Asuhan Keperawatan pada Tn. D dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Eliminasi Urine di RSUP H. Adam malik Medan

BAB II PENGELOLAAN KASUS A. Konsep Dasar Kebutuhan Eliminasi Urine 1. Defenisi Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh. Pembuangan dapat melalui urine ataupun bawel. Eliminasi urine normalnya adalah

  pengeluaran cairan. Proses pengeluaran ini sangat bergantung pada fungsi-fungsi organ eliminasi urine seperti ginjal, ureter, bladder dan uretra. Ginjal memindahkan air air dari darah dalam bentuk urine. Ureter mengalirkan urine ke bladder. Bladder urine ditampung sampai mencapai batas tertentu yang kemudian dikeluarkan melalui uretra (Tarwoto dan Hartonah, 2006).

2. Anatomi dan Fisiologi Eliminasi urine tergantung kepada fungsi ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra.

  Semua organ sistem perkemihan harus utuh dan berfungsi dengan baik, supaya urine berhasil di keluarkan dengan baik (Potter & Perry, 2005).

  Berikut diuraikan anatomi dan fisiologi organ sistem perkemihan menurut Hidayat (2006).

  a.

  Ginjal Ginjal adalah organ berbentuk kacang berwarna merah tua, panjang 12,5 cm dan tebalnya 2,5 cm. Beratnya kurang lebih 125 sampai 175 gram pada laki-laki dan 115-155 gram pada wanita. Ginjal terletak pada bagia belakang rongga abdomen bagian atas setinggi vertebrata thorakal 11 dan 12, ginjal dilindungi oleh otot-otot abdomen, jaringan lemak atau kapsul adiposa. Nefron merupakan unut struktural dan fungsional ginjal. 1 ginjal mengandung 1 sampai 4 juta nefron yang merupakan unit pembentuk urine. Proses filtrasi, absorbsi dan sekresi dilakukan di nefron. Filtrasi terjadi di glomerulus yang merupakan yang merupakan gulungan kapiler dan dikelilingi kapsul epitel berdinding ganda yang disebut kapsul bowman.

  Fungsi utama ginjal adalah mengeluarkan sisa nitrogen, toksin, ion dan obat-obatan, mengatur jumlah dan zat-zat kimia dalam tubuh, mempertahankan keseimbangan antara air dan garam-garam serta asam dan basa, menghasilkan renin, enzim untuk membantu pengaturan tekanan darah, menghasilkan hormon eritropoitin yang menstimulasi pembentukan sel-sel darah merah di sum-sum tulang dan membantu dalam pembentukan vitamin D.

  b.

  Ureter Setelah urine terbentuk kemudian akan di alirkan ke pelvis ginjal lalu ke bladder melalui ureter. Panjang ureter pada orang dewasa antara 26 sampai 30 cm dengan diameter 4 sampai 6 mm. Setelah meninggalkan ginjal, ureter berjalan ke bawah dibelakang peritoneum ke dinding bagian belakang kandung kemih. Lapisan tengah ureter terdiri atas otot-otot yang di stimulasi oleh transmisi impuls elektrik berasal dari saraf otonom. Akibat gerakan peristaltik ureter maka urine di dorong ke kandung kemih.

  c.

  Kandung kemih Kandung kemih merupakan tempat penampungan urine, terletak di dasar panggul pada daerah retroperitoneladan terdiri atas otot-otot yang dapat mengecil.

  Kandung kemih terdiri atas dua bagian fundus atau body yang merupakan otot lingkar, tersusun dari otot detrusor danbagian leher yang berhubungan langsung dengan uretra. Pada leher kandung kemih terdapat spinter interna. Spinter ini di kontrol oleh sistem saraf otonom. Kandung kemih dapat menampug 300 sampai 400 ml urine.

  d.

  Uretra Merupakan saluran pembuangan urine yang langsung keluar dari tubuh. Kontrol pengeluaran urine terjadi karena adanya spinter kedua yaitu spinter eksterna yang dapat di kontrol oleh kesadaran kita. Panjang uretra wanita lebih pendek yaitu 3,7 cm sedangkan pria 20 cm. Sehingga pada wanita lebih sering beresiko terjadinya infeksi saluran kemih.

