LAPORAN ANALISIS TIPE IKLIM INDONESIA
Laporan praktikum
Agroklimatologi
KLASIFIKASI TIPE IKLIM
Disusun oleh :
Nama
:
Nilamtika
Nim
:
G111 13 084
Kelompok
:
2 ( dua )
Asisten
:
Vipin Christina Chandra
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Sistem klasifikasi di Indonesia banyak digunakan dalam bidang kehutanan dan
perkebunan. Klasifikasi ini sebenarnya merupakan modifikasi atau perbaikan dari
sistem kklasifikasi mohr yang telah ada sebelumnya dan digunakan di Indonesia.
Penentuan tipe iklim menurut klasifikasi ini hanya memperhatikan unsur iklim hujan
dan dan memerlukan data hujan bulanan paling sedikit 10 tahun, kriteria yang
digunakan adalah penentuan bulan kering, bulan lembab dan bulan basah. Klasifikasi
iklim merupakan suatu sistem penamaan terhadap kesamaan sifat-sifat unsur iklim
disuatu wilayah sehingga dapat dikelompokkan menjadi kelas-kelas iklim.
Suatu metode klasifikasi iklim berguna untuk memperoleh efisiensi informasi
dalam bentuk yang umum dan sederhana. Berdasarkan cara penentuan kriteria
klasifikasinya maka klasifikasi iklim dapat dibagi menjadi dua yaitu klasifikasi iklim
secara genetik (klasifikasi iklim menurut daerah penerimaan radiasi matahari dan
klasifikasi iklim berdasarkan sirkulasi udara) dan klasifikasi iklim secara empirik
(klasifikasi berdasarkan rational moisture budget/berdasarkan ETP dan neraca air dan
klasifikasi iklim berdasarkan pertumbuhan vegetasi). Bahwa tujuan klasifikasi iklim
adalah menetapkan pembagian ringkas jenis iklim ditinjau dari segi unsur yang benarbenar aktif terutama presipitasi dan suhu. Unsur lain seperti angin, sinar matahari,
atau perubahan tekanan ada kemungkinan merupakan unsur aktif untuk tujuan
khusus.
Klasifikasi iklim berdasarkan pertumbuhan vegetasi dibagi tiga, yaitu sistem
klasifikasi Koppen (1990) yakni suhu dan curah hujan rata-rata bulanan maupun
tahunan yang dihubungkan dengan keadaan vegetasi alami berdasarkan peta vegetasi,
sistem klasifikasi Scmidth-Ferguson yang sering dipakai di Indonesia, banyak
digunakan di bidang kehutanan dan perkebunan kemudian penentuan tipe iklim hanya
memperhatikan unsur iklim hujan dan memerlukan data hujan bulanan paling sedikit
10 tahun. Serta sistem klasifikasi Oldeman yaitu untuk keperluan praktis yang cukup
berguna khususnya dalam klasifikasi lahan pertanian tanaman pangan di Indonesia,
klasifikasi iklim menggunakan unsur curah hujan, kriteria didasarkan pada
perhitungan bulan basah, bulan kering dan bulan lembab yang batasannya
memperhatikan peluang hujan, hujan efektif dan kebutuhan air tanaman.
Berdasarkan uraian diatas perlu dilakukan praktikum karena mengingat sangat
penting untuk mengetahui bagaimana melakukan klasifikasi tipe iklim agar bias
ditentukan bagaimana iklim dari suatu wilayah cocok atau tidak untuk waktu dan
pola tanam dan jenis tanaman.
1.2.
Tujuan dan kegunaan
Tujuan dari praktikum ini agar mahasiswa mengetahui cara klasifikasi iklim
menurut Oldeman dan Schmidt dan Ferguson dan mengetahui bagaimana dasar
penggolongan dari tipe iklim menurut Oldeman, Schmidt dan Ferguson.
Adapun kegunaan dari praktikum ini adalah mahasiswa mampu melakukan
klasifikasi iklim suatu wilayah menggunakan analisis Schmidt dan Ferguson serta
Oldeman.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Klasifikasi tipe iklim menurut Schmidt dan Ferguson
Sistem iklim ini sangat terkenal di Indonesia penyusunan peta iklim menurut
klasifikasi
Schmidt-Ferguson lebih
banyak
digunakan
untuk
iklim
hutan.
Pengklasifikasian iklim menurut Schmidt-Ferguson ini didasarkan pada nisbah bulan
basah dan bulan kering seperti kriteria bulan basah dan bulan kering klsifikasi iklim
Mohr. Pencarian rata-rata bulan kering atau bulan basah dalam klasifikasian iklim
Schmidt-Ferguson dilakukan dengan membandingkan jumlah atau frekuensi bulan
kering atau bulan basah selama tahun pengamatan dengan banyaknya jumlah tahun
pengamatan yang diamati (Irianto, 2000).
