Analisis Cemaran Timbal, Kadmium Dan Tembaga Pada Kubis Hijau (Brassica Oleracea L.) Secara Spektrofotometri Serapan Atom

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Kubis

  Menurut sejarahnya, kubis dari tipe Brassica oleracea var. Sylvestris, pertama kali dijumpai tumbuh di sepanjang pantai Laut Mediterania dan di sepanjang pantai Atlantik, Benua Eropa. Kubis diperkenalkan ke Indonesia oleh orang-orang Eropa di masa kolonial Belanda dan menjadi sayuran sehari-hari bagi masyarakat Indonesia hingga saat ini. Banyak orang menyebutnya kol, kata serapan dari bahasa Belanda (Akbar, 2015).

  Tanaman kubis memiliki akar tunggang. Daunnya berbentuk bulat, tipis, dan lentur. Kubis memiliki daun mengelopak bersusun-susun rapat, berbentuk bulat menyerupai bola disebut krop. Kita mengenal dua jenis kubis karena perbedaan krop, yaitu kubis bulat dan kubis gepeng/bulat pipih (Kaleka, 2013).

  Ada kubis yang kropnya berwarna hijau sangat pucat disebut kubis putih, ada yang kropnya hijau disebut kubis hijau dan ada yang berwarna ungu kemerahan atau kubis ungu. Tanaman kubis biasa dibudidayakan di daerah sejuk atau dingin seperti di daerah pegunungan atau dataran tinggi (Prasetio, 2013).

  Kubis (Brassica oleracea L.) memiliki daun yang lebar dan lunak. Daun yang lebih dahulu menutup daun yang muncul kemudian sehingga membentuk krop seperti telor dan berwarna hijau. Suhu optimum untuk budidaya kubis adalah 15-20 C (Zulkarnain, 2013).

  Pemanenan kubis merupakan akhir dari kegiatan penanaman kubis. Biasanya tanaman kubis dipanen pada umur tiga bulan, tergantung dari varietas yang ditanam. Tanaman kubis yang siap dipanen memiliki krop sudah penuh, keras, dan padat. Kubis dapat dipanen dengan cara mematahkan batangnya menggunakan tangan atau pisau. Saat memanen kubis biasanya disertakan dengan beberapa lembar daun yang hijau untuk melindungi krop (Setyaningrum dan Saparinto, 2014).

  2.1.1 Manfaat Kubis

  Kubis mengandung zat-zat gizi yang berguna bagi tubuh seperti vitamin

  A, B1 (thiamin), B2 (riboflavin), B3 (niasin), betakaroten, C, dan E. Mineral yang dikandung kubis adalah kalsium, kalium, natrium, besi, dan fosfor. Kubis juga mengandung zat yang bersifat melawan kanker, seperti lupeol, sinigrin, diindolylmethane (DIM), indole-3-carbinol (I3C), dan sulforaphane yang merangsang pembentukan glution, yaitu enzim yang bekerja menguraikan, membuang zat-zat beracun dalam tubuh dan melakukan detoksifikasi senyawa kimia berbahaya seperti timbal, merkuri, kadmium, nikel, kobalt, tembaga, dan logam berbahaya lainnya yang berlebihan dalam tubuh (Akbar, 2015).

  2.1.2 Taksonomi Kubis

  Menurut Zulkarnain (2013), klasifikasi tumbuhan kubis adalah sebagai berikut.

  Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Cruciferales Famili : Cruciferae Genus : Brassica Spesies : Brassica oleracea

2.2 Pangan Tercemar

  Pangan tercemar adalah pangan yang mengandung bahan beracun, berbahaya atau merugikan dan membahayakan kesehatan atau jiwa manusia; pangan yang mengandung cemaran yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan (Badan Standardisasi Nasional, 2009).

  Cemaran yang keberadaannya dalam pangan tidak dikehendaki dan mungkin ada sebagai akibat dari berbagai tahapan sejak dari bahan baku, proses produksi, pengemasan, transportasi atau dari kontaminasi lingkungan. Batas maksimum merupakan konsentrasi maksimum cemaran logam berat yang diijinkan atau direkomendasikan dapat diterima dalam pangan (Badan Standardisasi Nasional, 2009).

  2.3 Logam Berat

  Logam berat adalah unsur-unsur metal yang memiliki bobot atom dan bobot jenis yang tinggi, yang dapat bersifat racun bagi makhluk hidup. Jenis cemaran logam berat dalam pangan adalah arsen (As), kadmium (Cd), merkuri (Hg), timah (Sn), dan timbal (Pb) (Badan Standardisasi Nasional, 2009).

  Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam-logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini masuk ke dalam tubuh organisme hidup. Logam berat tidak esensial, yakni logam yang keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya, bahkan bersifat toksik, seperti Hg, Cd, Pb, dan sebagainya (Darmono, 1995).

  2.4 Timbal (Pb)

  Timbal merupakan salah satu jenis logam berat. Timbal memiliki titik lebur yang rendah, mudah dibentuk, memiliki sifat kimia yang aktif sehingga bisa digunakan untuk melapisi logam agar tidak timbul perkaratan. Timbal adalah logam yang lunak berwarna abu-abu kebiruan mengkilat. Logam ini mempunyai nomor atom 82 dengan berat atom 207,20. Titik didih timbal adalah 1740 C dan meleleh pada suhu 328 C (Widowati, dkk., 2008).

  Kandungan timbal (Pb) pada tanaman pertanian maupun perkebunan yang lokasinya dengan jalan raya lebih tinggi dibandingkan dengan hasil pertanian maupun perkebunan yang lokasinya jauh dari jalan raya. Hal ini menunjukkan bahwa pencemaran timbal (Pb) yang potensial berasal dari kendaraan bermotor (Widowati, dkk., 2008).

2.4.1 Toksisitas Timbal (Pb)

  Meskipun jumlah Pb yang diserap oleh tubuh hanya sedikit, logam ini ternyata menjadi sangat berbahaya. Hal ini disebabkan karena Pb adalah logam toksik yang bersifat kumulatif dan bentuk senyawanya dapat memberikan efek racun terhadap fungsi organ yang terdapat dalam tubuh (Darmono, 1995).

  Dampak keterpaparan timbal (Pb) terhadap kesehatan, yaitu A. Terpapar Secara Akut

  Keterpaparan timbal secara akut/ dini akan menimbulkan gejala rasa lemah, lelah, gangguan tidur, sakit kepala, nyeri otot dan tulang, sembelit, kehilangan nafsu makan dan juga dapat menyebabkan anemia. Pada beberapa kasus akut akibat terpapar timbal (Pb) terjadi oliguria (urin sedikit) dan gagal ginjal yang akut dapat berkembang secara cepat (Darmono, 1995).

  B.

  Terpapar Secara Kronis Dampak kronis dari keterpaparan timbal (Pb) diawali dengan kelelahan, kelesuan, iritabilitas, dan gangguan gastrointestinal. Keterpaparan yang terus- menerus pada sistem saraf pusat menunjukkan gejala insomnia (susah tidur), bingung atau pikiran kacau, konsentrasi berkurang, dan gangguan ingatan. Beberapa gejala lain yang diakibatkan keterpaparan timbal (Pb) secara kronis di antaranya adalah kehilangan libido, infertilitas pada laki-laki, gangguan menstruasi serta aborsi spontan pada wanita (Darmono, 1995).

  Anak-anak adalah yang paling rentan terhadap timbal (Pb). Efek yang merugikan adalah penurunan intelegensia, kerusakan pada jaringan otak, dan kematian. Dampak keracunan timbal (Pb) yang terjadi pada anak bersifat jangka panjang dan tidak dapat pulih (Darmono, 1995).

2.5 Kadmium (Cd)

  Kadmium adalah logam berwarna putih perak, lunak, mengkilap, tidak larut dalam basa, mudah bereaksi, serta menghasilkan kadmium oksida bila dipanaskan. Kadmium memiliki nomor atom 48, berat atom 112,4 g/mol, titik leleh 321 C dan titik didih 767 C (Widowati, dkk., 2008).

  Sumber Cd berasal dari hasil penambangan, hasil sampingan peleburan Zn dan Pb, pabrik baterai, electroplating, pupuk, pestisida, limbah industri dan rumah tangga. Kadmium banyak digunakan sebagai pigmen warna cat, keramik, plastik, industri baterai, bahan fotografi, pembuatan tabung TV, dan percetakan tekstil (Darmono, 1995).

