Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah Dengan Pemberian Berbagai Bahan Organik

  TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

  Bawang merah merupakan terna rendah yang tumbuh tegak dan tinggi dapat mencapai 15 – 50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.Perakarannya berupa akar serabut yang tidak panjang dan tidak terlalu dalam tertanam dalam tanah.Seperti juga bawang putih, tanaman ini termasuk tidak tahan kekeringan (Wibowo, 2007).

  Tanaman ini memiliki batang sejati atau disebut “discus” yang berbentuk seperti cakram, tipis dan pendek sebagai tempat melekatnya akar dan mata tunas (titik tumbuh), diatas discus terdapat batang semu yang tersusun dari pelepah- pelepah daun dan batang semu yang berbeda di dalam tanah berubah bentuk dan fungsi menjadi umbi lapis (Rahayu dan Berlian, 1999).

  Bentuk daun bawang seperti pipa, yakni bulat kecil memanjang antara 50 – 70 cm, berlubang, bagian ujungnya meruncing, berwarna hijau muda sampai hijau tua, dan letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya relatif pendek (Rukmana, 1995).

  Syarat Tumbuh Iklim

  Bawang merah dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai dataran tinggi, yaitu pada ketinggian 0 – 1000 m dpl.Meskipun demikian ketinggian optimalnya adalah 10 – 30m dpl saja.Pada ketinggian 500 – 1000m dpl, juga dapat tumbuh, namun pada ketinggian itu yang berarti suhunya rendah pertumbuhan tanaman terhambat dan umbinya kurang baik (Wibowo, 2007).

  Tanaman bawang merah lebih optimum tumbuh di daerah beriklim kering.Tanaman bawang merah peka terhadap curah hujan dan intensitas hujan yang tinggi serta cuaca berkabut.Tanaman ini membutuhkan sinar matahari yang maksimal (minimal 70% penyinaran), suhu udara 25 - 32° C dan kelembapan nisbi 50 - 70% (Sumarni dan Hidayat, 2005).

  Sinar matahari berperan cukup besar bagi kehidupan tanaman bawang, terutama dalam proses fotosintesis. Tanaman bawang merah menghendaki areal penanaman terbuka, karena tanaman ini memerlukan penyinaran yang cukup panjang sekitar 70%.Oleh karena itu tanaman bawang merah dikelompokkan ke dalam tanaman berhari panjang (AAK, 2004).

  Curah hujan yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman bawang merah adalah antara 300-2.500 mm per tahun.Tanaman bawang merah sangat rentan terhadap curah hujan tinggi, terutama daunnya yang mudah rusak sehingga dapat menghambat pertumbuhannya, dan umbinya pun mudah busuk (Tim Bina Karya Tani, 2008).

  Pada suhu yang rendah, hasil berupa umbi dari tanaman bawang merah kurang baik.Pada suhu 22 ˚ C tanaman masih mudah membentuk umbi, tetapi hasilnya tidak sebaik jika ditanam di dataran rendah yang bersuhu panas.Daerah yang sesuai adalah yang suhunya sekitar 25-32

  ˚ C dan suhu rata-rata tahunannya

  30 ˚ C (Rahayu dan Berlian, 1999).

  Tanah

  Tanaman bawang merah menyukai tanah yang subur, gembur dan banyak mengandung bahan organik. Tanah yang gembur dan subur akan mendorong perkembangan umbi sehingga hasilnya lebih maksimal. Selain itu, bawang merah hendaknya ditanam di tanah yang mudah meneruskan air, aerasinya baik dan tidak boleh ada genangan.Jenis tanah yang paling baik untuk bawang merah adalah tanah lempung berpasir atau lempung berdebu.Jenis tanah ini mempunyai aerasi dan drainase yang baik karena mempunyai perbandingan yang seimbang antara fraksi liat, pasir dan debu (Rahayu dan Berlian, 1999).

  Bawang merah menghendaki struktur tnah remah.Tanah remah meiliki perbandingan bahan padat dan pori-pori yang seimbang.Bahan padat merupakan tempat berpegang akar.Tanah remah lebih baik daripada tanah bergumpal (AAK, 2004).

  Tanaman bawang merah menghendaki tanah gembur subur dengan drainase baik.Tanah berpasir memperbaiki perkembangan umbinya.pH tanah yang sesuai sekitar netral, yaitu 5,5 hingga 6,5 sedangkan temperatur cukup panas yaitu 25 – 32°C. Persyaratan tumbuh untuk bawang bombai berlaku pula untuk bawang merah (Ashari, 1995).

  Bahan Organik

  Tanah merupakan medium alami tempat tanaman hidup, berkembang biak dan mati dan karenanya menyediakan sumber bahan organik selama bertahun- tahun karena dapat didaur ulang nutrisi tanaman (Rao, 1994).

