Analisis Kerugian dan Pemetaan Sebaran Serangan Rayap Pada Bangunan SD Negeri Di Bagian Barat Kota Pekanbaru

  Kondisi Umum Kota Pekanbaru

  7 Sail 3,26

  Jumlah Luas 632,26 Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Pekanbaru Tahun 2013

  12 Rumbai Pesisir 157,33

  11 Rumbai 128,85

  10 Senapelan 6,65

  9 Sukajadi 3,76

  8 Pekanbaru Kota 2,26

  6 Lima Puluh 4,04

  Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.19 tahun 1987 tanggal 7 September 1987 Daerah Kota Pekanbaru diperluas dari ± 62,96 km² menjadi ± 446,50 km², yang terdiri dari 8 Kecamatan dan 45 Kelurahan. Dari hasil pengukuran/pematokan di lapangan oleh BPN Tk. I Riau maka ditetapkan luas wilayah Kota Pekanbaru adalah 632,26 km² dan dibagi dalam 12 kecamatan dan 58 kelurahan. Terletak antara : 101° 14’-101° 34’ Bujur Timur dan 0° 25’-0° 45’ Lintang Utara. Kota Pekanbaru pada umumnya beriklim tropis dengan suhu udara maksimum berkisar antara 32,4°C - 33,8°C dan suhu minimum berkisar antara 23,0 °C - 24,2 °C. Kelembaban rata-rata berkisar antara 68 %-83 %.. Luas Kota Pekanbaru untuk masing-masing kecamatan disajikan pada Tabel 1.

  5 Tenayan Raya 171,27

  4 Marpoyan Damai 29,74

  3 Bukit Raya 22,05

  2 Payung Sekaki 43,24

  1 Tampan 59,81

  No Kecamatan Luas Wilayah

  Tabel 1. Luas Wilayah Kota Pekanbaru Berdasarkan Kecamatan

  Kota Pekanbaru terletak pada ketinggian rata-rata 5 meter di atas permukaan air laut, hanya daerah-daerah tertentu yang letaknya lebih tinggi dari II dengan ketinggian 26 meter di atas permukaan air laut dan di bagian Utara dan Timur Kota Pekanbaru. Topografi di Kota Pekanbaru berdasarkan kelas kelerengan dapat digolongkan menjadi empat bagian yaitu:

  • 0% - 2% : merupakan wilayah yang datar
  • 2% - 15% : landai sampai berombak
  • 15% - 40% : berombak sampai bergelombang
  • di atas 40% : bergelombang sampai berbukit Secara umum kondisi wilayah Kota Pekanbaru merupakan dataran rendah dengan kemiringan lereng 0% – 2%. Beberapa wilayah di bagian Utara dan Timur memiliki morfologi bergelombang dengan kemiringan di atas 40% (Tinambunan, 2006).

  Kota Pekanbaru pada umumnya beriklim tropis dengan suhu udara maksimum berkisar antara 31,6°C - 33,7°C dan suhu minimum berkisar antara 22,1°C - 23,3°C. Rata-rata curah hujan bulanan pada tahun 2004 sekitar 263,73 mm dan rata-rata jumlah hari hujan pada tahun 2004 sekitar 17 hari (BMG Pekanbaru, 2004). Keadaan musim berkisar: musim hujan jatuh pada bulan September sampai dengan Pebruari dengan curah hujan dan hari hujan tertinggi jatuh pada november dan musim kemarau jatuh pada bulan Maret sampai dengan Agustus. Kelembaban maksimum antara 94% - 96%, kelembaban minimum antara 59% - 69% (BPS Kota Pekanbaru, 2003).

  Batas-batas wilayah Kota Pekanbaru adalah; sebelah Utara berbatasan Kabupaten Bengkalis, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kampar, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bengkalis dan Kampar dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kampar . Pada daerah yang tinggi sebagian besar tanahnya berjenis podzolik merah kuning sedangkan di daerah yang lebih rendah berawa dan gambut berjenis tanah organosol/glei humus. Pada umumnya tanah di Kota Pekanbaru terdiri dari jenis tanah alluvial hydromorf yang berasal dari endapan tanah liat dan asosiasi aluvial dengan pasir. Tanah jenis ini memiliki sifat sedikit menahan/kedap air. Hal ini menyebabkan peresapan air berjalan lambat (Tinambunan, 2006).

