Substitusi Tepung Pisang Awak Masak (Musa Paradisiaca Var. Awak) dan Kecambah Kedelai (Glycine Max) pada Pembuatan Biskuit Serta Daya Terima

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biskuit

  Biskuit adalah produk makanan kering yang dibuat dengan memanggang adonan yang mengandung bahan dasar terigu, lemak, dan bahan pengembang dengan atau tanpa penambahan bahan makanan tambahan lain yang diijinkan (SNI, 1992). Berdasarkan SNI. 01.2973.1992 biskuit dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis seperti berikut ini:

  1. Biskuit Keras Biskuit keras adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar lemak tinggi atau rendah.

  2. Biskuit Crackers

  Crackers adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalaui

  proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya mengarah ke asin dan renyah, serta bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis.

  3. Cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar

  Cookies

  lemak tinggi dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat.

  4. Wafer Wafer adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar, renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga.

  7 Biskuit pada umumnya berwarna coklat keemasan, permukaan agak licin, bentuk dan ukurannya seragam, crumb berwarna putih kekuningan, kering, renyah dan ringan serta aroma yang menyenangkan. Bahan pembentuk biskuit dapat dkelompokkan menjadi dua jenis yaitu bahan pengikat dan bahan perapuh. Bahan pengikat terdiri dari tepung, air, padatan dari susu dan putih telur. Bahan pengikat berfungsi untuk membentuk adonan yang kompak.Bahan perapuh terdiri dari gula, shortening, bahan pengembang, dan kuning telur dikutip oleh (Mervina, 2009) dalam (Matz, 1978).

  Biskuit yang secara umum berlaku di Indonesia memiliki syarat mutu biskuit menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992) seperti pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992 No Kriteria Uji Klasifikasi

  1. Air Maksimum 5%

  2. Protein Minimum 6%

  3. Lemak Minimum 9,5%

  4. Karbohidrat Minimum 70%

  5. Abu Maksimum 2%

  6. Logam Berbahaya Negatif

  7. Serat Kasar Maksimum 0,5%

  8. Kalori (kal/100 gr) Minimum 400

  9. Jenis Tepung Terigu

  10. Bau dan Rasa Normal

  11. Warna Normal

  Sumber: Standar Nasional Indonesia (1992)

2.1.1. Kandungan Gizi Biskuit

  Biskuit dikonsumsi oleh seluruh kalangan usia, baik balita hingga dewasa namun memiliki jenis yang berbeda. Biskuit yang beredar dipasaran memiliki kandungan gizi yang kurang seimbang, kebanyakan memiliki kandungan karbohidrat dan lemak yang tinggi sedangkan protein yang relatif rendah. Kandungan gizi biskuit yang di wajibkan Standar Nasional Indonesia adalah sebagai berikut terdapat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2. Komposisi Zat Gizi Biskuit per 100 Gram Zat gizi Jumlah

  Energy (kkal) 458

  Protein (g) 6,9

  Karbohidrat (g) 75,1

  Lemak (g) 14,4

  Vitamin A (IU) Vitamin B1 (mg)

  0.09 Vitamin C (mg) Kalsium (mg)

  62 Fosfor (mg)

  87 Zat besi (mg)

  3 Sumber: Standar Nasional Indonesia (1992) Berbagai penelitian menjelaskan kandungan gizi biskuit, penelitian

  Febrina (2012), yang berjudul pengaruh penambahan tepung wortel terhadap daya terima dan kadar vitamin A pada biskuit. Berdasarkan penambahan tepung wortel 5%, 15%, 25% terlihat peningkatan kandungan vitamin A dibandingkan dengan pembuatan biskuit dengan Tepung Terigu.