2.5.1 Toksisitas Kadmium (Cd)

  Efek keracunan yang umum adalah iritasi pada saluran pencernaan dan paru-paru, tenggorokan terasa kering, mual, muntah, salvias berlebihan, diare, dan kejang pada perut dan otot. Efek keracunan yang kronis ditandai dengan kehilangan indera perasa dan penciuman, batuk, berkurangnya berat badan, gigi menjadi kuning, dan dapat juga terjadi kerusakan pada hati dan ginjal. Kasus keracunan kadmium kronis juga menyebabkan gangguan kardiovaskuler dan hipertensi (Palar, 1994).

2.6 Tembaga (Cu)

  Tembaga ada dalam tubuh sebanyak 50-120 mg. Sekitar 40% ada di dalam otot, 15% di dalam hati, 10% di dalam otak, 6% di dalam darah dan selebihnya di tulang, ginjal, dan jaringan tubuh lain. Tembaga terdapat di dalam makanan. Sumber utama tembaga adalah tiram, kerang, hati, ginjal, kacang-kacangan, unggas, biji-bijian, serealia, dan cokelat. Sebanyak 35-70% diabsorbsi di bagian atas usus halus secara aktif dan pasif (Almatsier, 2002).

  Tembaga merupakan bagian dari enzim metaloprotein yang terlibat dalam fungsi sitokrom dalam oksidasi di dalam mitokondria, sintesis protein-protein kompleks jaringan kolagen di dalam kerangka tubuh dan pembuluh darah serta dalam sintesis pembawa ransangan saraf (neuritransmittter) seperti noradrenalin dan neuropeptida seperti ensefalin. Tembaga memegang peranan penting dalam mencegah anemia dengan cara, yaitu membantu absorbsi besi, merangsang sintesis hemoglobin, dan melepas simpanan besi dalam hati (Almatsier, 2002).

2.6.1 Toksisitas Tembaga (Cu)

  Kelebihan tembaga secara kronis menyebabkan penumpukan tembaga di dalam hati yang dapat menyebabkan nekrosis hati atau serosis hati. Konsumsi sebanyak 10-15 mg tembaga sehari dapat menimbulkan muntah-muntah dan diare, berbagai tahap pendarahan intravaskular dapat terjadi begitupun nekrosis sel-sel hati dan gagal ginjal. Konsumsi dosis tinggi dapat menyebabkan kematian (Almatsier, 2002).

2.7 Spektrofotometri Serapan Atom

  Spektrofotometri serapan atom adalah suatu metode analisis yang digunakan untuk penentuan unsur-unsur logam dan metaloid yang berdasarkan pada proses penyerapan energi radiasi atom-atom yang berada pada tingkat energi dasar (ground state) pada panjang gelombang tertentu tergantung jenis unsur yang dianalisis (Arifin, 2008).

  Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur- unsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat sekelumit (ultratrace).

  Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis sekelumit logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm) dan pelaksanaannya relatif sederhana (Gandjar dan Rohman, 2008).

  Prinsip dasar spektrofotometri serapan atom adalah interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan sampel. Interaksi ini didasarkan pada emisi dan absorbansi dari uap atom larutan sampel. Interaksi ini diperoleh dari proses penguapan sampel yang diubah menjadi atom bebas (Gandjar dan Rohman, 2008).

  Atom ini akan mengabsorbsi radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan dari lampu katoda (Hallow cathode lamp) yang mengandung unsur dari logam yang akan ditentukan. Banyaknya penyerapan radiasi kemudian diukur pada panjang gelombang tertentu menurut jenis logamnya (Gandjar dan Rohman, 2008).

  Sebagai contoh, natrium menyerap pada 598 nm. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom yang mana transisi elektronik suatu atom bersifat spesifik. Dengan menyerap suatu energi maka atom akan memperoleh energi sehingga suatu atom pada keadaan dasar dapat ditingkatkan energinya ke tingkat eksitasi. Natrium

  2

  

2

  6

  1

  mempunyai konfigurasi elektron 1s , 2s , 2p , dan 3s . Tingkat dasar untuk

  1

  elektron valensi 3s ini dapat mengalami eksitasi ke tingkat 3p atau ke tingkat 4p (Gandjar dan Rohman, 2008).

  Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral dan sinar yang diserap biasanya sinar tampak atau ultraviolet. Dalam garis besarnya prinsip spektrofotometri serapan atom sama dengan spektrofotometri sinar tampak dan ultraviolet. Perbedaannya terletak pada bentuk spektrum, cara pengerjaan sampel dan peralatannya (Gandjar dan Rohman, 2008).

