BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Studi Mengenai Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Hortikultura Kabupaten Karo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)

  Peran kelembagaan dalam membangun dan mengembangkan sektor pertanian di Indonesia terutama terlihat dalam kegiatan tanaman pangan, khususnya padi. Di tingkat nasional, peran lembaga pembangunan pertanian sangat menonjol dalam program dan proyek intensifikasi dan peningkatan produksi pangan. Kegiatan pembangunan pertanian dituangkan dalam bentuk program dan proyek dengan membangun kelembagaan kohersif (kelembagaan dipaksakan) seperti, Padi Sentra, Demontrasi Massal (Demas), Bimbingan Massal (Bimas), Bimas Gotong Royong, Badan Usaha Unit Desa (BUUD), Koperasi Unit Desa (KUD), Insus, dan Supra Insus (Nasrul, 2012).

  Nasution (2002) dalam Prihartono (2009), pada tahun 1985 kredit BIMAS dihentikan dan diganti dengan Kredit Usaha Tani (KUT) sebagai penyempurnaan dari sistem kredit massal BIMAS, dimana pola penyaluran yang digunakan pada saat itu adalah melalui KUD. Sejalan dengan perkembangannya ternyata pola yang demikian banyak menemui kesulitan, terutama dalam penyaluran kredit. Hal tersebut lebih disebabkan karena tingkat tunggakan pada musim tanam sebelumnya sangat tinggi. Namun dalam kenyataannya, banyak kelompok tani yang berada dalam wilayah KUD yang tidak menerima dana Kredit Usaha Tani (KUT), padahal mereka yang berada di wilayah KUD tersebut justru memiliki kemampuan yang baik dalam pengembalian kredit. Beberapa penyebab besarnya tunggakan tersebut antara lain karena rendahnya harga gabah yang diterima petani, faktor bencana alam, dan penyimpangan yang terjadi dalam proses penyaluran serta pemanfaatan dana tersebut.

  Menurut Huraerah (2006), sumber modal kegiatan Kelompok Usaha Agribisnis Terpadu (KUAT) bertujuan:

  Untuk menggerakkan usaha agribisnis disediakan dana bantuan kredit dari pemerintah yaitu Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) atau dana lainnya.

  2. Untuk menunjang teknologi yang diperlukan, disediakan dana pembelian sarana produksi (saprodi/sapronak) dari dana bantuan kredit.

  3. Dana bantuan dalam bentuk kredit uang tunai diterima kelompok dan dikelola oleh lembaga kelompok.

  Menurut Kasmadi (2005) dalam Prihartono (2009), tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya untuk memberdayakan masyarakat dalam berusaha. Kebijakan tersebut dituangkan dalam bentuk program fasilitas Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Program ini diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat yang mencakup bantuan modal untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi produktif, bantuan sarana dan prasarana dasar yang mendukung kegiatan sosial ekonomi, bantuan penguatan kelembagaan untuk mendukung pengembangan proses hasil-hasil kegiatan sosial ekonomi secara berkelanjutan melalui penguatan kelompok masyarakat dan unit pengelola keuangan, dan bantuan pengembangan sistem pelaporan untuk mendukung pelestarian hasil-hasil kegiatan sosial ekonomi produktif.

  Program-program yang diintegrasikan dalam PNPM Mandiri bertambah pada Tahun 2008. Selain PPK ( Program Penanggulangan Kemiskinan) atau PNPM-Perdesaan yang dikelola oleh Departemen Dalam Negeri dan P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan) atau PNPM-Perkotaan dari Departemen Pekerjaan Umum, maka ditambah pula Program Pengembangan Tertinggal, Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) dari Departemen Pekerjaaan Umum dan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) dari Depertemen Pertanian yang mencakup program ke 10.000 desa pertanian serta program-program pendukung lainnya.PUAP merupakan bagian dari pelaksanaan program PNPM-Mandiri melalui bantuan modal usaha dalam menumbuhkembangkan usaha agribisnis sesuai dengan potensi pertanian desa sasaran.

