Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Hukuman Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Penggelapan (Studi Putusan Nomor : 06/Pid.Sus-Anak/2014/Pn.Mdn)

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan aset bangsa bagian generasi muda yang berperan sangat strategis dalam kemajuan suatu bangsa. Anak merupakan harapan orang tua, harapan bangsa dan negara yang akan melanjutkan tongkat estafet pembangunan serta memiliki peran strategis, mempunyai ciri atau sifat khusus yang akan menjamin

  2

  kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Setiap anak harus mendapatkan pembinaan sejak dini, mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial. Masa kanak - kanak merupakan periode pembentukan watak, kepribadian dan

  3 karakter diri seorang manusia dalam meniti kehidupan.

  Filosofi anak merupakan generasi muda, salah satu sumber daya manusia yang memiliki potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa yang akan datang, yang memiliki peran strategi serta mempunyai cirri atau sifat khusus, pembinaan dan

  4 perlindungan yang khusus pula.

  Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa.Anak adalah tunas, potensi, dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan 2 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia , Bandung, Refika Aditama, 2008, Hlm 1. 3 4 Ibid Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, (Jakarta,

  PT. Raja Grafindo Persada, 2011), hal.76. mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan.

  Dunia anak di pentas percaturan masyarakat dunia di berbagai forum, baik dalam lingkungan nasional, regional, maupun internasional, permasalahan anak semakin dikhawatirkan. Krisis pada akhir 1990 - an di Indonesia, permasalahan anak

  5 semakin tampil. Permasalahan politik dan ekonomi yang menjadi arus utama krisis.

  Multidimensi yang dihadapi bangsa Indonesia, menempatkan permasalahan anak

  6 semakin menonjol, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

  Kehidupan dalam perkembangan dewasa ini, tindak pidana bukan saja dilakukan oleh orang dewasa, tetapi perbuatan tindak pidana juga dilakukan oleh anak di bawah umur. Tindakan tersebut merupakan suatu keadaan yang mengganggu ketertiban kehidupan masyarakat.

  Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak, disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adanya dampak negatif dari perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi di bidang komunukasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua, lingkungan sekitar maupun faktor sosial ekonomi.

  Anak yang kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan, bimbingan dan pembinaan dari orang tua, wali, atau orang tua asuh akan mudah terseret pada

  5 Tri Budiardjo, Anak - anak Generasi Terpinggirkan, (Membangun Generasi Terbaru Lewat Pelayanan Anak) . Penerbit Andi ,Yogyakarta, 2010, hal 110. 6 Ibid arus pergaulan masyarakat dan lingkungannya yang kurang sehat dan merugikan perkembangan pribadinya.

  Upaya pembinaan dan perlindungan anak, dihadapkan pada permasalahan dan tantangan yang terjadi di masyarakat. Banyak di jumpai penyimpangan perilaku di kalangan anak. Anak yang melakukan perbuatan melanggar hukum, tidak memandang status sosial dan ekonomi. Anak yang tidak mempunyai kesempatan memperoleh perhatian baik secara fisik, mental, maupun secara sosial, seringkali melakukan tindakan atau berperilaku yang dapat merugikan baik dirinya maupun masyarakat yang berada di sekitarnya.

  Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, menegaskan bahwa, Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan Anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban Orang Tua, Wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab

  7

  terhadap Anak. Pertanggung jawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara sangat perlu dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindunginya hak- hak anak dan terbinanya anak-anak ke arah kehidupan yang terbaik bagi anak sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh, nasionalisme, berakhlak mulia, serta anak- anak berprilaku positif. Hukuman atau pemidanaan yang dijatuhkan terhadap anak dibawah umur yang melakukan tindak pidana yang di atur dalam perundang- undangan dan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Anak yang

  7 Pasal 23 Ayat (1) Undang - undang No 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak yang dikategorikan sebagai anak dibawah umur adalah bila anak tersebut belum berusia delapan belas (18) tahun.

  Menurut Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang No 35 Tahun 2014 Tentang Perlindu ngan Anak. Anak adalah ” seseorang yang belum berusia 18

  8 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan ”.

  Pasal 1 Ayat (2) berbunyi : “Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat

  9 kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

  Prinsip perlindungan hukum terhadap anak harus sesuai dengan Konvensi Hak-hak anak (Convention on the Rights of the child) sebagaimana telah diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia dengan keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child (Konvensi hak-hak anak).

  Pemerintah mengupayakan perlindungan terhadap anak jangan sampai hak- hak anak terhapus dan lahir Undang-undang No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Lahirnya Undang-undang No 11 Tahun 2012 mengatur adanya tindakan diversi, namun kenyataannya putusan Nomor : 06/PID.SUS/2014/PN.MDN masih belum diberlakukannya tindakan diversi. Putusan Nomor : 06/PID.SUS/2014/PN.MDN mengenai Penggelapan yang dilakukan oleh 8 9 Pasal 1 ayat (1) Undang-undang No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak.

  Departeman Kehakiman Republik Indonesia.Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Pustaka Yudistisia.Jakarta, hlm. .6 . anak dibawah umur. Putusan tersebut menyatakan terdakwa MUHAMMAD FADIL ALS.RANGGA berusia 17 Tahun telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penggelapan dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 11 bulan.

  10 Menurut Undang-undang No 11 Tahun 2012 Pasal 7 menyebutkan :

  1. Pada tingkat penyidikan, penuntutan , dan pemeriksaan perkara anak di

  11 pengadilan negeri wajib diupayakan Diversi.