Klasifikasi ini merupakan modifikasi atau perbaikan dari sistem klasifikasi Mohr
(Mohr menentukan berdasarkan nilai rata-rata curah hujan bulanan selama periode
pengamatan). BB dan BK pada klasifikasi Schmidt-Ferguson ditentukan tahun demi
tahun selama periode pengamatan yang kemudian dijumlahkan dan dihitung rataratanya. Dimana bulan kering adalah bulan dengan curah hujan < 60mm, bulan
lembab yaitu bulan dengan curah hujan antara 60mm-100mm, dan bulan basah adalah
bulan dengan curah hujan > 100m ( Guslim,2009 ).
Schmidt-Fergoson membagi tipe-tipe iklim dan jenis vegetasi yang tumbuh di
tipe iklim tersebut adalah sebagai berikut; tipe iklim A (sangat basah) jenis
vegetasinya adalah hutan hujan tropis, tipe iklim B (basah) jenis vegetasinya adalah
hutan hujan tropis, tipe iklim C (agak basah) jenis vegetasinya adalah hutan dengan
jenis tanaman yang mampu menggugurkan daunnya dimusim kemarau, tipe iklim D
(sedang) jenis vegetasi adalah hutan musim, tipe iklim E (agak kering) jenis
vegetasinya hutan savana, tipe iklim F (kering) jenis vegetasinya hutan savana, tipe
iklim G (sangat kering) jenis vegetasinya padang ilalang dan tipe iklim H (ekstrim
kering) jenis vegetasinya adalah padang ilalang (Lakitan,2002).
Klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson ditentukan dari nilai Q yang dikelompokkan
menjadi 8 tipe iklim, yaitu :
Tabel 1. Klasifikasi Schmidt-Ferguson
Tipe Iklim
Nilai Q (%)
Keadaan Iklim dan Vegetasi
A
< 14,3
B
14,3 – 33,3
Daerah basah, hutan hujan tropika
C
33,3 – 60,0
Daerah agak basah, hutan rimba, daun gugur
pada musim kemarau
D
60,0 – 100,0
Daerah sedang, hutan musim
E
100,0 – 167,0
Daerah agak kering, hutan sabana
F
167,0 – 300,0
Daerah kering, hutan sabana
G
300,0 – 700,0
Daerah sangat kering, padang ilalang
H
> 700,0
Daerah ekstrim kering, padang ilalang
Daerah sangat basah, hutan hujan tropika
Sumber : data primer setelah diolah, 2014
Klasifikasi iklim yang dilakukan oleh Oldeman didasarkan kepada jumlah
kebutuhan air oleh tanaman, terutama pada tanaman padi. Penyusunan tipe iklimnya
berdasarkan jumlah bulan basah yang berlansung secara berturut-turut. Kebutuhan air
untuk tanaman padi adalah 150 mm per bulan sedangkan untuk tanaman palawija
adalah 70 mm/bulan, dengan asumsi bahwa peluang terjadinya hujan yang sama
adalah 75% maka untuk mencukupi kebutuhan air tanaman padi 150 mm/bulan
diperlukan curah hujan sebesar 220 mm/bulan, sedangkan untuk mencukupi
kebutuhan air untuk tanaman palawija diperlukan curah hujan sebesar 120 mm/bulan,
sehingga menurut Oldeman suatu bulan dikatakan bulan basah apabila mempunyai
curah hujan bulanan lebih besar dari 200 mm dan dikatakan bulan kering apabila
curah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm. Untuk daerah tropis seperti indonesia,
hujan merupakan faktor pembatas penting dalam pertumbuhan dan produksi tanaman
pertanian. Selain hujan, unsur iklim lain yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman
adalah suhu, angin, kelembaban dan sinar matahari (Handoko,1990).
2.2.
Klasifikasi iklim menurut Oldeman
Pada dasarnya Oldeman bersama-sama dengan beberapa kawannya melakukan
klasifikasi terutama atas dasar curah hujan bhubungannya dengan kebutuhan air
tanaman khususnya tanaman panagan semusim yaitu padi dan palawija. Oldeman
ama halnya dengan Schmidt dan Ferguson maupun Mohr juga menggunakan istilah
bulan basah dan bulan kering dalam penggolongannya. Klasifikasi iklim Oldeman
tergolong klasifikasi yang baru di Indonesia dan pada beberapa hal masih
mengundang diskusi mengenai batasan atau kriteria yang digunakan. Namun
demikian untuk keperluan praktis klasifikasi ini cukup berguna terutama dalam
klasifikasi lahan pertanian tanaman pangan di Indonesia. Ia membuat dan
menggolongkan tipe-tipe iklim di Indonesia berdasarkan pada kriteria bulan-bulan
basah dan bulan-bulan kering secara berturut-turut ( Dewi ,2005 ).
Pada dasarnya Kriteria bulan basah dan bulan kering yang dipakai Oldeman
berbeda dengan yang digunakan oleh Koppen ataupun Schmidt-Ferguson Bulan
basah yang digunakan Oldeman adalah sebagai berikut: Bulan basah apabila curah
hujan lebih dari 200 mm. Bulan lembab apabila curah hujannya 100 - 200 mm. Bulan
kering apabila curah hujannya kurang dari 100 mm. Klasifikasi iklim yang dilakukan
oleh Oldeman didasarkan kepada jumlah kebutuhan air oleh tanaman, terutama pada
tanaman padi. Penyusunan tipe iklimnya berdasarkan jumlah bulan basah yang
berlangsung secara berturut-turut ( Oldeman et al., 1980 ).
