BAB II PENGELOLAAN KASUS - Asuhan Keperawatan pada Tn. O dengan Masalah Gangguan Tidur di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara Medan

BAB II PENGELOLAAN KASUS

2.1 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Masalah Gangguan Tidur

  2.1.1 Pengertian Tidur

  Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia yang merupakan mekanisme untuk memulihkan tubuh dan fungsinya, memelihara energi dan kesehatan, memelihara manfaat untuk memperbaharui & memulihkan tubuh baik secara fisik maupun emosional serta diperlukan untuk bertahan hidup (Foreman & Wykle, 1995). Tidur adalah suatu keadaan relatif tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang-ulang dan masing- masing menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang berbeda (Tarwoto & Wartonah, 2006). Tidur suatu keadaan yang berulang-ulang, perubahan status kesadaran yang terjadi selama periode tertentu. Jika orang memperoleh tidur yang cukup, mereka merasa tenaganya telah pulih. Beberapa ahli tidur yakin bahwa perasaan tenaga yang pulih ini menunjukkan tidur memberikan waktu untuk perbaikan dan penyembuhan sistem tubuh untuk periode keterjagaan yang berikutnya (Potter & Perry, 2005).

  2.1.2 Fisiologi Tidur

  Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya hubungan mekanisme serebral yang secara bergantian untuk mengaktifkan dan menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun. Salah satu aktvitas tidur ini diatur oleh sistem pengaktivasi retikularis yang merupakan sistem yang mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk pengaturan kewaspadaan dan tidur. Pusat pengaturan kewaspadaan dan tidur terletak dalam mesensefalon dan bagian atas pons (Potter & Perry, 2005).

  Selain itu, reticular activating system (RAS) dapat memberi rangsangan visual, pendengaran, nyeri dan perabaan juga dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir. Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti norepineprin.

  Demikian juga pada saat tidur, disebabkan adanya pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu bulbar

  

synchronizing regional (BSR), sedangkan bangun tergantung dari keseimbangan

  impuls yang diterima di pusat otak dan system limbik. Dengan demikian, system pada batang otak yang mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR (Potter & Perry, 2005).

2.1.3 Pengaturan Tidur

  Tidur merupakan aktivitas yang melibatkan susunan saraf pusat, saraf perifer, endokrin kardiovaskuler, respirasi dan muskuloskeletal (Robinson 1993, dalam Potter). Tiap kejadian tersebut dapat diidentifikasi atau direkam dengan electroencephalogram (EEG) untuk aktivitas listrik otak, pengukuran tonus otot dengan menggunakan ecelctromiogram (EMG) dan electroculogram (EOG) untuk mengukur pergerakan mata (Tarwoto & Wartonah, 2006).

  Pengaturan dan kontrol tidur tergantung dari hubungan antara dua mekanisme selebral yang secara bergantian mengaktifkan dan menekan pusat otak untuk tidur dan bangun. Reticular activating system (RAS) di bagian batang otak atas diyakini mempunyai sel-sel khusus dalam mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran. RAS memberikan stimulus visual, audiotori, nyeri, dan sensori raba.

  Juga menerima stimulus dari konrteks serebri (emosi, proses pikir) (Tarwoto & Wartonah, 2006).

  Pada keadaan sadar mengakibatkan neuron-neuron dalam RAS melepaskan katekolamin, misalnya norepineprine. Saat tidur mungkin disebabkan oleh pelepasan serum serotonin dari sel-sel spesifik di pons dan batang otak tengah yaitu bulbur synchronizing regional (BSR). Bangun dan tidurnya seseorang tergantung dari keseimbangan impuls yang diterima dari pusat otak, reseptor sensori perifer misalnya bunyi, stimulus cahaya, dan sistem limbiks seperti emosi (Tarwoto & Wartonah, 2006).

  Seseorang yang mencoba untuk tidur, mereka menutup matanya dan berusaha dalam posisi rileks. Jika ruangan gelap dan tenang aktivitas RAS menurun, pada saat itu BSR mengeluarkan serum serotonin (Tarwoto & Wartonah, 2006).

2.1.4 Tahapan Tidur

  EEG, EMG, dan EOG dapat mengidentifikasi perbedaan signal pada level otak, otot, dan aktivitas mata. Normalnya tidur dibagi menjadi dua yaitu nonrapid eye movement (NREM) dan rapid eye movement (REM). Selama masa NREM seseorang terbagi menjadi empat tahapan dan memerlukan kira-kira 90 menit selama siklus tidur. Sedangkan tahapan REM adalah tahapan terakhir kira-kira 90 menit sebelum tidur berakhir (Tarwoto & Wartonah, 2010).

  Tahapan tidur menurut Potter & Perry (2005) yaitu : 1. Tahapan tidur NREM a.

  NREM tahap I

  a) Tingkat transisi

  b) Merespons cahaya

  c) Berlangsung beberapa menit

  d) Mudah terbangun dengan rangsangan

  e) Aktivitas fisik, tanda vital, dan metabolisme menurun

  f) Bila terbangun terasa sedang bermimpi b.

  NREM tahap II

  a) Periode suara tidur

  b) Mulai relaksasi otot

  c) Berlangsung 10-20 menit

  d) Fungsi tubuh berlangsung lambat

  e) Dapat dibangunkan dengan mudah c.

  NREM tahap III

  a) Awal tahap dari keadaan tidur nyenyak

  b) Sulit dibangunkan

  c) Relaksasi otot menyeluruh

  d) Tekanan darah menurun

  e) Berlangsung 15-30 menit d.

  NREM tahap IV

  a) Tidur nyenyak

  b) Sulit untuk dibangunkan, butuh stimulus intensif c) Untuk restorasi dan istirahat, tonus otot menurun

  d) Sekresi lambung menurun

  e) Gerak bola mata cepat 2.

  Tahapan tidur REM a.

  Lebih sulit dibangunkan dibandingkan dengan tidur NREM b.

  Pada orang dewasa normal REM yaitu 20-25 % dari tidur malamnya c. Jika individu terbangun pada tidur REM, maka biasanya terjadi mimpi d.

  Tidur REM penting untuk keseimbangan mental, emosi juga berperan dalam belajar, memori, dan adaptasi

3. Karateristik tidur REM

  a. : cepat tertutup dan terbuka Mata

  b. : kejang otot kecil, otot besar imobilisasi Otot-otot

  c. : tidak teratur, kadang dengan apnea Pernapasan

  d. : cepat dan reguler Nadi

  e. : meningkat atau fluktuasi Tekanan darah

  f. : meningkat Sekresi gaster

  g. : meningkat, temperature tubuh naik Metabolisme h.