  Lahan gambut di Pulau Sumatera tersebar di beberapa wilayah provinsi, seperti Provinsi Riau, yang memiliki lahan gambut seluas kurang lebih 4 juta ha (Uryu et al., 2008). Tetapi sejak dua dasawarsa terakhir banyak terjadi pengalihgunaan lahan gambut di provinsi ini, yaitu antara lain menjadi lahan pemukiman dan lahan budidaya pertanian, perkebunan maupun kehutanan. Sebenarnya secara umum lahan gambut termasuk jenis lahan marginal atau tidak sesuai untuk dibudidayakan, apalagi apabila lapisan gambutnya dalam (

  ≥ 3m) (Sabiham & Basuki, 1989).

  Gambut umumnya mempunyai tingkat kemasaman yang relatif tinggi dengan

kisaran pH 3-5. Rata-rata pH gambut pada kebun kelapa sawit 5 dan kebun

pekarangan adalah 4,94 dan 5,24. pH gambut pada hutan rawa gambut yang belum

terganggu jauh lebih rendah (4,29) dibanding pH pada kedua tipe penggunaan lahan

ini. Keasaman (pH) tanah sangat berpengaruh terhadap kehidupan hewan tanah.

Umumnya hewan tanah sangat sensitif terhadap pH tanah, walaupun hal ini juga

tergantung spesies (Edwards & Lofty, 1977). Rayap tanah merupakan salah satu

kelompok makrofauna tanah yang memiliki kisaran toleransi yang cukup lebar

terhadap pH tanah (Jones & Eggleton, 2000). Vaessen et al., (2011) bahkan

menemukan cukup banyak spesies rayap tanah yang toleran terhadap keasaman lahan

  Menurut Ayu et al. (2011) bahwa rayap cenderung lebih melimpah pada lahan tanah mineral dibanding pada lahan gambut. Perbedaan hasil penelitian ini dan penelitian-penelitian tersebut kemungkinan juga dipengaruhi oleh perbedaan cara pengambilan sampel rayap. Meskipun demikian, kelimpahan rayap pada suatu lahan kemungkinan juga dipengaruhi oleh spesies rayap tertentu. Rayap

  7

  5

  20

  11

  17

  14

  21

  21

  14

  4

  17

  3

  1

  8

  5

  10

  2

  4 Jumlah 187

  79 Sumber : Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru, 2013 Morfologi Rayap

  7

  25

  

Coptotermes curvignathus justru lebih melimpah pada lahan gambut dibanding

pada lahan tanah mineral.

  5

  Bangunan Sekolah Dasar

  Kota Pekanbaru mempunyai 266 banguan sekolah dasar dengan perincian 187 gedung sekolah milik pemerintah dan 79 gedung sekolah milik swasta.

  Rincian sebaran SD di Kota Pekanbaru akan di sajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Data Jumlah Sekolah Dasar di Kota Pekanbaru.

  No Kecamatan Negeri Swasta

  1

  2

  3

  4

  6

  16

  7

  8

  9

  10

  11

  12 Tampan Marpoyan Damai Bukit Raya Tenayan Raya Lima Puluh Sail Pekanbaru Kota Sukajadi Payung Sekaki Senapelan Rumbai Rumbai Pesisir

  16

  18

  Isoptera berasal dari bahasa Latin adalah iso = sama, pteron = sayap yang berarti Insekta bersayap sama. Ciri-ciri lain yang dimiliki oleh ordo Isoptera adalah sebagai berikut : (Ismantono, 2005).

  1) Tubuh lunak. 2) Memiliki dua sayap yaitu sayap depan berupa Sayap yang agak menebal seperti kulit 3) Bersifat hemitabola. 4) Memiliki dua pasang sayap tipis yang tipe dan ukurannya sama. Toraks berhubungan langsung dengan abdomen yang ukuran lebih besar, merupakan serangga sosial. 5) Mengalami metamorfosis tidak sempurna. 6) Tipe mulut pengunyah. 7) Cara hidupnya membentuk koloni dengan sistem pembagian tugas tertentu yang disebut polimorfisme. Pembagian tugas itu adalah raja, ratu dan prajurit atautentara. Rayap mengalami 4 kasta meliputi:

  a) Kasta reproduksi pertama, bersayap dan akan ditanggalkan setelah perkawinan.

  b) Kasta reproduksi kedua, dewasa secara seksual tapi dalam bentuk nympha.

  c) Kasta pekerja, tidak bersayap, buta, dan memilki banyak tugas yang berguna untuk memelihara koloni.

  d) Kasta tentara, bersifat steril tidak bersayap, memiliki kepala danmandibula yang besar, serta bertugas menjaga koloni.

