Chapter II Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Stres Kerja Karyawan Media Massa Medan

14

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. STRES KERJA
1. Definisi Stres Kerja
Stres kerja menurut Handoko (2000) adalah suatu kondisi ketegangan yang
mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang dalam bekerja.
Semakin berat stres yang dialami oleh karyawan, maka semakin terganggu
kemampuannya dalam pekerjaan dan lingkungannya. Stres kerja yang dialami
oleh para karyawan dapat menghambat tugas-tugas yang dibebankan, yang mana
manusia cenderung mengalami stres apabila ia kurang mampu mengadaptasikan
keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang ada, baik kenyataan yang
ada di dalam maupun di luar dirinya (Anoraga, 2001). Sebagai hasilnya, dalam
diri karyawan berkembang berbagai macam gejala stres yang dapat mengganggu
keberlangsungan kerja mereka. Orang-orang yang mengalami stres dapat menjadi
nervous dan merasakan kekuatiran kronis. Mereka sering menjadi mudah marah

dan agresi, tidak dapat bersikap tenang, atau tidak kooperatif (Rivai, 2005)
Luthans (2006) mengungkapkan stres kerja sebagai respon adaptif yang
dihubungkan oleh perbedaan individu dan atau proses psikologi yang merupakan

konsekuensi tindakan, situasi, atau kejadian eksternal (lingkungan) yang
menempatkan tuntutan psikologis dan atau fisik yang berlebihan pada seseorang.
Stres pada pekerjaan tentunya tidak akan muncul tanpa ada penyebabnya.
Robbins (2008) memaparkan bahwasannya stres kerja pada karyawan dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni faktor organisasi yang termasuk di

Universitas Sumatera Utara

15

dalamnya tuntutan tugas, tuntutan peran, dan tuntutan pribadi, kemudian faktor
lingkungan, serta faktor individu. Tak jauh berbeda dengan yang lainnya, Robbins
dan Coulter (2010) mendefinisikan stres sebagai reaksi negatif dari orang-orang
yang mengalami tekanan berlebih yang dibebankan kepada mereka akibat
tuntutan, hambatan, atau peluang yang terlampau banyak.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa stres kerja
merupakan suatu kondisi ketegangan yang berupa respon adaptif yang
dihubungkan dengan perbedaan individu dan atau proses psikologi yang
merupakan konsekuensi tindakan, situasi, atau kejadian eksternal (lingkungan)
yang menempatkan tuntutan psikologis dan atau fisik yang berlebihan pada

seseorang.
2. Dimensi Stres Kerja
Stres kerja dapat diukur dari 3 dimensi (Michael, 2009), yaitu:
a. Beban Kerja
Adanya ketidaksesuaian antara peran yang diharapkan, jumlah waktu, dan
sumber daya yang tersedia untuk memenuhi persyaratan tersebut. Beban
kerja berkaitan dengan banyaknya tugas-tugas yang harus dilaksanakan,
ketersediaan waktu, serta ketersediaan sumber daya. Apabila proporsi
ketiganya tidak seimbang, kemungkinan besar tugas tersebut tidak bisa
diselesaikan dengan baik. Ketidakseimbangan ini bisa menyebabkan
seseorang mengalami stres.

Universitas Sumatera Utara

16

b. Konflik Peran
Konflik peran merujuk kepada suatu keadaan ketika seseorang memiliki
satu atau lebih peran yang saling bersaing, dengan kata lain, tiap peran
memiliki tuntutan masing-masing, sehingga ketika individu memenuhi

tuntutan peran yang satu, maka akan sulit bagi individu tersebut untuk
memenuhi tuntutan peran yang lainnya (Rollinson, 2005).
c. Ambiguitas Peran
Ambiguitas peran berkaitan dengan ketidakjelasan tugas-tugas yang harus
dilaksanakan seorang karyawan. Hal ini terjadi salah satunya karena job
description tidak diberikan oleh atasan secara jelas, sehingga karyawan

