BAB III BENTUK PIDANA YANG DIJATUHKAN HAKIM TERHADAP ANAK TERKAIT DENGAN PERKEMBANGAN TEORI PEMIDANAAN A. Jenis Pidana Secara Umum - Pertimbangan Hakim Terhadap Penelitian Kemasyarakatan Dalam Penjatuhan Pidana Terhadap Anak (Studi Putusan No. 826/Pid.B/2

BAB III BENTUK PIDANA YANG DIJATUHKAN HAKIM TERHADAP ANAK TERKAIT DENGAN PERKEMBANGAN TEORI PEMIDANAAN A. Jenis Pidana Secara Umum Pidana adalah reaksi atas delik yang banyak berwujud suatu nestapa yang

  dengan sengaja ditimpakan Negara pada pembuat delik. Jadi, dalam sistem hukum pidana kita yang menganut asas praduga tak bersalah ( Presumption of ennocence

  

). Pidana sebagai raksi atas delik yang dijatuhkan harus berdasarkan pada vonis

  Hakim melalui sidang paradilan atas terbuktinya perbuatan pidana yang dilakukan. Apabila tidak terbukti bersalah maka tersangka harus dibebaskan.

  Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) (WvS) telah menetapkan jenis-jenis pidana yang termaktub dalam pasal 10 diatur dua pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok terdiri dari empat jenis pidana, dan pidana tambahan terdiri atas tiga jenis pidana.

   a.

  Pidana pokok meliputi Jenis-jenis pidana menurut Pasal 10 KUHP ialah sebagai berikut : 1.

  Pidana mati; 2. Pidana penjara; 3. Pidana kurungan; 4. Pidana denda.

  b.

  Pidana Tambahan meliputi 1.

  Pencabutan beberapa hak tertentu; 22 Bambang waluyo, Pidana dan Pemidanaan, sinar grafika 2004, hlm 9-10

  37

  2. Perampasan barang-barang tertentu; 3.

  Pengumuman Putusan Hakim. Jenis pidana dalam RUU-KUHP baru menjadi lain, sesuai dengan

  

  perkembangan sistem pemidanaan, yang tersebut dalam Pasal 58, yaitu : 1.

  Pidana pokok Ke-1 pidana penjara Ke-2 pidana tutupan Ke-3 pidana pengawasan (control) Ke-4 pidana denda Ke-5pidana kerja social (community service) 2. Urutan pidana pokok diatas menentukan berat ringannya pidana. Pidana mati diatur dalam pasal berikutnya, pasal 59 yang mengatakan pidana mati bersifat khusus. Pidana tambahan juga diatur di dalam pasal lain, yaitu pasal 60, sebagai berikut : 1)

  Pidana tambahan Ke-1 pencabutan hak-hak tertentu Ke-2 perampasan barang-barang tertentu dan tagihan Ke-3 pengumuman putusan Hakim Ke-4 pembayaran ganti kerugian Ke-5 pemenuhan kewajiban adat

  23 Andi Hamzah, Asas-asas Hukum PIdana. PT. Reneka Cipta edisi revisi 2008 hlm 187- 188

  2) pidana tambahan hanya dapat dijatuhkan apabila tercantum secara tegas dalam perumusan tindak pidana. 3)

  Pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat dan pencabutan hak yang diperoleh korporasi dapat dijatuhkan oleh hakim sesuai dengan kebutuhan walaupun tidak tercantum dalam perumusan tindak pidana.

  4) Pidana tambahan untuk percobaan dan pembantuan adalah sama dengan tindak pidananya.

  Rincian pidana adalah sebagai berikut : 1. Pidana Pokok

  1) pidana mati Pidana mati adalah puncak dari segala pidana. Pidana ini banyak dipersoalkan orang antara golongan yang pro dan kontra. Salah satu keberatan terhadap pidana mati yaitu sifatnya yang mutlak, siratnya yang tidak mungkin untuk mengadakan perubahan dan perbaikan apabilan pidana itu telah dijalankan. Di negara belanda pidana mati dihapuskan pada tahun 1870. tetapi hindia belanda pada saati itu, bahwa di Hindia Belanda kemungkinan pelanggaran ketertiban adalah lebih banak dan lebih mengancam daripada di negeri Belanda.

  Hindia belanda merupakan daerah yang luas, dengan penduduk yang terdiri dari berbagai golongan yang karena pengaruh-pengaruh tertentu dapat menyebabkan segala macaam perselisihan dan bentrokan yang tajam. Di samping itu alat-alat pemerintahan Negara, seperti kepolisian kurang lengkap disbanding negeri belanda.

  Berdasarkan pertimbangan di atas itulah maka dianggap tidak dapat dipertanggung jawabkan apabila pidana mati itu dihapuskan juga di Hindia Belanda. Dalam alam pemikiran pembentukan KUHP bahwa penjatuhan pidana mati adalah dipandang sebagai tindakan hukum yang darurat (menurut Jokers Noordrecht), maksudnya ialah baru dijatuhi bila memang sangat perlu dan mendesak oleh karena itu pidana mati dalam KUHP dapat kita perhatikan hanya dikenakan terhadap beberapa jenis kejahatan saja, yaitu: a.

  Kejahatan-kejahatan yang mengancam keselamatan seperti tersebut dalam pasal 104,105,111 ayat 2,124 ayat 3 jo 129 b.

  Kejahatan-kejahatan pembunuhan, seperti tersebut dalam pasal 104,105,111 ayat 2 c. Kejahatan pencurian dan pemerasan dalam keadaan yang memberatkan sepeti pasal-pasal 365 ayat 4, 368 ayat 2 d.

  Kejahatan-kejahatan pembajakan laut, pantai dan sungai, seperti dalam pasal 444.

  2) Pidana penjara

  Pidana penjara merupakan pidna utama (pidana pokok) diantara pidana-pidana kehilangan/pembatasan kemerdekaan, pasal 12 ayat 1; menentukan bahwa pidana penjara ini dapat seumur hidup atau sementara, ayat 2; menentukan bahwa pidana penjara untuk sementara itu paling sedikit satu hari dan selama-lamanya berturut-turut 15 tahun, ayat 3; pidana 15 tahun ini dapat dipertinggi lagi sampai 20 tahun ini dapat dipertinggi lagi sampai 20 tahun berturu-turut yakni dalam hal a. kehahatan yan pidananya mati, penjara seumur hidup atau, b. kejahatan yang pidananya hakim antara pidana seumur hidup, c. dari sebab tambahan pidana, karena gabungan kejahatan (concurcus) ulangan kejahatan.

  d. terjadi kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 (pemberatan karena jabatan) dan 52 a (pemberatan karena dengan memakai bendera seragam) sedangkan pasal 4 menyatakan tentang batas yang paling tinggi yang bersifat mutlak dari pidana penjara yaitu selama berturut- turut 20 tahun.

