PERJANJIAN PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN ANTARA PT BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK CABANG TULANG BAWANG DENGAN DEBITUR

ABSTRAK

PERJANJIAN PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN ANTARA PT. BANK
RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK CABANG TULANG BAWANG
DENGAN DEBITUR

Oleh
NADIA ZASAROSEL

Secara konvensional kebutuhan dana masyarakat disediakan oleh lembaga
keuangan yaitu bank dan non bank. Bank membantu masyarakat dalam
mengembangkan usahanya melalui pinjaman kredit yang tertuang dalam
perjanjian kredit. Perjanjian kredit diberikan kepada masyarakat dengan ketentuan
masyarakat memberikan jaminan kebendaan atau perorangan. Biasanya
masyarakat lebih cenderung menjaminkan tanah atau bangunan. Perjanjian
jaminan yang ditumpukan pada tanah atau bangunan adalah perjanjian pemberian
hak tanggungan. Perjanjian pemberian hak tanggungan didahului dengan janji
untuk memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu
sebagimana tertuang dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang
dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Perjanjian pemberian hak
tanggungan lahir setelah Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) di daftarkan

pada Kantor Pertanahan setempat. Salah satu bank yang melakukan perjanjian
pemberian hak tanggungan adalah PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
Cabang Tulang Bawang dengan debitur, dalam melaksanakan perjanjian
pemberian hak tanggungan, harus ada Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan (SKMHT) dan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang
digunakan sebagai dasar pemberian hak tanggungan. Notaris dan PPAT Zulkifli
Sabkie, S.H. membantu PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Tulang
Bawang dalam melaksanakan pemberian hak tanggungan. Adapun yang menjadi
pokok bahasan adalah mengenai tata cara pemberian hak tanggungan serta hak
dan kewajiban para pihak.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian deskriptif.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan normatif terapan. Data
yang digunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Pengumpulan data melalui studi

Nadia Zasarosel

pustaka. Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, penandaan
data, rekonstruksi data, dan sistematisasi data. Selanjutnya, dianalisis secara
kualitatif.

Hasil penelitian dan pembahasan menerangkan bahwa tata cara pemberian hak
tanggungan diawali dengan adanya perjanjian kredit, pemberian kuasa oleh
debitur kepada kreditur yang terdapat dalam Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan (SKMHT), dan diakhiri dengan pembuatan Akta Pemberian Hak
Tanggungan (APHT) yang merupakan isi dari perjanjian pemberian hak
tanggungan, tetapi hak tanggungan belum lahir sebelum Akta Pemberian Hak
Tanggungan (APHT) didaftarkan pada Kantor Pertanahan dan terbitnya Sertifikat
Hak Tanggungan (SHT). Hak dan kewajiban para pihak lahir dari adanya “janji”
yang telah disepakti oleh para pihak dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan
(APHT).
Kata Kunci: Perjanjian, Hak Tanggungan, Hak dan Kewajiban

PERJANJIAN PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN ANTARA PT. BANK
RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK CABANG TULANG BAWANG
DENGAN DEBITUR

(Studi Pada Kantor Notaris dan PPAT Zulkifli Sabkie, S.H.)

Oleh
NADIA ZASAROSEL


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014

DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK ...................................................................................................... ii
HALAMAN SAMPUL ................................................................................ . iv
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................... ..v
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... vi
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... vii
MOTO .......................................................................................................... viii
PERSEMBAHAN ......................................................................................... ix
SANWACANA ............................................................................................. ..x
DAFTAR ISI ............................................................................................... xiii
I.


PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................1
B. Permasalahan dan Pokok Bahasan......................................................8
C. Ruang Lingkup Penelitian...................................................................9
D. Tujuan Penelitian ................................................................................9
E. Kegunaan Penelitian ...........................................................................9

II.

TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Perjanjian ...............................................................11
1. Pengertian Perjanjian .................................................................11
2. Syarat-syarat Sah Perjanjian ......................................................12
3. Akibat Suatu Perjanjian .............................................................14
4. Hubungan Hukum dalam Perjanjian...........................................15
B. Tinjauan Umum Kredit .....................................................................17
1. Pengertian Kredit .......................................................................17

2. Unsur-Unsur Kredit ...................................................................18
3. Perjanjian Kredit ........................................................................19

C. Tinjauan Umum Hukum Jaminan .....................................................20
1. Pengertian Hukum Jaminan .......................................................20
2. Jenis Jaminan .............................................................................22
3. Syarat dan Manfaat Benda Jaminan...........................................24
4. Sifat Perjanjian Jaminan ............................................................25
5. Bentuk dan Substansi Perjanjian Jaminan .................................25
D. Tinjauan Umum Notaris dan PPAT ..................................................26
1. Peranan Notaris.........................................................................26
2. Kewenangan Notaris.................................................................27
3. Peranan dan Tugas PPAT .........................................................28
E. Kerangka Pikir ..................................................................................29
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian..................................................................................31
B. Tipe Penelitian ..................................................................................31
C. Pendekatan Masalah..........................................................................32
D. Data dan Sumber Data ......................................................................33
E. Metode Pengumpulan Data ...............................................................35
F. Metode Pengolahan Data..................................................................35
G. Analisis Data .....................................................................................37
IV.


HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Tata Cara Pemberian Hak dari Perjanjian Kredit ke APHT

38

B. Hak dan Kewajiban Para Pihak Yang Tertuang Dalam APHT ........47
1. Hak dan Kewajiban PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
Cabang Tulang Bawang sebagai Pemegang Hak Tanggungan .....52
2. Hak dan Kewajiban Debitur sebagai Pemberi Hak Tanggungan..54

V.

Kesimpulan
Kesimpulan ............................................................................................57

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................61
LAMPIRAN

MOTO


“Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan selama ada komitmen bersama
untuk menyelesaikanya.”
(Nadia Zasarosel)

PERSEMBAHAN

Atas Ridho Allah SWT dan dengan segala kerendahan hati kupersembahkan
skripsiku ini kepada:

Kedua orangtuaku tercinta Zulkifli Sabkie, S.H., SPN. dan Noorchayati, S.H.

RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap penulis adalah Nadia Zasarosel. Penulis dilahirkan di Bandar
Lampung, pada tanggal 18 Mei 1992, dan merupakan anak pertama dari empat
bersaudara pasangan Bapak Zulkifli Sabkie, S.H., SPN. dan Ibu Noorchayati, S.H.
Penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-Kanak Kartini di Bandar
Lampung pada tahun 1997, melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri 2 Palapa pada
tahun 1998 sampai dengan tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama Negeri 16
Bandar Lampung pada tahun 2004 sampai tahun 2007, dan menyelesaikan

pendidikan di Madrasah Aliyah Al-Fatah Natar pada tahun 2010. Penulis terdaftar
sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur Ujian
Mandiri pada tahun 2010.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif diberbagai unit kegiatan mahasiswa.
Penulis pernah menjadi anggota Kelompok Diskusi Mahasiswa periode 20092010, Pusat Studi Bantuan Hukum 2009, Kepala bidang PPA Forum Silahturahmi
dan Studi Islam periode 2010-2011.

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi yang berjudul “Perjanjian Pemberian Hak Tanggungan Antara PT
Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Tulang Bawang dengan
Debitur” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di
Fakultas Hukum Universitas Lampung di bawah bimbingan dari dosen
pembimbing serta atas bantuan dari berbagai pihak lain. Shalawat serta salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW
beserta seluruh keluarga dan sahabatnya.

Penyelesaian penelitian ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan saran dari

berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung;
2. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum., Ketua Bagian Hukum
Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah banyak
membantu penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas
Lampung;

3. Ibu Hj. Nilla Nargis, S.H., M.Hum., Pembimbing I atas kesabaran dan
kesediaan meluangkan waktu disela-sela kesibukannya, mencurahkan segenap
pemikirannya, memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses
penyelesaian skripsi ini;
4. Ibu Yennie Agustin MR, S.H., M.H., Pembimbing II yang telah bersedia
untuk

meluangkan

waktunya,


mencurahkan

segenap

pemikirannya,

memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi
ini;
5. Bapak Dr. M. Fakih, S.H., M.S., Pembahas I yang telah memberikan kritik,
saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini;
6. Ibu Lindati Dwiatin, S.H., M.Hum., Pembahas II yang telah memberikan
kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini;
7. Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H., Pembimbing Akademik, yang telah membantu
penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung;
8. Seluruh dosen dan karyawan/i Fakultas Hukum Universitas Lampung yang
penuh dedikasi dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, serta
segala bantuan yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi;
9. Secara khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Papa yang
penulis banggakan dan Mama tercinta yang telah banyak memberikan
dukungan dan pengorbanan baik secara moril maupun materil sehingga

penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik. Terimakasih atas segalanya
semoga kelak dapat membahagiakan, membanggakan, dan selalu bisa
membuat kalian tersenyum dalam kebahagiaan;

10. Adik-adikku Sabila Zasarosa, Tarisa Zakiri, dan Ismu Huzen atas semua
dukungan moril, motivasi, kegembiraan, dan semangatnya, semoga dapat
mengikuti kesuskesan uni menjadi sarjana serta membanggakan papa dan
mama
11. Riki Ade Saputra teman spesial yang senantiasa memberikan semangat dan
dukungannya selama ini agar tidak malas menyelesaikan skripsi ini. Semoga
apa yang telah dilakukan menghasilkan sebuah kesuksesan;
12. Seluruh teman-teman Hukum Keperdataan ’10 yang tidak dapat disebutkan
satu persatu atas dukungan dan kerjasamanya. Semoga kita semua sukses;
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih atas semua bantuan dan
dukungannya.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa dan budi baik yang telah
diberikan kepada penulis. Akhir kata, penulis menyadari masih terdapat
kekurangan dalam penulisan skripsi ini dan masih jauh dari kesempurnaan, akan
tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang
membacanya, khususnya bagi penulis dalam mengembangkan dan mengamalkan
ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung,
Penulis,

Nadia Zasarosel

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional,
salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam rangka memelihara
kesinambungan perkembangan tersebut, para pelakunya meliputi baik pemerintah
maupun masyarakat sebagai orang perorangan dan badan hukum, sangat
memerlukan dana dalam jumlah yang besar. Salah satu sarana yang mempunyai
peran strategis dalam pengadaan dana tersebut adalah Perbankan. Berbagai
lembaga keuangan, terutama bank konvensional, telah membantu pemenuhan
kebutuhan dana bagi kegiatan perekonomian dengan memberikan pinjaman uang
antara lain dalam bentuk kredit perbankan. Kredit perbankan merupakan salah
satu usaha bank konvensional yang telah banyak dimanfaatkan oleh anggota
masyarakat yang memerlukan dana.
Pasal 3 dan 4 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 juncto Undang-Undang
Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan Indonesia menyebutkan bahwa bank
adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat yang bertujuan
menunjang pelaksanaan pembangunan nasional ke arah peningkatan kesejahteraan

2

rakyat banyak, dalam menjalankan fungsinya, maka bank melakukan usaha
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito
berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu,
dalam hal ini bank juga menyalurkan dana yang berasal dari masayarakat dengan
cara memberikan berbagai macam kredit.
Pengertian kredit menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 tahun
1998 tentang Perbankan Indonesia adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Berdasarkan ketentuan itu dalam pembukaan kredit perbankan harus didasarkan
pada persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam atau dengan istilah lain
harus didahului dengan adanya perjanjian kredit.
Suatu kredit baru diluncurkan setelah ada suatu kesepakatan tertulis, walaupun
mungkin dalam bentuk yang sangat sederhana antara pihak kreditur sebagai
pemberi kredit dengan pihak debitur sebagai penerima kredit. Kesepakatan tertulis
ini sering disebut juga dengan “perjanjian kredit” (credit agreement, loan
agreement). Praktik perbankan, tidak ada ketentuan perundang-undangan yang
mengharuskan perjajian kredit dibuat dengan akta otentik. Perjanjian kredit dapat
dibuat baik dengan akta di bawah tangan maupun akta otentik (akta notaris).
Praktik yang berlaku untuk kredit-kredit berjumlah besar biasanya perjanjian
kreditnya dibuat dengan akta notaris. Adapun untuk kredit-kredit berjumlah kecil,
cukup dibuat dengan akta di bawah tangan saja.