  2. Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam hal tindak

  12

  pidana yang dilakukan :

  a. diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan b. bukan merupakan pengulangan tindak pidana.

  Pasal 7 ayat (2) dikatakan diversi dapat dilakukan hanya jika tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara dibawah 7 tahun. Menurut Pasal 372 KUHP tindak pidana penggelapan adalah barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dan yang ada padanya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah. Tindak pidana penggelapan penjatuhan hukumannya maksimal 4 tahun. 10 11 Pasal 7 Undang-undang No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

  Pasal 7 ayat (1) Pasal 7 Undang-undang No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. 12 Pasal 7 ayat (2) Pasal 7 Undang-undang No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pertimbangan hakim inilah yang akan diangkat dalam rumusan masalah dalam menjatuhkan hukuman pidana terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana penggelapan putusan Nomor : 06/PID.SUS/2014/PN.MDN.

  Seorang hakim harus berpikir kedepan agar memberi keadilan bagi anak dengan menerapkan diversi, maka perlu pertimbangan hakim dalam penjatuhan hukuman pidana terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana penggelapan.

  Prinsip utama pelaksanaan konsep diversi yaitu tindakan persuasif atau pendekatan non penal dan memberikan kesempatan kepada seseorang untuk

  13 memperbaiki kesalahan.

  Penerapan ketentuan diversi merupakan hal yang penting untuk dipertimbangkan, karena dengan diversi hak-hak asasi anak dapat lebih terjamin, dan menghindarkan anak dari stigma sebagai “anak nakal”, karena tindak pidana yang diduga melibatkan seorang anak sebagai pelaku dapat ditangani tanpa perlu melalui

  14 proses hukum.

  Keadilan Restoratif merupakan suatu proses diversi, semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu bersama-sama mengatasi masalah serta menciptakan suatu kewajiban untuk membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik dengan melibatkan korban, anak, dan masyarakat dalam mencari solusi untuk memperbaiki, rekonsiliasi, dan menenteramkan hati yang tidak berdasarkan 13

  , Penerapan Konsep Diversi Terhadap Anak Pelaku TindakPidana dalam Sistem Peradilan Pidana Anak . http:// doktormarlina.htm Marlina,diakses pada 9 febuari 2015. 14 Lushiana Primasari, Keadilan Restoratif Dan Pemenuhan Hak Asasi Bagi Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum , http:// lushiana.staff.uns.ac.id/. Diakses pada 9 Febuari. 2015.

  15

  pembalasan. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.

  Putusan hakim akan mempengaruhi kehidupan anak sebagai pelaku tindak pidana. Hakim harus yakin bahwa putusan yang akan diambil akan dapat menjadi salah satu dasar kuat untuk mengembalikan dan mengantar anak menuju masa depan yang lebih baik dan untuk mengembangkan dirinya sebagai warga yang bertanggungjawab bagi keluarga bangsa dan negara. Hakim sebagai aparat penegak hukum harus memperhatikannya dalam menangani kasus tindak pidana yang dilakukan oleh anak.

  Pelaksanakan pemeriksaan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana, haruslah diperhatikan tentang tujuan peradilan anak, dengan melakukan koreksi dan rehabilitasi, sehingga anak dapat kembali ke kehidupan yang normal dan mandiri

  16 demi potensi masa depannya.

  Permasalahan diatas mengenai masalah tindak pidana yang dilakukan oleh anak diangkat sebagai judul skripsi yaitu : “PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN HUKUMAN PIDANA TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA ( STUDI PUTUSAN NOMOR : Nomor : 06/PID.SUS/2014/PN.MDN).

B. Rumusan Masalah

  15 Tri Jata Ayu Pramesti,Hal-hal Penting yang Diatur dalam UU Sistem Peradilan Pidana Anak. Http/www.Hukum Online.com(diakses tgl 1 Desember2014) 16 Sri Widowati Soekanto, Anak dan Wanita Dalam Hukum, Jakarta, LP3 ES, 1984, hlm. 13.

  Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

  1. Apakah diterapkan Restorative Justice dan Diversi dalam Putusan Nomor: 06/PID.SUS-ANAK/2014/PN.MDN ?

  2. Bagaimanakah pertimbangan hakim dalam penjatuhan hukuman terhadap anak pelaku tindak pidana penggelapan. Putusan Nomor : 06/PID.SUS-ANAK/2014/PN.MDN ?

  3. Apakah keputusan yang dijatuhkan hakim Nomor : 06/PID.SUS/2014/ PN.MDN telah memiliki nilai keadilan terhadap anak ?

C. Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian adalah di rumuskan secara deklaratif dan merupakanpenyertaan-penyertaan tentang apa yang hendak di capai dalam

  17 penelitian.

  1. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap anak dalam sistem peradilan pidana.

  2. Untuk mengetahui bagaimana penerapan restoratife justice dan diversi berdasarkan Undang

  • – Undang No 11 Tahun 2012 tentang SPPA.

  3. Untuk mengetahui bagaimana upaya - upaya serta tindakan - tindakan lain yang dapat dilakukan atau di usahakan dalam menyelesaikan perkara 17 Soerjono Soekanto. 1989. Pengantar Penelitian Hukum.UI Press.Jakarta.Hal . 9. anak yang melakukan tindak pidana, tanpa harus menjalani hukuman penjara.