  3) Pidana Kurungan

  Pidana kurungan juga merupakan pidana hilangnya kemerdekaan/pembatasan kemerdekaan bergerak. ada perbedaan yang jelas antara pidana penjara dengan pidana kurungan.

  a. hal ini jelas ditentukan oleh pasal 69 KUHP, bahwa perbandingan beratnya pidana pokok yang tidak sejenis oleh urutan susunan dalam pasal 10 b. juga dapat dilihat dari maksimum pidana kurangan pada delik-delik dalam pasal-pasal 10 KUHP, dimana ancaman pidana kurungan lebih ringan dari pada pidana penjara, maksimal 1 tahun, pasal (pasal 18 (1)

  pasal 18 (2). KUHP menentukan bahwa pidana kurungan belehdijatuhkan selama-lamanya satu tahun empat bulan dalam hal mana terjadi gabungan peristiwa pidana (concurcus), karena ulangan peristiwa pidana (recidive) atau yang tercantum dalam pasal 52 KUHP (pegawai negeri yang melanggar kewajibannya yang istimewa dalam jabatannya karena melakukan perbuatan yang dapat dipandang pidana: ditambah sepertiganya.] c. dalam KUHP dapat kita lihat bahwa delik-delik yang diancam dengan pidana kurungan adalah merupakan delik-delik yang lebih ringan, seperti kejahatan, kealpaan dan pelanggaran-pelanggaran d. pada pelaksanaan pidana kurungan juga lebih ringan daripada pidana penjara.

  4) Pidana Denda

  Pidana denda hampir ada pada semua tindak pelanggaran yang tercantum dalam buku III KUHP sebagai pidana kurungan. Terhadap kejahatan-kejahatan ringan dan kejahatan cukupan. pidana denda ini diancam sebagai alternative pidana kurungan. Sedangkan bagi kejahatan- kejahatan berat jarang sekali diancam dengan pidana denda.

2. Pidana Tambahan

  1) Pidana Pencabuh Hak-Hak Tertentu

  Perlu kita ketahui bahwa pencabuatan segala hak yang dipunyai/diperoleh seseorang sebagai warga Negara yang dapat menyebabkan kematian perdata (burgelijke daat) tidak diperkenankan oleh UU, lihat pasal 3 BW. Hak-hak yang dapat dicabut telah dapat ditentukan dalam pasal 35 KUHP a.

  Hak memegang ( memangku ) atas pada umumnya atau jabatan tertentu b.

  Hak masuk angkatan bersenjata c. Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum d.

  Hak menjadi penasehat (Readman) atau pengurus menurut hukum

  (Gerechtelijke Bewindroerder) Hak menjadi wali, wali pengawas, pangampu anak sendiri.

  e.

  Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampu atas anak sendiri f.

  Hak menjalankan pencaharian (Beroep) yang tertentu. 2)

  Perampasan Barang-barang tertentu Perampasan barang-barang suatu pidana hanya diperkenankan terhadap barang-barang tertentu. Undang-undang pidana tidak mengenal perampasan seluruh kekayaan.

  Pasal 39 KUHP menentukan : Barang yang berasal/diperoleh dari kejahatan (catatan bukan pelanggaran) disebut corpus delicti. Jadi corpus delicti yang diperoleh dari suatu pelanggaran pada prinsipnya tidak dirampas, kecuali undang-undang menentukan lain, misal pasal 501 ayat 2 dan lain-lain. prisip umum perampasan barang yaitu “ barang-barang yang hendak dirampas itu harus kepunyaan terpidana “ (pasal 39 ayat 1 KUHP).

  3) Pengumuman Putusan Hakim

  Sebenearnya tiap-tiap putusan dengan pintu terbukan dan secara umum. Tetapi kadang-kadang pembentuk undang-undang merasa perlu supaya sampai luas diketahui umum. Ini melihat kepada sifat dari pada perbuatan pidananya. Inilah kegunaan pidana tambahan yang disebut di atas.

  Undang-undang menentukan pada perbuatan-perbuatan pidana manakah dapat dijatuhkan pidan tambahan ini. Biasanya ini dilakukan dengan melakukan Ikhtisar dari pada putusan itu dalam Surat kabar. Biaya untuk palaksanaan pengumuman ini ditanggung oleh si terhukum.

   B. Teori Pemidanaan

  Teori-teori penidanaan dalam banyak literatur hukum disebut dengan teori hukum pidana/strafrecht-theorien berhubungan langsung denga pengertian hukum pidana subjektif tersebut. Teori-teori ini mencari dan menerangkan tentang dasar dari hak Negara dalam menjatuhkan dan menjalankan pidan tersebut. Pertanyaan seperti mengapa, apa dasarnya dan untuk apa pidana yang telah diancamkan itu dijatuhkan dan dijalankan, atau apakah alasan bahwa Negara dalam menjalankan fungsi menjaga dan melindungi kepentingan hukum dengan cara melanggar kepentingan hukum dan hak pribadi orang, adalah pertanyaan-pertanyaan yang mendasar yang menjadi pokok pembahasan dalam teori-teori pemidanaan ini. pertanyaan yang mendasar tersebut timbul berhubung dengan kenyataan bahwa 24 A. Fuad Usfa, Tongat, Pengantar Hukum PIdana. UMM Press. 2004. hlm 123-144 dalam pelaksanaan hukum pidana subjektif itu berakibat diserangnya hak dan kepentingan hukum pribadi manusia tadi, yang justru dilindungi oleh hukum pidana itu sendiri. Misalanya pejabat yang dijatuhi pidana penjara atau kurungan dan dijalankan, artinya hak atau kemerdekaan bergeraknya dirampas, atau dijatuhi pidana mati dan kemudian dijalankan, artinya denga engaja membunuhnya. oleh karena itulah, hukum pidana objektif dapat disebut sebagai hukum sanksi istimewa.

  Jelas kiranya pidana yang diancam dalam pasal 10 KUHP itu apabila telah diterapkan, justru menerang kepentingan hukum dan hak pribadi manusia yang sebenarnya dilindungi oleh hukum. Tentulah hak menjalankan hukum pidana subjektif ini sangat besar sehingga hanya boleh dimiliki oleh Negara saja.

  Mengenai Negara yang seharusnya memiliki hak ini tidak ada perbedaan pendapat. Negara merupakan organisasi social tertinggi, yang bertugas dan berkewajiban menyelenggarakan dan mempertahankan tata tertib/ketertiban masyarakat. Dalam rangka melaksanakan kewajiban dan tugas itu, maka wajar jika Negara melalui alat-alatnya deberi hak dan kewenangan untuk menjatuhkan dan menjalanakan pidana.

  Ada berbagai macam pendapat mengenai teori pemidanaan ini, namun yang banyak itu dapat dikelompokkan ke dalam tiga golongan besar, yaitu :

  1. teori absolut atau teori pembalasan (vergeldings theorien); 2. teori relative atau teori tujuan (doel theorien); 3. teori gabungan (vernegings theorien).

