Akibat anak dimanjakan.pdf
Apakah akibatnya?
KALAU ANDA MEMANJAKAN ANAK
Seringkali kita mendengar keluhan orang tua tentang anaknya yang seharusnya sudah
dewasa tapi masih saja bersikap seperti anak‐anak. Memang setiap orang tua
mempunyai harapan agar anak‐anaknya kelak dapat berkembang menjadi manusia
dewasa secara sempurna, artinya kedewasaannya tidak dalam arti pisik atau segi
usianya saja tapi betul‐betul dewasa dalam arti jasmani, rohani maupun social. Akan
tidak setiap harapan yang ideal itu dapat terwujud begitu saja apabila sering
melakukan kesalahan‐kesalahan didalam proses mendidik anak menjadi manusia
dewasa. Banyak orang tua yang mengalami kegagalan didalam mendidik anak‐
anaknya walaupun orangtua sudah berusaha maksimal mungkin, bahkan orangtua
merasa sudah memforsir segalanya untuk kepentingan anak didalam proses menuju
manusia dewasa.
Untuk menjadi manusia dewasa dalam arti jasmani, rohani, maupun social banyak
sekali factor‐faktor yang mempengaruhi seperti factor bakat, factor pendidikan, factor
ekonomi, factor social, factor keluarga dan lain sebagainya. Kegagalan orang tua
didalam mendidik anaknya menjadi manusia dewasa dapat disebabkan oleh salah
satu atau beberapa factor dari factor‐faktor tersebut.
A. BILAMANAKAH ORANGTUA ATAU KELUARGA DIKATAKAN “MEMANJAKAN”
ANAK?
Biasanya orang tua (ibu dan ayah) dan keluarga lainnya (nenek, kakek, kakak,
pembantu rumah tangga dan lain‐lainnya) tanpa disadari telah bersikap
“memanjakan” terhadap anak. Dalam kehidupan sehari‐hari “memanjakan”
anak ini dapat dilihat dalam berbagai cara antara lain:
1. Melindungi anak secara berlebihan.
Kebiasaan orangtua untuk melindungi anak secara berlebihan ini
disebabkan orang tua senantiasa dihinggapi perasaan khawatir akan
bahaya yang mengancam anaknya. Oleh karena itu orang tua senantiasa
bersikap melindungi terhadap anak dengan berbagai cara, misalnya
memberikan perawatan yang berlebihan terhadap anak; anak yang
seharusnya sudah dapat makan sendiri, mandi dan berpakaian sendiri
tapi masih saja ditolong orang tua.
Cara lain yang dilakukan orang tua untuk melindungi anaknya ialah orang
tua terlalu membatasi tingkah laku dan gerak gerik anak misalnya anak
tidak boleh bermain dengan si A atau si B, anak tidak boleh bermain
terlalu jauh, anak tidak boleh belajar ditempat/dikota yang jauh dari
orang tua, padahal menurut perkembangan usianya anak sudah
seharusnya tidak selalu bergaul dan berada didekat orang tua saja. Dan
tidak sedikit pula orang tua yang sering bersikap melindungi terhadap
kesalahan‐kesalahan yang diperbuat oleh anak, setiap anak berbuat suatu
kesalahan orang tua selalu menutupi dan tidak menyetujui apabila
diambil tindakan. Jadi anak tidak dididik bagaimana seharusnya
memperbaiki kesalahan yang telah diperbuatnya.
2. Memenuhi segala permintaan anak
Banyak orang tua yang memanjakan anaknya dengan cara ini. Segala
permintaan anak tidak ada yang ditolak, apa yang diminta asal orang tua
mampu menyediakan dan membelikan akan dipenuhi. Yang dijadikan
ukuran oleh orang tua adalah kemampuannya atau kesanggupannya
tanpa melihat segi positif dan negatifnya, tanpa melihat apa manfaat dan
apa manfaatnya apabila permintaan anak itu dipenuhi. Hal ini didorong
oleh perasaan kasih sayang yang berlebihan, sehingga apabila orantua
sampai menolak permintaan anak, orang tua khawatir kalau anaknya
mempunyai perasaan bahwa kasih sayang orang tuanya terhadapnya
sudah berkurang. Cara ini juga dilakukan oleh orang tua yang senantiasa
diliputi oleh berbagai kesibukan atau halangan lain yang menyebabkan
orang tua tidak dapat mencurahkan dan memberikan kasih sayangnya
dengan cara‐cara yang wajar, terpaksa diberikan dengan yang dapat
dilakukan yaitu memenuhi segala yang diminta anak.