  Banyak sumber bahan organik yang cukup berpotensi di Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Beberapa sumber bahan organik yang cukup penting dan telah banyak digunakan adalah sisa tanaman, pupuk hijau, pupuk kandang dan kompos (Hardjowigeno, 2003).

  Bahan organik merupakan salah satu komponen tanah yang penting bagi ekositem tanah, dimana bahan organik merupakan sumber dan pengikat hara dan sebagai substrat bagi mikroba tanah. Aktivitas mikroorganisme dan fauna tanah dapat membantu terjadinya agregasi tanah. Pelapukan oleh asam-asam organik dapat memperbaiki lingkungan pertumbuhan tanaman terutama pada tanah masam. Selain itu, hasil mineralisasi bahan organik dapat meningkatkan ketersediaan hara tanah dan nilai tukar kation (Kumolontang, 2008).

  Pemberian pupuk organik ke dalam tanah diharapkan dapat memicu terbentuknya berbagai komunitas mikroba. Fenomena tersebut alamiah, seperti pada proses humifikasi atau pengomposan serasah. Meskipun mengandung unsur hara yang rendah dan lambat melapuk, bahan organik penting dalam : (1) menyediakan hara makro dan mikro seperti Zn, Cu, Mo, Co, Ca, Mg, dan Si, (2) meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, serta (3) dapat bereaksi dengan ion logam untuk membentuk senyawa kompleks, sehingga ion logam yang meracuni tanaman atau menghambat penyediaan hara seperti Al, Fe, dan Mn. Penggunaan pupuk organik secara terus-menerus dalam rentang waktu tertentu akan menjadikan kualitas tanah lebih baik dibandingkan pupuk anorganik (Mulyani, dkk, 2007).

  Tandan kosong kelapa sawit (TKKS)

  TKKS (Tandan Kosong Kelapa Sawit) adalah limbah pabrik kelapa sawit yang jumlahnya sangat melimpah. Setiap pengolahan 1 ton TBS (Tandan Buah Segar) akan dihasilkan TKKS sebanyak 220 – 230% TKKS. Limbah ini belum dimanfaatkan secara baik oleh sebagian besar pabrik kelapa sawit (PKS) di Indonesia (Ningtyas dan Astuti, 2009).

  TKKS merupakan limbah agroindustri yang juga cukup melimpah dengan kandungan kimianya adalah : 34% C; 0,8% N; 0,8% P2O5; 5,0% K2O; 1,7% CaO; 4,0% MgO dan 276 ppm Mn, akan tetapi rasio C/N cukup tinggi yaitu 43 (Hermawan et al.,1999). Tingginya rasio C/N disebabkan oleh karena banyaknya kandungan selulosa dan lignin yang menyebabkan TKKS juga sulit untuk didekomposisi oleh mikroba (Yelianti, dkk, 2009).

  Pada saat ini TKKS digunakan sebagai bahan organik bagi pertanaman kelapa sawit secara langsung maupun tidak langsung. Pemanfaatan secara langsung ialah dengan menjadikan TKKS sebagai mulsa sedangkan secara tidak langsung dengan mengomposkan terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai pupuk organik.

  Bagaimanapun juga, pengembalian bahan organik kelapa sawit ke tanah akan menjaga kelestarian kandungan bahan organik lahan kelapa sawit demikian pula hara tanah.

  Selain itu, pengembalian bahan organik ke tanah akan mempengaruhi populasi mikroba tanah secara langsung akan mempengaruhi kesehatan dan kualitas tanah (Widiastuti dan Tripanji, 2007).

  TKKS memiliki sifat yang keras dengan kandungan selulosa, lignin dan hemiselulosa yang tinggi. Bahan organik yang banyak mengandung selulosa, lignin dan hemiselulosa apabila dikomposkan akan membutuhkan waktu yang lama dikarenakan rasio C/N TKKS cukup tinggi, sedikit diatas rasio C/N yang optimal bahan untuk dikomposkan yaitu 30 (Syahwan, 2010).

  Vermikompos

  Vermikompos atau kascing adalah kompos yang diperoleh dari hasil perombakan bahan-bahan organik yang dilakukan oleh cacing tanah. Kascing merupakan campuran kotoran cacing tanah dengan sisa media pakan dalam budidaya cacing tanah. Oleh karena itu, kascing merupakan pupuk organik yang ramah lingkungan dan memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan kompos lain (Mashur, 2011).

  Vermikompos adalah bahan organik yang berasal dari cacing. Kascing dari

  Eiesnia foetida mengandung nitrogen 0,63%; fosfor 0,35%; kalium 0,20%;

  kalsium 0,23%; magnesium 0,26%; natrium 0,07%; tembaga 17,58%; seng 0,007%; mangan 0,003%; besi 0,790%; kapasitas air 41,23% dan asam humus 13,88% (Mulat, 2003).