Kebutuhan air untuk tanaman padi adalah 150 mm per bulan sedangkan untuk
tanaman palawija adalah 70 mm/bulan, dengan asumsi bahwa peluang terjadinya
hujan yang sama adalah 75% maka untuk mencukupi kebutuhan air tanaman padi 150
mm/bulan diperlukan curah hujan sebesar 220 mm/bulan, sedangkan untuk
mencukupi kebutuhan air untuk tanaman palawija diperlukan curah hujan sebesar 120
mm/bulan, sehingga menurut Oldeman suatu bulan dikatakan bulan basah apabila
mempunyai curah hujan bulanan lebih besar dari 200 mm dan dikatakan bulan kering
apabila curah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm (Tjasyono, 2004).
Oldeman membagi lima zona iklim dan lima sub zona iklim. Zona iklim
merupakan pembagian dari banyaknya jumlah bulan basah berturut-turut yang terjadi
dalam setahun. Sedangkan sub zona iklim merupakan banyaknya jumlah bulan kering
berturut-turut dalam setahun. Pemberian nama Zone iklim berdasarkan huruf yaitu
zona A, zona B, zona C, zona D dan zona E sedangkan pemberian nama sub zona
berdasarkana angka yaitu sub 1,2,3,4 dan 5. Zona A dapat ditanami padi terus
menerus sepanjang tahun. Zona B hanya dapat ditanami padi 2 periode dalam
setahun. Zona C, dapat ditanami padi 2 kali panen dalam setahun, dimana penanaman
padi yang jatuh saat curah hujan di bawah 200 mm per bulan dilakukan dengan
sistem gogo rancah. Zona D, hanya dapat ditanami padi satu kali masa tanam. Zone
E, penanaman padi tidak dianjurkan tanpa adanya irigasi yang baik (Oldeman, 1980).
Berdasarkan kriteria di bawah ini kita dapat membuat klasifikasi tipe iklim
Oldeman untuk suatu daerah tertentu yang mempunyai cukup banyak stasiun/pos
hujan. Data yang dipergunakan adalah data curah hujan bulanan selama 10 tahun atau
lebih yang diperoleh dari sejumlah stasiun/pos hujan yang kemudian dilakukan
perhitungan untuk menentukan rata-ratanya ( Subardjo, 2001 ).
Tabel 2. Tipe utama klasifikasi Oldeman
NO TIPE UTAMA
PANJANG BULAN BASAH (BULAN)
.
1.
A
>9
2.
B
7–9
3.
C
5–6
4.
D
3-4
5.
E
200 mm dan bulan kering adalah bulan dengan
curah hujan < 100 mm
4. Melihat banyaknya BB dan BK, kemudian melihat keberadaannya pada tabel
Oldeman, dan menyatakan tipe hujan atau tipe iklim di daerah yang bersangkutan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil
4.1.1
Tabel Curah Hujan Bulanan 2003-2013
Tahu
n
2003
2004
2005
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
66
63
39
173
39
259
98
102 104
0
195 332 151 348 150
5
2006
129 259 184
20
0
2007
262 148 177
92
157
2008
47
173 106
33
18
2009
403 158
31
0
41
2010
363 127
38
116 299
2011
309 179 287 207 379
2012
178 310
90
77
82
2013
174 245 304
30
44
Sumber: data primer yang telah diolah, 2014
4.1.2
Jun
Jul
Sep
Okt
Nop
Des
0
11
24
Agus
t
22
35
20
140
0
121
0
4
0
62
0
8
48
122
136
244
404
279
0
286
33
0
267
323
40
112
0
21
36
23
355
308
37
130
0
0
3
0
71
228
37
0
1
0
0
0
216
286
37
32
0
0
22
0
50
279
75
0
74
39
45
5
134
147
154
69
0
44
242
106
109
55
107
117
Tabel Bobot Curah Hujan Bulan Tahun 2003-2013
Tahu
Jan
Feb Mar Ap Mei
n
r
2003 63,87 65,17 37,74 173 37,74
2004 250,6 101,4 98,71 104
0
2005 1892 343,4 146,1 348 145,2
2006 124,8 267,9 178,1 20
0
2007 253,5 153,1 171,3 92 151,9
2008 45,48 179 102,6 33 17,42
2009
390 163,4
30
0
39,68
2010 351,3 131,4 36,77 116 289,4
2011
