Pengaruh Laju Dosis Iradiasi Gamma 60Co
Pengaruh Laju Dosis Iradiasi Gamma (60Co) terhadap
Senyawa Antigizi Asam Fitat dan Antitripsin pada Kedelai
(Glycine max L.)
(Rindy Panca Tanhindarto, dkk.)
ISSN 1907-0322
Pengaruh Laju Dosis Iradiasi Gamma (60Co) terhadap
Senyawa Antigizi Asam Fitat dan Antitripsin pada Kedelai
(Glycine max L.)
Effect of Dose-rate of Gamma Irradiation (60Co) on the Antinutritional Compounds Phytic Acid and Antitrypsin on
Soybean (Glycine max L.)
Rindy Panca Tanhindarto1, Purwiyatno Hariyadi2, Eko Hari
Purnomo2 dan Zubaidah Irawati3
1
2
3
Sekolah Pascasarjana, Program Studi Ilmu Pangan (PS-IPN),
Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, PO Box 220 Bogor 16002
Email : [email protected]
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA IPB
Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, BATAN
Diterima 28 Maret 2013; Disetujui 13 Mei 2013
ABSTRAK
Pengaruh Laju Dosis Iradiasi Gamma (60Co) terhadap Senyawa Antigizi Asam
Fitat dan Antitripsin pada Kedelai (Glycine max L.). Telah dilakukan penelitian terhadap
pengaruh iradiasi gamma dengan berbagai laju dosis pada senyawa antigizi (asam fitat dan
antitripsin) dan warna kedelai. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh
laju dosis terhadap penurunan konsentrasi senyawa antigizi dan warna kedelai. Sampel
diiradiasi dengan laju dosis 1,30; 3,17; 5,71 dan 8,82 kGy/jam dengan waktu iradiasi bervariasi
dari 0,5 jam sampai 55 jam. Sampel dianalisis kadar asam fitat dan aktivitas antitripsin, serta
nilai warna L a b kedelai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model kinetika sederhana
dapat digunakan untuk menjelaskan perubahan konsentrasi senyawa antigizi dan warna
kedelai selama proses radiasi. Data penelitian mengindikasikan bahwa proses radiasi pada laju
dosis lebih tinggi (waktu lebih pendek) lebih efektif dalam menghancurkan senyawa antigizi
dibandingkan dengan proses radiasi pada laju dosis lebih rendah (waktu lebih lama).
Selanjutnya, proses radiasi pada laju dosis lebih tinggi (waktu lebih pendek) juga memiliki
efek yang kurang merugikan pada warna biji dan tepung kedelai dibandingkan dengan proses
radiasi dengan laju dosis lebih rendah (waktu lebih lama). Temuan ini menunjukkan bahwa
proses radiasi pada dosis yang sama berpotensi dapat dioptimalkan dengan pemilihan
kombinasi yang paling sesuai terhadap laju dosis dan waktu iradiasi
Kata kunci : proses radiasi, laju dosis, kedelai, asam fitat, antitripsin, warna
ABSTRACT
Effect of Dose-rate on the Anti-nutritional Compounds Phytic Acid and
Antitrypsin on Soybean (Glycine max L.). An investigation on the effect of gamma
irradiation at different dose-rate on the anti-nutritional compounds (phytic acid and
antitrypsin) and the color of soybean has been conducted. The purpose of the study was to
analyze the influence of the dose-rate on the rate of change of anti-nutritional compounds and
color. Samples were irradiated with dose-rates of 1.30; 3.17; 5.71 and 8.82 kGy/hour with
irradiation time varied from 0.5 to 55 hours. Phytic acid content and antitrypsin activity, as
well as their L a b color values were analyzed. Results showed that a simple first order
kinetics model can be used to describe changes in the concentration of the anti-nutritional
compounds and color soybeans during the radiation processing. Data indicate that irradiation
process at higher dose-rate (shorter time) is more effective in destroying anti-nutritional
compounds as compared to that of irradiation process at lower dose-rate (longer time).
Furthermore, irradiation process at higher dose-rate (shorter time) also have less detrimental
23
Jurnal
Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi
A Scientific Journal for The Applications of Isotopes and Radiation
ISSN 1907-0322
Vol. 9 No. 1, Juni 2013, 23 — 33
effect on color of the soybean and the resulted soybean flour as compared to that of
irradiation process at lower dose-rate (longer time). These findings suggest that irradiation
process at a same dose may potentially be optimized by selecting the most appropriate
combination of dose-rate and time of irradiation.
Keywords : radiation processing, dose-rate, soybean, phytic acid, antitrypsin, color.
PENDAHULUAN
Proses radiasi sinar gamma yang
merupakan pemanfaatan radionuklida 60Co
telah dimanfaatkan untuk menghambat
pertunasan, mengurangi mikroba atau
membunuh
mikroba
patogen
dan
memperpanjang masa simpan baik bahan
pangan segar, kering maupun olahan. Untuk
produk serealia, proses radiasi ini sudah
dimanfaatkan
baik
untuk
mereduksi
senyawa toksik dan antigizi [1, 2, 3, 4, 5]
maupun untuk tujuan sanitasi [1] dan
karantina [6, 7].
Penggunaan radiasi pengion untuk
mereduksi senyawa antigizi, seperti asam
fitat dan antitripsin kedelai sudah dilakukan
[1,5] dan kerusakan asam fitat dan
antitripsin akan pro-porsional terhadap
kenaikan dosis radiasi yang diterima [5]. Di
samping itu, kedelai yang diiradiasi dengan
dosis tinggi sampai 30 kGy juga memberikan
keunggulan; yaitu waktu pemasakan kedelai
dapat diturunkan dan memperbaiki sifat
fungsional isolat protein [8].
Perlakuan iradiasi dengan dosis 5, 15,
30 dan 60 kGy pada kedelai akan
menurunkan aktivitas antitripsin (AAT)
berturut-turut sebesar 41.8, 56.3, 62.7 dan
72.5% [5]. Iradiasi dosis 5 kGy dengan laju
dosis 5.4 kGy/jam pada kedelai bebas lemak
dari 3 varietas yang berbeda akan
menurunkan
AAT
sebesar
51-63%
tergantung dari varietas kedelai [9]. Untuk
menurunkan AAT pada kedelai bisa
dilakukan
dengan
cara
perendaman
dikombinasikan dengan pemasakan dan
iradiasi 2-8 kGy, dimana kerusakan AAT
akan meningkat dengan naiknya dosis
radiasi dan perlakuan pemasakan [10].
Perlakuan iradiasi kacang buncis dosis 2.510 kGy akan menurunkan asam fitat sebesar
24
10.2-18.2% dan AAT 4.5-9.2% [11].
Perlakuan iradiasi dosis 30 dan 45 kGy pada
biji kanola [12] dan biji Mucuna pruiens
dengan
dosis
15-30
kGy
akan
menghilangkan keseluruhan asam fitat [13].
Iradiasi dengan dosis 5-10 kGy dilaporkan
dapat menurunkan asam fitat pada beberapa
jenis kacang-kacangan (pea, cowpea, lentil,
kidney bean, dan chickpea) sampai sekitar
6.5-32.7% dan diperkirakan bahwa iradiasi
dengan
dosis
34.9-59.7
kGy
akan
menyebabkan kerusakan total asam fitat
[14].
