FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI GIZI BUR

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI GIZI BURUK
PADA BALITA DI PUSKESMAS DESA ATAMBUA PROVINSI
NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2018

METODOLOGI PENELITIAN KUANTITATIF

DISUSUN OLEH :
FEBI QODRIYAH
2015-31-070
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
JAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Balita merupakan anak yang telah menginjak usia di atas 1 tahun atau
lebih popular dengan usia anak dibawah lima tahun. Masa balita merupakan usia
penting dalam tumbuh kembang anak secara fisik. Pada usia tersebut,
pertumbuhan seorang anak sangatlah pesat sehingga memerlukan asupan zat gizi


yang sesuai dengan kebutuhannya. Kondisi kecukupan gizi tersebut sangatlah
berpengaruh dengan kondisi kesehatannya secara berkesinambungan pada masa
mendatang (Hindah,2006).
Gizi buruk merupakan tingkat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi
energi dan protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup
lama. Gizi buruk diketahui dengan cara pengukuran berat badan (BB) menurut
tinggi badan (TB) dan atau umur dibandingkan dengan standar, dengan atau tanpa
tanda-tanda klinis (marasmus, kwarsiorkor). Batas gizi buruk pada balita adalah
kurang dari -3.0 SD baku WHO (sandjaja,2009)
Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) Memberikan indikasi masalah
gizi secara umum karena berat badan berkorelasi positif dengan umur dan tinggi
badan. Berat badan menurut umur rendah dapat disebabkan karena pendek
(masalah gizi kronis) atau menderita penyakit infeksi (masalah gizi akut). Indeks
Tinggi Badan menurut Umur (TB/U). Memberikan indikasi masalah gizi yang
sifatnnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama. Misalnya:
kemiskinan, perilaku hidup tidak sehat, dan asupan makanan kurang dalam waktu
yang lama sehingga mengakibatkan anak menjadi pendek. Indeks Berat Badan
menurut Tinggi Badan (BB/TB),Memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnnya
akut sebagai akibat dari peristiwa yang terjadi dalam waktu yang tidak lama

(singkat). Misalnya terjadi wabah penyakit dan kekurangan makan (kelaparan)
yang menyebabkan anak menjadi kurus. Indikator BB/TB dan IMT/U dapat
digunakan untuk identifikasi kurus dan gemuk. Masalah kurus dan gemuk pada
umur dini dapat berakibat pada risiko berbagai penyakit degenerative pada saat
dewasa (Teori Barker). Masalah gizi akut-kronis adalah masalah gizi yang
memiliki sifat masalah gizi akut dan kronis. Contoh: anak yang kurus dan pendek
(Riskesdas,2013).
Sesuai dengan standar WHO, suatu wilayah dikatakan kategori baik bila
prevalensi balita pendek kurang dari 20% dan prevalensi balita kurus kurang dari
5%. Suatu wilayah dikatakan mengalami masalah gizi akut bila prevalensi balita
pendek kurang dari 20% dan prevalensi balita kurus 5% atau lebih
(Kemenkes,2016)

UNICEF menemukan jutaan anak di Asia Tenggara dan Asia Selatan yang
tidak mendapatkan gizi yang dibutuhkannya bagi perkembangan mental dan fisik
di masa kanak-kanak, serta memaksimalkan produktivitas mereka saat dewasa.
Menurut data yang disajikan majalah The Lancet tahun 2008, kekurangan gizi
pada ibu dan anak merupakan penyebab lebih dari sepertiga jumlah kematian anak
serta 11 persen dari total orang sakit di seluruh dunia (UNICEF,2011).
Di Indonesia Prevalensi gizi buruk dan gizi kurang pada Balita, terdapat

3,4% Balita dengan gizi buruk dan 14,4% gizi kurang. Masalah gizi buruk-kurang
pada Balita di Indonesia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang masuk
dalam kategori sedang (Indikator WHO diketahui masalah gizi buruk-kurang
sebesar 17,8%) (Kemenkes,2017).
Berdasarkan data laporan di Puskesmas desa Atambua Provinsi Nusa
Tenggara Timur adalah wilayah dengan gizi buruk dan kurang tertinggi pada usia
0-59 bulan (28,2%). Pada tahun 2017 terdapat 10,8% balita dengan gizi buruk dan
15,6% balita dengan gizi kurang, jumlah ini mengalami kenaikan dari tahun
sebelumnya yaitu 9,8% balita dengan gizi buruk dan 10,5% balita dengan gizi
kurang pada tahun 2016.
Survei Sosial Ekonomi Nasional 1998 melaporkan sekitar 2,4 juta anak
balita menderita gizi buruk, dengan dampak jangka pendek meningkatkan angka
morbiditas dan dampak jangka panjangnya adalah rendahnya kualitas sumber
daya manusia generasi mendatang dilihat dari kecerdasan, kreativitas, dan
produktivitas. IQ penderita gizi buruk lebih rendah 10-15 poin dan tinggi badan
yang lebih rendah 8 cm dibandingkan anak bukan penderita gizi buruk
(Tatag,2005).