1. Teori Absolut

  Dasar pijakan dari teori ini adalah pembalasan. Inilah dasar pembenar dari penjatuhan pinderitaan berupa pidana itu pada penjahat. Negara berhak menjatuhkan pidana karena penjahat tersebut telah melakukan penyerangan dan penkosaan pada hak dan kepentingan hukum (pribadi, masyarakat atau Negara) yang telah dilindungi. Oleh karena itu, ia harus diberikan pidana yang setimpal dengan perbuatan (berupa kejahatan) yang dilakukannya. Penjatuhan pidana yang pada dasarnya penderitaan pada penjahat dibenarkan karena penjahat telah membuat penderitaan bagi orang lain. Setiap kejahatan tidak boleh tidak harus diikuti oleh pidana bagi pembuatnya, tidak dilihat akibat-akibat apa yang dapat timbul dari penjatuhan pidana itu, tidak memerhatikan masa depan, baik terhadap diri penjahat maupun masyarakat. Menjatuhkan pidana tidak dimaksudkan untuk mencapai suatu yang praktis, tetapi bermasud satu-satunya penderitaan bagi

   penjahat.

   Teori pembalasan ini bisa terbagi atas dua macam, yaitu :

  1) Teori pembalasan yang objektif, yang berorientasi pada pemenuhan kepuasan dari perasaan dendam di kalangan masyarakat. Dalam hal ini tindakan si pembuat kejahatan harus dibalas dengan pidana yang merupakan suatu bencana atau kerugian yang seimbang dengan kesengsaraan yang diakibatkan oleh si pembuat kejahatan.

  2) Teori pembalasan yang subjektif, yang berorientasi pada penjahat.

  Menurut teori ini kesalahan si pembuat kejahatanlah yang harus 25 mendapat balasan. Apabila kerugian atau kesengsaraan yang besar

  Adami Chazawi, Pelajaran Hukum PIdana 1. Rajawali Pres. Jakarta. 2002. hlm. 157- 158 26 A. Fuad Usfa, Tongat,. Op Cit. hlm 145-148 disebabkan oleh keslahan yang ringan, maka si pembuat kejahatan sudah seharusnya dijatuhi pidana yang ringan.

2. Teori Relatif atau Teori Tujuan (Doel Theorien)

  Oleh karena teori pembalasan kurang memuaskan, maka timbul teori relatif ini. Teori ini bertitik tolak pada dasar bahwa pidana adalah alat untuk menegakkan tata tertib dalam masyarakat. Yang menjadi tujuan adalah tata tertib masyarakat dan unutk menegakkan tata tertib itu diperlukan pidana. Menurut sifat tujuannya teori ini dapat dibagi tiga macam, yaitu :

  1) Bersifat menakut-nakuti (afschrikking)

  2) Bersifat memperbaiki (verbetering/reclasering)

3) Bersifat membinasakan.

  Adapun menurut sifat pencegahannya ada dua macam yaitu : a.

  Pencegahan umum (generale preventie) b. Pencegahan khusus (special prevetie) Teori relative atau teori tujuan yang tertua adalah teori pencegahan umum.

  Diantara teori pencegahan umum ini yang tertua adalah teori yang bersifat menakut-nakuti. Menurut teori ini, bahwa untuk melindungi ketertiban umum (masyarakat) terhadap suatu tindak pidana maka pelaku yang tertangkap harus dijadikan contoh dengan pidana yang sedemikian rupa sehingga semua orang menjadi taubat karenanya.

  Sedangkan teori relative yang lebih modern dikenal dengan teori pencegahan khusus. Teori ini berpandangan bahwa tujuan dari pidana adalah untuk mencegah niat jahat dari si pelaku tindak pidana yang telah dijatuhi pidana agar tidak melakukan tindak pidana lagi.

  3. Teori Gabungan atau Teori Campuran Apabila ada dua pendapat yang saling berhadapan biasanya ada suatu pendapat yang berada di tengah. Demikian juga dalam teori hukum pidana ini, disamping adanya teori pembalasan dan teori tujuan ada pula teori ketiga yang disampingnya usur pembalasan (vergelding) juga mengakui unsure memperbaiki pelaku. Teori ini dikenal dengan teori gabungan atau teori campuran atau vergeldings theorien.

  4. Teori Pembinaan Teori pembinaan lebih mengutamakan perhatiannya pada si pelaku tindak pidana, bukan pada tindak pidana yang telah dilakukan. pidana tidak didasarkan pada berat ringannya tindak pidana yang dilakukan, melainkan harus didasarkan pada keperluan yang dibutuhkan untuk dapat memperbaiki si pelaku tindak pidana.

  Menurut teori ini tujuan pidana untuk merubah tingkah laku dan kepribadian sipelaku tindak pidana agar ia meninggalkan kebiasaan jelek yang bertentangan dengan norma hukum serta norma lainnya agar supaya ia lebih cenderung untuk mengetahui norma yang berlaku. Dengan kata lain tujuan pidana adalah untuk memperbaiki pelaku tindak pidana.

  Secara formal dalam Kitab undang-undang hukum pidana Indonesia tidak dijumpai aliran mana yang dianut, dalam hal ini aji mengemukakan, bahwa perundang-undangan sendiri dalam KUHP tidak memberikan suatu teori hukum pidana sebagai dasar pemidanaan, sehingga dapat dikatakan bahwa ia memberikan kebebasan pada hakim teori manakah yang hendak digunakan dalam penetapan pidana. Ilmu hukum pun tidak memberikan peganang yang tetap, bahkan tidak terdapat persesuaian padangan, teori manakah yang harus dijadikan landasan untuk menjatuhkan pidana untuk menetapkan straftoemetingnya, apakah

  vergeldings, prevensi umum ataupun pengamanan dari masyarakat dapat dijadikan landasan bagi penjatuhan pidana.

5. Teori Restorative Justice

  Saati ini ada Teori baru mengenai Pemidanaan anak dikenal dengan Teori

  

Restorative Jastice. Teori ini memandang bahwa perlunya usaha yang tepat bagi

  semua pihak yang terkait dan bersentuhan dengan tindak pidana yang terjadi untuk menanggulanginya. Proses penanggulangan anak pelaku tindak pidana dilakukan secara penal dan non penal. Secara penal yaitu dengan penerapan sanksi pidana dan secara non penal dengan tindak diversi oleh aparat penegak hukum

   dan peyelesaian di luar peradilan formal dengan Restorative Justice.

  Konsep Restorative Jastice merupakan teori keadilan yang tumbuh dan berkembang dari pengalaman pelaksanaan pemidanaan di berbagai Negara dan akar budaya masyarakat yang ada sebelumnya dalam menangani permasalahan criminal jauh lebih sebelum dilaksanakannya sistem peradilan pidana tradisional.