  Khusus untuk program dari Depatemen Pertanian RI yakni PUAP, dilaksanakan pada tahun yang sama yakni 2008 dengan menyalurkan dana BLM-PUAP ke 10.000 desa pertanian. Masing-masing desa menerima BLM- PUAP sebesar 100 juta untuk mengembangkan agribisnis perdesaan. Kebijakan tersebut diwujudkan dengan penerapan pola bentuk fasilitas bantuan penguatan modal usaha bagi petani anggota baik petani pemilik, petani penggarap, Petani penyewa. Operasional penyaluran dana PUAP tersebut dilakukan dengan memberikan kewenangan kepada Gapoktan terpilih sebagai pelaksana PUAP dalam hal penyaluran dana penguatan modal kepada anggotanya. Agar mencapai hasil maksimal dalam pelaksanaan PUAP, Gapoktan didampingi oleh tenaga penyuluh pendamping dan penyelia mitra tani. Gapoktan PUAP diharapkan dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola oleh petani (Departemen Pertanian, 2008).

  Operasional penyaluran dana PUAP dilakukan dengan memberikan kewenangan kepada Gapoktan yang telah memenuhi persyaratan. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh Gapoktan sebagai penyalur dana PUAP a.

  Memiliki SDM yang mampu mengelola usaha agribisnis, b. Memiliki struktur kepengurusan yang aktif, c. Dimiliki dan dikelola oleh petani, d. Dikukuhkan oleh Bupati atau Walikota, e. Jumlah dana yang disalurkan ke setiap Gapoktan sebesar Rp 100 juta.

  Berikut adalah pola dasar PUAP: DIKLAT 1. Kepemimpinan 2. Kewirausahaa 3. Manajemen

  Bantuan Langsung Penyelia Mitra Petani

  Masyarakat (BLM) Komite Pengarah Gapoktan

  Pendamping Poktan

  Usaha Produktif Petani Sumber: Departemen Pertanian, 2008.

Gambar 2.1. Pola Dasar PUAP Tim Pusat melakukan pembinaan terhadap SDM Tingkat provinsi dan kabupaten/kota dalam bentuk pelatihan. Pembinaan pelaksanaan PUAP oleh tim Pembina provinsi kepada Tim Teknis kabupaten/kota difokuskan antara lain pada peningkatan kualiatas SDM yang menangani BLM-PUAP ditingkat kabupaten/kota, koordinasi dan pengendalian, serta mengembangkan sistem kabupaten/kota kepada Tim Teknis kecamatan dilakukan dalam format pelatihan peningkatan pemahaman terhadap pelaksanaan PUAP dilapangan nantinya.

  Disamping melakukan pembinaan, pengendalian juga dilakukan oleh tim pusat PUAP melalui pertemuan reguler dan kunjungan lapangan ke provinsi dan kabupaten/kota untuk menjamin pelaksanaan PUAP sesuai dengan kebijakan umum Menteri Pertanian. Pelaksaan pengendalian dari Tim Pembina PUAP provinsi hingga kepada Tim Teknis PUAP kecamatan dilakukan dengan cara pertemuan regular dan kunjungan lapangan serta mendiskusikan permasalahan yang terjadi di lapangan (Departemen Pertanian, 2008).

  Dalam Kebijakan Teknis PUAP 2008, strategi dasar PUAP adalah: 1. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan PUAP, 2.

  Optimalisasi potensi agribisnis di desa miskin dan tertinggal, 3. Penguatan modal petani kecil, buruh tani, dan rumah tangga miskin kepada sumber permodalan, dan

4. Pendampingan bagi Gapoktan/Poktan.

  Sedangkan strategi operasionalnya adalah: 1. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan PUAP dilaksankan melalui: a.

  Pelatihan bagi Pembina dan Pendamping PUAP, b.

  Rekruitmen dan pelatihan bagi PMT, c. Pelatihan bagi Pengurus Gapoktan, dan d.