3. Masalah-masalah eliminasi urine

  Pasien yang memiliki masalah perkemihan paling sering mengalami gangguan dalam aktivitas berkemihnya. Gangguan ini diakibatkan oleh kerusakan fungsi kandung kemih, adanya obstruksi pada aliran urine yang mengalir, atau ketidakmampuan mengontrol berkemih (Potter & Perry, 2005) sehingga muncul masalah-masalah eliminasi seperti dibawah ini (Hidayat, 2006): a.

  Retensi Urine Merupakan penumpukan urine dalamm bladder dan ketidak mampuan bladder untuk mengosongkan kandung kemih. Penyebab distensi bladder adalah urin yang terdapat dalam bladder melebihi 400 ml. Normalnya adalah 250-450 ml.

  b.

  Inkontinensia urine Adalah ketidakmampuan otot spinter eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urine.

  c.

  Enuresis Merupakan ketidaksanggupan menahan kemih yang diakibatkan ketidakmampuan untuk mengendalikan spinter eksterna. Biasanya terjadi pada anak-anak atau pada orang jompo.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine

  Banyak faktor yang mempengaruhi volume dan kualitas urine serta kemampuan klien untuk berkemih (Hidayat, 2006).

  a.

  Diet dan asupan Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang memengaruhi output atau jumlah urine. Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk.

  Selain itu, kopi juga dapat eningkatkan pembentukan urine.

  b.

  Respons keinginan awal untuk berkemih Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebabakan urine banyak tertahan di vesika urinaria sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah pengeluaran urine.

  c.

  Gaya hidup Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi, dalam kaitannya dengan ketersediaan fasilitas toilet.

  d.

  Stres psikologis Meningkatnya stres dapat mengakibatkan seringnya frekuensi keinginan berkemih.

  Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkeinginan berkemih dan jumlah urine yang dihasilkan.

  e.

  Tingkat aktivitas Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi sfingter. Hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan kemampuan pengontrolan berkemih menurun dan kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.

  f.

  Tingkat perkembangan Tingkat pertumbuhan dan perkembangan dapat mempengaruhi pola berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih memiliki kecenderungan untuk mengalami kesulitan mengontrol uang air kecil. Namun dengan bertambahnya usia kemampuan untuk mengontrol buang air kecil semakin meningkat.

  g.

  Kondisi penyakit Kodisi penyakit tertentu seperti diabetes melitus, ginjal dan lain-lain dapat memengaruhi produksi urine.

  h.

  Sosiokultural Budaya dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya kultur masyarakat yang melarang buang air kecil di tempat tertentu. i.

  Kebiasaan seseorang Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet dapat mengalami kesulitan untuk berkemih dengan melalui urinal atau pot urine bila dalam keadaan sakit. j.

  Tonus otot Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses berkemih adalah kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontaksi pengontrolan pengeluara urine. k.

  Pengobatan Efek pengobatan menyebabkan peningkatan atau penurunan jumlah urine.

  Misalnya pemberian diuretik hormon dapat menigkatkan jumlah urine sedangkan pemberian obat antikolinergik atau antihipertensi dapat menyebabkan retensi urine.

5. Perubahan Pola Eliminasi urine

  Pola eliminasi urine sangat tergantung pada individu, biasanya miksi setelah bekerja, makan atau bangun tidur. Normalnya miksi dalam satu hari sekitar 5 kali. Perubahan pola eliminasi urine merupakan keadaan seseorang yang mengalami gangguan pada eliminasi urine, disebabkan oleh multiple (obstruksi anatomis), kerusakan motorik sensorik dan infeksi saluran kemih. Hal itu lah yang mempengaruhi perubahan pola eliminasi (Hidayat, 2006).

  Warna urine normal adalah kuning terang karena adanya pigmen urochrome. Namun demikian, warna urine tergantung pada intake cairan, keadaan dehidrasi konsentrasinya menjadi pekat dan kecoklatan, penggunaan obat-obat tertentu seperti multivitamin dan preparat besi maka urine akan berubah menjadi kemerahan sampai kehitaman. Bau urine normal adalah bau khas amoniak yang merupakan hasil pemecahan urea oleh bakteri. Pemberian pengobatan akan memengaruhi bau urine (Tarwoto dan Hartonah, 2006). Menurut Hidayat (2006), pola eliminasi terdiri dari: a.

  Frekuensi Frekuensi merupakan banyaknya jumlah berkemih dalam sehari. Peningkatan frekuensi berkemih dikarenakan meningkatnya jumlah cairan yang masuk.

