Pancasila sebagai Etika Politik (6)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Pancasila sebagai dasar negara , pedoman dan tolak ukur kehidupan berbangsa dan
bernegara di Republik Indonesia . Tidak lain dengan kehiduapan berpolitik , etika politik
indonesia tertanam dalam jiwa pancasila kesadaran etika yang merupakan kesadaran relational
akan tumbuh subur bagi warga masyarakat Indonesia ketika nilai-nilai pancasila itu diyakini
kebenarannya . Kesadaran etika juga akan lebih berkembang ketika nilai dan moral pancasila itu
dapat dibreakdown ke dalam norma-norma yang berlaku di Indonesia .
Pancasila juga sebagai suatu system filsafat yang pada hakikatnya merupakan suatu nilai
sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran dari norma , baik norma hukum , norma
moral maupun norma kenegaraan lainny . Dalam filsafat pancasila terkandung didalamnya suatu
pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis , mendasar , rasional , sistematis dan kompeherensif
(menyeluruh) dan system pemikiran ini suatu nilai .
Nilai-nilai pancasila kemudian dijabarkan dalam suatu norma yang jelas sehingga
merupakan suatu pedoman . Norma tersebut meliputi norma hukum yaitu suatu sistem
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia . Dalam pengertian inilah maka pancasila
berkedudukan sebagai sumber dari segala hukum di Indonesia .
Pancasila bukanlah merupakan pedoman yang berlangsung bersifat normatif atau praksis
melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan sumber hukum baik yang

meliputi norma moral maupun norma hukum , yang pada gilirannya harus dijabarkan lebih lanjut
dalam norma-norma etika moral maupun norma hukum dalam kehidupan kenegaraan maupun
kebangsaan .

1

Pancasila sebagai etika politik

1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang kamiuraikan banyak permasalahan yang kami dapatkan
. Permasalahan tersebut antara lain :
1. Apa pengertian etika ?
2. Bagaimana pengertian nilai , norma , dan moral ?
3. Apa itu hierarkhi nilai ?
4. Bagaimana hubungan antara nilai , norma dan moral ?
5. Bagaimana pengertian etika politik dan politik ?
6. Bagaimana penerapan etika dalam berkarya, bermasyarakat, dan bernegara ?
7. Nilai-nilai atau norma-norma etika yang terkandung dalam pancasila sebagai sumber
etika politik


1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini adalah :
1. Melatih mahasiswa agar lebih meningkatkan pengetahuan dan kreatifitas mahasiswa
2. Untuk mengetahui pengertian nilai , norma dan moral dalam konteks pancasila sebagai
etika politik
3. Dapat memahami nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai sumber etika
politik
4. Agar dapat mengarahkan kehidupan politik yang lebih baik , baik bersama dan untuk
orang lain , dalam rangka membangun intitusi-institusi yang adil

2

Pancasila sebagai etika politik

Bab II
PEMBAHASAN

1 . Pengertian Etika
Etika (etimologik), berasal dari kata Yunani “Ethos” yang berarti watak kesusilaan atau
adat. Etika dan Moral sama artinya, tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan.

Moral dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika untuk pengkajian system
nilai-nilai yang ada.
Istilah lain yang identik dengan etika(Achmad Charris Zubair. 1987. 13-14) :
a.

Susila ( Sansekerta)

b.

Akhlak ( Arab )
Sebagai suatu usaha ilmiah, filsafat dibagi, menjadi beberapa cabang menurut lingkungan

masing-masing.Cabang-cabang itu dibagi menjadi dua kelompok bahasan pokok yaitu filsafat
teoritis dan filsafat praktis. Filsafat pertama berisi tentang segala sesuatu yang ada sedangkan
kelompok kedua membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada tersebut.
Misalnya hakikat manusia, alam, hakikat realitas sebagai suatu keseluruhan, tentang
pengetahuan, tentang apa yang kita ketahui dan tentang yang transenden.
Etika adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas bagaimana manusia
bersikap terhadap apa yang ada) dan dibagi mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandanganpandangan moral. Etika adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita
mengikuti suatu ajaran tertentu atau bagaimana kita bersikat dan bertanggung jawab dengan

berbagai ajaran moral. Kedua kelompok etika itu adalah sebagai berikut :
1. Etika Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan
manusia.

3

Pancasila sebagai etika politik

2. Etika Khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut di atas dalam hubungannya dengan
berbagai aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (etika individual)
maupun mahluk sosial (etika sosial).
Etika, dalam hal prinsip-prinsip etis, menjadi karakteryang memodifikasi , baik bagi
konsep Demorasi maupun konsep Politik. Oleh sebab itu, penggunaan dua term itu
menegaskan karakter khusus yang diaktulkan, yaitu dimensi etis manusia didalam
kemanusiaannya. Demikian pula korelasi antara Demokrasi dan Politik. Idea demokrasi ini
didasarkan pada kebebasan, kesamaan, dan kehendak rakyat banyak yang diletakkan sebagai
alat ukur politik. ( Hendra Nurtjahjo. 2005. 16 ).
Etika berkaitan dengan masalah nilai karena etika pada pokoknya membicarakan
masalah masalah yang berkatan dengan prediket nilai “susila” dan “tidak susila”,,”baik” dan
“buruk”.

Etika Politik adalah filsafat moral tentang dimensi politis kehidupan manusia. Bidang
pembahasan dan metode etika politik. Pertama etika politik ditempatkan ke dalam kerangka
filsafat pada umumnya. Kedua dijelaskan apa yang dimaksud dengan dimensi politis manusia.
Ketiga dipertanggungjawabkan cara dan metode pendekatan etika politik terhadap dimensi
politis manusia itu.