Perlakuan
pemasakan
tidak
menurunkan asam fitat dalam pembuatan
bubur sorgum, tetapi kombinasi pemasakan
dan iradiasi (10 kGy) menyebabkan
penurunan asam fitat bubur sorgum sebesar
40% [15]. Kadar asam fitat pada 2 varietas
kacang Brasil yang direndam selama 10 jam
dikombinasikan dengan pemasakan 100°C
dan iradiasi 0.5-10 kGy, ternyata perlakuan
iradiasi tidak menyebabkan kerusakan asam
fitat walaupun ada kenaikan dosis [16].
Perlakuan iradiasi gamma dosis 2 kGy
dengan
laju
dosis
20
Gy/menit
dikombinasikan dengan perendaman dan
pemasakan pada biji dan tepung dari 2
varietas jewawut, terlihat bahwa perlakuan
iradiasi tidak menyebabkan kerusakan asam
fitat setelah penyimpanan selama 30 dan 60
hari [17].
Secara teknis sumber radiasi dapat
pula berasal dari mesin berkas elektron
namun implementasinya di Indonesia masih
terbatas [18,19]. Perlakuan iradiasi dengan
berkas elektron dosis 10, 15, 20, 25, dan 30
kGy pada sorgum menurunkan kadar asam
fitat berturut-turut sebesar 39, 49, 66, 79
dan 90% [20]. Dengan sumber radiasi yang
sama dosis 30 dan 45 kGy pada kedelai [21]
dan tepung kanola akan menghilangkan
Pengaruh Laju Dosis Iradiasi Gamma (60Co) terhadap
Senyawa Antigizi Asam Fitat dan Antitripsin pada Kedelai
(Glycine max L.)
(Rindy Panca Tanhindarto, dkk.)
keseluruhan asam fitat, serta menurunkan
AAT kedelai sebesar 73% dan 88% [22].
Sampai saat ini, publikasi penelitian
tentang proses radiasi pada produk pangan
sering berfokus pada pengaruh dosis radiasi
dan perubahan zat antigizi serta mutu
produk yang dihasilkan. Pengaruh iradiasi
pada dosis yang sama tetapi dengan laju
dosis yang berbeda belum pernah dilakukan.
Oleh karena itu, penelitian ini
bertujuan untuk mempelajari pengaruh laju
dosis pada efektivitas iradiasi. Informasi ini
akan bermanfaat untuk melakukan optimasi
proses radiasi; dengan pemilihan kombinasi
perlakuan laju dosis dan waktu iradiasi
untuk memberikan dosis radiasi tertentu
dengan
tujuan
tertentu
tetapi
bisa
meminimalkan kerusakan yang terjadi.
Secara khusus; penelitian ini bertujuan
untuk mempelajari pengaruh laju dosis
terhadap penurunan konsentrasi senyawa
antigizi dan warna kedelai selama proses
radiasi.
BAHAN DAN METODE
Bahan
Bahan
yang
digunakan
dalam
penelitian ini adalah kedelai (Glycine max L.)
varietas Mitani diperoleh dari hasil
pemuliaan tanaman PATIR, BATAN. Bahan
kimia standar asam fitat dan tripsin
diperoleh dari Sigma Chemical Co, pereaksi
kimia dengan analytical grade dan bahan
penunjang lainnya.
Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Iradiator Karet Alam
(IRKA) sebagai sumber radiasi sinar gamma
dari radionuklida 60Co, dengan aktivitas
sumber radiasi 60Co adalah 122947,83 Ci.
IRKA berlokasi di PATIR BATAN, Pasar
Jumat Jakarta. Spektrophotometer UV tipe
Spectro UV 2450 Shimadzu, Chromameter
200b Minolta Ltd, pHmeter (Eutech
Instruments, Singapura), penangas air
(Napco model 220A, USA), sentrifuse (IEC
Centra 8 Centrifuge, USA), pengaduk
ISSN 1907-0322
magnetik (Velp Scientifica tipe Ate, Italy)
dan alat penunjang lainnya.
Persiapan Sampel
Berat sampel kedelai ditimbang
masing-masing perlakuan 100 g dan dikemas
dengan plastik polietilen. Dilakukan 3 kali
ulangan untuk setiap sampel.
Proses Radiasi
Sampel yang akan diiradiasi diletakkan
pada bidang iradiasi dengan lokasi yang
berbeda; untuk mendapatkan perlakuan
iradiasi dengan laju dosis tertentu. Dari
penelitian pendahuluan, telah diidentifikasi
4 lokasi pada bidang iradiasi masing-masing
dengan laju dosis 1.30; 3.17; 5.71 dan 8.82
kGy/jam. Perlakuan iradiasi untuk setiap
sampel dilakukan pada suhu kamar (28 ±
2)°C dengan waktu bervariasi: dari 0.5 jam
sampai 55 jam; tergantung dari laju
dosisnya.
Dosimetri
Pengukuran dosis radiasi dilakukan
dengan dosimeter Harwell Amber 3042
(Harwell Dosimeters Ltd, Oxfordshire, UK)
menggunakan spektrophotometer [23].
Warna
Pengukuran warna dilakukan dengan
notasi warna skala Hunter L a b
menggunakan alat Chromameter 200b [24].
Lempeng standar putih Y = 94,6; x =
0,3127; y = 0,3197, dimana Y = faktor
kecerahan dengan dasar persen pantulan
100%, x dan y = koordinat chromaticity
diagram CIE x,y.
Analisis asam fitat
Penetapan kandungan asam fitat
dilakukan
dengan
mengikuti
metode
BHADARI dan KAWABATA [25]. Sampel
digiling dan ditimbang 5 g, lalu diekstrak
dengan 100 ml 2,4% HCl. Hasil ekstrak
sampel disentrifuse dan disiapkan 3 ml
supernatan sampel dan blanko, ditambah 1
ml Wade reagent. Supernatan diukur dengan
spektrophotometer pada panjang gelombang
500 nm.
25
Jurnal
Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi
A Scientific Journal for The Applications of Isotopes and Radiation
ISSN 1907-0322
Vol. 9 No. 1, Juni 2013, 23 — 33
Analisis antitripsin
Penetapan
aktivitas
antitripsin
dilakukan dengan mengikuti metode SMITH
dkk. [26]. Sampel tepung ditimbang 1 g dan
diekstrak dengan 10 mM NaOH (50 ml)
selama 3 jam, serta pH diatur 9,4-9,6.
(Ekstrak yang diperoleh diencerkan sehingga
persentase
penghambatan
supernatan
didefinisikan
1
ml
ekstrak
akan
menghasilkan daya penghambat 40-60
persen). Disiapkan 2 ml untuk masingmasing sampel, larutan standar tripsin dan
blanko. Kemudian semuanya direaksikan
dengan BAPNA, 5 ml. Diinkubasi kedalam
penangas air 37°C. Setelah 10 menit
ditambahkan 1 ml asam asetat 30%.
Supernatan
diukur
dengan
spektrophotometer pada panjang gelombang
410 nm. Aktivitas penghambatan tripsin
dinyatakan sebagai AAT (1 μg tripsin
dinyatakan sebagai 0,0190 satuan absorbansi
pada 410 nm per 50 ml campuran reaksi
pada kondisi yang digunakan). Penghitungan
AAT menggunakan rumus:
dimana: D = faktor pengenceran; Ai =
perubahan absorbansi dan S = berat sampel.