299 185,2 277,7 207 366,8
2012 172,3 320,7 87,1
77 79,35
2013 168,4 253,4 294,2 30 42,58
Sumber: data primer yang telah diolah, 2014
Ju
n
140
0
121
0
286
33
0
267
323
40
112
Jul
0
10,65
23,23
0
20,32
34,84
22,26
343,5
298,1
35,81
125,8
Agus
t
21,29
33,87
19,35
0
0
2,903
0
68,71
220,6
35,81
0
Se
p
0
4
0
1
0
0
0
216
286
37
32
Okt
60
0
7,742
0
0
21,29
0
48,39
270
72,58
0
No
p
48
122
136
74
39
45
5
134
147
154
69
Des
236,1
391
270
0
42,58
234,2
102,6
105,5
53,23
103,5
113,2
4.1.3
Tabel Klasifikasi Tipe Iklim Menurut Schmidt-Ferguson
Tahun
Jan BB
AP
R
BB
ME
I
BB
Jun Jul
BL
Ma
r
BK
2003
BL
BB
BB
BL
BB
BK
BK
2005
BB
BB
BB
BB
BB
BB
2006
BB
BB
BB
BK
BK
BK
2007
BB
BB
BB
BL
BB
BB
2008
BK
BB
BB
BK
BK
BK
2009
BB
BB
BK
BK
BK
BK
2010
2011
2012
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BK
BB
BL
BB
BB
BL
BB
BB
BL
BB
BB
BK
2013
BB
BB
9
BB
10
BB
6
BK
5
BK
5
BB
6
B
K
B
K
B
K
B
K
B
K
B
K
B
K
BB
BB
B
K
BB
3
2004
BK
1
0
3
4
5
5
8
BB
Agus
t
BK
Sep Okt Nov Des
BK
BL
BK
BB
BK
BK
BK
BB
BB
BK
BK
BK
BB
BB
BK
BK
BK
BL
BK
BK
BK
BK
BK
BK
BK
BK
BK
BK
BB
BK
BK
BK
BK
BB
BL
BB
BK
BB
BB
BK
BK
BB
BL
BB
BB
BB
BB
BK
BB
BK
1
BK
2
BK
1
BL
5
BB
8
9
9
8
4
3
Sep
Okt
Nop Des
BK
BK
BK
BK
BK
BK
BK
BB
BB
BK
BK
BK
BK
BK
BK
BK
BL
BL
BK
BL
BL
BK
BK
BK
BK
BL
BL
Sumber: data primer yang telah diolah, 2014
4.1.4
Tabel Klasifikasi Tipe Iklim Menurut Oldeman
Tahun
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
BK
BB
BB
BL
BB
BK
BB
BB
BB
BK
BL
BB
BB
BL
BL
BL
BL
BL
BK
BK
BL
BL
BL
BL
BK
BK
BB
BB
BB
BB
BK
BK
BK
BK
BL
BB
BK
BK
BL
BK
BL
BK
BK
BB
BB
BL
BK
BL
BK
BB
BK
BK
BB
BB
BK
BK
BK
BK
BK
BK
BK
BB
BB
Agus
t
BK
BK
BK
BK
BK
BK
BK
BK
BB
BB
BB
BB
BK
BK
BB
BL
BL
BK
5,08
3
4,91
7
2012
2013
BB
BK
BL
BL
6
2
BB
BB
4
1
BK
BB
2
5
BK
BK
4
6
BK
BK
2
7
BK
BL
3
5
BK
BL
2
8
BK
BK
1
10
BK
BK
2
9
BL
BK
0
8
BL
BK
0
6
BL
BL
4
3
Sumber: data primer yang telah diolah, 2014
4.2
Pembahasan
Hasil analisis yang kami dapat dari pengolahan data curah hujan Stasiun
Gantinga Jeneponto tahun 2004-2013 menunjukkan bahwa, berdasarkan klasifikasi
tipe iklim menurut Schmidt-Fergusson masuk ke dalam zona D (Q= 0,96). Ini berarti
daerah tersebut memiliki kondisi iklim yang sedang. Sedangkan Berdasarkan
klasifikasi tipe iklim menurut Oldeman, hasil analisis pengolahan data tersebut
menunjukkan bahwa daerah Gantinga Jeneponto masuk ke dalam zona tipe utama E5
dengan panjang bulan Basah < 3 dan berada pada sub tipe 3 dengan panjang bulan
Kering 4-6. Hal ini sesuai dengan pendapat Lakitan ( 2002 ) menyatakan bahwa
dalam tabel penggologan iklim menurut Oldeman, menurut interpretasi agroklimat
oldeman yaitu daerah ini umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat satu kali
palawija, itupun tergantung adanya hujan.
Tanaman padi membutuhkan curah hujan 200 mm perbulan sehingga baik
ditanam pada bulan Desember sampai April dilihat dari data yang tersedia dimana
curah hujan pada bulan tersebut memiliki rata-rata curah hujan yang sesuai dengan
tanaman padi, sedangkan tanaman palawija membutuhkan curah hujan 1300 mm per
tahun. Pada dasarnya dapat ditanam kapan saja asal diperkirakan tidak akan
kebanjiran dan kekeringan, khusus pada tanaman kedelai sebaiknya tidak ditanam
menjelang musim hujan. Pada lahan sawah, palawija umumnya di tanam pada akhir
musim hujan sehabis panen padi.