Sejak abad ke-17 filsafat mengembangkan pokok-pokok etika politik seperti:
-

Perpisahan antara kekuasaan gereja dan kekuasaan Negara

-

Kebebasan berpikir dan beragama (Locke)

-

Pembagian kekuasaan (Locke, Montesquie)

-


Kedaulatan rakyat (Rousseau)

-

Negara hokum demokratis/republican (Kant)

-

Hak-hak asasi manusia (Locke, dsb)

-

Keadilan sosial

Etika disebut juga filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan)
manusia. Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana
4

Pancasila sebagai etika politik


manusia harus bertindak. Tindakan manusia ini ditentukan oleh bermacam-macam norma.
Norma ini masih dibagi lagi menjadi norma hukum, norma agama, norma moral dan norma
sopan santun.
Contoh Kasus :
Salah satu cara seseorang berkomunikasi dengan orang lain yakni tidak hanya berkirim sms atau
email, berkirim surat, chatting tapi juga melalui telepon. Seseorang menelepon orang lain pasti
ada sesuatu yang penting atau mungkin darurat untuk dibicarakan betapa pun singkat atau
lamanya pembicaraan di telepon, baik telepon rumah maupun lewat handphone (HP).
Jika kita perhatikan secara seksama dan rinci etika orang Indonesia tatkala menelepon benarbenar buruk alias jelek. Saat berbicara dengan lawan bicara di telepon rasanya sikap kesopanan
belum diterapkan secara baik. Apalagi kalau telepon itu salah sambung, yang menelepon tidak
meminta maaf kepada lawan bicaranya. Sebaliknya, lawan bicara pun kerap menjawab dengan
nada kesal dan emosi saat mengetahui bahwa telepon itu salah sambung.
Hal ini berbeda sekali dengan orang Jepang yang memiliki etika menelepon dengan sopan dan
baik. Orang yang menelepon dan lawan bicara yang di telepon tetap menjunjung sikap dan rasa
kesopanan bahkan kalau misalnya telepon itu salah sambung.
Etika buruk orang Indonesia saat menelepon
Kasus 1
Q : “Halo, mau bicara dengan Samson??”
A : “Ini dari siapa ya?”

Q : “Saya Rudi”
A : “Ohh,,tunggu sebentar…………”
Kasus 2
Q : “Halo, ada Samson ga?”

5

Pancasila sebagai etika politik

A : “Ya, saya sendiri. Ini siapa ya??”
Q : “Ini dari Rudi”
A : “Ohh,,……….”
Kasus 3
Q : “Halo, Pak Rudinya ada ga?? Saya mau bicara dengannya…..”
A : “Oh, Pak Rudi yaa,,salah sambung tuh”.
Q : “Ohh salah yaaa….**biippp**
Contoh kasus 1 dan 2 di atas yakni ingin berbicara dengan orang yang dituju. Perhatikanlah saat
orang yang menelepon langsung menanyakan dan mencari orang yang dituju. Kemudian tanpa
basa basi setelah si penelepon memastikan si penerima sudah ada di telepon maka percakapan
pun terjadi. Pada kasus 3, yang ternyata telepon itu salah sambung, jarang sekali si penelepon

meminta maaf atas kesalahannya dalam menelepon bahkan langsung ditutup teleponnya.
Bandingkanlah dengan etika orang Jepang saat menelepon
Kasus 1
Q : “Halo, apakah benar ini kediaman/rumah/keluarga Pak Yoshi?”
A : “Ya, benar”
Q : “Saya Pipit, apakah Yuri ada?“
A : “Ya, benar, saya sendiri”
Q : “Aaa,Yuri. Apakah sekarang punya waktu untuk kita bicara?“
A : “Ya, ada………………….”
Q : “Sampai jumpa”
A : “Ya”

6

Pancasila sebagai etika politik

Kasus 2
Q : “Halo, apakah benar ini kediaman/rumah/keluarga Pak Yoshi?”
A : “Ya, benar”
Q : “Saya Pipit, muridnya Pak Yoshi. Apakah Pak Yoshinya ada?”

A : “Ya, ada, tunggu sebentar……..”
Kasus 3
Q : “Halo, apakah benar ini kediaman/rumah/keluarga Pak Yoshi?”
A : “Bukan, salah sambung”
Q : “Mohon maaf, salah sambung”
Kasus 1 dan 2 untuk berbicara dengan orang yang dituju beberapa etika yang harus
diperhatikan adalah setelah mengatakan ‘halo’ maka si penelepon akan memastikan rumah yang
dituju (biasanya menyebutkan nama keluarga). Kemudian si penelepon memperkenalkan diri dan
mencari orang yang dituju. Sebelum memulai percakapan, biasanya si penelepon memastikan si
penerima punya waktu untuk menerima telepon. Selanjutnya, dalam menutup pembicaraan pun
dengan kata-kata yang baik. Kasus 3 jika telepon salah sambung maka si penelepon akan
memohon maaf karena salah sambung.
Etika menelepon ini mungkin bagi sebagian orang tidak terlalu dipermasalahkan tapi
justru hal kecil seperti inilah akan menimbulkan pertanyaan, ‘mengapa hal kecil seperti ini tidak
bisa diaplikasikan dengan baik?’
Ada baiknya bila orang Indonesia mencontoh etika orang Jepang dalam menelepon.
Memperkenalkan diri dulu kemudian memastikan si penerima punya waktu untuk menerima
telepon.
Selama ini mungkin kita tidak seperti itu. Kita tidak tahu lawan bicara sedang sibuk dan
mungkin merasa terpaksa menerima telepon. Saat salah sambung juga sebaiknya si penelepon

memohon maaf bukan langsung menutup teleponnya.
7

Pancasila sebagai etika politik

2. Pengertian Nilai , Norma dan Moral
2.1 Pengertian Nilai
Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk
memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau
kelompok. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat dan kualitas yang melekat pada suatu
obyeknya. Dengan demikian,maka nilai itu adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik
kenyataan-kenyataan lainnya.
Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu
dengan sesuatu yang lain kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan. Keputusan itu adalah
suatu nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau
tidak baik, dan seterusnya. Penilaian itu pastilah berhubungan dengan unsur indrawi manusia
sebagai subjek penilai, yaitu unsur jasmani, rohani, akal, rasa, karsa dan kepercayaan.
Nilai atau “value” (bahas Inggris) termasuk bidang kajian filsafat, persoalan-persoalan
tentang nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang filsafat yaitu filsafat nilai (Axiology, theory
of value). Filsafat sering juga diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai di dalam
bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya “kebiasaan” (wath) atau
kebaikan (goodness) dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai
atau melakukan penilaian (Frankena, 229).
Nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, indah, memperkaya batin dan menyadarkan
manusia akan harkat, martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan
mengarahkan sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem (sistem nilai) merupakan
salah satu wujud kebudayaan, disamping sistem sosial dan karya. Cita-cita, gagasan, konsep dan
ide tentang sesuatu adalah wujud kebudayaan sebagai sistem nilai.
Oleh karena itu, nilai dapat dihayati atau dipersepsikan dalam konteks kebudayaan, atau
sebagai wujud kebudayaan yang abstrak. Manusia dalam memilih nilai-nilai menempuh berbagai
cara yang dapat dibedakan menurut tujuannya, pertimbangannya, penalarannya, dan
8