  Pelatihan bagi petani selaku pelaku PUAP penyuluh pendamping.

  2. Optimalisasi potensi agribisnis di desa miskin dan tertinggal dilaksanakan melalui: Identifikasi potensial desa, b.

  Penentuan usaha agribisnis (budidaya dan hilir) unggulan, dan c. Penyusunan dan pelaksanaan RUB berdasarkan usaha agribisnis unggulan.

  3. Penguatan modal bagi petani kecil, buruh tani, dan rumah tangga miskin kepada sumber permodalan dilaksanakan melalui: a.

  Penyaluran BLM-PUAP kepada pelaku agribisnis melalui Gapoktan, b.

  Penyaluran sumber pendanaan lainnya dari provinsi dan kabupaten/kota kepada pelaku agribisnis melalui Gapoktan, c.

  Pengembangan kemitraan dengan lembaga keuangan formal.

4. Pendampingan Gapoktan/Poktan dilaksanakan melalui: a.

  Penempatan dan penugasan Penyuluh Pendamping di setiap Gapoktan, b.

  Penempatan dan penugasan PMT di setiap Kabupaten/Kota, dan c. Pembentukan komite pengarah di setiap Gapoktan.

  Hal ini tentunya memerlukan peran kelompok tani dan pengurus yang aktif. Kelompok tani memberikan kinerja yang lebih baik dapat menjamin keberhasilan dibandingkan dengan kinerjanya kurang baik akan cenderung mengalami kegagalan yang sangat tinggi. Kelembagaan yang mampu tumbuh dan berkembang adalah kelembagaan atau kelompok komersial lokal yang berfungsi ganda. Dengan kata lain kelompok tani yang mampu berkembang sesuai dengan kondisi lokal adalah kelompok multi fungsi yang luwes untuk meningkatkan produktivitas (Kukuh, 2009).

  2.1.2. Kelompok Tani (Poktan)

  organisasi merupakan orang-orang tani atau petani yang terdiri dari petani dewasa (pria atau wanita) maupun petani taruna (pemuda dan pemudi), yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama, kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota.

  2.1.3. Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)

  Menurut Departemen Pertanian (2008), Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) merupakan kumpulan beberapa kelompok tani yang bergabung dan berkerjasama untuk meningktakan skala usaha ekonomi dan efisiensi usaha.

  Gapoktan terdiri atas kelompok tani yang ada dalam wilayah suatu wilayah administrasi desa atau yang berada dalam suatu wilayah aliran irigasi petak pengairan tersier.

  Sedangkan menurut Departemen Pertanian (2011), Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) merupakan kelembagaan tani pelaksana Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) untuk menyalurkan bantuan modal bagi anggota.

  Untuk mencapai hasi yang maksimal dalam Pengembangan Usaha Agribisnis

  Perdesaan (PUAP), Gapotan didampingi tenaga penyuluh pedamping dan Penyelia Mitra Tani (PMT). Melalui pelaksanaan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) diharapkan Gapoktan dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola petani.

  Menurut Soekartawi (1995), cepat tidaknya petani mengadopsi inovasi sangat tergantung kepada faktor sosial dan ekonomi petani. Faktor sosial diantaranya: umur, tingkat pendidikan, dan pengalaman bertani. Sedangkan faktor ekonomi diantaranya: tingkat pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan yang dimiliki dan ada tidaknya usahatani yang dimiliki petani. Faktor sosial ekonomi ini mempunyai peranan penting dalam pengelolaan usaha tani.

2.2. Landasan Teori

  Modal merupakan salah satu faktor produksi pertanian. Pemilik modal menerima bunga modal yang pada dasarnya diukur dalam persen dari modal pokok untuk satu kesatuan waktu tertentu, misalnya perbulan, pertriwulan, maupun pertahun. Pemilik modal tidak perlu orang lain, hanya apabila modal pinjaman dari pihak lain dengan janji pengembalian dengan bunga tertentu maka terdapatlah kredit. Dengan demikian modal dapat dibagi dua yaitu modal sendiri (equty capital) dan modal pinjaman (credit) (Mubyarto, 1989).