  Gelombang otak : EEG aktif i. : sulit dibangunkan

  Siklus tidur

2.1.5 Siklus Tidur

  Secara normal, pada orang dewasa, pola tidur rutin dimulai dengan periode sebelum tidur, selama seseorang terjaga hanya pada rasa kantuk yang bertahap berkembang secara teratur. Periode ini secara normal berakhir 10 hingga 30 menit, tetapi untuk seseorang yang memiliki kesulitan untuk tertidur, akan berlangsung satu jam atau lebih (Potter & Perry, 2005).

  Ketika seseorang tertidur, biasanya melewati 4 sampai 6 siklus tidur penuh, tiap siklus tidur terdiri 4 tahap dari tidur NREM dan satu periode dari tidur REM. Pola siklus biasanya berkembang dari tahap 1 menuju ke tahap 4 NREM, diikuti kebalikan tahap 4 ke 3, lalu ke 2, diakhiri dengan periode dari tidur REM.

  Seseorang biasanya mencapai tidur REM sekitar 90 menit ke siklus tidur (Potter & Perry, 2005).

  Dengan tiap-tiap siklus yang berhasil, tahap 3 dan 4 memendek, dan memperpanjang periode REM. Tidur REM dapat berakhir sampai 60 menit selama akhir siklus tidur. Tidak semua orang mengalami kemajuan yang konsisten menuju ke tahap tidur yang biasa. Sebagai cotoh, orang yang tidur dapat berfluktuasi untuk interval pendek antara NREM tingkat 2,3, dan 4 sebelum masuk tahap REM. Jumlah waktu yang digunakan tiap tahap bervariasi.

  Perubahan tahap ke tahap cendrung menemani pergerakan tubuh dan perpindahan untuk tidur yang dangkal cenderung terjadi tiba-tiba, dengan perpindahan untuk tidur nyenyak cendrung bertahap (Closs, 1988 dalam Potter & Perry, 2005).

  Siklus tidur normal dapat dilihat lebih jelas pada skema berikut (Potter & Perry, 2005) : Tahap Pratidur

  Non REM Non REM Non REM NonREM Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 tahap 4

  Tidur REM Non REM Non REM

  Tahap 2 Tahap 3

  

Skema 1. Siklus Tidur Normal

2.1.6 Fungsi Tidur

  Kegunaan tidur masih tetap belum jelas (Hodgson, 1991), tidur dipercaya mengkontribusi pemulihan fisiologis dan psikologis (Oswald, 1984; Anch dkk, 1988, dalam Potter & Perry, 2005).

  Tidur diperlukan untuk memperbaiki proses biologis secara rutin. Selama tidur gelombang rendah yang dalam (NREM tahap 4), tubuh melepaskan hormon pertumbuhan manusia untuk memperbaiki dan memperbaharui sel epitel dan khusus seperti sel otak (Home, 1983; Mandleson, 1987; Born, Muth, dan Fehm, 1988 dalam Potter & Perry, 2005).

  Tidur REM terlihat penting untuk pemulihan kognitif. Tidur REM dihubungkan dengan perubahan dalam aliran darah serebral, peningkatan aktivitas kortikal, peningkatan konsumsi oksigen dan pelepasan epinefrin. Hubungan ini dapat membantu penyimpanan memori dan pembelajaran (Potter & Perry, 2005). Secara umum, ada dua efek fisiologis dari tidur yaitu efek pada sistem saraf yang dapat memulihkan kepekaan dan keseimbangan diantara berbagai susunan saraf dan efek pada struktur tubuh dengan memulihkan kesegaran dan fungsi organ tubuh (Hidayat, 2006).

2.1.7 Kebutuhan dan Pola Tidur Normal

  Durasi dan kualitas tidur beragam diantara orang-orang dari semua kelompok usia. Seseorang mungkin merasa cukup beristirahat dengan 4 jam tidur, sementara yang lain membutuhkan 10 jam.

  Kebutuhan dan pola tidur Normal menurut Tarwoto dan Wartonah (2010) yaitu :

1. Neonatus sampai dengan 3 bulan a.

  Kira-kira membutuhkan 16 jam/hari b. Mudah berespons terhadap stimulus c. Pada minggu peratama kelahiran 50% adalah tahap REM 2. Bayi a.

  Pada malam hari kira-kira tidur 8-10 jam b. Usia 1 bulan sampai dengan 1 tahun kira-kira tidur 14 jam/hari c. Tahap REM 20-30 % 3. Toddler a.

  Tidur 10-12 jam/hari b. Tahap REM 25% 4. Prasekolah a.

  Tidur 11 jam pada malam hari b.

  Tahap REM 20% 5. Usia sekolah a.

  Tidur 10 jam pada malam hari b. Tahap REM 18,5% 6. Remaja a.

  Tidur 8,5 jam pada malam hari b. Tahap REM 20% 7. Dewasa muda a.

  Tidur 7-9 jam/hari b. Tahap REM 20-25 % 8. Usia dewasa pertengahan a.

  Tidur kurang lebih 7 jam /hari b. Tahap REM 20% 9. Usia tua a.

  Tidur kurang lebih 6 jam/hari b. Tahap REM 20-25 %

2.1.8 Faktor-faktor yang mempengaruhi tidur

  Menurut Tarwoto dan Wartonah (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi tidur yaitu :

1. Penyakit

  Seseorang yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur lebih banyak dari normal. Namun demikian, keadaan sakit menjadikan pasien kurang tiduratau tidak dapat tidur. Misalnya pada pasien dengan gangguan pernapasan seperti asma, bronkitis, penyakit kardiovaskuler, dan penyakit persyarafan.

  2. Lingkungan Pasien yang biasa tidur pada lingkungan yang tenang dan nyaman, kemudian terjadi perubahan suasana seperti gaduh maka akan menghambat tidurnya.

  3. Motivasi Motivasi dapat mempengaruhi tidur dan dapat menimbulkan keinginan untuk tetap bangun dan waspada menahan kantuk.

  4. Kelelahan Kelelahan dapat memperpendek periode pertama dari tahap REM.

  5. Kecemasan Pada keadaan cemas seseorang mungkin meningkatkan saraf simpatis sehingga mengganggu tidurnya

  6. Alkohol Alkohol menekan REM secara normal, seseorang yang tahan minum alkohol dapat mengakibatkan insomnia dan lekas marah

  7. Obat-obatan Beberapa jenis obat yang dapat menimbulkan gangguan tidur antara lain : a. : menyebabkan insomnia

  Diuretik

  b. : menyupresi REM Antidepresan

  c. : meningkatkan saraf simpatik Kafein

  d. : menyupresi REM Narkotika

2.2 Gangguan Tidur

  2.2.1 Pengertian Gangguan Tidur

  Gangguan tidur adalah kondisi yang jika tidak diobati, secara umum akan menyebabkan gangguan tidur malam yang mengakibatkan munculnya salah satu dari ketiga maslah berikut : insomnia ; gerakan atau sensasi abnormal dikala tidur atau ketika terjaga ditengah malam atau rasa mengantuk yang berlebihan di siang hari (Naylor dan Aldrich, 1994, dalam Potter & Perry, 2005).