  Pembuatan biskuit dengan penambahan tepung ceker ayam yang dilakukan oleh Ramadhani (2014), menunjukkan semakin banyak tepung ceker ayam yang ditambahkan dalam pembuatan biskuit maka semakin tinggi kandungan kalsium pada biskuit. Kadar kalsium biskuit ceker ayam per 100 gram biskuit ceker ayam 15% yaitu 201,0 mg, pada biskuit ceker ayam 20% yaitu 237,9 mg, pada biskuit

  ceker ayam 25% yaitu 313,6 mg. Dilihat dari hasil ini kadar kalsium pada biskuit ceker ayam meningkat sesuai dengan semakin tinggi konsentrasi tepung ceker

  ayam dalam pembuatan biskuit.

2.1.2. Bahan-Bahan Pembuatan Biskuit

  Bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit dibedakan menjadi bahan pengikat (binding material) dan bahan pelembut (tenderizing material). Bahan pengikat terdiri dari tepung, air, susu bubuk, putih telur, sedangkan bahan pelembut terdiri dari gula, lemak atau minyak (shortening), bahan pengembang, dan kuning telur. Bahan-bahan pembuatan biskuit menurut Faridah (2008), yang dikuitip oleh melisa (2013), antara lain:

  1. Tepung terigu Tepung terigu adalah bahan utama dalam pembuatan biskuit dan mempengaruhi proses pembuatan adonan, fungsi tepung adalah sebagai struktur biskuit. Sebaiknya dalam pembuatan biskuit menggunakan tepung terigu protein rendah (8-9%). Jika menggunakan tepung terigu jenis ini akan menghasilkan kue yang rapuh dan kering merata.

  2. Gula Gula dapat berfungsi untuk memberikan rasa manis, ada beberapa gula yang dapat ditambahkan pada produk makanan diantaranya adalah sukrosa.

  Sukrosa merupakan senyawa disakarida. Secara komersial, sukrosa diproduksi dari tebu dan bit. Berat molekul sukrosa: 342,30 titik cairnya 186ºC.

  3. Telur Telur yang dipakai pada pembuatan kue kering bisa kuning telur, putih telur atau keduanya. Kue yang menggunakan kuning telur saja akan lebih empuk, sebaliknya bila menggunakan putih telur untuk memberi kelembaban, nilai gizi sekaligus membangun struktur kue.

  4. Lemak Lemak yang biasa digunakan dalam pembuatan biskuit adalah yang berasal dari lemak susu (butter) atau dari lemak nabati (margarine). Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan biskuit. Di dalam adonan, lemak memberikan fungsi shortening dan fungsi tesktur sehingga biskuit menjadi lebih lembut. Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai pemberi flavor.

  5. Garam Garam ditambahkan untuk membangkitkan rasa lezat bahan-bahan lain yang digunakan dalam pembuatan biskuit. Sebenarnya jumlah garam yang ditambahkan tergantung kepada beberapa faktor, terutama jenis tepung yang dipakai. Tepung dengan kadar protein yang lebih rendah akan membutuhkan lebih banyak garam karena garam akan memperkuat protein.

  6. Bahan Pengembang Kelompok leavening agents (pengembang adonan) merupakan kelompok senyawa kimia yang akan terurai menghasilkan gas di dalam adonan. Salah satu yang sering digunakan dalam pengolahan biskuit adalah baking powder. Baking powder memiliki sifat cepat larut pada suhu kamar dan tahan selama pengolahan.

  Fungsi bahan pengembang adalah untuk mengembangkan adonan, sehingga menjadi ringan dan berpori, menghasilkan biskuit yang renyah dan halus teksturnya.

  7. Susu Bubuk Susu yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah susu bubuk. Susu bubuk berupa serbuk atau seperti tepung ini memiliki reaksi mengikat terhadap protein tepung. Dalam pembuatan biskuit susu bubuk ini hanya digunakan sekitar 10 gram. Susu bubuk berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma biskuit serta menambah nilai gizi produk.