2,5
5,83
3
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Pengklasifikasian tipe iklim Schimdt Ferguson dan Oldeman didasarkan atas
bulan kering dan bulan basah suatu wilayah
2. Penentuan bulan basah dan bulan kering Schmidt Ferguson dan Oldeman berbeda,
dimana bulan kering Schmidt Ferguson adalah < 60 mm dan bulan basah > 100
mm, sedangkan Oldeman, bulan basah > 200 mm dan bulan kering
Agroklimatologi
KLASIFIKASI TIPE IKLIM
Disusun oleh :
Nama
:
Nilamtika
Nim
:
G111 13 084
Kelompok
:
2 ( dua )
Asisten
:
Vipin Christina Chandra
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Sistem klasifikasi di Indonesia banyak digunakan dalam bidang kehutanan dan
perkebunan. Klasifikasi ini sebenarnya merupakan modifikasi atau perbaikan dari
sistem kklasifikasi mohr yang telah ada sebelumnya dan digunakan di Indonesia.
Penentuan tipe iklim menurut klasifikasi ini hanya memperhatikan unsur iklim hujan
dan dan memerlukan data hujan bulanan paling sedikit 10 tahun, kriteria yang
digunakan adalah penentuan bulan kering, bulan lembab dan bulan basah. Klasifikasi
iklim merupakan suatu sistem penamaan terhadap kesamaan sifat-sifat unsur iklim
disuatu wilayah sehingga dapat dikelompokkan menjadi kelas-kelas iklim.
Suatu metode klasifikasi iklim berguna untuk memperoleh efisiensi informasi
dalam bentuk yang umum dan sederhana. Berdasarkan cara penentuan kriteria
klasifikasinya maka klasifikasi iklim dapat dibagi menjadi dua yaitu klasifikasi iklim
secara genetik (klasifikasi iklim menurut daerah penerimaan radiasi matahari dan
klasifikasi iklim berdasarkan sirkulasi udara) dan klasifikasi iklim secara empirik
(klasifikasi berdasarkan rational moisture budget/berdasarkan ETP dan neraca air dan
klasifikasi iklim berdasarkan pertumbuhan vegetasi). Bahwa tujuan klasifikasi iklim
adalah menetapkan pembagian ringkas jenis iklim ditinjau dari segi unsur yang benarbenar aktif terutama presipitasi dan suhu. Unsur lain seperti angin, sinar matahari,
atau perubahan tekanan ada kemungkinan merupakan unsur aktif untuk tujuan
khusus.
Klasifikasi iklim berdasarkan pertumbuhan vegetasi dibagi tiga, yaitu sistem
klasifikasi Koppen (1990) yakni suhu dan curah hujan rata-rata bulanan maupun
tahunan yang dihubungkan dengan keadaan vegetasi alami berdasarkan peta vegetasi,
sistem klasifikasi Scmidth-Ferguson yang sering dipakai di Indonesia, banyak
digunakan di bidang kehutanan dan perkebunan kemudian penentuan tipe iklim hanya
memperhatikan unsur iklim hujan dan memerlukan data hujan bulanan paling sedikit
10 tahun. Serta sistem klasifikasi Oldeman yaitu untuk keperluan praktis yang cukup
berguna khususnya dalam klasifikasi lahan pertanian tanaman pangan di Indonesia,
klasifikasi iklim menggunakan unsur curah hujan, kriteria didasarkan pada
perhitungan bulan basah, bulan kering dan bulan lembab yang batasannya
memperhatikan peluang hujan, hujan efektif dan kebutuhan air tanaman.
Berdasarkan uraian diatas perlu dilakukan praktikum karena mengingat sangat
penting untuk mengetahui bagaimana melakukan klasifikasi tipe iklim agar bias
ditentukan bagaimana iklim dari suatu wilayah cocok atau tidak untuk waktu dan
pola tanam dan jenis tanaman.
1.2.
Tujuan dan kegunaan
Tujuan dari praktikum ini agar mahasiswa mengetahui cara klasifikasi iklim
menurut Oldeman dan Schmidt dan Ferguson dan mengetahui bagaimana dasar
penggolongan dari tipe iklim menurut Oldeman, Schmidt dan Ferguson.
Adapun kegunaan dari praktikum ini adalah mahasiswa mampu melakukan
klasifikasi iklim suatu wilayah menggunakan analisis Schmidt dan Ferguson serta
Oldeman.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Klasifikasi tipe iklim menurut Schmidt dan Ferguson
Sistem iklim ini sangat terkenal di Indonesia penyusunan peta iklim menurut
klasifikasi
Schmidt-Ferguson lebih
banyak
digunakan
untuk
iklim
hutan.
Pengklasifikasian iklim menurut Schmidt-Ferguson ini didasarkan pada nisbah bulan
basah dan bulan kering seperti kriteria bulan basah dan bulan kering klsifikasi iklim
Mohr. Pencarian rata-rata bulan kering atau bulan basah dalam klasifikasian iklim
Schmidt-Ferguson dilakukan dengan membandingkan jumlah atau frekuensi bulan
kering atau bulan basah selama tahun pengamatan dengan banyaknya jumlah tahun
pengamatan yang diamati (Irianto, 2000).
Klasifikasi ini merupakan modifikasi atau perbaikan dari sistem klasifikasi Mohr
(Mohr menentukan berdasarkan nilai rata-rata curah hujan bulanan selama periode
pengamatan). BB dan BK pada klasifikasi Schmidt-Ferguson ditentukan tahun demi
tahun selama periode pengamatan yang kemudian dijumlahkan dan dihitung rataratanya. Dimana bulan kering adalah bulan dengan curah hujan < 60mm, bulan
lembab yaitu bulan dengan curah hujan antara 60mm-100mm, dan bulan basah adalah
bulan dengan curah hujan > 100m ( Guslim,2009 ).