3. Menuruti segala kemauan anak
“Inem, saya mau pergi kerumah kenalan sebentar, si Didi saya tinggal
dirumah, agar dia tidak menangis tidak cerewet turuti sajalah apa
kemauannya”, begitu pesan seorang ibu kepada pembantunya. Rupanya
sang ibu ini tidak mau kesulitan, tidak mau repot‐repot didalam
membesarkan anaknya. Oleh karena itu dia mengambil jalan yang mudah,
dituruti saja segala kemauan anaknya daripada harus pusing‐pusing
mengalihkan perhatian anak dari kemauannya. Asal kemauan anak sudah
dituruti segalanya akan beres, anak tidak akan menangis lagi, anak tidak
akan mengganggu ibu lagi dan tidak akan mogok lagi.
Memang jalan yang diambil oleh ibu tersebut adalah jalan yang paling
mudah dan praktis asalkan kita dapat berbuat sesuai dengan apa yang
menjadi kemauan anak. Tetapi kita harus ingat bahwa tidak semua
kemauan anak harus kita turuti, terhadap hal‐hal yang tidak prinsip boleh
saja orangtua mengalah menuruti kemauan anak, apalagi kalau
kemauannya itu ada hubungan erat dengan perkembangan kemauannya
seperti yang terjadi pada anak trotz I yang memang harus mendapatkan
penyaluran yang baik. Terhadap hal‐hal yang prinsip orang tua tidak boleh
tunduk kepada kemauan anak, lebih‐lebih kalau kemauannya itu dapat
merugikan orang lain atau dirinya sendiri. Jadi orang tua harus dapat
berbuat bijaksana dapat mempertimbangkan dulu mana kemauan anak
yang harus dituruti, mana yang harus ditolak dan mana yang perlu
ditunda dulu pelaksanaannya.
4. Membiarkan anak hidup tidak teratur
Anak‐anak dibiarkan untuk hidup sesuka hatinya tanpa menghiraukan
kebiasaan‐kebiasaan atau norma‐norma umum yang berlaku didalam
keluarga. Kalau kebetulan anak itu menyukai pekerjaan yang seharusnya
dia dia lakukan akan dikerjakan, tapi kalau dia tidak menyukai pekerjaan
tersebut dia tidak akan mengerjakan. Kalau anak menghendaki bangun
pagi ibu akan membangunkannya tapi kalau anak menghendaki bangun
siang ibu akan membiarkannya jam berapa saja dia akan bangun sesuka
hati anaknya. Demikian juga mandi dan makannya serta kegiatan‐
kegiatan lainnya akan dikerjakan pada waktu yang tidak menentu. Anak‐
anak yang dibiarkan hidup tidak teratur ini tidak mengenal ketertiban dan
kerapihan, barang‐barang yang menjadi miliknya ditempatkan secara
sembarang : permainannya, pakaiannya, alat‐alat sekolahnya semua acak‐
acakan. Alasan orang tua membiarkan anak hidup semaunya sendiri ini
karena orang tua tidak sampai hati kalau anaknya terikat dengan
peraturan, terikat dengan waktu, terikat dengan tatatertib yang
semuanya itu menyebabkan anak tidak tidak bebas bertindak.
5. Membebaskan anak dari berbagai kesulitan
Karena didorong oleh perasaan kasih sayang yang berlebihan, dalam
kehidupan sehari‐hari orang tua selalu mengusahakan agar anaknya
jangan sampai mengalami kesulitan, segala hal yang sekiranya akan
merintangi maksud dan tujuan yang akan dicapai anak oleh orang tua
disingkirkan. Kesukaran‐kesukaran yang dihadapi yang seharusnya
dipecahkan sendiri oleh anak diambil alih orang tua, sehingga anak tidak
pernah merasakan kepahitan, segala onak dan duri telah dibersihkan
orang tua dan anak tinggal memasuki jalan yang mulus didalam mencapai
tujuannya. Dengan demikian anak tidak dilatih untuk menghadapi dan
memecahkan kesulitannya, anak tidak diberi kesempatan untuk mencari
jalan keluar bagi persoalan‐persoalan hidup yang dialaminya. Orangtua
boleh saja membantu memecahkan persoalan yang dihadapi anaknya,
tapi harus apakah kesulitan itu memang harus ditangani orang tua,
apakah persoalan itu cukup ditangani anak sendiri atau anak itu sendiri
harus diberi kesempatan untuk mencoba menyelesaikannya dan kalau
sudah dicoba tidak dapat baru orang tua turun langsung
menyelesaikannya menyelesaikannya. Jangan setiap kesulitan langsung
diselesaikan orang tua.