  Rayap adalah tergolong dalam binatang Arthropoda, kelas Insekta dari Ordo Isoptera yang terdiri atas enam family, yaitu Mastotermitidae, Kalotermitidae, Hodotermitidae, Rhinotermitidae, Serritermitidae, dan Termitidae. Rayap merupakan serangga kecil berwarna putih pemakan selulosa yang sangat berbahaya bagi bangunan yang dibangun dengan bahan-bahan yang mengandung selulosa seperti kayu dan produk turunan kayu (papan partikel, papan serat, plywood, blockboard dan laminated board) (Hasan, 1984).

  Rayap terdiri dari kumpulan spesies yang beragam, secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu rayap tingkat rendah dan rayap tingkat tinggi. Rayap tingkat rendah bersimbiosis dengan sebagian besar populasi prokariot dan Protista (eukariot bersel tunggal). Rayap tingkat tinggi hanya terdiri dari famili Termitidae akan tetapi jenisnya lebih dari tiga perempat dari semua jenis spesies yang ada dan bersimbiosis dengan sebagian besar kelompok bakteri. Asosiasi dari Protista selulolitik pada pencernaan rayap tingkat rendah diketahui sebagai contoh dari simbiosis mutualisme. Protista menghasilkan asetat dari partikel selulosa atau endositosis kayu, hasil asetat tersebut diserap oleh rayap sebagai energi dan sumber karbon (Upadhyaya et al., 2012).

  Rayap Sebagai Serangga Sosial

  Rayap merupakan serangga sosial dengan sistem kasta polimorfik, pemakan selulosa dan tinggal di dalam sarang atau termitarium yang dibangunanya. Serangga ini memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, sepintas mirip semut, dijumpai di banuak tempat, dihutan, pekarangan, kebun, dan bahkan di dalam batang kayu basah, tetapi ada juga yang hidup di dalam kayu kering. Makanan utamanya adalah kayu dan bahan-bahan dari selulosa lain serta jamur (Amir, 2003).

  Rayap adalah serangga-serangga sosial pemakan selulosa yang berukuran sedang, merupakan ordo isoptera, secara efektif kelompok kecil dari serangga pengenalan, biologi dan perilaku (etologi) rayap merupakan pengetahuan essensial, sedangkan bagi masyarakat umum hal ini di samping bermanfaat sebagai penambah pengetahuan untuk menghindari kerugian ekonomis yang ditimbulkan oleh kerusakan terhadap bangunan habitat pemukimannya, karena dengan demikian dapat dilakukan tindakan atau perlakuan khusus untuk mengendalikan hama perusak kayu. Rayap merupakan salah satu serangga yang berperan penting dalam kerusakan kayu di dunia. Serangga ini merusak kayu dengan cara membuat liang kembara pada kayu dan menjadikannya sebagai tempat tinggal sekaligus sumber nutrisi koloni rayap. Hal ini menyebabkan kayu menjadi keropos dan hancur (Tarumingkeng, 2004).

  Rayap juga merupakan serangga yang sudah akrab dengan kehidupan manusia. Namun, rayap selalu diidentikan sebagai hama perusak bangunan, perumahan, arsip, buku, tanaman, dan sebagainya. Padahal, pada awalnya rayap merupakan serangga yang berperan sebagai pembersih sampah alam. Saat ini, rayap perusak termasuk serangga yang sangat meresahkan masyarakat karena tingkat serangannya sangat cepat, ganas, dan menimbulkan kerusakan yang cukup parah Hal ini akibat habitat rayap yang terganggu oleh pembangunan yang dilakukan oleh manusia (Nandika et al., 2003).