  Frekuensi yang tinggi tanpa suatu tekanan asupan cairan dapat disebabkan oleh sistisis. Frekuensi tinggi dapat ditemukan juga pada keadaan stres atau hamil.

  b.

  Urgensi Urgensi adalah perasaan seseorang untuk berkemih, takut mengalami inkontinensia jika tidak berkemih. Pada umumya terjadi pada anak-anak karena memiliki kemampuan buruk dalam mengontrol sfingter.

  c.

  Disuria Disuria adalah keadaan rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal ini sering ditemukan pada penyakit infeksi saluran kemih, trauma pada vesika urinaria dan striktur uretra.

  d.

  Poliuria Poliuria merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, tanpa adanya peningkatan asupan cairan. Hal ini biasanya ditemukan pada penderita diabetes melitus, defisiensi anti diuretik hormon (ADH), dan penyakit ginjal kronik.

  e.

  Urinaria Supresi Urinaria supresi adalah berhentinya produksi urine secara mendadak. Secara normal, urine diproduksi oleh ginjal pada kecepatan 60-120 ml/jam secara terus- menerus.

6. Asuhan Keperawatan a.

  Pengkajian Untuk mengidentifikasi masalah eliminasi urine dan mengumpulkan data guna menyusun suatu rencana keperawatan, perawat perlu melakukan pengkajian keperawatan. Menurut Tarwoto dan Hartonah (2006) hal-hal yang perlu di kaji adalah sebagai berikut:

  1) Riwayat keperawatan a.

  Pola berkemih b. Gejala dari perubahan berkemih c. Faktor yang mempengaruhi berkemih

  2) Pemeriksaan fisik

  Pada abdomen perlu diperiksa pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena, distensi bladder, pembesaran ginjal, nyeri tekan, tenderness, bising usus. Pada genitalia wanita perlu dilakukan pemeriksaaan inflamasi, nodul, lesi, adanya sekret dari meatus, keadaan atropi jaringan vagina dan pada genitalia laki-laki periksa kebersihan, adanya lesi, tenderness, adanya pembesaran skrotum. 3)

  Intake dan output cairan Lakukan pengkajian intake dan output cairan dalam satu hari, kebiasaan minum di rumah dan intake, cairan infus, oral, makanan, NGT kemudian kaji perubahan volume urine untuk mengetahui ketidak seimbangan cairan. Lakukan pengkajian output urine dari urinal, cateter bag, drainage, ureterostomi, sistostomi dan periksa karakteristik urine seperti : warna, kejernihan, bau dan kepekatan. 4)

  Pemeriksaan diagnostik Untuk data yang lebih lengkap dan akurat perhatikan pemeriksaan diagnostik pada urine, seprti warna normalnya adalah jernih kekuningan, penampilan urine normalnya jernih, bau beraroma, Ph normalnya 4,5-8,0, berat jenis normalnya 1,005-1,030, glukosa normalnya tidak terdapat pada urine dan tidak terdapat keton pada urine normal.

  b.

  Diagnosa Keperawatan Setelah melakukan pengkajian, dalam bukunya Tarwoto dan Hartonah (2006) juga merumuskan diagnosa yang muncul dan intervensi yaitu:

  Gangguan pola eliminasi urine yang kemungkinan berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, spasme bladder, trauma pelvic, infeksi saluran kemih trauma medulla spinalis. Kemungkinan data yang ditemukan adalah adanya inkontinensia, keinginan berkemih yang segera, sering ke toilet, menghindari minum, spasme bladder dan setiap berkemih kurang dari 100 ml atau lebih dari 550 ml. Tujuan yang diharapkan adalah klien dapat mengontrol pengeluaran urine setiap 4 jam, tidak ada tanda-tanda retensi dan inkontinensia urine kemudian klien berkemih dalam keadaan rileks.

  c.

  Intervensi Keperawatan Berdasarkan diagnosa keperawatan yang diperoleh, menurut Tarwoto dan Hartonah (2003) perlu dilkukan intervensi yang rasional yang terdapat dalam tabel dibawah ini: Intervensi Rasional 1.

  1. Monitor keadaan bladder setiap Membantu mencegah distensi 2 jam atau komplikasi.

  2.

  2. Tingkatkan aktivitas dengan Meningkatkan kekuatan otot kolaborasi dokter/fisioterapi ginjal dan fungsi bladder.

  3.

  3. Kolaborasi dalam bladder Menguatkan otot dasar pelvis. training. 4. menghindari

  Mengurangi/ 4. inkontinensia. Hindari faktor pencetus inkontinensia urine seperti

  5. Mengatasi faktor penyebab. cemas.

  6. Meningkatkan pengetahuan dan 5. diharapkan pasien lebih

  Kolaborasi dalam pengobatan dan kateteraisasi. kooperatif.

  6. Jelaskan tentang pengobatan, kateter, penyebab dan tindakan lainnya. B.

  Pengkajian Pasien di Rumah Sakit Berdasarkan penugasan dan sesuai dengan jadwal mahasiswa praktek di rumah sakit, pada tanggal 17 Juli 2013 mahasiswa melakukan pengkajian keperawatan pada pasien

  Tn.D. Berikut deskripsi dari hasil pengkajian yang dilakukan dan secara lengkap terdapar di lampiran 1.

  1. Biodata Seorang laki-laki Tn.D, berusia 67 tahun dan telah menikah, agama Kristen. Tn. D adalah seorang Pegawai Negeri dengan pendidikan terakhir adalah SMA, tinggal di

  Swadaya, Gg. Sehati, Medan. Pada tanggal 15 Juni 2013 dirawat di ruangan RA2, kamar III-2, dengan nomor rekam medik 00.29.54.69. tahun 2012 pasien pernah operasi ginjal dengan diagnosa batu ginjal.

  2. Keluhan Utama Dalam pengkajian yang dilakukan pasien mengatakan sangat terganggu dengan kondisinya, setiap hari BAK lebih dari 20 kali, nyeri pada bagian kelamin saat BAK

  ,mengejan saat BAK, dengan urin yang keluar sedikit-sedikit. Selain itu pasien juga merasakan nyeri di bagian pinggang bagian belakang, hal ini dialami pasien sekitar seminggu terakhir sebelum masuk rumah sakit.

  3. Riwayat Kesehatan Sekarang Pasien sering merasa sakit di bagian pinggang belakang nyeri tersebut menyebar hingga punggung dan akan semakin terasa nyeri jika banyak beraktivitas khususnya apabila BAK. Jika pasien merasa nyeri, biasanya pasien langsung istirahat di tempat tidur. Saat melakukan pengkajian didapati nyeri dengan skala 6 (0-10). Jika dilihat dari ekspresi wajah nya, ada rasa kesakitan yang ditahan oleh pasien dan terkadang pasien mengeluh kannya. Nyeri ada sudah sejak setahun yang lalu sebelum pasien di operasi ginjal, setelah di operasi satu bulan terakhir nyeri itu kembali lagi dengan waktu yang berkala, sementara dalam seminggu terakhir ini nyeri semakin sering.

  4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu Penyakit yang pernah dialami pasien adalah tumor di kaki kanan dan kiri, batu ginjal. Sebelum dilakukan tindakan medis dan di bawa ke rumah sakit biasanya pasien di urut atau melakukan kompres air hangat jika merasakan nyeri pada bagian pinggangnya. Kemudian dibawa ke rumah sakit dan dilakukan pengobatan medis.

  Pasien juga pernah dirawat/dioperasi dengan penyakit yang dialami pasien. Operasi tumor di kaki dan ginjal sekitar setahun yang lalu.

  Setelah dilakukan tindakan operasi pasien dirawat hampir dua minggu pemuliha di rumah sakit, selain itu pasien juga sering bolak balik dan dirawat di rumah sakit dan selama perawatan, tidak ada didapati alergi pada pasien.

  5. Riwayat Kesehatan Keluarga Saat melakukan pengkajian didapati tidak ada riwayat penyakit dari orangtua pasien, saudara kandung juga tidak ada yang pernah mengalami penyakit seperti yang di derita pasien dan tidak ada juga riwayat keturunan dari keluarga yang lain.

  6. Pemeriksaan Fisik Secara umum didapati pasien sadar dan dapat diajak komunikasi dengan baik, dengan suhu tubuh 36,8 C, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, pernafasan

  24x/ menit, skala nyeri 6 (0-10), TB 160 cm dan BB 64 Kg. Dalam melakukan pengkajian dilakukan juga pemeriksaan Head to toe untuk memperoleh data pemeriksaan fisik lebih lengkap. Dalam pemeriksaan kepala dan rambut didapati bentuk kepala simetris, tidak ada benjolan pada ubun-ubun, kebersihan kepala kurang terjaga karena pasien tidak cuci rambut saat dirawat di rumah sakit. Rambut tumbuh merata, dengan bau rambut yang tidak enak, kulit kepala tidak bersih dan berminyak.