  Dalam Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menjelaskan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan dan kesepakatan peminjam meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga imbalan

  1 atau pembagian hasil keuntungan (Annonimus , 2013).

  Menurut Departemen Pertanian (2011) program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) bertujuan untuk :

  Mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah.

  2. Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani.

  3. Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis.

  4. Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan Sasaran program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yaitu: 1. Berkembanganya usaha agribisnis di 10.000 desa miskin yang terjangkau sesuai dengan potensi pertanian desa.

  2. Berkembangnya 10.000 Gapoktan/Poktan yang dimiliki dan dikelola oleh petani.

  3. Meningkatnya kesejahteraan rumah tangga tani miskin, petani/peternak (pemilik/penggarap) skala kecil, buruh tani.

  4. Berkembangnya usaha agribisnis petani yang mempunyai skala usaha harian, mingguan, maupun musiman.

  Indikator keberhasilan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yaitu: 1.

  Terfasilitasinya permodalan bagi petani pemilik maupun penggarap, buruh tani dan rumah tangga petani dalam melakukan usaha agribisnis di perdesaan.

  2. Meningkatnya kemampuan Gapoktan dan atau kelembagaan tani dalam 3.

  Meningktanya kinerja usaha agribisnis yang dilakukan oleh petani (pemilik/penggarap) skala kecil, buruh tani dan rumah tangga tani dalam melakukan usaha tani di perdesaan sesuai dengan potensi.

  4. Berkembangnya usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi unggulan daerah.

2.3. Kerangka Pemikiran

  Penelitian ini akan menganalisis bagaimana perkembangan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang dimulai sejak Tahun 2008 dan merupakan kebijakan baru dari Kementerian Pertanian Indonesia dalam membantu perkembangan pertanian di Indonesia terutama dalam mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Dimana program ini dilaksanakan dengan menyalurkan dana BLM-PUAP ke 10.000 desa petani dengan masing-masing desa menerima BLM-PUAP sebesar Rp 100.000.000.

  Penyaluran dana BLM-PUAP ini sendiri dilaksanakan melalui Gapoktan yang terdapat di setiap desa sasaran. Gapoktan merupakan gabungan dari beberapa kelompok-kelompok tani yang bergabung. Setelah Gapoktan memperoleh dana tersebut, maka Gapoktan wajib menyalurkannya kembali kepada setiap kelompok-kelompok tani yang tergabung dan terdaftar dalam Gapoktan tersebut.

  Setelah kelompok-kelompok tani memperoleh dana program PUAP dari Gapoktan masing-masing, maka dana tersebut disalurkan kepada setiap petani anggota kelompok tani. Jumlah dana yang disalurkan atau dipinjamkan kepada luas lahan yang dimilikinya. Dalam hal ini luas lahan yang dimaksudkan adalah luas lahan tanaman hortikultura.

  Selanjutnya dalam penggunaan dana BLM-PUAP ini sangat dipengaruhi oleh karakteristik sosial ekonomi masing-masing petani penerima dana PUAP tersebut. Dan karakteristik sosial ekonomi yang dimaksud adalah umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, jumlah tanggungan, tingkat pendapatan, serta luas lahan petani yang dimiliki petani.

  Penyaluran dana program PUAP ini dilakukan dalam bentuk simpan pinjam. Selanjutnya petani penerima dana program PUAP ini akan menggunakan dana tersebut untuk membeli bibit, saprodi, pupuk dan pestisida. Dan setelah petani memperoleh benefit dari usahataninya, maka mereka wajib mengembalikan dana yang disalurkan kepada Gapoktan.

  Secara sistematis kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut: Lingkungan

  PUAP Gapoktan A Gapoktan B

  Lancar Tidak lancar Kelompok Tani Kelompok Tani

  Petani Petani Karakteristik sosial ekonomi petani penerima dana program PUAP: 1.

