Makalah Kasus Pelanggaran HAM di Indones

Makalah Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia “Marsinah”
SEPTEMBER 11, 2014 | HUN.
BAB I PENDAHULUAN
 Latar Belakang
Hak Asasi Manusia merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap
manusia sejak manusia masih dalam kandungan sampai akhir kematiannya
sebagai anugrah Tuhan. Di dalamnya tidak jarang menimbulkan gesekangesekan antar individu dalam upaya pemenuhan HAM pada dirinya sendiri. Hal
inilah yang kemudian bisa memunculkan pelanggaran HAM seorang individu
terhadap individu lain, kelompok terhadap individu, ataupun sebaliknya.
Memperbincangkan

marutnya

dinamika

hak

asasi

manusia,


khususnya

perburuhan selama dekade terakhir nampaknya cukup mengingatkan pada
nama ini: Marsinah. Terdapat alasan pasti untuk menghadirkan kembali ingatan
tentang orang tersebut: misteri kematiannya yang tidak pernah terungkap
hingga sekarang. Tidak pernah diketahui secara pasti oleh siapa ia dianiaya dan
dibunuh, kapan dan di mana ia mati pun tak dapat diketahui dengan jelas,
apakah pada Rabu malam 5 Mei 1993 atau beberapa hari sesudahnya. Liputan
pers, pencarian fakta, penyidikan polisi, pengadilan sekalipun nyatanya belum
mampu mengungkap kasusnya secara tuntas dan memuaskan. Kendati hakim
telah memvonis siapa yang bersalah dan dihukum, orang tak percaya begitu
saja; sementara kunci kematiannya tetap gelap sampai kini, lebih dari satu
dasawarsa berselang.
Barangkali memang bukan fakta-fakta pembunuhan itu yang menjadi penting di
sini, melainkan jalinan citra yang lantas tersaji melalui serangkaian representasi
media yang rumit. Para pembunuh mengesankan Marsinah diperkosa. Segenap
aktivis menyanjungnya sebagai teladan kaum pejuang buruh. Para aparat pusat
dibantu aparat setempat konon merekayasa penyidikan sekaligus membuat
skenario pengadilan, termasuk dilibatkannya tersangka palsu dalam rangkaian
pengungkapan kasus tersebut. Tak ketinggalan, para aktivis hak asasi manusia

menganugerahi Yap Thiam Hien Award

bagi kegigihannya. Termasuk para

seniman yang mengabadikannya dalam monumen, patung, lukisan, panggaung
teater dan seni rupa instalasi; para feminis mengagungkannya sebagai korban
kekerasan terhadap perempuan dan khalayak awam yang prihatin dan simpati
memberi sumbangan bagi keluarganya.
Pada aras citra inilah tulisan ini kemudian mengambil pijakan. Mungkin orang
tak akan banyak tahu siapa Marsinah seandainya ia tidak dibunuh dan kasusnya

tidak gencar diberitakan oleh media massa. Ia tidak hanya dianggap mewakili
“nasib

malang”

jutaan

buruh


perempuan

yang

menggantungkan

masa

depannya pada pabrik-pabrik padat berupah rendah, berkondisi kerja buruk
sekaligus tak terlindungi hukum. Lebih dari itu, mediasi dan artikulasi
pembunuhannya menyediakan arena diskursif bagi pertarungan berbagai
kepentingan dan hubungan kuasa: buruh-buruh, pengusaha, serikat buruh,
lembaga swadaya masyarakat, birokrasi militer, kepolisian dan sistem peradilan.
Setelah reformasi tahun 1998, Indonesia mulai mengalami kemajuan dalam
bidang penegakan HAM bagi seluruh warganya. Instrumen-instrumen HAM pun
didirikan sebagai upaya menunjang komitmen penegakan HAM yang lebih
optimal. Namun seiring dengan kemajuan ini, pelanggaran HAM kemudian juga
sering terjadi di sekitar kita karena semakin egoisnya manusia dalam
pemenuhan hak masing-masing. Untuk itulah kami menyusun makalah yang
berjudul “Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia Di Indonesia – Marsinah”, untuk

memberikan informasi mengenai apa itu pelanggaran HAM diikuti seluk beluk
kasus Marsinah.
 Rumusan Masalah
Sesuai dengan judul makalah ini “Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di
Indonesia”, maka masalah yang dapat diidentifkasi sebagai berikut :
1.2.1

Apa pengertian pelanggaran HAM ?

1.2.2

Apa saja macam-macam pelanggaran HAM?

1.2.3

Apa contoh pelanggaran HAM di Indonesia?

1.2.4

Bagaimana upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM?


 Tujuan
Tujuan kami mengangkat materi ini tentang kasus hak asasi manusia di
Indonesia yaitu :
1.3.1

Untuk mengetahui pengertian pelanggaran HAM.

1.3.2

Untuk mengetahui macam-macam pelanggaran HAM.

1.3.3 Untuk mengetahui contoh pelanggaran HAM di Indonesia.
1.3.4

Mengetahui lebih dalam mengenai terjadinya kasus Marsinah.

1.3.5

Upaya penyelesaian pelanggaran HAM khususnya kasus Marsinah.


 Manfaat
Hasil pembelajaran ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi penulis dan
pembaca.
1.4.1 Manfaat bagi penulis, pengkajian ini memberikan pengetahuan tentang
pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia.

1.4.2 Manfaat dari pembaca, pengkajian ini dapat digunakan sebagai bahan
kajian atau referensi tambahan bagi ilmu kenegaraan serta memperkaya
informasi.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Menurut Pasal 1 Angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan
pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau
kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak
disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi,
membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok
orang

yang dijamin


oleh undang-undang dan

tidak mendapatkan

atau

dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil dan benar
berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Menurut UU no 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, Pelanggaran HAM
adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orng termasuk aparat negara
baik disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi,
membatasi, dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok
orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan, atau
dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan
benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Dengan

demikian


pelanggaran

HAM

merupakan

tindakan

pelanggaran

kemanusiaan baik dilakukan oleh individu maupun oleh institusi negara atau
institusi lainnya terhadap hak asasi individu lain tanpa ada dasar atau alasan
yuridis dan alasan rasional yang menjadi pijakannya.
2.2 Klasifikasi Pelanggaran HAM ii Inionesia
Pelanggaran HAM dikategorikan dalam dua jenis, yaitu :
 Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :
1. Pembunuhan massal (genosida)
Genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa,
ras, etnis, dan agama dengan cara melakukan tindakan kekerasan.

(UUD No.26/2000 Tentang Pengadilan HAM).
2. Kejahatan Kemanusiaan
Kejahatan kemanusiaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan berupa
serangan yang ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil seperti
pengusiran penduduk secara paksa, pembunuhan,penyiksaan, perbudakkan dll.

 Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :
1. Pemukulan
2. Penganiayaan
3. Pencemaran nama baik
4. Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya
5. Menghilangkan nyawa orang lain
2.3 Contoh Pelanggaran Hak Asasi Manusia ii Inionesia
Kasus Marsinah (1993)
Kasus tersebut berawal dari unjuk rasa buruh yang dipicu surat edaran gubernur
setempat mengenai penaikan UMR. Namun PT. CPS, perusahaan tempat
Marsinah bekerja memilih bergeming. Kondisi ini memicu geram para buruh.
Senin 3 Mei 1993, sebagian besar karyawan PT. CPS berunjuk rasa dengan
mogok kerja hingga esok hari. Ternyata menjelang selasa siang, manajemen
perusahaan


dan

pekerja

berdialog

dan

menyepakati

perjanjian.

Intinya

mengenai pengabulan permintaan karyawan dengan membayar upah sesuai
UMR. Sampai di sini sepertinya permasalahan antara perusahaan dan pekerja
telah beres.
Namun esoknya 13 buruh yang dianggap menghasut unjuk rasa digiring ke
Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo untuk diminta mengundurkan diri dari

CPS. Marsinah marah dan tidak terima, ia berjanji akan menyelesaikan
persoalan

tersebut

ke

pengadilan.

Beberapa

hari

kemudian,

Marsinah

dikabarkan tewas secara tidak wajar. Mayat Marsinah ditemukan di gubuk
petani dekat hutan Wilangan, Nganjuk tanggal 9 Mei 1993. Posisi mayat
ditemukan tergeletak dalam posisi melintang dengan kondisi sekujur tubuh
penuh luka memar bekas pukulan benda keras, kedua pergelangannya lecetlecet, tulang panggul hancur karena pukulan benda keras berkali-kali, pada
sela-sela paha terdapat bercak-bercak darah, diduga karena penganiayaan
dengan benda tumpul dan pada bagian yang sama menempel kain putih yang
berlumuran darah.
Secara resmi, Tim Terpadu telah menangkap dan memeriksa 10 orang yang
diduga terlibat pembunuhan terhadap Marsinah. Salah seorang dari 10 orang
yang

diduga

terlibat

pembunuhan

tersebut

adalah

Anggota

TNI.

Hasil

penyidikan polisi ketika menyebutkan, Suprapto (pekerja di bagian ontrol CPS)
menjemput Marsinah dengan motornya di dekat rumah kos Marsinah. Dia
dibawa ke pabrik, lalu dibawa lagi dengan Suzuki Carry putih ke rumah Yudi

Susanto di Jalan Puspita, Surabaya. Setelah tiga hari Marsinah disekap, Suwono
(satpam CPS) mengeksekusinya.
Di pengadilan, Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara, sedangkan sejumlah
stafnya yang lain itu dihukum berkisar empat hingga 12 tahun, namun mereka
naik banding ke Pengadilan Tinggi dan Yudi Susanto dinyatakan bebas. Dalam
proses selanjutnya pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung Republik Indonesia
membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan (bebas murni). Putusan
Mahkamah Agung RI tersebut, setidaknya telah menimbulkan ketidakpuasan
sejumlah pihak sehingga muncul tuduhan bahwa penyelidikan kasus ini adalah
“direkayasa”.
Kasus kematian Marsinah menjadi misteri selama bertahun-tahun hingga
akhirnya kasusnya kadaluarsa tepat tahun ini, tahun 2014. Mereka yang
tertuduh dan dijadikan kambing hitam dalam kasus ini pun akhirnya dibebaskan
oleh Mahkamah Agung. Di zaman Orde Baru, atas nama stabilitas keamanan
dan politik, Negara telah berubah wujud menjadi sosok yang menyeramkan,
siap menculik, mengintimidasi dan bahkan menghilangkan secara paksa siapa
saja yang berani berteriak atas nama kebebasan menyuarakan aspirasi.
2.4 Faktor Penyebab Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Faktor penyebab dari kasus Marsinah yang pertama adalah perussahaan CPS
yang tidak mengikuti himbauan gubernur setempat untuk menaikkan UMR.
Walaupun kebijakan kenaikan UMR tersebut sudah dikeluarkan, CPS tetap
bergeming. Kondisi ini memicu geram para pekerjanya sehingga menyebabkan
mereka melakukan aksi unjuk rasa dan mogok kerja.
Lalu faktor penyebab kedua, adalah manajemen perusahaan CPS yang telah
menyepakati

perjanjian

penaikan

UMR

namun

rupanya

diikuti

dengan

memberhentikan 13 pekerjanya dengan cara mencari-cari kesalahan pasca
tuntutan kenaikan UMR. Hal ini menjadikan Marsinah penuh amarah.
Fakor yang lain dapat diuraikan sebagai berikut :
Dari segi ekonomi :
1. Terjadi kredit macet
2. Jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dollar
3. Banyak perusahaan yang tidak dapat membayar hutangnya
Dari segi politik :
1. Pemimpian saat itu telah kehilangan kepercayaan dari rakyatnya
2. Terjadi kekacauan dan kerusuhan di mana-mana
3. Terjadi perpecahan dalam kubu kabinet Soeharto

 Solusi Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Terkait kasus Marsinah, solusi dari pemerintah sendiri, pemerintah semestinya
segera mengusut tuntas kasus pembunuhan Marsinah sampai selesai hingga
mendapatkan hasil yang nyata, dan menegakkan tiang keadilan dan ketegasan
dalam

kerapuhan

hukum

di

Indonesia

sehingga

rakyat

dapat

kembali

mempercayai peranan dari pemerintah dan aparat penegak hukum dalam
penegakan HAM di Indonesia.
Sementara solusi dari hasil rangkuman kami sekelompok, adalah adanya
kepastian hukum dalam menjamin keamanan setiap orang. Setiap orang perlu
menghargai hak-haknya sendiri dan hak orang lain.
2.6 Upaya Pemajuan Hak Asasi Manusia ii Inionesia
1) Periode tahun 1945 – 1950 Di periode ini, pemikiran HAM masih menekankan
pada hak merdeka, hak bebas berserikat, serta hak bebas menyampaikan
pendapat. Pemikiran HAM telah mendapat pengakuan secara formal karena
telah memperoleh pengaturan dan masuk ke dalam hukum dasar negara, yaitu
UUD 1945. Komitmen terhadap HAM pada periode awal kerdekaan ditunjullam
dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945. Di periode ini (19451950) memberikan keleluasaan terhadap rakyat untuk mendirikan partai politik
sebagaimana yang telah tertera pada Maklumat Pemerintah pada tanggal 3
November 1945 :
1. Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik karena segala aliran
paham yang ada dalam masyarakat dapat dipimpin ke jalan yang teratur
dengan adanya partai-partai tersebut.
2. Pemerintah

berharap

partai-partai

itu

telah

tersusun

sebelum

dilangsukannya pemilihan anggota badan perwakilan rakyat pada Januari
1946. Hal ini berkaitan dengan adanya perubahan yang signifkan
terhadap

sistem

pemerintahan

dari

presidensial

menjadi

sistem

parlementer.
2) Periode tahun 1950 – 1959 Periode ini dalam perjalanan, Indonesia dikenal
dengan sebutan “Periode Demokrasi Parlementer” dimana pemikiran HAM pada
periode ini mendapatkan momentum yang membanggakan. Indikator tentang
pemikiran HAM pada periode ini mengalami “pasang”, menurut ahli hukum tata
negara memiliki 5 aspek :
1. Semakin banyak tumbuh partai-partai politik dengan beragam ideologinya
masing-masing.

2. Kebebasan pers sebagai salah satu pilar demokrasi, betul- betul
menikmati kebebasannya.
3. Pemilu sebagai pilar lain dari demokrasi harus bertanggung jawab dalam
suasana kebebasan, fair (adil) dan demokratis.
4. Parlemen/dewan perwakilan rakyat sebagai wakil rakyat semakin efektif
mengontrol terhadapt kinerja eksekutif.
5. Wacana & pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif,
sejalan

dengan

tumbuhnya

kekuasaan

yang

memberikan

ruang

kebebasan.
3) Periode tahun 1959 – 1966 Pada periode ini, sistem pemerintahan Indonesia
adala sistem demokrasi terpimpin diamana kekuasaan terpusat dan berada di
tangan presiden. Dalam kaitannya dengan HAM yaitu telah terjadinya sikap
restriktif (pembatasan yang ketat oleh kekuasaan) terhadap hak sipil dan hak
politik warga negara.
4) Periode tahun 1966 – 1998 Pada awal masa periode ini telah diadakan
beberapa seminar tentang HAM. Salah satu seminar dilaksanakan pada tahun
1967

yang

merekomendasikan

gagasan

tentang

perlunya

pembentukan

pengadilan HAM, Komisi, dan pengadilan HAM di wilayah Asia. Pada tahun 1968
diadakan Seminar Hukum Nasional II yang merekomendasikan perlunya hak uji
materiil guna melindungi HAM. Fungsi dari hak uji materiil itu sendiri dalam
rangka pelaksanaan TAP MPRS XIV/MPRS/1996. Namun, pada tahun 1970-an
sampai akhir 1980-an, HAM mengalami kemunduran. Dalam hal ini, upaya
masyarakat dilakukan melalui pembentukan jaringan dan lobi internasional
terkait dengan pelanggaran HAM yang terjadi seperti kasus Tanjung Priok, kasus
Kedung Ombo, kasus DOM di Aceh, dan lain sebagainya. Menjelang periode
1990-an, upaya masyarakat nampaknya memperoleh hasil yang mengesankan
karena terjadi pergeseran strategi pemerintahan, dari Represif dan Defensif
menjadi Akomodatif. Salah sau sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan
penegakan HAM yaitu dibentuknya KOMNAS HAM berdasarkan KEPRES Nomor
50 tahun 1993 pada tanggal 7 Juni 1993, dimana KOMNAS HAM memiliki tugas:
1. Memantau & menyelidiki pelaksanaan HAM & memberi saran serta
pendapat kepada pemerintah perihal HAM.
2. Membantu pengembangan kondisi-kondisi yang kodusif bagi pelaksanaan
HAM sesuai pancasila dan UUD 1945 (termasuk hasil amandemen UUD
NKRI 1945), Piagam PBB, Deklarasi Universal HAM dan deklarasi atau
perundang-undangan lainnya yang terkait dengan penegakan HAM.

5) Periode tahun 1998 – sekarang Pada saat ini dilakukan pengkajian terhadap
beberapa kebijakan pemerintah pada masa orde baru yang berlawanan dnegan
pemajuan dan perlindungan HAM. Kemudian, dilakukan penyusunan peraturan
perundang-undangan

yang

berkaitan

dengan

pemberlakuan

HAM

dalam

kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di indonesia, serta pengkajian
dan ratifkasi terhadap instrumen HAM internasional semakin ditingkatkan.
Strategi pada periode ini dilakukan melalui 2 tahap, yaitu:
1. Tahap status penentuan (prescriptive Status) Pada tahap ini telah
ditetapkan beberapa ketentuan perundang-undangan tentang HAM,
seperti UUD 1945, TAP MPR, UU, dan peraturan pemerintah dan ketentuan
perundang-undangan lainnya.
2. Tahap penataan aturan secara konsisten ( rule consistent behavior )
Ditandai

dengan

dikeluarkannya

TAP

pemghormatan
MPR

No.

dan

pemajuan

XVII/MPR/1998

HAM

tentang

dengan

HAM

dan

disahkannya sejumlah konvensi HAM. Selain itu juga dirancangkan
program “Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM)” pada tanggal 15
Agustus 1998 yang didasarkan kepada :
3. Persiapan pengesahan perangkat Internasional di bidang HAM
4. Desiminasi informasi dan pendidikan tentang HAM 3. Penentuan skala
prioritas pelaksanaan HAM 4. Pelaksanaan isi perangkat internasional di
bidang HAM yang telah diratifkasikan melalui perundang-undangan
nasional. Untuk lebih melindungi HAM di Indonesia, pemerintah telah
membuat UU HAM No. 39 tahun 1999 serta UU No. 26 tahun 2000 tentang
pengadilan HAM. Melalui keputusan Presiden No. 40 tahun 2004,
Pemerintah telah mengesahlan RANHAM kedua diamana merupakan
kelanjutan RANHAM Indonesia yang pertama tahun 1998-2003. RANHAM
disusun

untuk

pemenuhan,

menjamin
dan

peningkatan

perlindungan

HAM

penghormatan,
di

Indinesia

pemajuan,
dengan

mempertimbangkan nilai-nilai agama, adat-istiadat, dan budaya bangsa
indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai
dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya
terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa jangan pernah melanggar
atau menindas HAM orang lain. Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan
dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM

baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan
suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM
menempuh

proses

pengadilan

melalui

hukum

acara

peradilan

HAM

sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM. Sementara
menyangkut

Kasus

Marsinah

yang

merupakan

dikategorikan

sebagai

pelanggaran HAM berat, karena merupakan kasus penghilangan seseorang
secara paksa. Marsinah adalah tumbal dari apa yang namanya penindasan atas
nama stabilitas keamanan dan politik pada zaman Orde Baru. Penindasan
kepada Marsinah adalah bentuk ketakutan negara pada sosok-sosok yang
berani berjuang dan mengobarkan semangat kebebasan, kesejahteraan dan
kesetaraan. Negara menciptakan teror ketakutan kepada siapa saja yang ingin
melakukan aksi perlawanan. Negara juga telah mengabaikan kasus ini,
membiarkannya menjadi misteri yang tak terpecahkan selama bertahunbertahun. Ini jelas sebuah anomali dan paradoks jika kita komparasikan dengan
tujuan pembentukan dan kewajiban negara ini. Marsinah hanyalah satu dari
ribuan potret buruh perempuan di Indonesia yang seringkali harus dihadapkan
dengan berbagai persoalan pelik yang mendasar. persoalan kesejahteraan,
kekerasan,eksploitasi dan diskriminasi seolah terus menjadi pekerjaan rumah
yang menumpuk

bagi pemerintah

untuk

diselesaikan. Realitas

kekinian

memperlihatkan bahwa sampai hari ini begitu banyak buruh perempuan di
Indonesia yang masih ambil bagian dalam rangka pemenuhan kebutuhan rumah
tangga. Menguak kasus Marsinah berarti harus mengurai banyak benang kusut,
benang kusut yang mungkin hanya dapat terurai dari tangan mereka yang
benar-benar peduli untuk mengurainya.
3.2 Saran Sebagai makhluk sosial kita selayaknya mampu mempertahankan
dan memperjuangkan hak kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa
menghormati dan menjaga hak orang lain jangan sampai kita melakukan
pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak
oleh orang lain. Sudah saatnya pemerintah membuka mata lebar-lebar akan
kasus Marsinah dan kasus-kasus yang dialami oleh buruh saat ini. Pemerintah
sebaiknya berani membuka ulang kasus Marsinah atas nama demokrasi dan
HAM. Hilang dan matinya Marsinah sudah barang tentu adalah sesuatu yang
“direkayasa” sehingga sampai saat ini kasusnya tidak pernah menemui titik
terang. Padahal keadilan yang tertinggi adalah keadilan terhadap Hak Asasi
Manusia.
http://www.omahmunir.com/pages-10-kasus-marsinah.html

http://buser.liputan6.com/read/52757/marsinah-dan-misteri-kematiannya
http://fuad-myers.blogspot.com/2011/11/analisa-kasus-pelanggaran-hamberat.html
http://sarubanglahaping.blogspot.com/2013/10/analisis-kasus-pembunuhanmarsinah.html
Http://www.Yudhe.Com/8-Kasus-Besar-Yang-Tetap-Menjadi-Misteri-Di-Indonesia/
http://ubpeacemaker.blogspot.com/2011/11/memahami-ham-marsinahpahlawan-kaum.html
http://abunavis.wordpress.com/2007/12/11/marsinah-dalam-representasi-mediaanalisis-semiotika-berita-kasus-marsinah-pada-majalah-tempo-1993-1994/
http://hukum.kompasiana.com/2014/05/01/refeksi-21-tahun-kasus-marsinah650551.html
http://www.tempo.co/read/news/2012/05/08/173402558/Kasus-Marsinah-SulitDiungkap-Lagi
http://www.arahjuang.com/2014/05/08/marsinah-dan-perjuangan-buruhsepanjang-masa/

2.1 Pengertian Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia pada hekekatnya merupakan hak- hak fundamental yang melekat pada
kodrat manusia sendiri, yaitu hak- hak yang paling dasar dari aspek- aspek kodrat manusia
sebagai manusia. Setiap manusia adalah ciptaan yang luhur dari Tuhan Yang Maha Esa. Setiap
manusia harus dapat mengembangkan dirinya sedemikian rupa sehingga dia dapat berkembang
secara leluasa. HAM tidak tergantung pada pengakuan orang lain , tidak tergantung dari
pengakuan masyarakat atau negara.
Penindakan terhadap HAM bertentangan dengan keadilan dan kemanusiaan, sebab prinsip
dasar keadilan dan kemanusiaan adalah bahwa semua manusia memiliki martabat yang sama
dengan hak- hak dan kewajiban yang sama. Setiap manusia, setiap Negara dimanapun, kapanpun
wajib mengakui dan menjunjung tinggi HAM sebagai hak- hak fundamaental atau hak- hak
dasar. Sebagaimana dikemukakan dalam ketentuan pasal1 angka 1 Undang- Undang No 39
tahun 1999, yang intinya bahwa Haka Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

KASUS HAM DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA

Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia

Menurut Pasal 1 Angka 6 No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran
hak asasi manusia setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk
aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara
hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi
manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan
tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum
yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Hampir dapat dipastikan dalam kehidupan sehari-hari dapat ditemukan
pelanggaran hak asasi manusia, baik di Indonesia maupun di belahan dunia lain.
Pelanggaran itu, bisa dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat, baik secara
perorangan ataupun kelompok.
Kasus pelanggaran HAM ini dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu :
a. Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :
1. Pembunuhan masal (genisida)
2. Pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan
3. Penyiksaan
4. Penghilangan orang secara paksa
5. Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis
b. Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :
1. Pemukulan
2. Penganiayaan
3. Pencemaran nama baik
4. Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya
5. Menghilangkan nyawa orang lain
Setiap manusia selalu memiliki dua keinginan, yaitu keinginan berbuat baik, dan
keinginan berbuat jahat. Keinginan berbuat jahat itulah yang menimbulkan dampak
pada pelanggaran hak asasi manusia, seperti membunuh, merampas harta milik
orang lain, menjarah dan lain-lain.
Pelanggaran hak asasi manusia dapat terjadi dalam interaksi antara aparat
pemerintah dengan masyarakat dan antar warga masyarakat. Namun, yang sering
terjadi adalah antara aparat pemerintah dengan masyarakat.

Apabila dilihat dari perkembangan sejarah bangsa Indonesia, ada beberapa
peristiiwa besar pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi dan mendapat
perhatian yang tinggi dari pemerintah dan masyarakat Indonesia, seperti :
a. Kasus Tanjung Priok (1984)
Kasus tanjung Priok terjadi tahun 1984 antara aparat dengan warga sekitar yang
berawal dari masalah SARA dan unsur politis. Dalam peristiwa ini diduga terjadi
pelanggaran HAM dimana terdapat rarusan korban meninggal dunia akibat
kekerasan dan penembakan.
b. Kasus terbunuhnya Marsinah, seorang pekerja wanita PT Catur Putera Surya
Porong, Jatim (1994)
Marsinah adalah salah satu korban pekerja dan aktivitas yang hak-hak pekerja di PT
Catur Putera Surya, Porong Jawa Timur. Dia meninggal secara mengenaskan dan
diduga menjadi korban pelanggaran HAM berupa penculikan, penganiayaan dan
pembunuhan.
c. Kasus terbunuhnya wartawan Udin dari harian umum bernas (1996)
Wartawan Udin (Fuad Muhammad Syafruddin) adalah seorang wartawan dari harian
Bernas yang diduga diculik, dianiaya oleh orang tak dikenal dan akhirnya ditemukan
sudah tewas.
d. Peristiwa Aceh (1990)
Peristiwa yang terjadi di Aceh sejak tahun 1990 telah banyak memakan korban,
baik dari pihak aparat maupun penduduk sipil yang tidak berdosa. Peristiwa Aceh
diduga dipicu oleh unsur politik dimana terdapat pihak-pihak tertentu yang
menginginkan Aceh merdeka.
e. Peristiwa penculikan para aktivis politik (1998)
Telah terjadi peristiwa penghilangan orang secara paksa (penculikan) terhadap para
aktivis yang menurut catatan Kontras ada 23 orang (1 orang meninggal, 9 orang
dilepaskan, dan 13 orang lainnya masih hilang).
f. Peristiwa Trisakti dan Semanggi (1998)
Tragedi Trisakti terjadi pada 12 Mei 1998 (4 mahasiswa meninggal dan puluhan
lainnya luka-luka). Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13 November 1998 (17 orang
warga sipil meninggal) dan tragedi Semanggi II pada 24 September 1999 (1 orang
mahasiswa meninggal dan 217 orang luka-luka).

g. Peristiwa kekerasan di Timor Timur pasca jejak pendapat (1999)
Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia menjelang dan pasca jejak pendapat 1999 di
timor timur secara resmi ditutup setelah penyerahan laporan komisi Kebenaran dan
Persahabatan (KKP) Indonesia - Timor Leste kepada dua kepala negara terkait.
h. Kasus Ambon (1999)
Peristiwa yang terjadi di Ambon ni berawal dari masalah sepele yang merambat
kemasala SARA, sehingga dinamakan perang saudara dimana telah terjadi
penganiayaan dan pembunuhan yang memakan banyak korban.
i. Kasus Poso (1998 – 2000)
Telah terjadi bentrokan di Poso yang memakan banyak korban yang diakhiri dengan
bentuknya Forum Komunikasi Umat Beragama (FKAUB) di kabupaten Dati II Poso.
j. Kasus Dayak dan Madura (2000)
Terjadi bentrokan antara suku dayak dan madura (pertikaian etnis) yang juga
memakan banyak korban dari kedua belah pihak.
k. Kasus TKI di Malaysia (2002)
Terjadi peristiwa penganiayaan terhadap Tenaga Kerja Wanita Indonesia dari
persoalan penganiayaan oleh majikan sampai gaji yang tidak dibayar.
l. Kasus bom Bali (2002) DAN beberapa tempat lainnya
Telah terjadi peristiwa pemboman di Bali, yaitu tahun 2002 dan tahun 2005 yang
dilakukan oleh teroris dengan menelan banyak korban rakyat sipil baik dari warga
negara asing maupun dari warga negara Indonesia sendiri.
m. Kasus-kasus lainnya
Selain kasusu-kasus besar diatas, terjadi juga pelanggaran Hak Asasi Manusia
seperti dilingkungan keluarga, dilingkungan sekolah atau pun dilingkungan
masyarakat.
Contoh kasus pelanggaran HAM dilingkungan keluarga antara lain:
1. Orang tua yang memaksakan keinginannya kepada anaknya (tentang masuk
sekolah, memilih pekerjaan, dipaksa untuk bekerja, memilih jodoh).
2. Orang tua menyiksa/menganiaya/membunuh anaknya sendiri.

3. Anak melawan/menganiaya/membunuh saudaranya atau orang tuanya
sendiri.
4. Majikan dan atau anggota keluarga memperlakukan pembantunya
sewenang-wenang dirumah.
Contoh kasus pelanggaran HAM di sekolah antara lain :
1. Guru membeda-bedakan siswanya di sekolah (berdasarkan kepintaran,
kekayaan, atau perilakunya).
2. Guru memberikan sanksi atau hukuman kepada siswanya secara fsik
(dijewer, dicubit, ditendang, disetrap di depan kelas atau dijemur di tengah
lapangan).
3. Siswa mengejek/menghina siswa yang lain.
4. Siswa memalak atau menganiaya siswa yang lain.
5. Siswa melakukan tawuran pelajar dengan teman sekolahnya ataupun dengan
siswa dari sekolah yang lain.
Contoh kasus pelanggaran HAM di masyarakat antara lain :
1. Pertikaian antarkelompok/antargeng, atau antarsuku(konfik sosial).
2. Perbuatan main hakim sendiri terhadap seorang pencuri atau anggota
masyarakat yang tertangkap basah melakukan perbuatan asusila.
3. Merusak sarana/fasilitas umum karena kecewa atau tidak puas dengan
kebijakan yang ada.

Kasus HAM ii Inionesia
Kita telah mengetahui bahwa hak asasi manusia itu hak yang melekat pada diri
setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat
diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung
tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan,
keturunan, jabatan, dan lain sebagainya. Namun kenyataan yang terjadi di
Indonesia adalah banyaknya kasus HAM. Berikut adalah kasus-kasus HAM yang
terjadi sebelum era reformasi.
1965
1. Penculikan dan pembunuhan terhadap tujuh jendral Angkatan Darat.
2. Penangkapan, penahanan dan pembantaian massa pendukung dan mereka yang
diduga sebagai pendukung Partai Komunis Indonesia. Aparat keamanan terlibat
aktif maupun pasif dalam kejadian ini.
1966
1. Penahanan dan pembunuhan tanpa pengadilan terhadap PKI terus berlangsung,
banyak yang tidak terurus secara layak di penjara, termasuk mengalami siksaan

dan intimidasi di penjara.
2. Dr Soumokil, mantan pemimpin Republik Maluku Selatan dieksekusi pada bulan
Desember.
3. Sekolah- sekolah Cina di Indonesia ditutup pada bulan Desember.
1967
1. Koran- koran berbahasa Cina ditutup oleh pemerintah.
2. April, gereja- gereja diserang di Aceh, berbarengan dengan demonstrasi anti Cina
di Jakarta.
3. Kerusuhan anti Kristen di Ujung Pandang.
1969
1. Tempat Pemanfaatan Pulau Buru dibuka, ribuan tahanan yang tidak diadili dikirim
ke sana.
2. Operasi Trisula dilancarkan di Blitar Selatan.
3. Tidak menyeluruhnya proses referendum yang diadakan di Irian Barat, sehingga
hasil akhir jajak pendapat yang mengatakan ingin bergabung dengan Indonesia
belum mewakili suara seluruh rakyat Papua.
4. Dikembangkannya peraturan- peraturan yang membatasi dan mengawasi
aktivitas politik, partai politik dan organisasi kemasyarakatan. Di sisi lain, Golkar
disebut- sebut bukan termasuk partai politik.
1970
1. Pelarangan demo mahasiswa.
2. Peraturan bahwa Korpri harus loyal kepada Golkar.
3. Sukarno meninggal dalam ‘tahanan’ Orde Baru.
4. Larangan penyebaran ajaran Bung Karno.
1971:
1. Usaha peleburan partai- partai.
2. Intimidasi calon pemilih di Pemilu ’71 serta kampanye berat sebelah dari Golkar.
3. Pembangunan Taman Mini yang disertai penggusuran tanah tanpa ganti rugi
yang layak.
4. Pemerkosaan Sum Kuning, penjual jamu di Yogyakarta oleh pemuda- pemuda
yang di duga masih ada hubungan darah dengan Sultan Paku Alam, dimana yang
kemudian diadili adalah Sum Kuning sendiri. Akhirnya Sum Kuning dibebaskan.
1972
1. Kasus sengketa tanah di Gunung Balak dan Lampung.
1973
1. Kerusuhan anti Cina meletus di Bandung.
1974
1. Penahanan sejumlah mahasiswa dan masyarakat akibat demo anti Jepang yang
meluas di Jakarta yang disertai oleh pembakaran- pembakaran pada peristiwa
Malari. Sebelas pendemo terbunuh.
2. Pembredelan beberapa koran dan majalah, antara lain ‘Indonesia Raya’ pimpinan
Muchtar Lubis.

1975
1. Invansi tentara Indonesia ke Timor- Timur.
2. Kasus Balibo, terbunuhnya lima wartawan asing secara misterius.
1977
1. Tuduhan subversi terhadap Suwito.
2. Kasus tanah Siria- ria.
3. Kasus Wasdri, seorang pengangkat barang di pasar, membawakan barang milik
seorang hakim perempuan. Namun ia ditahan polisi karena meminta tambahan atas
bayaran yang kurang dari si hakim.
4. Kasus subversi komando Jihad.
1978
1. Pelarangan penggunaan karakter- karakter huruf Cina di setiap barang/ media
cetak di Indonesia.
2. Pembungkaman gerakan mahasiswa yang menuntut koreksi atas berjalannya
pemerintahan, beberapa mahasiswa ditahan, antara lain Heri Ahmadi.
3. Pembredelan tujuh suratkabar, antara lain Kompas, yang memberitakan peritiwa
di atas.
1980
1. Kerusuhan anti Cina di Solo selama tiga hari. Kekerasan menyebar ke Semarang,
Pekalongan dan Kudus.
2. Penekanan terhadap para penandatangan Petisi 50. Bisnis dan kehidupan mereka
dipersulit, dilarang ke luar negri.
1981
1. Kasus Woyla, pembajakan pesawat garuda Indonesia oleh muslim radikal di
Bangkok. Tujuh orang terbunuh dalam peristiwa ini.
1982
1. Kasus Tanah Rawa Bilal.
2. Kasus Tanah Borobudur. Pengembangan obyek wisata Borobudur di Jawa Tengah
memerlukan pembebasan tanah di sekitarnya. Namun penduduk tidak mendapat
ganti rugi yang memadai.
3. Majalah Tempo dibredel selama dua bulan karena memberitakan insiden
terbunuhnya tujuh orang pada peristiwa kampanye pemilu di Jakarta. Kampanye
massa Golkar diserang oleh massa PPP, dimana militer turun tangan sehingga jatuh
korban jiwa tadi.
1983
1. Orang- orang sipil bertato yang diduga penjahat kambuhan ditemukan tertembak
secara misterius di muka umum.
2. Pelanggaran gencatan senjata di Tim- tim oleh ABRI.
1984
1. Berlanjutnya Pembunuhan Misterius di Indonesia.
2. Peristiwa pembantaian di Tanjung Priuk terjadi.

3. Tuduhan subversi terhadap Dharsono.
4. Pengeboman beberapa gereja di Jawa Timur.
1985
1. Pengadilan terhadap aktivis- aktivis islam terjadi di berbagai tempat di pulau
Jawa.
1986
1. Pembunuhan terhadap peragawati Dietje di Kalibata. Pembunuhan diduga
dilakukan oleh mereka yang memiliki akses senjata api dan berbau konspirasi
kalangan elit.
2. Pengusiran, perampasan dan pemusnahan Becak dari Jakarta.
3. Kasus subversi terhadap Sanusi.
4. Ekskusi beberapa tahanan G30S/ PKI.
1989
1. Kasus tanah Kedung Ombo.
2. Kasus tanah Cimacan, pembuatan lapangan golf.
3. Kasus tanah Kemayoran.
4. Kasus tanah Lampung, 100 orang tewas oleh ABRI. Peritiwa ini dikenal dengan
dengan peristiwa Talang sari
5. Bentrokan antara aktivis islam dan aparat di Bima.
6. Badan Sensor Nasional dibentuk terhadap publikasi dan penerbitan buku.
Anggotanya terdiri beberapa dari unsur intelijen dan ABRI.
1991
1. Pembantaian di pemakaman Santa Cruz, Dili terjadi oleh ABRI terhadap pemudapemuda Timor yang mengikuti prosesi pemakaman rekannya. 200 orang
meninggal.
1992
1. Keluar Keppres tentang Monopoli perdagangan cengkeh oleh perusahaannya
Tommy Suharto.
2. Penangkapan Xanana Gusmao.
1993
1. Pembunuhan terhadap seorang aktifs buruh perempuan, Marsinah. Tanggal 8
Mei 1993
1994
1. Tempo, Editor dan Detik dibredel, diduga sehubungan dengan pemberitaan kapal
perang bekas oleh Habibie.
1995
1. Kasus Tanah Koja.
2. Kerusuhan di Flores.
1996
1. Kerusuhan anti Kristen diTasikmalaya. Peristiwa ini dikenal dengan Kerusuhan
Tasikmalaya. Peristiwa ini terjadi pada 26 Desember 1996

2. Kasus tanah Balongan.
3. Sengketa antara penduduk setempat dengan pabrik kertas Muara Enim
mengenai pencemaran lingkungan.
4. Sengketa tanah Manis Mata.
5. Kasus waduk Nipah di madura, dimana korban jatuh karena ditembak aparat
ketika mereka memprotes penggusuran tanah mereka.
6. Kasus penahanan dengan tuduhan subversi terhadap Sri Bintang Pamungkas
berkaitan dengan demo di Dresden terhadap pak Harto yang berkunjung di sana.
7. Kerusuhan Situbondo, puluhan Gereja dibakar.
8. Penyerangan dan pembunuhan terhadap pendukung PDI pro Megawati pada
tanggal 27 Juli.
9. Kerusuhan Sambas – Sangualedo. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 30 Desember
1996.
1997
1. Kasus tanah Kemayoran.
2. Kasus pembantaian mereka yang diduga pelaku Dukun Santet di Jawa Timur.
1998
1. Kerusuhan Mei di beberapa kota meletus, aparat keamanan bersikap pasif dan
membiarkan. Ribuan jiwa meninggal, puluhan perempuan diperkosa dan harta
benda hilang. Tanggal 13 – 15 Mei 1998
2. Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa Trisakti di jakarta, dua hari sebelum
kerusuhan Mei.
3. Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa dalam demonstrasi menentang
Sidang Istimewa 1998. Peristiwa ini terjadi pada 13 – 14 November 1998 dan
dikenal sebagai tragedi Semanggi I.
1999
1. Pembantaian terhadap Tengku Bantaqiyah dan muridnya di Aceh. Peritiwa ini
terjadi 24 Juli 1999
2. Pembumi hangusan kota Dili, Timor Timur oleh Militer indonesia dan Milisi pro
integrasi. Peristiwa ini terjadi pada 24 Agustus 1999.
3. Pembunuhan terhadap seorang mahasiswa dan beberapa warga sipil dalam
demonstrasi penolakan Rancangan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan
Bahaya (RUU PKB). Peristiwa Ini terjadi pada 23 – 24 November 1999 dan dikenal
sebagai peristiwa Semanggi II.
4. Penyerangan terhadap Rumah Sakit Jakarta oleh pihak keamanan. Peristiwa ini
terjadi pada tanggal 21 Oktober 1999.
Sumber :
http://www.membuatblog.web.id/2010/05/hak-asasi-manusia-di-indonesia.html

Pelanggaran Hak Asasi Anak ii Inionesia
Hak asasi merupakan hak mendasar yang dimiliki setiap manusia semenjak dia
lahir. Hak pertama yang kita miliki adalah hak untuk hidup seperti di dalam Undang

Undang No. 39 tahun 1999 pasal 9 ayat (1) tentang hak asasi manusia, “Setiap
orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf
hidupnya”, ayat (2) “Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia,
sejahtera, lahir dan bathin”, dan ayat (3) “Setiap orang berhak atas lingkungan
hidup yang baik dan sehat.”
Seiring berjalannya waktu, hak asasi manusia (HAM) mulai dilindungi oleh setiap
negara. Salah satunya adalah Indonesia, hak asasi manusia (HAM) secara tegas di
atur dalam Undang Undang No. 39 tahun 1999 pasal 2 tentang asas-asas dasar
yang menyatakan “Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak
asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati
melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati,
dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan,
kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.”
Meskipun di Indonesia telah di atur Undang Undang tentang HAM, masih banyak
pula pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Pelanggaran HAM
yang baru-baru ini sedang marak adalah pelanggaran hak asasi perlindungan anak.
Padahal di dalamnya sudah terdapat Undang Undang yang mengatur di dalamnya,
antara lain Undang Undang No. 4 tahun 1979 diatur tentang kesejahteraan anak,
Undang Undang No. 23 tahun 2002 diatur tentang perlindungan anak, Undang
Undang No. 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak, Keputusan Presiden No. 36
tahun 1990 diatur tentang ratifkasi konversi hak anak.
Persoalan mungkin dapat menjadi rumit ketika seorang anak mengalami
diskriminasi berlapis, yaitu seorang anak perempuan. Pertama, karena dia seorang
anak dan yang kedua adalah karena dia seorang perempuan. Di kasus inilah
keberadaan anak perempuan diabaikan sebagai perempuan.
Ada banyak kasus tentang pelanggaran hak atas anak. Misalnya pernikahan dini,
minimnya pendidikan, perdagangan anak, penganiayaan anak dan mempekerjakan
anak di bawah umur. Pernikahan dini banyak terjadi di pedesaan, 46,5% perempuan
menikah sebelum mencapai 18 tahun dan 21,5% menikah sebelum mencapai 16
tahun. Survey terhadap pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi Doli, di Surabaya
ditemukan bahwa 25% dari mereka pertama kali bekerja berumur kurang dari 18
tahun (Ruth Rosenberg, 2003).
Contoh kasus paling nyata dan paling segar adalah pernikahan yang dilakukan oleh
Kyai Pujiono Cahyo Widianto atau dikenal dengan Syekh Puji dengan Lutfana Ulfa
(12 tahun). Di dalam pernikahan itu seharusnya melanggar Undang Undang
perkawinan dan Undang Undang perlindungan anak.
Kasus ini juga ikut membuat Seto Mulyadi, Ketua KOMNAS Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI) terjun langsung. Menurutnya perkawinan antara Syekh Puji dengan
Lutfana Ulfa melanggar tiga Undang Undang sekaligus. Pelanggaran pertama yang
dilakukan Syekh Puji adalah terhadap Undang Undang No. 1 tahun 1974 tentang
perkawinan. Di dalam Undang Undang tersebut disebutkan bahwa perkawinan
dengan anak-anak dilarang. Pelanggaran kedua, dilakukan terhadap Undang
Undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yang melarang
persetubuhan dengan anak.
Dan yang terakhir, pelanggaran yang dilakukan terkait dengan Undang Undang No.
13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Setelah menikah, anak itu dipekerjakan

dan itu seharusnya dilarang. Selain itu, seharusnya di umur Lutfana Ulfa yang
sekarang adalah masa untuk tumbuh dan berkembang, bersosialisasi, belajar,
menikmati masa anak-anak dan bermain.(dari berbagai sumber/sir)
(Redaksi/malangpost)
http://indonesianic.wordpress.com/2009/01/07/pelanggaran-hak-asasi-anak-diindonesia/

PELANGGARAN HAM OLEH TNI
Umumnya terjadi pada masa pemerintahan Presiden Suharto, dimana (dikemudian
hari berubah menjadi TNI dan Polri) menjadi alat untuk menopang kekuasaan.
Pelanggaran HAM oleh TNI mencapai puncaknya pada akhir masa pemerintahan
Orde Baru, dimana perlawanan rakyat semakin keras.
2. KASUS PELANGGARAN HAM YANG TERJADI DI MALUKU
Konfik dan kekerasan yang terjadi di Kepulauan Maluku sekarang telah berusia 2
tahun 5 bulan; untuk Maluku Utara 80% relatif aman, Maluku Tenggara 100% aman
dan relatif stabil, sementara di kawasan Maluku Tengah (Pulau Ambon, Saparua,
Haruku, Seram dan Buru) sampai saat ini masih belum aman dan khusus untuk Kota
Ambon sangat sulit diprediksikan, beberapa waktu yang lalu sempat tenang tetapi
sekitar 1 bulan yang lalu sampai sekarang telah terjadi aksi kekerasan lagi dengan
modus yang baru ala ninja/penyusup yang melakukan operasinya di daerah –
daerah perbatasan kawasan Islam dan Kristen (ada indikasi tentara dan masyarakat
biasa).
Penyusup masuk ke wilayah perbatasan dan melakukan pembunuhan serta
pembakaran rumah. Saat ini masyarakat telah membuat sistem pengamanan
swadaya untuk wilayah pemukimannya dengan membuat barikade-barikade dan
membuat aturan orang dapat masuk/keluar dibatasi sampai jam 20.00, suasana
kota sampai saat ini masih tegang, juga masih terdengar suara tembakan atau bom
di sekitar kota.
Akibat konfik/kekerasan ini tercatat 8000 orang tewas, sekitar 4000 orang luka –
luka, ribuan rumah, perkantoran dan pasar dibakar, ratusan sekolah hancur serta
terdapat 692.000 jiwa sebagai korban konfik yang sekarang telah menjadi
pengungsi di dalam/luar Maluku.

Masyarakat kini semakin tidak percaya dengan dengan upaya – upaya penyelesaian
konfik yang dilakukan karena ketidak-seriusan dan tidak konsistennya pemerintah
dalam upaya penyelesaian konfik, ada ketakutan di masyarakat akan
diberlakukannya Daerah Operasi Militer di Ambon dan juga ada pemahaman bahwa
umat Islam dan Kristen akan saling menyerang bila Darurat Sipil dicabut.
Banyak orang sudah putus asa, bingung dan trauma terhadap situasi dan kondisi
yang terjadi di Ambon ditambah dengan ketidak-jelasan proses penyelesaian konfik
serta ketegangan yang terjadi saat ini.
Komunikasi sosial masyarakat tidak jalan dengan baik, sehingga perasaan saling
curiga antar kawasan terus ada dan selalu bisa dimanfaatkan oleh pihak ketiga
yang menginginkan konmfik jalan terus. Perkembangan situasi dan kondisis yang
terakhir tidak ada pihak yang menjelaskan kepada masyarakat tentang apa yang
terjadi sehingga masyrakat mencari jawaban sendiri dan membuat antisipasi
sendiri.
Wilayah pemukiman di Kota Ambon sudah terbagi 2 (Islam dan Kristen), masyarakat
dalam melakukan aktiftasnya selalu dilakukan dilakukan dalam kawasannya hal ini
terlihat pada aktiftas ekonomi seperti pasar sekarang dikenal dengan sebutan
pasar kaget yaitu pasar yang muncul mendadak di suatu daerah yang dulunya
bukan pasar hal ini sangat dipengaruhi oleh kebutuhan riil masyarakat; transportasi
menggunakan jalur laut tetapi sekarang sering terjadi penembakan yang
mengakibatkan korban luka dan tewas; serta jalur – jalur distribusi barang ini biasa
dilakukan diperbatasan antara supir Islam dan Kristen tetapi sejak 1 bulan lalu
sekarang tidak lagi juga sekarang sudah ada penguasa – penguasa ekonomi baru
pasca konfik.
Pendidikan sangat sulit didapat oleh anak – anak korban langsung/tidak langsung
dari konfik karena banyak diantara mereka sudah sulit untuk mengakses sekolah,
masih dalam keadaan trauma, program Pendidikan Alternatif Maluku sangat tidak
membantu proses perbaikan mental anak malah menimbulkan masalah baru di
tingkat anak (beban belajar bertambah) selain itu masyarakat membuat penilaian
negatif terhadap aktiftas NGO (PAM dilakukan oleh NGO).
Masyarakat Maluku sangat sulit mengakses pelayanan kesehatan, dokter dan obat –
obatan tidak dapat mencukupi kebutuhan masyarakat dan harus diperoleh dengan
harga yang mahal; puskesmas yang ada banyak yang tidak berfungsi.
Belum ada media informasi yang dianggap independent oleh kedua pihak, yang
diberitakan oleh media cetak masih dominan berita untuk kepentingan kawasannya
(sesuai lokasi media), ada media yang selama ini melakukan banyak provokasi
tidak pernah ditindak oleh Penguasa Darurat Sipil Daerah (radio yang selama ini
digunakan oleh Laskar Jihad (radio SPMM/Suara Pembaruan Muslim Maluku).
3. PELANGGARAN HAM ATAS NAMA AGAMA

Kita memiliki banyak sejarah gelap agamawi, entah itu dari kalangan gereja
Protestan maupun gereja Katolik, entah dari aliran lainnya. Bahwa kadang justru
dengan simbol agamawi, kita melupakan kasih, yaitu kasih yang menjadi ‘atribut’
Tuhan kita Yesus Kristus. Hal-hal ini dicatat dalam buku sejarah dan beberapa kali
kisah-kisah tentang kekejaman gereja diflmkan. Salah satu contohnya dalam
flm The Scarlet Letter, flm tentang hyprocricy Gereja Potestan yang ‘menghakimi’
seorang pezinah dan kelompok-kelompok yang dianggap bidat, adalagi flmThe
Magdalene Sisters, juga flm A Song for A Raggy Boy, The Headman, “The Name of
the Rose” , dan masih banyak lainnya. Kini, telah hadir flm yang lumayan baru,
yang diproduksi oleh Saul Zaentz dan disutradarai oleh Milos Forman, dua nama ini
cukup memberi jaminan bahwa flm yang dibuat mereka selalu bagus yaitu flm
GOYA’s GOST.
Mungkin saja flm GOYA’s GOST ini akan membuat ‘marah’ sebagian kelompok,
namun apa yang dikemukakan oleh Zaentz dan Forman, sebagaimana kekejaman
“Inkuisisi” telah tercatat dalam sejarah hitam Gereja. Kisah-kisah kekejamannya
juga terekam dalam lukisan-lukisan karya Seniman Spanyol Francisco Goya (1746–
1828 ), yang menjadi tokoh sentral dari flm GOYA’s GOST ini.
Kita telah mengenal banyak sekelompok manusia dengan atribut agama,
berlindung dalam lembaga agama, mereka justru melakukan kejahatan
kemanusiaan (crimes against humanity) entah itu Kristen, Islam atau agama
apapun. Atas nama ‘agama yang suci’ mereka melakukan ‘pelecehan yang tidak
suci’ kepada sesamanya manusia. Akhir abad 20 atau awal abad 21, akhir-akhir ini
kita disuguhi sajian-sajian berita akan kebobrokan manusia yang beragama
melanggar hak asasi manusia, misalnya kelompok Al-Qaeda dan sejenisnya
menteror dengan bom, dan olehnya mungkin sebagian dari kita telah prejudice
menempatkan orang-orang Muslim di sekitar kita sama jahatnya dengan kelompok
‘Al-Qaeda’. Di sisi lain Amerika Serikat (AS) sebagai ‘polisi dunia’ sering memakai
‘isu terorisme yang dilakukan Al-Qaeda’ untuk melancarkan macam-macam
agendanya. Invasi AS ke Iraq, penyerangan ke Afganistan dan negara-negara lain
yang disinyalir ‘ada terorisnya’. Namun kehadiran pasukan AS dan sekutunya di Iraq
tidak berdampak baik, mungkin pada awalnya terlihat AS dengan sejatanya yang
super-canggih menguasai Iraq dalam sekejap, namun pasukan mereka babak-belur
dalam ‘perang-kota’, ini mengingatkan kembali sejarah buruk, dimana mereka juga
kalah dalam perang gerilya di Vietnam. Kegagalan pasukan AS mendapat kecaman
dari dalam negeri, bahkan sekutunya, Inggris misalnya. Tekanan-tekanan ini
membuat PM Inggris Tony Blair memilih mengakhiri karirnya sebelum waktunya
baru-baru ini. Karena ia berada dalam posisi yang sulit : menuruti tuntutan dalam
negeri ataukah menuruti tuan Bush.
Memang kita akui banyak kebrutalan yang dilakukan oleh para teroris kalangan
Islam Fundamentalis, contoh Bom Bali dan sejenisnya di seluruh dunia. Tapi tidak
menutup kemungkinan Presiden Amerika Serikat, George Bush adalah juga seorang
‘Fundamenalis’ dalam ‘Agama’ yang dianutnya, karena gaya Bush yang sering
‘secara implisit’ terbaca dimana ia menempakan dirinya sebagai penganut Kristiani
yang memerangi terorisme dari para teroris Muslim Fundamentalis. Tentu saja apa-

apa yang mengandung “fundamentalis” entah itu Islam/ Kristen/ agama yang lain,
bermakna tidak baik.
Sebelumnya, ditengah-tengah ‘isu anti terorisme (Islam)’, sutradara Inggris, Ridley
Scott memproduksi flm The Kingdom of Heaven, barangkali bisa juga digunakan
untuk menyindir Presiden Bush yang sering menggunakan kata“crusades” dalam
pidatonya. Film The Kingdom of Heaven adalah sebuah ‘otokritik’ bagi Kekristenan,
dan sajian ‘ironisme’ dari ajaran Kristus yang penuh kasih. Bahwa perang Salib yang
telah terjadi selama 4 abad itu bukanlah suatu kesaksian yang baik, tetapi lebih
merupakan sejarah hitam.
Dibawah ini review dari sebuah flm, tentang kejahatan dibawah payung Agama,
bukan berniat melecehkan suatu Agama/ Aliran tertentu, melainkan sebagai
perenungan apakah perlakuan seseorang melawan/menindas orang lain yang tidak
‘seagama’ itu tujuannya membela Allah? membela tradisi? membela doktrin,
ataukah membela diri sendiri?

4. PELANGGARAN HAM OLEH MANTAN GUBERNUR TIM-TIM
Abilio Jose Osorio Soares, mantan Gubernur Timtim, yang diadili oleh Pengadilan
Hak Asasi Manusia (HAM) ad hoc di Jakarta atas dakwaan pelanggaran HAM berat di
Timtim dan dijatuhi vonis 3 tahun penjara. Sebuah keputusan majelis hakim yang
bukan saja meragukan tetapi juga menimbulkan tanda tanya besar apakah vonis
hakim tersebut benar-benar berdasarkan rasa keadilan atau hanya sebuah
pengadilan untuk mengamankan suatu keputusan politik yang dibuat Pemerintah
Indonesia waktu itu dengan mencari kamb