  Konsep tersebut berkembang bersamaan dengan perkembangan zaman dari waktu ke waktu. Hal ini telah dikemukakan oleh orang-orang yang banyak membahas 27 Marlina. Pengantar Konsep Diversi dan Restorative Justice Dalam Hukum Pidana.

  USU Press. Medan 2010. hlm 28 permasalahan yang berhubungan dengan sistem peradilan pidana secara umum dan khusus meneliti masalah Restorative Jastice seperti Braithwaite (Australia), Elmar G.M. Weitekamp (Belgia), Howard Zehr (USA), Kathleen Daly

   (Australia), Mark S. Umbreit (USA), dan Robert Coates (USA).

  Para pengamat dan praktisi yang membahas tentang Restorative Jastice menyimpulkan selama ini korban secara esensial tidak diikut setakan dalam proses peradilan pidana tradisional. Para korban hanya membutuhkan sebagai saksi jika diperlukan, tapi dalam kebijakan pengambilan keputusan hanya dilakukan oleh hakim berdasarkan pemeriksaan selama proses pengadilan. Bagi pelaku ketertiban meraka dalam persidangan selama proses pengadilan. Bagi pelaku ketertiban mereka dalam pengadilan hanya bersifat pasif saja, kebanyakan peran dan pertisipasi mereka diwakili dan disuarakan oleh pihak pengacaranya.

  Praktek pelaksanaan victim offender mediation didapatkan perlakuan dan peran serta yang berbeda dengan peradilan tradisional. Perlakuan tersebut adalah peran serta korban yang terlibat langsung dalam pembuatan kesepakatan hukuman, sehingga dapat menentukan hasil keputusan yang terjadi. Dalam proses

  

victim offender mediation bukan hanya korban yang terjadi focus peran, tapi

  pelaku juga dilibatkan secara langsung dan dapat berperan dalam perumusan

   keputusan, sehingga terapresiasi secara nyata dan langsung.

  28 29 Ibid. hlm 30 Ibid, hlm 31

  Berikut beberapa prinsip yang terkait dalam konsep Restorative Jastice yang timbul dalam draft Declaration of Basic Principle on The of Restorative

  

Jastice Programmer in Criminal Matters.

  1) Program Restorative Jastice berarti beberapa program yang menggunakan proses Restorative Jastice atau mempunyai maksud mencapai hasil

  Restorative (Restorative outcome).

  2) Restorative outcome adalah sebuah kesepakatan yang dicapai sebagai hasil dari proses Restorative Jastice. Contoh : restitution, community sevice dan program yang bermaksud memperbaiki korban dan masyarakat dan mengembalikan korban dan/atau pelaku.

  3) Restorative process dalam hal ini adalah suatu proses dimana korban, pelaku dan masyarakat yang diakibatkan oleh kejahatan berpartisipasi aktif bersama-sama dalam membuat penyelesaian masalah kejahatan dan di campuri oleh pihak ketiga. Contoh proses restorative mediation,

  conferencing dan circles.

  4) Parties dalam hal ini adalah korban, pelaku individu lain atau anggota masyarakat yang merasa dirugikan oleh kejahatan yang dilibatkan dalam program Restorative Jastice.

  5) Facilitator dalam hal ini adalah pihak ketiga yang menjalankan fungsi memfasilitasi partisipasi keikut sertaan korban, pelaku dalam pertemuan.

  Menurut pandangan konsep Restorative Jastice penanganan kejahatan yang terjadi bukan hanya menjadi tanggung jawab Negara akan tetapi juga 30 Ibid, halm 37 merupakan tanggung jawab masyarakata. Oleh karena itu konsep Restorative

  Jastice dibangaun berdasarkan pengertian bahwa kejahatan yang telah

  menimbulkan kerugian harus dipulihkan kembali baik kerugian yang diderita oleh korban maupun kerugian yang ditanggung oleh masyarakat.

  Terhadap pandangan konsep Restorative Jastice banyak para ahli menyebutkan sebagai paradigm baru dalam pola berfikir menanggapi tindak pidana yang terjadi. Dalam pelaksanaannya konsep Restorative Jastice member banyak kesempatan kepada masyarakat untuk berperan aktif dalam penyelesaian masalah kriminal. Konsep Restorative Jastice menjadi suatu kerangka berfikir dalam upaya penyelesaian terhadap kasus tindak pidana yang terjadi. Alternatif penyelesaian yang dilakukan sebagai sebuah upaya peyelesaian yang menciptakan

   keadilan yang berperikemanusiaan.

C. Sanksi Pidana Terhadap Anak Menurut Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak

  Ketentuan hukum mengenai anak-anak, Khususnya bagai anak yang melakukan tindak pidana diatur dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengdilan Anak, baik pembedaan perlakuan di dalam hukum acara maupun ancaman pidananya. Perbedaan perlakuan dan ancaman yang diatur dalam Undang-undang ini dimaksudkan untuk lebih memberikan perlindungan dan pengayoman terhdap anak dalam menyongsong masa depannya yang masih panjang. Selain itu, perbedaan itu dimaksudkan untuk memberikan kesempatan 31 Ibid, hlm 40 kepada anak agar setelah menlalui pembinaan akan diperoleh jati dirinya menjadi orang yang lebih baik, yang berguna bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara.

  Undang-undang nomor 3 tahun 1997 juga diatur mengenai batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke sidang anak seperti tercantum dalam pasal 4 ayat (1), yaitu sekurang-kurangnya 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin. Apabila anak yang bersangkutan telah mencapai umur 21 tahun, maka menurut pasal 4 ayat (2) Undang-undang nomor 3 tahun 1997 tetap diajukan ke sidang anak.

  Khusus mengenai sanksi terhadap anak dalam Undang-undang nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak ditentukan berdasarkan perbedaan umur anak, yaitu bagi anak yang masih berumur 8 sampai 12 tahun hanya dikenakan tindakan, sedangkan terhadap anak yang telah mencapai umur 12 sampai 18 tahun dijatuhkan pidana. Pembedaan perlakuan tersebut didasarkan atas pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan social anak.

  Undang-undang nomor 3 tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak Pasal 24 ditetukan bahwa : 1)

  Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal ialah : a.

  Mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh; b. Menyerahkan kepada Negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja; atau c.

  Menyerahkan kepada Departemen social, atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak dibidang pendidikan pembinaan latihan kerja.

  2) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat disertai dengan teguran dan syarat tambahan yang ditetapkan oleh hakim.

  Pidana yang dijatuhkan terhadap anak nakal, menurut Pasal 23 Undang- undang nomor 3 tahun 1997, meliputi pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok meliputi pidana penjara, pdana kurungan, pidana denda atau pidana pengawasan; sedangkan pidana tambahan dapat berupa perampasan barang- baragn tertentu dan atau pembayaran ganti rugi.