  Pada pemeriksaan wajah warna kulit tampak kuning langsat dengan struktur wajah oval dan simetris. Mata lengkap dan simetris, palpebra merah, lembab, konjungtiva merah, sklera coklat muda, pupil merah dan coklat muda, kornea bulat merata, iris simetris berbatas jelas, ketajaman penglihatan baik tekanan bola mata baik.

  Pada pemeriksaan hidung, tulang hidung tepat di tengah, posisi septum nasi simetris, lubang hidung normal, bersih dan tidak ada sumbatan, tidak ada pernafasa cuping hidung. Bentuk daun telingan normal, dan simetris, ukuran telinga simetris kiri dan kanan, lubang telinga paten dan bersih, ketajaman pendengaran baik.

  Pada pemeriksaan mulut dan faring didapati bahwa bibir tidak kering, keadaan gusi baik, gigi sehat, keadaan lidah bersih tidak ada jamur, pita suara baik. Posisi trachea normal, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, suara normal. Tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada distensi vena jugularis, denyut nadi karotis teraba.

  Pada pemeriksaan integumen kebersihan integumen kurang terjaga dengan baik karena pasien tidak bisa mandi seperti biasa. Akral hangat, warna kulit normal, tidak ada cianosis, turgor kulit baik, CRT < 2 detik, kelembaban kulit baik, kelainan pada kulit tidak ada kelainan pada kulit. Pada pemeriksaan thoraks/dada normal, simetris, pernafasan (frekuensi, irama) 24kali / menit dan tidak ada tanda kesulitan saat bernafas. Saat palpasi pemeriksaan paru gerak dada tampak normal,suara perkusi resonan dan saat auskultasi suara nafas vesikuler.

  Pada pemeriksaan jantung tidak didapati cianosis, tampak denyut jangtung pada celah intercosta 4, 5, 6 sebelah kiri, pulsasi teraba, suara dullnes saat perkusi, bunyi jantung 1 dan 2 normal, tidak ada bunyi tambahan. Abdomen terlihat normal, simetris, tidak ditemukan benjolan, ada nyeri saat di tekan.

  Pada pemeriksaan muskoloskeletal (kesimetrisan, kekuatan otot, edema) otot tampak simetris, tidak ada edema, namun pasien mengalami penurunan kekuatan otot ekstremitas bawah.

  7. Pola kebiasaan sehari-hari Pasien biasa makan 3 kali sehari (pagi, siang, malam), namun sejak di rawat di rumah sakit pasien sering tidak selera makan, tidak terdapat nyeri ulu hati, tidak ada alergi makanan pasien, saat makan kadang terasa mual. Jumlah makanan satu piring setiap makan namun sering tidak dihabiskan, jenis makanan lembek.

  Biasanya pasien minum sekitar 3 sampai 4 liter tiap hari, namun pasien lebih banyak konsumsi teh manis dan air gula tiap hari. Tidak ada kesulitan menelan saat makan dan minum.

  8. Perawatan diri/personal hygine Tubuh pasien tampak bersih, kebersihan gigi dan mulut juga terjaga, kuku, kaki dan tangan tampak bersih.

  9. Pola kegiatan / aktivitas Pasien tidak dapat melakukan aktivitas mandiri dalam memenuhi kebutuhan dasar. Untuk mandi, makan, eliminasi, ganti pakaian, tidak bisa dilakukan secara mandiri namun dilakukan dengan bantuan keluarga dan perawat. Selama dirawat di rumah sakit pasien merasa kesulitan dalam melakukan aktivitas ibadah, namun pasien tetap mau berdoa, misalnya saat mau makan.

  10. Pola Eliminasi Pasien sudah dua hari tidak BAB, hari ke tiga di rumah sakit pasien BAB dengan karakteristik feses keras dan sedikit namun tidak ada perdarahan dan juga tidak ada diare. Pasien BAK lebih dari 20 kali per hari dengan karakteristik urine kuning pekat dan pasien merasa nyeri pada kelamin saat BAK, pasien merasa kesulitan dalam BAK, bahkan sampai mengejan untuk mengeluarkan urine. Terdapat riwayat penyakit batu ginjal. Untuk mengatasi masalah pasien minum banyak dan makan makanan berserat tinggi.