6. Menjadikan anak sebagai pusat perhatian keluarga
Anak sulung, anak bungsu, atau anak tunggal biasanya memperoleh
perhatian istimewa dari keluarga, jadi bukan pihak orang tua saja yang
bersikap memanjakan, akan tetapi semua anggota keluarga ikut
memanjakannya dengan cara menjadikan anak sebagai pusat perhatian
keluarga. Anak yang dijadikan sebagai pusat perhatian biasanya selalu
memperoleh kepuasan lahir dan batin tanpa berbuat sesuatu yang wajar.
Mendapatkan kepuasan lahiriah artinya segala keperluan dan kebutuhan
lahiriahnya mendapatkan pemenuhan yang istimewa mulai dari
makannya,
permainannya,
pakaiannya,
alat‐alat
sekolahnya
keuangannya, hobbynya, semuanya terpenuhi dan diperoleh anak tanpa
ada kesulitan, sebab keluarga bersikap seakan‐akan semua yang ada
memang disediakan untuk si bungsu atau si tunggal. Mendapatkan
kepuasan batiniah artinya segala tingkah laku dan prestasi yang dicapai
anak tidak begitu berarti. Yang penting bagaimana sikap keluarga
terhadap anak agar anak selalu dalam keadaan senang dan puas
memperoleh perhatian dan pujian dari keluarga.
B. APAKAH AKIBAT DARI SIKAP ‘MEMANJAKAN’ ANAK TERSEBUT?
Oleh karena sikap “memanjakan” anak itu termasuk salah satu tindakan yang
salah didalam pendidikan, maka tentu saja banyak menimbulkan atau
mengakibatkan sifat‐sifat negative terhadap anak. Sifat‐sifat negative itu
sangat merugikan anak didalam proses perkembangannya menuju manusia
dewasa. Sifat‐sifat negative itu diantaranya :
1. Anak menjadi keras kepala
Karena sejak kecil anak dibiasakan untuk dipenuhi dan dituruti segala
permintaan dan kemauannya, maka dalam perkembangan selanjutnya
anak akan menuntut hal yang sama dia akan memaksa orang lain untuk
berbuat menurut kehendak dan pikirannya yang seringkali bertentangan
dengan kehendak dan pikiran orang lain. Anak keras kepala ini akan
senantiasa mempertahankan kemauannya sendiri dan kalau perlu dia
akan berusaha untuk mempertahankan dengan jalan memberikan
ancaman, melakukan pemogokan dan lain sebagainya. Sebaliknya anak
keras kepala ini sulit untuk berbuat menurut kemauan dan kebutuhan
orang lain, dia hanya dapat berbuat menurut kehendaknya sendiri karena
waktu kecilnya dia tidak pernah berbuat atas kehendak dan perintah
orang lain, sehingga besarpun orang lain harus tunduk kepada kemauan
atau perintahnya.
2. Anak menjadi egoistis
Anak egosentris adalah anak yang menjadikan dirinya sebagai pusat
perhatian. Segala sesuatu yang ada hubungannya dengan dirinya dan
kepentingannya dianggapnya penting, sebaliknya kalau menghadapi hal‐
hal yang tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya atau kebutuhannya
dianggapnya hal itu tidak penting. Anak egosentris ini cenderung
membesarkna dirinya dan meremehkan orang lain, dia menganggap
bahwa orang lain harus berbuat jasa sebanyak mungkin kepada dirinya
dan dia sendiri tidak perlu berbuat jasa kepada orang lain, dia lebih tahu
tentang haknya daripada kewajibannya. Hal ini tidak lain disebabkan
karena sejak kecil sudah terbiasa menjadi pihak penerima dan tidak
pernah member, dia adalah raja kecil dirumahnya sehingga besarpun
ingin bertindak sebagai raja terhadap orang lain, suatu hal yang tidak
mungkin terjadi. Hal ini hanya dapat terjadi dilingkungan keluarganya.