  Kelemahan spektrofotometri serapan atom adalah sampel harus dalam bentuk larutan, tidak mudah menguap, dan satu lampu katoda hanya digunakan untuk satu unsur saja (Arifin, 2008).

2.7.1 Instrumen Spektrofotometer Serapan Atom

  Menurut Gandjar dan Rohman (2008), instrumen spektrofotometer serapan atom diperlihatkan pada Gambar 2.1 berikut ini.

Gambar 2.1 Instrumen Spektrofotometer Serapan Atom (Sumber: Gandjar dan

  Rohman, 2008) a.

  Sumber Sinar

  Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda (hollow cathode

  

lamp ). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda

  dan anoda. Katoda berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam dan dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia (neon atau argon) (Gandjar dan Rohman, 2008).

  Bila antara anoda dan katoda diberi selisih tegangan yang tinggi (600 volt), maka katoda akan memancarkan berkas-berkas elektron yang bergerak menuju anoda yang mana kecepatan dan energinya sangat tinggi. Elektron- elektron dengan energi tinggi ini dalam perjalanannya menuju anoda akan bertabrakan dengan gas-gas mulia yang diisikan tadi. Akibat dari tabrakan- tabrakan ini membuat unsur-unsur gas mulia akan kehilangan elektron dan menjadi bermuatan positif. Ion-ion gas mulia yang bermuatan positif ini selanjutnya akan bergerak ke katoda dengan kecepatan dan energi yang tinggi pula (Gandjar dan Rohman, 2008).

  Pada katoda terdapat unsur-unsur yang sesuai dengan unsur yang dianalisis. Unsur-unsur ini akan ditabrak oleh ion-ion positif gas mulia. Akibat tabrakan ini, unsur-unsur akan terlempar ke luar dari permukaan katoda. Atom- atom unsur dari katoda ini mungkin akan mengalami eksitasi ke tingkat energi- energi elektron yang lebih tinggi dan akan memancarkan spektrum pencaran dari unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2008).

  b.

  Tempat Sampel Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan dasar. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu: i. Dengan nyala (flame)

  Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi bentuk uap atomnya dan untuk proses atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas yang digunakan, misalnya untuk gas asetilen-udara suhunya sebesar 2200 C (Gandjar dan Rohman, 2008). ii. Tanpa nyala (flameless)

  Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel diambil sedikit (hanya beberapa μL), lalu diletakkan dalam tabung grafit kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2008).

  c.

  Monokromator Monokromator dimaksudkan untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan dalam analisis. Dalam monokromator terdapat

  

chopper (pemecah sinar), suatu alat yang berputar dengan frekuensi atau

kecepatan perputaran tertentu (Gandjar dan Rohman, 2008).

  d.

  Detektor Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton

  (photomultiplier tube). Ada 2 cara yang dapat digunakan dalam sistem deteksi yaitu (a) yang memberikan respon terhadap radiasi resonansi dan radiasi kontinu; dan (b) yang hanya memberikan respon terhadap radiasi resonansi (Gandjar dan Rohman, 2008).

  e.

   Amplifier Amplifier merupakan suatu alat untuk memperkuat sinyal yang diterima

  dari detektor sehingga dapat dibaca alat pencatat hasil (Readout) (Gandjar dan Rohman, 2008).

  f.

  Readout Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai pencatat hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2008).

  2.7.2 Bahan Bakar dan Bahan Pengoksidasi

  Umumnya bahan bakar yang digunakan adalah hidrogen, asetilen dan propan sedangkan oksidatornya adalah udara, oksigen dan NO . Temperatur dari

  2

  berbagai nyala dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1 Temperatur Nyala dengan Berbagai Kombinasi Bahan Bakar dan

  Bahan Pengoksidasi Bahan Bakar Oksidasi Temperatur Maksimum

  ( K) Asetilen Udara 2400-2700 Asetilen Nitrogen Oksida 2900-3100 Asetilen Oksigen 3300-3400 Hidrogen Udara 2300-2400 Hidrogen Oksigen 2800-3000 Sianogen Oksigen 4800

  (Sumber: Khopkar, 1985)

  2.7.3 Gangguan-gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom

  Gangguan-gangguan (interference) yang ada pada AAS adalah peristiwa- peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari yang nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2008).

  Menurut Gandjar dan Rohman (2008), gangguan-gangguan yang dapat terjadi dalam AAS adalah sebagai berikut:

1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala.