2.1.3. Proses Pembuatan Biskuit

  Dalam pembuatan biskuit yang baik menurut Muaris (2007), dalam buku nya yang berjudul healthy cooking biskuit sehat, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:

  1. Pilih tepung berprotein rendah dengan jumlah yang tepat. Jumlah tepung yang terlalu banyak akan membuat biskuit bertekstur keras. Sebaliknya, jika tepungnya kurang akan menghasilkan biskuit yang tidak renyah.

  2. Gula juga memegang peran penting, sebaiknya gula diganti dengan bahan yang rendah kalori atau dimodifikasi dengan bahan yang mempunyai cita rasa manis, misalnya gula dari buah-buahan.

  3. Bahan lemak yang biasanya menggunakan margarin, mentega atau minyak.

  Jumlah yang digunakan sesuai dengan kebutuhan kesehatan tubuh.

  4. Telur merupakan bahan pokok dalam pembuatan biskuit, telur dapat menggunakan bagian putih atau kuningnya saja. Jika kuningnya yang digunakan, pilih telur yang dalam pembuatan biskuitnya rendah kolesterolnya.

  5. Bahan pemuai terkadang diperlukan dalam pembuatan kue kering. Bahan ini dapat menjadikan kue bertambah renyah.

  6. Bahan tambahan lain dapat dipadukan agar mengahsilkan kue yang berkualitas. Misalnya susu, kulit jeruk, rempah-rempah, kacang-kacangan, dan lain sebagainya. Sebaiknya pilih susu kedelai yang mempunyai banyak manfaat sebagai penangkal radikal bebas penyebab kanker, menurunkan kolesterol dalam darah, menghindari penyakit jantung koroner, mengurangi tekanan darah tinggi, membantu, mengurangi keluhan pada masa menopause dan mencegah osteoporosis.

  Cara pembuatan biskuit menurut Purwadaria (2014), ditentukan oleh jenis adonannya. Adonan yang lembek akan dibentuk dengan cara disendokkan atau disemprit tetapi adonan yang kalis akan dibentuk dengan cara dicetak atau dibentuk dengan tangan. Adapun resep pembuatan biskuit sebagai berikut:

1. Bahan: a.

  275 gram tepung terigu protein rendah b.

  225 gram margarin c. 125 gram gula tepung d.

  ¼ sendok teh garam e. 1 kuning telur f. 50 gram cornflake, dihaluskan g.

  25 gram susu bubuk h. ½ sendok teh backing powder 2. Cara membuat biskuit, yaitu: a.

  Kocok margarin, gula tepung, dan garam selama 2 menit. Masukkan kuning telur.tambahkan cornflake aduh hingga rata.

  b.

  Masukkan tepung terigu, susu bubuk, dan backing powder. c.

  Giling tipis adonan. Potong persegi panjang berukuran 3x5 cm. Tusuk dengan garpu.

  d.

  Letakkan adonan yang telah dicetak di loyang yang dioles tipis margarin.

  e.

  Panggang dengan suhu 140ºC selama 25 menit sampai matang.

2.2. Pisang Awak

  Pisang awak tergolong pisang yang dapat dimakan langsung setelah masak maupun diolah terlebih dahulu. Pisang jenis ini memiliki panjang sekitar 15 cm dengan diameter 3,7 cm. Dalam satu tandan, jumlah sisir ada 18 yang masing- masing terdiri 11 buah. Bentuk buah lurus dengan pangkal bulat. Warna daging buah putih kekuningan dengan kulit yang tebalnya 0,3 cm. Lamanya buah masak dari saat berbunga adalah 5 bulan menurut Supriyadi dan Suyanti (2008), dikutip oleh (Puspita, 2011).