Masalah gizi kurang dan gizi buruk dapat menjadi faktor penghambat
dalam pembangunan nasional. Saat ini diperkirakan sekitar 50% penduduk

Indonesia atau lebih dari 100 juta jiwa mengalami beranekan masalah kekurangan
gizi, masalah gizi kurang sering luput dari penglihatan atau pengamatan biasa dan
sering kali tidak cepat ditanggulangi, padahl dapat memunculkan masalah besar.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengungkapkan pentingnya penanggulangan

kekurangan gizi dalam kaitannya dengan upaya peningkatan SDM pada seluruh
kelompok umur sesuai siklus kehidupan. Karena akan berdampak pada
pertumbuhan ekonomi negaea, investasi gizi juga berperan penting dalam
memtuskan lingkaran setan kemiskinan dan kurang gizi sebagai upaya
peningkatan SDM (Maryana,2016).
Penyebab gizi buruk dapat dilihat dari berbagai jenjang/tingkatan, yaitu
penyebab langsung, penyebab tidak langsung dan penyebab mendasar. Penyebab
langsung merupakan faktor yang langsung berhubungan dengan kejadian gizi
buruk, yakni konsumsi makanan yang buruk dan adanya penyakit. Bahkan antara
asupan gizi dan penyakit terjadi interaksi yang saling menguatkan untuk
memperburuk keadaan. Interkasi ini dapat berakibat fatal penyebab kematian dini
pada anak-anak. Penyebab tidak langsung merupakan faktor yang mempengaruhi
penyebab langsung. Seperti akses mendapatkan makanan yang kurang, perawatan
dan pola asuh anak kurang, dan pelayanan kesehatan serta lingkungan buruk atau
tidak mendukung kesehatan anak-anak. Faktor inilah yang mempengaruhi rendah

buruknya asupan makanan/gizi anak dan terjadinya penyakit pada anak-anak.
Penyebab mendasar terjadinya gizi buruk terdiri dari dua hal, yakni faktor sumber
daya potensial dan faktor yang menyangkut sumber daya manusia (pengawasan,
ekonomi, dan organisasi ). Pengelolaan sumber daya potensial sangat erat
kaitannya dengan politik dan ideologi, suprastruktur, dan struktur ekonomi.
Sedangkan factor sumber daya berkaitan erat dengan kurangnya pendidikan
rakyat. Pemberdayaan rakyat melalui pendidikan sangat penting, artinya untuk
mengatasi penyebab tidak langsung gizi buruk (Irianton,2006)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Mazarina Devi tahun 2010 dari
hasil uji multivarian menunjukkan bahwa faktor yang paling dominan
berhubungan dengan status gizi adalah jenis pekerjaan ayah dan jenis pekerjaan
ibu. Berdasarkan data tingkat pendidikan orang tua dan jenis pekerjaan orang tua,
keluarga yang menjadi sampel memperlihatkan indikasi dari golongan keluarga
yang tingkat pendapatannya rendah. Jenis Kelamin, umur balita, jumlah anggota

keluarga, tingkat pendidikan orang tua, dan jenis pekerjaan orang tua
berhubungan dengan status gizi balita di pedesaan.
Penelitian yang dilakukan Rona Firmana Putri tahun 2015 menyebutkan
Terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu, pekerjaan ibu,

pendapatan keluarga, jumlah anak dan pola asuh ibu dengan status gizi anak
balita. Pekerjaan ibu merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan
status gizi. Faktor pengetahuan ibu tidak dapat dilakukan uji statistik sehingga
tidak didapatkan hubungan.
Berdasarkan penelitian Lastanto tahun 2015 menyebutkan ada hubungan
terkait antara tingkat pengetahuan ibu, pendapatan keluarga, dan pemberian ASI
eksklusif dengan kejadian balita gizi kurang, dan tidak ada hubungan antara
tingkat pendidikan ibu dengan kejadian balita gizi kurang.
Berdasarkan penelitian terkait dapat disimpulkan bahwa faktor yang
mempengaruhi gizi buruk pada balita adalah pemberian ASI eksklusif, pekerjaan
orang tua, pendapatan keluarga, jumlah anak dan pola asuh ibu.
Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian kuantitatif untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Gizi Buruk Pada Balita di Puskesmas Desa Atambua Provinsi
Nusa Tenggara Timur Tahun 2018.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan data yang disajikan majalah The Lancet

