9.1 Arahan Kebijakan Pembiayaan Bidang Cipta Karya - DOCRPIJM 3b176de88e BAB IX10. Bab 9 RPIJM Kaur (Aspek Pembiayaan)

ASPEK PEMBIAYAAN

  Sesuai PP no. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, diamanatkan bahwa kewenangan pembangunan bidang Cipta Karya merupakan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten/Kota terus didorong untuk meningkatkan belanja pembangunan prasarana Cipta Karya agar kualitas lingkungan permukiman di daerah meningkat. Di samping membangun prasarana baru, pemerintah daerah perlu juga perlu mengalokasikan anggaran belanja untuk pengoperasian, pemeliharaan dan rehabilitasi prasarana yang telah terbangun. Namun, seringkali pemerintah daerah memiliki keterbatasan fiskal dalam mendanai pembangunan infrastruktur permukiman. Pemerintah daerah cenderung meminta dukungan pendanaan pemerintah pusat, namun perlu dipahami bahwa pembangunan yang dilaksanakan Ditjen Cipta Karya dilakukan sebagai stimulan dan pemenuhan standar pelayanan minimal. Oleh karena itu, alternatif pembiayaan dari masyarakat dan sektor swasta perlu dikembangkan untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya yang dilakukan pemerintah daerah. Dengan adanya pemahaman mengenai keuangan daerah, diharapkan dapat disusun langkah-langkah peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya di daerah.

  Pembahasan aspek pembiayaan dalam RPIJM pada dasarnya bertujuan untuk:

  a. Mengidentifikasi kapasitas belanja pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya, b. Mengidentifikasi alternatif sumber pembiayaan antara lain dari masyarakat dan sektor swasta untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya, c. Merumuskan rencana tindak peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya.

9.1 Arahan Kebijakan Pembiayaan Bidang Cipta Karya

  Pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya perlu memperhatikan arahan dalam peraturan dan perundangan terkait, antara lain:

  1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah: Pemerintah daerah diberikan hak otonomi daerah, yaitu hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yaitu politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.

  2. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah: untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah daerah didukung sumber-sumber pendanaan meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pendapatan Lain yang Sah, serta Penerimaan Pembiayaan. Penerimaan daerah ini akan digunakan untuk mendanai pengeluaran daerah yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah.

  3. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan: Dana Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus. Pembagian DAU dan DBH ditentukan melalui rumus yang ditentukan Kementerian Keuangan. Sedangkan DAK digunakan untuk mendanai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional. Penentuan lokasi dan besaran DAK dilakukan berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.

  4. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kab./Kota: Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi 26 urusan, termasuk bidang pekerjaan umum. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah. Urusan wajib pemerintahan yang merupakan urusan bersama diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.

  5. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah: Sumber pinjaman daerah meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah Lainnya, Lembaga Keuangan Bank dan Non-Bank, serta Masyarakat. Pemerintah Daerah dapat melakukan pinjaman kepada pihak luar negeri melalui pemerintah pusat. Dalam melakukan pinjaman daerah Pemda wajib memenuhi persyaratan: a. total jumlah pinjaman pemerintah daerah tidak lebih dari 75% penerimaan

  APBD tahun sebelumnya;

  b. memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan pemerintah paling sedikit 2,5; c. persyaratan lain yang ditetapkan calon pemberi pinjaman;

  d. tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari pemerintah; e. pinjaman jangka menengah dan jangka panjang wajib mendapatkan persetujuan DPRD.

  6. Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (dengan perubahan Perpres 13/2010 & Perpres 56/2010): Menteri atau Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Jenis infrastruktur permukiman yang dapat dikerjasamakan dengan badan usaha adalah infrastruktur air minum, infrastruktur air limbah permukiman dan prasarana persampahan.

  7. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (dengan perubahan Permendagri 59/2007 dan Permendagri 21/2011): Struktur APBD terdiri dari:

  a. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Pendapatan Lain yang Sah.

  b. Belanja Daerah meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung.

  c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan Pengeluaran.

  8. Peraturan Menteri PU No. 15 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur: Kementerian PU menyalurkan DAK untuk pencapaian sasaran nasional bidang Cipta Karya. Adapun ruang lingkup dan kriteria teknis DAK bidang Cipta Karya adalah sebagai berikut:

  a. Bidang Infrastruktur Air Minum DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. Adapun kriteria teknis alokasi DAK diutamakan untuk program percepatan pengentasan kemiskinan dan memenuhi sasaran/ target Millenium Development Goals (MDGs) yang mempertimbangkan:

   Jumlah masyarakat berpenghasilan rendah;

   Tingkat kerawanan air minum.

  b. Bidang Infrastruktur Sanitasi DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggarakan melalui proses pember- dayaan masyarakat. DAK Sanitasi diutamakan untuk program peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan memenuhi sasaran/target MDGs yang dengan kriteria teknis:

   kerawanan sanitasi;

   cakupan pelayanan sanitasi.