3. Anak tidak mempunyai inisiatif
Anak yang dimanjakan yang senantiasa ditolong orangtua didalam
menghadapi kesulitannya, dia akan banyak menemui hambatan‐
hambatan didalam proses perkembangannya untuk hidup berdiri sendiri
menjadi manusia dewasa, karena sejak kecil tidak pernah mendapatkan
latihan untuk diajak memecahkan persoalan. Dengan demikian inisiatif
anak tidak pernah memperoleh stimulant (rangsangan) untuk timbul dan
berkembang. Setiap ada persoalan yang seharusnya dipecahkan sendiri
dia tidak tahu apa yang harus diperbuat walau itu berhubungan dengan
dirinya sendiri. Lebih‐lebih dalam menghadapi masyarakat sekitar dia
akan banyak mengalami kesulitan karena masyarakat tidak akan
memberikan pertolongan sebagaimana yang biasa diperoleh dari orang
tua atau keluarganya.
4. Anak ingin menjadi ‘orang top’ tanpa berkarya
Sikap keluarga yang memanjakan anak dengan cara menjadikan anak
sebagai pusat perhatian keluarga, besar pengaruhnya terhadap
perkembangan kepribadian anak. Dengan sikap keluarga tersebut anak
tidak pernah bersusah payah dan tanpa menunjukkan partisipasiny dia
memperoleh tempat dan pujian yang memuaskan dilingkungan
keluarganya, dimana anak senantiasa berada ditempat teratas atau
nomer satu. Maka setelah anak mencapai usia dimana dia harus bergaul
dengan masyarakat dia mempunyai anggapan dan harapan bahwa orang
lainpun akan memberikan “keistimewaan” kepadanya, dengan
menjadikan dan menempatkan dia sebagai “orang nomer satu” walaupun
dia tidak berbuat sesuatu yang berarti, dikiranya segalanya dapat datang
dan terjadi dengan sendirinya seperti yang terjadi dilingkungan
keluarganya. Anak yang dimanjakan dengan menjadikan dia sebagai pusat
perhatian keluarga akan senantiasa berusaha untuk menarik perhatian
orang‐orang disekitarnya dengan berbagai cara baik dilingkungan sekolah,
dalam kelompok bermain, maupun dalam kelompok social lainnya.
Disinilah anak akan mengalami kesulitan didalam pergaulan.
5. Anak mempunyai perasaan cemburu terhadap kelebihan yang ada pada
orang lain.
Keinginan untuk menjadi “orang top” ini disertai dengan perasaan
cemburu bila ada orang lain mempunyai kelebihan yang cukup menarik
perhatian orang disekitarnya, baik kelebihan tersebut dalam bentuk
kecantikan/ketampanan, pakaian, kekayaan, kepandaian, kehormatan,
prestasi atau lainnya, anak ini mempunyai anggapan bahwa dialah
sebenarnya yang berhak untuk memiliki kelebihan itu, sebaliknya orang
lain tidak mempunyi hak untuk memiliki kelebihan tersebut, tidak
mempunyai hak untuk memperoleh perhatian atau pujian walau orang itu
mempunyai prestasi nyata yang dapat dibanggakan.
Sebagai akibat dari sifat‐sifat negative tersebut (1,2,3,4 dan 5) maka
tidaklah mengherankan kalau ANAK TIDAK CEPAT MENJADI DEWASA.
Akan tetapi perlu dicatat bahwa tidak semua anak yang dimanjakan
mempunyai sifat‐sifat negative seperti tersebut diatas tergantung
bagaimana cara orang tua memanjakan anaknya, sebab cara memanjakan
anak itu berbeda‐beda pada tiap keluarga. Perbedaan ini juga dipengaruhi
oleh kedudukan anak didalam keluarga misalnya: anak sulung, anak
tunggal, anak bungsu, anak laki‐laki tunggal yang saudara‐saudaranya
perempuan, anak perempuan tunggal yang saudara‐saudranya laki‐laki,
anak yang hidup yang sebelumnya saudara‐saudaranya meninggal, anak
yang dalam waktu yang waktu lama tidak mempunyai adik, yang
kesemuanya ini mempunyai kecenderungan untuk ‘dimanjakan’ orang tua
atau keluarga.