  Perilaku Rayap

  Pola perilaku adalah kriptobiotik atau sifat selalu menyembunyikan diri, mereka hidup di dalam tanah dan bila akan invasi mencari objek makanan juga menerobos di bagian dalam, dan bila terpaksa harus berjalan di permukaan yang terbuka mereka membentuk pipa pelindung dari bahan atau humus. Sifat trofalaksis merupakan ciri khas diantara individu-individu dalam koloni rayap. Masing-masing individu sering mengadakan hubungan dalam bentuk menjilat, mencium dan menggosokkan tubuhnya satu dengan yang lainnya. Sifat ini diinterpretasikan sebagai cara untuk memperoleh protozoa flagellata bagi individu yang baru saja berganti kulit (eksidis), karena pada saat eksidis kulit usus juga tangga sehingga protozoa simbiont yang diperlukan untuk mencerna selulosa ikut keluar dan diperlukan reinfeksi dengan jalan trofalaksis. Sifat ini juga diperlukan agar terdapat pertukaran feromon diantara para individu (Tarumingkeng, 2000).

  Masyarakat rayap terdiri atas kelompok-kelompok yang disebut kasta. Masing-masing kasta mempunyai tugas sendiri-sendiri yang dilakukan dengan tekun selama hidup mereka, demi untuk kepentingan kesejahteraan, keamanan dan kelangsungan hidup seluruh masyarakat (Hasan, 1984).

  Setiap koloni rayap terdapat tiga kasta yang menurut fungsinya masing- masing diberi nama kasta pekerja, kasta prajurit, dan kasta reproduktif (reproduktif primer dan reproduktif suplementer). Pembentukan kasta pekerja, serdadu, ratu atau raja dari nimfa muda dikendalikan secara alami oleh bahan kimia yang disebut feromon (Nandika et al., 2003). Feromon adalah hormone yang dikeluarkan dari kelenjar endrokrin, tetapi berbeda dengan hormon, feromon menyebar ke luar tubuh dan mempengaruhi individu lain yang sejenis (Tarumingkeng, 2000).

  Rayap tidak hidup secara soliter namun rayap hidup secara koloni, dalam koloninya rayap terbagi atas tiga kasta yang masing-masing memiliki fungsi dan peranan yang berbeda. Ketiga kasta tersebut adalah kasta pekerja, kasta prajurit dan kasta reproduktif. Pada dasarnya kasta pekerja mendominasi dari segi jumlah koloni dibandingkan dengan kasta yang lainnya, tidak kurang dari 80–90% merupakan kasta pekerja (Prasetyio & Yusuf 2005).

  Ekologi Rayap

  Rayap dalam aktivitas dan distribusinya dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan diantaranya suhu, kelembaban dan curah hujan. Suhu memiliki peranan penting dalam aktivitas dan perkembangan rayap. Sebagian besar serangga memiliki suhu optimum berkisar antara 15 – 38%. Kelembaban cukup memiliki peranan dalam aktivitas jelajah rayap. Rayap tanah seperti Coptotermes,

Macrotermes, Odontotermes memerlukan kelembaban yang tinggi (75–90%).

  Curah hujan memiliki peran dalam hal perkembangbiakan eksternal dan merangsang keluarnya kasta reproduksi keluar dari tanah. Laron tidak akan keluar bila curah hujan rendah (Nandika et al., 2003).

  Rayap

  tanah sebenarnya merupakan salah satu kelompok makrofauna tanah yang dapat beradaptasi dengan kondisi tanah yang relatif basah. Penelitian pada lahan yang masih berupa hutan rawa gambut membuktikan bahwa rayap dapat dijumpai pada gambut dengan tingkat kejenuhan air tidak pernah kurang dari 80%. Rayap tanah juga terbukti dapat bertahan hidup pada lahan gambut yang tergenang selama berhari-hari dengan memanfaatkan tunggul-tunggul pohon sebagai pelindung koloni mereka (Purnasari, 2011).

  Faktor lingkungan yang utama mempengaruhi distribusi rayap antara lain temperatur, dan kelembaban, sementara itu faktor lain yang mendukung adalah curah hujan, struktur tanah dan vegetasi (Cookson & Trajstman 2002). Hal ini dapat dimengerti, karena rayap adalah serangga yang memiliki kulit tipis yang membutuhkan kelembaban yang stabil. Suhu berperan dalam distribusi dan aktivitas rayap saat mencari makan. Bilamana suhu permukaan tanah terlalu panas atau terlalu dingin rayap tidak melakukan foraging. (Suiter et al., 2000 dalam Subekti, 2008).