  2.2.2 Klasifikasi Gangguan Tidur

  Klarifikasi gangguan tidur menurut Potter & Perry (2005) yaitu : 1.

  Insomnia Insomnia adalah gejala yang dialami oleh klien yang mengalami kesulitan kronis untuk tidur, sering terbangun dari tidur, dan/atau tidur singkat atau tidur nonrestoratif (Zorick, 1994, dalam Potter & Perry, 2005). Penderita insomnia mengeluhkan rasa kantuk yang berlebihan disiang hari dan kuantitasdan kualitas tidurnya tidak cukup. Namun, seringkali klien tidur lebih banyak dari yang disadarinya. Insomnia dapat menandakan adanya gangguan fisik dan psikologis.

  Seseorang dapat mengalami insomnia transien akibat stress situasional seperti masalah keluarga, kerja atau sekolah, jet lag, penyakit, atau kehilangan orang yang disintai. Insomnia sering berkaitan dengan kebiasaan tidur yang buruk. Apabila kondisi berlanjut, ketakutan tidak dapat tidur cukup menyebabkan keterjagaan. Disiang hari, seseorang dengan insomnia kronik dapat merasa mengantuk, letih, depresi, dan cemas.

  2. Apnea Tidur Apnea tidur adalah gangguan yang dicirikan dengan kurangnya aliran udara melalui hidung dan mulut selama periode 10 detik atau lebih pada saat tidur

  (Potter & Perry, 2005).

  Ada tiga jenis apnea tidur : apnea sentral, obstruktif, dan campuran yang mempunyai komponen apnea sentral dan obstruktif, dan campuran yang mempunyai komponen apnea sentral dan obstruktif.

  Bentuk yang paling banyak terjadi, apnea tidur obstruktif (obstruktive sleep apnea, OSA), terjadi pada saat otot atau struktur rongga mulut atau tenggorokan rileks pada saat tidur. Jalan napas atas menjadi tersumbat sebagian atau seluruhnya, dan aliran udara pada hidung berkurang (hipopnea) atau berhenti (apnea) selama 30 detik (Guilleminault, 1994). The National Commission on Sleep Disorders Research (1993) memperkirakan bahwa 18 juta orang di Amerika Serikat memenuhi kriteria diagnostik untuk OSA.

  Klien yang mengalami apnea tidur seringkali tidak memiliki tidur dalam yang signifikan. Selain itu banyak juga terjadi keluhan mengantuk yang berlebihan di siang hari , serangan tidur, keletihan, sakit kepala di pagi hari, dan menurunnya gairah seksual.

  3. Narkolepsi Narkolepsi adalah disfungsi mekanisme yang mengatur keadaan bangun dan tidur. EDS adalah keluhan utama paling sering yang berkaitan dengan gangguan ini. Di siang hari seseorang dapat merasakan kantuk berlebihan yang datang secara mendadak dan jatuh tertidur.

  Individu yang menderita narkolepsi dapat mengalami mimpi hidup, yang terjadi pada saatorang tersebut tertidur, mimpi yang sulit dibedakan dari realita (disebut halusinasi hipnogik). Paralisis tidur atau perasaan tidak mampu bergerak atau berbicara tepat sebelum terbangun atau tertidur, merupakan gejala yang lain. Penelitian terakhir menunjukkan adanya hubungan genetik untuk narkolepsi (Mitler et al, 1990; Alderich, 1992).

  Masalah signifikan untuk individu yang menderita narkolepsi adalah bahwa orang tersebut jatuh tertidur tanpa bisa dikendalikan pada waktu yang tidak tepat. Serangan tidur dapat dengan mudah disalahartikan dengan kemalasan,, kurangnya minat terhadap aktivitas, atau mabuk kecuali jika gangguan ini dipahami.

  4. Deprivasi Tidur Deprivasi tidur adalah masalah yang dihadapi banyak klien sebagai akibat insomnia. Penyebabnya dapat mencakup penyakit (misalnya demam, sulit bernapas, atau nyeri), stress emosional, obat-obatan, gangguan lingkungan (misalnya asuhan keperawatan yang sering dilakukan) dan keanekaragaman waktu tidur yang terkait dengan waktu kerja.

  Deprivasi tidur melibatkan penurunan kuantitas dan kualitas tidur serta ketidakkonsistenan waktu tidur. Apabila tidur mengalami gangguan atau terputus-putus, dapat terjadi perubahan urutan siklus tidur normal. Terjadi deprivasi tidur kumulatif.

  5. Parasomnia Parasomnia adalah masalah tidur yang lebih banyak terjadi pada anak- anak daripada orang dewasa. Parasomnia yang terjadi pada anak-anak meliputi somnambulisme (berjalan dalam tidur), terjaga malam, mimpi buruk, enuresis noktural (ngompol), dan menggeretekkan gigi (bruksisme) (Mindell, 1993).

2.3 Proses Keperawatan

3.3.1 Pengkajian

  Perawat harus selalu mengkaji pola tidur pasien untuk melengkapi dokumentasi keperawatan. Pengkajian pola tidur pasien tidak cukup jika hanya bertanya “apakah kamu tidur nyenyak tadi malam?” seorang perawat haruslah bertanya jika pasien merasa kesulitan untuk tertidur, mengalami bangun lebih awal dan susah untuk kembali tidur, dan merasa istirahat/tidurnya cukup di pagi hari. Selanjutnya, perawat haruslah bertanya jika pasien merasa lelah dan mengantuk sepanjang hari. Pertanyaan untuk perawat tanyakan yaitu (Noreen & Lawrence, 2001) : 1.

  Berapa lama waktu untuk tertidur pada malam hari? 2. Apakah kamu sering terbangun? Jika iya, berapa kali dalam semalam? 3. Jika kamu terbangun pada malam hari, bisakah kamu kembali tidur? 4. Apakah kamu merasa tidur/istirahat mu cukup di pagi hari? 5. apakah kamu mempunyai cukup energi untuk melaksanakan tugas mu sepanjang hari?