KALAU ANDA MEMANJAKAN ANAK
Seringkali kita mendengar keluhan orang tua tentang anaknya yang seharusnya sudah
dewasa tapi masih saja bersikap seperti anak‐anak. Memang setiap orang tua
mempunyai harapan agar anak‐anaknya kelak dapat berkembang menjadi manusia
dewasa secara sempurna, artinya kedewasaannya tidak dalam arti pisik atau segi
usianya saja tapi betul‐betul dewasa dalam arti jasmani, rohani maupun social. Akan
tidak setiap harapan yang ideal itu dapat terwujud begitu saja apabila sering
melakukan kesalahan‐kesalahan didalam proses mendidik anak menjadi manusia
dewasa. Banyak orang tua yang mengalami kegagalan didalam mendidik anak‐
anaknya walaupun orangtua sudah berusaha maksimal mungkin, bahkan orangtua
merasa sudah memforsir segalanya untuk kepentingan anak didalam proses menuju
manusia dewasa.
Untuk menjadi manusia dewasa dalam arti jasmani, rohani, maupun social banyak
sekali factor‐faktor yang mempengaruhi seperti factor bakat, factor pendidikan, factor
ekonomi, factor social, factor keluarga dan lain sebagainya. Kegagalan orang tua
didalam mendidik anaknya menjadi manusia dewasa dapat disebabkan oleh salah
satu atau beberapa factor dari factor‐faktor tersebut.
A. BILAMANAKAH ORANGTUA ATAU KELUARGA DIKATAKAN “MEMANJAKAN”
ANAK?
Biasanya orang tua (ibu dan ayah) dan keluarga lainnya (nenek, kakek, kakak,
pembantu rumah tangga dan lain‐lainnya) tanpa disadari telah bersikap
“memanjakan” terhadap anak. Dalam kehidupan sehari‐hari “memanjakan”
anak ini dapat dilihat dalam berbagai cara antara lain:
1. Melindungi anak secara berlebihan.
Kebiasaan orangtua untuk melindungi anak secara berlebihan ini
disebabkan orang tua senantiasa dihinggapi perasaan khawatir akan
bahaya yang mengancam anaknya. Oleh karena itu orang tua senantiasa
bersikap melindungi terhadap anak dengan berbagai cara, misalnya
memberikan perawatan yang berlebihan terhadap anak; anak yang
seharusnya sudah dapat makan sendiri, mandi dan berpakaian sendiri
tapi masih saja ditolong orang tua.
Cara lain yang dilakukan orang tua untuk melindungi anaknya ialah orang
tua terlalu membatasi tingkah laku dan gerak gerik anak misalnya anak
tidak boleh bermain dengan si A atau si B, anak tidak boleh bermain
terlalu jauh, anak tidak boleh belajar ditempat/dikota yang jauh dari
orang tua, padahal menurut perkembangan usianya anak sudah
seharusnya tidak selalu bergaul dan berada didekat orang tua saja. Dan
tidak sedikit pula orang tua yang sering bersikap melindungi terhadap
kesalahan‐kesalahan yang diperbuat oleh anak, setiap anak berbuat suatu
kesalahan orang tua selalu menutupi dan tidak menyetujui apabila
diambil tindakan. Jadi anak tidak dididik bagaimana seharusnya
memperbaiki kesalahan yang telah diperbuatnya.
2. Memenuhi segala permintaan anak
Banyak orang tua yang memanjakan anaknya dengan cara ini. Segala
permintaan anak tidak ada yang ditolak, apa yang diminta asal orang tua
mampu menyediakan dan membelikan akan dipenuhi. Yang dijadikan
ukuran oleh orang tua adalah kemampuannya atau kesanggupannya
tanpa melihat segi positif dan negatifnya, tanpa melihat apa manfaat dan
apa manfaatnya apabila permintaan anak itu dipenuhi. Hal ini didorong
oleh perasaan kasih sayang yang berlebihan, sehingga apabila orantua
sampai menolak permintaan anak, orang tua khawatir kalau anaknya
mempunyai perasaan bahwa kasih sayang orang tuanya terhadapnya
sudah berkurang. Cara ini juga dilakukan oleh orang tua yang senantiasa
diliputi oleh berbagai kesibukan atau halangan lain yang menyebabkan
orang tua tidak dapat mencurahkan dan memberikan kasih sayangnya
dengan cara‐cara yang wajar, terpaksa diberikan dengan yang dapat
dilakukan yaitu memenuhi segala yang diminta anak.
