BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Pengaruh Pemberlakuan Pajak Ekspor Terhadap Harga Domestik Biji Kering Kakao Sumater Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Kakao

  Menurut Badan Perijinan dan Penanaman Modal Provinsi Kalimantan Barat (2009), tanaman kakao berasal dari hutan hujan tropis di Amerika Tengah dan bagian utara Amerika Selatan. Biji kakao merupakan bahan baku produk pangan dan non pangan (obat-obatan dan kosmetik). Biji kakao yang akan dijadikan bahan baku pangan berbeda dalam hal penanganan pasca panennya dengan bahan baku non pangan.

  Untuk bahan baku pangan, diperlukan proses fermentasi agar dapat diperoleh cita rasa yang baik, sedangkan Biji kakao yang digunakan sebagai bahan baku non pangan tidak memerlukan proses fermentasi. Produk cokelat yang umum dikenal masyarakat adalah permen cokelat (cocoa

  . Produk cokelat yang juga sangat populer adalah berbagai jenis makanan

  candy)

  dan es krim (ice cream). Bubuk cokelat (Cocoa powder) juga dapat digunakan sebagai bahan pembuat kue dan pengoles roti. Di samping itu, ada produk antara (produk setengah jadi) yang kurang dikenal masyarakat, yaitu lemak cokelat (Cocoa butter) yang umumnya digunakan oleh industri farmasi dan industri kosmetik (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).

  

7 Gambar 1. Pohon Industri Kakao Sumber:

  Pengolahan dan pemanfaatan kakao menjadi berbagai macam produk dapat dilihat pada gambar 1. Dimana Biji kakao yang telah kering dipisahkan antara kulit (shell) dan liquor-nya. Dari liquor akan diperoleh lemak (fat) dan cake. Dari kulit biji dan tersebut, lebih lanjut akan diperoleh bermacam-macam produk seperti yang

  liquor dapat dilihat pada gambar diatas.

  Biji buah coklat/kakao yang telah difermentasi dijadikan serbuk yang disebut sebagai coklat bubuk. Coklat ini dipakai sebagai bahan untuk membuat berbagai macam produk makanan dan minuman. Buah coklat/kakao tanpa biji dapat difermentasi untuk dijadikan pakan ternak.

  Biji kakao merupakan sumber ekonomi kakao. Dari biji kakao tersebut, dapat diproduksi empat jenis produk kakao setengah jadi yaitu: cocoa liquor, cocoa butter, cocoa cake and cocoa powder dan cokelat. Cocoa powder umumnya digunakan sebagai penambah citarasa pada biscuit, ice cream, minuman susu dan kue. Sebagian lagi juga digunakan sebagai pelapis permen atau manisan yang dibekukan. Cocoa powder juga dikonsumsi oleh industri minuman seperti susu cokelat. Selain untuk pembuatan cokelat dan perment, kakao butter juga dapat digunakan pembuatan rokok, sabun dan kosmetika. Secara tradisional juga dapat menyembuhkan luka bakar, batuk, bibir kering, demam, malaria, rematik, digigit ular dan luka karena dapat digunakan sebagai antiseptik.

2.1.2 Ekspor Kakao

  Komoditi ekspor Indonesia sesungguhnya ada yang mempunyai keunggulan hampir mutlak karena hanya diproduksi oleh 2 atau 3 negara saja. Kakao misalnya, hampir dimonopoli 3 negara yaitu Ghana, Pantai Gading, dan Indonesia. Sekalipun sepintas lalu kelihatan bahwa kedudukan Indonesia, Ghana dan Pantai Gading sebagai produsen kakao nampaknya kuat, namun dalam kenyataannya tidaklah demikian dan dapat dikatakan sangat lemah. Negara-negara produsen yang menguasai komoditi yang sesungguhnya ber “keunggulan-mutlak”, hanya menjadi bulan-bulanan dari negara Industri maju, yang mempunyai dana yang kuat (Amir, 1993). Indonesia selama ini hanya berperan sebagai penyedia bahan baku bagi industri hilir kakao di luar negeri sehingga kakao hanya diekspor dalam bentuk biji kering atau mentah. Industri hilir cokelat justru berkembang di negara-negara yang relatif tidak memiliki sumber bahan baku biji kakao, seperti negara-negara Eropa, Amerika Serikat, China, Malaysia dan Singapura (Syadullah, 2012).