Pancasila sebagai etika politik

kenyataannya. Nilai sosial berorientasi kepada hubungan antarmanusia dan menekankan pada
segi-segi kemanusiaan yang luhur, sedangkan nilai politik berpusat pada kekuasaan serta
pengaruh yang terdapat dalam kehidupan masyarakat maupun politik.
Dengan demikian, nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, memperkaya bathin dan
menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi
mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia.Nilai sebagai suatu system
merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping system social dan karya.Oleh karena itu,
Alport mengidentifikasikan nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat pada enam
macam, yaitu : nilai teori, nilai ekonomi, nilai estetika, nilai sosial, nilai politik dan nilai religi.
Di dalam Dictionary of sosiology and Related Sciences dikemukakan bahwa nilai adalah
kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari
suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok, ( the believed capacity
of any object to statistfy a human desire). Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas
yang melekat pada suatu objek itu sendiri.Di dalam nilai itu sendiri terkandung cita – cita,
harapan – harapan, dambaan – dambaan dan keharusan. Berbicara tentang nilai berarti berbicara
tentang das Sollen, bukan das Sein, kita masuk kerokhanian bidang makna normatif, bukan
kognotif, kita masuk ke dunia ideal dan bukan dunia real. Meskipun demikian, diatara keduannya
saling berhubungan atau saling berkait secara erat, artinya bahwa das Sollen itu harus menjelma
menjadi das Sein, yang ideal harus menjadi real, yang normatif harus direalisasikan dalam
perbuatan sehari – hari yang merupakan fakta.
2.2 Pengertian Moral
Berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, tabiat atau kelakuan.
Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan
perbuatan manusia. Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma
yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika
sebaliknya yang terjadi maka pribadi itu dianggap tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya
dapat berupa peraturan dan atau prinsipprinsip yang benar, baik terpuji dan mulia. Moral dapat

9

Pancasila sebagai etika politik

berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan masyarakat,
bangsa dan negara.
2.3 Pengertian Norma
Kesadaran akan hubungan yang ideal akan menumbuhkan kepatuhan terhadap peraturan
atau norma. Norma adalah petunjuk tingkah laku yang harus dijalankan dalam kehidupan seharihari berdasarkan motivasi tertentu.
Norma sesungguhnya perwujudkan martabat manusia sebagai makhluk budaya, sosial,
moral dan religi. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata
nilai untuk dipatuhi. Oleh sebab itu, norma dalam perwujudannya dapat berupa norma agama,
norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum, dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan
untuk dapat dipatuhi, yang dikenal dengan sanksi, misalnya:
a. Norma agama, dengan sanksinya dari Tuhan
b. Norma kesusilaan, dengan sanksinya rasa malu dan menyesal terhadap diri sendiri,
c. Norma kesopanan, dengan sanksinya berupa mengucilkan dalam pergaulan masyarakat,
d. Norma hukum, dengan sanksinya berupa penjara atau kurungan atau denda yang dipaksakan
oleh alat Negara.
3 . Pengertian Hierarkhi Nilai
Hierarkhi nilai sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandang individu –
masyarakat terhadap sesuatu obyek.Misalnya kalangan materialis memandang bahwa nilai
tertinggi adalah nilai meterial. Max Scheler menyatakan bahwa nilai-nilai yang ada tidak sama
tingginya dan luhurnya. Menurutnya nilai-nilai dapat dikelompokan dalam empat tingkatan
yaitu :
1.

Nilai kenikmatan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan indra yang
memunculkan rasa senang, menderita atau tidak enak.

2.

Nilai kehidupan yaitu nilai-nilai penting bagi kehidupan yakni : jasmani,
kesehatan serta kesejahteraan umum
10

Pancasila sebagai etika politik

3.

Nilai kejiwaan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kebenaran, keindahan dan
pengetahuan murni

4.

Nilai kerohanian yaitu tingkatan ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci.

Walter G .everet menggolongkan nilai – nilai manusiawi kedalam delapan kelompok yaitu:
a) Nilai-nilai ekonomis
b) Nilai-nilai kejasmanian
c) Nilai-nilai hiburan
d) Nilai-nilai sosial
e) Nilai-nilai watak
f) Nilai-nilai estetis
g) Nilai-nilai intelektual
h) Nilai-nilai keagamaan
Dari uraian mengenai macam – macam nilai diatas, dapat dikemukakan pula bahwa yang
mengandung nilai itu bukan hanya sesuatu yang bewujud material saja, akan tetapi juga sesuatu
yang berwujud non material atau immatrial. Notonagoro berpendapat bahwa nilai – nilai
pancasila tergolong nilai – nilai kerokhanian, tetapi nilai – nilai kerohanian yang mengakui
adanya nilai material dan vital.
Dengan demikian nilai – nilai lain secara lengkap dan harmonis, baik nilai matrial, nilai
vital, nilai kebenaran, nilai keindahan, nilai kebaikan atau nilai moral, maupun nili kesucian yang
sistematika-hierarkis, yang dimulai dari sila Ketuhanan yang Maha Esa sebagai ‘dasar’ sampai
dengan sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai ‘tujuan’.
4 . Hubungan antara Nilai , Norma dan Moral
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa nilai adalah kualitas dari sesuatu yang bermanfaat
bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun bathin. Dalam kehidupan manusia nilai dijadikan
landasan, alasan, atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku baik disadari maupun tidak.
Nilai berbeda dengan fakta di mana fakta dapat diobservasi melalui suatu verifikasi
empiris, sedangkan nilai bersifat abstrak yang hanya dapat dipahami, dipikirkan, dimengerti, dan
11

