yang sangati tinggi, misalnya sinetron
Ganteng-Ganteng Serigala yang dalam beberapa minggu menduduki peringkat pertama
dengan Ganteng Ganteng Serigala dengan TVR 6,0 & SHARE 22,1% (Lampiran 1). Acaraacara ini juga menempatai jam tayang prime time yang merupakan jam tayang paling populer
dan paling banyak ditonton oleh masyarakat Indonesia.
Diperparah dengan konten dari kebanyakan acara televisi belakangan yang tidak
kreatif dan sepintas hanya merupakan copy paste dari acara televisi yang laku diluar negeri,
hal ini juga merupakan permasalahan yang berawal dari mulai banyaknya orang yang beralih
dari televisi swasta/nasional menuju ke televisi berbayar, yang membuat televisi
swasta/nasional harus berpikir ulang dan membuat konten yang baru untuk dapat menyaingi
menjamurnya televisi berbayar dengan konten-kontennya.
Globalsasi dalam bentuk televisi berbayar merupakan suatu permasalahan yang
memiliki dampak bertingkat dan harus dipecahkan satu persatu.


Analisis
Televisi berbayar, merupakan fenomena komunikasi massa menggunakan media
konvensional yang terbaharui, dimana komunikasi massa tidak lagi komunikatornya terbatas
oleh wilayah dan jaringan UHF maupun VHF yang ada didalam negara, tetapi bertambah
melalui satelit, parabola, dan bahkan melalui internet. Munculnya televisi berbayar seperti ini
akan berdampak ke berbagai aspek kehidupan masyarakat, apalagi jika kita membicarakan
mengenai globalisasi.
Sebenarnya aturan mengenai penyedia jasa televisi berbayar ini sudah ditulis secara
jelas dalam pasal 25 – 29, dan isinya secara khusus ada di pasal 26 yang berbunyi :

Lembaga Penyiaran Berlangganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 terdiri atas:
a. Lembaga Penyiaran Berlangganan melalui satelit;
b. Lembaga Penyiaran Berlangganan melalui kabel; dan
c. Lembaga Penyiaran Berlangganan melalui terestrial.
(2) Dalam menyelenggarakan siarannya, Lembaga Penyiaran Ber-langganan harus:
a. melakukan sensor internal terhadap semua isi siaran yang akan disiarkan dan/atau
disalurkan;
b. menyediakan paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) dari kapasitas kanal
saluran untuk menyalurkan program dari Lembaga Penyiaran Publik dan Lembaga
Penyiaran Swasta; dan

c. menyediakan 1 (satu) kanal saluran siaran produksi dalam negeri berbanding 10
(sepuluh) siaran produksi luar negeri paling sedikit 1 (satu) kanal saluran siaran
produksi dalam negeri.
(3) Pembiayaan Lembaga Penyiaran Berlangganan berasal dari :
a. iuran berlangganan; dan

b. usaha lain yang sah dan terkait dengan penyelenggaraan penyiaran.

Permasalahannya ada di pasal 2 dimana seringkali layanan penyedia televisi berbayar
melakukan sensor terhadap siaran, karena mereka sendiri tidak memiliki teknologi yang
cukup dan tidak memiliki hak sensor terhadap acara televisi dari luar negeri. Ayat B dan C
juga seirngkali tidak diindahkan karena sebagian televisi berbayar tidak mewajibkan
pelanggannya untuk berlangganan stasiun televisi dalam negeri. Hal ini juga dipersulit
dengan sedikitnya stasiun televisi dalam negeri yang bisa di relay melalui jaringan satelit
ataupun kabel.
Dari segi komponen komunikasi massa, yang harus diperhatikan adalah aspek
gatekeeper dan regulator . Gatekeeper disini adalah penyedia layanan televisi berbayar,

dimana mereka memiliki peran untuk menjaga konten dan memfilter konten yang diberikan
kepada masyarakat Indonesia. Seringkali konten yang diberikan tidaklah sesuai dengan
aturan yang berlaku, tidak mengikuti KPI, dan tidak sesuai dengan etika yang ada di negara
ini. Sebut saja film-film di televisi seperti HBO yang bermuatan dewasa, atau siaran olahraga
yang mengandung kekerasan seperti WWE dan UFC, dan berbagai acara televisi lain yang
tidak sesuai dengan budaya Indonesia. Gatekeeper harus mampu merubah konten dari dalam,
demi kebaikan masyarakat Indonesia dan penontonnya sendiri, jangan hanya mementingkan
keuntungan dan menjual acara televisi luar secara mentah-mentah.
Sedangkan Regulator adalah pemerintah, dimana pemerintah juga tidak terlalu peduli
dan seperti membiarkan saja banyaknya munculnya televisi berbayar yang tidak dibarengi
dengan munculnya televisi nasional, swasta dan daerah. Selain itu peraturan yang ada juga
tidak diaplikasikan secara utuh, seringkali televisi berbayar menjadi eksklusif dan luput dari
peraturan yang ada, padahal peraturan berlaku untuk seluruh lembaga penyiaran, bahkan ada
undang-undang khusus yang berhubungan dengan televisi berbayar.