3

Perjanjian kredit yang diberikan oleh bank kepada nasabah bukanlah tanpa risiko,
karena suatu risiko mungkin saja terjadi. Risiko yang umumnya terjadi adalah
risiko kegagalan atau kemacetan pelunasan. Keadaan demikian sangatlah
berpengaruh kepada kesehatan bank, karena uang yang dipinjamkan kepada
debitur berasal atau bersumber dari uang masyarakat yang disimpan pada bank
itu, sehingga risiko sangat berpengaruh atas kepercayaan masyarakat kepada bank
yang sekaligus kepada keamanan dana masayarakat.
Perjanjian kredit harus mempertimbangkan jaminan yang diberikan oleh pemohon
kredit. Sebab kredit yang tidak mempunyai jaminan yang cukup akan
mengandung risiko yang besar. Untuk itu dalam rangka penyaluran kredit oleh
perbankan perlu adanya jaminan dari debitur. Jaminan yang sering digunakan
dalam perjanjian kredit adalah tanah, tetapi tanah yang dimaksud adalah hak atas
tanah bukan tanah secara fisik.
Jaminan yang ditumpukan pada hak atas tanah merupakan jaminan hak
tanggungan. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak
tanggungan

atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah

menyatakan bahwa hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada
hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pokok Agraria,
berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan
tanah itu, untuk pelusanan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.
Objek hak tanggungan diantaranya adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna
bangunan, hak pakai atas tanah negara, yang menurut ketentuan yang berlaku

4

wajib didaftarkan dan menurut sifatnya dapat dipindah tangankan, dan hak-hak
atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau yang
akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dan yang
merupakan milik pemegang hak atas tanah.
Pemberian hak tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan hak
tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang merupakan bagian tak
terpisahkan dari perjanjian kredit. Perjanjian hak tanggungan bukan merupakan
perjanjian yang berdiri sendiri, melainkan karena adanya perjanjian lain yang
disebut perjanjian induk. Perjanjian induk bagi hak tanggungan adalah perjanjian
kredit yang menimbulkan utang yang dijamin, dengan kata lain, hak tanggungan
adalah

suatu

perjanjian

accessoir.

Hak

tanggungan

timbul

hanyalah

dimungkinkan apabila sebelumnya telah diperjanjikan dalam perjanjian kredit
yang menjadi dasar pemberian kredit atau timbul karena adanya perjanjian pokok.
Pemberian hak tanggungan itu sendiri nantinya dilakukan dengan pembuatan
perjanjian tersendiri oleh PPAT yang disebut Akta Pemberian Hak Tanggungan
(APHT).
Setiap perbuatan hukum yang bertujuan untuk pemindahan atau peralihan hak atas
tanah, pemberian sesuatu hak baru atas tanah, penggadaian tanah, dan
pembebanan hak atas tanah sebagai tanggungan utang, harus dibuktikan dengan
akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang, jadi,
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) merupakan pejabat yang berwenang untuk
membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas
tanah.

5

Tahap pemberian hak tanggungan oleh pemberi hak tanggungan kepada keditor,
hak tanggungan yang bersangkutan belum lahir. Hak tanggungan itu baru lahir
pada saat dibukukannya dalam buku tanah di Kantor Pertanahan. Pemberian hak
tanggungan yang dituangkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT)
harus diikuti dengan kewajiban pendaftaran dengan cara dibukukan dalam buku
tanah di Kantor Pertanahan yang sekaligus menentukan saat lahirnya hak
tanggungan. Pendaftaran hak tanggungan dalam buku tanah di Kantor Pertanahan
tersebut dilakukan dalam rangka memenuhi asas publisitas, karena pada saat
penandatangan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), hak tanggungan masih
belum lahir, yang baru lahir “janji” untuk memberikan hak tanggungan, untuk
pemberian hak tanggungan wajib “diikuti dengan tindakan” pendaftaran dalam
buku tanah di Kantor Pertanahan, yang merupakan prasyarat mutlak bagi lahirnya
hak tanggungan dan sekaligus mengikatnya hak tanggungan terhadap pihak
ketiga.
Kebutuhan hukum dalam masyarakat dapat dilihat dengan semakin banyaknya
bentuk perjanjian yang dituangkan dalam suatu akta notaris, dimana notaris
merupakan salah satu pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik
dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang.
Keberadaan akta otentik yang dibuat oleh notaris digunakan untuk melindungi dan
menjamin hak dan kewajiban dari para pihak yang mengadakan perjanjian
sehingga apabila di kemudian hari ada salah satu pihak yang melanggarnya maka
dapat dikenakan sanksi atau hukuman, hal ini yang membuat masyarakat percaya,
bahwa notaris dapat menuangkan kehendak mereka dalam bentuk akta notaris
serta memberikan perlindungan hukum.

