Pembangunan Jalur Pejalan Kaki Hubungan

Pembangunan Jalur Pejalan Kaki : Hubungan Antara Kesehatan, Keselamatan dan Pedagang
Kaki Lima
Ahmad Zubair, 1206242353
Departemen Geografi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia

Abstrak
Salah satu komponen utama dalam sistem transportasi adalah aktivitas berjalan. Banyak
masyarakat beraktvitas sehari-hari dengan berjalan. Ketersediaan jalur pejalan kaki ini menjadi
isu penting saat ini. Bagaimana sebuah ruang dapat dibentuk menjadi sebuah jaringan yang dapat
menciptakan aksesibilitas yang efektif, aman, nyaman dan sehat. Pembangunan jaringan tersebut
kiranya dapat memperbaiki sistem transportasi khususnya di perkotaan untuk meningkatkan
efesiensi baik aktivitas di sektor sosial maupun ekonomi. Keselamatan dan kesehatan pelaku
pejalan kaki menjadi prioritas mengingat tujuan dibangunnya jaringan tersebut. Namun hal itu
menemui banyak permasalahan, diantaranya adalah kondisi fasilitas yang belum lengkap,
perilaku keruangan pejalan kaki serta keberadaan pedagang kaki lima yang dapat berdampak
pada kenyamanan serta keberlangsungan aktivitas pejalan kaki itu sendiri. Untuk itu diperlukan
pertimbangna terhadap beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas sarana dan prasarana
serta kondisi site dan situation di jalur pejalan kaki tersebut.
Kata kunci : Pejalan kaki, jalur pejalan kaki, aksesibilitas, keselamatan dan kesehatan, pedagang kaki lima

Pendahuluan

Manusia setiap saat pasti bergerak dan berpindah tempat dari satu tempat ke tempat lain.
Aktivitas berpindah tempat tersebut dapat dilakukan dengan berjalan menggunakan kaki. Jalan
kaki merupakan aktivitas yang popular, serba guna, gampang dilakukan dan berpotensi
menyenangkan yang disarankan dalam arti meningkatkan level aktivitas fisik untuk kebanyakan
masyarakat (Dalam Villanueva, 2014 ; Simpson , 2003). Pejalan kaki bergerak menyusuri jalan,
yang sebagian besar dilakukan di jalan-jalan perkotaan atau di CBD, sehingga diperlukan jalanjalan khusus bagi pejalan kaki, yang dapat berbentuk trotoar, selasar, dan jembatan

penyeberangan di CBD (Laufried, 2013 : 30). Keberadaan trotoar serta pembangunan jalur
khusus pejalan kaki itu pun dimanfaatkan oleh beberapa orang untuk berdagang, khususnya di
negara-negara dunia ketiga. Pedagang tersebut dikenal sebagai pedagang kaki lima. Kondisi ini
sangat mempengaruhi peilaku orang-orang yang melewati jalur tersebut. Selain itu, kesehatan
menjadi isu penting ketika orang-orang tidak dapat melewati trotoar karena terhalang oleh para
pedagang dan mengkonsumsi makanan dan minuman yang dijual di sana. Isu-isu lain pejalan
kaki tidak hanya mengenai dampak ekonomi yang diberikan seperti penjual yang berada di
pinggir jalan, namun juga adanya keterkaitan dengan kemampuan berjalan setiap hari akan
pengaruhnya terhadap kondisi kesehatan tubuh baik dari anak-anak, kalangan muda maupun tua.
Aktivitas fisik merupakan faktor risiko utama untuk penyakit diabetes , penyakit jantung
kelebihan berat badan dan obesitas serta beberapa jenis kanker (Departemen Kesehatan dan
Pelayanan Manusia Amerika Serikat, 1996). Jalan kaki adalah kegiatan mendasar bagi kesehatan
jiwa dan raga , memberikan latihan fisik dan relaksasi . Berjalan adalah kegiatan sosial dan