  9. Peraturan Menteri PU No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Kementerian Pekerjaan Umum yang Merupakan Kewenanangan Pemerintah dan Dilaksanakan Sendiri: Dalam menyelenggarakan kegiatan yang dibiayai dana APBN, Kementerian PU membentuk satuan kerja berupa Satker Tetap Pusat, Satker Unit Pelaksana Teknis Pusat, dan Satuan Non Vertikal Tertentu. Rencana program dan usulan kegiatan yang diselenggarakan Satuan Kerja harus mengacu pada RPIJM bidang infrastruktur yang telah disepakati. Gubernur sebagai wakil Pemerintah mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan kementerian yang dilaksana-kan di daerah dalam rangka keterpaduan pembangunan wilayah dan pengembangan lintas sektor.

  Berdasarkan peraturan perundangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa lingkup sumber dana kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya yang dibahas dalam RPIJM meliputi:

  1. Dana APBN, meliputi dana yang dilimpahkan Ditjen Cipta Karya kepada Satuan Kerja di tingkat provinsi (dana sektoral di daerah) serta Dana Alokasi Khusus bidang Air Minum dan Sanitasi.

  2. Dana APBD Provinsi, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah provinsi untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala provinsi/regional.

  3. Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah kabupaten untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala kabupaten/kota.

  4. Dana Swasta meliputi dana yang berasal dari skema kerjasama pemerintah dan swasta (KPS), maupun skema Corporate Social Responsibility (CSR).

  5. Dana Masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat.

  6. Dana Pinjaman, meliputi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri. Dana-dana tersebut digunakan untuk belanja pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan prasarana yang telah terbangun, serta rehabilitasi dan peningkatan prasarana yang telah ada. Oleh karena itu, dana-dana tersebut perlu dikelola dan direncanakan secara terpadu sehingga optimal dan memberi manfaat yang sebesar- besarnya bagi peningkatan pelayanan bidang Cipta Karya.

9.2 Kemampuan Keuangan Kabupaten Kaur

9.2.1 Kinerja Ekonomi Kabupaten Kaur

  Secara umum, profil ekonomian makro Kabupaten Kaur dapat diperlihatkan seperti pada

Tabel 9.1. Dari tabel tersebut terlihat bahwa petumbuhan ekonomi wilayah Kabupaten

  Kaur memperlihatkan laju pertumbuhan yang cukup signifikan. Demikian juga halnya dengan pendapatan perkapita, juga mengalami peningkatan. Sebagai indikator keberhasilan pembangunan, dapat tercermin dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM), juga memperlihatkan peningkatan.

Tabel 9.1 Profil Ekonomi Kabupaten Kaur Tahun 2008 - 2012 Nilai Komponen Ekonomi No Indikator Ekonomi 2008 2009 2010 2011 2012

  1 PDRB Harga Konstan (Rp.) 225.805,26 235.465,47 245.742,42 257.187,00 271.423,00

  2 Pendapatan Perkapita (Rp.) 3.956.626,00 4.219.819,00 4.527.392,00 5.860.000

  3 Upah Minimum Regional (Rp.) 690.000,00 735.000,00 780.000,00

  4 Inflasi (%) 13,44 2,88 9,08

  5 Pertumbuhan Ekonomi 5,42 4,28 4,36 4,84 5,54 Indeks Pembangunan Manusia

  6 77,31 77,62 77,99 78,06 (IPM)

9.2.2 Profil APBD Kabupaten Kaur

  Bagian ini menggambarkan struktur APBD Kabupaten Kaur selama 5 tahun terakhir dengan sumber data berasal dari dokumen Realiasasi APBD. Komponen yang dianalisis berdasarkan format Permendagri No. 13 Tahun 2006 adalah sebagai berikut: a. Belanja Daerah yang meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tak Langsung.

  b. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Pendapatan Lain yang Sah.

  c. Indeks Kemampuan Fiskal/Ruang Fiskal Daerah (IRFD)

  d. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan Pengeluaran.

  Selengkapnya tentang profil masing-masing komponen APBD tersebut akan dijelaskan berikut ini.

  A. Belanja Daerah

  Berdasarkan data belanja Kabupaten Kaur periode tahun 2009

  • – 2012, memperlihatkan pertumbuhan yang cukup signifikan. Secara umum, laju pertumbhan belanja Kabupaten Kaur secara rata-rata meningkat sebesar 11,04% per tahun. Dari dua komponen belanja, yaitu Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung, yang paling tinggi tingkat pertumbuhannya adalah komponen belanja tidak langsung, yaitu sebesar 20,29% per tahun. Sedangkan komponen belanja langsung hanya mempunyai pertumbuhan sebesar 4,69% per tahun. Untuk lebih jelasnya tentang nilai dan laju pertumbuhan Belanja Kabupaten Kaur selama 5 tahun terakhir dapat dilihat seperti pada Tabel 9.2.