6

Bapak Zulkifli Sabkie, S.H. merupakan salah satu notaris yang dapat membantu
masyarakat memenuhi kebutuhan hukum untuk membuat perjanjian kredit dan
perjanjian hak tanggungan. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman
Republik Indonesia tanggal 15 Juli 1999, Nomor C-1547.HT.03.01 tahun 1999
bapak Zulkfli Sabkie, S.H. diangkat sebagai notaris, kabupaten Tulang Bawang
dan berkantor di Jalan Lintas Timur 443 Unit II Banjar Agung, Tulang Bawang,
Lampung.
Notaris Zulkifli Sabkie, S.H membantu PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
Cabang Tulang Bawang selaku keditur membuat perjanjian hak tanggungan yang
tertuang dalam Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) dan Akta
Pemberian Hak Tanggungan (APHT) dengan dasar perjanjian kredit. Tahap
pemberian hak tanggungan didahului dengan adanya Surat Kuasa Membebankan
Hak Tanggungan (SKMHT) yang dibuat oleh Notaris Zulkifli Sabkie, S.H. atas
permintaan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Tulang Bawang
yang diwakili oleh seorang direksi bernama bapak Soesilo Wibowo. Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) meliputi kuasa menghadap dimana
perlu, memberikan pernyataan bahwa objek hak tanggungan betul milik pemberi
kuasa yang tidak tersangkut sengketa dan bebas dari sitaan, menandatangani Akta
Pemberian Hak Tanggungan (APHT) serta surat-surat lain yang diperlukan,
mendaftarkan hak tanggungan.
Tahap selanjutnya, pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang
dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) yang membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) adalah Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berkantor dimana letak objek hak tanggungan

7

berada. Dalam penelitian ini, objek hak tanggunan berada di Banjar Agung,
kabupaten Tulang Bawang, provinsi Lampung. PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk Cabang Tulang Bawang yang diwakili oleh seorang direksi
bernama bapak Soesilo Wibowo memberikan wewenang pada Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT) Zulkifli Sabkie, S.H. unuk membuat Akta Pemberian Hak
Tanggungan (APHT). Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan
Nasional tanggal 13 Oktober 2000 nomor 32-XI-2000 bapak Zulkifli Sabkie, S.H.
diangkat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah yang selanjutnya disebut PPAT,
yang dimaksud dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah, dengan daerah kerja Kabupaten Tulang Bawang dan berkantor
di Jalan Lintas Timur 443 Unit II, Banjar Agung.
Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) berisi perjanjian pemberian hak
tanggungan yang mencakup hak dan kewajiban para pihak yang disetujui oleh
PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Tulang Bawang yang diwakili
oleh seorang direksi bernama bapak Soesilo Wibowo selaku kreditor dan PT.
Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Tulang Bawang yang diwakili oleh
seorang direksi bernama bapak Soesilo Wibowo mewakilkan debitur.
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Zulkifli Sabkie, S.H. mendaftarkan Surat
Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) dan Akta Pemberian Hak
Tanggungan (APHT) pada Kantor Pertanahan Tulang Bawang guna lahirnya hak
tanggungan yang mengikat para pihak yang tertuang dalam Sertifikat Hak
Tanggungan (SHT).

8

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mendeskripsikan
tata cara pemberian dan hak dan kewajiban para pihak yang tertuang dalam
perjanjian hak tanggungan, oleh karena itu penulis tertarik membuat judul dalam
penelitian ini adalah: “Perjanjian Pemberian Hak Tanggungan antara PT.
Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Tulang Bawang dengan
Debitur”

B. Permasalahan dan Pokok Bahasan
1. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka dalam penelitian ini ada
beberapa masalah yang dirumuskan dan dicari penyelesainnya secara ilmiah.
Beberapa masalah tersebut sebagai berikut:

a. Bagaimanakah tata cara pemberian hak tanggungan dari perjanjian kredit ke
Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) ?
b. Bagaimanakah hak dan kewajiban para pihak sebagaimana tertuang dalam
Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) ?

2. Pokok Bahasan

Berdasarkan permasalahan, maka yang menjadi pokok bahasan dalam penulisan
ini adalah:
a. Tata cara pemberian hak tanggungan dari perjanjian kredit ke Akta Pemberian
Hak Tanggungan (APHT).

9

b. Hak dan kewajiban para pihak yang tertuang dalam Akta Pemberian Hak
Tanggungan (APHT).
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kajian materi penelitian ini adalah tata cara pemberian hak
tanggungan dan hak dan kewajiban para pihak di lihat isi perjanjian antara PT.
Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Tulang Bawang dengan debitur
berdasarkan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Bidang ilmu ini adalah
hukum keperdataan, khususnya hukum perjanjian.

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Memperoleh deskripsi lengkap, rinci dan sistematis mengenai tata cara
pemberian hak tanggungan.
2. Memperoleh deskripsi lengkap, rinci dan sistematis mengenai hak dan
kewajiban para pihak yang tertuang dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan
(APHT).
E. Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kegunaan Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menunjang pengembangan ilmu
pengetahuan dibidang hukum keperdataan dalam lebih khususnya dalam lingkup
hukum perjanjian. Serta memberikan gambaran isi dari perjanjian hak tanggungan
yang ada.

10

2. Kegunaan Praktis
a. Mendeskripsikan isi perjanjian hak tanggungan antara PT. Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk Cabang Tulang Bawang dengan debitur yang tertuang
dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan dan saran
kepada setiap orang yang ingin melakukan pemberian hak tanggungan.
c. Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan informasi kepada
pembaca yang ingin mengetahui dan mempelajari hak dan kewajiban para
pihak yang telah diatur dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT)
tersebut.
d. Memberikan informasi dan gambaran kepada pembaca bagaimana ketentuan
dalam Undang-Undang Hak Tanggungan mengatur tentang perjanjian hak
tanggungan tersebut.
e. Sebagai pemenuhan salah satu syarat akademik bagi peneliti untuk
menyelesaikan studi pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Perjanjian
1. Pengertian Perjanjian
Istilah perjanjian berasal dari bahasa Belanda overeenkomst dan verbintenis.
Perjanjian merupakan terjemahan dari Toestemming yang ditafsirkan sebagai
wilsovereenstemming (persesuaian kehendak/kata sepakat). Pengertian perjanjian
ini mengandung unsur perbuatan, satu orang atau lebih terhadap satu orang lain
atau lebih dan mengikatkan dirinya.1

Suatu perjanjian adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua
pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.
Selain itu merupakan suatu peristiwa hukum di mana seorang berjanji kepada
seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan
sesuatu hal.2