Analisis data
Perubahan konsentrasi senyawa asam
fitat, antitripsin dan kecerahan (warna)
kedelai ditabulasikan dan dianalisis dengan
model kinetika sederhana. Secara umum
bentuk reaksi perubahan [27, 28] yang
terjadi adalah sebagai berikut:
k
Produk
(1)
Jika t menyatakan waktu dan n adalah
ordo reaksi, maka laju perubahan reaktan
menjadi produk dinyatakan sebagai berikut:
δ [reaktan]
= - k [reaktan]n
δ t
26
Ln
[reaktan]t
=-kt
[reaktan]o
Ln[reaktan]t =
Ln[reaktan]o - kt
(3)
Persamaan 3 menunjukkan bahwa plot
antara nilai ln[reaktan]t terhadap waktu
iradiasi t
akan menunjukkan hubungan
garis lurus dengan kemiringan sebesar k.
Analisis sidik ragam dan uji beda nyata
terkecil dilakukan pada α =5% untuk
melihat
perbedaan
bermakna
pada
perlakuan berbagai laju dosis dan waktu
iradiasi terhadap perubahan warna notasi a
dan b.
HASIL DAN PEMBAHASAN
⎛ mg ⎞
2,632 x D x Ai
⎟⎟ =
AAT ⎜⎜
S
⎝ g ⎠
Reaktan
Dimana: yang dimaksud dengan
reaktan ini bisa berupa senyawa asam fitat,
antitripsin ataupun nilai kecerahan kedelai,
dan k adalah konstanta laju reaksi
perubahan (Persamaan 1), untuk n = 1,
maka
persamaan
2
diintegrasikan,
menghasilkan persamaan 3.
(2)
Perubahan Senyawa Antigizi Selama
Proses Radiasi
Senyawa antigizi yang diamati pada
penelitian ini adalah asam fitat dan
antitripsin. Hasil analisis konsentrasi asam
fitat dan aktivitas antitripsin pada kedelai
dalam penelitian ini, berturut-turut, adalah
14.98 mg/g dan 28.31 mg/g. Kandungan
asam fitat ini sesuai dengan laporan
KUMAR dkk. [29] dimana kandungan asam
fitat kedelai berkisar antara 9.2-16.7 mg/g.
Namun demikian, kandungan antitripsin
kedelai varietas Mitani ini lebih kecil
daripada angka yang dilaporkan DIXIT dkk.
[9] yaitu sebesar 55.86-91.84 mg/g untuk 3
genotipe kedelai yang dianalisnya. Variasi
kandungan konsentrasi senyawa antigizi ini
diduga disebabkan karena perbedaan
varietas, lokasi tanam dan musim panen.
Secara
umum,
penelitian
ini
menunjukkan bahwa proses radiasi mampu
mendegradasi senyawa antigizi pada kedelai
(Gambar 1). Iradiasi sinar gamma dilaporkan
Pengaruh Laju Dosis Iradiasi Gamma (60Co) terhadap
Senyawa Antigizi Asam Fitat dan Antitripsin pada Kedelai
(Glycine max L.)
(Rindy Panca Tanhindarto, dkk.)
ISSN 1907-0322
dapat memutus struktur kimia asam fitat
menjadi inositol phospat dan inositol [11,14]
dan pemecahan struktur cincin fitat itu
sendiri [15]. Sedangkan penurunan senyawa
antitripsin akibat iradiasi gamma disebabkan
terjadi pemutusan struktur protein kedelai
[9], terutama pada asam amino yang
mempunyai ikatan —S-S- dan —S-H- sehingga
aktivitas antitripsin menurun [5].
Lebih
lanjut;
Gambar
1
juga
menunjukkan bahwa degradasi senyawa
antigizi karena proses radiasi pada laju dosis
1.30; 3.17; 5.71 dan 8.82 kGy/jam dapat
dijelaskan dengan model reaksi ordo
pertama (Persamaan 3), dimana, nilai
konstanta laju degradasi (k) untuk asam fitat
dan antitripsin pada berbagai laju dosis
disajikan pada (Tabel 1).
Dari Tabel 1 terlihat bahwa pada
perlakuan laju dosis yang sama, nilai k
untuk degradasi antitripsin lebih besar
daripada nilai k untuk degradasi asam fitat.
Hal ini menunjukkan bahwa asam fitat
memiliki daya tahan lebih tinggi daripada
antitripsin terhadap proses radiasi dengan
laju dosis 1.30 sampai 8.82 kGy/jam.
Gambar 2 memperlihatkan pola data
penurunan senyawa antigizi sebagai fungsi
dosis radiasi. Gambar 2 mengindikasikan
bahwa jumlah penurunan senyawa antigizi
pada perlakuan iradiasi pada dosis yang
sama, dipengaruhi oleh laju dosis yang
0.0
0.0
0
5
10
15
20
25
0
30
Ln [AAT / AAT awal]
Ln [C / C awal]
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
-0.2
-0.1
-0.2
-0.3
-0.4
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
-1.2
-0.5
-1.4
-0.6
-1.6
Waktu iradiasi (jam)
1,30 kGy/jam
3,17 kGy/jam
5,71 kGy/jam
(a)
Waktu iradiasi (jam)
8,82 kGy/jam
1,30 kGy/jam
3,17 kGy/jam
5,71 kGy/jam
8,82 kGy/jam
(b)
Gambar 1. Perubahan konsentrasi (a) asam fitat dan (b) aktivitas antitripsin kedelai
selama proses radiasi dengan berbagai laju dosis.
Tabel 1. Nilai k dan r2 dari perubahan senyawa antigizi
selama proses radiasi pada berbagai laju dosis.
Parameter
Asam fitat
Antitripsin
Laju dosis
(kGy/jam)
1.30
3.17
5.71
8.82
1.30
3.17
5.71
8.82
Nilai k
(jam-1)
0.0197
0.0611
0.0903
0.2191
0.0302
0.0881
0.1434
0.2558
r2
0.9363
0.9841
0.8888
0.7622
0.9221
0.8517
0.9274
0.9434
27
Jurnal
Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi
A Scientific Journal for The Applications of Isotopes and Radiation
ISSN 1907-0322
Vol. 9 No. 1, Juni 2013, 23 — 33
digunakan. Pada dosis yang sama, terdapat
indikasi cukup kuat bahwa iradiasi dengan
laju dosis lebih tinggi (waktu lebih rendah)
akan memberikan tingkat penurunan zat
antigizi
yang
lebih
besar
daripada
penurunan zat antigizi yang terjadi pada
iradiasi dengan laju dosis lebih rendah
(waktu lebih tinggi).
Namun demikian, data yang diperoleh
masih menunjukkan adanya pola yang tidak
konsisten; terutama untuk laju dosis 3.17
dan 5.71 kGy/jam. Setidaknya; penelitian ini
memberikan indikasi bahwa laju dosis
mungkin merupakan salah satu faktor
penting dalam upaya optimalisasi proses
radiasi.
Perubahan Warna Selama Proses
Radiasi
Sistem notasi warna Hunter dicirikan
dengan 3 parameter L a b. Notasi L
menyatakan kecerahan warna, sedang notasi
a dan b merupakan warna campuran hijaumerah dan warna campuran biru-kuning.