rekreasi ( Litman , 2011).
Keuntungan-keuntungan dari berjalan termasuk semua yang berhubungan dengan
peningkatan aktivitas fisik untuk individu (contohnya penguatan tulang dan melindungi tubuh
dari penyakit jantung) sama baiknya seperti meningkatkan kualitas kehidupan bersama
(contohnya mengurangi gangguan kemacetan dan meningkatkan bantuan jaringan sosial)
(Gielen, 2004 : 545). Keuntungan tersebut tidak diindahkan dengan adanya pedagang sepanjang
trotoar yang mampu menimbulkan masalah kesehatan pula terkait barang/dagangan yang dijual
seperti makanan, minuman, dll. Selain itu, ada pula beberapa kerugian yang dapat dirasakan
secara langsung seperti efektivitas jalan, lamanya arus perjalanan serta pengurangan

lebar

jalan/trotoar. Ketika kepadatan pejalan kaki melebihi angka maksimal, jumlah dan kecepatan
perjalanan menjadi tidak menentu (Colin, 2000: 26). Hal tersebut belum ditambah dengan
peningkatan jumlah pejalan kaki pada jam-jam tertentu. Seiring dengan jumlah dan kepadatan
aliran pejalan kaki yang meningkat dari kondisi sepi ke kondisi lebih ramai , kecepatan dan
kemudahan masyarakat untuk bergerak berkurang .
Jalur pejalan kaki , penggunaan lahan dan perilaku keruangan
Banyak dari penduduk yang menghabiskan waktu untuk bekerja atau melakukan kegiatan
dengan berjalan. Jaringan jalan adalah komponen yang penting dalam sistem kota yang


memfasilitasi bermacam jenis kegiatan dalam kehidupan kota. Struktur jalan kota mencerminkan
pola pergerakan manusia didalamnya (Jiang, 2011). Kota-kota didesain dengan jalur pejalan kaki
dengan pemikiran bahwa jalan kaki adalah kegiatan utama dalam transportasi untuk kebanyakan
aktivitas berpindah tempat dalam sebuah kota (Soto, 2012). Lain hal, berjalan juga dianggap
salah satu kebutuhan akan ruang untuk memenuhi kegiatan tersebut. Kebutuhan ruang untuk
berjalan menjadi pokok pembangunan dalam sebuah lingkungan dimana dalam setiap sistem
jaringan transportasi, harus ada ruang untuk berjalan. Hal itu menyebabkan penggunaan lahan di
suatu lingkungan menjadi penting karena sejauh mana ruang berjalan itu dapat ditransformasikan
menjadi jalur pejalan kaki yang optimal, sehat dan tidak mengganggu aktivitas lainnya. Ada
banyak pertentangan tentang kekuatan hubungan antara penggunaan lahan dan aktivitas berjalan
atau dampaknya mendatang, apakah penggunaan lahan lebih berhubungan dengan transportasi
atau dengan pejalan kaki dan sejauh mana lingkungan merubah perilaku atau orang memilih
lingkungan yang sesuai dengan preferensi kegiatan jalan mereka (Cao dkk , 2009).
Pembangunan jalur pejalan kaki mengalami beberapa permasahalan. Salah satu
permasalahan yang sedang dihadapi oleh pemerintah adalah adanya fregmentasi dari proses
perencanaan koordinasi terpusat (Asri, 2005 : 2312). Ini menunjukkan bahwa pembangunan
tidak bisa hanya dilaksanakan pada suatu lokasi tertentu tanpa adanya perencanaan
pembangunan pada suatu wilayah. Kondisi ini juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan serta
partisipasi masyarakat dalam membangun jalur pejalan kaki tersebut karena masyarakat pada

umumnya memiliki perilaku khusus terhadap jalur pejalan kaki. Masyarakat kini cenderung lebih
memilih jalan mana yang dirasa efisien untuk menuju suatu lokasi ketimbang memperhatikan
keselamatan serta ketersediaan jalan. Ini berkaitan dengan bagaimana faktor lingkungan sekitar
jalur tersebut dibangun. Untuk lebih memahami bagaimana membangun faktor lingkungan yang
dapat mempengaruhi partisipasi dalam aktivitas fisik, maka perlu diadakan untuk identifikasi dan
dokumentasi secara obyektif terhadap atribut spesifik dari lingkungan masyarakat yang mungkin
dipengaruhi (Owen dkk, 2002).
Soto (2012) menjelaskan bahwa Ballou (1978) mengidentifikasi beberapa faktor yang
mempengaruhi kualitas ruang pejalan kaki yang disediakan untuk mendukung kegiatan pejalan
kaki, diantaranya :
 Hubungan Spasial : skala (hubungan antara panjang, tinggi dan lebar jalan),
segmentasi (tahap-tahap di permulaan sampai akhir jalur yang dapat membedakan