Pancasila sebagai etika politik

dihayati oleh manusia. Nilai dengan demikian tidak bersifat kongkret yaitu tidak dapat ditangkap
dengan indra manusia, dan nilai dapat bersifat subjektif maupun objektif. Bersifat subjektif
manakala nilai tersebut diberikan oleh subjek dan bersifat objektif jikalau nilai tersebut telah
melekat pada sesuatu, terlepas dari penilaian manusia.
Agar nilai tersebut menjadi lebih berguna dalam menuntun sikap dan tingkah laku
manusia, maka perlu lebih dikongkritkan lagi serta diformulasikan menjadi lebih objektif
sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam tingkah laku secara kongkrit.
Maka wujud yang lebih kongkrit dari nilai tersebut adalah merupakan suatu norma.Selanjutnya,
nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral dan etika. Istilah moral mengandung
integritas dan martabat pribadi manusia. Derajat kepribadian seseorang amat ditentukan oleh
moralitas yang dimilikinya. Makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang itu
tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Dalam pengertian inilah maka kita memasuki wilayah
norma sebagai penuntun sikap dan tingkah laku manusia.
5 . Pancasila dalam etika politik
Etika politik adalah cabang dari filsafat politik yang membicarakan perilaku atau
perbuatan-perbuatan politik untuk dinilai dari segi baik atau buruknya. Filsafat politik adalah
seperangkat keyakinan masyarakat, berbangsa, dan bernegara yang dibela dan diperjuangkan
oleh para penganutnya, seperti komunisme dan demokrasi.
Secara substantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai
pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu, etika politik berkaitan erat dengan bidang
pembahasan moral.Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral senantiasa menunjuk
kepada manusia sebagai subjek etika. Maka kewajiban moral dibedakan dengan pengertian
kewajiban-kewajiban lainnya, karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia sebagai
manusia, walaupun dalam hubungannya dengan masyarakat, bangsa maupun negara etika politik
tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar
etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagai makhluk
yang beradab dan berbudaya berdasarkan suatu kenyataan bahwa masyarakat, bangsa mau pun
negara bisa berkembang ke arah keadaan yang tidak baik dalam arti moral.
12

Pancasila sebagai etika politik

Tujuan etika politik adalah mengarahkan kehidupan politik yang lebih baik, baik bersama
dan untuk orang lain, dalam rangka membangun institusi-institusi politik yang adil. Etika politik
membantu untuk menganalisa korelasi antara tindakan individual, tindakan kolektif, dan
struktur-struktur politik yang ada. Penekanan adanya korelasi ini menghindarkan pemahaman
etika politik yang diredusir menjadi hanya sekadar etika individual perilaku individu dalam
bernegara. Nilai-nilai Pancasila Sebagai Sumber Etika Politik. Dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan Negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam Negara dijalankan sesuai
dengan:
1. Legitimasi hukum
2. Legitimasi demokratis
3. Legitimasi moral
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai yang
menjadi sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun norma
kenegaraan lainnya. Disamping itu, terkandung juga pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis,
mendasar, rasional, sistematis, dan komprehensif. Oleh karena itu, suatu pemikiran filsafat
adalah suatu nilai-nilai yang bersifat mendasar yang memberikan landasan bagi manusia dalam
hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam kehidupan
nyata dalam masyarakat,bangsa, dan negara maka diwujudkan dalam norma-noorma yang
kemudian menjadi pedoman. Norma-norma itu meliputi:
1. Norma Moral
Yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut pandang baik
maupun buruk, sopan maupun tidak sopan, susila atau tidak susila.
2. Norma Hukum
Suatu sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu tempat dan waktu
tertentu dalam pengertian ini peratran hukum. Dalam pengertian itulah Pancasila berkedudukan
sebagai sumber dari segala sumber hukum.

13

Pancasila sebagai etika politik

Dengan demikian,pancasila pada hakikatnya bukan merupakan suatu pedoman yang
langsung bersifat normatif ataupun praktsis melainkan suatu sistem nilai-nilai etika merupakan
sumber norma.
6 . Menerapkan etika dalam kehidupan kekaryaan , kemasyarakatan , kenegaraan dan
memberikan evaluasi kritis terhadap penerapan etika
a. Tolak Ukur
Sarana tolak ukur menilai baik buruknya ssuatu produk hukum yang dibuat oleh lembaga
pembuat UU ialah nilai Pancasila sendiri. Lembaga yang ditugasi untuk mengadakan evaluasi
atau pengontrolan Mahkamah Agung ditingkat perundang-undangan, Komisi Konstitusi di
tingkat UUD.
Aspek kehidupan bernegara mencakup banyak hal, baik bidang ideologi politik, ekonomi,
sosial budaya maupun pertahanan keamanan. Pancasila sebagai nilai moral, dalam pelaksanaanya
harus tampak dalam aspek-aspek kehidupan.
b. Moral Negara
Penetapan Pancasila sebagai Dasar Negara mengamanatkan bahwa moral Pancasila juga
menjadi moral negara, artinya negara tunduk pada moral, negara wajib megamalkan moral
Pancasila. Seluruh tindakan kebijakan negara harus disesuaikan dengan Pancasila. Seluruh
perundan-undangan wajib mengacu pada Pancasila. Nilai-nilai Pancasila menjadi pembimbing
dalam pembuatan policy. Sebagai moral negara, Pancasila mengandung kewajiban-kewajiban
moral bagi negara Indonesia, yaitu antara lain :
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Negara menjamin kemerdeekaan tiap penduduk untuk
pemeluk dan beribadat sesuai dengan iman agama maing-masing. Negara harus berusaha
meberantas praktek-praktek keagamaan yang tidak baik dan mengganggu kerukunan hidup
bermasyarakat; Negara wajib memberi peluang sam kepada setiap agama untuk berdakwah,
mendirikan tempat ibadah, ekonomi, dan budaya. Menjadi politis negara yaitu mengayomi,

14

Pancasila sebagai etika politik

membimbing dan mengantar warganya menuju kehidupan yang lebih baik sebagaimana yang
dicita-citakan(alenia IV Pembukaan UUD 1945).
Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Negara memperlakukan setiap orang sebagai
manusia, menjamin dan menegakkan hak-hak dan kewajiban asasi; Negara wajib menjamin
semua warga negara secara adil dengan membuat UU yang tepat dan melaksanakannya dengan
baik; Negara harus ikut bekerja sama dengan bangsa dan bernegara lain membangun dunia yang
lebih baik, dan lain-lain.
Sila Persatuan Indonesia. Negara harus tetap menjunjung tinggi asas Bhineka Tunggal Ika.
Menolak

faham

primordialisme

(sukuisme,daeraisme,separatisme).