kurang mengetahui peran apa yang harus dia lakukan serta tujuan yang
hendak dicapai dari perannya tersebut.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja
Menurut Robbins (2008) timbulnya stress kerja dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu:
a. Faktor Organisasi
Terdapat banyak sekali faktor di dalam organisasi yang dapat
menimbulkan stres. Beberapa faktor tersebut yakni tekanan untuk
menghindari kekeliruan atau menyelesaikan tugas dalam batas waktu yang
telah ditetapkan, beban kerja yang berlebih, pimpinan yang menuntut dan
kurang peka, serta rekan kerja yang tidak menyenangkan. Beberapa faktor
di atas dapat dikategorikan menjadi beberapa faktor, yaitu:


Universitas Sumatera Utara

17

1. Tuntutan tugas merupakan faktor yang terkait dengan tuntutan atau
tekanan

untuk

menunaikan

tugasnya

secara

baik

dan


benar.

2. Tuntutan peran berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada
seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam
organisasi itu. Konflik peran menciptakan harapan-harapan yang
barangkali sulit dirujukkan atau dipuaskan. Kelebihan peran terjadi bila
karyawan diharapkan untuk melakukan lebih daripada yang dimungkinkan
oleh waktu. Sehingga ambiguitas peran dapat tercipta bila harapan peran
tidak dipahami dengan jelas dan karyawan tidak pasti mengenai apa yang
harus dikerjakan.
3. Tuntutan antar pribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan
lain. Kurangnya dukungan sosial dari rekan-rekan dan hubungan antar
pribadi yang buruk dapat menimbulkan stres yang cukup besar, khususnya
di antara para karyawan yang memiliki kebutuhan sosial yang tinggi.
4. Struktur Organisasi menentukan tingkat diferensiasi dalam organisasi,
tingkat aturan dan peraturan dan dimana keputusan itu diambil. Aturan
yang berlebihan dan kurangnya berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan yang berdampak pada karyawan merupakan potensi sumber
stres.
b. Faktor Lingkungan

Ada beberapa faktor yang mendukung faktor lingkungan, yaitu:
1. Perubahan situasi bisnis yang menciptakan ketidakpastian ekonomi.

Universitas Sumatera Utara

18

Bila perekonomian itu menjadi menurun, orang menjadi semakin
mencemaskan kesejahteraan mereka.
2. Ketidakpastian politik. Situasi politik yang tidak menentu seperti yang
terjadi di Indonesia, banyak sekali demonstrasi dari berbagai kalangan
yang tidak puas dengan keadaan mereka. Kejadian semacam ini dapat
membuat orang merasa tidak nyaman. Seperti penutupan jalan karena ada
yang berdemo atau mogoknya angkutan umum dan membuat para
karyawan terlambat masuk kerja.
3. Kemajuan teknologi. Dengan kemajuan teknologi yang pesat, maka
hotel pun menambah peralatan baru atau membuat sistem baru. Yang
membuat karyawan harus mempelajari dari awal dan menyesuaikan diri
dengan itu.
4. Terorisme adalah sumber stres yang disebabkan lingkungan yang

semakin meningkat dalam abad ke 21, seperti dalam peristiwa penabrakan
gedung WTC oleh para teroris, menyebabkan orang-orang Amerika
merasa terancam keamanannya dan merasa stres.
c. Faktor Individu
Faktor ini mencakup kehidupan pribadi karyawan terutama faktor-faktor
persoalan keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik kepribadian
bawaan.
1.