Perjanjian ini merupakan kepentingan yang pokok dalam dunia usaha, dan
menjadi dasar dari kebanyakan transaksi dagang, seperti jual beli barang, tanah,

1

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23887/3/Chapter%20II.pdf diakses pada tanggal
25 Februari 2014 pukul 21.42
2
Subekti, Hukum Perjanjian, PT Inermasa, Jakarta, 1987, hlm 29

12

pemberian kredit, asuransi, pengangkutan barang, pembentukan organisasi usaha
dan sebegitu jauh menyangkut juga tenaga kerja.3

Dalam berbagai hukum perjanjian, apabila suatu perjanjian telah memenuhi
semua syarat-syaratnya dan menurut hukum perjanjian telah memenuhi rukun dan
syarat-syaratnya perjanjian tersebut mengikat dan wajib dipenuhi serta berlaku
sebagai hukum, dengan kata lain, perjanjian itu menimbulkan akibat hukum yang
wajib dipenuhi oleh pihak-pihak terkait, sebagaimana tertuang dalam Pasal 1338
Ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi “ Semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya ”
Pada asasnya perjanjian hanya mengikat pihak-pihak yang membuatnya, seperti
tampak dalam bunyi pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata, hal ini juga ditegaskan
dalam Pasal 1315 KUH Perdata.4 Perjanjian itu merupakan sumber perikatan yang
terpenting, karena perikatan adalah suatu pengertian abstrak sedangkan perjanjian
adalah suatu hal yang konkrit atau suatu peristiwa yang nyata mengikat para pihak
yang membuat suatu perjanjian.

2. Syarat-syarat Sah Perjanjian
Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata, suatu perjanjian adalah sah apabila
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Kesepakatan
Kesepakatan ialah sepakatnya para pihak yang mengikatkan diri, artinya kedua
belah pihak dalam suatu perjanjian harus mempunyai kemauan yang bebas untuk

3
4

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Jakarta,1986, hlm 93
Chairun Pasribu, Suharawardi Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, Jakarta, 2011, hlm 263

13

mengikatkan diri, dan kemauan itu harus dinyatakan dengan tegas atau secara
diam. Dengan demikian, suatu perjanjian itu tidak sah apabila dibuat atau
didasarkan kepada paksaan, penipuan atau kekhilafan.

b. Kecakapan
Kecakapan adalah adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian. Menurut
hukum, kecakapan termasuk kewenangan untuk melakukan tindakan hukum pada
umumnya, dan menurut hukum setiap orang adalah cakap untuk membuat
perjanjian kecuali orang-orang yang menurut undang-undang dinyatakan tidak
cakap. Adapun orang-orang yang tidak cakap membuat perjanjian adalah orangorang yang belum dewasa, orang yang dibawah pengampuan dan perempuan yang
telah kawin.5

Ketentuan KUH Perdata mengenai tidak cakapnya perempuan yang telah kawin
melakukan suatu perjanjian kini telah dihapuskan, karena menyalahi hak asasi
manusia.

c. Suatu Hal Tertentu
Menurut KUH Perdata hal tertentu adalah :
1. Suatu hal tertentu yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian adalah harus suatu
hal atau barang yang cukup jelas atau tertentu yakni paling sedikit ditentukan
jenisnya (Pasal 1333 KUH Perdata);
2. Hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi
pokok suatu perjanjian (Pasal 1332 KUH Perdata);

5

R. Soeroso, Perjanjian di Bawah Tangan (Pedoman Pembuatan dan Aplikasi Hukum), Alumni
Bandung, Bandung, 1999, hlm 12

14

Contohnya seorang pedagang telur, pedagang ayam ternak harus jelas barang
tersebut ada didalam gudang, jual beli tanah harus jelas ukuran luas tanah dan
letak dimana tempatnya.

d. Suatu Sebab yang Halal
Meskipun siapa saja dapat membuat perjanjian apa saja, tetapi ada
pengecualiannya yaitu sebuah perjanjian itu tidak boleh bertentangan dengan
undang-undang,

ketentuan

umum,

moral

dan

kesusilaan

(Pasal

1335

KUHPerdata).6

Keempat syarat tersebut bersifat kumulatif artinya harus dipenuhi semuanya baru
dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut sah.

3. Akibat Suatu Perjanjian
Akibat dari suatu perjanjian yang dibuat secara sah adalah sebagai berikut:
a. Berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338
Ayat (1) KUH Perdata ), asas janji itu mengikat.
b. Suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya (Pasal 1340
KUH Perdata) dan perjanjian dapat mengikat pihak ketiga apabila telah
diperjanjikan sebelumnya (Pasal 1317 KUH Perdata).7
c. Konsekuensinya para pihak dalam perjanjian tidak dapat secara sepihak
menarik diri akibat-akibat perjanjian yang dibuat oleh mereka (Pasal 1338 Ayat
(2) KUH Perdata).
d. Perjanjian dapat diakhiri secara sepihak jika ada alasan-alasan yang oleh
undang-undang dinyatakan cukup untuk itu (Pasal 1338 ayat (2) KUH
6
7

Ibid., hlm 16
Ibid., hlm 19

15

Perdata), yaitu seperti yang termuat dalam Pasal 1571, Pasal 1572, Pasal 1649,
Pasal 1813 KUH Perdata.8
e. Janji untuk kepentingan pihak ketiga.
f. Dalam pelaksanaan suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad
baik(Pasal 1338 Ayat (3) KUH Perdata), jadi itikad baik harus ada sesudah
perjanjian itu ada.
g. Suatu perjanjian selain mengikat untuk hal-hal yang diperjanjikan juga
mengikat segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh
kepatutan, kebiasaan, atau undang-undang (Pasal 1339 KUH Perdata). Hal-hal
yang menurut kebiasaan selamanya disetujui untuk secara diam-diam
dimasukkan ke dalam perjanjian (Pasal 1347 KUH Perdata).
h. Konsekuensi jika undang-undang yang bersifat memaksa disampingkan para
pihak dalam membuat perjanjian, maka seluruh atau bagian tertentu dari isi
perjanjian yang bertentangan dengan undang-undang yang memaksa tersebut
menjadi batal.9

4.Hubungan Hukum dalam Perjanjian
Hubungan hukum yaitu hubungan yang menimbulkan akibat hukum yang dijamin
oleh hukum atau undang-undang. Apabila salah satu pihak tidak memenuhi hak
dan kewajiban secara sukarela maka salah satu pihak dapat menuntut melalui
pengadilan. Suatu perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak memliki
hubungan hukum yang harus dipatuhi keduanya.