  Rayap kayu basah bersarang pada kayu lembab dan lapuk, kelompok ini diwakili oleh genus Glypototermes dan Protermes. Rayap kayu kering bersarang pada kayu-kayu kering dengan kadar air rendah dan kelembaban yang rendah. Rayap ini hidup pada pohon-pohon hidup seperti pada rayap genus Neotermes (Rismayadi, 2007).

  Jenis Rayap Perusak Bangunan

  Organisme perusak bangunan antara lain rayap tanah, rayap kayu kering, bubuk kayu, jamur dilaporkan telah menyebabkan kerugian yang mencapai ratusan milyar setiap tahunnya. Keadaan ini diperparah dengan adanya kenyataan bahwa kayu-kayu yang digunakan pada bangunan secara umum semakin rendah kekuatan dan keawetannya. Diantara berbagai jenis organisme perusak tersebut yang menimbulkan kerugian terbesar adalah rayap tanah (Aini, 2005).

  Rayap merupakan faktor perusak kayu dan bangunan yang paling mengganggu. Rayap mampu merusak komponen bangunan gedung, bahkan juga menyerang dan merusak mebeler di dalamnya, buku-buku, kabel-kabel listrik serta barang-barang yang disimpan. Untuk mencapai sasarannya rayap tanah dapat menembus tembok yang tebalnya beberapa centimeter, menghancurkan plastik, kabel bahkan bentuk konstruksi bangunan seperti : slab dan basement serta penghalang fisik lainnya (Nandika et al., 2003).

  Nicholas (1987) menyatakan bahwa rayap biasa menyerang kayu yang kurang padat, yaitu bagian kayu awal dari riap tumbuh. Apabila kayu awal habis maka rayap siap untuk memakan kayu akhir. Rayap merobek-robek partikel kayu dengan mandibulanya, kemudian dicerna menjadi bagian yang lebih halus di dalam badan rayap. Rayap tanah menyerang kayu dengan membuat liang gerek pada kayu. Kerusakan kayu seperti “honey comb” dengan ciri khas adanya partikel-partikel tanah pada liang gerek tersebut (Anderson 1960 dalam Tambunan & Nandika 1989).

  Kayu hilang digunakan pada bangunan lama kelamaan akan rusak, apalagi bila digunakan di luar dan bahkan bila berhubungan langsung dengan tanah lembab. Faktor perusak kayu dapat digolongkan menjadi dUB, yaitu faktor non biologis dan faktor biologis. Faktor perusak non biologis antara lain faktor mekanis, udara, cahaya, angin, air, suhu, alkali, asam, garam dan bahan kimia lainnya. Faktor perusak biologis (organisme perusak) sangat beragam terutama rayap, jenis yang terpenting (Supriana dan Martawijaya 1976 dalam Aini 2005), sebagai berikut :

  1. Rayap Tanah Di Indonesia terdapat dua famili rayap tanah, yaitu Rhinotermitidae dan Termitidae. Golongan rayap ini terutama merusak kayu yang berhubungan dengan tanah, tetapi kayu yang tidak langsung berhubungan dengan tanah pun dapat diserang melalui terowongan yang dibuat dari tanah. Famili Termitidae dikenal jenis Odontotermes, Microtermes dan Macrotermes. Pusat sarang rayap ini pada umumnya terdapat di dalam tanah. Beberapa jenis rayap tanah dapat membangun bukit-bukit kecil di alas sarangnya. Rayap ini selalu mempunyai hubungan dengan tanah untuk mencukupi kebutuhan air.

  2. Rayap Kayu Kering Rayap ini termasuk famili Kalotermitidae dan biasanya merusak kayu yang sudah kering seperti kusen pintu dan jendela, rangka atap, mebel dan alat rumah tangga.

  Hampir semua jenis kayu yang ringan dan tidak awet diserang. Serangan rayap ini mudah kelihatan dari luar, kayu yang diserang kelihatannya dari luar masih utuh, meskipun bagian dalamnya sudah berlubang-lubang atau rusak sama sekali. Adanya kotoran yang berbentuk butiran halus merupakan ciri khas serangan rayap kayu kering. Jenis yang banyak terdapat di Indonesia antara lain adalah :

  Cryptotermes cynocephalus Light dan Cryptotermes dudleyi Banks.

  3. Bubuk Kayu Kering Serangga ini berasal dari ordo Coleoptera, terutama dari tamili Lytidae, Bostrychidae, Cerambicidae dan Anobiidae. Biasanya menyerang kayu yang sudah kering seperti mebel, kayu lapis atau tripleks, dan bagian-bagian rumah.