  6. apakah kamu temukan dirimu mengantuk atau tidur selama dikelas atau pertemuan,, atau ketika kamu menonton tv atau film?

  Evaluasi klien apakah disana ada banyak perubahan lingkungan berhubungan dengan kamar tidur dan rumah tangga yang bisa menjadi pengaruh perubahan di dalam siklus tidur. Pertanyaan untuk perawat tanyakan yaitu (Noreen & Lawrence, 2001) : 1. sudahkah kamu mengubah dimana kamu tidur? 2. Adakah perubahan didalam rumah tangga yang bisa mempengaruhi tidur?

  3. Adakah perubahan di lingkungan mu (tetangga, lalu lintas) yang bisa mempengaruhi tidur? Menentukan apakah ada banyak stressor emosional yang bisa menjadi pendukung kemampuan untuk tidur. Sebuah pertanyaan untuk perawat tanyakan yaitu (Noreen & Lawrence, 2001) : 1. apakah kamu menemukan dirimu terjaga pada malam hari karena cemas akan suatu masalah atau suatu aktivitas yang akan datang?

  Pengkajian asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan tidur menurut Tarwoto & Wartonah (2010) yaitu :

1. Riwayat keperawatan a.

  Kebiasaan pola tidur bangun, apakah ada perubahan pada waktu tidur, jumlah jam tidur, kualitas tidur, apakah mengalami kesulitan tidur, sering terbangun pada saat tidur, apakah mengalami mimpi yang mengancam.

  b.

  Dampak pola tidur terhadap fungsi sehari-hari : apakah merasa segar saat bangun, apa yang terjadi jika kurang tidur.

  c.

  Adakah alat bantu tidur : apa yang anda lakukan sebelum tidur, apakah menggunakan obat-obatan untuk membantu tidur d.

  Gangguan tidur atau faktor-faktor kontribusi : jenis gangguan tidur, kapan masalah itu terjadi.

  2. Pemeriksaan fisik a.

  Observasi penampilan wajah, perilaku, dan tingkat energi pasien b. Adanya lingkaran hitam disekitar mata, mata sayu, dan konjungtiva merah.

  c.

  Perilaku : iritabel, kurang perhatian, pergerakan lambat, bicara lambat, postur tubuh tidak stabil, tangan tremor, sering menguap, mata tampak lengket, menarik diri, bingung, dan kurang koordinasi.

  3. Pemeriksaan diagnostik a.

  Elektroencefalogram (EEG) b. Elektromiogram (EMG) c. Elektrookulogram (EOG)

2.3.2 Analisa Data

  Gangguan Tidur Gejala Fisiologis

  Funnel, dkk Tangan Pandangan Refleks Menurunya pendengaran respon daya penurunan aritmia (2005) Gemetar kabur Berkurang dan kewaspadaan berkurang ingat kemampuan jantung

  Visual berkurang penilaian

  ISDA Resiko Jatuh Konflik Decisional Impaired Memory Ineffective tissue perfusion : cardiopulmonary (2000) (memori melemah) (tidak efektifnya perfusi jaringan : kardiopulmonary) Sue, dkk Noc : Fall prevention behavior Noc : Decision making Noc : Memory Noc : Vital sign status (2003) (prilaku pencegahan jatuh) (membuat decision) (ingatan) Circulation status Gloria, dkk Nic : Fall Prevention Nic : Decision making suport Nic : Memory training Nic : Circulation Care (1996) (pencegahan jatuh)

  (pelatihan memori) Respiration Monitoring

  Skema 2. Analisa Data Gangguan Tidur dengan Gejala Fisiologis

  22     Gangguan Tidur Gejala Psikologis

  Funnel, dkk Mood labil Agitasi Motivasi Menurun Kelelahan Tidur Berlebihan/tidur sedikit Peningkatan sensitivitas nyeri (2005)

  ISDA Stress overload Resiko Prilaku Kekerasan Activity Intolerance Insomnia (2000) terhadap orang lain (intoleransi aktivitas) Sue, dkk Noc : Coping Noc : Aggression self control Noc : Activity intolerance Noc : Sleep (2003) (Koping) (Pengendalian diri agresif) (Intoleransi aktivitas) (Tidur)

  Nic : Coping enhancement Nic : Anger self control Nic : Energy management Nic : Sleep enhancement Gloria, dkk (Peningkatan koping) (Control Marah) (manajemen energi) (Peningkatan Tidur) (1996) Activity therapy

  (Terapi aktivitas)

  23    

  

24

 

 

  

Skema 3. Analisa Data Gangguan Tidur dengan Gejala Psikologis

2.3.3 Diagnosa Keperawatan

  Diagnosa keperawatan adalah suatu pertimbangan klinis tentang individu, keluarga, atau masyarakat menjawab permasalahan kesehatan nyata atau potensial/proses hidup. Hasil diagnosa keperawatan menyediakan basis untuk menyusun intervensi untuk mencapai hasil di mana perawat mempunyai tanggung-jawab.” ( Carpenito-Moyet, 2010).

  Pertama perawat harus memastikan bahwa pasien mempunyai gangguan pola tidur yang bisa menjadi petunjuk untuk memberikan asuhan keperawatan atau mungkin pasien memerlukan ahli terapi tidur. Jika pasien mengalami gangguan pola tidur (kondisi dimana seseorang tidak mampu untuk memperoleh tidur yang nyenyak) atau sedang mengalami mimpi buruk atau ancaman saat tidur, perawat boleh membuat diagnosa dan memulai intervensi. Bagaimanapun, jika perawat mencurigai bahwa pasien mempunyai sesuatu yang terkait dengan gangguan bernafas saat tidur, narkolepsi, atau berjalan saat tidur, perawat perlu membuat suatu rujukan kepada ahli terapi tidur (Noreen & Lawrence, 2002).

  Faktor atau variabel yang mempengaruhi diagnosis diintegrasikan dengan riwayat, rekam medis pasien, dan bukti lainnya. Variabel ini memberikan konteks,”faktor yang berhubungan”, yang dikombinasikan dengan batasan karateristik untuk membuat diagnosis keperawatan. Faktor yang berhubungan dapat dijelaskan sebagai antesenden, yang berkaitan, yang berhubungan, yang berkontribusi, atau yang mendukung diagnosis; faktor yang tersebut sangat bersesuaian dengan konsep etiologi (Heather Herdman, 2012).