  B. Pendapatan daerah

  Secara kumulatif, realisasi penerimaan Kabupaten Kaur periode tahun 2009

  • – 2012 mempunyai rata-rata pertumbuhan sebesar 15,66% per tahun. Dari tiga komponen penerimaan, yang paling tinggi pertumbuhannya adalah komponen Pendapatan Daerah yang syah, yang dikontribusi oleh Dana Penyesuaian & Otonomi Khusus. Sementara komponen Pendapatan Asli Daerah memperlihatkan kecenderungan yang menurun. Untuk lebih jelasnya tentang nilai dan laju pertumbuhan realisasi penerimaan Kabupaten Kaur dapat dilihat seperti pada Tabel 9.3.

1 Belanja Tidak Langsung 127.364,69 164.380,79 193.902,83 204.881,96 20,29

2 Belanja Langsung 185.423,38 150.511,80 161.558,10 211.515,38 4,69

1 Pendapatan Asli Daerah 9.012,33 7.146,14 6.810,60 7.781,83 (4,55)

  

a. Bagi Hasil Pajak 21.902,53 25.521,25 21.414,88 23.645,88 2,65

  Sumber: Kabupaten Kaur Dalam Angka Tahun 2012

  e. Bantuan Keuangan Dari Provinsi 3.888,61 - - - TOTAL 293.018,80 309.925,56 365.412,75 430.696,68 15,66

  d. Dana Penyesuaian & Otonomi Khusus 3.809,93 10.862,27 41.363,43 44.410,22 355,21

  

c. Dana Bagi Hasil Pajak Provinsi - 8.652,90 7.371,02 10.098,21 8,35

  

b. Dana Darurat - - - - -

  

a. Pendapatan Hiba - - - 1.000,00 -

  

e. Dana Tunjangan Pendidikan - - - - -

  

d. Dana Alokasi Khusus 49.004,00 37.978,98 36.417,40 38.412,51 (7,20)

  

c. Dana Alokasi Umum 204.909,17 218.613,50 248.742,46 301.076,66 15,64

  

b. Bagi Hasil Bukan Pajak 492,23 1.150,52 3.292,96 4.271,37 255,92

  

d. Penerimaan Lain-lain 4.664,32 2.180,30 2.070,30 2.820,85 (13,17)

Tabel 9.2 Belanja Kabupaten Kaur Tahun 2009 - 2012 No Jenis Penerimaa Jumlah Pengeluran (Rp. 000) % Pertum- buhan 2009 2010 2011 2012

  f. Belanja Bagi Hasil Kepada Prov./Kab./Kota & Pemerintah Desa

  

a. Belanja Pegawai 108.484,39 134.552,89 165.566,06 177.289,05 21,14

  

b. Belanja Bunga - - - - -

  

c. Belanja Subsidi - - - - -

  

d. Belanja Hibah 5.001,39 13.992,49 11.292,76 9.588,67 30,57

  

e. Belanja Bantuan Sosial 1316,54 1775,69 1888,77 21,73

  g. Belanja Bantuan Keuangan Kepada Prov./Kab./Kota dan Pemerintah Desa 11.889,96 14.052,22 15.155,24 18.004,24 17,14

  

c. Bagian Laba BUMN 1.842,08 1.685,69 2.123,48 1.482,98 (6,50)

  h. Belanja Tidak Terduga 672,41 7,50 - -

  

a. Belanja Pegawai 12.789,40 15.254,39 15.363,20 21.513,76 22,74

  

b. Belanja Barang & Jasa 70.017,17 63.507,59 64.731,52 100.526,71 14,52

  

c. Belanja Modal 102.616,81 71.749,82 81.463,38 89.474,91 (4,27)

TOTAL 312.788,07 314.892,59 355.460,93 416.397,34 11,04 Tabel 9.3 Realisasi Penerimaan Daerah Kabupaten Kaur Tahun 2009 – 2012 No Jenis Penerimaa Jumlah Penerimaan (Rp. 000) % Pertum- buhan 2009 2010 2011 2012

  

a. Pajak Daerah 1.017,02 1.018,64 1.263,91 2.294,09 41,86

  

b. Retribusi Daerah 1.488,91 2.261,51 1.352,91 1.183,91 (6,83)