pemandangan pejalan kaki) dan iklim (terlindungi oleh pepohonan atau kanopi
biasanya membuat jalur pejalan kaki lebih nyaman).
 Kebutuhan Keselamatan : Kontrol dari pejalan kaki dengan kendaraan (biasanya
di persimpangan dan tempat penyebrangan pejalan kaki), buffer zones antara jalan
raya dengan trotoar (biasanya diisi oleh ruang terbuka hijau (RTH) atau tempat
parker), pencahayaan dan fasilitas lainnya (rak koran, tempat sampah, telepon
umum, dll).

 Kenyamanan Fisik : Kecukupan alokasi ruang untuk berjalan, menunggu, melihat
dan mengamati (yang dianggap sebagai fungsi utama pejalan kaki dalam ruang
public), ruang untuk beridir atau duduk di titik yang diperkirakan padat pejalan
kaki

(seperti

atraksi

komersial,

tempat

pemberhentian

bus,

dan/atau

persimpangan), dan dimensi jaringan jalan dengan hubungannya untuk membagi

arus pejalan kaki.
 Kenyamanan Psikologi : personal buffer zones (kebutuhan ruang personal untuk
menghindari kontak dengan pejalan kaki lainnya dan merasa nyaman), pepohonan
dan tanaman (atau elemen lainnya yang memberikan kenyamanan visual), dan
ketersediaan petunjuk jalan yang memberikan informasi, arah dan keselamatan
pejalan kaki (seperti rambu lalu lintas, petunjuk arah dan elemen jalan lainnya).
Pada umumnya, pemerintah membiayai pembangunan infrastruktur, sementara
penggunaannya bisa saja digunakan untuk kepentingan publik, private, atau kombinasi dari
keduanya (Townsend, 2010 : 318). Seperti halnya pepohonan, rambu lalu lintas, pagar pembatas,
drainase serta ketersediaan tempat sampah. Atribut-atribut tersebut dapat mempengaruhi perilaku
masyarakat ketika melewati jalur tersebut. Kelengkapan sarana tersebut tentu keberadaannya
sangat penting bagi pemerintah untuk menyediakan fasilitas yang dapat berfungsi dengan
optimal agar keselamatan dan kesehatan pejalan kaki terjamin. Ini menunjukkan bahwa adanya
hubungan antara jalur pejalan kaki dengan keselamatan dan kesehetan pejalan kaki serta perilaku
pejalan kaki yang dapat menyebabkan ancaman kesehatan atau dari faktor eskternal lainnya.

Hubungan jalur pejalan kaki dengan keselamatan dan kesehatan

Jalan kaki adalah kegiatan mendasar bagi kesehatan jiwa dan raga , memberikan latihan
fisik dan relaksasi. Keselamatan dan kesehatan pejalan kaki merupakan faktor yang sangat

penting dalam menunjang aktivitas sepanjang jalur pejalan kaki. Menjadi pejalan kaki
merupakan hal yang beresiko. Resiko terbunuhnya pejalan kaki sembilan kali lebih besar
daripada yang berkendara dengan mobil/kendaraan bermotor per kilometer (Sebert, 2006 ;
Koornstra, 2003 ; Miller dkk, 1999). Terlepas dari jumlah insiden kecelakaan di jalan,
kepedulian terhadap kecelakaan dan keselamtan pejalan kaki sebagai isu utama kesehatan publik
sudah mulai muncul ke permukaan (Sebert, 2006 : 4). Laporan WHO pada tahun 2004
menjelaskan bahwa, sejarah mengatakan, isu keselamatan di jalan berhubungan terhadap
tanggung jawa sektor perencaaan kota dan transportasi tapi titik berat bahwa sektor kesehatan
publik mempunyai peran penting, berperan bersama dengan sektor lain dengan tujuan
menignkatkan keselamatan dan rasa kepedulian di jalan di dunia (Peden dkk, 2004). Pencegahan
terhadap kecelakaan lalu lintas yang lebih baik bukan hanya untuk mengurangi angka-angka
insiden kecelakaan, namun menjamin kondisi yang lebih aman di jalan untuk pejalan kaki dan
pesepeda bisa saja membuat banyak orang beradaptasi dalam perilaku berjalan dan bersepeda
sebagai salah satu gaya hidup yang lebih sehat (Peden dkk, 2004).
Kecelakaan lalu lintas dapat menyebabkan kerusakan baik fisik maupun mental bahkan
kematian. Anak-anak adalah kalangan yang paling rentan mengalami insiden kecelakaan dan
kurang memiliki pengawasan. Kemungkinan anak-anak terkena resiko kecelakaan lalu lintas
lebih besar daripada kalangan dewasa. Heather Paul (2003) menjelaskan bahwa orang tua
sebenarnya bisa berperan aktif dalam menjaga keselamatan anak mereka. Ada beberapa petunjuk
alternatif yang bisa orang tua ikuti diantaranya :