  Sifat-sifat tertentu matriks sampel dapat mengganggu analisis yakni matriks tersebut dapat berpengaruh terhadap laju aliran bahan bakar/ gas pengoksidasi. Sifat-sifat tersebut adalah viskositas, tegangan permukaan, berat jenis dan tekanan unsur. Gangguan matriks yang lain adalah pengendapan unsur yang dianalisis sehingga jumlah atom yang mencapai nyala menjadi lebih sedikit dari konsentrasi yang seharusnya yang terdapat dalam sampel.

  2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah/banyaknya atom yang terjadi di dalam nyala Terbentuknya atom-atom netral yang masih dalam keadaan azas di dalam nyala sering terganggu oleh dua peristiwa kimia, yaitu: a.

  Disosiasi senyawa-senyawa yang tidak sempurna b.

  Ionisasi atom-atom di dalam nyala

2.8 Validasi Metode

  Validasi metode adalah investigasi apakah suatu tujuan analisis telah dicapai, yang tujuan utamanya yaitu untuk memperoleh hasil analisis dengan tingkat ketidakpastian yang diterima. Validasi metode dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran alat yang dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2008).

  2.8.1 Kecermatan (akurasi)

  Kecermatan adalah metode dapat menghasilkan nilai rata-rata (mean) yang sangat dekat dengan nilai sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan (Harmita, 2004).

  Perolehan kembali dapat ditemukan dengan membuat sampel plasebo (eksipien obat, cairan biologis), ditambahkan analit dengan konsentrasi tertentu (biasanya 80% sampai 120% dari kadar analit yang diperkirakan) kemudian dianalisis dengan metode konsentrasi yang akan divalidasi (Harmita, 2004).

  Tetapi bila tidak memungkinkan membuat sampel plasebo maka dapat dipakai metode adisi. Metode adisi dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode tersebut (Harmita, 2004).

  2.8.2 Ketepatan (presisi)

  Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya diperlihatkan sebagai simpangan baku relatif (Relative Standard Deviation, RSD) dari sejumlah sampel yang berbeda secara statistik (Gandjar dan Rohman, 2008).

  Dalam analisis, nilai RSD antara 1-2% biasanya dipersyaratkan untuk senyawa-senyawa aktif dalam jumlah banyak sedangkan untuk senyawa-senyawa dengan kadar kecil RSD-nya berkisar antara 5-15% (Gandjar dan Rohman, 2008).

  2.8.2 Batas Deteksi (Limit of Detection, LOD) dan Batas Kuantitasi (Limit of Quantitation, LOQ)

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Solidaritas Sosial Dalam Komunitas Punk Dengan Studi Deskriptif Pada Komunitas Punk Simpang Aksara Medan

0 0 8

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN A. Pengertian Perkawinan Dan Asas Perkawinan Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam 1. Pengertian Perkawinan Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 - Pelaksanaa

0 0 42

BAB III METODOLOGI 3.1 Umum - Desain Dan Pengecoran Runner Propeller Berbahan Kuningan (60% Cu / 40% Zn) Untuk Turbin Air Berdaya 118 W Dan Debit 12 L/S Dengan Cetakan Pasir

0 0 58

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Desain Dan Pengecoran Runner Propeller Berbahan Kuningan (60% Cu / 40% Zn) Untuk Turbin Air Berdaya 118 W Dan Debit 12 L/S Dengan Cetakan Pasir

0 0 50

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible Film - Aktivitas Antioksidan Edible Film Galaktomanan Yang Diinkorporasi Dengan Ekstrak Rimpang Jahe Pada Daging Ikan Nila

0 1 21

Aktivitas Antioksidan Edible Film Galaktomanan Yang Diinkorporasi Dengan Ekstrak Rimpang Jahe Pada Daging Ikan Nila

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas 2.1.1 Pengertian Produktivitas - Analisis Keterkaitan Produktivitas Pertanian Dan Impor Beras di Indonesia

0 1 20

Analisis Kerugian dan Pemetaan Sebaran Serangan Rayap Pada Bangunan SD Negeri Di Bagian Barat Kota Pekanbaru

0 0 17

Penggunaan Berbagai Dosis Kompos Pada Tanaman Sukun (Artocarpuscommunis)Di Daerah Tangkapan Air Danau Toba Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun

0 0 10

Penggunaan Berbagai Dosis Kompos Pada Tanaman Sukun (Artocarpuscommunis)Di Daerah Tangkapan Air Danau Toba Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun

0 0 12