  Penjelasan pasal 25 undang-undang nomor 3 tahun 1997 Tentang Pengdilan Anak ditegaskan bahwa :

  “Dalam menentukan pidana atau pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak, hakim menperhatikan berat ringannya tindak pidana atau kenakalan yang dilakukan oleh anak yang besangkutan. Disamping itu, hakim juga harus menperhatikan keadaan si anak, keadaan rumah tangga orang tua, wali atau orang tua asuh, hubungan anggota keluarga dan keadaan lingkuangannya. Demikian pula hakim wajib memperhatikan laporan pembimbing kemasyarakatan.” Berikut ini beberapa pasal dalam Undang-undang nomor 3 tahun 1997

  Tentang Pengadilan Anakn yang berkaitan dengan ancaman pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal.

  1. Pasal 26 1)

  Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama ½ dari maksumum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.

  2) Apabila anak nakal sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 2 huruf a, melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak tersebut paling lama 10 tahun.

  3) Apabila anak nakal sebagaiman dimaksud dalam pasal 1 angka 2 huruf a, belum mencapai umur 12 tahun melakukan tindak pidana yang diancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka terhadap anak nakal tersebut hanya dapat dijatuhkan tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (1) huruf b.

  4) Apabila anak nakal sebagaimana dimasud dalam pasal 1 angka 2 huruf a, belum mencapai umur 12 tahun melakukan tindak pidana yang diancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka terhadap anak nakal tersebut dijatuhkan salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal

  24.

  2. Pasal 27 Pidana kurungan yang dapat dijatuhkan kepada Anak nakal sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama ½ dari maksimum ancaman pidana kurungan bagi orang dewasa.

  3. Pasal 28 1)

  Pidana denda yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal paling besar ½ dari maksimum ancaman pidana denda bagi orang dewasa.

  2) Apabila denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ternyata tidak dapat dibayar, maka diganti dengan wajib latihan kerja.

  4. Pasal 30 1)

  Pidana pengawasan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 2 huruf a, paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun. 2)

  Apabila terhadap anak nakal sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 2 huruf a, dijatuhkan pidana pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1), maka anak tersebut ditempatkan di bawah pengawasan jaksa dan bimbingan pembimbing kemasyarakatan.

  Pasal 26,27 dan pasal 28 teresebut di atas terdapat istilah ancaman pidana maksimum. Dalam konteks Hukum pidana ada 2 (dua) manaca ancaman pidana maksimum, yakni ancaman pidana maksumum umum dan ancaman maksimum khusus. Maksumum umum disebut dalam pasal 12 ayat (2) KUHP, yakni pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek 1 (satu) hari dan paling lama 15 tahun berturut-turut. Jadi pidana maksimum umum adalah maksumum lamanya pidana bagi semua perbuatan pidana. Adapun maksimum lamanya pidana bagi tiap-tiap perbuatan pidana adalah maksimum Khusus. Misalanya Pasal 362 KUHP tentang pencurian diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

  Adapun yang dimaksud dengan maksimum pidana dalam pasal 16, 17, 18 tersebut di atas adalah pidana maksimum khusus. Apabila hakim menjatuhkan pidana, maka paling lama ½ dari maksimum pokok pidana terhadap perbuatan pidananya (dalam hal ini Maksimum pidana khusus). Sedangkan jenis-jenis pidana yang tidak dapat dijatuhkan kepada anak-anak yang belum dewasa, yaitu

  

  : a.

  Pidana Mati; b. Pidana tambahan barupa pencabutan hak-hak tertentu, dan c. Pidana tambahan berupa pengumuman keputusan hakim.

32 Wagiati Soetdjo, Hukum Pidana Anak. Refika Aditama 2008. hlm 29-33

BAB IV PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PENELITIAN KEMASYARAKATAN DALAM PENJATUHAN PIDANA TERHADAP ANAK DALAM KASUS PERKARA NOMOR 826/Pid B/2007/PN/Mdn A. Kasus Posisi

1. Kronologis

  Tersangka atas nama Jekson Aritonang pada hari selasa tanggal 30 januari 2007 sedang melintas di jalan panglima Denai depan Terminal Amplas Medan tiba-tiba ditengah jalan saat melintas terjadi kecelakaan yang korbannya seorang perempuan yang sedang berjalan kaki ditabrak oleh dua orang Pengendara sepeda motor, dengan spontan tersangka menuju ketempat kecelakaan tersebut, niatnya ingin menolong korbn tabrakan tersebut saat berada di tempat kejadian tabrakan tiba-tiba dua orang laki-laki yang sedang mengendarai sepeda motor ang menabrak korban seorang permpuan tersebut ingin melarikan diri, tersangka langsung menarik / memegang dan memukul sebanyak satu kali kesalah satu pengendara sepeda motor agar jangan melarikan diri dan mengatakan bahwa mereka harus bertanggung jawab. Akhirnya setelah diramai-ramaikan oleh Massa pelaku tabrakan tersebut mau bertanggung jawab dengan membawa korban berobat karena anggota tubuh korban ada yang luka dan terkilir disaat kedua pelaku, korban tabrakan dan tersangka sudah berada dijalan Sisingamangaraja dekat pajak simpang limun Medan untuk mengantar korban berobat, tanpa sepengetahuan tersangka salah satu dari pelaku menelepon seseorang, tidak berapa lama datang seorang laki-laki dan tersangka langsung ditangkap ternyata pelaku tabrakan tersebut menelepon Polisi yang langsung datang dengan berpakaian preman. Tersangka langsung dibawa dan ditahan untuk diproses sisuai hukum yang berlaku karena tersangka disangka melakukan penganiayaan terhadap pealaku tabrakan tersebut.

2. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

  Dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada pokok perkara adalah sebagai berikut :

  Pertama :

  Bahwa ia terdakwa Jekson Aritonang baik bertindak secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Hatopan Situmeang (berkas terpisan) pada hari Selasa tanggal 30 Januari 2007 sekira pukul 20.30 wib atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain masih dalam bulan Januari 2007 bertempat di lantai Jalan Menteng Raya / Panglima Denai Kec. Medan Amplas atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Medan. Dimuka umum secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, yang dilakukan dengan cara sebagai berikut.

  Pada waktu dan tempat sebagaimana yang telah diuraikan tersebut di atas Saksi Richardo Parluhutan Hutagalaung dibonceng oleh saksi Ricky Naibaho dengan mengendarai sepeda motor, kemudian pada saat melintas di Jalan Menteng Raya / Jalang Panglima Denai Kec. Medan Amplas tepatnya di depan Terminal Amplas tiba-tiba saksi Ivanna Pandiangan Als Butet menyebrang dan tidak melihat saksi Richardo Parluhutan Hutagalaung dan saksi Ricky Naibaho sendang melintas dan saksi Richardo Parluhutan Hutagalaung dan saksi Ricky Naibaho menabrak saksi Ivanna Pandiangan Als Butet kemudian saksi Richardo Parluhutan Hutagalung dan saksi Ricky Naibaho terjatuh dan saksi Ricky Naibaho tertimpa sepeda motor sedangkan saksi Richardo Parluhutan Hutagalung berdiri dan mencari sandal, kemudian datang terdakwa dan langsung memukul saksi Richardo Parluhutan Hutagalung pada bahagian kepala sebanyak tiga kali juga bahagian rusuk sebanyak dua kali. Kemudian saksi Ricky Naibaho berdiri dan juga dipukul dan ditunjang oleh terdakwa.