Hasil analisis perubahan warna kedelai
selama proses radiasi pada laju dosis 1.30;
16
30
AAT (mg/g)
Asam fitat (mg/g)
25
14
12
20
15
10
10
5
8
0
5
10
15
20
25
30
0
35
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80
Dosis radiasi (kGy)
Dosis radiasi (kGy)
1,30 kGy/jam
3,17 kGy/jam
5,71 kGy/jam
8,82 kGy/jam
(a)
1,30 kGy/jam
3,17 kGy/jam
5,71 kGy/jam
8,82 kGy/jam
(b)
Gambar 2. Perubahan konsentrasi (a) asam fitat dan (b) aktivitas antitripsin kedelai
sebagai fungsi dari dosis radiasi.
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
-0.01
Ln [nilai L / nilai L awal
Ln [nilai L / nilai L awal
-0.01 0
-0.03
-0.05
-0.07
-0.09
0
5
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
-0.02
-0.03
-0.04
-0.05
-0.06
Waktu iradiasi (jam)
1,30 kGy/jam
10
3,17 kGy/jam
5,71kGy/jam
(a)
Waktu iradiasi (jam)
8,82 kGy/jam
1,30 kGy/jam
3,17 kGy/jam
5,71kGy/jam
8,82 kGy/jam
(b)
Gambar 3. Perubahan kecerahan (warna) (a) biji dan (b) tepung kedelai selama proses
radiasi dengan berbagai laju dosis.
28
Pengaruh Laju Dosis Iradiasi Gamma (60Co) terhadap
Senyawa Antigizi Asam Fitat dan Antitripsin pada Kedelai
(Glycine max L.)
(Rindy Panca Tanhindarto, dkk.)
3.17; 5.71 dan 8.82 kGy/jam dapat
ditabulasikan pada Tabel 2. Namun
demikian,
nilai
a
dan
b
kurang
mendiskripsikan warna produk karena
menunjukkan perubahan warna kearah
merah dan kuning. Hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa terdapat peningkatan
ISSN 1907-0322
yang bermakna terhadap nilai a kedelai
dengan naiknya waktu iradiasi, tetapi
terdapat indikasi tidak bermakna terhadap
nilai b tepung kedelai.
Analisis warna biji dan tepung kedelai
yang dihasilkan akan dijelaskan dengan
menggunakan nilai L (kecerahan). Hasil
Tabel 2. Perubahan warna biji dan tepung kedelai selama proses radiasi dengan berbagai
laju dosis.
Laju dosis
(kGy/jam)
1.30 kGy/jam
3.17 kGy/jam
5.71 kGy/jam
8.82 kGy/jam
Waktu
iradiasi
(jam)
0
5
10
15
20
25
35
45
55
0
1
3
5
7
9
12
15
18
0
1
2
3
4
5
7
9
12
0
0,5
1
1,5
2
3
4
5
7
Sampel biji kedelai
L
54.9
53.9
53.1
53.3
53.7
53.5
52.7
51.9
50.7
54.9
53.6
53.5
52.9
52.6
52.0
51.7
51.6
51.5
54.9
54.2
53.6
53.3
52.8
52.1
51.7
51.2
50.7
54.9
54.4
54.3
54.8
54.6
54.3
53.9
52.5
52.3
a
0.3 d
0.3 d
0.6 d
1.0 c
0.5 d
0.6 d
1.3 b
1.9 a
1.6 a
0.3 e
1.0 c
1.0 c
0.8 cd
0.5 de
0.5 de
1.6 b
1.8 ab
2.0 a
0.3 d
1.1 bc
1.0 c
0.6 cd
0.6 cd
0.3 d
1.7 a
1.6 ab
1.7 a
0.3 d
1.3 bc
1.2 bc
1.2 bc
1.1 c
1.0 c
1.1 c
1.5 ab
1.6 a
b
20.7 a
20.5 b
19.6 b
18.3 c
17.5 e
17.9 cde
18.0 cd
17.7 de
16.9 f
20.7 b
21.1 a
21.1 a
20.2 c
20.1 cd
19.1 e
19.9 d
18.4 f
17.4 g
20.7 a
21.2 a
20.4 a
19.0 b
17.2 d
17.6 cd
18.5 b
18.3 bc
17.2 d
20.7 ab
21.7 a
21.3 a
19.9 b
19.9 d
18.0 bc
19.7 bc
18.7 cd
18.2 d
Sampel tepung kedelai
L
83.4
82.9
82.9
81.4
81.4
81.5
80.1
79.7
79.3
83.4
83.0
80.7
82.8
82.4
81.4
80.4
79.9
79.9
83.4
82.7
81.6
81.3
80.8
80.6
80.6
80.3
80.1
83.4
83.1
83.1
83.1
81.6
81.4
81.3
81.1
79.7
a
-5.4 a
-5.2 ab
-5.1 ab
-5.2 ab
-5.0 b
-5.0 b
-4.3 c
-4.2 cd
-4.3 d
-5.4 a
-5.2 ab
-4.9 c
-4.9 c
-5.2 ab
-5.0 bc
-4.6 d
-4.3 e
-4.3 e
-5.4 a
-4.7 ab
-4.6 ab
-4.3 bc
-4.2 c
-4.5 ab
-4.6 ab
-4.5 ab
-4.5 ab
-5.4 a
-5.0 b
-5.0 b
-5.0 b
-4.6 cd
-4.7 c
-4.8 c
-4.8 c
-4.5 d
b
19.5 bc
18.5 de
18.3 de
18.3 de
18.1 e
18.9 cd
19.6 abc
19.9 ab
20.3 a
19.5 ab
16.6 e
18.7 c
17.5 d
18.7 c
19.1 bc
19.3 bc
19.3 bc
19.9 a
19.5 a
17.7 c
18.7 b
18.5 b
18.3 bc
18.1 bc
19.7 a
19.6 a
19.5 a
19.5 ab
17.6 d
17.6 d
17.6 d
18.7 c
19.1 abc
19.2 abc
18.8 bc
19.7 a
Keterangan : Pada kolom yang sama dinyatakan huruf berbeda bila bermakna (α =5%).
29
Jurnal
Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi
A Scientific Journal for The Applications of Isotopes and Radiation
ISSN 1907-0322
Vol. 9 No. 1, Juni 2013, 23 — 33
penelitian ini menunjukkan bahwa proses
radiasi akan menyebabkan perubahan
kecerahan warna, baik warna biji kedelai
maupun warna tepung kedelai yang
dihasilkan. Hal ini diduga karena iradiasi
dapat menyebabkan terjadi pencoklatan atau
browning non enzimatik yang akan
menurunkan tingkat kecerahan. Hal ini juga
telah ditunjukan terjadi pada jambu mede
[30] dan tepung beras varietas atomita IV
[31].
Pola perubahan kecerahan sebagai
akibat iradiasi pada laju dosis 1.30; 3.17;
5.71 dan 8.82 kGy/jam dapat dijelaskan
dengan model reaksi ordo pertama (Gambar
3); dengan nilai konstanta laju perubahan (k)
pada berbagai laju dosis disajikan pada
(Tabel 3).
Terlihat bahwa penurunan kecerahan
(warna) juga dipengaruhi oleh laju dosis;
yang menunjukkan pola serupa dengan pola
perubahan zat antigizi (Gambar 1). Namun
demikian; perubahan warna sebagai fungsi
dari
dosis
radiasi
(Gambar
4)
memperlihatkan pola yang berbeda dengan
pola perubahan zat antigizi (Gambar 2).