  Jenis kayu yang banyak mengandung zat tepung mudah diserang serangga ini. Serangan bubuk kayu kering dapat dikenal karena adanya tepung halus bekas gerekan. Jenis bubuk kayu kering yang lazim terdapat di Indonesia adalah antara lain Lyctus brunneus Steph, Minthea rugicollis, Heterobostrychus aequalis Wall, Oinoderus minutus .

  4. Bubuk Kayu Basah Serangga ini berasal dari ordo Coleoptera, terutama dari famili Scolytidae dan Platypodidae. Pada umumnya menyerang kayu basah .yang baru ditebang dan mengakibatkan penurunan kualitas kayu. Jenis-jenis yang terpenting antara lain berasal dari genus Xyleborus, Arixyleborus, Platipus dan Diapus.

  Tindak an Pencegahan dan Pengendalian Serangan Rayap

  Usaha pengendalian serangan rayap pada bangunan semakin berkembang, hal ini terlihat dari munculnya industri termitisida bahkan industri jasa pengendalian rayap. Pengendalian serangan rayap pada bangunan meliputi usaha pencegahan dan pemberantasan atau perbaikan bangunan yang terserang rayap.

  Tindakan pengendalian yang sangat dianjurkan adalah melakukan pencegahan serangan rayap pada saat pra konstruksi. Pengendalian ini masih menggunakan termitisida yang diaplikasikan baik pada kayu bangunan melalui pengawetan kayu (wood treatment) maupun dengan perlakuan tanah (soil treatment). Di samping dengan termitisida, juga telah berkembang cara pencegahan serangan rayap yang ramah lingkungan yaitu dengan bahan penghalang fisik (physical barrier) yang dapat mencegah penetrasi rayap tanah pada bangunan dan dengan teknologi pengumpanan (baiting) yang dapat mengeliminasi koloni rayap (Aini, 2005)

  Prosedur untuk mendeteksi adanya serangan rayap tanah pada bangunan menurut Nandika et al (2003) sebagai berikut: a. Pemeriksaan harus membawa peralatan seperti obeng, pahat, pisau, lampu penerang, respirator dan pakaian kerja. Untuk mengidentifikasi rayap yang menyerang bangunan, seorang pemeriksa harus membawa bahan dan peralatan koleksi rayap mengingat identifikasi lebih mudah dilakukan di laboratorium. b. Bagian yang berhubungan dengan tanah harus diperiksa terlebih dahulu, termasuk bagian fondasi, sloat, lantai dasar, liang, serambi, dasar tangga dan sebagainya.

  c. Tempat-tempat basah atau lembab seperti kamar mandi, ruang cuci, daerah sekitar AC dan saluran air merupakan tempat yang disenangi rayap dan paling mungkin terserang.

  d. Liang kembara merupakan petunjuk adanya serangan rayap yang paling penting.

  e. Apabila rayap ditemukan menyerang lantai atas tanpa ada serangan di lantai bawah, maka mungkin rayap menyerang melalui celah-celah pada dinding, saluran lift, saluran kabel listrik dan telepon.

  f. Daerah di sekitar bangunan juga harus diperiksa untuk menemukan tempat- tempat yang diduga menjadi sarang rayap.

  Pra kontruksi

  Kerusakan akibat serangan perusak biologis cukup besar pada komponen bangunan. Serangan perusak biologis ini bila dibiarkan teralu lama akan menyebabkan kerugian yang sangat besar pada bangunan yang diserangnya. Banyak cara yang dilakukan untuk menanggulangi kerusakan akibat biodeteriorasi tersebut antara lain dengan perlindungan secara kimiawi dan non kimiawi.

  1. Perlindungan secara kimiawi Hadioetomo (1983), mengemukakan beberapa cara pengendalian rayap secara kimiawi yaitu : a. Peracunan kayu (wood treatment)

  Peracunan kayu didefinisikan sebagai salah satu usaha pemberian racun pada kayu dengan tujuan membuatnya tahan terhadap serangan rayap atau memberantas rayap yang telah ada pada kayu tersebut.

  b. Peracunan tanah (soil treatment) Merupakan penyebaran racun (insektisida) pada tanah di bawah bangunan untuk mencegah terjadinya serangan pada kayu bangunan oleh rayap tanah atau untuk tujuan mengendalikan rayap tanah yang telah menyerang bangunan.