  Menggunakan vermikompos banyakmanfaat dan keunggulannya, karena vermikomposmengandung berbagai unsur hara yang dibutuhkantanaman seperti N, P, K, Ca, Mg, S, Fe, Mn, AI, Na, Cu, Zn, Bo dan Mo tergantung pada bahanyang digunakan. Vermikompos merupakan sumber nutrisi bagi mikroba tanah. Dengan adanya nutrisitersebut mikroba pengurai bahan organik akanterus berkembang dan menguraikan bahan organikdengan lebihcepat. Kesuburan tanah ditemukanoleh kadar humus pada lapisan olah tanah. Makintinggi kadar humus (humic acid) makin suburtanah tersebut. Kesuburan seperti ini dapatdiwujudkan dengan menggunakan pupuk organikberupa vermikompos, karena vermikomposmengandung humus sebesar 13,88% (Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup, 2007).

  Vermikompos banyak mengandung humus yang berguna untuk meningkatkan kesuburan tanah. Humus merupakan suatu campuran yang kompleks, terdiri atas bahan-bahan yang bewarna gelap yang tidak larut dengan air (asam humik, asam fulfuk dan humin) dan zat organik yang larut (asam-asam dan gula) (Mashur, 2001).

  Kompos Jerami

  Penggunaan mulsa jerami pada mulanya ditujukan untuk kepentingan agronomi, yaitu mempertahankan tingkat kelembaban tanah, menjaga suhu permukaan tanah, mengurangi erosi, memperlambat pemiskinan K dan Si, meningkatkan C-organik, Mg dan KTK, meningkatkan serapan hara P dan K, dan meningkatkan stabilitas agregat tanah serta translokasi N dan P (Purwani et al., 2000).

  Berdasarkan hasil analisis laboratorium didapat kandungan hara kompos 2 5 jerami padi terdiri dari ratio C/N 4,69%;C organik 16,73%; N 3,56%; P O 1.99%; K 2 O 0,66%. Pemanfaatan jerami padi sebagai pupuk organik diantaranya memiliki kandungan C organik yang tinggi, serta kandungan bahan organik tanah dapat dinaikkan dan kesuburan tanah dapat dikembalikan dengan pemakaian kompos jerami padi secara konsisten (Anindyawati, 2010).Seperti nitrogen juga dibutuhkan untuk membentuk senyawa penting seperti klorofil, asam nukleat, dan enzim. Karena itu, nitrogen dibutuhkan dalam jumlah relatif besar pada setiap tahap pertumbuhan tanaman, khususnya pada tahap pertumbuhan vegetatif, seperti pembentukan tunas, atau perkembangan batang dan daun(Novizan, 2005 ).

  Berdasarkan penelitian Napitupulu dan Winarto (2009) menjelaskan bahwa kandungan K dalam tanah yang cukup memberikan pertumbuhan bawang merah lebih optimal dan menunjukkan hasil hasil yang baik. Penambahan pupuk K berpengaruh sangat nyata terhadap bobot kering per rumpun dan K berperan membantu proses fotosintesis.

  Pemberian kompos jerami padi secara umum dapat meningkatkan kesuburan tanah dan memperbaiki pertumbuhan tanaman padi, hal ini disebabkan jerami mengandung unsur hara yaitu 0,5-2,0% N; 0,07-0,1% P dan 0,4-1,7% K (Fahmi et al., 2009). Selain itu kompos juga mengandung asam-asam organik seperti asam humat dan fulvat yang memiliki kemampuan mengkelatunsur meracun sehingga tidak berbahaya bagi tanaman (Tan, 2003).

  Pemberian bahan organik dapat mengganggu pertumbuhan tanaman secara tidak langsung misalnya pemberian jerami dalam kondisi yang relatif mentah

  2+

  lebih memasamkan tanah, meningkatkan konsentrasi Fe dan menurunkan ketersediaan P. Dalam hal ini pemberian bahan organik memiliki dampak negatif dan positif terhadap tanah yang semuanya tergantung pada jenis tanah atau sifat bahan organik, kondisi lingkungan dan sifat tanah (Fahmi, 2010).

  Limbah Lumpur (Sludge) Kelapa Sawit

  Limbah Lumpur (Sludge) Kelapa Sawit merupakan produk sampingan kelapa sawit.Secara umum limbah dari pabrik kelapa sawit terdiri atas tiga bentuk yaitu limbah cair, padat dan gas. Limbah cair kelapa sawit berasal dari unit proses pengukusan (sterilisasi), proses klarifikasi dan bungaan dari hidrosiklon. Pada umumnya, limbah cair kelapa sawit mengandung bahan organik yang cukup tinggi sehingga potensial mencemari air tanah dan badan air. Limbah padat pabrik kelapa sawit dikelompokkan menjadi dua yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan berupa tandan kosong kelapa sawit, cangkrang atau tempurung, serabut atau serat, dan sludge/lumpur (Utomo dan Widjaja, 2004).