  4. Untuk mengetahui apakah putusan hakim yang dijatuhkan terhadap anak telah mempunyai nilai keadilan..

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

  Hasil penelitian ini di harapkan dapat digunakan sebagai pengembangan konsep, teori, asas hukum dalam pembaharuan hukum pidana khususnya sistem peradilan pidana anak.

2. Manfaat Praktis

  Secara praktis, penelitian ini diharapakan dapat memberi masukan kepada penegak hukum, khususnya dan masyarakat umumnya dengan perrmasalahan yang di bahas dapat menambah informasi kepada pihak - pihak yang terkait mengenai pertimbangan hakim dalam penjatuhan hukuman pidana penjara terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana penggelapan dalam upaya memberikan perlindungan terhadap anak dalam proses pidana anak di Indonesia.

E. Keaslian Penulisan

  Penulisan ini pada prinsipnya dibuat dengan melihat dasar-dasar yang ada, baik yang diperoleh dari wawancara hakim yang bersangkutan dalam putusan tersebut, perpustakaan, buku serta media cetak maupun elektronik.

  Berdasarkan hasil pemeriksaan dan hasil penelitian mengenai PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN HUKUMAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA (STUDI PUTUSAN NOMOR : 06/PID.SUS/2014/PN.MDN) belum pernah ada yang dilakukan pembahasan yang sama.Penelitian terhadap judul skripsi ini telah diperiksa oleh pihak perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan menyatakan judul skripsi ini belum pernah diangkat dan dibahas sebelumnya.

F. Tinjauan Kepustakaan

1. Undang-undang No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

  Istilah sistem peradilan pidana anak merupakan terjemahan dari istilah The Juvenille Justice System, yaitu suatu istilah yang digunakan sedefinisi dengan sejumlah institusi yang tergabung dalam pengadilan, yang meliputi polisi, jaksa penuntut umum dan penasehat hukum, lembaga pengawasan, pusat-pusat penahanan

  

18

anak, dan fasilitas-fasilitas pembinaan anak.

  Kata sist em peradilan pidana anak, terdapat istilah “sistem peradilan pidana” dan istilah anak, dalam frase ”sistem peradilan pidana anak” mesti dicantumkan,karena untuk membedakan dengan sistem peradilan pidana dewasa. Sistem peradilan pidana anak mengacu pada UU No. 3 Tahun 1997 tentang

18 Setya Wahyudi, Implementasi Ide Diversi dalam Pembaharuan Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia , Yogyakarta: Genta Publising, 2011, hlm.26.

  Pengadilan Anak, anak adalah anak nakal, yakni anak yang melakukan tindak pidana,

  19 ataupun anak yang melakukan perbuatan terlarang bagi anak.

  Defenisi tersebut mengandung permasalahan secara teoritis yakni mencampurkan tindak pidana dengan perbuatan yang dilarang, mengakibatkan penafsiran yang tidak tunggal. Pada prakteknya, aparat penegak hukum bisa menangkap seorang anak yang hanya menempeli temannya dengan seekor lebah, perbuatan tersebut tidak perlu ditangkap, melainkan bisa selesai melalui jalan

  20

  kekeluargaan. Permasalahan defenisi tersebut jelas bermasalah, sehingga diperbaiki dalam UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, bahwa yang dimaksud anak dalam sistem peradilan anak adalah anak yang berkonflik dengan hukum.

  Menurut Muladi, sistem peradilan pidana merupakan suatu jaringan (network) peradilan yang menggunakan hukum pidana sebagai sarana utamanya, baik hukum

  21 pidana materiil, hukum pidana formil maupun hukum pelaksanaan pidana.

  Menurut Romli Atmasamita, membedakan antara penegertian “criminal

  22

  justice process” dan “ criminal justice system”. Pengertian criminal justice adalah setiap tahap dari suatu putusan yang menghadapkan seorang tersangka kedalam proses yang membawanya kepada penentuan pidana baginya. Pengertian criminal 19 M.Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum, Sinar Grafika, Jakarta Timur, Cetakan Pertama,2013, hlm.44. 20 21 Ibid.

  Muldi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Diponegoro, Semarang, 2002, hlm.14. 22 Romli Atmasamita, Sistem Peradilan Pidana, Perspektif Eksistensialisme dan Abolisilisionisme , Bina Cipta, 1996, hlm.14. justice system adalah interkoneksi antara keputusan dari setiap instansi yang terlibat dalam proses peradilan pidana.

  UU Sistem Peradilan Pidana Anak memberikan defenisi berupa keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap

  23

  penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana. Anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak

  24 yang menjadi korban tindak pidana dan anak yang menjadi sanksi tindak pidana.

  Anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut dengan anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan

  25

  belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Dilihat dari Undang - Undang Nomor 11 Tahun 2012 dapat disimpulkan bahwa kategori anak dalam peraturan ini adalah anak yang berusia antara 12 sampai 18 tahun.

  Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Terdapat beberapa hal yang tidak relevan dengan keadaan yang terjadi dimasa sekarang maka diperbarui dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Undang - Undang ini ini tepatnya pada pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa anak merupakan orang yang telah mencapai umur 8 tahun (delapan) tahun dan belum pernah kawin.

  Ketentuan Undang-undang ini ditentukan bahwa batas minimal anak adalah berumur 8 tahun. Terhadap anak yang melakukan tindak pidana belum berumur 8 23 24 Pasal 1 angka (1) UU Sistem Peradilan Pidana Anak. 25 Pasal 1 angka (2) UU Sistem Peradilan Pidana Anak

Pasal 1 angka (3) Undang –Undang Sistem Peradilan Pidana Anak

  tahun maka dapat dibina oleh orang tua, wali atau orang tua asuh, apabila tidak dibina maka penyidik menyerahkan anak kepada Departemen Sosial setelah mendengar

  26 pertimbangan dari Pembimbing Kemasyarakatan.