Memperjuangkan

kepentingan nasional. Bangsa sebagai Indonesia. Menentang chauvinisme,kolonialisme,
sebaliknya mengembangkan pergaulan antar bangsa.
Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kegijaksanaan dalam permusyawaratan /
perwakilan. Mengakui dan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Meningkatkan partisipasinya
dalam proses pembangunan. Mendengarkan dan memperjuangkan aspirasi rakyat. Menghormati
perbedaan pendapat, menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul.
Sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bahwa setiap warga Indonesia mendapat
perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Sesuai
dengan UUD 1945, maka keadilan sosial itu mencakup pula pengertian adil dan makmur.

Evaluasi Kritis Terhadap Penerapan Etika di Indonesia
Terdapat etika dalam kaitannya dengan nilai dan norma yaitu etika deskriptif yaitu berusaha
meneropong secara kritis dan rasional sikap dan pola perilaku manusia dan apa yang dikejar oleh
manusia dalam hidupnya. Dalam etika ini membicarakan mengenai penghayatan nilai, tanpa
menilai, dalam suatu masyarakat tentang sikap orang dalam menghadapi hidup dan tentang
kondisi-kondisi yang mungkin manusia bertindak secara etis, Etika normatif adalah etika yang

15

Pancasila sebagai etika politik

berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh
manusia dan tindakan apa yang seharusnya diambil.
Dalam etika ini terkandung norma-norma yang menuntun tingkah laku manusia serta
member penilaian dan himbauan kepada manusia untuk bertindak sebagaimana yang ada
dalam norma-norma. Sesuai dengan pola pendekatan etika kritis dan rasionel, etika menuntun
orang untuk mengambil sikap dalam hidup. Dengan etika deskriptif, manusia disodori fakta
sebagai dasar mengambil putusan tentang sikap dan perilaku yang akan diambil, sedangkan
etika normatif manusia diberi norma sebagai alat penilai atau dasar dan kerangka tindakan yang
akan diputuskan.
Bangsa Indonesia adalah pluralitas atau bermacam-macam seperti suku, budaya, ras, bahasa
dan sebagainya. Anugerah tersebut harus disyukuri dengan cara menghargai kemajemukan tetap
dipertahankan, sejak terjadi krisis multidimensional muncul ancaman yang serius terhadap
persatuan bangsa yang disebabkan oleh beberapa faktor baik yang berasal dari dalam negeri
maupun luar negeri.
Dengan demikian melalui ketetapan MPR/VI/MPR/2001 telah menetapkan tentang etika
kehidupan bangsa untuk diamalkan oleh seluruh bangsa Indonesia. Tap tersebut disusun disusun
dengan maksud untuk membantu menyadarkan tentang arti penting tegaknya etika dan moral
dalam kehidupan berbangsa, sedang tujuannya adalah agar menjadi acuan dasar meningkatkan
kualitas manusia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta kepribadian Indonesia
dalam kehidupan berbangsa. Pokok etika dalam kehidupan berbangsa mengedepankan kejujuran,
amanah, keteladanan, sportifitas, disiplin , etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu,
tanggung jawab, menjaga kehormatan serta martabat diri sebagai warga negara Indonesia.
Macam-macam etika dalam berbangsa meliputi:
1.

Etika sosial dan budaya

2.

Etika politik dan pemerintahan

3.

Etika ekonomi dan bisnis

4.

Etika penegakan hukum yang berkeadilan

5.

Etika keilmuan

6.

Etika lingkungan

16

Pancasila sebagai etika politik

-

Analisis Kasus Etika dalam Kekaryaan (PLAGIAT) di Indonesia
Kata “plagiat” biasa kita sebut sebagai suatu hal yang dilakukan oleh seseorang dalam

mengatas-namakan karya orang lain yang sebenarnya itu bukanlah karya aslinya. Dapat
dikatakan bahwa plagiat merupakan suatu hal yang negatif yang tidak bisa kita lakukan karena
bersifat merugikan diri sendiri maupun merugikan yang lain. Di Indonesia ini sering sekali apa
yang memang budaya Indonesia selalu diambil oleh negara lain, dan negara lain tersebut merasa
bahwa itu adalah karya dari negaranya bukan karya orang Indonesia, sebagai contoh untuk lagu
indonesia yang semua orang mengetahui bahwa itu adalah lagu asal indonesia tetapi negara lain
malah mengaku-ngaku itu adalah lagu yang berasal dari negaranya, kemudian alat musik,
kemudian pakaian tradisional bahkan hingga makanan sekalipun pernah dianggap seolah-olah
milik negara lain tersebut. Saya sendiri merasa tidak setuju adanya plagiarism di negara
Indonesia. Plagiarisme memiliki banyak tipe salah satunya adalah plagiarisme kepengarangan,
ini terjadi ketika salah satu lagu Indonesia yang dianggap lagu tersebut adalah milik negara lain.
Ini juga merupakan kurangnya pengetahuan tentang plagiat, pengetahuan tentang plagiat ini
maksudnya adalah kurangnya pemahaman terhadap plagiat dan hal ini bukan hanya masalah
etika tetapi ke masalah hukum. Plagiat itu sama saja kita mengambil hak atau karya orang lain
yang padahal bukan karya kita sendiri. Kita seharusnya sadar bahwa adanya plagiat ini
membawa pengaruh buruk bagi negara, seperti mencuri hak cipta suatu karya misalkan.
Tindakan ini merupakan tindakan yang tidak terpuji karena selain kita merebut, kita mengakui
bahwa itu punya kita padahal sudah jelas itu bukan karya kita sendiri. Ini menyebabkan negara
tidak bisa berkreasi lebih maju lagi, serta terdapat kasus dimana negara tetangga yang mengakungaku bahwa salah satu alat musik dari daerah di Indonesia merupakan alat musik dari
negaranya, Ini sungguh sangat tidak terpuji karena negara tetangga sudah merebut apa yang
jelas-jelas merupakan karya dari negara kita Indonesia. Seharusnya negara kita membutuhkan
bahkan menetapkan hukum terhadap hasil karya yang negara kita buat ini agar tidak mudah jatuh
ke tangan negara tetangga begitu mudah, sehingga hal ini juga bisa mendapatkan simpati dan
pengakuan dari negara lain bahwa karya apapun yang kita hasilkan merupakan karya kita sendiri.