Dampak globalisasi tidak langsung dari munculnya televisi berbayar mulai terasa,
misalnya dengan menjamurnya gaya luar seperti Korea, Jepang, dan barat yang programnya
banyak di televisi berbayar, pengaruh tidak langsung lainnya adalah mulai berubahnya acara
televisi dengan mengadopsi dari berbagai acara televisi di luar yang sedang populer.
Buruknya adalah ketika acara yang diadopsi tidak sesuai dengan nilai-nilai maupun etika
yang ada di Indonesia. Misalnya saja acara musik seperti Dahsyat, Inbox, dll yang
mengadopsi dari acara musik barat seperti MTV.
Memang tentu saja, perkembangan teknologi yang disediakan oleh televisi berbayar
sangat banyak, yang belum mampu diikuti oleh stasiun televisi nasional, swasta dan lokal.
Sehingga tidak aneh bagi masyarakat yang memiliki uang berlebih untuk berlangganan
televisi berbayar yang berisi berbagai siaran yang tidak ada di stasiun televisi nasional,
swasta maupun lokal.
Kepemilikan stasiun televisi berbayar juga memiliki pengaruh terhadap perilaku
sosial dan komunikasi di masyarakat, dimana televisi berbayar terutama yang memakai
parabola menjadi tempat untuk meningkatkan status dan derajat sosial sehingga terlihat lebih
kaya, berkelas dan berpendidikan. Interaksi sosial juga bisa berubah karena televisi berbayar,
orang yang memiliki televisi berbayar cenderung menjadi opinion leader karena terpapar
akan lebih banyak informasi dari orang-orang yang hanya sebatas memiliki televisi biasa.
Televisi berbayar juga menawarkan teknologi HD (high definition) dan mendukung
kualitas suara yang lebih baik daripada televisi biasa. Hal ini membuat televisi berbayar dapat
menjadi substitusi perilaku massal, seperti pergi ke konser yang dapat diganti dengan
menonton konser di stasiun televisi luar, menonton sepakbola tidak perlu datang ke stadion
atau nonton bareng, menonton film tidak perlu ke bioskop, dan kegiatan-kegiatna lainnya

Simpulan
Televisi berbayar memang memiliki banyak keunggulan dibandingkan televisi
nasional baik dari segi kualitas tanyangan, kuantitas program acara, dan secara teknologi.
Ada televisi berbayar yang menyediakan ratusan acara televisi, dan ada yang bisa direkam
serta diputar ulang di acara yang kita mau (tv on demand), maka tidak aneh bila seiring
dengan tumbuhnya ekonomi masyarakat Indonesia, tumbuh pula keinginan untuk
mendapatkan fasilitas yang lebih.
Yang menjadi permasalahan adalah ketika globalisasi melalui televisi berbayar tidak
bisa ditahan dan meyebabkan berbagai aspek negatif baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap kehidupan kita sehari-hari. Misalnya perilaku kita yang berubah, gaya
busana, budaya yang perlahan-lahan berubah, bahkan dampak ekonomi kita yang menjadi
semakin konsumtif.
Hak siar sepakbola, berjumlah sangat mahal, tetapi sepakbola adalah salah satu
kebutuhan dasar bagi mayoritas laki-laki dan jumlah penikmatnya sangat besar di Indonesia,
maka ketika hak siar Liga Inggris diambil oleh Orange Tv, tidak sedikit orang yang akhirnya
memilih berlangganan televisi berbayar tersebut hanya karena ingin menonton sepakbola
Liga Inggris, tidak sedikit juga cafe-cafe, restoran, dan juga mini-market yang berlangganan
televisi berbayar tersebut hanya agar tempatnya dijadikan tempat untuk menonton sepakbola.
Bila pemerintah tidak mengambil alih monopoli televisi berbayar dan memajkan televisi
nasional, swasta maupun lokal. Seara perlahan-lahan media massa kita akan diambil oleh
televisi berbayar yang memiliki kualitas dan kuantitas yang lebih daripada stasiun televisi
yang kita miliki.

Meskipun peminatnya masih belum terlalu banyak, televisi berbayar mulai
digandrungi oleh masyarakat, sering kita lihat mulai banyak yang memasang parabola,
menarik kabel fiber optik dan berbagai sarana televisi berbayar lainnya. Saat ini pengaruhnya
belum terlalu luas, tetapi bila tidak ditahan, maka semakin banyak orang yang akan memiliki
televisi berbayar dan membuat masyarakat meninggalkan atau mengurangi intensitas
menonton televisi nasional, swasta dan lokal kita, yang meskipun memiliki kekurangan
tersendiri tetap saja adalah produk dalam negeri yang berisi konten yang disesuaikan dengan
kebudayaan serta nilai-nilai yang berlaku di negara ini.
Perubahan belum tentu buruk, perubahan dapat mendorong hal-hal positif yang lebih
baik, yang terpenting adalah bagaimana kita dapat meminimilasir hal-hal buruk. Salah satu
komponen dari komnikasi massa menurut Hiebert, unghurait, dan Bohn adalah Filter, dimana
ini adalah batasan kita untuk memilih mana yang baik dan mana yang buruk bagi diri kita
sendiri. Edukasi dan literasi media yang baik dapat membantu mengembangkan filter diri kita
sendiri, sehingga kita dapat memilah acara yang lebih baik dan mendapatkan manfaat dari
perubahan ini, terutama perubahan melalui televisi berbayar.

Daftar pustaka
Ardianto, elvinaro dkk (2007). Komunikasi massa suatu pengantar. Bandung:Refika Offset
Rakhmat, Jallaudin (1999). Psikologi komuniakasi, bandung: Pt Remaja rosdakarya
Rogers, Everett (1997), A history of communication studies, NewYork: Free Press