  Berkaitan dengan asas, terdapat perbedaan antara Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Undang-Undang Pengadilan Anak, secara eksplisit terdapat sepuluh asas yaitu : 1. Pembatasan umur.

  2. Pengadilan anak memeriksa anak dalam suasana kekeluargaan.

3. Pengadilan anak mengharuskan adanya “splitsing perkara”.

  4. Bersidang dengan hakim tunggal dan hakim anak ditetapkan oleh ketua Mahkamah Agung RI.

  5. Penjatuhan pidana lebih ringan dari orang dewasa.

  6. Ditangani oleh pejabat khusus.

  7. Diperlukan kehadiran orang tua,wali atau orang tua asuh serta diakuinya Pembimbingan Kemasyarakatan.

  8. Adanya kehadiran penasehat hukum.

  27 9. Penahanan Anak lebih singkat daripada penahanan orang dewasa. 26 Angger Sigit Pramukti & Fuady Primaharsya, Sistem Peradilan Pidana Anak, Pustaka Yustia,Yogyakarta, Cetakan Pertama, 2015,hlm.7. Undang –Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana

  

28

Anak terdapa 10 asas. Asas tersebut adalah :

  1. Perlindungan Yang dimaksud dengan perlindungan meliputi kegiatan yang bersifat langsung dan tidak langsung dari tindakan yang membahayakan anak secara fisik dan atau psikis.

  2. Keadilan Yang dimaksud keadilan adalah bahwa setiap penyelesaian perkara anak harus mencerminkan rasa keadilan bagi anak.

  3. Non-diskriminasi Yang dimaksud dengan non diskriminasi adalah tidak adanya perlakuan yang berbeda didasarkan pada suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, serta kondisi fisik dan mental.

  4. Kepentingan Terbaik bagi Anak Yang dimaksud dengan kepentinagn terbaik bagi anak adalah segala pengambilan keputusan harus selalu mempertimbangkan kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak.

  5. Penghargaan terhadap Pendapat Anak Yang dimaksud penghargaan pada pendapat anak adalah pengamatan atas hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan, terutama jika menyangkut hal yang mempengaruhi kehidupan anak.

  6. Kelangsungan Hidup dan Tumbuh Kembang Anak Yang dimaksud dengan kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak adalah hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang dilindungi oleh negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua.

  7. Pembinaan dan Pembimbingan Anak Yang dimaksud pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualita, 27 ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku 28 Darwin Prinst, Hukum Anak Indonesia, Citra Aditya Bakti,Bandung, hlm.13-14.

  Angger Sigit Pramukti & Fuady Primaharsya, op. cit., hlm. 31-33. pelatihan ketrampilan , professional , serta kesehatan jasmani dan rohani anak baik di dalam maupun di luar proses peradilan pidana. Yang dimaksud dengan pembimbingan adalah pemberian tuntunan untuk meningkatkan kualitas ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa , intelektual, sikap dan perilaku, pelatihan ketrampilan, professional, serta kesehatan jasmani dan rohani klien pemasyarakatan.

  8. Profesional Yang dimaksud professional adalah segala perlakuan terhadap anak harus memperhatikan batas keperluan, umur, serta kondisi si anak yang bersangkutan.

  9. Perampasan Kemerdekaan dan Pemidanaan sebagai upaya terakhir yang diambil.

  Yang dimaksud perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir yang diambil adalah pada dasarnya anak tidak dapat dirampas kemerdekaannya , kecuali terpaksa dilakukan guna kepentingan penyele- saian perkara.

  10. Penghindaran Pembalasan Yang dimaksud penghindaran pembalasan adalah prinsip menjauhkan upaya pembalasan dalam proses peradilan pidana.

2. Pengertian Anak Dalam Hukum Positif ( Perundang- Undangan)

  

a. Menurut Undang - Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang

Perlindungan Anak

  Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), anak adalah keturunan kedua. Undang

  • – Undang No.35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak, dikatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk

  29

  anak yang masih dalam kandungan. Lebih lanjut dikatakan bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki 29 Pasal 1 Ayat 1 Undang

  • – Undnag Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak
peran strategis dan mempunyai sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi

  30 bangsa dan negara pada masa depan.

  Menurut Kartini Kartono, anak adalah keadaan manusia normal yang masih

  31 muda usia dan jiwanya, sehingga sangat mudah terpengaruh lingkungannya.

  Menurut Shanty Dellyana, anak adalah mereka yang belum dewasa dan yang menjadi belum dewasa kerena peraturan tertentu (akibat mental) yang masih belum

  32 dewasa).

  Pengertian anak berdasarkan peraturan perundang-undang berbeda-beda akibat adanya perbedaan batasan usia dalam peraturan perundangan-undangan itu sendiri. Pengertian anak jika di tinjau dari segi usia kronologis menurut hukum dapat berbeda-beda tergantung tempat, waktu, dan keperluan apa yang juga akan mempengaruhi dalam menentukan batasan umur anak. Pengertian anak dilihat dari peraturan perundang - undangan saat ini.

b. Menurut Undang – Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak

  Pengertian anak yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997

  pasal 1 yaitu:

  1. Anak adalah dalam orang yang perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai 18 (delapan belas) tahun dan belum 30 pernah kawin. 31 Ibid 32 Kartini-Kartono ,Gangguan-Gangguan Psikis. Sinar Baru: Jakarta.2002.Hlm.187.