  1. Sesuai dengan Visum et Refertum No. 22/VER/P/PRM-03/2007 tanggal 31 Januari 2007 yang dibuat dan ditandatangani oleh : dr. Suhelmi, SpB selaku dokter pada Rumah Sakit PIRNGADI Medan telah dilakukan pemeriksaan terhadap seorang laki-laki bernama Ricky Naibaho, jalan Sriti No. 89 P. Mandala Medan dengan hasil pemeriksaan luar/dalam : Tangan : Luka memar pada bagian siku ukuran 4x3 cm.

  Kesimpulan : Luka-luka memar akibat trauma benda tumpul.

  2. Sesuai dengan Visum et Refertum No. 23/VER/P/PRM-03/2007 tanggal 31 Januari 2007 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Suhelmi, SpB selaku dokter pad Rumah Sakit PIRNGADI Medan telah dilakukan pemeriksaan terhadap seorang laki-laki bernama Richardo Parluhutan Hutagalung, Jalan HM. Jhoni Aspol Pasar Merah Blok G. No. 13 Medan dengan hasil pemeriksaan luar/dalam.

  Kepala : benjol pada bagian belakang kepala sebelah kana ukurann 1x1 cm

  Dada : luka memar pada bagian kanan ukurang 8x3 cm. Kesumpulan : Luka-luka memar akibat trauma benda tumpul.

  Sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam pasal 170 ayat (1) KUHPidana atau

  Kedua :

  Bahwa ia terdakwa Jekson Aritonang baik bertindak secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama denga Hatopan Situmeang (berkas terpisah) pada hari Selasa tanggal 30 Januari 2007 sekira pukul 20.30 wib atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain masih dalam bulan Januari 2007 bertempat di lantai Jalan Menteng Raya / Panglima Denai Kec. Medan Amplas atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk daerah hukum Pengadilan Negeri Medan.

  Orang yang melakukan, menyuruh atau turut serta melakukan, malakukan penganiayaan terhadap orang atau barang, yang dilakukan dengan cara sebagai berikut :

  Pada waktu dan tempat sebagaimana telah diuraikan di atas saksi Richardo Parluhutan Hutagalung dibonceng oleh saksi Ricky Naibaho dengan mengendarai sepeda motor, kemudian pada saat melintas di Jalan Menteng Raya / Jalan Panglima Denai Kec. Mendan Amplas tepatnya di depan terminal Amplas tiba- tiba saksi Ivanna Pandiangan Als Butet menyebrang dan tidak melihat saksi Richardo Parluhutan Hutagalung dan saksi Ricky Naibaho sedang melintas saksi Richardo Parluhutan Hutagalung dan saksi Ricky Naibaho menabrak saksi Ivanna Pandiangan Als Butet kemudian saksi Richardo Parluhutan Hutagalung dan saksi Ricky Naibaho terjatuh dan saksi Ricky Naibaho tertimpa sepeda motor sedangkang saksi Richardo Parluhutan Hutagalung berdiri dan mencari sandal, kemudian datang terdakwa dan langsung memukul saksi Richardo Parluhutan Hutagalung pada bagian kepala sebanyak tiga kali dan juga bahagian rusuk sebanyak dua kali kemudian saksi Ricky Naibaho berdiri dan juga dipukul dan ditendang oleh terdakwa.

  1. Sesuai deng Visum et Refertum No. 22/VER/P/PRM-03/2007 tanggal 31 Januari 2007 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Suhelmi, SpB selaku dokter pada Rumah Sakit PIRNGADI Medan telah dilakukan pemeriksaan terhadap seorang laki-laki bernama Ricky Naibaho Jalan Sriti No. 89 P. Mandala Medan dengan hasil pemeriksaan luar / dalam

  Tangan: Luka memar pada bagian siku ukuran 4x3 cm Kesumpulan : Luka-luka memar akibat trauma benda tumpul.

  2. Sesuai dengan Visum et Refertum No. 23/VER/P/PRM-03/2007 tanggal 31 Januari 2007 yang dibuat dan ditandatangani olah dr. Suhelmi, SpB selaku dokter pada Rumah Sakit PIRNGADI Medan telah dilakukan pemeriksaan terhadap seorang laki-laki bernama Richardo Parluhutan Hutagalung. Jalan HM Jhoni Aspol Pasar Merah Blok G No. 13 Medan dengan hasil pemeriksaan luar/dalam :

  Kepala : benjol pada bagian belakang kepala sebelah kanan ukuran 1x1 cm

  Dada : luka memar pada dada bagian kanan ukuran 8x3 cm Kesimpulan : Luka-luka memar akibat trauma benda tumpul.

  Sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam pasal 351 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana.

  B. Pembuktian Dalam Persidangan

  Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan maka pembuktian mengenai unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan, maka jaksa penuntut umum membuktikan dakwaan sebagaimana pasal 170 ayat (1) KUH Pidana, dengan unsur-unsur sebagai berikut :

  Barang siapa Dumuka umum Bersama-sama melakukan kekerasan terhadap Richardo Hutagalaung Berdasarkan uraian-uraian seperti tersebut maka jaksa penuntut umum bekeyakinan bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Bersama-sama melakukan kekerasan dimuka umum yang mengakibatkan luka” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 170 ayat (1) KUH Pidana.

  C. Pembuktian Kasus Putusan Nomor 826/Pid B/2007/PN/Mdn

1. Fakta-fakta Hukum

  Fakta-fakta yang terungkap dalam pemeriksaan dalam persidangan secara berturut-turut dikemukakan berupa keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa, dan dikuatkan dengan barang bukti : Keterangan saksi-saksi : 1.

  Rizky Naibaho Menerangkan : a.

  Sehat jasmani dan rohani dan bersedia diperiksa dan akan memberikan keterangan yang sebenarnya b.

  Mengetahui sebabnya dipanggil hingga diperiksa di kantor polisi sehubungan dengan terjadinya peristiwa pemukulan terhadap diri korban c.

  Kejadian tersebut terjadi pada hari selasa tanggal 30 Januari 2007 pukul

  20.30 Wib di Jln Menteng Raya / Panglima Denai tepatnya di depan Terminal Amplas medan yang dilakukan oleh 10 (sepuluh) orang laki-laki namun 4 (empat) orang diantaranya pelaku yang dapat dikenali saksi d.

  Adapun yang menjadi korban selain saksi adalah teman dari saksi yang bernama Rizky Naibaho yang waktu kejadian bahwa saksi bersama Rizky Naibaho mengendarai sepeda motor dan melintas di depan Terminal Amplas Medan tersebut hingga terjadi pelanggaran antara saksi dengan seorang perempuan yang melintas berjalan kaki di jalan tersebut e.