2 Dana Perimbangan 276.307,93 283.264,25 309.867,70 367.406,42 10,99

3 Pendapatan Daerah Yang Syah 7.698,54 19.515,17 48.734,45 55.508,43 207,01

  C. Indeks Kemampuan Fiskal/Ruang Fiskal Daerah (IRFD) Indeks Ruang Fiskal Daerah (IRFD) merupakan bagian dari Indeks Fiskal dan Kemiskinan Daerah yang dihitung berdasarkan Kemampuan Fiskal Daerah (KFD) riil per kapita dibagi dengan rata-rata KFD riil per kapita secara Nasional. Kapasitas fiskal adalah gambaran kemampuan keuangan masing-masing daerah yang dicerminkan melalui penerimaan umum APBD untuk membiayai tugas pemerintahan setelah dikurangi belanja pegawai dan dikaitkan dengan jumlah penduduk miskin. Penerimaan umum APBD itu tidak termasuk dana alokasi khusus, dana darurat, dana pinjaman lama, dan penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu.

  Kapasitas Fiskal dapat digunakan sebagai indikator dalam pengusulan penerima hibah, penilaian atas usulan pinjaman daerah, penentuan besaran dana pendamping jika dipersyaratkan, atau hal lain yang diatur secara khusus dalam peraturan perundang- undangan. Pemerintah memberlakukan Indeks Fiskal dan Kemiskinan Daerah dalam Rangka Perencanaan Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah (PPUBPD). Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 66/PMK.07/2011. Dijelaskan dalam PMK itu bahwa Indeks Fiskal dan Kemiskinan Daerah terdiri dari Indeks Ruang Fiskal Daerah (IRFD) dan Indeks Persentase Penduduk Miskin Daerah (IPPMD) dengan nilai rata-rata nasional 1 (satu). Berdasarkan indeks tersebut, ditentukan kelompok daerah sebagai berikut:

   nasional (IRFD dan IPPMD > 1) sehingga harus menyediakan Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) sangat tinggi.

  Kelompok 1 (satu) adalah daerah dengan IRFD dan IPPMD di atas rata-rata

   Kelompok 2 (dua) adalah daerah dengan IRFD di bawah rata-rata nasional namun

  IPPMD di atas rata-rata nasional (IRFD < 1, IPPMD > 1) sehingga harus menyediakan DDUB sedang. Kelompok 3 (tiga) adalah daerah dengan IRFD dan IPPMD di bawah rata-rata

   nasional (IRFD < 1, IPPMD < 1) sehingga harus menyediakan DDUB rendah.

   IPPMD di bawah rata-raya nasional (IRFD > 1, IPPMD <1) sehingga harus menyediakan DDUB tinggi.

  Kelompok 4 (empat) adalah daerah dengan IRFD di atas rata-rata nasional, namun Selain untuk menentukan DDUB, pengelompokan daerah seperti tersebut juga digunakan oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan sebaagi bahan pertimbangan dalam perencanaan daerah penyelenggara urusan bersama pusat daerah untuk penanggulangan kemiskinan dan alokasi DUB.

  Data yang digunakan dalam perhitungan Indeks Fiskal dan Kemiskinan Daerah meliputi data fiscal daerah dan data nonfiskal daerah. Data fiscal merupakan data kemampuan keuangan daerah, data transfer ke daerah, dan data belanja Pegawai Negeri Sipil Daerah. Adapau data nonfiskal daerah meliputi jumlah penduduk, persentase jumlah penduduk miskin, dan Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK).

  Berdasarkan perhitungan, Kabupaten Kaur mempunyai IRFD kurang dari 1 (satu), maka Kabupaten Kaur dinyatakan sebagai daerah dengan IRFD dibawah rata-rata Nasional.

  IRFD Kabupaten Kaur cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun namun pada tahun 2012 mengalami sedikit penurunan. Pada tahun 2008 sebesar 0,3260, tahun 2009 meningkat menjadi 0,5343, tahun 2010 kembali meningkat menjadi 0,4429, tahun 2011 meningkat lagi menjadi 0,868 dan tahun 2012 mengalami sedikit penurunan menjadi 0,800. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 9.4.

Tabel 9.4 Ruang Fiskal Kabupaten Kaur Tahun 2008 – 2012 Indeks Kemampuan Fiskal/Ruang Fiskal Daerah No Tahun (IRFD)

  1 2008 0,3260 2 2009 0,5343 3 2010 0,4429 4 2011 0,868 5 2012 0,800

  Sumber: Profil Sanitasi Kabupaten Kaur

9.3 Profil Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya

  Setelah APBD secara umum dibahas, maka perlu dikaji berapa besar investasi pembangunan khusus bidang Cipta Karya di daerah tersebut selama 3-5 tahun terakhir yang bersumber dari APBN, APBD, perusahaan daerah dan masyarakat/swasta. Format analisis perkembangan pembiayaan dapat diperlihatkan seperti pada Tabel 9.5.