  Shanty Dellayana, Wanita Dan Anak Di mata Hukum., Liberty:Yogyakarta. 1998. Hlm.50.

  2. Anak nakal adalah:

  a. Anak yang melakukan tindak pidana atau

  b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang - undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat bersangkutan.

  3. Anak Terlantar adalah : Anak yang berdasarkan penetapan pengadilan ditetapkan sebagai anak terlantar, atas pertimbangan anak tersebut tidak terpenuhi dengan wajar kebutuhannya, baik secara rohaniah, jasmaniah, maupun sosial disebabkan:

  a. Adanya kesalahan, kelalaian, dan atau ketidakmampuan orang tua, wali atau orang tua asuhnya atau

  33 b. Statusnya sebagai anak yatim piatu atau tidak ada orang tuanya.

  c. Menurut KUHP (Pasal 45) Pengertian anak yang terdapat dalam Pasal 45 Kitab Undang-undang Hukum

  Pidana (selanjutnya disingkat dengan KUH Pidana) yaitu , Anak yang belum dewasa apabila belum berumur 16 (enam belas) tahun, di dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena melakukan suatu perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakim dapat menentukan: memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana apa pun; atau memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa 33 Salam Faisal, Hukum Acara Peradilan Anak di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2005.Hlm.25. pidana apa pun, jika perbuatan merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran berdasarkan pasal-pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503-505, 514, 517

  • – 519, 526, 531, 532, 536, dan 540 serta belum lewat dua tahun sejak dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut di atas, dan putusannya telah menjadi tetap; atau menjatuhkan pidana kepada yang bersalah. Pasal ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, dan dan terakhir oleh Undang-undang nomor

  11 Tahun 2002 tentang Sistem Peradilan Anak

   d. Anak Menurut Hukum Perdata

  Pasal 330 KUH Perdata mengatakan, orang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin. Aturan ini tercantum dalam UU No.4/1979). Hal ini didasarkan pada pertimbangan usaha kesejahteraan anak, dimana kematangan sosial, pribadi dan mental seseorang anak dicapai pada umur tersebut. Pengertian ini digunakan sepanjang memiliki keterkaitan dengan anak secara umum, kecuali untk kepentingan tertentu menurut undang-undang menentukan umur

   e. Anak Menurut Undang – Undang Perkawinan

  Pasal 7 (1) Undang-undang Pokok Perkawinan (Undang-undang No.1 Tahun 1974) mengatakan, seorang pria hanya diizinkan kawin apabila telah mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita telah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Penyimpangan atas hal tersebut hanya dapat dimintakan dispensasi kepada Pengadilan Negeri.

   f. Menurut Undang – Undang No 4 Tahun 1979

  Pengertian anak menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan anak anak diatas, dapat dikatakan mengacu pada Ketentuan Pasal 330

  34 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Memuat batasa antara belum

  dewasa (minderjarigheid) dengan telah dewasa (meerdrjarigheid), yaitu 21 tahun, atau melakukan “ Pendewasaan ” (venia aetetis,jo. Pasal 419 Kitab Undang-Undang

  35 Hukum Perdata).

   3. Tindak Pidana Penggelapan

a. Pengertian Tindak Pidana dan Pelaku Tindak Pidana

  Tindak pidana merupakan sebuah istilah yang dipakai oleh beberapa ahli hukum di Indonesia untuk menterjemahkan istilah “strafbaar feit”. Beberapa istilah yang juga sering digunakan antara lain, perbuatan pidana, peristiwa pidana, perbuatan yang dapat dihukum, pelanggaran pidana, serta delik.

  Istilah “strafbaar feit” sendiri yang merupakan bahasa Belanda tersebut terdiri atas tiga kata, yaitu straf yang berarti hukuman (pidana), baar yang berarti dapat (boleh), dan feit yang berarti tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan. Istilah strafbaarfeit adalah peristiwa yang dapat dipidana atau perbuatan yang dapat

  36 dipidana.

  R. Abdoel Djamali, mengatakan, Peristiwa Pidana atau sering disebut Tindak Pidana (Delict) ialah suatu perbuatan ataurangkaian perbuatan yang dapat dikenakan hukuman pidana, suatu peristiwa hukum dapat dinyatakan sebagai peristiwa pidana 34 35 Nashriana, op.cit., hal 3-4. 36 Ibid Amir Ilya, Asas-Asas Hukum Pidnana, Rangkang Education Yogyakarta & PUKAP, 2012,

  hlm 19.

  37

  kalau memenuhi unsur-unsur pidananya. Tindak Pidana merupakan suatu perbuatan yang diancam hukuman sebagai kejahatan atau pelanggaran, baik yang disebutkan dalam KUHP maupun peraturan perundang undangan lainnya.

  Menurut Simons tindak pidana adalah perbuatan manusia yang bertentangan dengan hukum. Perbuatan yang mana dilakukan oleh seseorang yang

  38 dipertanggungjawabkan, dapat diisyaratkan kepada pelaku.

  Menurut Moeljatno pengertian tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana yang disertai ancaman atau sanksi yang

  39 berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.

  Menurut KUHP, pelaku yang dapat dipidana pada Pasal 55 KUHP adalah : a. Pasal 55 KUHP.