Secara umum ada kecenderungan bahwa
iradiasi dengan laju dosis yang lebih tinggi
(waktu lebih pendek) akan menyebabkan
perubahan kecerahan warna yang lebih
kecil. Hal ini diduga karena iradiasi tidak
dapat menyebabkan terjadi reaksi senyawa
karbonil dari gula bereaksi dengan gugus
amino untuk membentuk senyawa berwarna
coklat.
Tabel 3. Nilai k dan r2 dari perubahan kecerahan (warna) selama proses
radiasi pada berbagai laju dosis.
Parameter
Warna
(nilai L)
Biji kedelai
Warna
(nilai L)
Tepung kedelai
Laju dosis
(kGy/jam)
1.30
3.17
5.71
8.82
1.30
3.17
5.71
8.82
Nilai k
(jam-1)
0.0013
0.0045
0.0078
0.0066
0.0010
0.0027
0.0045
0.0064
r2
0.8135
0.6189
0.8951
0.8185
0.9342
0.6691
0.4418
0.9119
84
54.5
Warna (nilai L)
Warna (nilai L)
83
53.5
52.5
51.5
82
81
80
79
50.5
0
5
0
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75
Dosis radiasi (kGy)
Dosis radiasi (kGy)
8,82 kGy/jam
5,71 kGy/jam
3,17 kGy/jam
(a)
1,30 kGy/jam
8,82 kGy/jam
5,71 kGy/jam
3,17 kGy/jam
(b)
1,30 kGy/jam
Gambar 4. Perubahan kecerahan (warna) (a) biji dan (b) tepung kedelai sebagai fungsi
dari dosis radiasi.
30
Pengaruh Laju Dosis Iradiasi Gamma (60Co) terhadap
Senyawa Antigizi Asam Fitat dan Antitripsin pada Kedelai
(Glycine max L.)
(Rindy Panca Tanhindarto, dkk.)
ISSN 1907-0322
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian aplikasi iradiasi
pada kedelai dengan laju dosis berkisar
antara 1.30 kGy/jam sampai 8.82 kGy/jam
dan waktu 0.5 sampai 55 jam, dapat
disimpulkan sebagai berikut;
1. Iradiasi berpotensi untuk mereduksi
senyawa antigizi dan memodifikasi
karakter mutu lainnya pada kedelai.
2. Selain
dosis;
laju
dosis
diduga
merupakan salah satu faktor penting
dalam pengendalian dan optimasi proses
radiasi.
3. Iradiasi dengan laju dosis lebih tinggi
(waktu lebih pendek) berpotensi untuk
bisa menghancurkan senyawa antigizi
dengan
lebih
efektif,
sekaligus
memberikan kecerahan warna yang
lebih baik, daripada iradiasi dengan laju
dosis lebih rendah (waktu lebih
panjang).
London NW1 7BY, UK, 635-469
(2010).
2.
SOMMERS, C.H., DELINCEE, H.,
SMITH, J.S. and MARCHIONI, E.
Toxicolical safety of irradiated
foods, In: SOMMERS, C.H., FAN,
X., Ed. Food Irradiation Research
and
Technology.
Blackwell
Publishing and the Institut of Food
Technologist, 43-62 (2006).
3.
BYUN, M.W., JO, C. and LEE, J.W.
Potential Applications of Ionizing
Radiation, In: Food Irradiation
Research
and
Technology
(SOMMERS C.H. and FAN, X., Ed.)
Blackwell Publishing and the
Institut of Food Technologist, 249262 (2006).
4.
AHN, H.J., KIM, J.H, JO, C., KIM, M.J,
and BYUN, M.W. Comparison of
irradiated phytic acid and other
antioxidants for antioxidant activity.
Food Chem. 88, 173-178 (2004).
5.
SIDDHURAJU, P., MAKKAR, H.P.S.
and BECKER, K. The effect of
ionizing radiation on antinutritional
factors and the nutritional value of
plant materials with reference to
human and animal food, Rev. Food
Chem. 78, 187-205 (2002).
6.
HALLMAN,
G.J.
Phytosanitary
Applications
of
Irradiation,
Comprehensive. Reviews in Food
Scince and Food Safety. 10, 143-151
(2011).
7.
INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY
AGENCY [IAEA]. Irradiation as a
phyto-sanitary treatment of food
and
agricultural
commodities.
Proceedings of a final research
coordination meeting organized by
the
Joint
FAO/IAEA.
IAEATECDOC-1427, Nov. (2004).
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih
kepada Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan
Radiasi (PATIR), Badan Tenaga Nuklir
Nasional (BATAN) yang telah membantu
dana penelitian dan fasilitas iradiasi, serta
Southeast Asian Food and Agricultural
Science and Technology (SEAFAST) Center,
Institut Pertanian Bogor yang telah
mengijinkan
menggunakan
fasilitas
Laboratorium Kimia sehingga penelitian ini
terlaksana dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
1.
ARVANITOYANNIS,
I.S.
and
STRATAKOS, A.C. Potential Uses
of Irradiation, In: Irradiation of
Food Commodities: Techniques,
Applications, Detection, Legislation,
Safety and Consumer Opinion
(ARVANITOYANNIS, I.S., Ed.).
Academic Press Elsevier Inc.
31
Jurnal
Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi
A Scientific Journal for The Applications of Isotopes and Radiation
Vol. 9 No. 1, Juni 2013, 23 — 33
8.
9.
PEDNEKAR,
M.,
DAS,
A.K.,
RAJALAKSHMI, V. and SHARMA,
A.
Radiation
processing
and
fungsional properties of soybean
(Glycine max). Rad Phys & Chem. 79,
490-494 (2010).
DIXIT, A.K., KUMAR, V., RANI, A.,
MANJAYA, J.G. and BHATNAGAR,
D. Effect of gamma irradiation on
lipoxygenases, trypsin inhibitor,
raffinose family oligosaccharides
and nutritional factors of different
seed coat colored soybean (Glycine
max L.). Rad Phys & Chem. (2011).
10. TOLEDO, T.C.F., BRAZACA, S.G.C.,
ARTHUR, V. and PIEDADE, S.M.S.
Effects of gamma radiation on total
phenolics,
trypsin
and
tanin
inhibitors in soybean grains. Rad
Phys & Chem. 76, 1653-1656 (2007).
11. AL-KAISEY
M,
ALWAN
AKH,
MOHAMMAD, M.H. and SAEED,
A.H. Effect of gamma irradiation on
antinutritional factors in broad
bean. Rad Phys & Chem. 67, 493-496
(2003).
12. EBRAHIMI, S.R., NIKKHAH, A.,
SADEGHI, A.A. and RAISALI, G.
Chemical composition, secondary
compounds, ruminal degradation
and
in
vitro
crude
protein
digestibility of gamma irradiated
canola seed. Animal Feed Sci & Tech.
151, 184-193 (2009).
ISSN 1907-0322
seeds. Rad Phys & Chem. 76, 10501057 (2007).
15. DUODU, K.G., MINNAAR, A. and
TAYLOR, J.R.N. Effect of cooking
and irradiation on the labile
vitamins and antinutrient content of
a traditional African sorghum
porridge and spinach relish. Food
Chem. 66, 21-27 (1999).
16. VILLAVICENCIO, A.L.C.H., MANCINIFILHO, J., DELINCEE, H. and
GREINER, R. Effect of irradiation
on anti-nutrients (total phenolics,
tannins and phytate) in Brazilian
beans. Rad Phys & Chem. 57, 289293 (2000).