  Pisang Awak dalam keadaan matang (tua) dimanfaatkan masyarakat untuk makanan tambahan bayi yang telah berusia 6 bulan dibeberapa daerah di Indonesia. Seperti menurut hasil penelitian Puspita (2011), terdapat 83,3 persen bayi di Desa Paloh Gadeng Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara diberikan pisang awak dengan cara dilumatkan, dikerok dan terkadang dicampur bersama nasi. Tradisi ini juga dilakukan oleh sebagian masyarakat di daerah Provinsi Sumatra Utara. Siregar (2011), menemukan sebanyak 69,2 persen bayi di wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Tanjung Balai Utara pernah diberikan pisang awak sebagai MP-ASI. Pisang Awak yang belum matang memiliki 21-25% zat tepung. Jika mengalami pemeraman atau telah matang pada saat di pohon zat tepung berubah menjadi jenis gula. Adapun kandungan gizi yang terdapat pada 100 gram pisang awak dan beberapa jenis pisang lainnya dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3. Komposisi Nilai Zat Gizi Pisang Awak dan Beberapa Jenis Pisang (setiap 100 gram Daging Buah)

  Jenis Pisang Zat Gizi Awak Ambon Mas Raja Raja Sereh

  Protein(g) 1,2 1,2 1,4 1,2 1,2 Lemak(g) 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 Karbohidrat (g) 22,2 25,8 33,6 31,8 31,1 Kadar air (g) 75,6 72 64,2 65,8

  67 Kalsium (mg)

  8

  8

  10

  10

  7 Besi (mg) 0,8 0,5 0,8 0,8 0,3 Vitamin A (IU) 126 146 79 950 112 Energi (kal)

  95 99 127 120 118

  Sumber: Munizar, 1998

2.2.1. Manfaat Pisang Awak

  Pisang awak (Musa paradisiaca var. awak), merupakan buah yang memiliki banyak manfaat, salah satunya sering dimanfaatkan sebagai makanan untuk bayi karena pisang mudah dicerna, sehingga berpotensi untuk dijadikan bahan dasar makanan pendamping ASI. Kandungan serat yang dapat membuat perut merakan kenyang lebih lama. Kandungan air yang banyak pada pisang awak dapat membantu proses metabolisme tubuh.

  Didalam pisang terdapat beberapa vitamin seperti vitamin C yang terdapat 10 mg dalam satu buah pisang selain itu juga terdapat vitamin B. Pada dasarnya vitamin berperan penting dalam tahap metabolisme energi, pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh. Vitamin C berperan dalam penyembuhan luka, patah tulang, pendarahan dibawah kulit dan pendarahan di gusi (Almatsier, 2009)

  Pemanfaatan pisang awak agar tahan lama dapat dilakukan dengan membuatnya menjadi tepung. Berdasarkan hasil penelitian Lubis, Jumirah dan Siagian (2011), proses pembuatan tepung pisang awak yang telah matang dilakukakan dengan menambahkan tepung beras. Ini dilakukan agar mempermudah proses pengeringan dan menghasilkan tepung yang berkualitas baik dan buah pisang yang digunakan adalah pisang awak yang benar-benar masak. Hasil penelitian memberikan kandungan karbohidrat, protein dan lemak masing masing sebesar 61,7%, 5,65%, 1,02%, sedangkan kandungan air dan abu pada tepung pisang awak masak adalah sebesar 5,90% dan 1,09%.

2.3. Kecambah Kedelai

  Kacang kedelai termasuk bahan makanan yang mempunyai susunan zat gizi yang lengkap dan mengandung hampir semua zat-zat gizi yang diperlukan oleh tubuh manusia dalam jumlah yang cukup. Selain itu kedelai dapat juga digunakan sebagai sumber lemak, vitamin, mineral dan serat menurut Koswara (1995) dikutip oleh Jumirah (2010).

  Taoge merupakan istilah untuk menyebut kecambah dari biji kacang hijau, kacang tunggak, atau kedelai. Dalam proses perkecambahan, cadangan bahan makanan diubah menjadi bentuk yang dapat digunakan, baik untuk tumbuhan maupun manusia. Pada saat perkecambahan, terjadi hidrolisis karbohidrat, protein, dan lemak menjadi senyawa yang lebih sederhana, sehingga mudah dicerna. Taoge mengalami peningkatan jumlah protein dan vitamin, sedangkan kadar lemaknya mengalami penurunan. Peningkatan zat gizi mulai tampak setelah 24-48 jam masa perkecambahan (Astawan, 2009).