  1. Dipidana sebagai pelaku tindak pidana :

  a. Mereka yang melakukan , yang menyuruh melakukan , dan yang turut serta melakukan perbuatan.

  b. Mereka yang dengan memberi atau menjanjika sesuatu , dengan menyalah - gunakan kekuasaan atau martabat , dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan , sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.

  2. Terhadap penganjur , hanya perbuatan yang sengaja yang dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya. 37 38 Kamus Hukum, Citra Umbara, Bandung, 2008, hlm 493.

  C.S.T. Kansil, Hukum Pidana Untuk Perguruan Tinggi, PT Sinar Grafika, Jakarta, 1994, hlm 106. 39 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hlm 54.

  1. Dipidana sebagai pelaku kejahatan :

  a. Mereka yang dengan sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan.

  b. Mereka yang dengan sengaja memberi kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan kejahatan.

b. Tindak Pidana Penggelapan

  Pengertian yuridis mengenai penggelapan diatur pada Bab XXIV (buku II) KUHP, terdiri dari 5 pasal (372 s/d 376). Salah satunya yakni Pasal 372 KUHP, merupakan tindak pidana penggelapan dalam bentuk pokok yang rumusannya

  40 berbunyi .

  ” Barang siapa dengan sengaja menguasai secara melawan hukum sesuatu benda yang seharusnya atau sebagian merupakan kepunyaan orang lain yang berada padanya bukan karena kejahatan, karena bersalah melakukan penggelapan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 4 (empat) tahun atau dengan pidana denda setinggi - tingginya 900 (sembilan ratus) rupiah. Unsur-unsur Pasal 372 KUHP (Wetboek van Strafrecht) : 1. Barangsiapa.

  2. Dengan sengaja.

  3. Melawan hukum (wederrechttelijk) mengaku sebagai milik sendiri (zich

  toeeigenen) barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain (enig goed dat geheel of ten dele aan een ander toebehoort).

40 Garintirana, pengertian yuridis tindak pidana pengelapan dalam bentuk pokok ,http// blogspot.com,html.,diaksek tgl 17 Feburi 2015.

  4. Yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan (anders dan door misdrijf onder zich hebben).

  Penggelapan dalam tindak pidana tersebut dapat diartikan sebagai suatu perbuatan yang menyimpang, menyeleweng, menyalahgunakan kepercayaan orang lain dan awal barang itu berada ditangan bukan merupakan perbuatan yang melawan hukum, bukan dari hasil kejahatan.

  Soerjono Soekanto mengemukakan pendapatnya, bahwa kejahatan (tindak pidana) adalah gejala sosial yang senantiasa dihadapi untuk setiap masyarakat di dunia, apapun usaha untuk menghapuskannya tidak tuntas karena kejahatan itu

  41

  memang tidak dapat dihapus. Terutama disebabkan karena tidak semua kebutuhan dasar manusia dapat dipenuhi secara sempurna, dan manusia mempunyai kepentingan yang berbeda - beda yang bahkan dapat berwujud sebagai pertentangan yang

  42 prinsipil.

  Rumusan itu disebut atau diberi kualifikasi penggelapan. Rumusan di atas tidak memberi arti sebagai membuat sesuatu menjadi gelap atau tidak terang, seperti arti kata yang sebenarnya. Perkataan verduistering diterjemahkan secara harfiah dengan penggelapan, bagi masyarakat Belanda diberikan arti secara luas (figurlijk), bukan diartikan seperti arti kata yang sebenarnya sebagai membikin sesuatu menjadi tidak terang atau gelap.

  Sebagai contoh seseorang dititipi sebuah sepeda oleh temannya, karena memerlukan uang, sepeda itu dijualnya. Tampaknya sebenarnya penjual ini 41 Soerjono Soekanto, Pokok - Pokok Sosiologi Hukum, Raja Rafindo Persada, Jakarta, 1999, hal . 14. 42 Ibid.

  menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan temannya itu dan tidak berarti sepeda

  43

  itu dibikinnyamenjadi gelap atau tidak terang. Lebih mendekati pengertian bahwa petindak tersebut menyalahgunakan haknya sebagai yang menguasai benda, hak mana tidak boleh melampaui dari haknya sebagai seorang yang diberi kepercayaan

  44 untuk menguasai atau memegang sepeda itu.

c. Jenis - jenisTindak Pidana Penggelapan

  Berikut jenis-jenis tindak pidana penggelapan berdasarkan Bab XXIV Pasal 372 sampai dengan 377 KUHP.

  1) Penggelapan biasa Yang dinamakan penggelapan biasa adalah penggelapan yang diatur dalam

  Pasal 372 KUHP: “Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum mengaku sebagai milik sendiri (zich toeegenen) barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.Unsur

  • – unsur Pasal 372 yaitu : 1. Dengan sengaja memiliki.Memiliki suatu barang.

  2. Barang yang dimiliki seluruhnya atau sebagian termasuk milik orang lain.

  3. Mengakui memiliki secara melawan hukum.

  4. Barang yang ada dalam kekuasaan bukan karena kejahatan. 2) Penggelapan Ringan

  43 44 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Bayumedia, Malang, 2003, hal .70.

  Ibid. Pengelapan ringan adalah penggelapan yang apabila yang digelapkan bukan ternak dan harganya tidak lebih dari Rp.25. Diatur dalam Pasal 373 KUHP.

  Unsur- unsure pasal 373 KUHP : 1. Dengan sengaja memiliki.