Tabel 9.5 Perkembangan Pembiayaan Daerah dalam 5 Tahun Terakhir

  Tahun - 1 Tahun - 2 Tahun - 3 Tahun - 4 Tahun - 5

PEMBIAYAAN DAERAH

  Rp % Rp % Rp % Rp % Rp % Penerimaan Pembiayaan

  Penggunaan SiLPA Pencairan Dana Cadangan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah Penerimaan Pinjaman dan Obligasi Daerah Penerimaan Kembali Pinjaman Piutang Daerah

  Pengeluaran Pembiayaan Pembentukan Dana Cadangan Penyertaan Modal Pembayaran Pokok Pinjaman Pemberian Pinjaman Daerah

  Keterangan: % persentase komponen pembiayaan terhadap total pembiayaan

9.3.1 Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber Dari APBN

  Meskipun pembangunan infratruktur permukiman merupakan tanggung jawab Pemda, Ditjen Cipta Karya juga turut melakukan pembangunan infrastruktur sebagai stimulan kepada daerah agar dapat memenuhi SPM. Setiap sektor yang ada di lingkungan Ditjen Cipta Karya menyalurkan dana ke daerah melalui Satuan Kerja Non Vertikal (SNVT) sesuai dengan peraturan yang berlaku (PermenPU No. 14 Tahun 2011). Data dana yang dialokasikan pada suatu kabupaten/kota perlu dianalisis untuk melihat trend alokasi anggaran Ditjen Cipta Karya dan realisasinya di daerah tersebut. Format perkembangan pembiayaan APBN Bidang Cita Karya dapat diperlihatkan seperti pada Tabel 9.6.

Tabel 9.6 Nilai Pembiayaan APBN Cipta Karya di Kabupaten/Kota dalam 5 Tahun Terakhir Alokasi Alokasi Alokasi Alokasi Alokasi Sektor Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5

  Pengembangan Air Minum Pengembangan PLP Pengembangan Permukiman Penataan Bangunan & Lingkungan Total Di samping APBN yang disalurkan Ditjen Cipta Karya kepada SNVT di daerah, untuk mendukung pendanaan pembangunan infrastruktur permukiman juga dilakukan melalui penganggaran Dana Alokasi Khusus. DAK merupakan dana APBN yang dialokasikan ke daerah tertentu dengan tujuan mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai prioritas nasional. Prioritas nasional yang terkait dengan sektor Cipta Karya adalah pembangunan air minum dan sanitasi. DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. Sedangkan

  DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah,

  persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggarakan melalui proses pemberdayaan masyarakat. Besar DAK ditentukan oleh Kementerian Keuangan berdasarkan Kriteria Umum, Kriteria Khusus dan Kriteria Teknis. Dana DAK ini perlu dilihat alokasi dalam 5 tahun terakhir sehingga bisa dianalisis perkembangannya. Format profil pembiayaan DAK Bidang Cipta Karya dapat diperlihatkan seperti pada Tabel 9.7.

Tabel 9.7 Perkembangan DAK Infrastruktur Cipta Karya di Kabupaten Kaur Tahun Tahun - 1 Tahun - 2 Tahun - 3 Tahun Tahun -5 – 4 Jenis DAK 2008 2009 2010 2011 2012

  DAK Air Minum DAK Sanitasi

9.3.2 Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari APBD

  Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki tugas untuk membangun prasarana permukiman di daerahnya. Untuk melihat upaya pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya perlu dianalisis proporsi belanja pembangunan Cipta Karya terhadap total belanja daerah dalam 3-5 tahun terakhir. Proporsi belanja Cipta Karya meliputi pembangunan infrastruktur baru, operasional dan pemeliharaan infrastruktur yang sudah ada. Perlu disusun tabel proporsi berdasarkan sektor-sektor Cipta Karya yang ada seperti diperlihatkan pada Tabel 9.8.

Tabel 9.8 Perkembangan Alokasi APBD untuk Pembangunan Bidang Cipta Karya dalam 5 Tahun Terakhir Tahun - 1 Tahun - 2 Tahun Tahun - 4 Tahun - 5 – 3 Sektor

  Alokasi Alokasi Alokasi Alokasi Alokasi APBD APBD APBD APBD APBD % % % % % Pengembangan Air Minum Pengembangan PPLP Pengembangan Permukiman Penataan Bangunan dan Lingkungan Total Belanja APBD Bidang Cipta Karya Total Belanja APBD

  Selain itu, pemerintah daerah juga didorong untuk mengalokasikan Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) sebagai dana pendamping kegiatan APBN di kabupaten/kota. DDUB ini menunjukan besaran komitmen pemerintah daerah dalam melakukan pembangunan bidang Cipta Karya. Oleh sebab itu, perkembangan besaran DDUB dalam 3-5 tahun terakhir perlu diketahui untuk melihat komitmen pemerintah daerah. Perkembangan DDUB dapat dijabarkan dalam Tabel 9.9.