17. MOHAMED, E.A., ALI, N.A., AHMED,
S.H.,
AHMED,
I.A.M.
and
BABIKER, E.E. Effect of radiation
process on antinutrients and HCl
extractability
of
calcium,
phosphorus
and
iron
during
processing and storage. Rad Phys &
Chem. 79, 791-796 (2010).
18. TANHINDARTO, R.P. dan IRAWATI,
Z. Status litbang pengawetan
makanan
menggunakan
radiasi
pengion, Seminar Pendayagunaan
Prosiding Seminar Nasional XIV
“Kimia
Dalam
Industri
dan
Lingkungan”, Yogyakarta: 13-14
Sep, 132-138 (2005).
13. BHAT, R., SRIDHAR, K.R. and
TOMITA-YOKOTAMI, K. Effect of
ionizing radiation on antinutritional
features of velvet bean seeds
(Mucuna pruriens). Food Chem. 103,
860-866 (2007).
19. TANHINDARTO, R.P., HARIYADI, P.,
ANDARWULAN, N. dan IRAWATI,
Z. Aplikasi iradiasi mesin berkas
elektron untuk disinfestasi serangga
Tribolium castaneum (Herbst) pada
tepung terigu, Yogyakarta: Seminar
Nasional PATPI. 2-3 Agustus: R
531-540 (2006).
14. EL-NIELY, H.F.G. Effect of radiation
processing on antinutrients, in-vitro
protein digestibility and protein
effiency ratio bioassy of legume
20. SHAWRANG, P., SADEGHI, A.A.,
BEHGAR, M., ZARESHAHI, H. and
SHAHHOSEINI, G. Study
of
chemical
compositions,
anti-
32
Pengaruh Laju Dosis Iradiasi Gamma (60Co) terhadap
Senyawa Antigizi Asam Fitat dan Antitripsin pada Kedelai
(Glycine max L.)
(Rindy Panca Tanhindarto, dkk.)
nutritional contents and digestibility
of
electron
beam
irradiated
sorghum grains. Food Chem. 125,
376-379 (2011).
21. EBRAHIMI-MAHMOUDABAD,
S.R.
and TAGHINEJAD-ROUDBANEH,
M. Investigation of electron beam
irradiation
effects
on
antinutritional
factors,
chemical
composition and digestion kinetics
of whole cottonseed, soybean, and
canola seeds. Rad Phys & Chem. 80,
1441-1447 (2011).
22. TAGHINEJAD-ROUDBANEH,
M.,
EBRAHIMI, S.R., AZIZI, S. and
SHAWRANG, P. Effects of electron
beam irradiation on chemical
composition, antinutritional factors,
ruminal degradation and in vitro
protein digestibility of canola meal.
Rad Phys & Chem. 79, 1264-1269
(2010).
23. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY
AGENCY [IAEA]. Dosimetry for
Food Irradiation. Technical Reports
Series No. 409. International Atomic
Energy Agency. Vienna (2002).
24. AMERICAN SOCIETY FOR TESTING
AND
MATERIALS
[ASTM].
Standards on Color and Appearance
Measurement, third edition. 1916
Race St, Philadelphia, PA 19103
(1991).
25. BHADARI, M.R. and KAWABATA, J.
Cooking effects on oxalate, phytate,
trysin and α-amylase inhibitors of
wild yam tubers of Nepal. J of Food
Composition & Analysis. 19, 524-530
(2006).
ISSN 1907-0322
26. SMITH,
C.,
MEGEN,
W.V.,
TWAALFHOVEN,
L.
and
HITCHCOCK,
C.
The
determination of trysin inhibitor
levels in foodstuffs. Society of Chem
Ind., 341-350 (1980).
27. HOLDSWORTH, S.D. Principles of
Thermal Processing: Sterilization.
In: Engineering Aspects of Thermal
Food Processing (SIMPSON R, Ed.)
CRC Press Taylor & Francis Group.
Boca Raton London New York
(2009).
28. VILLOTA, R. and HAWKES, J.G.
Reaction Kinetics in Food Systems,
In:Handbook of Food Engineering,
(HELDMAN, D.R. & LUND, D.B.,
Ed). Marcel Dekker, Inc. New York,
Basel, Hong Kong (1992).
29. KUMAR, V., SINHA, A.K., MAKKAR,
H.P.S. and BECKER, K. Dieteary
roles of phytate anf phytate in
human nutrition: A review. Food
Chem. 120 (4), 945-959, (2010).
30. MEXIS, S.F. and KONTAMINAS, M.G.
Effect of γ-irradiation on the
physico-chemical
and
sensory
properties
of
cashew
nuts
(Anacardium occidentale L.) Food Sci
& Tech, 42, 1501-1507 (2009).
31. TANHINDARTO, R.P., DWI. K., PRIH,
S. dan MUGIONO. Pengaruh
iradiasi gamma (60Co) terhadap
mutu beras Atomita IV. Risalah
Pertemuan Ilmiah Penelitian dan
Pengembangan Aplikasi Isotop dan
Radiasi. Jakarta, 19-20 Februari
2003. Puslitbang Teknologi Isotop
dan Radiasi BATAN, 279-286
(2004).
33
Jurnal
Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi
A Scientific Journal for The Applications of Isotopes and Radiation
Vol. 9 No. 1, Juni 2013, 23 — 33
34
ISSN 1907-0322
Senyawa Antigizi Asam Fitat dan Antitripsin pada Kedelai
(Glycine max L.)
(Rindy Panca Tanhindarto, dkk.)
ISSN 1907-0322
Pengaruh Laju Dosis Iradiasi Gamma (60Co) terhadap
Senyawa Antigizi Asam Fitat dan Antitripsin pada Kedelai
(Glycine max L.)
Effect of Dose-rate of Gamma Irradiation (60Co) on the Antinutritional Compounds Phytic Acid and Antitrypsin on
Soybean (Glycine max L.)
Rindy Panca Tanhindarto1, Purwiyatno Hariyadi2, Eko Hari
Purnomo2 dan Zubaidah Irawati3
1
2
3
Sekolah Pascasarjana, Program Studi Ilmu Pangan (PS-IPN),
Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, PO Box 220 Bogor 16002
Email : [email protected]
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA IPB
Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, BATAN
Diterima 28 Maret 2013; Disetujui 13 Mei 2013
ABSTRAK
Pengaruh Laju Dosis Iradiasi Gamma (60Co) terhadap Senyawa Antigizi Asam
Fitat dan Antitripsin pada Kedelai (Glycine max L.). Telah dilakukan penelitian terhadap
pengaruh iradiasi gamma dengan berbagai laju dosis pada senyawa antigizi (asam fitat dan
antitripsin) dan warna kedelai. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh
laju dosis terhadap penurunan konsentrasi senyawa antigizi dan warna kedelai. Sampel
diiradiasi dengan laju dosis 1,30; 3,17; 5,71 dan 8,82 kGy/jam dengan waktu iradiasi bervariasi
dari 0,5 jam sampai 55 jam. Sampel dianalisis kadar asam fitat dan aktivitas antitripsin, serta
nilai warna L a b kedelai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model kinetika sederhana
dapat digunakan untuk menjelaskan perubahan konsentrasi senyawa antigizi dan warna
kedelai selama proses radiasi. Data penelitian mengindikasikan bahwa proses radiasi pada laju
dosis lebih tinggi (waktu lebih pendek) lebih efektif dalam menghancurkan senyawa antigizi
dibandingkan dengan proses radiasi pada laju dosis lebih rendah (waktu lebih lama).