  2. Memiliki suatu bukan ternak.

  3. Barang yang dimiliki seluruhnya atau sebagian termasuk milik orang lain.

  4. Mengakui memiliki secara melawan hukum 5. Barang yang ada dalam kekuasaan bukan karena kejahatan.

  6 Harganya tidak lebih dari Rp. 25,

  3. Penggelapan dengan Pemberatan Penggelapan dengan pemberatan yakni penggelapan yang dilakukan oleh orang yang memegang barang itu berhubungan dengan pekerjaannya atau jabatannya atau karena mendapat upah. Pasal 374 berbunyi :

  “Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana

  45

  penjara paling lama lima tahun.” R. Soesilo dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta

  Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menyatakan bahwa pasal ini biasa disebut dengan “Penggelapan dengan Pemberatan”, di mana pemberatannya adalah dalam hal :

  45 Pasal 374 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana a. terdakwa diserahi menyimpan barang yang digelapkan itu karena hubungan pekerjaannya (persoonlijke dienstbetrekking), misalnya perhubungan antara majikan dan pembantu rumah tangga atau majikan dan buruh

  b. terdakwa menyimpan barang itu karena jabatannya (beroep), misalnya tukang binatu menggelapkan pakaian yang dicucikan kepadanya, tukang jam, sepatu, sepeda, dsb menggelapkan sepatu, jam dan sepeda yang diserahkan kepadanya untuk diprbaiki c. karena mendapat upah uang (bukan upah berupa barang), misalnya pekerja stasiun membawakan barang orang penumpang dengan upah uang, barang itu digelapkannya. Mengenai unsur subyektif dan obyektif S.R Sianturi menyatakan bahwa subyek tindak pidana adalah manusia, hal ini disimpulkan dari:

  1. Perumusan delik yang selalu menentukan subjeknya dengan istilah: barangsiapa, warga negara Indonesia, nakhoda, pegawai negeri dsb.

2. Ketentuan mengenai pertanggungjawaban pidana yang diatur dengan mensyaratkan “kejiwaan”.

  3. Ketentuan mengenai pidana denda yang hanya manusia yang mengerti akan nilai uang.

  Mengenai unsur obyektif, S.R Sianturi menyatakan bahwa unsur obyektif ditafsirkan pada suatu tempat, waktu, dan keadaan. Artinya, tindakan tersebut harus terjadi pada suatu tempat di mana ketentuan pidana berlaku, belum daluarsa, dan

  46 merupakan tindakan tercela.

  4. Penggelapan oleh Wali dan Lain- lain

  Pasal 375 KUHP berbunyi “Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang karena terpaksa diberi barang untuk disimpan, atau yang dilakukan oleh wali pengampu, pengurus atau pelaksana surat wasiat, pengurus lembaga sosial atau yayasan, terhadap barang sesuatu yang dikuasainya selaku demikian, diancam dengan

  47

  pidana penjara paling lama enam tahun. Unsur

  • – unsur yang terdapat dalam pasal 375 KUHP yaitu : 1. Dengan sengaja memiliki.

  2 Memiliki suatu barang.

  3. Barang yang dimiliki seluruhnya atau sebagian termasuk milik orang lain.

  4. Barang yang ada dalam kekuasaan bukan karena kejahatan.

  5. Terpaksa disuruh menyimpan barang.

  6. Dilakukan oleh wali, atau pengurus atau pelaksana surat wasiat, atau pengurus lembaga sosial atau yayasan. 46 Penggelapan yang ada pada pasal 375 ini adalah beradanya benda objek

  Tindak Pidana Penggelapan dengan Pemberatan, http : //www .hukumonline.com /klinik/ detail / lt4e9f694721b03/ tindak- pidana-penggelapan-dengan-pemberatan, diakses pada tgl 1 April 2015. 47 Pasal 375 KUHP Penggelapan di dalam kekuasaan pelaku disebabkan karena: Terpaksa disuruh menyimpan barang itu, ini biasanya disebabkan karena terjadi kebakaran, banjir dan sebagainya. Kedudukan sebagai seorang wali (voogd); Wali yang dimaksudkan di sini adalah wali bagi anak-anak yang belum dewasa. Kedudukan sebagai pengampu (curator); Pengampu yang dimaksudkan adalah seseorang yang ditunjuk oleh hakim untuk menjadi wali bagi seseorang yang sudah dewasa, akan tetapi orang tersebut dianggap tidak dapat berbuat hukum dan tidak dapat menguasai atau mengatur harta bendanya disebabkan karena ia sakit jiwa atau yang lainnya.

  5. Penggelapan dalam Lingkungan Keluarga Penggelapan dalam lingkungan keluarga yakni penggelapan yang dilakukan dilakukan oleh orang yang karena terpaksa diberi barang untuk disimpan, atau oleh wali, pengampu, pengurus atau pelaksana surat wasiat, pengurus lembaga sosial atau

  48

  yayasan, terhadap barang sesuatu yang dikuasainya. Unsur- unsur Pasal 376 KUHP yaitu :

  1. Dengan sengaja memiliki.

  2. Memiliki suatu barang.

  3. Barang yang dimiliki seluruhnya atau sebagian termasuk milik orang lain 4. Mengakui memiliki secara melawan hukum.

48 Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011), Cet.

  29, hal.132.

  5. Barang yang ada dalam kekuasaan bukan karena kejahatan.

  6 Penggelapan dilakukan suami (isteri) yang tidak atau sudah diceraikan atau sanak atau keluarga orang itu karena kawin.

  Hukuman, hanya dapat dilakukan penuntutan, kalau ada pengaduan dari orang yang dikenakan kejahatan itu.