  Kandungan zat gizi pada kecambah kedelai menurut beberapa penelitian seperti pada penelitian Nuri Andarwulan et al., yang dikutip oleh Jumirah (2013), yang membuat kecambah kedelai menjadi tepung mengandung kadar air sebesar 4,59%, abu sebesar 4,21%, protein sebesar 40,49%, lemak sebesar 24,09% dan karbohidrat sebesar 26,62%. Kandungan protein yang tinggi terdapat dalam tepung kecambah kedelai. Pada tabel 2.5 terdapat perbandingan komposisi zat gizi pisang awak dan kecambah kedelai.

Tabel 2.4. Komposisi Zat Gizi dalam Pisang Awak Masak dan Kecambah Kedelai Mentah dalam 100 g Bahan Komposisi Gizi Pisang Awak Masak Kecambah Kedelai Mentah

  Energi 92 122 Protein 1 13,1 Lemak 0,5 6,7

  Karbohidrat 23,4 9,6 Serat 2,4 0,8 Vitamin: Vit A

  8

  1 Vit C

  9

  15 Vit B1 0,05 0,34 Vit B2 0,1 0,12 Niacin 0,5 1,1 Vit B6 0,58 0,18 Folate 19 172 Vit B12 Pantotenat 0,26 0,93 Mineral: Kalsium

  6

  67 Posfor 20 164 Magnesium

  29

  72 Kalium 396 484 Natrium

  1

  14 Zat besi (Fe) 0,3 2,1 Seng (Zink) 0,2 1,2 Tembaga (Cu) 0,1 0,43 Mangaan (Mn) 0,15 0,7 Asam Amino Esensial: Triptofan

  12 159 Treonin 34 503 Iso leusin 33 580 Leusin 71 938 Lisin 48 752 Metionin 11 138 Sistein 17 157 Fenil alanin 38 641 Tirosin 24 477 Valin 47 620 Arginin 47 905 Histidin 81 348

  Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan (Depkes R.I., 1995)

2.3.1. Manfaat Kecambah Kedelai

  Bentuk kecambah mempunyai vitamin lebih banyak dibandingkan dengan bentuk bijinya. Selama pembentukan kecambah, kadar vitamin B meningkat 2,5 sampai 3 kali lipat. Demikian juga dengan vitamin E, mengalami peningkatan dari 24-230 mg per 100 gram biji kering menjadi 117-662 mg per 100 g kecambah.

  Vitamin C yang tidak terdapat dalam biji kedelai, mulai terbentuk pada hari pertama berkecambahan hingga mencapai 12 mg per 100 gram setelah 48 jam (Gunawan, 2009).

  Protein yang terkandung di dalam kecambah kedelai dapat menjadi salah satu pembentuk antibodi di dalam tubuh. Tingginya tingkat kematian pada anak yang menderita gizi kurang atau gizi buruk disebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap penyakit. Sementara itu adanya protein yang tinggi didalam tubuh dapat mengangkut zat-zat gizi dari saluran cerna kedalam darah, dari darah ke jaringan-jaringan, dan melalui membran sel kedalam sel-sel. (Almatsier, 2009).

  Kedelai merupakan kacang-kacangan yang bermanfaat bagi kesehatan. Kedelai memiliki kadar protein yang tinggi yaitu rata-rata 35% bahkan pada varietas unggul dapat mencapai 40-44%. Protein kedelai memiliki susunan asam amino esensial yang lengkap, serta daya cerna yang sangat baik. Asam amino pada kedelai adalah metionin dan sistein sedangkan lisin dan treonin sangat tinggi.

  Kedelai juga mengandung lemak 18-20%, 85% diantaranya merupakan asam lemak tidak jenuh. Lemak kedelai mengandung asam lemak esensial yaitu asam linoleat (omega 6) serata asam linolenat (omega 3) sehingga memberi pengaruh yang sangat berarti bagi kesehatan (Astawan, 2009).