8
9

Ibid., hlm 20
Ibid., hlm 23

16

Hubungan ini memberikan hak dan kewajiban kepada masing-masing pihak untuk
memberikan tuntutan atau memenuhi tuntutan tersebut, artinya, tidak akan ada
kesepakatan yang mengikat seseorang jika tidak ada perjanjian tertentu yang
disepakati oleh para pihak, dari adanya hubungan hukum tersebut, maka timbul
tanggungjawab para pihak dalam suatu perjanjian.

Tanggungjawab merupakan realisasi kewajiban terhadap pihak lain, untuk
merealisasikan kewajiban tersebut perlu ada pelaksanaan (proses). Hasilnya
adalah terpenuhinya hak pihak lain secara sempurna atau secara tidak sempurna.
Dikatakan terpenuhinya secara sempurna apabila kewajiban itu dilaksanakan
sebagaimana mestinya, sehingga pihak lain memperoleh haknya sebagaimana
mestinya pula. Hal ini tidak menimbulkan masalah. Dikatakan tidak terpenuhinya
secara sempurna apabila kewajiban itu dilaksanakan tidak sebagaimana mestinya,
sehingga pihak lain memperoleh haknya sebagaimana mestinya pula (pihak lain
dirugikan), hal ini menimbulkan masalah, yaitu siapa yang bertanggungjawab,
artinya siapa yang wajib memikul beban tersebut, pihak debitur atau kreditur,
pihak penerima jasa atau pemberi jasa, dengan adanya pertanggungjawaban ini
hak pihak lain diperoleh sebagaimana mestinya (haknya dipulihkan). Jika pihak
yang mempunyai kewajiban tidak melaksanakan kewajibannya, ia dikatakan
wanprestasi atau ingkar janji.10

Wanprestasi atau tidak dipenuhinya janji dapat terjadi baik karena disengaja
maupun tidak disengaja. Pihak yang tidak sengaja wanprestasi itu dapat terjadi

10

Tood D. Rakoff, Contract of Adhesion an Essay Inreccontruction, 1983, hlm 1189

17

karena memang tidak mampu untuk memenuhi prestasi tersebut atau juga karena
terpaksa untuk tidak melakukan prestasi tersebut.

Wanprestasi dapat berupa:

1. Sama sekali tidak memenuhi prestasi.
2. Prestasi yang dilakukan tidak sempurna.
3. Terlambat memenuhi prestasi.
4. Melakukan apa yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan.11

B. Tinjauan Umum Kredit
1. Pengertian Kredit
Istilah kredit berasal dari bahasa Latin “Credere” yang artinya percaya atau dalam
bahasa Latin “Creditum” yang berarti keenaran akan kepercayaan, maksudnya
pemberi kredit percaya kepada penerima kredit, bahwa kredit yang disalurkan
pasti akan dikembalikan sesuai perjanjian. Sedangkan bagi penerima kredit berarti
menerima kepercayaan, sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar
kembali pinjaman tersebut sesuai dengan jangka waktunya, oleh karena itu, unuk
meyakinkan bank bahwa nasabah benar-benar dapat dipercaya, maka sebelum
kredit diberikan terlebih dahulu mengadakan analisis kredit, dalam pemberian
kredit terdapat 2 (dua) pihak yang berkepentingan langsung, yaitu pihak yang
membutuhkan dana disebut penerima kredit atau debitur, sedangkan yang
memberi dana atau yang berlebihan dana disebut sebagai pemberi kredit atau
kreditur.

11

http://legalbanking.wordpress.com/materi-hukum/dasar-dasar-hukum-perjanjian/ diakses pada 3
April 2014 Pukul 12:50

18

Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan menyebutkan “Kredit
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi hutangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan pemberian bunga.”
Perjanjian adalah suatu hal yang sangat penting karena menyangkut kepentingan
para pihak yang membuatnya, oleh karena itu, hendaknya setiap perjanjian dibuat
secara tertulis agar diperoleh suatu kekuatan hukum, sehingga tujuan kepastian
hukum dapat tercapai.
Pada umumnya perjanjian tidak terikat pada suatu bentuk tertentu, dapat dibuat
secara lisan dan andaikata dibuat secara tertulis, maka perjanjian ini bersifat
sebagai alat pembuktian apabila terjadi perselisihan, namun untuk beberapa
perjanjian, undang-undang menentukan bentuk tertentu, apabila bentuk tersebut
tidak dipenuhi perjanjian itu tidak sah, dengan demikian bentuk tertulis perjanjian
tidak hanya semata-mata merupakan alat pemuktian saja, tetapi merupakan syarat
adanya perjanjian.
2. Unsur-Unsur Kredit
Kredit diberikan atas dasar kepercayaan, dengan demikian perjanjian kredit adalah
pemberian kepercayaan. Hal ini berarti bahwa prestasi yang diberikan benar-benar
diyakini dapat dikembalikan oleh penerima kredit sesuai dengan jangka waktu dan
syarat-syarat yang disetujui bersama.