  Mahasiswa harus menjelaskan bahwa perawat mengatasi, jika memungkinkan, faktor berhubungan dengan intervensi keperawatan untuk mencegah atau mengurangi dampak faktor yang berhubungan dengan individu. Sebagai contoh, jika diagnosis keperawatan yang diambil adalah kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik, intervensi yang diberikan perawat adalah meningkatkan mobilitas pasien. Jika perawat tidak mungkin menangani faktor yang berkaitan, mereka mengatasi batasan karateristik dengan intervensi keperawatan berbasis bukti tertentu agar mencapai hasil kesehatan yang dapat diukur sebelumnya. Sebagai contoh, jika faktor yang berhubungan untuk diagnosis ini adalah “usia yang ekstrem” seperti pasien lemah, individu yang berusia 96 tahun, perawat akan mengarahkan intervensi keperawatan ke arah batasan karateristik seperti kerusakan jaringan (Heather Herdman, 2012).

  Diagnosa keperawatan yang terkait dengan gangguan tidur menurut Funnel, dkk (2005) yaitu : 1.

  Sleep-pattern disturbance : insomnia, sleep apnoea (gangguan pola tidur : insomnia, apnea tidur)

2. Anxiety (kecemasan) 3.

  Breating pattern ineffective (ketidakefektifan pola napas) 4. Coping, ineffective, family (ketidakefektifan koping keluarga) 5. Coping, ineffective, individual (ketidakefektifan koping individu) 6. Fatigue (kelelahan) 7. Sensory perception alteration (perubahan persepsi sensori)

2.3.4 Rumusan Masalah

  Jika perawat sedang memulai perawatan untuk suatu gangguan pola tidur, seperti insomnia, hasil yang diharapkan dalam dua minggu yaitu pasien akan mengalami penyembuhan tidur dan akan mengatakan dapat tertidur dengan mudah dan merasa segar saat bangun. Jika perawat sedang memulai perawatan untuk suatu kondisi seperti mimpi buruk, hasil yang diharapkan yaitu pasien akan memahami gangguan dan menetapkan cara mengatasi gangguan tersebut di dalam keluarganya (Noreen & Lawrence, 2002).

  Berdasarkan diagnosa keperawatan yang terkait dengan gangguan tidur, kriteria hasil menurut Moorhead (2003) yaitu :

1. Insonmia

  Outcome/Kriteria hasil : a.

  Distorted thought self countrol/Gangguan Kontrol Diri (1403) Pasien memperlihatkan kontrol diri yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (skala 1-5 : tidak pernah, jarang, kadand-kadang, sering, atau selalu menunjukkan) :

  a) mengenali halusinasi yang terjadi terjadi b) frekwensi halusinasi c) menguraikan isi halusinasi d) melaporkan penurunan halusinasi e) saling berhubungan dengan orang lain f) merasakan lingkungan dengan teliti g) memperlihatkan isi pikiran sesuai b.

  Sleep/Tidur Pasien memperlihatkan tidur yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (skala 1-5 : gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan) : a) jumlah jam tidur (sedikitnya 5 jam/24 jam untuk orang dewasa)

  b) pola, kualitas, dan rutinitas tidur c) perasaan segar setelah tidur d) terbangun di waktu yang sesuai

2. Anxiety (kecemasan)

  Kriteria hasil : a.

  Pengendalian diri terhadap Ansietas Pasien menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas, yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (skala 1-5 : tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, selalu) :

  a) Merencanakan strategi koping untuk situasi penuh tekanan

  b) Mempertahankan performa peran

  c) Memantau distorsi persepsi sensori

  d) Memantau manifestasi perilaku ansietas

  e) Menggunakan tekhnik relaksasi untuk meredakan ansietas

2.3.5 Perencanaan/Intervensi

  Untuk insomnia, intervensi yang paling baik yaitu sebuah standar kesehatan tidur. Perawat perlu mendidik keluarga dan pasien tentang kondisi dan menjelaskan bahwa standar kesehatan tidur adalah satu rangkaian teknik yang telah berguna bagi banyak orang. Perawat kemudian perlu membantu pasien untuk membedakan dari yang lain prosedure yang cocok sesuai kepribadian dan lingkungan pasien. Selanjutnya, perawat boleh menyarankan melengkapi pernyataan, seperti relaksasi, terapi musik, atau pijatan, yang telah menolong banyak orang yang tidak mampu untuk tidur (Noreen & Lawrence, 2002).

  Untuk pasien yang mengalami mimpi buruk atau teror saat tidur, perawat mempunyai dua intervensi penting. Pertama, mendukung dan menentramkan hati dari kecemasan karena kondisi ini deprlukan. Perawat perlu mengembangkan suatu hubungan saling percaya dengan klien dan keluarga dan membantu keluarga untuk memelihara suatu perasaan mengenai gangguan. Kedua, perawat perlu menyediakan pendidikan tentang gangguan kepada pasien dan keluarga sehingga mereka mempunyai suatu pemahaman yang lebih baik tentang kondisi tersebut. Jika perawat mencurigai mimpi buruk atau teror saat tidur adalah suatu hasil dari trauma, kecemasan, atau khayalan, perawat harus melakukan pengkajian dan evaluasi lebih lanjut (Noreen & Lawrence, 2002).

  Rencana asuhan keperawatan individual hanya dapat dibuat setelah perawat memahami pola tidur pasien yang terakhir (berdasarkan objektif), persepsi klien tantang pola tidur tersebut, dan faktor-faktor yang mengganggu tidur. Perawat dan pasien bersama-sama membuat intervensi yang realistik untuk meningkatkan istirahat dan tidur baik di rumah maupun di lingkungan pelayanan kesehatan (Potter & Perry, 2002).

  Keberhasilan terapi tidur tergantung dari pendekatan-pendekatan yang sesuai dengan gaya hidup pasien dan sifat dari gangguan tidur. Tujuan dari rencana asuhan bagi pasien yang memerlukan tidur atau istirahat adalah sebagai berikut (Potter & Perry, 2005) :

1. Klien mendapatkan perasaan segar setelah tidur 2.

  Klien mendapatkan pola tidur yang sehat

  3. Klien memahami faktor-faktor yang meningkatkan atau mengganggu tidur

  4. Klien melakukan perilaku perawatan diri untuk menghilangkan faktor- faktor yang menyebabkan gangguan tidur.

  Perencanaan/intervensi yang dapat diterapkan pada diagnosa keperawatan yang terkait gangguan tidur menurut Gloria, dkk (1996) :

  1. Insomnia a.

  Hallucination Management (Manajemen Halusinasi)

  a) Bina hubungan saling percaya dengan pasien

  b) Monitor dan mengatur tingkatan aktivitas dan rangsangan di

  (dalam) lingkungan

  c) Melihara suatu lingkungan yang aman

  d) Catat Perilaku Pasien yang menandai adanya halusinasi

  e) Berikan pasien kesempatan untuk mendiskusikan halusinasinya

  f) Dorong pasien untuk menyatakan perasaan sewajarnya

  g) Fokuskan pasien ke topik jika komunikasi pasien tidak sesuai dengan keadaan h)

  Dorong pasien untuk bercakap-cakap dengan orang lain yang dipercayainya i)

  Sediakan antipsychotic dan antianxiety secara rutin j) Monitor prilaku pasien untuk efek samping pengobatan k)

  Sediakan keselamatan dan kenyamanan pasien dan orang lain ketika pasien tidak mampu untuk mengendalikan perilaku l)

  Hentikan atau kurangi pengobatan m) Didik keluarga dan orang lain tentang cara untuk berhubungan dengan pasien yang sedang mengalami halusinasi b.