 Intruksikan anak-anak untuk memahami dan patuh terhadap semua rambu lalu lintas.
Seperti halnya lampu merah, itu berarti para pejalan kaki harus mempunyai izin untuk
menyebrang, tetapi harus berhenti terlebih dahulu dan harus melihat mobil/motor serta
jalan untuk keselamatan.
 Pastikan anak-anak melihat ke semua arah jalan sebelum menyebrang jalan. Ajari mereka
untuk berhenti sebelum menyebrang di persimpangan, lalu melihat ke kiri, ke kanan, dan
ke kiri lagi untuk melihat kondisi lalu lintas ketika meyebrang jalan.

 Tekankan pada anak-anak untuk tidak masuk ke jalan dari antara mobil yang sedang
parker atau dari belakang semak-semak. Kesalahan perhitungan masuk ke jalan bisa
menyebabkan insiden kecelakaan yang fatal.
 Intruksikan mereka untuk menyebrang jalan di pojok atau persimpangan dan pastikan
mereka mempunyai waktu yang cukup untuk memerhatikan kondisi lalu lintas karena
mereka belum mempunyai perhitungan kecepatan yang berbeda, hubungan spasial, jarak
dan kecepatan.
 Peringatkan anak-anak untuk berekstra hati-hati dalam kondisi cuaca yang buruk.
Penglihatan/jarak pandang yang kurang, dan memungkinkan kendaraan bermotor tidak
sempat untuk melihat mereka atau berhenti secara cepat.
 Demonstrasikan keselamatan pejalan kaki dengan menjadi model yang baik. Orang tua
seharusnya melindungi anaknya, bukan hanya memikirkan keselamtan diri sendiri,

namun bagaimana caranya menyelamatkan pejalan kaki lainnya juga.
Perhatian khusus terhadap anak atau kaum disabilitas memang penting bagi pejalan kaki
karena masing-masing individu seharsunya mempunyai rasa awas tersendiri untuk keselamatan
dan kesehatan mereka serta saling menolong individu lainnya. Berjalan, dilihat dari aktivitas
fisik dasar bahwa kebanyakan orang tua dan anak-anak bisa bekerja sama lebih mudah dan
murah di kehidupan sehari-hari dan memberikan kesehatan bagi diri mereka sendiri (Sebert,
2006 : 16). Aktivitas fisik merupakan faktor risiko utama untuk penyakit diabetes , penyakit
jantung kelebihan berat badan dan obesitas serta beberapa jenis kanker (Departemen Kesehatan
dan Pelayanan Manusia Amerika Serikat, 1996).
Oleh karena itu, komunitas kesehatan publik menjadi lebih tertarik terhadap kegiatan jalan
sebagai aktivitas fisik yang bisa membantu mengurangi tingkat obesitas dan berhubungan
dengan kondisi kesehatan lainnya seperti diabetes, serangan jantung, hipertensi dan stroke
(Sebert, 2006 : 16). Keterkaitan antara kesehatan individu khususnya dalam aktivitas fisik seperti
jalan kaki juga dipengaruhi oleh atribut lingkungan fisik disekitarnya. Para peneliti di kesehatan
masyarakat dan perencanaan perkotaan bidang transportasi telah menyoroti pentingnya
menggunakan ukuran objektif untuk membantu lebih memahami hubungan antara atribut
lingkungan fisik dan perilaku aktivitas fisik (Owen dkk, 2004). Hal ini menunjukkan bahwa
keselamatan dan kesehatan individu juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitar. Kondisi

lingkungan sekitar jalan turut menunjang kesehatan masyarakat yang melewati tempat tersebut.