  Saat terjadinya pelanggaran tersebutlah orang ramai dating sebanyak kurang lebih 10 (sepuluh) orang dan terus memukuli saksi korban dan saksi Rizky Naibaho dan diantara pelaku tersebut dikenal oleh saksi adalah tersangka Haposan Situmeang dan tersangka Jekson Aritonang f.

  Tersangka Haposan Situmeang memukul rusuk sebelah kanan saksi korban sebanyak 2 (dua) kali dan tersangka Jekson Aritonang memukul kepala saksi korban sebanyak 2 (dua) kali g. Adapun sebabnya korban dan saksi Rizky Naibaho dipukuli oleh tersangka tersebut adalah karena saksi korban dan saksi menabrak kaki seorang perempuan yang berjalan kaki ditempat tersebut hingga saksi korban dan saksi jatuh dari atas sepeda motor yang dikendarainya h.

  Akbat pukulan yang dilakukan oleh tersangka tersebut, saksi korban mengalami bengkak pada kepala dan luka gores pada rusuk sebelah kanan i.

  Saksi membenarkan bahwa 2 (dua) orang tersangka masing-masing yang bernama Haposan Situmeang dan Jekson Aritonang yang dikemukakan kepada saksi oleh saksi membenarkan bahwa kedua tersangka tersebut adalah yang melakukan penganiayaan terhadap saksi korban dan saksi Rizky Naibaho j. Atas perbuatan tersangka tersebut, saksi korban merasa keberatan dan menuntut agar terhadap ke 2 (dua) tersangka dapat dihukum sesuai dengan hokum yang berlaku k. Seluruh keterangan dibenarkan oleh saksi dan diterangkan dengan tidak ada paksaan baik bujukan atau pengaruh

2. Rizky Naibaho

  Menerangkan : a.

  Sehat jasmani dan rohani dan bersedia untuk diperiksa dan akan membarikan keterangan yang sebenarnya b.

  Mengetahui sebabnya dipanggil hingga diperiksa dikantor polisi sehubungan dengan terjadinya peristiwa pemukulan terhadap diri saksi dan juga terhadap korban Richardo Parluhutan Hutagalung c. Kejadian tersebut terjadi pada hari selasa tanggal 30 Januari 2007 pukul

  20.30 Wib di Jln Menteng Raya / Panglima Denai tepatnya didepan Terminal Amplas Medan yang dilakukan oleh 10 (sepuluh) orang laki-laki namun 4 (empat) orang diantaranya pelaku yang dapat dikenali saksi d.

  Adapun yang menjadi korban adalah saksi bersama terman dari saksi yang bernama Richardo Parluhutan Hutagalung yang mana waktu kejadian bahwa saksi membonceng saksi Richardo Parluhutan Hutagalung dengan naik sepeda motor dan melintas di depan Terminal Amplas Medan tersebut hingga terjadi pelanggaran antara saksi dengan seorang perempuan yang melintas berjalan kaki di jalan tersebut e.

  Saat terjadinya pelanggaran tersebut lalu saksi korban Richardo Parluhutan Hutagalung terus berdiri dan ramai datang sebanyak 10 (sepuluh) orang dan terus memukuli saksi korban dan juga saksi tidak luput dari pukulan dan kaki sebelah kanan saksi disepak / ditunjang oleh para pelaku secara beramai-ramai dan Haposan Situmeang dan tersangka Jekson Aritonang f.

  Tersangka Haposan Situmeang memukul rusuk sebelah kanan saksi korban sebanyak 2 (dua) kali dan tersangka Jekson Aritonang memukul kepala saksi korban sebanyak 2 (dua) kali g. Setelah saksi korban Richardo Parluhutan Hutagalung dipukuli oleh pelaku tersebut kemudian saksi pun turut dipukuli h.

  Setelah saksi korban dipukuli oleh pelaku tersebut lalu seorang diantara pelaku Jekson Aritonang turut bersama saksi untuk membawa perempuan yang ditabrak korban tersebut untuk berobat sedangkan tersangka Haposan Situmeang membawa saksi korban dabn sepeda motor yang dipakai saksi ke pos Polisi paterumbak di Simpang Jln. Sisinganmangaraja Medan i.

  Adapun sebenarnya terjadinya pemukulan secara bersama-sama terhadap saksi dan korban tersebut adalah karena saksi korban dan saksi menabrak kaki seorang perempuan yang berjalan kaki ditempat tersebut hingga saksi korban dan saksi jatuh dari atas sepeda motor yang dikendarai saksi dan saksi korban j. Saksi membenarkan bahwa 2 (dua) orang tersangka masing-masing bernama Haposan Situmeang dan Jekson Aritonang yang dikemukakan kepada saksi oleh saksi membenarkan bahwa kedua tersangka tersebut adalah yang melakukan penganiayaan terhadap saksi korban dan saksi Rizky Naibaho k. Akibat pukulah yang dilakukan oleh tersangka tersebut, saksi korban

  Richardo Parluhutan Hutagalung mengalami bengkak pada kepala dan luka gores pada rusuk sebelah kanan serta kaki sebelah kanan saksi bengkak akibat disepak oleh masing-masing tersangka l. Seluruhnya keterangan dibenarkan oleh saksi dan diterangkan dengan tidak ada paksaan baik bujukan atau pengaruh

3. Ivanna Pandiangan als Butet

  Menerangkan : a.

  Sehat jasmani dan rokhani dan bersedia untuk diperiksa dan akan memberikan keterangan yang sebenarnya b.

  Mengetahui sebabnya dipanggil hingga diperiksa dikantor polisi sehubungan dengan terjadinya penganiayaan terhadap saksi korban Richardo Parluhutan Hutagalung dan saksi Rizky Naibaho yang terjadi di Jln Panglima Denai tepatnya didepan Terminal Amplas Medan pada hari selasa 30 Januari 2007 pukul 20.30 Wib c.

  Kajadian tersebut diketahui oleh saksi tidak tahu karena saat kejadian tersebut dimana saksi yang ditabrak kedua orang saksi korban Richardo Parluhutan Hutagalung tersebut, saksi terjatuh dan terus pingsan d. Setelah saksi di Rumah Sakit Estomihi Jln Sisingamangaraja Medan barulah saksi sadar dan mengetahui bahwa laki-laki yang menabrak saksi korban yaitu Rizky Naibaho telah mengantarkan saksi korban untuk berobat bersama salah seorang laki-laki nama Jekson Aritonang dan kemudian Jekson Aritonang ditangkap polisi sewaktu di Jln Sisingamangaraja depan pajak simpang Limun Medan karena diduga turut melakukan pengniayaan terhadap kedua orang saksi yang menabrak saksi tersebut.

  e.