Schmidt-Fergoson membagi tipe-tipe iklim dan jenis vegetasi yang tumbuh di
tipe iklim tersebut adalah sebagai berikut; tipe iklim A (sangat basah) jenis
vegetasinya adalah hutan hujan tropis, tipe iklim B (basah) jenis vegetasinya adalah
hutan hujan tropis, tipe iklim C (agak basah) jenis vegetasinya adalah hutan dengan
jenis tanaman yang mampu menggugurkan daunnya dimusim kemarau, tipe iklim D
(sedang) jenis vegetasi adalah hutan musim, tipe iklim E (agak kering) jenis
vegetasinya hutan savana, tipe iklim F (kering) jenis vegetasinya hutan savana, tipe
iklim G (sangat kering) jenis vegetasinya padang ilalang dan tipe iklim H (ekstrim
kering) jenis vegetasinya adalah padang ilalang (Lakitan,2002).
Klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson ditentukan dari nilai Q yang dikelompokkan
menjadi 8 tipe iklim, yaitu :
Tabel 1. Klasifikasi Schmidt-Ferguson
Tipe Iklim
Nilai Q (%)
Keadaan Iklim dan Vegetasi
A
< 14,3
B
14,3 – 33,3
Daerah basah, hutan hujan tropika
C
33,3 – 60,0
Daerah agak basah, hutan rimba, daun gugur
pada musim kemarau
D
60,0 – 100,0
Daerah sedang, hutan musim
E
100,0 – 167,0
Daerah agak kering, hutan sabana
F
167,0 – 300,0
Daerah kering, hutan sabana
G
300,0 – 700,0
Daerah sangat kering, padang ilalang
H
> 700,0
Daerah ekstrim kering, padang ilalang
Daerah sangat basah, hutan hujan tropika
Sumber : data primer setelah diolah, 2014
Klasifikasi iklim yang dilakukan oleh Oldeman didasarkan kepada jumlah
kebutuhan air oleh tanaman, terutama pada tanaman padi. Penyusunan tipe iklimnya
berdasarkan jumlah bulan basah yang berlansung secara berturut-turut. Kebutuhan air
untuk tanaman padi adalah 150 mm per bulan sedangkan untuk tanaman palawija
adalah 70 mm/bulan, dengan asumsi bahwa peluang terjadinya hujan yang sama
adalah 75% maka untuk mencukupi kebutuhan air tanaman padi 150 mm/bulan
diperlukan curah hujan sebesar 220 mm/bulan, sedangkan untuk mencukupi
kebutuhan air untuk tanaman palawija diperlukan curah hujan sebesar 120 mm/bulan,
sehingga menurut Oldeman suatu bulan dikatakan bulan basah apabila mempunyai
curah hujan bulanan lebih besar dari 200 mm dan dikatakan bulan kering apabila
curah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm. Untuk daerah tropis seperti indonesia,
hujan merupakan faktor pembatas penting dalam pertumbuhan dan produksi tanaman
pertanian. Selain hujan, unsur iklim lain yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman
adalah suhu, angin, kelembaban dan sinar matahari (Handoko,1990).
2.2.
Klasifikasi iklim menurut Oldeman
Pada dasarnya Oldeman bersama-sama dengan beberapa kawannya melakukan
klasifikasi terutama atas dasar curah hujan bhubungannya dengan kebutuhan air
tanaman khususnya tanaman panagan semusim yaitu padi dan palawija. Oldeman
ama halnya dengan Schmidt dan Ferguson maupun Mohr juga menggunakan istilah
bulan basah dan bulan kering dalam penggolongannya. Klasifikasi iklim Oldeman
tergolong klasifikasi yang baru di Indonesia dan pada beberapa hal masih
mengundang diskusi mengenai batasan atau kriteria yang digunakan. Namun
demikian untuk keperluan praktis klasifikasi ini cukup berguna terutama dalam
klasifikasi lahan pertanian tanaman pangan di Indonesia. Ia membuat dan
menggolongkan tipe-tipe iklim di Indonesia berdasarkan pada kriteria bulan-bulan
basah dan bulan-bulan kering secara berturut-turut ( Dewi ,2005 ).
Pada dasarnya Kriteria bulan basah dan bulan kering yang dipakai Oldeman
berbeda dengan yang digunakan oleh Koppen ataupun Schmidt-Ferguson Bulan
basah yang digunakan Oldeman adalah sebagai berikut: Bulan basah apabila curah
hujan lebih dari 200 mm. Bulan lembab apabila curah hujannya 100 - 200 mm. Bulan
kering apabila curah hujannya kurang dari 100 mm. Klasifikasi iklim yang dilakukan
oleh Oldeman didasarkan kepada jumlah kebutuhan air oleh tanaman, terutama pada
tanaman padi. Penyusunan tipe iklimnya berdasarkan jumlah bulan basah yang
berlangsung secara berturut-turut ( Oldeman et al., 1980 ).