  Sludge berasal dari limbah organik berupa hasil saringan pada pemurnian minyak kelapa sawit (crude oil). Sebagai limbah sludge bersifat asam karena berasal dari fermentasi minyak yang dikandungnya, sifat asam dari bahan organik ini akan mengganggu pertumbuhan tanamana. Sludge yang merupakan limbah, didalam tanah, apabila telah mengalami pelapukan akan terbentuk sebagai humus organik. Humus organik adalah merupakan bahan organik yang telah mengalami pelapukan atau pengomposan dengan kandungan kadar asam humus terlarut 80%, kadar air 61%. Humus sesuai untuk digunakan sebagai pupuk atau sebagai bahan pengisi untuk memperbaiki struktur tanah (Jenny dan Suwadji, 1999).

  Sludge memiliki sifat yang lunak dengan struktur yang halus seperti tepung. Bahan organik dengan sifat seperti tersebut apabila dikomposkan tidak butuh waktu yang lama. Namun sifat sludge yang terlalu halus dan lembab (basah) menyebabkan aerasi bahan menjadi tidak baik untuk suatu proses pengomposan.

  Kondisi demikian akan cenderung mendorong terjadinya proses yang anaerobik ketimbang dengan yang seharusnya terjadi, yaitu aerobik. Ratio C/N sludge adalah 5 merupakan C/N ratio rendah atau menggambarkan bahan dengan kaya nutrisi khususnya nitrogen (Syahwan, 2010).

  Dari hasil analisis didapat bahwa kandungan unsur hara sludge yaitu mengandung N-total 5,35%, P

  2 O 5 3,82%, K

  2 O 0,14%, C-organik 10,25% dan C/N

  7,48. Dilihat dari hasil analisisnya kandungan hara yang tertinggi terdapat pada N dan P. Dari hasil penelitian Hidayat dkk (2010) bahwaunsur phosfor berperan dalam pembentukan akar, biokimia, transfer energi dan pembelahan sedangkan nitrogen berperan dalammerangsang pertumbuhan vegetatif khususnya tinggi tanaman.

  Kompos Sampah Kota

  Potensi sampah organik, terutama dari daerah perkotaan berpenduduk padat sangat tinggi.Sampah organik ini umumnya bersifat biodegradable, yaitu dapat terurai menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana oleh aktivitas mikroorganisme tanah. Penguraian dari sampah organik ini akan menghasilkan materi yang kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan tumbuhan, sehingga sangat baik digunakan sebagai pupuk organik (Sulistyawati dan Nugraha, 2007).

  Jenis pupuk organik sangat beragam berdasarkan asal bahan terbentuknya. Salah satunya adalah sampah kota, yang sebagian besar terdiri dari sampah buangan organik yang secara keseluruhan atau sebagian mengalami dekomposisi.

  Makin berkembangnya pemukiman dan perkotaan, maka sampah yang dihasilkan akan semakin banyak dan lebih bervariasi sehingga menimbulkan masalah pencemaran lingkungan jika tidak segera ditangani secara sungguh-sungguh. Sampah yang merupakan masalah itu dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam bahan yang berguna, tergantung teknologi yang digunakan. Sampah antara lain dapat dimanfaatkan untuk biogas (bioenergi), gas metana, alkohol, kompos dan lain sebagainya (Neliyati, 2006).

  Kompos sampah kota mudah didapat dalam jumlah yang banyak karena setiap harinya dihasilkan dari pasar, kegiatan pertanian, rumah tangga, dan industri merupakan limbah yang dapat diolah menjadi kompos. Menurut Santoso (2003) kompos sampah kota berfungsi sebagai: 1.

  Soil Conditioner yang mengandung unsur hara seperti nitrogen, fosfor,dan kalium serta mineral penting yang dibutuhkan tanaman. Fungsi ini akan memperbaiki struktur tanah, tekstur lahan kritis, meningkatkan porositas aerasi, dan dekomposisi oleh mikroorganisme tanah.

  Berdasarkan dari hasil analisis Laboratorium yang dilakukan terhadap kompos sampah kota Medan didapat bahwa hara yang dikandungnya adalah 2,15% N, 0,57% P dan 3,38% K. Disamping kelebihan yang dimilikinya, kompos sampah kota seperti halnya pupuk organik lainnya memiliki keterbatasan yaitu kandungan hara yg rendah, ketersediaan unsur hara lambat dan menyediakan hara dalam jumlah yang terbatas (Lestari, 2010).