17

Pancasila sebagai etika politik

-

Analisis Kasus Etika dalam Kemasyarakatan di Indonesia

Kasus tawuran antar pelajar yang sedang ramai saat ini mengharuskan sekolah yang dinilai
mempunyai otoritas untuk menangani penyebab tawuran pelajar. Yunita (19), kakak kandung
Alawy Yusianto Putra, korban tewas dalam tawuran antar pelajar SMAN 70 dan SMAN 6
Jakarta Selatan tahun lalu, menilai, sekolah bisa mencegah pelajar tawuran melalui ketegasan
dalam penegakan aturan.
"Sekolah saya dulu jarang banget ada masalah tawuran. Guru-gurunya semuanya keras. Yang
tawuran langsung dikeluarkan," kata alumni SMA Negeri 47 Tanah Kusir, Jakarta Selatan itu
saat ditemui Kompas.com di Markas Polres Metro Jakarta Selatan.
Menurut Yunita, tawuran pelajar sma ataupun juga tawuran pelajar stm yang kerap terjadi
antara SMAN 6 dan SMAN 70 menjadi bukti lemahnyanya sanksi yang diterapkan sekolah
kepada para pelajar yang terlibat. Para pelajar kedua sekolah di kawasan Kebayoran Baru itu,
lanjutnya, akhirnya tak pernah jera terlibat dalam pertikaian terbuka.
"Akhirnya sudah jadi kebiasaan dan lebih sulit untuk ditangani," sambung mahasiswa
Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu.
Hal senada juga disampaikan oleh kuasa hukum keluarga Alawy, Ramdhan Alamsyah.
Menurutnya, sekolah memiliki tanggung jawab dalam menangani kasus tawuran, khususnya
dalam pemberian sanksi yang tegas terhadap pelajar yang terlibat. Bila sekolah tidak bersikap
tegas, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Dinas Pendidikan perlu menjatuhkan
sanksi terhadap sekolah yang lari dari tanggung jawab itu.
"Kami ingin penyelesaian yang menyeluruh. Kementerian atau dinas seharusnya bisa
memberi sanksi, misalnya dengan menurunkan status akreditasi sekolah," kata Ramdhan.
Ramdhan menilai, sekolah bisa dicap tidak tegas selama melakukan pembiaran tanpa
memberikan teguran keras. Sayangnya, lanjut Ramdhan, sekolah-sekolah tersebut tetap
menyandang status sekolah bergengsi.
"Lucu tetapi ironis, sekolah seperti SMA 6 dan SMA 70 punya embel-embel internasional
tetapi nyatanya hanya jadi biang tawuran," tuturnya.
18

Pancasila sebagai etika politik

Kasus tawuran pelajar bogor,tawuran pelajar sukabumi seharusnya semakin membuat
kita menyadari dan memberi pengertian tawuran pelajar yang sesungguhnya tidak memberi
manfaat sama sekali. justru hanya mencoreng muka pendidikan di negara kita.
Menurut pendapat saya, kasus diatas merupakan salah satu wujud nyata minimnya etika
yang dimiliki oleh sebagian pelajar. Memandang tawuran sebagai salah satu kebiasaan dan sulit
untuk ditangani. Peranan berbagai pihak sangat dibutuhkan dalam membentuk etika pelajar
bukan hanya sekolah, pendidikan di sekolah harusnya dapat menjadi sarana untuk pembentukan
etika sejak dini. Namun tidak hanya itu, selain sekolah peran aktif orang tua dan lingkungan serta
pemerintah juga sangat diperlukan untuk membentuk generasi muda yang berakhlak serta
memiliki etika yang baik. Banyak pihak yang menganggap etika hanya menjadi tanggung jawab
sekolah, padahal semua pihak harusnya dapat memberikan peranan yang cukup untuk
pembentukan etika generasi muda. Jika hal ini tidak segera dibenahi, generasi muda akan
mengalami krisis etika yan nantinya tidak hanya merugikan diri sendiri tapi juga dapat
merugikan orang lain.
-

Analisis Kasus Etika dalam Kenegaraan di Indonesia
Pada

Harian

Kompas

(9/11/12),

Menteri

Dalam

Negeri

Gamawan

Fauzi

mengatakan bahwa surat edaran menteri tersebut sebagai pengingat dan pembinaan kepada
kepala-kepaladaerah bahwa pemecatan PNS yang korup telah diatur di dalam Undang-Undang
Pokok Kepegawaian. Disitu juga ditegaskan bahwa Mendagri akan mencabut surat
keputusan pengangkatan bekas terpidana korupsi yang menjadi pejabat struktural di pemerinta
daerah.Koran

Kompas

(9/11/12),

melansir

hingga

saat

ini

daerah

yang

tercatat

memberikan jabatan kepada bekas terpidana korupsi di pemerintah daerah, antara lain
KabupatenKarimun, Kota Tanjung Pinang, Kabupaten Natuna, Kabupaten Lingga, Kabupaten
Majene,Provinsi Maluku Utara, dan Kabupaten Buru.Di Lingga, empat bekas terpidana tersebut
diberi jabatan antara lain, kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perhubungan Iskandar Ideris,
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Togi Simanjuntak, keduanya dipidana dalam kasus korupsi
pembangunan Dermaga Rejai. Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Dedy ZN yang mana dia
dipenjara 16 bulan karena merugikan negara Rp. 1,3 miliar dalam kasus pencetakan sawah di
Singkep Barat.
19