  Seluruhnya keterangan dibenarkan oleh saksi dan diterangkan dengan tidak ada paksaan baik bujukan atau pengaruh

4. Haposan Situmeang

  Menerangkan : a.

  Sehat jasmani dan rohani dan bersedia untuk diperiksa dan akan memberikan keterangan yang sebenarnya b.

  Saksi menerangkan pada hari selasa 30 Januari 2007 pukul 21.50 Wib didalam kedai tuak yang ada dipinggir jalan yaitu Jln Panglima Denai medan (depan Termninal Amplas Medan) dan adapun sebabnya adalah karena tersangka dituduh turut melakukan penganiayaan terhadap kedua saksi korban masing-masing Richardo Parluhutan Hutagalung dan saksi Ricky Naibaho yang melakukan pelanggaran terhadap seorang perempuan yang berjalan kaki di Jln Panglima DenaiMedan Tersebut pada hari selasa tanggal 30 Januari 2007 Pukul 20.30 Wib c. Saat terjadinya pelanggaran yang dilakukan kedua orang tersebut terhadap seorang perempuan yang berjalan kaki tersebut, saksi berada di dalam kedai tuak yang berada di pinggir jalan tersebut yang berjarak kurang lebih

  10 Meter (sepuluh) meter dariu tempat kejadian d. Saksi tidak mengakui dan mungkir dan tidak ada melakukan pemukulan terhadap kedua orang saksi korban tersebut dan tidak ada melihat / mengetahui siapa yang melakukan pemukulan terhadap kedua korbanb tersebut e.

  Saksi mengakui bahwa saksi ada mengantar sepeda motor keuda orang korban tersebut dan juga mengantarkan korban Richardo Parluhutan Hutagalung kekantor pos polisi Patumbak yang ada di Jln Sisingamangaraja Medan atas suruhan anggata Polisi Marga Pardosi dimana tersangka membawa sepeda motor tersebut dengan membonceng korban tersebut f.

  Saksi tidak mengakui bahwa saat terjadinya pemukulan yang dilakukan terhadap korban, saksi tidak mengakui bahwa tidak ada mengatakan : Borukunya itu, borukunya itu, adikku nya itu, adikkunya itu g. Keseluruhan keterangan dibenarkan oleh saksi dan diterangkan dengan tidak ada paksaan baik bujukan atau pengaruh.

  Keterangan terdakwa : Terdakwa Jekseo Aritonang, pada pokoknya di depan persidangan menerangkan sebagai berikut : Pada hari selasa tanggal 30 Januari 2007 sekira pukul 20.30 wib bertempat di Jalan Menteng Raya / Panglima Denai Kec. Medan Amplas, saksi Richardo Parluhutan Hutagalung dibonceng oleh saksi Ricky Naibaho dengan mengendarai sepeda motor, kemudian pada saat melintas di Jalan Menteng Raya / Jalan Panglima Denai Kec. Mendan Amplas tepatnya di depan terminal Amplas tiba- tiba saksi Ivanna Pandiangan Als Butet menyebrang dan tidak melihat saksi Richardo Parluhutan Hutagalung dan saksi Ricky Naibaho sedang melintas saksi Richardo Parluhutan Hutagalung dan saksi Ricky Naibaho menabrak saksi Ivanna Pandiangan Als Butet kemudian saksi Richardo Parluhutan Hutagalung dan saksi Ricky Naibaho terjatuh dan saksi Ricky Naibaho tertimpa sepeda motor sedangkang saksi Richardo Parluhutan Hutagalung berdiri dan mencari sandal, kemudian datang terdakwa dan langsung memukul saksi Richardo Parluhutan Hutagalung pada bagian kepala sebanyak tiga kali dan juga bahagian rusuk sebanyak dua kali kemudian saksi Ricky Naibaho berdiri dan juga dipukul dan ditendang oleh terdakwa.

  Surat Sesuai deng Visum et Refertum No. 22/VER/P/PRM-03/2007 tanggal 31

  Januari 2007 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Suhelmi, SpB selaku dokter pada Rumah Sakit PIRNGADI Medan telah dilakukan pemeriksaan terhadap seorang laki-laki bernama Ricky Naibaho Jalan Sriti No. 89 P. Mandala Medan dengan hasil pemeriksaan luar / dalam

  Tangan: Luka memar pada bagian siku ukuran 4x3 cm Kesimpulan : Luka-luka memar akibat trauma benda tumpul.

  Sesuai dengan Visum et Refertum No. 23/VER/P/PRM-03/2007 tanggal

  31 Januari 2007 yang dibuat dan ditandatangani olah dr. Suhelmi, SpB selaku dokter pada Rumah Sakit PIRNGADI Medan telah dilakukan pemeriksaan terhadap seorang laki-laki bernama Richardo Parluhutan Hutagalung. Jalan HM Jhoni Aspol Pasar Merah Blok G No. 13 Medan dengan hasil pemeriksaan luar/dalam :

Dokumen yang terkait

Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Hukuman Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Penggelapan (Studi Putusan Nomor : 06/Pid.Sus-Anak/2014/Pn.Mdn)

2 50 101

Pertimbangan Hakim Terhadap Penelitian Kemasyarakatan Dalam Penjatuhan Pidana Terhadap Anak (Studi Putusan No. 826/Pid.B/2007/PN.Mdn)

2 47 107

Relevansi Sistem Penjatuhan Pidana Dengan Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Pengadilan Terhadap Kasus Pencurian Kendaraan Bermotor (Studi di Pengadilan Negeri Kota Malang)

1 5 30

Analisis Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Pidana Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan (Studi Putusan No. 622/PID/B(A)/2011/PN.TK)

2 17 70

BAB II RESTORATIVE JUSTICE DAN DIVERSI - Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Hukuman Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Penggelapan (Studi Putusan Nomor : 06/Pid.Sus-Anak/2014/Pn.Mdn)

0 1 19

Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Hukuman Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Penggelapan (Studi Putusan Nomor : 06/Pid.Sus-Anak/2014/Pn.Mdn)

0 0 34

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA TERORISME YANG DILAKUKAN OLEH ANAK - Penjatuhan Sanksi Pidana Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Terorisme (Studi Putusan Pengadilan Negeri Klaten Nomor : 19 /Pid.Sus /11/PN.Klt )

0 0 45

BAB II PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENGGUNA NARKOTIKA A. Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pengguna Narkotika - Peranan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terha

0 0 51

Pertimbangan Hakim Terhadap Penelitian Kemasyarakatan Dalam Penjatuhan Pidana Terhadap Anak (Studi Putusan No. 826/Pid.B/2007/PN.Mdn)

0 0 10

BAB II PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PENELITIAN KEMASYARAKATAN DALAM PROSES PERADILAN PIDANA A. Peranan Balai Pemasyarakatan - Pertimbangan Hakim Terhadap Penelitian Kemasyarakatan Dalam Penjatuhan Pidana Terhadap Anak (Studi Putusan No. 826/

0 0 20