Seperti kondisi jalur pejalan kaki, apakah diiringi dengan pepohonan yang dapat menyerap
polutan, jarak antara jalan raya dengan trotoar, jumlah kendaraan, rata-rata kecepatan lalu lintas,
perilaku pejalan kaki serta halangan lainnya yang dapat menimbulkan kerugian fisik bagi
individu. Salah satu kerugian tersebut dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Halanganhalangan tersebut dapat berupa sampah, polusi, serta keberadaan pedagang kaki lima.
Pengaruh pedagang kaki lima terhadap aktivitas pejalan kaki
Jalan memberikan peran penting dalam ruang publik yaitu tempat dimana orang-orang
berinteraksi dengan komunitas mereka (Litman, 2011 : 11). Beberapa orang menganggap bahwa
keberadaan jalan/jalur pejalan kaki adalah sebuah ruang yang dapat memberikan keuntungan
ekonomi bagi mereka. Mereka biasanya dikenal sebagai pedagang kaki lima. Pedagang kaki
lima merupakan pilihan alternatif untuk beberapa orang yang kehilangan pekerjaan di sektor
formal (Bhowmik, 2005). Banyak dari mereka adalah orang-orang yang dahulunya tidak bekerja
di sektor formal (langsung terjun menjadi pedagang) dan bekerja di sektor informal. Biasanya
pedangang kaki lima ditemukan secara bergerombol. Bila dibandingkan dengan pedagang kaki
lima Asia, mereka adalah individu sosialis dimana mereka biasanya lebih memilih untuk
beraktivitas bersama dan selalu dalam kelompok ketimbang berdagang sendiri (Hidayat, 2012 :
198). Seiring dengan banyaknya pejalan kaki yang berlalu lalang, maka semakin banyak
kesempatan bagi pedagang kaki lima untuk memperoleh keuntungan.
Berdasarkan isu pedagang kaki lima, ada dua opini muncul, beberapa tidak setuju dengan
keberadaan pedangang kaki lima, sementara beberapa menganggap bahwa pedagang kaki lima
adalah hal yang menarik dan membuat sebuah perjalanan lebih menyenangkan (Hidayat, 2012 :

197). Terlepas dari barang dagangan yang didagangkan, kondisi lingkungan sekitar jalur pejalan
kaki juga akan mempengaruhi pejalan kaki untuk tetap melewati jalur tersebut seperti adanya
kanopi (menahan panas matahari) atau pepohonan serta fasilitas lainnya yang dapat memberikan
keuntungan eksplisit bagi para pedagang. Ini sangat mempengaruhi perilaku pejalan kaki,
semakin nyaman para pejalan kaki maka semakin lama pula mereka akan tetap berada disana ;
semakin lama mereka tetap berada disana, maka ada kesempatan yang lebih baik mereka akan
membeli (Soto, 2012).