Faktor persoalan keluarga. Survei

nasional

secara konsisten

menunjukkan bahwa orang menganggap bahwa hubungan pribadi dan
keluarga sebagai sesuatu yang sangat berharga. Kesulitan pernikahan,

Universitas Sumatera Utara


19

pecahnya hubungan dan kesulitan disiplin anak-anak merupakan contoh
masalah hubungan yang menciptakan stres bagi karyawan dan terbawa ke
tempat kerja.
2. Masalah Ekonomi. Diciptakan oleh individu yang tidak dapat mengelola
sumber daya keuangan mereka merupakan satu contoh kesulitan pribadi
yang dapat menciptakan stres bagi karyawan dan mengalihkan perhatian
mereka dalam bekerja.
3. Karakteristik kepribadian bawaan. Faktor individu yang penting
mempengaruhi stres adalah kodrat kecenderungan dasar seseorang.
Artinya gejala stres yang diungkapkan pada pekerjaan itu sebenarnya
berasal dari dalam kepribadian orang itu.
Berdasarkan uraian di atas dapatlah terlihat bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi terciptanya stres kerja adalah faktor organisasi, yang mana di
dalam faktor organisasi itu sendiri, dikemukakan bahwa gaya pemimpin dalam
memimpin bawahannya turut mempengaruhi stres kerja. Adapun salah satu
gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan oleh pemimpin organisasi kepada
bawahannya yakni gaya kepemimpinan transformasional.


B. GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL
1. Definisi Gaya Kepemimpinan Transformasional
Tichy dan Devanna (dalam Jewell, 1998) mendefinisikan gaya kepemimpinan
transformasional sebagai kepemimpinan yang mengenal perlunya perubahan

Universitas Sumatera Utara

20

organisasi, menciptakan visi, membuat komitmen pada visi tersebut, membentuk
budaya perusahaan untuk mendukung perubahan-perubahan, dengan cepat melihat
tanda-tanda perlunya perubahan dalam organisasi, serta mampu menciptakan
kepercayaan pada karyawannya, walaupun tidak memiliki hubungan personal
dengan tiap karyawannya.
Seperti ungkapan Bass dalam Muchinsky (2003) yang mendefinisikan gaya
kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan yang didasarkan pada
pengaruh dan hubungan pemimpin dengan pengikut atau bawahan. Dalam hal ini,
para pengikut akan merasa percaya, mengagumi, loyal, dan menghormati
pemimpin, serta memiliki komitmen dan motivasi yang tinggi untuk berprestasi
dan berkinerja yang lebih tinggi.

Pemimpin yang transformasional bisa menjadi direktif, partisipatif, otoriter
ataupun demokratis (Bass dalam Muchinsky, 2003). Menurut Bass (1990)
kepemimpinan transformasional ini bersifat kontinuum dan merupakan suatu
tingkatan di atas kepemimpinan transaksional dalam hal mengilhami dan
memotivasi bawahan untuk berbuat lebih dari yang diharapkan. Kepemimpinan
transformasional dapat menciptakan lingkungan yang memotivasi karyawan
dalam mencapai tujuan organisasi serta mengembangkan minat karyawan dalam
bekerja. Kemudian

Luthans (2006) menyatakan bahwa kepemimpinan

transformasional membawa keadaan menuju kinerja tinggi pada organisasi yang
menghadapi tuntutan pembaharuan dan perubahan.
Kepemimpinan transformasional juga didefinisikan sebagai antitesis dari
model kepemimpinan yang ingin mempertahankan status quo, sehingga

Universitas Sumatera Utara

21


kepemimpinan transformasional dapat didefinisikan sebagai kepemimpinan yang
mencakup upaya perubahan organisasi (Dwiyekti, 2011).
Transformasional berarti dalam pelaksanaannya, pengikut lebih diberikan
kebebebasan, rasa kepemilikan dan tanggung jawab yang memungkinkan para
pengikut untuk mengembangkan kemampuan kepemimpinan dan tujuan akhirnya
meningkat (Khan, 2012).
Tidak jauh berbeda dengan Bass, Modiani (2012) mengemukakan bahwa
kepemimpinan transformasional merupakan kemampuan untuk memberikan
inspirasi dan memotivasi para pengikutnya untuk mencapai hasil - hasil yang
lebih besar daripada yang direncanakan secara orisinil dan untuk imbalan internal.
Dari berbagai pendapat tersebut peneliti menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan
transformasional

merupakan kepemimpinan yang mengenal perlu adanya

perubahan organisasi didasarkan pada pengaruh serta hubungan pemimpin dengan
pengikut atau bawahan, menciptakan komitmen dan motivasi yang tinggi untuk
berprestasi dan berkinerja yang lebih tinggi serta menimbulkan rasa percaya,
kagum, loyal, dan hormat pada karyawan terhadap pemimpin.
2. Ciri-ciri Gaya Kepemimpinan Transformasional
Bass (1990) merumuskan empat ciri yang dimiliki oleh pemimpin dengan
gaya kepemimpinan transformasional, yaitu:
a. Pemimpin memiliki karisma yang diakui oleh pengikutnya ( charisma ),
berarti pemimpin yang menjadi model bagi pengikutnya, mendapatkan
rasa hormat untuk dipercaya, menerapkan standar moral yang tinggi, serta

Universitas Sumatera Utara

22

mampu menyampaikan rasa pengertian memiliki misi yang kuat terhadap
pengikutnya.
b. Dapat memberikan inspirasi atau menjadi sumber inspirasi bagi
pengikutnya (inspirational), berarti pemimpin yang percaya diri,
meningkatkan optimism dan antusias kelompok, serta mampu memotivasi
pengikutnya.
c. Perilaku dan perhatian pemimpin terhadap pengikutnya bersifat individual
(individualized consideration ), berarti memberikan perhatian secara
personal pada semua individu serta membuat individu merasa dihargai.
d. Pemimpin memiliki kemampuan menstimulasi pemikiran atau ide-ide dari
bawahannya (intellectual stimulation), berarti menunjukkan cara-cara
dalam mendorong pengikut menjadi inovatif dan kreatif dalam memimpin.

C. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional terhadap Stres Kerja
Karyawan
Stres kerja merupakan respon adaptif yang dihubungkan oleh perbedaan
individu dan atau proses psikologi yang merupakan konsekuensi tindakan, situasi,
atau kejadian eksternal (lingkungan) yang menempatkan tuntutan psikologis dan
atau fisik yang berlebihan pada seseorang (Luthans, 2006). Gaya kepemimpinan
transformasional merupakan kepemimpinan yang didasarkan pada pengaruh dan
hubungan pemimpin dengan pengikut atau bawahan, yang dalam hal ini, para
pengikut akan merasa percaya, mengagumi, loyal, dan menghormati pemimpin,

Universitas Sumatera Utara

23

serta memiliki komitmen dan motivasi yang tinggi untuk berprestasi dan
berkinerja yang lebih tinggi (Bass dalam Muchinsky, 2003).
Pemimpin yang transformasional merupakan pemimpin yang memberikan
perhatian bersifat individual kepada karyawannya (Bass,1990). Perhatian yang
bersifat individual ini berarti pemimpin sangat tahu benar diri tiap-tiap
karyawannya. Dengan demikian hal ini menunjukkan bahwa pemimpin dengan
gaya kepemimpinan transformasional harusnya mampu mengatur peran serta
beban kerja tiap bawahannya sehingga dapat mencegah terjadinya stres kerja.
Salah satu faktor yang menyebabkan terciptanya stres kerja adalah faktor
organisasi, yang mana di dalam nya terdapat beberapa hal yang dapat memicu
terjadinya stres kerja, salah satunya adalah pimpinan yang terlalu menuntut dan
kurang peka (Robbins, 2008). Apabila dikaitkan dengan pemimpin yang
transformasional, yakni pemimpin yang dikenal dengan karakteristiknya yang
memberikan perhatian bersifat individual, yang berarti pemimpin yang
memberikan perhatian kepada tiap bawahannya (Bass, 1990). Hal ini merupakan
bentuk kepekaan pemimpin terhadap keadaan bawahan, sehingga hal tersebut
menunjukkan bahwa semakin peka pemimpin terhadap keadaan bawahan, maka
semakin kecil kemungkinan terciptanya stres kerja (Robbins, 2008).
Kemudian daripada itu, pemimpin yang transformasional juga mampu
menstimulasi pemikiran atau ide-ide bawahannya (Bass, 1990), dapat menjadi
seorang pemimpin yang direktif ketika situasi yang mengharuskan pemimpin
menjadi direktif atau bahkan dapat menjadi seseorang yang otoriter maupun
partisipatif, bergantung pada situasi yang terjadi (Bass, dalam Jewel 1998).