  Jika dilihat dari segi kualitas, kakao Indonesia tidak kalah dengan kakao dunia bila dilakukan fermentasi dengan baik. Kakao Indonesia mempunyai kelebihan yaitu tidak mudah meleleh sehingga cocok bila dipakai sebagai bahan campuran industri hilir. Sehingga seharusnya peluang ekspor kakao Indonesia dalam bentuk olahan cukup terbuka. Dengan kata lain, potensi untuk menggunakan industri kakao sebagai salah satu pendorong pertumbuhan dan distribusi pendapatan cukup terbuka (Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 2007).

  2.1.3 Harga Kakao Harga kakao domestik mengikuti harga kakao internasional di bursa New York.

  Harga biji kering kakao domestik bergerak mengikuti fluktuasi harga kakao dunia walaupun arahnya tidak persis sama karena pengaruh nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika (Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 2007). Peningkatan nilai ekspor kakao mungkin dilakukan karena harga dunia cenderung naik. Sehingga kesempatan untuk memetik keuntungan dari kenaikan harga atau kurangnya pasokan kakao dari negara lain seharusnya dapat dimanfaatkan secara maksimal. Namun karena berbagai kendala klasik seperti rendahnya kualitas, serangan hama, atau penyempitan lahan, kesempatan ini tidak dimanfaatkan dengan baik (Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 2007).

  2.1.4 Pajak Ekspor Kakao

  Pada awalnya, pemerintah memberlakukan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) sebesar 10% dalam perdagangan biji kakao dalam negeri. PPN merupakan jenis pajak yang dikenakan terhadap barang yang mengalami pertambahan nilai. Akibat kebijakan ini, para pedagang lebih suka menjual kakao kakao keluar negeri sehingga industri pengolahan kekurangan pasokan bahan baku. Hal ini menyebabkan banyak industri pengolahan yang menutup usahanya. Sehingga untuk mengatasi hal ini, pada tahun 2007 kebijakan PPN dihapuskan. Setelah penghapusan PPN, pada tahun 2010 keluar kebijakan mengenai Bea Keluar (BK) kakao dan resmi diterapkan pada 1 April 2010 melalui Peraturan Mentri Keuangan (PMK) No. 67/PMK.011/2010. Besaran Pajak Ekspor ini ditentukan berdasarkan harga referensi biji kakao. Harga referensi adalah harga rata-rata internasional yang berpedoman pada harga rata-rata CIF terminal New York. Besaran Pajak Ekspor ini ditetapkan setiap bulan oleh Menteri Keuangan. Pajak ekspor umumnya dikenakan untuk melindungi konsumen atau produsen pengguna di dalam negeri yang dalam hal ini merupakan industri pengolahan.

  Dengan adanya Pajak Ekspor diharapkan ketersediaan biji kakao dalam negeri cukup untuk memenuhi kebutuhan industri pengolahan sehingga nilai tambah dapat dinikmati didalam negeri.

2.1.5 Penelitian Terdahulu

  Nurdiyani (2007) telah melakukan penelitian tentang “Analisis Dampak Rencana Penerapan Pungutan Ekspor Kakao Terhadap Integrasi Pasar Kakao Indonesia”.

  Adapun hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa rencana pemerintah untuk menerapkan pungutan ekspor kakao akan membuat kondisi pasar kakao di dalam negeri menjadi semakin tidak terintegrasi. Selain itu, adanya kebijakan pungutan ekspor ini akan berimplikasi pada: (1) melemahnya posisi daya saing ekspor kakao Indonesia di dunia, (2) menurunnya bagian pendapatan yang akan diterima oleh petani, (3) bagi pedagang (eksportir), pungutan ekspor mungkin tidak akan begitu berpengaruh meskipun akan memicu kegiatan penyelundupan, (4) bagi pihak industri, adanya pungutan ekspor akan menjamin ketersediaan input untuk proses pengolahan cokelat dan bagi pemerintah tentu saja kebijakan ini akan menjadi alternatif pendapatan bukan pajak.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Perdagangan Luar Negeri

  Ahli-ahli ekonomi yang tergolong dalam mahzab Merkantilis berpendapat bahwa perdagangan luar negeri merupakan sumber kekayaan untuk suatu negara. Suatu negara dapat mempertinggi kekayaannya dengan cara menjual barang-barangnya ke luar negeri. Ahli-ahli ekonomi klasik menganalisis lebih mendalam lagi peranan perdagangan luar negeri dalam perekonomian. Misalnya David Riardo yang menerangkan mengenai keuntungan yang dapat diperoleh dari spesialisasi dan perdagangan. Berdasarkan kepada Ricardo, negara-negara digalakkan menjalankan sistem perdagangan bebas. Yang dimaksud perdagangan bebas adalah sistem perdagangan luar negeri dimana setiap negara melakukan perdagangan tanpa ada hambatan perdagangan. Tidak terdapat pajak dan peraturan-peraturan yang melarang ekspor dan impor (Sukirno, 2006). Perdagangan akan terjadi di suatu pasar apabila terdapat perbedaan harga pada waktu sebelum perdagangan. Anggaplah sebelum perdagangan harga di Domestik lebih tinggi daripada di Asing. Selanjutnya terjalin hubungan dagang. Karena harga di domestik lebih tinggi daripada di Asing, pihak pengirim mulai mengangkut barang dari Asing ke Domestik. Ekspor barang meningkatkan harga barang di

  Asing dan menurunkan harga barang di domestik sampai perbedaan harga tak terjadi lagi (Krugman, 2002).