Selanjutnya, proses radiasi pada laju dosis lebih tinggi (waktu lebih pendek) juga memiliki
efek yang kurang merugikan pada warna biji dan tepung kedelai dibandingkan dengan proses
radiasi dengan laju dosis lebih rendah (waktu lebih lama). Temuan ini menunjukkan bahwa
proses radiasi pada dosis yang sama berpotensi dapat dioptimalkan dengan pemilihan
kombinasi yang paling sesuai terhadap laju dosis dan waktu iradiasi
Kata kunci : proses radiasi, laju dosis, kedelai, asam fitat, antitripsin, warna
ABSTRACT
Effect of Dose-rate on the Anti-nutritional Compounds Phytic Acid and
Antitrypsin on Soybean (Glycine max L.). An investigation on the effect of gamma
irradiation at different dose-rate on the anti-nutritional compounds (phytic acid and
antitrypsin) and the color of soybean has been conducted. The purpose of the study was to
analyze the influence of the dose-rate on the rate of change of anti-nutritional compounds and
color. Samples were irradiated with dose-rates of 1.30; 3.17; 5.71 and 8.82 kGy/hour with
irradiation time varied from 0.5 to 55 hours. Phytic acid content and antitrypsin activity, as
well as their L a b color values were analyzed. Results showed that a simple first order
kinetics model can be used to describe changes in the concentration of the anti-nutritional
compounds and color soybeans during the radiation processing. Data indicate that irradiation
process at higher dose-rate (shorter time) is more effective in destroying anti-nutritional
compounds as compared to that of irradiation process at lower dose-rate (longer time).
Furthermore, irradiation process at higher dose-rate (shorter time) also have less detrimental
23
Jurnal
Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi
A Scientific Journal for The Applications of Isotopes and Radiation
ISSN 1907-0322
Vol. 9 No. 1, Juni 2013, 23 — 33
effect on color of the soybean and the resulted soybean flour as compared to that of
irradiation process at lower dose-rate (longer time). These findings suggest that irradiation
process at a same dose may potentially be optimized by selecting the most appropriate
combination of dose-rate and time of irradiation.
Keywords : radiation processing, dose-rate, soybean, phytic acid, antitrypsin, color.
PENDAHULUAN
Proses radiasi sinar gamma yang
merupakan pemanfaatan radionuklida 60Co
telah dimanfaatkan untuk menghambat
pertunasan, mengurangi mikroba atau
membunuh
mikroba
patogen
dan
memperpanjang masa simpan baik bahan
pangan segar, kering maupun olahan. Untuk
produk serealia, proses radiasi ini sudah
dimanfaatkan
baik
untuk
mereduksi
senyawa toksik dan antigizi [1, 2, 3, 4, 5]
maupun untuk tujuan sanitasi [1] dan
karantina [6, 7].
Penggunaan radiasi pengion untuk
mereduksi senyawa antigizi, seperti asam
fitat dan antitripsin kedelai sudah dilakukan
[1,5] dan kerusakan asam fitat dan
antitripsin akan pro-porsional terhadap
kenaikan dosis radiasi yang diterima [5]. Di
samping itu, kedelai yang diiradiasi dengan
dosis tinggi sampai 30 kGy juga memberikan
keunggulan; yaitu waktu pemasakan kedelai
dapat diturunkan dan memperbaiki sifat
fungsional isolat protein [8].
Perlakuan iradiasi dengan dosis 5, 15,
30 dan 60 kGy pada kedelai akan
menurunkan aktivitas antitripsin (AAT)
berturut-turut sebesar 41.8, 56.3, 62.7 dan
72.5% [5]. Iradiasi dosis 5 kGy dengan laju
dosis 5.4 kGy/jam pada kedelai bebas lemak
dari 3 varietas yang berbeda akan
menurunkan
AAT
sebesar
51-63%
tergantung dari varietas kedelai [9]. Untuk
menurunkan AAT pada kedelai bisa
dilakukan
dengan
cara
perendaman
dikombinasikan dengan pemasakan dan
iradiasi 2-8 kGy, dimana kerusakan AAT
akan meningkat dengan naiknya dosis
radiasi dan perlakuan pemasakan [10].
Perlakuan iradiasi kacang buncis dosis 2.510 kGy akan menurunkan asam fitat sebesar
24
10.2-18.2% dan AAT 4.5-9.2% [11].
Perlakuan iradiasi dosis 30 dan 45 kGy pada
biji kanola [12] dan biji Mucuna pruiens
dengan
dosis
15-30
kGy
akan
menghilangkan keseluruhan asam fitat [13].
Iradiasi dengan dosis 5-10 kGy dilaporkan
dapat menurunkan asam fitat pada beberapa
jenis kacang-kacangan (pea, cowpea, lentil,
kidney bean, dan chickpea) sampai sekitar
6.5-32.7% dan diperkirakan bahwa iradiasi
dengan
dosis
34.9-59.7
kGy
akan
menyebabkan kerusakan total asam fitat
[14].
Perlakuan
pemasakan
tidak
menurunkan asam fitat dalam pembuatan
bubur sorgum, tetapi kombinasi pemasakan
dan iradiasi (10 kGy) menyebabkan
penurunan asam fitat bubur sorgum sebesar
40% [15]. Kadar asam fitat pada 2 varietas
kacang Brasil yang direndam selama 10 jam
dikombinasikan dengan pemasakan 100°C
dan iradiasi 0.5-10 kGy, ternyata perlakuan
iradiasi tidak menyebabkan kerusakan asam
fitat walaupun ada kenaikan dosis [16].
Perlakuan iradiasi gamma dosis 2 kGy
dengan
laju
dosis
20
Gy/menit
dikombinasikan dengan perendaman dan
pemasakan pada biji dan tepung dari 2
varietas jewawut, terlihat bahwa perlakuan
iradiasi tidak menyebabkan kerusakan asam
fitat setelah penyimpanan selama 30 dan 60
hari [17].
Secara teknis sumber radiasi dapat
pula berasal dari mesin berkas elektron
namun implementasinya di Indonesia masih
terbatas [18,19]. Perlakuan iradiasi dengan
berkas elektron dosis 10, 15, 20, 25, dan 30
kGy pada sorgum menurunkan kadar asam
fitat berturut-turut sebesar 39, 49, 66, 79
dan 90% [20]. Dengan sumber radiasi yang
sama dosis 30 dan 45 kGy pada kedelai [21]
dan tepung kanola akan menghilangkan
Pengaruh Laju Dosis Iradiasi Gamma (60Co) terhadap
Senyawa Antigizi Asam Fitat dan Antitripsin pada Kedelai
(Glycine max L.)
(Rindy Panca Tanhindarto, dkk.)
keseluruhan asam fitat, serta menurunkan
AAT kedelai sebesar 73% dan 88% [22].
Sampai saat ini, publikasi penelitian
tentang proses radiasi pada produk pangan
sering berfokus pada pengaruh dosis radiasi
dan perubahan zat antigizi serta mutu
produk yang dihasilkan. Pengaruh iradiasi
pada dosis yang sama tetapi dengan laju
dosis yang berbeda belum pernah dilakukan.
Oleh karena itu, penelitian ini
bertujuan untuk mempelajari pengaruh laju
dosis pada efektivitas iradiasi. Informasi ini
akan bermanfaat untuk melakukan optimasi
proses radiasi; dengan pemilihan kombinasi
perlakuan laju dosis dan waktu iradiasi
untuk memberikan dosis radiasi tertentu
dengan
tujuan
tertentu
tetapi
bisa
meminimalkan kerusakan yang terjadi.