  Umur (X1) 2. Tingkat Pendidikan (X2) 3. Pengalaman bertani (X3) 4. Jumlah tanggungan (X4) 5. Luas lahan (X5) 6. Pengembalian Dana (Y)

  Ketaatan pengembalian dana program PUAP Lingkungan

  Keterangan: : Menyatakan Hubungan : Menyatakan Proses : Menyatakan Pengaruh

Gambar 2.2. Skema Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran pengaruh karakteristik sosial ekonomi (umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, jumlah tanggungan, luas lahan) petani penerima dana PUAP terhadap pengembalian dana program PUAP di Gapoktan A dan Gapoktan B :

  Umur (X1) Tingkat pendidikan (X2)

  Pengembalian dana Pengalaman bertani (X3) program PUAP (Y)

  Jumlah tanggungan (X4) Luas lahan (X5)

Gambar 2.3. Pengaruh Karakteristisk Sosial Ekonomi Petani Terhadap Tingkat pengembalian Dana

  Kerangka pemikiran hubungan karakteristik sosial ekonomi (umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, jumlah tanggungan, luas lahan) petani penerima dana PUAP terhadap pengembalian dana program PUAP di Gapoktan A dan Gapoktan B :

  Umur (X1) Tingkat pendidikan (X2)

  Pengembalian dana Pengalaman bertani (X3) program PUAP (Y) Jumlah tanggungan (X4)

  Luas lahan (X5)

Gambar 2.4. Hubungan Karakteristisk Sosial Ekonomi Petani Dengan Tingkat pengembalian Dana

2.4. Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan identifikasi masalah, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Ada perkembangan program PUAP di Kabupaten Karo.

  2. Ada perbedaan tingkat pengembalian dana program PUAP di daerah penelitian.

  3. Ada perbedaan karakteristik sosial ekonomi petani penerima dana PUAP di daerah penelitian (Gapoktan A pengembalian dana lancar dan Gapoktan B pengembalian dana tidak lancar).

  4. Ada perbedaan pengaruh antara karakteristik sosial ekonomi (umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, jumlah tanggungan, luas lahan) petani penerima dana PUAP terhadap tingkat pengembalian dana program PUAP antara Gapoktan A dan Gapoktan B.

  5. Ada perbedaan hubungan karakteristik sosial ekonomi (umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, jumlah tanggungan, luas lahan) petani penerima dana PUAP dengan tingkat pengembalian dana program PUAP antara Gapoktan A dan Gapoktan B.

  6. Dana program PUAP digunakan oleh petani penerima dana program PUAP untuk membeli saprodi, bibit, pupuk, pestisida, dan simpan pinjam.

Dokumen yang terkait

Studi Mengenai Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Hortikultura Kabupaten Karo

0 42 120

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Hubungan Antara Karakteristik Petani Peternak Sapi Dengan Kinerja Penyuluh (Kasus: Desa Ara Condong, Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat)

0 3 11

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Kacang Kedelai

0 1 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Respon Masyarakat terhadap Program Beras Bagi Keluarga Miskin (RASKIN)

2 9 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN - Analisis Finansial Dan Pemasaran Stroberi Di Desa Tongkoh, Kecamatan Dolat Rayat, Kabupaten Karo

0 0 18

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

0 0 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Analisis Perbedaan Pendapatan Usaha Keramba Jaring Apung di Perairan Danau Toba(Studi Kasus: Zona Bandar Saribu, Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horisan, Ka

0 1 12

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Analisis Pencapaian Swasembada Pangan Beras dan Upaya-Upaya yang Dilakukan Di Kabupaten Samosir

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Analisis Efisiensi Faktor Produksi Usaha Tani Kentang (Solanum tuberosum) di Desa Ajibuhara Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo

0 0 23

Studi Mengenai Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Hortikultura Kabupaten Karo

0 0 42