Tabel 9.9 Perkembangan DDUB dalam 5 Tahun Terakhir

  Tahun - 1 Tahun - 2 Tahun – 3 Tahun - 4 Tahun - 5 Sektor

  Alokasi DD Alokasi DD Alokasi DD Alokasi DD Alokasi DD UB UB UB UB UB APBN APBN APBN APBN APBN Pengembangan Air Minum Pengembangan PPLP Pengembangan Permukiman Penataan Bangunan dan Lingkungan Total

  9.3.3 Perkembangan Investasi Perusahaan Daerah Bidang Cipta Karya

  Perusahaan daerah yang dibentuk pemerintah daerah memiliki dua fungsi, yaitu untuk menyediakan pelayanan umum bagi kesejahteraan sosial (social oriented) sekaligus untuk menghasilkan laba bagi perusahaan maupun sebagai sumber pendapatan pemerintah daerah (profit oriented). Ada beberapa perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang pelayanan bidang Cipta Karya, seperti di sektor air minum, persampahan dan air limbah. Kinerja keuangan dan investasi perusahaan daerah perlu dipahami untuk melihat kemampuan perusahaan daerah dalam meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan secara berkelanjutan. Pembiayaan dari perusahaan daerah dapat menjadi salah satu alternatif dalam mengembangkan infrastruktur Cipta Karya.

  Dalam bagian ini disajikan kinerja perusahaan daerah yang bergerak di bidang Cipta Karya berdasarkan aspek keuangan, aspek pelayanan, aspek operasi dan aspek sumber daya manusia. Khusus untuk PDAM, indikator tersebut telah ditetapkan BPP- SPAM untuk diketahui apakah perusahaan daerah memiliki status sehat, kurang sehat atau sakit. Di samping itu, pada bagian ini dicantumkan juga nilai dan volume kegiatan pembangunan, operasi dan pemeliharaan prasarana secara umum yang dilaksanakan oleh perusahaan daerah yang ada di kabupaten/kota dalam 3-5 tahun terakhir.

  9.3.4 Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari Swasta

  Sehubungan dengan terbatasnya kemampuan pendanaan yang dimiliki pemerintah, maka dunia usaha perlu dilibatkan secara aktif dalam pembangunan infrastruktur Cipta Karya melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) untuk kegiatan yang berpotensi atau Corporate Social Responsibility (CSR) untuk kegiatan non-cost recovery.

  cost-recovery

  Dasar hukum pembiayaan dengan skema KPS adalah Perpres No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur serta Permen PPN No. 3 Tahun 2012 Tentang Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Sedangkan landasan hukum untuk pelaksanaan CSR tercantum dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

  Di beberapa daerah, skema pembiayaan alternatif ini sudah banyak dilakukan untuk menunjang pembangunan Cipta Karya di daerah. Informasi kegiatan-kegiatan eksisting perlu dipahami untuk melihat potensi pembiayaan dari dunia usaha di daerah tersebut. Format pekembangan pembiayaan Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) dapat diperlihatkan seperti pada Tabel 9.10.

Tabel 9.10 Perkembangan KPS Bidang Cipta Karya dalam 5 Tahun Terakhir Komponen Nilai Skema Kegiatan Tahun Satuan Volume Ket. KPS (Rp) Pembiayaan*

  Pengembangan Air Minum

  • Pengembangan PPLP

  …

  • … -

  Pengembangan Permukiman … - …

  • Penataan Bangunan dan Lingkungan

  …

  • *) dapat dipilih bentuk KPS berupa BOT/Konsesi/lainnya

9.4 Proyeksi dan Rencana Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya

  Untuk melihat kemampuan keuangan daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan (sesuai jangka waktu RPIJM) maka dibutuhkan analisis proyeksi perkembangan APBD, rencana investasi perusahaan daerah, dan rencana kerjasama pemerintah dan swasta.

9.4.1 Proyeksi APBD 5 tahun ke depan

  Proyeksi APBD dalam lima tahun ke depan dilakukan dengan melakukan perhitungan regresi terhadap kecenderungan APBD dalam lima tahun terakhir menggunakan asumsi atas dasar trend historis. Setelah diketahui pendapatan dan belanja maka diperkirakan alokasi APBD terhadap bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan dengan asumsi proporsinya sama dengan rata-rata proporsi tahun-tahun sebelumnya. Adapun langkah-langkah proyeksi APBD ke depan adalah sebagai berikut sebagai berikut:

  1. Menentukan presentase pertumbuhan per pos pendapatan Setiap pos pendapatan dihitung rata-rata pertumbuhannya dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

  Keterangan: Y = Nilai tahun ini Y

  • -1 = Nilai 1 tahun sebelumnya Y -2 = Nilai 2 tahun sebelumnya

  Dalam menentukan presentase pertumbuhan dihitung setiap pos pendapatan yang terdiri dari PAD, Dana Perimbangan (DAU, DAK, DBH), dan Lain-lain pendapatan yang sah.