2.4. Penilaian Uji Daya Terima

  Penilaian organoleptik yang disebut juga penilaian indera atau penilaian sensorik. Metode penilaian ini banyak digunakan karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Dalam beberapa hal, penilaian dengan indera memiliki ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan alat ukur yang paling sensitif menurut Soekarto (1985) yang dikutip oleh Susiwi (2009).

  Salah satu cara pengujian organoleptik adalah dengan metode uji pencicipan. Uji pencicipan menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau kualitas suatu bahan yang disukai. Pada uji pencicipan dapat dilakukan menggunakan panelis yang belum berpengalaman. Dalam kelompok uji pencicipan ini termasuk uji kesukaan (hedonik).

  1. Warna Faktor yang mempengaruhi suatu bahan makanan antara lain tekstur, warna, cita rasa, dan nilai gizinya. Sebelum faktor-faktor yang lain dipertimbangkan secara visual. Faktor warna lebih berpengaruh dan kadang- kadang sangat menentukan suatu bahan pangan yang dinilai enak, bergizi dan teksturnya sangat baik, tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak indah dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya.

  2. Aroma Aroma dapat didefinisikan sebagai suatu yang dapat diamati dengan indera pembau untuk data menghasilkan aroma, zat harus dapat menguap, sedikit larut dalam air dan sedikit larut dalam lemak. Senyawa berbau sampai ke jaringan pembau dalam hidung bersama-sama dengan udara. penginderaan cara ini memasyarakatkan bahwa senyawa berbau bersifat atsiri.

  3. Tekstur Tekstur adalah faktor kualitas makanan yang paling penting, sehingga memberikan kepuasan terhadap kebutuhan kita. Oleh indera itu, kita menghendaki makanan yang mempunyai rasa dan tekstur yang sesuai dengan yang kita harapkan, sehingga bila kita membeli makanan, maka pentingnya nilai gizi biasanya ditempatkan pada mutu setelah harga, tekstur dan rasa.

  4. Rasa Rasa merupakan faktor yang cukup penting dari suatu makanan.

  Komponen yang dapat menimbulkan rasa yang diinginkan tergantung senyawa penyusunnya. Umumnya bahan pangan tidak hanya terdiri dari satu macam rasa yang terpadu sehingga menimbulkan cita rasa makanan yang utuh. Perbedaan penilaian penelis terhadap rasa dapat diartikan sebagai penerimaannya terhadap flavor atau cita rasa yang dihasilkan oleh kombinasi bahan yang digunakan.

  Pada uji hedonik, panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan. Disamping panelis mengemukakan tanggapan suka, senang atau kebalikannya, mereka juga mengemukaan tingkat kesukaannya. Tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik. Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan menurut skala rentangan yang dikehendaki. Skala hedonik dapat juga diubah menjadi skala numerik dengan angka mutu menurut tingkat kesukaan (Setyaningsih, 2010).

2.5. Panelis

  Menurut Rahayu (1998), yang dikuitip oleh Melisa (2013), dalam penilaian organoleptik dikenal tujuh macam panel, yaitu panel perseorangan, panel terbatas, panel terlatih, panel agak terlatih, panel tidak terlatih, panel konsumen dan panel anak-anak. Perbedaan ketujuh panel tersebut didasarkan pada keahlian dalam melakukan penilaian organoleptik.

  1. Panel Perseorangan Panel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang sangat intensif. Panel perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisa organoleptik dengan sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini adalah kepekaan tinggi, bisa dapat dihindari, penilaian efisien. Panel perseorangan biasanya digunakan untuk mendeteksi penyimpangan yang tidak terlalu banyak dan mengenali penyebabnya.

  2. Panel Terbatas Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi sehingga bias lebih dapat dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktor- faktor dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan pengaruh bahan baku terhadap hasil akhir.