19

Unsur-unsur kredit meliputi, diantaranya :
a.Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu;
b. Didasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam;
c. Para pihaknya, yaitu bank dan pihak lain;
d. Kewajiban peminjam, yaitu melunasi hutangnya;
e. Jangka waktu; dan
f. Adanya bunga.
3. Perjanjian Kredit
Perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam meminjam uang antara bank dengan
pihak lain (nasabah). Melihat bentuk perjanjiannya dan kewajiban debitur seperti
diatas, maka perjanjian kredit merupakan perjanjian khusus, karena di dalamnya
terdapat ke khususan dimana pihak kreditur selaku bank dan objek perjanjian
berupa uang, karena itu peraturan-peraturan yang berlaku bagi perjanjian kredit
adalah KUHPerdata sebagai peraturan umumnya dan undang-undang perbankan
sebagai peraturan khususnya.
Setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pihak kreditur dengan
pihak debitur, maka wajib dituangkannya dalam perjanjian kredit secara tertulis,
dalam praktek perbankan, bentuk dan format dari perjanjian kredit diserahkan
sepenuhnya kepada bank yang bersangkutan, namun demikian terdapat hal-hal
yang harus dipedomani yaitu bahwa perjanjian tersebut rumusannya tidak boleh
kabur atau tidak jelas, selain itu perjanjian kredit tersebut sekurang-kurangnya
harus memperhatikan keabsahan dan kesyaratan secara hukum, sekaligus juga

20

harus memuat secara jelas mengenai jumlah besarnya kredit, jangka waktu, tata
cara pembayaran kembali kredit serta persyaratan lain yang lazim dalam
perjanjian kredit.
Perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus baik oleh bank sebagai
kreditur maupun oleh nasabah sebagai debitur, karena perjanjian kredit
mempunya fungsi yang sangat penting sebagai pemberian, pengelolaan maupun
pelaksanaan kredit itu sendiri.
C. Tinjauan Umum Hukum Jaminan
1. Pengertian Hukum Jaminan
Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari istilah security of law,
zekerheidsstelling, atau zekerheidsrechten. Dalam keputusan seminar hukum
jaminan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional
Departemen Kehakiman bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas
Gadjah Mada tanggal 9 sampai dengan 11 Oktober 1978 di Yogyakarta
menyimpulkan, bahwa istilah “hukum jaminan” itu meliputi pengertian baik
jaminan kebendaan maupun perorangan. Pengertian hukum jaminan ini mengacu
pada jenis jaminan, bukan pengertian hukum jaminan.

Sri Soedewi Masjhoen Sofwan dalam buku Salim HS mengemukakan bahwa
hukum jaminan adalah : 12
“Mengatur konstruksi yurudis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit,
dengan menjaminkan benda-benda yang dibelinya sebagai jaminan. Peraturan
demikian harus cukup meyakinkan dan memberikan kepastian hukum bagi
12

Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2012, hlm 5

21

lembaga-lembaga kredit, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Adanya
lembaga jaminan dan lembaga demikian, kiranya harus dibarengi dengan
adanya lembaga kredit dengan jumlah, besar, dengan jangka waktu lama, dan
bunga yang relatif rendah.”
J. Satrio mengartikan hukum jaminan adalah “Peraturan hukum yang mengatur
jaminan-jaminan piutang seorang kreditor terhadap debitor.”13
Sementara itu, Salim HS memberikan perumusan hukum jaminan adalah
keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan antara pemberi
dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk
mendapatkan fasilitas kredit.14

Dari beberapa perumusan pendapat diatas dan dihubungkan dengan kesimpulan
Seminar Hukum Jaminan tahun 1978, intinya hukum jaminan adalah ketentuan
hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi jaminan (debitor) dan
pemberi jaminan (kreditor) sebagai akibat pembebanan suatu utang tertentu
(kredit) dengan jaminan (benda atau orang tertentu). Dalam hukum jaminan tidak
hanya mengatur perlindungan hukum terhadap kreditor sebagai pihak pemberi
utang saja, melainkan juga mengatur perlindungan hukum terhadap debitor
sebagai pihak penerima utang.15

13

J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002,
hlm 3
14
Salim HS, Op.Cit., hlm 6
15
Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm 1-2

22

2. Jenis Jaminan
Jaminan dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :16

a. Jaminan Materiil (kebendaan), yaitu jaminan kebendaan

b. Jaminan Imateriil (perorangan), yaitu jaminan perorangan
Jaminan kebendaan mempunyai cirri-ciri “kebendaan” dalam arti memberikan hak
mendahului di atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan
mengikuti benda yang bersangkutan. Sedangkan jaminan perorangan tidak
memberikan hak mendahului atas benda-benda tertentu, tetapi hanya dijamin oleh
harta kekayaan seseorang lewat orang yang menjamin pemenuhan perikatan yang
bersangkutan.

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan dalam bukunya Salim HS, mengemukakan
pengertian jaminan materiil (kebendaan) dan jaminan imateriil (perorangan).
Jaminan materiil adalah :17
“Jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda, yang mempunyai ciri-ciri
mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan
terhadap siapa pun, selalu mengikuti bendanya dan dapat dialihkan. Sedangkan
jaminan imateriil adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada
perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu,
terhadap harta kekayaan debitur pada umumnya.”

16
17

Salim HS, Loc. Cit., hlm 23
Ibid., hlm 6

23

Perbedaan antara jaminan perorangan dengan jaminan kebendaan adalah :18

a. Dalam jaminan perorangan, terdapat pihak ketiga yang menyanggupi untuk
memenuhi perikatan debitur bila debitur tersebut melakukan wanprestasi.

Macam-macam jaminan perorangan antara lain :

1) Penanggung (Borg) adalah orang lain yang dapat ditagih

2) Tanggung-menanggung, yang serupa dengan tanggung-renteng

3) Perjanjian garansi

b. Dalam jaminan kebendaan, harta kekayaan debitur sajalah yang dapat dijadikan
jaminan bagi pelunasan kredit apabila debitur cidera janji.