  Peracunan pondasi (foundation treatment) c. Peracunan pondasi adalah penyebaran racun pada pondasi bangunan secara merata. Dalam prakteknya usaha ini meliputi pemberian racun ke rongga- rongga pada pondasi dan juga permukaan pondasi.

  2. Perlindungan non kimiawi

Surjokusumo (1983) mengemukakan beberapa desain konstruksi tahan rayap

yaitu :

  a. Jenis bahan atap menentukan bentuk rangka atap dan tipe kuda-kuda yang akan dipilih. Atap yang tiris seperti genteng, terutama daerah bercurah hujan tinggi akan membuat loteng lembab, sehingga harus dijaga agar ventilasi dapat berjalan dengan sempurna agar kekeringan udara minimal dan suhu terendah dapat tercapai.

  b. Sistem kuda-kuda papan paku atau metal-plate (gang nail) lebih daripada sistem konvensional karena selain hemat bahan, murah, hasil pekerjaan lebih tinggi mutunya, mudah pembuatannya dan perakitannya lebih aman, lebih

kuat, dan kaku, juga mudah diperbaiki dan diganti bagianbagiannya.

  

c. Disain tonjolan (overstek) harus cukup melindungi bagian dinding dari

percikan air hujan apalagi kalau menggunakan talang tirisan.

  d. Papan lis atau amping sebaiknya menggunakan kayu awet terhadap jamur.

  Ujung kayu (gording, kaso dan sebagainya) sebaiknya dicat tolak air (water repellent ) dan tidak menggunakan kayu yang tidak awet. Penutupan tepi papan talang menggunakan seng harus teliti sehingga betul-betul menghindarkan tirisan air ke kayu atap.

  Pasca Kontruksi Teknologi pengendalian yang lain adalah dengan penekanan populasi

(pengumpanan). Penekanan populasi rayap yang popular saat ini. Metode

pengumpanan pada prinsipnya memanfaatkan sifat biologis rayap yaitu sifat

tropolaksis (saling menjilat) dan grooming (berkumpul) dalam mendistribusi racun

kepala seluruh anggota koloninya. Berdasarkan sifatnya, teknik ini memiliki

keunggulan dibandingkan teknik pengendalian lain, diantaranya lebih ramah

lingkungan karena bahannya tidak mencemari tanah, memiliki sasaran yang spesifik,

mudah dalam penggunaanya dan mempunyai kemampuan untuk mengeliminasi

koloni secara total. Selain itu, teknik ini juga tidak menyebabkan kerusakan pada

bangunan karena tidak adanya pengeboran lantai seperti pada sistem injeksi

(Nandika et al., 2003).

  Teknik perlindungan investasi kontruksi terhadap serangan organisme perusak yang sudah banyak dilakukan oleh masyarakat, terutama pada kayu bangunan

yang digunakan adalah dengan pengawetan kayu yang menggunakan bahan

pengawet. Pengawetan kayu merupakan suatu proses memasukkan bahan pengawet kedalam kayu dengan tujuan untuk meningkatkan daya tahan kayu terhadap serangan

organisme perusak, sehingga dapat memperpanjang masa pakai kayu. Bahan

  

pengawet adalah suatu bahan kimia yang bila dimasukkan ke dalam kayu dapat

meningkatkan ketahanan kayu dari serangan organisma perusak seperti jamur,

serangga dan makhluk perusak kayu lainnya. Selain dengan cara pengawetan kayu

bangunan, teknik perlindungan bangunan dapat juga dilakukan dengan cara

injeksi/penyuntikan bahan pengawet pada tapak bangunan (Aini, 2005).

  Penggunaan S. carpocapsae sebagai agen hayati rayap memiliki prospek yang cerah di masa depan, karena nematoda ini juga banyak terdapat di daerah tropik dan juga dapat hidup di dalam tanah. Bila keadaan lingkungan cukup baik, terutama bila suhu tidak terlalu panas dan didukung pula oleh sifat fisik tanah yang sesuai, maka S. carpocapsae dapat hidup dan berkembang dengan baik dan bisa diandalkan sebagai agen pengendali hayati rayap (Poinar & Thomas 1982

  Bakti, 2003).

  dalam