  Sleep Enhancement (Peningkatan tidur)

  a) Pantau pola tidur pasien dan catat hubungan faktor-faktor fisik

  (misalnya, apnea saat tidur, sumbatan jalan nafas, nyeri/ketidaknyamanan, dan Sering Berkemih) atau faktor- faktor psikologis (misalnya, ketakutan atau ansietas) yang dapat mengganggu pola tidur b)

  Catat pola tidur pasien dan kapan mulai tertidur

  c) Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat selama sakit dan stress psikososial d)

  Berikan waktu tidur siang

  e) Berikan atau lakukan tindakan kenyamanan, seperti massase, pengaturan posisi, dan sentuhan afektif f)

  Bantu pasien untuk membatasi tidur di siang hari dengan memberikan aktivitas yang membuat pasien tetap terjaga g)

  Dukung penggunaan obat tidur yang tidak mengandung supresor fase tidur REM

2. Anxiety (ansietas) a.

  Anxiety Reduction/Penurunan Ansietas

  a) Menentukan kemampuan pengambilan keputusan pasien

  b) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan

  c) Sediakan informasi faktual menyangkut diagnosis, terapi, dan prognosis d) Dampingi pasien untuk meningkatkan keamanan dan mengurangi rasa takut e)

  Nyatakan dengan jelas tentang harapan terhadap perilaku pasien f)

  Instruksikan pasien tentang penggunaan tekhnik relaksasi

  g) Berikan pujatan punggung/pijatan leher, jika perlu

  h) Bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi yang mencetuskan ansietas i)

  Berikan obat untuk menurunkan ansietas, jika perlu

2.3.6 Pembahasan

  Diagnosa keperawatan yang terkait untuk pasien dengan gangguan tidur menurut Funnel, dkk (2005) yaitu :

  1. Sleep-pattern disturbance : insomnia, sleep apnoea (gangguan pola tidur : insomnia, apnea tidur)

2. Anxiety (kecemasan) 3.

  Breating pattern ineffective (ketidakefektifan pola napas) 4. Coping, ineffective, family (ketidakefektifan koping keluarga) 5. Coping, ineffective, individual (ketidakefektifan koping individu) 6. Fatigue (kelelahan) 7. Sensory perception alteration (perubahan persepsi sensori)

  Sedangkan setelah dilakukan Analisa data berdasarkan gejala fisiologis dan psikologis gangguan tidur yang muncul menurut Funnel, dkk (2005) diperoleh beberapa diagnosa menurut ISDA (2000), yaitu :

  1. Resiko jatuh 2.

  Konflik decisional 3. Impaired memory (memori melemah) 4. Ineffective tissue perfusion : cardiopulmonary (tidak efektifnya perfusi jaringan : kardiopulmonary)

  5. Stress overload (stress berlebihan) 6.

  Resiko prilaku kekerasan terhadap orang lain 7. Activity intolerance (intoleransi aktivitas) 8. Insomnia

  Dari kedua referensi tersebut terdapat banyak diagnosa yang didapatkan dari hasil analisa data sesuai dengan tanda dan gejala pada kasus ini. Berdasarkan diagnosa tersebut insomnia menjadi prioritas utama pada kasus ini karena insomnia muncul pada kedua referensi tersebut. Jadi, meskipun diagnosa dari kedua referensi berbeda tidak menutup kemungkinan diagnosa tersebut muncul pada pasien dengan gangguan tidur.

  Maka dari itu perlu kiranya bagi perawat untuk mencermati setiap diagnosa medis untuk setiap kasus klien kelolaan, Hal ini terkait dengan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dari setiap diagnosis medis klien. Misalnya, Fortinash (2008) menyatakan bahwa klien dengan gangguan tidur bisa saja memunculkan beberapa diagnosa keperawatan seperti : ansietas, koping tidak efektif, gangguan pola tidur serta insomnia. Dan, Fontaine & Fletcher (1995) juga memunculkan beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien klien dengan gangguan tidur.

  Jadi, pada dasarnya, ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering muncul dari klien dengan ganggun tidur pada beberapa teori diatas, yakni insomnia dan gangguan pola tidur. Hal ini terkait dengan etiologi dari gangguan tidur itu sendiri. Karena itu, sangat penting bagi perawat untuk mencermati setiap konsep dasar kebutuhan dasar manusia dan konsep dasar penyakit agar diagnosa keperawatan yang dimunculkan tidak merugikan klien kelolaan perawat.

                                   

2.4 Asuhan Keperawatan Kasus PROGRAM DIII KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN USU PENGKAJIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT

I. BIODATA

IDENTITAS PASIEN

  Nama : Tn. O Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 43 tahun Status Perwakinan : Kawin Agama : Katolik Pendidikan : Tamat SMA Pekerjaan : Pensiunan Polisi Alamat : Jalan Tuasan No. 162 Medan Tanggal Masuk RS : 11 Mei 2013 No. Registrasi : 021323 Ruangan/kamar : Sinabung/1 (satu) Golongan Darah : O Tanggal Pengkajian : 17 Juni 2013 Tanggal operasi : - Diagnosa Medis : Skizofrenia paranoid

  II. KELUHAN UTAMA

  Pasien mengatakan dirinya susah tidur karena sering mendengar suara-suara yang memaki dan mengejek dia gila, orang yang tidak berguna, orang yang sok jagoan, terkadang suara-suara itu menyuruh dirinya mati saja. Pasien juga mengatakan dirinya susah tidur karena terlalu banyak pikiran terutama masalah rumah tangganya yang sudah broken home, terkadang juga tidak tahu apa yang dipikirkan dan sering bermenung, pasien juga mengatakan kepala sebelah kirinya terasa kebas. Pasien mengeluh sering terbangun di malam hari, susah untuk tidur juga pada siang hari.

  III. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG A.