Kehadiran pedagang kaki lima sering dianggap sebagai halangan bagi arus pejalan kaki,
tetapi aktivitas mereka seharusnya diakomodasikan oleh pembuatan kebijakan dan manajemen
untuk mendapatkan keuntungan dari trotoar itu sendiri dan untuk mendukung ekonomi kota
(Hidayat, 2002 : 195). Namun, tingkat sirkulasi belum dapat mendukung kenyamanan pejalan
kaki yang disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: (1) kendaraan parkir di trotoar, (2) jumlah
pedagang kaki lima yang banyak, (3) terdapat bangunan pos polisi, (4) kerapatan lalulintas yang
tinggi, (5) jalur pejalan kaki yang tidak sama tinggi, dan (6) jalur pejalan kaki yang tidak
menerus atau konektivitas yang kurang baik (Ishak, 2012 : 60). Bagaimana pun juga,banyaknya
rintangan di pinggir jalan itu lah yang menyebabkan pejalan kaki susah melewati jalur tersebut
(Hidayat, 2012 : 195). Dengan banyaknya rintangan itulah, beberapa pejalan kaki terkadang
lebih memilih jalur lain seperti menggunakan moda transportasi lain, atau bahkan mengganti
rute/preferensi dalam aktivitasnya
Ada beberapa faktor yang menjadi pusat perhatian bagi pemerintah seiring dengan
menjamurnya pedagang kaki lima di jalanan. Faktor tersebut diantaranya adalah : kenyamanan
para pejalan kaki, interaksi jalur pejalan kaki, keselamatan dan kesehatan, atraksi pedagang kaki
lima, permasalahan pedagang kaki lima, regulasi pedagang kaki lima, jaringan jalan,
ketersediaan ruang dan kondisi jalan. Berkaitan dengan faktor kesehatan dan keselamatan,
khususnya yang disebabkan oleh pedangang kaki lima adalah dimana produk yang dijual
memberikan efek negatif bagi para konsumen (pejalan kaki). Beberapa diantaranya adalah : (1)
makanan dan minuman yang tidak steril, tercampur dengan polusi udara, (2) kandungan bahan
kimia berbahaya yang biasanya terdapat dalam minuman dan makanan di pinggir jalan, (3)
lapak/ruang yang berdekatan dengan jalan mengindikasikan tingkat polusi yang tinggi yang
dapat membahayakan tubuh, (4) lokasi yang rawan kecelakaan lalu lintas dan hal lainnya.
Meskipun pedagang kaki lima memainkan peran penting terhadap perekonomian kota,
keberadaan mereka sering tidak diinginkan oleh pihak berwenang. Faktanya, ketersediaan
kegiatan ekonomi outdoor sepertinya sangat penting untuk ekonomi keluarga pedagang tersebut
(Hidayat, 2012 : 203). Sesuai dengan harga yang ditawarkan, para pedagang kaki lima seakan
tetap tidak henti mencari ruang untuk berdagang karena konsumen kerap mencari barang/produk
yang lebih murah dan hal itu dapat dipenuhi oleh para pedagang kaki lima. Namun, sayangnya
kesempatan itu tidak diiringi oleh standarisasi keselamatan serta kesehatan produk yang dijual.

Kesimpulan
Kebutuhan ruang untuk berjalan menjadi pokok pembangunan dalam sebuah lingkungan
dimana dalam setiap sistem jaringan transportasi, harus ada ruang untuk berjalan. Sehubungan
dengan ketersediaan ruang, bagaimana sebuah ruang dapat meningkatkan efesiensi aktivitas fisik
individu dalam kehidupan sehari-hari. Persepektif lain mengatakan dengan jelas bahwa berjalan
merupakan sebuah komponen utama dalam sistem transportasi, dan hal itu meningkatkan
kegiatan berjalan dan menyediakan keuntungan yang signifikan kepada masyarakat. Dengan
memperbaiki sarana prasarana pejalan kaki maka akan meningkatkan aksesibilitas, dapat
menyimpan ongkos publik dan konsumen, meningkatkan taraf kehidupan, memperbaiki
kesehatan publik dan mendukung pembangunan ekonomi strategis, penggunaan lahan dan
persamaan objek. (Litman, 2011). Jalur pejalan kaki dilihat dari kondisi fisik jalur tersebut serta
bagaimana kondisi lingkungan sekitar yang dapat mendukung keberlangsungan jalur tersebut.
Ada beberapa aspek yang harus dipenuhi dalam pembangunan jalur tersebut, diantaranya :
 Hubungan spasial
 Kebutuhan Keselamatan
 Kenyamanan Fisik
 Kenyamanan Psikologi
Pembangunan tersebut seharusnya diiringi oleh kriteria-kriteria dalam perencanaan jaringan
jalur pejalan kaki agar menciptakan sebuah jaringan yang nyaman, aman dan lebih efektif agar
sirkulasi dan arus berjalan dengan baik. Namun, tingkat sirkulasi belum dapat mendukung
kenyamanan pejalan kaki yang disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: (1) kendaraan parkir di
trotoar, (2) jumlah pedagang kaki lima yang banyak, (3) terdapat bangunan pos polisi, (4)
kerapatan lalulintas yang tinggi, (5) jalur pejalan kaki yang tidak sama tinggi, dan (6) jalur
pejalan kaki yang tidak menerus atau konektivitas yang kurang baik (Ishak, 2012 : 60
Kondisi tersebut juga seharusnya didukung oleh peran pemerintah sebagai penyedia fasilitas
dalam membentuk suatu jalur yang sehat. Peran sektor kesehatan publik dalam menangani
kesehatan masyarakat dapat direalisasikan dengan mendukung aktivitas fisik tersebut menjadi
gaya hidup sehat serta tersedianya jalur pejalan kaki yang aman. Keselamatan diutamakan bagi
pejalan kaki khususnya untuk anak-anak yang masih perlu mendapatkan pengawasan lebih agar