Universitas Sumatera Utara

24

Berdasarkan

pernyataan

tersebut,

berarti

dengan

gaya

kepemimpinan

transformasional pemimpin dapat mencegah munculnya stres kerja dikarenakan
pemimpin yang transformasional termasuk pemimpin yang dapat mengontrol
segala situasi yang terjadi dalam organisasi/perusahaan. Transformasional sendiri
berarti dalam pelaksanaannya, pengikut lebih diberikan kebebebasan, rasa
kepemilikan dan tanggung jawab yang memungkinkan para pengikut untuk
mengembangkan kemampuan kepemimpinan dan tujuan akhirnya meningkat
(Khan, 2012). Maka dengan kata lain, pemberian kebebasan pada karyawan ini
memungkinkan karyawan dapat bekerja dengan lebih tenang walaupun dituntut
harus bekerja lebih daripada tujuan organisasi, sehingga mencegah timbulnya
kondisi yang tegang yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi
karyawan dalam bekerja (Handoko,2000).
Dalam kegiatan memimpin, mengawasi dan mengontrol bawahan, tentunya
perlu diciptakan sebuah hubungan yang baik antara pemimpin dan bawahan atau
anak buah; pemimpin yang dapat memotivasi dan memberikan perhatian secara
individual kepada tiap bawahannya (Bass,1990). Pemimpin dengan gaya
kepemimpinan transformasional akan memotivasi bawahannya agar berprestasi
dan bekerja yang lebih tinggi, hal ini berarti menjadi tuntutan tiap bawahan untuk
dapat menghasilkan sesuatu yang lebih lagi di luar target pemimpin (Bass,1990).
Sedangkan setiap individu memiliki kepribadiannya masing-masing. Tidak semua
individu dapat menjalankan tuntutan yang berada di luar kemampuannya,
sehingga dalam hal ini pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional
harusnya mampu mencegah terjadinya konflik peran pada setiap karyawannya.

Universitas Sumatera Utara

25

Konflik peran merupakan suatu keadaan ketika seseorang memiliki satu atau
lebih peran yang saling bersaing, dengan kata lain, tiap peran memiliki tuntutan
masing-masing, jadi ketika individu memenuhi tuntutan peran yang satu, maka
akan sulit bagi individu tersebut untuk memenuhi tuntutan peran yang lainnya
(Rollinson, 2005). Pemimpin yang terlalu banyak menuntut dan kurang peka
terhadap keadaan dan kemampuan karyawannya dapat menjadi salah satu faktor
terciptanya konflik peran yang kemudian berujung kepada stres kerja (Robbins,
2003). Namun, pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan transformasional
dikenal dengan karakteristiknya yang memberikan perhatian bersifat individual
(Bass, 1990). Pemberian perhatian kepada bawahan oleh pemimpin dengan gaya
kepemimpinan transformasional merupakan bentuk kepekaan pemimpin terhadap
keadaan bawahan, termasuk peran-peran yang dimiliki karyawan. Sehingga, hal
tersebut menunjukkan bahwa semakin peka pemimpin terhadap keadaan bawahan
khususnya peran bawahan, maka semakin kecil kemungkinan terciptanya konflik
peran yang merupakan salah satu aspek dari stres kerja.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan
transformasional berpengaruh negatif terhadap stres kerja, semakin kuat gaya
kepemimpinan transformasional yang diterapkan oleh pemimpin, semakin rendah
stres kerja karyawan.

Universitas Sumatera Utara

26

D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah
terdapat pengaruh negatif gaya kepemimpinan transformasional terhadap stres
kerja karyawan media massa Medan.

Universitas Sumatera Utara