  Provocative/palliative

  1. Penyebabnya : Halusinasi pendengaran Apa 2.

  Hal-hal yang Memperbaiki Keadaan : Jika pasien minum obat pasien mengatakan dirinya bisa tidur dan sebaliknya.

  B.

  Quantity/Quality 1.

  Bagaimana dirasakan : Pasien mengatakan dirinya sangat gelisah, takut, dan cemas karena selalu mendengar suara-suara yang mengganggu pikirannya. 2. : Pasien tampak gelisah, ekspresi tampak

  Bagimana dilihat ketakutan, tampak sedih.

  C.

  Region/lokasi 1. : -

  Dimana lokasinya 2. : -

  Apakah menyebar D. Severity

  Pasien mengatakan suara-suara yang di dengarnya sangat mengganggu dirinya sehingga dia kesulitan untuk tidur siang maupun malam hari.

  E.

  Time/waktu Pasien mengatakan dirinya mendengar suara-suara ketika mau tidur pada malam hari dan pagi hari ketika istirahat atau saat sendirian.

  IV. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU A.

  Penyakit yang pernah dialami Pasien mengatakan dirinya di masa lalu sering juga mengalami gangguan jiwa karena sering bicara-bicara sendiri, stress, dan banyak pikiran.

  Pasien mengatakan dirinya tidak pernah mengalami penyakit uang serius selain gangguan jiwa.

  B.

  Pengobatan atau tindakan yang dilakukan Pasien mengatakan dirinya diberikan obat THP, Haloperidol, CPZ, dan dilakukan tindakan ECT kepadanya.

  C.

  Pernah dirawat/dioperasi Pasien mengatakan dirinya sudah pernah dirawat di RS Bhayangkara Polda Sumut karena mengalami gangguan jiwa.

  D.

  Lama rawat Pasien mengatakan dirinya dirawat selama tiga bulan.

  E.

  Alergi Pasien mengatakan dirinya alergi dengan makanan seperti udang, kepiting, dan kerang yang membuat tubuhnya gatal-gatal.

  F.

  Imunisasi Pasien mengatakan dirinya mendapatkan imunisasi lengkap sewaktu masih kecil

  V. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA A.

  Orang tua Pasien mengatakan kedua orang tuanya tidak pernah mengalami gangguan jiwa, ibu pasien menggalami penyakit diabetes melitus yang sudah komplikasi dan ayahnya mengalami penyakit asam urat. B.

  Saudara kandung Pasien mengatakan semua saudara kandungnya sehat kecuali saudara kandungnya yang nomor dua yang juga mengalami gangguan jiwa.

  C.

  Penyakit keturunan yang ada Pasien mengatakan keluarganya mempunyai penyakit keturunan yaitu penyakit diabetes melitus. pasien mengatakan orang tua perempuannya mengalami penyakit DM dan saudara kandungnya yang pertama, kedua dan ketiga sekarang juga mengalami penyakit DM.

  D.

  Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa Pasien mengatakan saudara kandungnya yang bernomor dua mengalami gangguan jiwa semenjak pulang dari bandung setelah tamat kuliah.

  Riwayat pengobatan/perawatan, pasien mengatakan keluarganya yang mengalami gangguan jiwa dibawa ke RS jiwa tetapi pasien tidak mengetahui dirumah sakit jiwa yang mana. Pasien mengatakan saudara kandungnya sangat malas minum obat bahkan terkadang sampai tidak mau minum obat.

  E.

  Anggota keluarga yang meninggal Pasien mengatakan kedua orang tuanya telah meninggal dunia.

  F.

  Penyebab meninggal Pasien mengatakan orang tua perempuannya meninggal karna penyakit diabetes melitus yang sudah komplikasi sedangkan orang tua laki-lakinya meninggal karena penyakit asam urat.

VI. RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL 1.

  Persepsi pasien tentang penyakitnya Pasien mengatakan dirinya merasa rendah diri, depresi, malu bergaul dengar orang lain karena kondisinya yang sekarang.

2. Konsep Diri 1.

  Gambaran diri Pasien mengatakan dirinya menyukai bentuk tubuhnya kecuali pada bagian kaki karena pasien merasa bagian kakinya terlalu besar sehingga sulit mencari sepatu yang pas dengan kakinya, hai ini membuat pasien merasa malu dengan ukuran kakinya.

  2. Ideal diri Pasien mengatakan dirinya ingin cepat sembuh, supaya bisa berkumpul lagi dengan keluarganya, bisa membiayai kehidupan keluarganya lagi. Pasien juga mengatakan dirinya ingin bekerja lagi.

  3. Harga diri Pasien mengatakan dirinya merasa rendah diri karena mengalami gangguan jiwa.

  4. Peran diri Pasien mengatakan dirinya sebagai kepala keluarga dari istri dan sebagai ayah dari 4 anaknya.

  5. Identitas diri Pasien mengatakan sebelum masuk RS jiwa tidak merasa puas menjadi polisi, pasien sebenarnya lebih memilih menjadi pengusaha. Selain itu pasien tidak puas karena sebagai laki-laki dirinya pemalu dan tidak bisa bergaul.

3. Keadaan emosi

  Pasien merasa depresi, tampak ketakutan, cemas dengan suara-suara yang sering muncul mengganggu pikirannya, dan tampak khawatir dengan keadaan dirinya dan keluarganya.

  4. Hubungan sosial 1.

  Orang yang berarti : Istri dan anak 2.

  Hubungan dengan keluarga : pasien mengatakan dirinya sering bertengkar dengan saudara kandungnya karena saudara kandungnya sering menganggap rendah dirinya. Pasien mengatakan hubungan dirinya dengan istri dan anak-anaknya baik, pasien masih sering di jenguk oleh istri dan anaknya.

  3. Hubungan dengan orang lain : pasien mengatakan hubungannya dengan orang lain baik meskipun dirinya kurang suka bergaul apalagi setelah mengalami gangguan jiwa.

  4. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : pasien mengatakan dirinya merasa minder karena terkadang teman- temannya membuat dia emosi, selalu mengejek dia, dan merendahkan dirinya.

  5. Spiritual 1.

  Nilai dan keyakinan : pasien mengatakan dirinya mempunyai nilai dan keyakinan yang kuat tentang agama yang dianutnya.

  : pasien mengatakan sebelum masuk RS jiwa dirinya rajin beribadah, tetapi setelah masuk rumah sakit jiwa sudah jarang beribadah, tetapi pasien sering berdoa jika melakukan kegiatan sehari-hari.

2. Kegiatan ibadah

VII. STATUS MENTAL 1.

  Tingkat kesadaran Tingkat kesadaran pasien compos mentis yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.

  2. Penampilan Penempilan pasien tampak rapi baik cara berpakaian, dalam hal makan, mandi, dan toileting.

  3. Pembicaraan Pasien berbicara jelas, nada suara lembut, frekuensi suara lambat.

  4. Alam perasaan Pasien merasa ketakutan karena halusinasinya yang masih sering muncul, pasien juga merasa putus asa dengan semua kejadian hidup yang dia alami.

  5. Afek Pasien tidak mengalami gangguan pada afek, seperti afek datar yaitu tidak ada perubahan dalam roman muka pada saat ada stimulus yang menyenangkanatau menyedihkan, hanya bereaksi bila ada stimulus yang lebih kuat.

  6. Interaksi selama wawancara Pasien kooperatif, mau diajak bicara, kontak mata pasien saat dilakukan pengkajian bagus, pasien mau menatap lawan bicara, pasien tidak mudah tersinggung, tidak curiga pada lawan bicara.

  7. Persepsi Pasien mengalami persepsi pendengaran berupa suara-suara yang mengejek dirinya dan mendorong dirinya untuk bunuh diri.

  8. Proses pikir Pasien tidak mengalami gangguan proses piker seperti sirkuntasial (pikiran berputar-putar), tangensial (pembicaraan yang berbelit-belit), flight of idea (pikiran melayang).

  9. Isi pikir Pasien tidak mengalami gangguan isi piker seperti obsesi (pikiran yang terus muncul meskipun pasien berusaha menghilangkannya), fobia (rasa ketakutan yang patologis/tidak rasional terhadap suatu objek/situasi/benda tertentu yang tidak dapat dihilangkan).

  10. Waham Pasien tidak mengalami gangguan waham seperti waham agama, waham kebesaran, waham curiga, maupun waham somatic/hipokondrik.

  11. Memori Pasien tidak mengalami gangguan memori baik jangka panjang, jangka pendek maupun gangguan memori saat ini.

VIII. PEMERIKSAAN FISIK A.

  Rambut

  Palpebra : normal, tidak ada ptosis, tidak ada oedema, tidak ada tanda-tanda radang

  : normal, mata lengkap dan simetris b)

  a) Kelengkapan dan kesimetrisan

  : normal, simetris, tidak ada kelainan d. Mata

  b) Struktur wajah

  : normal, sawo matang

  a) Warna kulit

  : normal, bewarna hitam c. Wajah

  c) Warna kulit

  Bau : tidak berbau

  a) Penyebaran dan keadaan rambut : bagus, penyebaran merata, keadaan normal b)

  Keadaan Umum Kesadaran compos mentis, tampak gelisah, masih sering mendengar suara-suara, tampak lelah dan pucat, sering bermenung, terlihat bingung,

  B.

  b) Ubun-ubun : tertutup dan keras

  : normal, simetris kiri dan kanan, tidak ada benjolan

  a) Bentuk

  Kepala dan rambut

  : 67 kg C. Pemerikasaan Head to toe a.

  : 170 cm g. BB

  : - f. TB

  : 24 x/i e. Skala nyeri

  : 80 x/i d. Pernapasan

  Tekanan darah : 110/70 mmHg c. Nadi

  Suhu tubuh : 36,8 C b.

  Tanda-tanda Vital a.

  c) Kulit kepala : bersih, tidak ada masalah b. c) Konjungtiva dan sklera : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterus d) : isokor, kontraksi pupil (+/+), reflek

  Pupil cahaya (+) e) : pengapuran katarak (-), oedema (-),

  Cornea dan iris tidak ada tanda-tanda radang f) : klien dapat melihat lambaian tangan

  Visus dalam jarak satu meter g) : tekanan bola mata normal kiri dan

  Tekanan bola mata kanan e.

  Hidung

  a) : normal, tulang

  Tulang hidung dan posisi septumnasi hidung simetris, posisi septumnasi simetris b) hidung : normal, bersih, tidak

  Lubang ada sumbatan c) hidung : normal, tidak ada

  Cuping pernapasan cuping hidung f.

  Telinga

  a) : normal, daun teling simetris kiri Bentuk telinga dan kanan b) : normal, sama besar, simetris kiri

  Ukuran telinga dan kanan c) : normal, lubang telinga paten

  Lubang telinga

  d) Ketajaman pendengaran : baik, tidak ada gangguan g.

  Mulut dan faring

  a) : kering, bentuk bibir simetris Keadaan bibir

  b) : gigi tampak kuning, gusi tidak ada Keadaan gusi dan gigi perdarahan c) : lidah bersih, tidak ada stomatitis

  Keadaan lidah

  d) : normal tidak ada tanda-tanda Orofaring peradangan, mampu menelan dengan baik h.

  Leher

  a) : medial normal Posisi trachea

  b) : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid Thyroid

  c) : terdengar dengan cukup jelas Suara

  d) : tidak ada pembengkakan kelenjar getah Kelenjar limfe bening e) : tidak ada distensi vena jugularis

  Vena jugularis

Dokumen yang terkait

Asuhan Keperawatan pada Tn. P dengan Prioritas Masalah Defisit Perawatan Diri Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan

1 70 45

Asuhan Keperawatan pada Tn. O dengan Masalah Gangguan Tidur di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara Medan

6 54 85

Asuhan Keperawatan Pada Tn. J Dengan Diagnosa Masalah Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

0 48 53

Asuhan Keperawatan Pada Tn. A dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Personal Hygiene di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

1 26 41

Asuhan Keperawatan pada Tn. J dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan

7 236 38

Asuhan Keperawatan pada Ny. N dengan prioritas masalah Gangguan Kebutuhan Tidur pada Klien Halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Prof. Muhammad Ildrem Provinsi Sumatera Utara Medan

0 27 46

Asuhan Keperawatan pada Tn.E dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Istirahat Tidur Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan

0 42 38

BAB II PENGELOLAAN KASUS A. Konsep Dasar Defisit Perawatan Diri 1. Definisi Defisit Perawatan Diri - Asuhan Keperawatan pada Tn. P dengan Prioritas Masalah Defisit Perawatan Diri Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan

0 1 29

BAB II PENGELOLAAN KASUS A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Masalah Kebutuhan Dasar Mobilitas - Asuhan Keperawatan pada Tn. A dengan Prioritas Masalah Gangguan Kebutuhan Dasar Mobilisasi di RSUDdr. Pirngadi Medan

0 0 47

BAB II PENGELOLAAN KASUS A. Konsep Dasar Halusinasi 1. Definisi Halusinasi - Asuhan Keperawatan Pada Tn.M dengan Prioritas Masalah Halusinasi Pendengaran di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

0 0 26