Kebutuhan air untuk tanaman padi adalah 150 mm per bulan sedangkan untuk
tanaman palawija adalah 70 mm/bulan, dengan asumsi bahwa peluang terjadinya
hujan yang sama adalah 75% maka untuk mencukupi kebutuhan air tanaman padi 150
mm/bulan diperlukan curah hujan sebesar 220 mm/bulan, sedangkan untuk
mencukupi kebutuhan air untuk tanaman palawija diperlukan curah hujan sebesar 120
mm/bulan, sehingga menurut Oldeman suatu bulan dikatakan bulan basah apabila
mempunyai curah hujan bulanan lebih besar dari 200 mm dan dikatakan bulan kering
apabila curah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm (Tjasyono, 2004).
Oldeman membagi lima zona iklim dan lima sub zona iklim. Zona iklim
merupakan pembagian dari banyaknya jumlah bulan basah berturut-turut yang terjadi
dalam setahun. Sedangkan sub zona iklim merupakan banyaknya jumlah bulan kering
berturut-turut dalam setahun. Pemberian nama Zone iklim berdasarkan huruf yaitu
zona A, zona B, zona C, zona D dan zona E sedangkan pemberian nama sub zona
berdasarkana angka yaitu sub 1,2,3,4 dan 5. Zona A dapat ditanami padi terus
menerus sepanjang tahun. Zona B hanya dapat ditanami padi 2 periode dalam
setahun. Zona C, dapat ditanami padi 2 kali panen dalam setahun, dimana penanaman
padi yang jatuh saat curah hujan di bawah 200 mm per bulan dilakukan dengan
sistem gogo rancah. Zona D, hanya dapat ditanami padi satu kali masa tanam. Zone
E, penanaman padi tidak dianjurkan tanpa adanya irigasi yang baik (Oldeman, 1980).
Berdasarkan kriteria di bawah ini kita dapat membuat klasifikasi tipe iklim
Oldeman untuk suatu daerah tertentu yang mempunyai cukup banyak stasiun/pos
hujan. Data yang dipergunakan adalah data curah hujan bulanan selama 10 tahun atau
lebih yang diperoleh dari sejumlah stasiun/pos hujan yang kemudian dilakukan
perhitungan untuk menentukan rata-ratanya ( Subardjo, 2001 ).
Tabel 2. Tipe utama klasifikasi Oldeman
NO TIPE UTAMA
PANJANG BULAN BASAH (BULAN)
.
1.
A
>9
2.
B
7–9
3.
C
5–6
4.
D
3-4
5.
E
200 mm dan bulan kering adalah bulan dengan
curah hujan < 100 mm
4. Melihat banyaknya BB dan BK, kemudian melihat keberadaannya pada tabel
Oldeman, dan menyatakan tipe hujan atau tipe iklim di daerah yang bersangkutan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil
4.1.1
Tabel Curah Hujan Bulanan 2003-2013
Tahu
n
2003
2004
2005
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
66
63
39
173
39
259
98
102 104
0
195 332 151 348 150
5
2006
129 259 184
20
0
2007
262 148 177
92
157
2008
47
173 106
33
18
2009
403 158
31
0
41
2010
363 127
38
116 299
2011
309 179 287 207 379
2012
178 310
90
77
82
2013
174 245 304
30
44
Sumber: data primer yang telah diolah, 2014
4.1.2
Jun
Jul
Sep
Okt
Nop
Des
0
11
24
Agus
t
22
35
20
140
0
121
0
4
0
62
0
8
48
122
136
244
404
279
0
286
33
0
267
323
40
112
0
21
36
23
355
308
37
130
0
0
3
0
71
228
37
0
1
0
0
0
216
286
37
32
0
0
22
0
50
279
75
0
74
39
45
5
134
147
154
69
0
44
242
106
109
55
107
117
Tabel Bobot Curah Hujan Bulan Tahun 2003-2013
Tahu
Jan
Feb Mar Ap Mei
n
r
2003 63,87 65,17 37,74 173 37,74
2004 250,6 101,4 98,71 104
0
2005 1892 343,4 146,1 348 145,2
2006 124,8 267,9 178,1 20
0
2007 253,5 153,1 171,3 92 151,9
2008 45,48 179 102,6 33 17,42
2009
390 163,4
30
0
39,68
2010 351,3 131,4 36,77 116 289,4
2011
299 185,2 277,7 207 366,8
2012 172,3 320,7 87,1
77 79,35
2013 168,4 253,4 294,2 30 42,58
Sumber: data primer yang telah diolah, 2014
Ju
n
140
0
121
0
286
33
0
267
323
40
112
Jul
0
10,65
23,23
0
20,32
34,84