3. Menuruti segala kemauan anak
“Inem, saya mau pergi kerumah kenalan sebentar, si Didi saya tinggal
dirumah, agar dia tidak menangis tidak cerewet turuti sajalah apa
kemauannya”, begitu pesan seorang ibu kepada pembantunya. Rupanya
sang ibu ini tidak mau kesulitan, tidak mau repot‐repot didalam
membesarkan anaknya. Oleh karena itu dia mengambil jalan yang mudah,
dituruti saja segala kemauan anaknya daripada harus pusing‐pusing
mengalihkan perhatian anak dari kemauannya. Asal kemauan anak sudah
dituruti segalanya akan beres, anak tidak akan menangis lagi, anak tidak
akan mengganggu ibu lagi dan tidak akan mogok lagi.
Memang jalan yang diambil oleh ibu tersebut adalah jalan yang paling
mudah dan praktis asalkan kita dapat berbuat sesuai dengan apa yang
menjadi kemauan anak. Tetapi kita harus ingat bahwa tidak semua
kemauan anak harus kita turuti, terhadap hal‐hal yang tidak prinsip boleh
saja orangtua mengalah menuruti kemauan anak, apalagi kalau
kemauannya itu ada hubungan erat dengan perkembangan kemauannya
seperti yang terjadi pada anak trotz I yang memang harus mendapatkan
penyaluran yang baik. Terhadap hal‐hal yang prinsip orang tua tidak boleh
tunduk kepada kemauan anak, lebih‐lebih kalau kemauannya itu dapat
merugikan orang lain atau dirinya sendiri. Jadi orang tua harus dapat
berbuat bijaksana dapat mempertimbangkan dulu mana kemauan anak
yang harus dituruti, mana yang harus ditolak dan mana yang perlu
ditunda dulu pelaksanaannya.
4. Membiarkan anak hidup tidak teratur
Anak‐anak dibiarkan untuk hidup sesuka hatinya tanpa menghiraukan
kebiasaan‐kebiasaan atau norma‐norma umum yang berlaku didalam
keluarga. Kalau kebetulan anak itu menyukai pekerjaan yang seharusnya
dia dia lakukan akan dikerjakan, tapi kalau dia tidak menyukai pekerjaan
tersebut dia tidak akan mengerjakan. Kalau anak menghendaki bangun
pagi ibu akan membangunkannya tapi kalau anak menghendaki bangun
siang ibu akan membiarkannya jam berapa saja dia akan bangun sesuka
hati anaknya. Demikian juga mandi dan makannya serta kegiatan‐
kegiatan lainnya akan dikerjakan pada waktu yang tidak menentu. Anak‐
anak yang dibiarkan hidup tidak teratur ini tidak mengenal ketertiban dan
kerapihan, barang‐barang yang menjadi miliknya ditempatkan secara
sembarang : permainannya, pakaiannya, alat‐alat sekolahnya semua acak‐
acakan. Alasan orang tua membiarkan anak hidup semaunya sendiri ini
karena orang tua tidak sampai hati kalau anaknya terikat dengan
peraturan, terikat dengan waktu, terikat dengan tatatertib yang
semuanya itu menyebabkan anak tidak tidak bebas bertindak.
5. Membebaskan anak dari berbagai kesulitan
Karena didorong oleh perasaan kasih sayang yang berlebihan, dalam
kehidupan sehari‐hari orang tua selalu mengusahakan agar anaknya
jangan sampai mengalami kesulitan, segala hal yang sekiranya akan
merintangi maksud dan tujuan yang akan dicapai anak oleh orang tua
disingkirkan. Kesukaran‐kesukaran yang dihadapi yang seharusnya
dipecahkan sendiri oleh anak diambil alih orang tua, sehingga anak tidak
pernah merasakan kepahitan, segala onak dan duri telah dibersihkan
orang tua dan anak tinggal memasuki jalan yang mulus didalam mencapai
tujuannya. Dengan demikian anak tidak dilatih untuk menghadapi dan
memecahkan kesulitannya, anak tidak diberi kesempatan untuk mencari
jalan keluar bagi persoalan‐persoalan hidup yang dialaminya. Orangtua
boleh saja membantu memecahkan persoalan yang dihadapi anaknya,
tapi harus apakah kesulitan itu memang harus ditangani orang tua,
apakah persoalan itu cukup ditangani anak sendiri atau anak itu sendiri
harus diberi kesempatan untuk mencoba menyelesaikannya dan kalau
sudah dicoba tidak dapat baru orang tua turun langsung
menyelesaikannya menyelesaikannya. Jangan setiap kesulitan langsung
diselesaikan orang tua.