  Harga

  XS 2 S P 1 A P P 2 1 1 2 D 1 1 2 2 S - D S - D D D S S Kuantitas

  Gambar 2. Kurva Penawaran Ekspor Asing Gambar 2 menunjukkan pembentukan kurva penawaran dari ekspor asing XS. Pada

  1

  1

  1 P produsen mensuplai S , sedangkan permintaan konsumen asing hanya D ,

  1

  1

  2

  sehingga penawaran yang tersedia untuk diekspor adalah S -D . Pada P produsen

  2

  asing meningkatkan suplainya menjadi S , konsumen asing menurunkan

  2

  2

  demandnya menjadi D

  • , sehingga penawaran untuk ekspor meningkat menjadi S

  2 D . Dengan demikian kurva penawaran untuk ekspor berbentuk menaik dari kiri ke A

  kanan atas (upward-sloping). Jika harga yang terjadi adalah P maka penawaran dan permintaan akan sama dengan keadaan tanpa perdagangan, sehingga pada

  A

  harga P kurva penawaran untuk ekspor asing memotong sumbu vertical (tak ada ekspor) (Krugman, 2002).

  Menurut Hady (2001), pengaruh ekonomi internasional melalui ekspor dan impor terhadap ekonomi nasional dapat divisualisasikan dengan grafik sebagai berikut.

  akan naik menjadi P

  Q (Quantity)

  1 D t1 D t S t1

S

P (Price ) t

  E 1 E 2 E O Q 1 Q 2 Q 3 P 2 P P

  Dengan demikian, terbukti bahwa kegiatan ekonomi perdagangan internasional (X dan M) akan mempengaruhi ekonomi nasional melalui harga dalam negeri.

  c.

  dan titik keseimbangan bergeser dari E ke E 2.

  2

  1 ). Dalam hal ini, bila supply tetap maka harga

  Gambar 3. Pengaruh Ekonomi Internasional (ekspor-impor) terhadap ekonomi nasional Keterangan : a.

  Sebaliknya bila demand luar negeri atau ekspor (X) naik, maka kurva demand akan bergeser ke kanan atas (Dt

  1 b.

  bergeser dari E ke E

  1 dan titik keseimbangan

  ). Dalam hal ini, bila demand tetap, maka harga akan turun menjadi P

  1

  Bila impor (M) naik, maka supply total dalam negeri akan bertambah, sehingga kurva supply total akan bergeser ke kanan bawah (St

2.2.2 Tarif

  Menurut Salvatore (1997), bentuk perdagangan yang paling penting atau menonjol secara historis adalah tarif (tariff). Tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diperdagangkan lintas-batas teritorial. Tarif merupakan kebijakan perdagangan yang paling tua dan secara tradisional telah digunakan sebagai sumber penerimaan pemerintah sejak lama. Ditinjau dari aspek asal komoditi, ada dua macam tariff, yakni:

  1. Tarif impor (impor tariff) yakni pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang diimpor dari negara lain

2. Tarif ekspor (export tariff) yakni pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang diekspor ke negara lain.

  Menurut Salvatore (1997), apabila ditinjau dari mekanisme penghitungannya, ada beberapa jenis tarif yaitu:

  1. Tarif ad valorem (ad valorem tariff) adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka persentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor (misalnya, suatu negara memungut tarif 25 persen atas nilai atu harga dari setiap unit mobil yang diimpor).

  2. Tarif spesifik (specific tariff) dikenakan sebagai beban tetap unit tariff yang diimpor (misalnya pungutan 3 dolar untuk setiap berel minyak)

  3. Tarif campuran (compound tariff) adalah gabungan dari keduanya. Disamping mengenakan pungutan dalam jumlah tertentu, tarif campuran ini juga memungut sekian persen lagi.

  Menurut Helpman dan Krugman dalam Rifin (2005) memaparkan bahwa penerapan pajak ekspor akan mengurangi harga domestik, sementara itu harga ekspor akan meningkat.