22,26
343,5
298,1
35,81
125,8
Agus
t
21,29
33,87
19,35
0
0
2,903
0
68,71
220,6
35,81
0
Se
p
0
4
0
1
0
0
0
216
286
37
32
Okt
60
0
7,742
0
0
21,29
0
48,39
270
72,58
0
No
p
48
122
136
74
39
45
5
134
147
154
69
Des
236,1
391
270
0
42,58
234,2
102,6
105,5
53,23
103,5
113,2
4.1.3
Tabel Klasifikasi Tipe Iklim Menurut Schmidt-Ferguson
Tahun
Jan BB
AP
R
BB
ME
I
BB
Jun Jul
BL
Ma
r
BK
2003
BL
BB
BB
BL
BB
BK
BK
2005
BB
BB
BB
BB
BB
BB
2006
BB
BB
BB
BK
BK
BK
2007
BB
BB
BB
BL
BB
BB
2008
BK
BB
BB
BK
BK
BK
2009
BB
BB
BK
BK
BK
BK
2010
2011
2012
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BK
BB
BL
BB
BB
BL
BB
BB
BL
BB
BB
BK
2013
BB
BB
9
BB
10
BB
6
BK
5
BK
5
BB
6
B
K
B
K
B
K
B
K
B
K
B
K
B
K
BB
BB
B
K
BB
3
2004
BK
1
0
3
4
5
5
8
BB
Agus
t
BK
Sep Okt Nov Des
BK
BL
BK
BB
BK
BK
BK
BB
BB
BK
BK
BK
BB
BB
BK
BK
BK
BL
BK
BK
BK
BK
BK
BK
BK
BK
BK
BK
BB
BK
BK
BK
BK
BB
BL
BB
BK
BB
BB
BK
BK
BB
BL
BB
BB
BB
BB
BK
BB
BK
1
BK
2
BK
1
BL
5
BB
8
9
9
8
4
3
Sep
Okt
Nop Des
BK
BK
BK
BK
BK
BK
BK
BB
BB
BK
BK
BK
BK
BK
BK
BK
BL
BL
BK
BL
BL
BK
BK
BK
BK
BL
BL
Sumber: data primer yang telah diolah, 2014
4.1.4
Tabel Klasifikasi Tipe Iklim Menurut Oldeman
Tahun
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
BK
BB
BB
BL
BB
BK
BB
BB
BB
BK
BL
BB
BB
BL
BL
BL
BL
BL
BK
BK
BL
BL
BL
BL
BK
BK
BB
BB
BB
BB
BK
BK
BK
BK
BL
BB
BK
BK
BL
BK
BL
BK
BK
BB
BB
BL
BK
BL
BK
BB
BK
BK
BB
BB
BK
BK
BK
BK
BK
BK
BK
BB
BB
Agus
t
BK
BK
BK
BK
BK
BK
BK
BK
BB
BB
BB
BB
BK
BK
BB
BL
BL
BK
5,08
3
4,91
7
2012
2013
BB
BK
BL
BL
6
2
BB
BB
4
1
BK
BB
2
5
BK
BK
4
6
BK
BK
2
7
BK
BL
3
5
BK
BL
2
8
BK
BK
1
10
BK
BK
2
9
BL
BK
0
8
BL
BK
0
6
BL
BL
4
3
Sumber: data primer yang telah diolah, 2014
4.2
Pembahasan
Hasil analisis yang kami dapat dari pengolahan data curah hujan Stasiun
Gantinga Jeneponto tahun 2004-2013 menunjukkan bahwa, berdasarkan klasifikasi
tipe iklim menurut Schmidt-Fergusson masuk ke dalam zona D (Q= 0,96). Ini berarti
daerah tersebut memiliki kondisi iklim yang sedang. Sedangkan Berdasarkan
klasifikasi tipe iklim menurut Oldeman, hasil analisis pengolahan data tersebut
menunjukkan bahwa daerah Gantinga Jeneponto masuk ke dalam zona tipe utama E5
dengan panjang bulan Basah < 3 dan berada pada sub tipe 3 dengan panjang bulan
Kering 4-6. Hal ini sesuai dengan pendapat Lakitan ( 2002 ) menyatakan bahwa
dalam tabel penggologan iklim menurut Oldeman, menurut interpretasi agroklimat
oldeman yaitu daerah ini umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat satu kali
palawija, itupun tergantung adanya hujan.
Tanaman padi membutuhkan curah hujan 200 mm perbulan sehingga baik
ditanam pada bulan Desember sampai April dilihat dari data yang tersedia dimana
curah hujan pada bulan tersebut memiliki rata-rata curah hujan yang sesuai dengan
tanaman padi, sedangkan tanaman palawija membutuhkan curah hujan 1300 mm per
tahun. Pada dasarnya dapat ditanam kapan saja asal diperkirakan tidak akan
kebanjiran dan kekeringan, khusus pada tanaman kedelai sebaiknya tidak ditanam
menjelang musim hujan. Pada lahan sawah, palawija umumnya di tanam pada akhir
musim hujan sehabis panen padi.
2,5
5,83
3
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Pengklasifikasian tipe iklim Schimdt Ferguson dan Oldeman didasarkan atas
bulan kering dan bulan basah suatu wilayah
2. Penentuan bulan basah dan bulan kering Schmidt Ferguson dan Oldeman berbeda,
dimana bulan kering Schmidt Ferguson adalah < 60 mm dan bulan basah > 100
mm, sedangkan Oldeman, bulan basah > 200 mm dan bulan kering