tahun 2008,


kekurangan gizi pada ibu dan anak merupakan penyebab lebih dari sepertiga
jumlah kematian anak serta 11 persen dari total orang sakit di seluruh dunia, di
Indonesia Prevalensi gizi buruk dan gizi kurang pada Balita, terdapat 3,4% Balita
dengan gizi buruk dan 14,4% gizi kurang, dan masalah gizi buruk di Puskesmas

desa atambua provinsi nusa tenggara timur pada tahun 2017 terdapat 3,8% balita
dengan gizi buruk dan 15,6% balita dengan gizi kurang, jumlah ini mengalami
kenaikan dari tahun sebelumnya yaitu 3,5% balita dengan gizi buruk dan 10,5%
balita dengan gizi kurang pada tahun 2016.
Masalah gizi buruk pada balita di puskesmas desa atambua provinsi nusa
tenggara timur ini meningkat sejak bulan Februari 2017 sampai Januari 2018 dan
belum diselesaikan lebih lanjut, gizi buruk ini tidak hanya berdampak kepada
balita dan keluarganya namun juga berdampak pada negara.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Apasajakah Faktor-Faktor yang mempengaruhi gizi buruk pada balita di
Puskesmas desa atambua provinsi nusa tenggara timur tahun 2018
2. Apakah ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan gizi buruk
pada balita di Puskesmas desa atambua provinsi nusa tenggara timur
tahun 2018

3. Apakah ada hubungan antara pekerjaan orang tua dengan gizi buruk pada
balita di Puskesmas desa atambua provinsi nusa tenggara timur tahun
2018
4. Apakah ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan gizi buruk pada
balita di Puskesmas desa atambua provinsi nusa tenggara timur 2018
5. Apakah ada hubungan antara jumlah anak dengan gizi buruk pada balita
di Puskesmas desa atambua provinsi nusa tenggara timur 2018
6. Apakah ada hubungan antara pola asuh ibu dengan gizi buruk pada balita
di Puskesmas desa atambua provinsi nusa tenggara timur tahun 2018

1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1

Tujuan Umum
Untuk mengetahui Apasajakah Faktor-Faktor yang mempengaruhi gizi

buruk pada balita di Puskesmas desa atambua provinsi nusa tenggara timur Tahun
2018.

1.4.2


Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif
dengan gizi buruk pada balita di Puskesmas desa atambua provinsi nusa
tenggara timur tahun 2018
2. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara pekerjaan orang tua
dengan gizi buruk pada balita di Puskesmas desa atambua provinsi nusa
tenggara timur tahun 2018
3. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara pendapatan keluarga
dengan gizi buruk pada balita di Puskesmas desa atambua provinsi nusa
tenggara timur 2018
4. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara jumlah anak dengan gizi
buruk pada balita di Puskesmas desa atambua provinsi nusa tenggara
timur tahun 2018
5. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara pola asuh ibu dengan gizi
buruk pada balita di Puskesmas desa atambua provinsi nusa tenggara
timur tahun 2018

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1

Manfaat bagi mahasiswa
Sebagai informasi data penelitian serta dapat menjadi referensi

tambahan bagi penelitian serupa. Menambah pengetahuan mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi gizi buruk pada balita di Puskesmas desa atambua
Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2018.

1.5.2

Manfaat bagi masyarakat
Memberikan pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi gizi
buruk pada balita

1.5.3

Manfaat bagi puskesmas

Sebagai bahan acuan dan evaluasi untuk melakukan intervensi yang lebih
baik lagi dalam meningkatkan status gizi balita melaului program-program

1.5.4

Manfaat bagi institusi pendidikan
Dapat menjadi referensi dan bahan pembelajaran tentang gizi buruk, dan
dapat menjadi bahan kajian pengembangan penelitian tentang gizi buruk.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai April 2018 oleh Mahasiswa
Kesehatan Masyarakat Universitas Esa Unggul. Sasaran Penelitian adalah Ibu
yang memeiliki balita di pada balita di Puskesmas desa atambua provinsi nusa
tenggara timur. Tujuannya dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi gizi buruk pada balita di Puskesmas desa
atambua provinsi nusa tenggara timur Tahun 2018. Penelitian ini dilakukan karena
terdapat peningkatan jumlah kasus gizi buruk di Puskesmas desa atambua provinsi
nusa tenggara timur. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif.