Proses Rekruitmen Rehabilitasi Sosial Ge

Proses Rekruitmen, Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemis
(Recruitment Process, Social Rehabilitation Homeless and Beggars)
Triana Dianita H
(email: triana.dianita.h@gmail.com)
STIA “Panglima Sudirman” Surabaya
ABSTRACT
Poverty is a problem and a scourge for all countries, not least in Indonesia.
The problem of poverty which does not go over and continues. Theoretically poverty
is a phenomenon where the standard of living of people in a country still very poor
(low), where people can not make ends meet proper. Various attempts have been
made by the government to cope with or overcome even mengentas problem of
poverty, but still the problem of poverty can not be resolved. Many things can be
factors of poverty include: SDA (Natural Resources), Human Resources, Education,
Employment, and many other factors that contribute to the problem of poverty.
Poverty will bring a big problem, especially in big cities, namely the
emergence of crime in every corner of the city, beggars at every stop red light,
homeless people who roam the streets. Often considered to be the cause of unrest
and riots, the dregs of society, an intruder or vandal vibrant cities.
But the effort to overcome or reduce poverty is not as easy as turning the palm of the
hand, it takes time, a long process, the role of the community, the environment, and
the state government.

Keywords: Poverty, Beggars, Homeless.
Kemiskinan merupakan masalah dan momok bagi semua negara, tak
terkecuali di Indonesia. Masalah kemiskinan yang tidak kunjung usai dan terus
berkelanjutan.

Secara teoritis kemiskinan adalah fenomena dimana taraf hidup

masyarakat didalam sebuah negara masih sangat memprihatinkan (rendah), dimana
masyarakat tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup yang selayaknya. Berbagai
upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi atau mengatasi bahkan
mengentas masalah kemiskinan, akan tetapi tetap saja permasalahan kemiskinan
belum dapat teratasi. Banyak hal yang menjadi faktor penyebab kemiskinan
diantaranya : SDA, SDM, Pendidikan, Lapangan Pekerjaan, dan masih banyak lagi
faktor-faktor lain yang menyebabkan timbulnya masalah kemiskinan.
Kemiskinan akan membawa masalah yang besar terutama di kota besar, yaitu
timbulnya kejahatan disetiap sudut kota, pengemis di setiap

lampu merah,

gelandangan yang berkeliaran di jalan-jalan. Acap kali dianggap penyebab keresahan

dan kerusuhan, sampah masyarakat, pengacau atau perusak keindahan kota.
1

Namun usaha untuk mengatasi atau mengentas kemiskinan tidak semudah membalik
telapak tangan, butuh waktu, proses panjang, peran masyarakat, lingkungan sekitar,
pemerintah dan negara.
Demikian peliknya seakan- akan menjadi persoalan abadi yang senantiasa
berputar. Dampak yang ditimbulkannya sangat luas dan sangat kompleks sifatnya
mengingat berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan, seperti aspek psikologi,
aspek sosial, budaya, aspek hukum dan aspek keamanan.
Masalah sosial yang tidak bisa dihindari keberadaannya dalam kehidupan
masyarakat, terutama yang berada di daerah perkotaan adalah masalah gelandangan
dan pengemis. Permasalahan gelandangan dan pengemis merupakan akumulasi dan
interaksi dari berbagai permasalahan seperti halnya kemiskinan, pendidikan rendah,
minimnya keterampilan kerja yang dimiliki, lingkungan, sosial budaya, kesehatan,
dan lain sebagainya.
Secara sosial ekonomi kondisi kemiskinan yang menahun didesa maupun
dikota dengan segala sebab dan akibatnya, seperti kurangnya lapangan pekerjaan,
penghasilan yang kurang memadai, lahan yang semakin menyempit, sementara
jumlah penduduk desa terus bertambah, menyebabkan perpindahaan penduduk desa

menuju kota-kota untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang lebih.
Keadaan ini mendorong penduduk desa untuk berurbanisasi dengan maksud
untuk merubah nasib, tapi sayangnya, mereka tidak membekali diri dengan
pendidikan dan keterampilan yang memadai. Sehingga keadaan ini akan menambah
tenaga yang tidak produktif dikota.
Dalam persaingan untuk mendapatkan pekerjaan, terdapat orang-orang yang
tersingkirkan, orang-orang yang tersingkir inilah yang kemudian mencoba segala
daya upaya untuk tetap bertahan hidup dengan membanjiri sektor-sektor informal,
entah dengan menjadi pemulung, pengamen, pengemis, gelandangan dan lain-lain.
Mereka umumnya berusia muda dan produktif ini rata-rata kurang memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang memadai.
Akibatnya, untuk memenuhi kebutuhan hidup, mereka bekerja apa saja
asalkan mendapatkan uang termasuk meminta-minta (mengemis). Demi untuk
2

menekan biaya pengeluaran, mereka memanfaatkan kolong jembatan, stasiun kereta
api, emperan toko, pemukiman kumuh dan lain sebagainya untuk beristirahat,
mereka tinggal tanpa memperdulikan norma sosial.
Seperti halnya yang diungkapkan oleh Sumodiningrat mengenai kemiskinan,
di mana orang-orang miskin berdasarkan kondisinya dibagi ke dalam tiga keadaan

yaitu keadaan relatif, keadaan absolut dan keadaan budaya dalam arti ketidakmauan
berusaha atau memang dasarnya orang tersebut pemalas.
Kemiskinan yang diakibatkan karena budaya malas inilah yang menjadi
penghambat pembangunan dan perubahan bangsa ini, sehingga upaya dalam
menciptakan kesejahteraan sosial bagi mereka akan sangat sia-sia, jika hal ini tidak
ditanggulangi secara serius.Tetapi mengapa keberadaan dan kehadiran gelandangan
dan pengemis di setiap sudut kota masih banyak dan mengganggu, sehingga muncul
permasalahan sosial yang ditandai dengan kesemerawutan, ketidaknyamanan,
ketidaktertiban serta mengganggu keindahaan kota. Realitas masyarakat lapisan
bawah ini merupakan golongan masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan
menentu, tempat berteduh menetap, ataupun relasi-relasi yang dapat mengangkat
kehidupan mereka.
Persoalan gelandangan dan pengemis, yang didalamnya termasuk anak
jalanan, perlunya kiranya sebuah peraruran daerah

yang mengatur tentang

penanggulangan yang meliputi usaha preventif, responsif, serta rehabilitatif yang
bertujuan agar tidak terjadi gelandangan dan pengemis serta mencegah meluasnya
pengaruh yang diakibatkan olehnya dalam masyarakat dan memasyarakatkan

kembali gelandangan dan pengemis menjadi anggota masyarakat yang menghargai
harga diri serta memungkinkan pengembangan para gelandangan dan pengemis
untuk memiliki kembali kemampuan guna mencapai taraf hidup, kehidupan, dan
penghidupan yang layak sesuai dengan harkat dan martabat manusia.
Untuk mengentaskan permasalahan para gelandangan dan pengemis,
pemerintah melakukan berbagai upaya usaha kesejahteraan sosial salah satunya
dengan mendirikan Unit Pelaksana Teknis Gelandangan dan pengemis. Bentuk
kegiatannya meliputi : Rekruitmen dan Rehabilitasi.
3

Rehabilitasi adalah mengembalikan kemampuan yang pernah dimilikinya,
karena suatu hal musibah ia harus kehilangan kemampuannya, kemampuan yang
hilang inilah yang dikembalikan seperti semula atau kondisi sebelum terjadi musibah
yang dialaminya, meliputi; pemulihan kembali kepercayaan diri, mandiri serta
tanggung jawab pada diri, keluarga, masyarakat ataupun lingkungan sosialnya.
Rehabilitasi merupakan proses refungsionalisasi dan pemantapan taraf
kesejahteraan sosial untuk memungkinkan para penyandang masalah kesejahteraan
sosial mampu melaksanakan kembali fungsi sosialnya dalam tata kehidupan dan
penghidupan bermasyarakat dan bernegara.
Sesuai dengan sifatnya yang rehabilitatif, maka bentuk penanganan masalah

sosial ini merupakan usaha kelompok sasaran tertentu, dalam hal ini adalah bagian
dari kehidupan masyarakat yang menjadi penyandang masalah.
Gelandangan adalah orang yang tidak tentu tempat tinggalnya, pekerjaannya
dan arah tujuan kegiatannya. Semakin banyaknya gelandangan merupakan contoh
yang ada saat ini bahwa kemiskinan adalah faktor utama yang paling berpengaruh
dan mendasari kenapa masalah sosial ini terjadi, apalagi fenomena sosial ini banyak
kita temukan di perkotaan.

Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan mintaminta di tempat umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas
kasihan dari orang.

4

Dalam keterbatasan ruang lingkup sebagai gelandangan dan pengemis tersebut,
mereka berjuang untuk mempertahankan didaerah perkotaan dengan berbagai macam
strategi, seperti menjadi pemulung, pencopet, pencuri, pengemis, pengamen dan
pengasong. Perjuangan hidup sehari-hari mereka mengandung resiko yang cukup
berat, tidak hanya karena tekanan ekonomi, tetapi juga tekanan sosial-budaya dari
masyarakat, kerasnya kehidupan jalanan, dan tekanan dari aparat ataupun petugas
ketertiban kota.

• Faktor-faktor Penyebab Gelandangan dan Pengemis
1. Daya dorong dari desa seseorang menjadi gelandangan dan pengemis antara lain:
a. Desa tidak lagi mampu memberikan pekerjaan dan penghidupan yang layak,
sementara jumlah penduduk terus bertambah.
b.Tingkat pendidikan dan keterampilan rata-rata masyarakat yang rendah.
c. Faktor sosial budaya masyarakat yang dijumpai pada desa-desa tertentu atau desa
miskin tidak menunjang upaya pengentasan kemiskinan dan peningkatan
pendidikan.
d. Kondisi alam pedesaan tertentu tidak menunjang kegiatan ekonomi dan
pendidikan masyarakat desa.
e. Secara individu terdapat warga desa yang rawan menjadi gelandangan dan
pengemis mempunyai sifat pemalas, pasrah pada nasib, tidak punya daya juang
dan menolak pada perubahan.
5

2. Daya tarik kota bagi seorang untuk menjadi gelandangan dan pengemis yaitu:
a. Masyarakat menganggap dikota-kota besar mudah mencari pekerjaan dan
mewujudkan impian.
b.Di kota tersedia banyak cara untuk memperoleh dan menghasilkan uang.
• Kriteria gelandangan dan pengemis

1. Ciri gelandangan antara lain:
a. Hidup menggelandang di tempat- tempat umum terutama di kota- kota.
b. Tempat tinggal tidak tetap, di gubug liar, emper toko, dibawah jembatan dan
sejenisnya.
c.Tidak mempunyai pekerjaan yang tetap.
d. Miskin
2.Adapun ciri- ciri pengemis adalah :
a.Meminta- minta di tempat umum.
b.Pada umumnya bertingkah laku agar dibelaskasihani.
• Faktor-faktor yang terkait dengan keadaan gelandangan dan pengemis.
a. Pekerjaan yang tidak tepat, dan tidak normatif.
b. Tempat tinggal yang tidak manusiawi, tidak sehat, tidak edukatif, merusak tatanan
lingkungan.
c. Kondisi fisik dan mental gelandangan dan pengemis yang khas
• Faktor ini berkaitan dengan masalah sosial
a. Nilai keagamaan yang rendah yaitu nilai ini berkaitan dengan tidak memiliki
rasa malu untuk meminta-minta..
b. Nilai atau sikap pasrah pada nasib yaitu gelandangan menganggap bahwa
kemiskinan dan kondisi mereka sebagai gelandangan adalah takdir dari Tuhan,
sehingga mereka, tidak ada upaya untuk melakukan perubahan.

6

c. Nilai kebebasan dan kesenangan hidup menggelandang yaitu ada kebahagiaan
tersendiri bagi sebagian besar gelandangan yang hidup menggelandang,
karena mereka merasa tidak terikat oleh aturan atau norma yang kadangkadang membebani mereka.
d. Sikap masyarakat sekitar gelandangan dan pengemis yang kurang perduli.
•Persoalan yang dihadapi individu gelandangan dan pengemis antara lain:
a. Tingkat kesehatan rendah
b. Tingkat penghasilan yang rendah dan tidak menentu
c. Mentalitas semakin buruk
•Dampak keberadaan gelandangan dan pengemis terhadap masyarakat yaitu:
a. Tingkat keamanan menjadi terganggu
b. Tingkat kebersihan menjadi kurang
c. Tingkat keindahan lingkungan terganggu
•Potensi-potensi gelandangan dan pengemis
a. Tidak mudah menyerah
b. Mau hidup bekerja disegala kondisi
c. Potensi intelektual tidak cacat
d. Suka berpetualangan
e. Kemandirian

Unit Pelaksana Pelaksana Teknis Gelandangan dan pengemis mempunyai tugas dan
fungsi pelayanan dan rehabiliasi sosial terhadap gelandangan dan pengemis.
1. Proses Rekruitmen
a.Razia Petugas
b.Atas kesadaran sendiri
7

c.Hasil Motivasi Petugas
d.Datang atas Rujukan
2.Proses Rehablitasi
a.

Pendekatan Awal

b.

Penerimaan dan pengasramaan

c.


Pengungkapan dan pemahaman masalah (assessment) yaitu :
o

Fisik

o

Mental spiritual/psikologis

o

Sosial

o

Keterampilan

3.Pelaksana Pelayanan dan Rehabilitas sosial
Usaha rehabilitasi sosial bagi warga binaan yang dilakukan oleh Unit Pelaksana
Teknis Gelandangan dan pengemis yang bekerjasama dengan instansi terkait
dengan cara melakukan pembinaan keluarga (melalui pembinaan dan motivasi agar
tumbuh kesadaran dan percaya diri untuk tidak melakukan kegiatan sebagai
gelandangan dan pengemis) yang dimaksudkan untuk memperoleh penghidupan
dan kehidupan yang layak.

Usaha rehabilitasi sosial bagi warga binaan ini

dilakukan agar mereka memperoleh penghidupan dan kehidupan yang layak dan
bermartabat.
Pelaksana kegiatan pelayanan dan rehabilitas sosial didasarkan pada hasil
asessment yang dilakukan oleh pekerja sosial. Hasil asessment tersebut merupakan
berkelanjutan, artinya hasil assesment dilakukan tidak hanya di awal proses
pemberian pelayanan tetapi juga dilakukan di saat dan diakhirinya proses pelayanan.
Adapun rehabilitasi yang dilakukan pada Gelandangan dan pengemis ini
melalui bimbingan mental/ spiritual, bimbingan sosial, bimbingan fisik dan
bimbingan keterampilan.
8

9