  2. Menghitung proyeksi sumber pendapatan dalam 5 tahun ke depan Setelah diketahui tingkat pertumbuhan pos pendapatan maka dapat dihitung nilai proyeksi pada 5 tahun ke depan dengan menggunakan rumus proyeksi geometris sebagai berikut:

  Keterangan: Yn = Nilai pada tahun n r = % pertumbuhan Y0 = Nilai pada tahun ini n = tahun ke n (1-5)

  3. Menjumlahkan Pendapatan dalam APBD tiap tahun dan menghitung kapasitas daerah dalam pendanaan pembangunan bidang Cipta Karya.

  Setelah didapatkan nilai untuk setiap pos pendapatan, dapat dihitung total pendapatan. Apabila diasumsikan bahwa total pendapatan sama dengan total belanja dan diasumsikan pula bahwa proporsi belanja bidang Cipta Karya terhadap APBD sama dengan eksisting, maka dapat diketahui proyeksi kapasitas daerah dalam mengalokasikan anggaran untuk bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan. Hasil dari proses perhitungan tersebut, disajikan dalam Tabel 9.11.

  Dari data proyeksi APBD tersebut, dapat dinilai kapasitas keuangan daerah dengan metode analisis Net Public Saving dan kemampuan pinjaman daerah (DSCR).

  Net Public Saving Net Public Saving atau Tabungan Pemerintah adalah sisa dari total penerimaan

  daerah setelah dikurangkan dengan belanja/pengeluaran yang mengikat. Dengan kata lain, NPS merupakan sejumlah dana yang tersedia untuk pembangunan. Besarnya NPS menjadi dasar dana yang dapat dialokasikan untuk bidang PU/Cipta Karya. Berdasarkan proyeksi APBD, dapat dihitung NPS dalam 3-5 tahun ke depan untuk melihat

  Y n = Yo (1 + r)n kemampuan anggaran pemerintah berinvestasi dalam bidang Cipta Karya. Adapun rumus perhitungan NPS adalah sebagai berikut:

  Net Public Saving = Total Penerimaan daerah - Belanja Wajib NPS = (PAD+DAU+DBH+DAK) - (Belanja mengikat + Kewajiban Daerah)

  • Belanja mengikat adalah belanja yang harus dipenuhi/tidak bisa dihindari oleh Pemerintah Daerah dalam tahun anggaran bersangkutan seperti belanja pegawai, belanja barang, belanja bunga, belanja subsidi, belanja bagi hasil serta belanja lain yang mengikat sesuai peraturan daerah yang berlaku.
  • Kewajiban daerah antara lain pembayaran pokok pinjaman, pembayaran kegiatan lanjutan, serta kewajiban daerah lain sesuai dengan peraturan daerah yang berlaku.

Tabel 9.11 Proyeksi Pendapatan APBD dalam 5 Tahun ke Depan % Realisasi Proyeksi Pertumb Komponen APBD Y -2 Y -1 Y Y

  1 Y 2 Y 3 Y 4 Y 5 uhan

  Pendapatan Asli Daerah xxx xxx xxx % xxx xxx xxx xxx xxx Dana Perimbangan DAU xxx xxx xxx % xxx xxx xxx xxx xxx DBH xxx xxx xxx % xxx xxx xxx xxx xxx DAK xxx xxx xxx % xxx xxx xxx xxx xxx

  • DAK Air Minum xxx xxx xxx % xxx xxx xxx xxx xxx
  • DAK SAnitasi xxx xxx xxx % xxx xxx xxx xxx xxx Lain Lain Pendapatan yang Sah xxx xxx xxx % xxx xxx xxx xxx xxx Total APBD xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx

  Analisis Kemampuan Pinjaman Daerah (Debt Service Coverage Ratio)

  Pinjaman Daerah merupakan alternatif pendanaan APBD yang digunakan untuk menutup defisit APBD, pengeluaran pembiayaan atau kekurangan arus kas. Pinjaman Daerah dapat bersumber dari Pemerintah, Pemerintah Daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan Masyarakat (obligasi). Berdasarkan PP No. 30 Tahun 2011 Tentang Pinjaman Daerah, Pemerintah Daerah wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya; b. Memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan oleh Pemerintah. c. Persyaratan lainnya yang ditetapkan oleh calon pemberi pinjaman.