  C.

  Masalah Keperawatan dan Analisa data Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 17 Juli 2013 dari data-data yang diperoleh dilakukan analisa data dengan mengelompokkan data objek dan data subjek. Dari analisa data yang dilkukan ditemukan tiga masalah keperawatan yaitu: gangguan pola eliminasi, nyeri, dan resiko tinggi cedera. Secara lengkap terdapat pada lampiran 2.

  D.

  Diagnosa Keperawatan Masalah keperawatan kemudian dirumuskan dalam bentuk diagnosa keperawataan berdasarkan keterkaitan dan faktor-faktor yang menandai masalah yaitu data subjek dan data objek yang telah di kaji. Dari hasil perumusan diperoleh tiga diagnosa yaitu:

  1. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh batu ditandai dengan inkontinensia dan urgensi.

  2. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan ditandai dengan pasien tampak gelisah, merintih dan fokus pada diri sendiri.

  3. Resiko cedera pada pasien berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis yaitu penurunan kekuatan otot tungkai bawah ditandai dengan pasien tidak pakai kateter, pispot melainkan ke toilet.

  E.

  Perencanaan Keperawatan dan Rasional Setelah melakukan pengkajian keperawatan, dari data yang diperoleh dilakukan analisa dan menemukan masalah-masalah keperawatan kemudian dirumuskan dalam diagnosa keperawatan. Pada saat itu juga perawat melakukan perencanaan tindakan keperawatan untuk memberi asuhan keperawatan kepada Tn.

  D. Perencanaan keperawatan dan rasional dari setiap diagnosa dapat dilihat di tabel berikut:

Tabel 2.1. Perencanaan tindakan keperawatan dengan diagnosa gangguan pola eliminasi berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh batu ditandai dengan inkontinensia dan

  urgensi. No Perencanaan Keperawatan Dx Dx. 1 Tujuan: 1.

  Membantu mencegah distensi atau komplikasi Kriteria hasil: 1.

  Pasien berkemih dengan jumlah normal dan pola yang normal.

2. Pasien tidak mengalami tanda obstruksi.

  Rencana Tindakan Rasional 1.

  1. Monitor keadaan Membantu mencegah distensi atau bladder setiap 2 jam komplikasi.

  2.

  2. Tingkatkan aktivitas Meningkatkan kekuatan otot ginjal dan dengan kolaborasi fungsi bladder. dokter/fisioterapi.

  3. Menguatkan otot dasar pelvis.

  3.

  4. Kolaborasi dalam Mengurangi/menghindari bladder training. inkontinensia.

  4.

  5. Hindari faktor pencetus Mengatasi faktor penyebab. inkontinensiaurine 6. pengetahuan dan

  Meningkatkan seperti cemas. diharapkan pasien lebih kooperatif.

  5. Kolaborasi denga dokter dalam pengobatan dan kateterisasi.

  6. Jelaskan tentang : pengobatan, kateter, penyebab, dan tindakan lainnya.

Tabel 2.2. Perencanaan tindakan keperawatan dengan diagnosa nyeri berhubungan dengan trauma jaringan ditandai dengan pasien tampak gelisah, merintih dan fokus pada diri

  sendiri. No Dx

  Perencanaan Keperawatan Dx. 2 Tujuan: 1.

  Pasien dapat mengontrol nyeri dengan relaksasai. Kriteria hasil: 1.

  Pasien tampak rileks dan tidur tepat. Rencana Tindakan Rasional 1.

  Catat lokasi, lamanya intensitas(skala 0-10) dan penyebaran. Perhatikan tanda non verbal, contoh peninggian TD dan nadi, gelisah, merintih dan menggelepar.

  2. Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan ke staf terhadap perubahan kejadian/karakteristik nyeri.

  3. Berikan tindakan nyaman, contoh pijatan punggung, lingkungan istirahat.

  4. Dorong / bantu dengan ambulasi sering sesuai indikasi dan pemasukan cairan sedikitnya 3-4 L/hari dalam toleransi jantung. Perhatikan keluhan 1.

  Membantu mengevaluasi tempaat obstruksi dan kemajuan gerakan kalkulus, nyeri pinggang sering menyebar ke punggung, lipat paha, genitalia sehubungan dengan proksimitas saraf pleksus dan pembuluh darahyang menyuplai area lain. Nyeri tiba-tiba dan hebat dapat mencatuskan ketakutan, gelisah dan ansietas berat.