  3. Panel Terlatih Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik. Untuk menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan- latihan. Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga tidak terlampau spesifik.

  4. Panel Agak Terlatih Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumya dilatih untuk mengetahui sifat-sifat tertentu. Panel agak terlatih dapat dipilih dari kalangan terbatas dengan menguji datanya terlebih dahulu. Sedangkan data yang sangat menyimpang boleh tidak digunakan dalam keputusannya.

  5. Panel Tidak Terlatih Panel tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih berdasarkan jenis suku-suku bangsa, tingkat sosial dan pendidikan. Panel tidak terlatih hanya diperbolehkan menilai sifat-sifat organoleptik yang sederhana seperti sifat kesukaan, tetapi tidak boleh digunakan dalam uji pembedaan. Panel tidak terlatih biasanya terdiri dari orang dewasa dengan komposisi panelis pria sama dengan panelis wanita.

  6. Panel Konsumen Panel konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang tergantung pada target pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum dan dapat ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.

  7. Panel Anak-anak Panel yang khas adalah panel yang menggunakan anak-anak berusia 3-10 tahun. Biasanya anak-anak digunakan sebagai panelis dalam penilaian produk- produk pangan yang disukai anak-anak seperti permen, es krim dan sebagainya. Cara penggunaan panelis anak-anak harus bertahap yaitu dengan pemberitahuan atau dengan bermain bersama, kemudian dipanggil untuk diminta responnya terhadap produk yang dinilai dengan alat bantu gambar seperti boneka snoopy yang sedang sedih, biasa atau tertawa.

2.6. Kerangka Konsep

  Tepung pisang Cita rasa biskuit awak

  (aroma, rasa, warna dan tekstur) Biskuit

  Tepung kecambah Kandungan zat gizi kedelai biskuit

Gambar 2.1. Kerangka Konsep

  Bagan di atas menunjukkan bagaimana tepung pisang awak dan kecambah kedelai dimodifikasi menjadi biskuit mempengaruhi daya terima dengan penilaian berdasarkan indikator warna, aroma, rasa serta tekstur dan kandungan gizi biskuit.

Dokumen yang terkait

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Faktor Risiko Penyebab Kejadian Gizi Lebih pada Mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Yayasan Vala Agatha Pematangsiantar Tahun 2013

0 0 8

Faktor Risiko Penyebab Kejadian Gizi Lebih pada Mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Yayasan Vala Agatha Pematangsiantar Tahun 2013

0 0 17

Hubungan Dukungan Sosial keluarga dengan Stres pada Pasien Stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan

0 0 40

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.Konsep Dukungan Sosial Keluarga 1.1. Defenisi Dukungan Sosial - Hubungan Dukungan Sosial keluarga dengan Stres pada Pasien Stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan

0 0 19

Hubungan Dukungan Sosial keluarga dengan Stres pada Pasien Stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan

1 0 14

Hubungan Pola Makan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) pada Siswa SMAN 2 Balige yang Tinggal di Kost

0 0 13

Gambaran Simtom Ansietas dan Depresi pada pasien Diabetes Melitus tipe-2 di Instalasi Rawat Jalan Divisi Endokrin dan Metabolik RSUP.H Adam Malik Medan

0 0 12

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus 2.1.1. Definisi - Gambaran Simtom Ansietas dan Depresi pada pasien Diabetes Melitus tipe-2 di Instalasi Rawat Jalan Divisi Endokrin dan Metabolik RSUP.H Adam Malik Medan

0 0 9

Gambaran Simtom Ansietas dan Depresi pada pasien Diabetes Melitus tipe-2 di Instalasi Rawat Jalan Divisi Endokrin dan Metabolik RSUP.H Adam Malik Medan

0 0 18

Substitusi Tepung Pisang Awak Masak (Musa Paradisiaca Var. Awak) dan Kecambah Kedelai (Glycine Max) pada Pembuatan Biskuit Serta Daya Terima

0 0 20