  d. Dalam hal Pinjaman Daerah diajukan kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah juga wajib memenuhi persyaratan tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari Pemerintah . Salah satu persyaratan dalam permohonan pinjaman adalah rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman atau dikenal dengan Debt Service Cost Ratio (DSCR). Berdasarkan peraturan yang berlaku, DSCR minimal adalah 2,5. DSCR ini menunjukan kemampuan pemerintah untuk membayar pinjaman, sekaligus memberikan gambaran kapasitas keuangan pemerintah. Oleh karena itu, DSCR dalam 3-5 tahun ke depan perlu dianalisis dalam RPIJM dengan rumus sebagai berikut:

  

PAD + DAU + DBH + DBJDR) – Belanja Wajib

DSCR = Pokok Pinjaman + Bunga + Biaya Lainnya

  PAD = Pendapatan Asli Daerah DAU = Dana Alokasi Umum DBH = Dana Bagi Hasil DBHDR = DBH Dana Reboisasi

  9.4.2 Rencana Pembiayaan Perusahaan Daerah

  Beberapa kabupaten/kota memiliki perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang pelayanan bidang Cipta Karya seperti air minum, air limbah maupun persampahan. Dalam hal ini, perusahaan daerah tersebut umumnya memiliki rencana dalam lima tahun ke depan dalam bentuk business plan. Informasi ini dibutuhkan untuk mengetahui kontribusi perusahaan daerah untuk pendanaan pembangunan bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan sesuai jangka waktu RPIJM.

  9.4.3 Rencana Kerjasama Pemerintah dan Swasta Bidang Cipta Karya

  Dalam menggali sumber pendanaan dari sektor swasta, Pemerintah Daerah perlu menyusun daftar proyek potensial yang dapat dikerjakan dengan skema kerjasama pemerintah dan swasta di bidang Cipta Karya untuk ditawarkan ke pihak swasta. Daftar proyek potensial tersebut disusun berdasarkan identifikasi usulan program dan kegiatan setiap sektor serta tingkat kelayakan ekonomi dan finansial dari program tersebut. Rencana kerjasama pemerintah dan swasta bidang Cipta Karya terangkum dalam Tabel 9.12.

Tabel 9.12 Proyek Potensial yang Dapat Dibiayai dengan KPS dalam 5 Tahun Ke Depan Biaya Kegiatan Kelayakan Nama Kegiatan Deskripsi Kegiatan Keterangan (Rp) Finansial IRR = ...

  Keterangan IRR: Internal Rate of Return

9.5 Analisis Tingkat Ketersediaan Dana dan Strategi Peningkatan Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya

  Sebagai kesimpulan dari analisis aspek pembiayaan, dilakukan analisis tingkat ketersediaan dana yang ada untuk pembangunan bidang infrastruktur Cipta Karya yang meliputi sumber pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan daerah, serta dunia usaha dan masyarakat. Kemudian, perlu dirumuskan strategi peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya dengan mendorong pemanfaatan pendanaan dari berbagai sumber.

  9.5.1 Analisis Kemampuan Keuangan Daerah

  Ketersediaan dana yang dapat digunakan untuk membiayai usulan program dan kegiatan yang ada dalam RPIJM dapat dihitung melalui hasil analisis yang telah dilakukan dengan penjabaran sebagai berikut:

  a. Proyeksi dana dari pemerintah pusat (APBN) dengan menggunakan asumsi trend historis maksimal 10% dari tahun sebelumnya.

  b. Proyeksi dana dari pemerintah daerah (APBD)

  c. Rencana pembiayaan dari perusahaan daerah

  d. Hasil identifikasi kegiatan potensial untuk dibiayai melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta.

  9.5.2 Strategi Peningkatan Investasi Bidang Cipta Karya

  Dalam rangka percapatan pembangunan bidang Cipta Karya di daerah dan untuk memenuhi kebutuhan pendaanan dalam melaksanakan usulan program yang ada dalam RPIJM, maka Pemerintah Daerah perlu menyusun suatu set strategi untuk meningkatkan pendanaan bagi pembangunan infrastruktur permukiman. Oleh karena itu pada bagian ini, Satgas RPIJM daerah agar merumuskan strategi peningkatan investasi pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya, yang meliputi beberapa aspek antara lain:

  1. Strategi peningkatan DDUB oleh kabupaten/kota dan provinsi;

  2. Strategi peningkatan penerimaan daerah dan efisiensi pengunaan anggaran;

  3. Strategi peningkatan kinerja keuangan perusahaan daerah;

  4. Strategi peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya;

  5. Strategi pendanaan untuk operasi, pemeliharaan dan rehabiltasi infrastruktur permukiman yang sudah ada;

  6. Strategi pengembangan infrastruktur skala regional