Pancasila sebagai etika politik

Selain itu Kepala Badan Arsip dan Perpustakaan Jabar Ali, dipenjara 20 bulan karena
terlibat korupsi proyek gedung di dinas pendidikan, pemuda dan olahraga.Sedangkan di
Pemerintah Kabupaten Natuna, Senagip menjadi Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan.
Ia juga menjadi sekretaris KPU Natuna sekaligus tengah memimpin proyek pembangunan pabrik
tapioka. Tahun ini Natuna mengalokasi Rp. 15 miliar untuk proyek itu. ada juga Yusrizal yang
menjadi Kepala Badan, dan keduanya pernahdivonis 30 bulan penjara karena korupsi dana bagi
hasil migas tahun 2007.Lebih lanjut, di Karimun Yan Indra menjabat kepala dinas pemuda dan
olahraga.Indra pernah divonis 1,5 tahun penjara karena terlibat korupsi pembebasan lahan untuk
PT.Saipem Indonesia tahun 2007. Kasus itu merugikan negara Rp.1,2 miliar. Di tanjung
Pinang,Raja Faisal Yusuf yang pernah divonis 2,5 tahun penjara karena merugikan negara
Rp.1,2miliar masih menjadi kepala badan pelayanan perizinan terpadu. Yang paling
menjadi perhatian publik mengenai korupsi di daerah adalah Bekas terpidana korupsi alih fungsi
hutanlindung Bintan, Azirwan, yang diangkat menjadi Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan
Kepulauan Riau.Sudah barang tentu kemudian, kondisi yang terjadi tersebut akan memberikan
noda hitam dalam usaha pemberantasan korupsi di Indonesia. pada gilirannya juga,
kemudian pemerintah daerah tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi yang dimulai dari
daerah.Seperti yang dikatakan Guru Besar Hukum Tata Negara Univ. Andalas Padang, Saldi
Isra bahwa pemerintah daerah akan kehilangan legitimasi sosial. Masyarakat bisa membangkan.
Bahkan sangat mungkin semua program Pemda tidak mendapat dukungan sosial
(Kompas,9/11/12).Mengambil garis antara kasus tersebut diatas dengan pendekatan etika,
kemudian akan menghadapkan pada posisi pelaksanaan aturan melalui Undang-undang yang
mengatur hal tersebut dan konteks etika moral dimasyarakat menanggapi hal tersebut. Dalam
kebudayaan yang mengutamakan nilai-nilai luhur, kejujuran, keadilan yang kemudian
diperhadapkan dengan korupsi, maka hal ini dianggap sebagai adanya pelanggaran etika. Secara
aturan bisa jadi bahwa, pejabat bekas terpidana korupsi tidak melanggar.Keterbatasan SDM
didaerah juga bisa menjadi alasan peneguhan hal ini, karena keterbutuhan terhadap tenaga
profesional yang hanya memiliki pilihan dari pejabat bersangkutan.Walaupun kecenderungan
politis juga terdapat dalam kebijakan ini, tapi untuk itu merupakan wewenang dari kepala daerah
yang bersangkutan. Kaitannya kemudian dengan persoalanetika, secara teknis tidak ada namun
20

Pancasila sebagai etika politik

bisa jadi persoalan ini berkaitan dengan nilai moral birokrasi.Disamping itu, persoalan tersebut
diatas kemudian berhubungan dengan pejabat publik yang merupakan teladan dalam pelayanan
birokrasi, juga sebagai simbol bagaimanasebuah oraganisasi birokrasi dijalankan. Dengan
menempatkan pejabat bekas korupsitentunya belum ada jaminan mengenai perbaikan dalam
proses pelayanan birokrasi, karena jaminan adanya perbaikan moral individual setelah menjalani
hukuman kasus korupsi punadalah ranah individu tersebut. Padahal ini menyangkut etika sosial
kemasyarakatan mengenai pelayanan birokrasi.Dalam menganalisa etika yang terlanggar dalam
masalah ini, patut kiranya melihatnya pada metode pendekatan etika diatas yakni teleologis dan
deontologi. Yang kemudian akan mengacu pada sisi manfaat pengangkatan pejabat tersebut dan
juga sisi nilai moral “baik” dan“buruk” secara etika dalam melakukan itu.

7 . Penerapan nilai – nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai sumber etika
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara, etika politik menuntut agar kekuasaan
dalam Negara dijalankan sesuai dengan asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu dijalankan sesuai
dengan hukum yang berlaku, disahkan dan dijalankan secara demokratis (legitimasi demokrasi),
dan dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral (legitimasi moral).
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan
penyelenggaraan Negara, baik itu yang berhubungan dengan kekuasaan, kebijakan umum,
pembagian serta kewenangan harus berdasarkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam
pancasila.

Dengan

demikian,

pancasila

merupakan

sumber

moralitas

dalam

proses

penyelenggaraan Negara, terutama dalam hubungannya dengan legitimasi kekuasaan dan hukum.
Pelaksanaan kekuasaan dan penegakan hukum dinilai bermoral jika selalu berdasarkan pancasila,
bukan berdasarkan kepentingan penguasa belaka. Jadi pancasila merupakan tolok ukur moralitas
suatu penggunaan kekuasaan dan penegakan hukum.
Sebagai dasar filsafat negara Pancasila tidak hanya merupakan sumber peraturan
perundang-undangan melainkan juga sumber moralitas utama dalan hubungannya dengan
legitiminasi

kekuasaan,

hukum

serta

berbagai

kebijakan

dalam

pelaksanaan

dan

penyelenggaraan. Ketuhanan Yang Maha Esa serta sila kedua Kemanusiaan yang adil dan
beradab, adalah merupakan sumber nilai – nilai moral bagi kehidupan kebangsaan dan
21