terhindar dari insiden kecelakaan. Perlu adanya kerja sama dari berbagai sektor untuk
memberikan lingkungan yang sehat dan nyaman bagi para pelaku pejalan kaki didalamnya.
Selain daya dukung lingkungan, hal lain yang perlu diperhatikan adalah keberadaan pedagang
kaki lima yang menjamur di pinggir jalan dan menetap di jalur pejalan kaki/trotoar. Kehadiran
pedagang kaki lima sering dianggap sebagai halangan bagi arus pejalan kaki, tetapi aktivitas
mereka seharusnya diakomodasikan oleh pembuatan kebijakan dan manajemen untuk
mendapatkan keuntungan dari trotoar itu sendiri dan untuk mendukung ekonomi kota (Hidayat,
2002 : 195). Perlu adanya kebijakan yang tepat dan manajemen dari pemerintah dalam
menangani keberadaan pedagang kaki lima untuk meminimalisasi dampak negatif yang
diberikan seperti menjadi penghalang lalu lintas, pemandangan lingkungan yang kumuh,
substansi barang/produk yang diberikan terkait dengan kesehatan dan keselamatan pejalan kaki.
Referensi

Andrea Carlson Gielen, S. D. (2004). Child Pedestrians: the Role of Parental Beliefs and
Practices in Promoting Safe Walking in Urban Neighborhoods. Journal of Urban
Health : Bulletin of The New York Academy of Medicine, Vol.81, No. 4, 545-555.
Asri, D. U. (2005). PARTICIPATORY PLANNING TOWARD AN INTEGRATED
TRANSPORTATION MASTERPLAN FOR JABODETABEK. Eastern Asia Society for
Transportation Studies (pp. 2308-2319). Jakarta: Directorate of Transportation National
Development Planning Agency the Republic of Indonesia.
Barbara B. Brown, I. Y.-J. (2009). Mixed landuse and walkability : Variations in landuse
measures and relationships with BMI, overweight, and obesity. Health & Place, 11301141.
Eva Leslie, N. C. (2007). Walkability of local communities: Using geographic information
systems to objectively assess relevant environmental attributes. Eearth and Place, 111122.
Henson, C. (2000). Levels Of Service For Pedestrian. ITE, 26-30.

Ishak, S. (2012). Tingkat Pelayanan Serta Ketersediaan Sarana dan Prasarana Pejalan Kaki di
Pantai Losari Kota Makassar. Jurnal Transportasi Vol. 12 No.1, 53-62.
Karen Villanueva, M. K.-C. (2014). Health And Place. The impact of neighborhood walkability
on walking :Does it differ across adult life stage and does neighborhood buffer size
matter ?, 43-46.
Kulhmann, A. K. (2006). How Pedestrian Friendly Are We : Pedestrian Accident And Safety In
The City And County Of Denver. Denver: Uneversity Of Colorado.
Laufried, H. H. (2013). TINGKAT PELAYANAN SELASAR PEJALAN KAKI DI PASAR
KAHAYAN PALANGKARAYA. Jurnal Transportasi Vol.13 No.1, 29-34.
Litman, T. A. (2011). Economic Value of Walkability. Washington DC: Victoria Trasnport
Policy Institute.
Neville Owen, e. a. (2007). Neighborhood and Walkability and the Walking Behavior of
Australian Adults. American Journal of Preventive Medicine, 387-395.
Nursyamsu Hidayat, K. C. (2012). IMPORTANT FACTORS ON SIDEWALKS WITH
VENDOR ACTIVITIES BASED ON PEDESTRIAN PERCEPTION BY GENDER
AND AGE. Jurnal Transportasi Vol. 12 No.3, 195-206.
Soto, M. A. (2012). Pedestrian Areas In Los Angeles. Los Angeles: ProQuest LCC.
Townsend, C. (2010). Built Environment And Pedestrian Behavior At Rail Rapid Transit
Stations In Bangkok. Transportation, 317-330.
Xuebin Wei, X. A. (2014). The Random Walk Value for Ranking Spatial Characteristics in Road
Networks. Geographical Analysis, 411-434.