Jaminan kebendaan dapat digolongkan menjadi 5 macam yaitu :

1) Gadai (Pand), yang diatur dalam Bab 20 Buku II KUHPerdata

2) Hipotek, yang diatur dalam Bab 21 Buku II KUHPerdata

3) Credietverband, yang diatur dalam Stb. 1908 Nomor 542 sebagaimana telah
diubah dengan Stb. 1937 Nomor 190

4) Hak Tanggungan, sebagaimana telah diatur dalam UU No. 4 tahun 1996

5) Jaminan Fidusia, sebagaimana telah diatur dalam UU No. 42 tahun 1999

18

Herowati Poesoko, Dinamika Hukum Parate Executie Obyek Hak Tanggungan, Edisi Revisi,
Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2013, hlm 27

24

Dari kedelapan jenis jaminan diatas, yang masih berlaku adalah :

1) Gadai
2) Hak tanggungan
3) Jaminan fidusia
4) Hipotek atas kapal laut dan pesawat udara
5) Borg
6) Tanggung-menanggung
7) Perjanjian garansi

3. Syarat- Syarat dan Manfaat Benda Jaminan
Pada prinsipnya tidak semua benda jaminan dapat dijaminkan pada lembaga
perbankan atau lembaga keuangan

non bank, namun benda yang dapat

dijaminkan adalah benda-benda yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Syaratsyarat benda jaminan yang baik adalah :19

a. Dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang
memerlukan;
b. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk melakukan atau
meneruskan usahanya;
c. Memberikan kepastian kepada si kreditur, dalam arti bahwa barang jaminan
setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, bila perlu dapat mudah diuangkan
untuk melunasi hutangnya debitur.

19

Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Termasuk Hak Tanggungan menurut
Hukum Indonesia. Diolah kembali oleh Johannes Gunawan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996,
hlm 73

25

Jaminan mempunyai kedudukan dan manfaat yang sangat penting dalam
menunjang pembangunan ekonomi, karena keberadaan lembaga ini dapat
memberikan manfaat bagi kreditur dan debitur. Manfaat bagi kreditur diantaranya
adalah terwujudnya keamanan terhadap transaksi dagang yang ditutup dan
memberikan kepastian hukum bagi kreditur yaitu menerima pengembalian pokok
kredit dan bunga dari debitur. Manfaat bagi debitur adalah dengan adanya benda
jaminan itu dapat memperoleh fasilitas kredit dari bank, mendapat kepastian
hukum, dan mendapat kepastian dalam pengembangan usahanya.

4. Sifat Perjanjian Jaminan
Pada dasarnya perjanjian kebendaan dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu
perjanjian pokok dan perjanjian accesoir. Perjanjian pokok merupakan perjanjian
untuk mendapatkan fasilitas kredit dari lembaga perbankan aau lembaga keuangan
non bank. Contoh perjanjian pokok adalah perjanjian kredit. Perjanjian accesoir
adalah perjanjian yang bersifat tambahan dan dikaitkan dengan perjanjian pokok.
Contoh perjanjian accesoir adalah perjanjian pembebanan jaminan, seperti
perjanjian gadai, tanggungan, dan fidusia. Jadi, sifat perjanjian jaminan adalah
perjanjian accesoir, yaitu mengikuti perjanjian pokok.

5. Bentuk dan Substansi Perjanjian Jaminan
Perjanjian pembebanan jaminan dapat dilakukan dalam bentuk lisan maupun
tertulis. Perjanjian pembebanan dalam bentuk lisan biasanya dilakukan dalam
kehidupan masyarakat pedesaan, masyarakat yang lebih tinggi ekonominya
memberikan pinjaman uang kepada masyarakat yang membutuhkan. Perjanjian
pembebanan jaminan dalam bentuk tertulis, biaanya dilakukan dalam dunia

26

perbankan, lembaga keuangan non bank maupun lembaga pegadaian. Perjanjian
pembebanan ini dapat dilakukan dalam bentuk akta dibawah tangan dan atau/ akta
otentik. Biasanya perjanjian pembebanan jaminan menggunakan akta dibawah
tangan pada lembaga pegadaian.

Perjanjian pembebanan jaminan dengan akta otentik dilakukan di muka dan
dihadapan pejabat yang berwenang unuk itu. Pejabat yang berwenang untuk
membuat akta jaminan adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) berdasarkan
keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional. Biasanya perjanjian pembebanan
dengan menggunakan akta otentik diantaranya pembebanan pada jaminan atas
hak tanggungan, jaminan fidusia, dan jaminan hipotek atas kapal laut atau
pesawat udara.

D. Tinjauan Umum Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
1. Peranan Notaris
Notaris merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah dalam hal ini negara,
dimana negara telah memberikan kepercayaan kepada notaris untuk menjalankan
sebagian urusan atau tugas negara, khususnya dalam bidang hukum perdata. Pasal
1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
menyebutkan yang dimaksud dengan notaris adalah “Pejabat umum yang
berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang.”

Undang-undang memberikan kewenangan kepada notaris selaku pejabat umum
untuk membuat suatu dokumen berupa akta notaris dibidang hukum perdata.
Jabatan notaris mempunyai dua ciri dan sifat yang esentiil, yaitu ketidakmihakan

27

(impartiality) dan kemandirian atau ketidaktergantungan (independecy) di dalam
memberikan bantuan kepada para kliennya. Menjadi suatu keyakinan, bahwa
kedua ciri tersebut melekat pada perilaku notaris di dalam menjalankan
jabatannya.20

2.Kewenangan Notaris
Keberadaan notaris di tengah masyarakat sangat dibutuhkan. Notaris membantu
masyarakat untuk melindungi dan menjamin hak dan kewajiban dari para pihak
yang melakukan perjanjian yang tertuang dalam akta otentik. Pasal 15 UndangUndang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menjelaskan Notaris
berwenang untuk membuat membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan
dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam
akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan
akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau
orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

Notaris berwenang pula:

a)

Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah

tangan dengan mendaftar dalam buku khusus (legalisasi);

b)

Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku

khusus (waarmerking);
20

Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Buku Kedua,
Citra Aditya