  Tindak pidana penggelapan dalam keluarga disebut juga delik aduan relatif dimana adanya aduan merupakan syarat untuk melakukan penuntutan terhadap orang yang oleh pengadu disebutkan namanya di dalam pengaduan. Dasar hukum delik ini diatur dalam pasal 376 yang merupakan rumusan dari tindak pidana pencurian dalam kelurga sebagaimana telah diatur dalam pembahasan tentang pidana pencurian, yang pada dasarnya pada ayat pertama bahwa keadaan tidak bercerai meja dan tempat tidur dan keadaan tidak bercerai harta kekayaan merupakan dasar peniadaan penuntutan terhadap suami atau istri yang bertindak sebagai pelaku atau yang membantu melakukan tindak pidana penggelapan terhadap harta kekayaan istri dan suami mereka. Pada ayat yang kedua, hal yang menjadikan penggelapan sebagai delik aduan adalah keadaan di mana suami dan istri telah pisah atau telah bercerai harta kekayaan.

  Alasannya, sama halnya dengan pencurian dalam keluarga yang dilakukan oleh suami atau istri terhadap harta kekayaan suami mereka, yaitu bahwa kemungkinan harta tersebut adalah harta bersama yang didapat ketika hidup bersama atau yang lebih dikenal dengan harta gono-gini yang mengakibatkan sulitnya membedakan apakah itu harta suami atau harta istri, karena itu, perceraian harta kekayaan adalah yang menjadikan tindak pidana penggelapan dalam keluarga sebagai delik aduan. Tindak pidana Penggelapan dalam lingkungan keluarga dapat diadili jika kejahatan tersebut diadukan oleh keluarga yang bersengketa.

  49 G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

  Menurut Soerjono Soekanto menyatakan 2 (dua) jenis penelitian hukum adalah:

  a. Penelitian hukum normatif (normative legal research) yaitu penelitian atas pasal pasal aturan hukum untuk menentukan asas-asas hukum, mengetahui sinkronisasi vertical, horizontal, mengetahui aspek sejarah hukum dan mengetahui perbandingan antara sistem hukum.

  b. Penelitian hukum empiris (empirical legal research) yaitu penelitian hukum di lapangan yang ingin mengetahui efektifitas aturan hukum, ketaatan masyarakat akan hukum, persepsi masyarakat akan hukum dan ingin mengetahui faktor-faktor non-hukum yang mempengaruhi pembuatan dan penerapan hukum.

50 Penelitian hukum normatif meliputi 5 (lima) jenis penelitian yaitu: a. Penelitian terhadap asas-asas hukum.

  b. Penelitian terhadap sistematika hukum.

  c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal. 49 Tindak Pidana Penggelapan , http://zofyanthespiritoflife.blogspot.com/2014/01/tindak- pidana-penggelapan.html diakses pada tanggal 1 April 2015. 50 Soerjono Soekanto, 1985, Penelitian Hukum Normatif, Penerbit Rajawali, Jakarta, hal.40

  d. Penelitian perbandingan hukum.

  e. Penelitian sejarah hukum.

  Soetandyo Wignyosoebroto menyebutkan, penelitian hukum normatif dengan istilah “Penelitian Hukum Doktrinal” (Doctrinal Legal Research), sementara penelitian hukum empiris disebutnya dengan istilah “Penelitian

  51 Hukum Non Doktrinal” (Non Doctrinal Research).

Dokumen yang terkait

BAB II TI NJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Kepemimpinan 2.1.1.1 Defenisi Kepemimpinan - Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Kecerdasan Emotional Terhadap Keberhasilan Usaha pada Studi Foto

0 0 35

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Kecerdasan Emotional Terhadap Keberhasilan Usaha pada Studi Foto

0 0 8

BAB II DESKRIPSI LOKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1 Sejarah dan Perkembangan FISIP USU - Hubungan Media Metro Tv Terhadap Pendidikan Politik Mahasiswa Fisip Usu(Studi Tentang Peran Media Metro Tv Dalam Sosialisasi Ta

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN 1. latar Belakang - Hubungan Media Metro Tv Terhadap Pendidikan Politik Mahasiswa Fisip Usu(Studi Tentang Peran Media Metro Tv Dalam Sosialisasi Tahapan Pilpres 2014)

0 0 34

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 F.nucleatum sebagai salah satu bakteri yang terdapat pada infeksi endodonti - Efek Antibakteri Kitosan Blangkas Molekul Tinggi Sebagai Perancah Dengan Ekstrak Batang Kemuning Terhadap Fusobacterium Nucleatum Sebagai Alternatif B

0 0 12

Efek Antibakteri Kitosan Blangkas Molekul Tinggi Sebagai Perancah Dengan Ekstrak Batang Kemuning Terhadap Fusobacterium Nucleatum Sebagai Alternatif Bahan Medikamen Saluran Akar(In Vitro)

0 0 14

Lampiran 1.1 Kontribusi Sub-Sektor Pertanian Terhadap PDRB Provinsi Aceh Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Miliar Rupiah) Tahun 2004-2012 Sub-Sektor Pertanian 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Jumlah Rata-rata

0 0 181

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Komparasi Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap Pdrb Antar Provinsi Di Indonesia

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN - Analisis Komparasi Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap Pdrb Antar Provinsi Di Indonesia

0 0 9

BAB II RESTORATIVE JUSTICE DAN DIVERSI - Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Hukuman Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Penggelapan (Studi Putusan Nomor : 06/Pid.Sus-Anak/2014/Pn.Mdn)

0 1 19