  2. Memberikan kesempatan untuk pemberian analgesi sesuai waktu dan mewaspadakan saraf akan kemungkinan lewatnya batu/terjadi komplikasi. Penghentian tiba-tiba nyeri biasanya menunjukkan lewatnya batu.

  3. Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangn otot dan meningkatkan koping. peningkatan /menetapnya nyeri 4.

  Hidrasi kuat meningkatkan abdomen. lewatnya batu, mencegah stasis 5. urine, dan membantu mencegah

  Kolaborasi pemberian obat anti nyeri. pembentukan batu selanjutnya.

  5. Biasanya diberikan selama episode akut untuk menurunkan kolik uretral dan meningkatkan relaksasi otot.

Tabel 2.3. Perencanaan tindakan keperawatan dengan diagnosa resiko cedera pada pasien berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis yaitu penurunan kekuatan otot tungkai

  bawah ditandai dengan pasien tidak pakai kateter, pispot melainkan ke toilet. No Perencanaan Keperawatan Dx Dx. 3 Tujuan: 1.

  Supaya pasien mengurangi aktivitas mobilisasi.

2. Mengurangi resiko cedera

  Kriteria hasil: 1.

  Pasien tetap dapat memenuhi kebutuhan dengan mobilisasi. Rencana Tindakan Rasional 1.

  1. Identifikasi bagian tubuh Penurunan fungsi tubuh akan yang mengalami penurunan mengurangi kemaksimalan dalam fungsi fisiologis. mobilisasi.

  2.

  2. Identifikasi faktor Faktor usia mempengaruhi penyebab penurunan fungsi penuruna fungsi tubuh. tubuh.

  3. Menghindari terjadinya cedera 3. pada pasien. Bantu pasien saat akan mobilisasi atau anjurkan

  4. Mengurangi resiko terjadinya keluarga pasien untuk cedera akibat banyak mobilisasi. memantau dan membantu mobilisasi toileting.

4. Menganjurkan untuk

  pemasangn kateter atau menggunakan pispot.

  F.

  Implementasi dan Evaluasi Dari perencanaan yang dilakukan tidak semua tindakan dilakukan sesuai dengan perencanaan, ada juga perencanaan yang dilakukan namun pasien tidak setuju tindakan itu dilakukan (secara lengkap terdapat pada lampiran 3).

  Untuk diagnosa pertama yaitu gangguan pola eliminasi, tindakan yang dilakukan adalah memonitor keadaan bladder tiap dua sampai tiga jam, menjelaskan kepada pasien tentang gangguan pola eliminasi yang dialami pasien terkait penyakit pasien, menganjurkan pasien untuk banyak minum air putih, menganjurkan pasien untuk mengurangi konsumsi minuman kemasan berasa dan berwarna, menganjurkan pasien untuk menggunakan kateter atau pispot untuk BAK. Setelah di evaluasi selama perawatan masalah untuk diagnosa pertama belum teratasi, pasien masih BAK lebih dari 20 kali dalam 24 jam, pasien tidak mau menggunakan kateter atau pispot, pasien sudah mengurangi konsumsi minuman berwarna dan berasa.

  Untuk diagnosa kedua nyeri, tindakan yang dilakukan adalah mengkaji skala nyeri, mengkaji vital sign, menjelaskan kepada pasien penyebab nyeri yang dialami pasien, mengajarkan relaksasi nafas dalam dan distraksi untuk mengurangi rasa nyeri dan kolaborasi utuk mengurangi rasa nyeri. Dari tindakan yang dilakukan masalah teratasi sebagian, dapat dilihat ketika pasien merasa nyeri pasien dapat melakukan relaksasi nafas dalam dan distraksi tanpa harus di dampingi perawat.

  Untuk diagnosa ketiga yaitu resiko cedera, tindakan yang dilakukan pasien adalah menjelaskan kepada pasien tentang penurunan fungsi ekstremitas bawah, menganjurkan pasien menggunakan kateter atau pispot, pasien tetap tidak mau menggunakan pispot atau kateter, saat BAK pasien ke toilet dengan bantuan istri yang juga sudah tua, terkadang di bantu cucu yang menjaga pasien. Resiko cedera teratasi sebagian dengan adanya bantuan keluarga untuk toileting.