  Harga S A P* = p + t t t D

  P B f P t C 2 1 D x x Kuantitas

  Gambar 4. Pembebanan Pajak Ekspor Gambar 4 diatas menggambarkan efek pajak ekspor sebesar t. Harga domestik akan turun menjadi Pt, mengurangi surplus produsen oleh area P DCP . Bagaimanapun,

  f t

  pendapatan hasil pajak sepadan dengan volume setelah pajak dikalikan dengan tarif

  • pajak atau area P ACP t . hilangnya pajak sama dengan area BCD, sementara itu
  • keuntungan perdagangan sepadan dengan area P t ABP f .

2.2.3 Kurs Valuta Asing

  Menurut Sukirno (2006), kurs valuta asing atau kurs mata uang asing menunjukkan harga atau nilai mata uang suatu negara dinyatakan dalam nilai mata uang negara lain. Kurs valuta asing dapat juga didefinisikan sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan, yaitu banyaknya rupiah yang dibutuhkan, untuk memperoleh satu unit mata uang asing. Kurs yang menunjukkan bahwa US$1.00 sama dengan Rp 8.400 berarti untuk memperoleh satu dolar Amerika Serikat dibutuhkan 8.400 rupiah Indonesia. Kurs valuta di antara dua negara kerap kali berbeda antara satu masa dengan masa yang lainnya.

  Kurs dibagi 2 yaitu: 1. Kurs nominal yaitu harga relatif dari mata uang dua negara.

  2. Kurs rill adalah harga relatif dari barang-barang dua negara. Jika kurs rill rendah, harga barang-barang luar negeri lebih mahal dan harga domestik akan lebih murah. Sedangkan jika kurs rill tinggi, maka barang-barang luar negeri relatif lebih murah dan barang domestik relatif lebih mahal. Kurs rill tergantung pada nilai tukar nominal dan harga barang di dua negara yang diukur dalam mata uang ideal.

  Kurs Rill = Kurs Nominal x Harga Domestik Harga Luar Negeri

2.3 Kerangka Pemikiran

  Pajak ekspor merupakan pajak yang dikenakan jika ingin mengirim barang keluar negeri. Pajak ekspor kakao yang ditetapkan pemerintah dan berlaku mulai April 2010 ini bertujuan untuk mendorong tumbuh kembangnya industri pengolahan kakao di Indonesia sehingga nilai tambah dapat dinikmati didalam negeri. Namun dilain sisi pemberlakuan Pajak Ekspor biji kering kakao ini berdampak terhadap perubahan harga domestik biji kering kakao.

  Harga Domestik dipengaruhi oleh harga ekspor, harga internasional, kurs serta pajak ekspor. Maka ingin dilihat bagaimana perubahan harga domestik setelah diberlakukannya pajak ekspor dan bagaimana pengaruh pajak ekspor tersebut terhadap harga domestik biji kering kakao. Adapun kerangka pemikiran penelitian ini adalah sebagai berikut:

  Pajak Ekspor Setelah Sebelum

  • Harga Ekspor

  Harga Harga

  • Harga Internasional

  Dome Dom

  • Nilai Tukar

  stik estik

  Keterangan: : Pengaruh : Perbandingan

  Gambar 5. Skema Kerangka Pemikiran

2.4 Hipotesis Penelitian

  Adapun hipotesis penelitian ini adalah :

  1. Pajak ekspor berpengaruh terhadap harga domestik biji kering kakao di Sumatera Utara.

  2. Harga domestik biji kering kakao di Sumatera Utara lebih rendah setelah diberlakukannya pajak ekspor.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberlakuan Pajak Ekspor Terhadap Harga Domestik Biji Kering Kakao Sumater Utara

2 41 72

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Analisis Dampak CAFTA (China ASEAN Free Trade Area) Terhadap Volume Dan Harga Impor Apel Di Sumatera Utara

0 0 15

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Kacang Kedelai

0 1 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Pengaruh Bantuan Pupuk, Benih, dan Pestisida PT. Perkebunan Nusantara III Terhadap Tingkat Pendapatan Petani Padi

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN - Analisis Finansial Dan Pemasaran Stroberi Di Desa Tongkoh, Kecamatan Dolat Rayat, Kabupaten Karo

0 0 18

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

0 0 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Studi Mengenai Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Hortikultura Kabupaten Karo

0 1 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN - Strategi Pengembangan Kud Di Kabupaten Deli Serdang

0 0 17

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

0 1 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN - Analisis Harga Pokok Tandan Buah Segar (TBS) Tanaman Kelapa Sawit di PT. PD Paya Pinang Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 14