Pancasila sebagai etika politik

kenegaraan. Negara Indonesia yang berdasarkan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa
bukanlah negara Teokrasi yang mendasarkan kekuasaan dan penyelenggaraan negara pada
ligitiminasi religius.
Kekuasaan kepala negara tidak mendasarkan pada legitiminasi religius melainkan
mendasarkan pada legitiminasi hukum dan demokrasi. Oleh karena itu asas sila pertama lebih
berkaitan dengan legitiminasi moral. Inilah yang membedakan negara yang Berketuhanan yang
Maha Esa dengan teokrasi. Walaupun dalam negara Indonesia tidak mendasarkan pada
legitiminasi religius, namun secara moralitas kehiodupan negara harus sesuai dengan nilai-nilai
yang berasal dari Tuhan, terutama hukum serta moral dalam kehidupan bernegara.
Negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pernyataan tersebut secara
normative merupakan artikulasi sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Akan tetapi harus diingat, pernyataan tersebut bukan sebuah penegasan bahwa
Indonesia adalah Negara teokrasi yang mendasarkan kekuasaan Negara dan penyelenggaraan
Negara berdasarkan legitimasi religious, dimana kekuasaan kepala Negara bersifat absolute atau
mutlak.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa lebih berkaitan legitimasi moral. Artinya, proses
penyelenggaraan Negara dan kehidupan Negara tidak boleh diarahkan pada paham anti Tuhan
dan anti agama, akan tetapi kehidupan dan penyelenggaraan Negara harus selalu berdasarkan
nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian sila pertama merupakan legitimasi
moral religious bagi bangsa Indonesia.
Selain berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Negara Indonesia juga harus
berkemanusiaan yang adil dan beradab. Dengan kata lain, kemanusiaan yang adil dan beradab
memberikan legitimasi moral kemanusiaan dalam penyelenggaraan Negara. Negara pada
prinsipnya adalah persekutuan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Manusia merupakan dasar kehidupan serta pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara.
Oleh karena itu asas-asas kemanusiaan mempunyai kedudukan mutlak dalam kehidupan Negara
dan hukum, sehingga jaminan hak asasi manusia harus diberikan kepada setiap warga Negara.
Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan sila
Ketuhanan Yang Maha Esa.
22

Pancasila sebagai etika politik

Kedua sila tersebut memberikan legitimasi moral religius (sila Ketuhanan Yang Maha
Esa) dan legitimasi moral kemanusiaan (sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab) dalam
kehidupan dan proses penyelenggaraan Negara, sehingga Negara Indonesia terjerumus ke dalam
Negara kekuasaan.
Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan
perwakilan juga merupakan sumber etika politik bagi bangsa Indonesia. Sila ini menegaskan
bahwa Negara berasal dari rakyat dan segala kebijakan dan kekuasaan diarahkan senantiasa
untuk rakyat. Sila ini memberikan legitimasi demokrasi bagi penyelenggaraan Negara.
Oleh karena itu, dalam proses penyelenggaraan Negara, segala kebijakan, kewenangan
dan kekuasaan harus dikembalikan kepada rakyat. Dengan demikian, aktivitas politik praktis
yang menyangkut kekuasaan ekseekutif, legislatif dan yudikatif serta konsep pengambilan
keputusan, pengawasan dan partisipasi harus berdasarkan legitimasi dari rakyat.
Sila keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia memberikan legitimasi hukum (legalitas)
dalam kehidupan dan penyelenggaraan Negara. Indonesia merupakan Negara hukum yang selalu
menjunjung tinggi aspek keadilan sosial. Keadilan sosial merupakan tujuan dalam kehidupan
Negara, yang menunjukkan setiap warga Negara Indonesia mendapatkan perlakuan adil dalam
bidang hukum, politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan.
Oleh karena itu, untuk mencapai aspek keadilan tersebut, kehidupan dan penyelenggaraan
Negara harus senantiasa berdasarkan hukum yang berlaku. Pelanggaran terhadap prinsip-prinsip
keadilan dalam kehidupan Negara, yang bisa mengakibatkan hancurnya tatanan hidup
kenegaraan serta terpecahnya persatuan dan kesatuan bangsa.
Nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila pancasila harus dijadikan patokan bagi
setiap penyelenggara Negara dan rakyat Indonesia. Nilai-nilai tersebut harus diimplementasikan
dalam berbagai bidang kehidupan, sehingga pada akhirnya akan terbentuk suatu pemerintahan
yang etis serta rakyat yang bermoral pula.

23

Pancasila sebagai etika politik

BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan
Secara substantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai
pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait erat dengan bidang pembahasan
moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian ‘moral’ senantiasa menunjuk kepada
manusia sebagai subjek etika. Maka kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajibankewajiban lainnya, karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia sebagai manusia.
Walaupun dalam hubungannya dengan masyarakat bangsa maupun negara, etika politik
tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar
etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagai makhluk
yang beradab dan berbudaya.
Pancasila adalah sebagai suatu sistem filsafat yang pada hakikatnya merupakan nilai
sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma moral
maupun norma kenegaraan laianya.
Suatu pemikiran filsafat tidak secara langsung menyajikan norma – norma yang
merupakan pedoman dakam suatu tindakan atau aspek praktis melainkan nilai – nilai yang
bersifat mendasar.
Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang prinsip – prinsip yang berlaku bagi
setiap tindakan manusia yang membicarakan masalah – masalah yang berkaitan dengan predikat
“susila” dan “tindak susila”, “baik” dan “buruk”.
Hubungan sistematik antara nilai, norma dan moral tersebut terwujud dalam suatu
tingkah laku praktis dalam kehidupan manusia.
Etika politik adalah termasuk lingkup etika sosial manusia yang secara harfiah berkaitan
dengan bidang kehidupan politik .

24

Pancasila sebagai etika politik

SARAN
Pancasila hendaknya disosialisasikan secara mendalam sehingga dalam kehidupan
bermasyarakat dalam berbagai segi terwujud dengan adanya kesinambungan usaha pemerintah
untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan kepastian masyarakat untuk mengikuti
dan mentaati peraturan yang ditetapkan, karena kekuatan politik suatu negara ditentukan oleh
kondisi pemerintah yang absolut dengan adanya dukungan rakyat sebagai bagian terpenting dari
terbentuknya suatu negara.

25

Pancasila sebagai etika politik

DAFTAR PUSTAKA
Sumber :
-

https://intanjulianaa.wordpress.com/2014/11/17/etika-dalam-kehidupan-kekaryaankemasyarakatan-dan-kenegaraan/

-

http://hudastmik.blogspot.com/2014/05/pembahasan-pancasila-sebagai-etika.html

-

http://kalisthianablog.blogspot.com/2014/06/pancasila-sebagai-sistem-etika-politik.html

-

https://belajarkampus.wordpress.com/2014/11/05/pancasila-dalam-etika-politik/

-

http://listonforindonesia.blogspot.com/2013/05/pancasila-sebagai-etika-politik.html

-

26

Pancasila sebagai etika politik