6. Menjadikan anak sebagai pusat perhatian keluarga
Anak sulung, anak bungsu, atau anak tunggal biasanya memperoleh
perhatian istimewa dari keluarga, jadi bukan pihak orang tua saja yang
bersikap memanjakan, akan tetapi semua anggota keluarga ikut
memanjakannya dengan cara menjadikan anak sebagai pusat perhatian
keluarga. Anak yang dijadikan sebagai pusat perhatian biasanya selalu
memperoleh kepuasan lahir dan batin tanpa berbuat sesuatu yang wajar.
Mendapatkan kepuasan lahiriah artinya segala keperluan dan kebutuhan
lahiriahnya mendapatkan pemenuhan yang istimewa mulai dari
makannya,
permainannya,
pakaiannya,
alat‐alat
sekolahnya
keuangannya, hobbynya, semuanya terpenuhi dan diperoleh anak tanpa
ada kesulitan, sebab keluarga bersikap seakan‐akan semua yang ada
memang disediakan untuk si bungsu atau si tunggal. Mendapatkan
kepuasan batiniah artinya segala tingkah laku dan prestasi yang dicapai
anak tidak begitu berarti. Yang penting bagaimana sikap keluarga
terhadap anak agar anak selalu dalam keadaan senang dan puas
memperoleh perhatian dan pujian dari keluarga.
B. APAKAH AKIBAT DARI SIKAP ‘MEMANJAKAN’ ANAK TERSEBUT?
Oleh karena sikap “memanjakan” anak itu termasuk salah satu tindakan yang
salah didalam pendidikan, maka tentu saja banyak menimbulkan atau
mengakibatkan sifat‐sifat negative terhadap anak. Sifat‐sifat negative itu
sangat merugikan anak didalam proses perkembangannya menuju manusia
dewasa. Sifat‐sifat negative itu diantaranya :
1. Anak menjadi keras kepala
Karena sejak kecil anak dibiasakan untuk dipenuhi dan dituruti segala
permintaan dan kemauannya, maka dalam perkembangan selanjutnya
anak akan menuntut hal yang sama dia akan memaksa orang lain untuk
berbuat menurut kehendak dan pikirannya yang seringkali bertentangan
dengan kehendak dan pikiran orang lain. Anak keras kepala ini akan
senantiasa mempertahankan kemauannya sendiri dan kalau perlu dia
akan berusaha untuk mempertahankan dengan jalan memberikan
ancaman, melakukan pemogokan dan lain sebagainya. Sebaliknya anak
keras kepala ini sulit untuk berbuat menurut kemauan dan kebutuhan
orang lain, dia hanya dapat berbuat menurut kehendaknya sendiri karena
waktu kecilnya dia tidak pernah berbuat atas kehendak dan perintah
orang lain, sehingga besarpun orang lain harus tunduk kepada kemauan
atau perintahnya.
2. Anak menjadi egoistis
Anak egosentris adalah anak yang menjadikan dirinya sebagai pusat
perhatian. Segala sesuatu yang ada hubungannya dengan dirinya dan
kepentingannya dianggapnya penting, sebaliknya kalau menghadapi hal‐
hal yang tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya atau kebutuhannya
dianggapnya hal itu tidak penting. Anak egosentris ini cenderung
membesarkna dirinya dan meremehkan orang lain, dia menganggap
bahwa orang lain harus berbuat jasa sebanyak mungkin kepada dirinya
dan dia sendiri tidak perlu berbuat jasa kepada orang lain, dia lebih tahu
tentang haknya daripada kewajibannya. Hal ini tidak lain disebabkan
karena sejak kecil sudah terbiasa menjadi pihak penerima dan tidak
pernah member, dia adalah raja kecil dirumahnya sehingga besarpun
ingin bertindak sebagai raja terhadap orang lain, suatu hal yang tidak
mungkin terjadi. Hal ini hanya dapat terjadi dilingkungan keluarganya.
3. Anak tidak mempunyai inisiatif
Anak yang dimanjakan yang senantiasa ditolong orangtua didalam
menghadapi kesulitannya, dia akan banyak menemui hambatan‐
hambatan didalam proses perkembangannya untuk hidup berdiri sendiri
menjadi manusia dewasa, karena sejak kecil tidak pernah mendapatkan
latihan untuk diajak memecahkan persoalan. Dengan demikian inisiatif
anak tidak pernah memperoleh stimulant (rangsangan) untuk timbul dan
berkembang. Setiap ada persoalan yang seharusnya dipecahkan sendiri
dia tidak tahu apa yang harus diperbuat walau itu berhubungan dengan
dirinya sendiri. Lebih‐lebih dalam menghadapi masyarakat sekitar dia
akan banyak mengalami kesulitan karena masyarakat tidak akan
memberikan pertolongan sebagaimana yang biasa diperoleh dari orang
tua atau keluarganya.
4. Anak ingin menjadi ‘orang top’ tanpa berkarya
Sikap keluarga yang memanjakan anak dengan cara menjadikan anak
sebagai pusat perhatian keluarga, besar pengaruhnya terhadap
perkembangan kepribadian anak. Dengan sikap keluarga tersebut anak
tidak pernah bersusah payah dan tanpa menunjukkan partisipasiny dia
memperoleh tempat dan pujian yang memuaskan dilingkungan
keluarganya, dimana anak senantiasa berada ditempat teratas atau
nomer satu. Maka setelah anak mencapai usia dimana dia harus bergaul
dengan masyarakat dia mempunyai anggapan dan harapan bahwa orang
lainpun akan memberikan “keistimewaan” kepadanya, dengan
menjadikan dan menempatkan dia sebagai “orang nomer satu” walaupun
dia tidak berbuat sesuatu yang berarti, dikiranya segalanya dapat datang
dan terjadi dengan sendirinya seperti yang terjadi dilingkungan
keluarganya. Anak yang dimanjakan dengan menjadikan dia sebagai pusat
perhatian keluarga akan senantiasa berusaha untuk menarik perhatian
orang‐orang disekitarnya dengan berbagai cara baik dilingkungan sekolah,
dalam kelompok bermain, maupun dalam kelompok social lainnya.
Disinilah anak akan mengalami kesulitan didalam pergaulan.
5. Anak mempunyai perasaan cemburu terhadap kelebihan yang ada pada
orang lain.
Keinginan untuk menjadi “orang top” ini disertai dengan perasaan
cemburu bila ada orang lain mempunyai kelebihan yang cukup menarik
perhatian orang disekitarnya, baik kelebihan tersebut dalam bentuk
kecantikan/ketampanan, pakaian, kekayaan, kepandaian, kehormatan,
prestasi atau lainnya, anak ini mempunyai anggapan bahwa dialah
sebenarnya yang berhak untuk memiliki kelebihan itu, sebaliknya orang
lain tidak mempunyi hak untuk memiliki kelebihan tersebut, tidak
mempunyai hak untuk memperoleh perhatian atau pujian walau orang itu
mempunyai prestasi nyata yang dapat dibanggakan.
Sebagai akibat dari sifat‐sifat negative tersebut (1,2,3,4 dan 5) maka
tidaklah mengherankan kalau ANAK TIDAK CEPAT MENJADI DEWASA.
Akan tetapi perlu dicatat bahwa tidak semua anak yang dimanjakan
mempunyai sifat‐sifat negative seperti tersebut diatas tergantung
bagaimana cara orang tua memanjakan anaknya, sebab cara memanjakan
anak itu berbeda‐beda pada tiap keluarga. Perbedaan ini juga dipengaruhi
oleh kedudukan anak didalam keluarga misalnya: anak sulung, anak
tunggal, anak bungsu, anak laki‐laki tunggal yang saudara‐saudaranya
perempuan, anak perempuan tunggal yang saudara‐saudranya laki‐laki,
anak yang hidup yang sebelumnya saudara‐saudaranya meninggal, anak
yang dalam waktu yang waktu lama tidak mempunyai adik, yang
kesemuanya ini mempunyai kecenderungan untuk ‘dimanjakan’ orang tua
atau keluarga.