Secara khusus; penelitian ini bertujuan
untuk mempelajari pengaruh laju dosis
terhadap penurunan konsentrasi senyawa
antigizi dan warna kedelai selama proses
radiasi.
BAHAN DAN METODE
Bahan
Bahan
yang
digunakan
dalam
penelitian ini adalah kedelai (Glycine max L.)
varietas Mitani diperoleh dari hasil
pemuliaan tanaman PATIR, BATAN. Bahan
kimia standar asam fitat dan tripsin
diperoleh dari Sigma Chemical Co, pereaksi
kimia dengan analytical grade dan bahan
penunjang lainnya.
Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Iradiator Karet Alam
(IRKA) sebagai sumber radiasi sinar gamma
dari radionuklida 60Co, dengan aktivitas
sumber radiasi 60Co adalah 122947,83 Ci.
IRKA berlokasi di PATIR BATAN, Pasar
Jumat Jakarta. Spektrophotometer UV tipe
Spectro UV 2450 Shimadzu, Chromameter
200b Minolta Ltd, pHmeter (Eutech
Instruments, Singapura), penangas air
(Napco model 220A, USA), sentrifuse (IEC
Centra 8 Centrifuge, USA), pengaduk
ISSN 1907-0322
magnetik (Velp Scientifica tipe Ate, Italy)
dan alat penunjang lainnya.
Persiapan Sampel
Berat sampel kedelai ditimbang
masing-masing perlakuan 100 g dan dikemas
dengan plastik polietilen. Dilakukan 3 kali
ulangan untuk setiap sampel.
Proses Radiasi
Sampel yang akan diiradiasi diletakkan
pada bidang iradiasi dengan lokasi yang
berbeda; untuk mendapatkan perlakuan
iradiasi dengan laju dosis tertentu. Dari
penelitian pendahuluan, telah diidentifikasi
4 lokasi pada bidang iradiasi masing-masing
dengan laju dosis 1.30; 3.17; 5.71 dan 8.82
kGy/jam. Perlakuan iradiasi untuk setiap
sampel dilakukan pada suhu kamar (28 ±
2)°C dengan waktu bervariasi: dari 0.5 jam
sampai 55 jam; tergantung dari laju
dosisnya.
Dosimetri
Pengukuran dosis radiasi dilakukan
dengan dosimeter Harwell Amber 3042
(Harwell Dosimeters Ltd, Oxfordshire, UK)
menggunakan spektrophotometer [23].
Warna
Pengukuran warna dilakukan dengan
notasi warna skala Hunter L a b
menggunakan alat Chromameter 200b [24].
Lempeng standar putih Y = 94,6; x =
0,3127; y = 0,3197, dimana Y = faktor
kecerahan dengan dasar persen pantulan
100%, x dan y = koordinat chromaticity
diagram CIE x,y.
Analisis asam fitat
Penetapan kandungan asam fitat
dilakukan
dengan
mengikuti
metode
BHADARI dan KAWABATA [25]. Sampel
digiling dan ditimbang 5 g, lalu diekstrak
dengan 100 ml 2,4% HCl. Hasil ekstrak
sampel disentrifuse dan disiapkan 3 ml
supernatan sampel dan blanko, ditambah 1
ml Wade reagent. Supernatan diukur dengan
spektrophotometer pada panjang gelombang
500 nm.
25
Jurnal
Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi
A Scientific Journal for The Applications of Isotopes and Radiation
ISSN 1907-0322
Vol. 9 No. 1, Juni 2013, 23 — 33
Analisis antitripsin
Penetapan
aktivitas
antitripsin
dilakukan dengan mengikuti metode SMITH
dkk. [26]. Sampel tepung ditimbang 1 g dan
diekstrak dengan 10 mM NaOH (50 ml)
selama 3 jam, serta pH diatur 9,4-9,6.
(Ekstrak yang diperoleh diencerkan sehingga
persentase
penghambatan
supernatan
didefinisikan
1
ml
ekstrak
akan
menghasilkan daya penghambat 40-60
persen). Disiapkan 2 ml untuk masingmasing sampel, larutan standar tripsin dan
blanko. Kemudian semuanya direaksikan
dengan BAPNA, 5 ml. Diinkubasi kedalam
penangas air 37°C. Setelah 10 menit
ditambahkan 1 ml asam asetat 30%.
Supernatan
diukur
dengan
spektrophotometer pada panjang gelombang
410 nm. Aktivitas penghambatan tripsin
dinyatakan sebagai AAT (1 μg tripsin
dinyatakan sebagai 0,0190 satuan absorbansi
pada 410 nm per 50 ml campuran reaksi
pada kondisi yang digunakan). Penghitungan
AAT menggunakan rumus:
dimana: D = faktor pengenceran; Ai =
perubahan absorbansi dan S = berat sampel.
Analisis data
Perubahan konsentrasi senyawa asam
fitat, antitripsin dan kecerahan (warna)
kedelai ditabulasikan dan dianalisis dengan
model kinetika sederhana. Secara umum
bentuk reaksi perubahan [27, 28] yang
terjadi adalah sebagai berikut:
k
Produk
(1)
Jika t menyatakan waktu dan n adalah
ordo reaksi, maka laju perubahan reaktan
menjadi produk dinyatakan sebagai berikut:
δ [reaktan]
= - k [reaktan]n
δ t
26
Ln
[reaktan]t
=-kt
[reaktan]o
Ln[reaktan]t =
Ln[reaktan]o - kt
(3)
Persamaan 3 menunjukkan bahwa plot
antara nilai ln[reaktan]t terhadap waktu
iradiasi t
akan menunjukkan hubungan
garis lurus dengan kemiringan sebesar k.
Analisis sidik ragam dan uji beda nyata
terkecil dilakukan pada α =5% untuk
melihat
perbedaan
bermakna
pada
perlakuan berbagai laju dosis dan waktu
iradiasi terhadap perubahan warna notasi a
dan b.
HASIL DAN PEMBAHASAN
⎛ mg ⎞
2,632 x D x Ai
⎟⎟ =
AAT ⎜⎜
S
⎝ g ⎠
Reaktan
Dimana: yang dimaksud dengan
reaktan ini bisa berupa senyawa asam fitat,
antitripsin ataupun nilai kecerahan kedelai,
dan k adalah konstanta laju reaksi
perubahan (Persamaan 1), untuk n = 1,
maka
persamaan
2
diintegrasikan,
menghasilkan persamaan 3.
(2)
Perubahan Senyawa Antigizi Selama
Proses Radiasi
Senyawa antigizi yang diamati pada
penelitian ini adalah asam fitat dan
antitripsin. Hasil analisis konsentrasi asam
fitat dan aktivitas antitripsin pada kedelai
dalam penelitian ini, berturut-turut, adalah
14.98 mg/g dan 28.31 mg/g. Kandungan
asam fitat ini sesuai dengan laporan
KUMAR dkk. [29] dimana kandungan asam
fitat kedelai berkisar antara 9.2-16.7 mg/g.
Namun demikian, kandungan antitripsin
kedelai varietas Mitani ini lebih kecil
daripada angka yang dilaporkan DIXIT dkk.
[9] yaitu sebesar 55.86-91.84 mg/g untuk 3
genotipe kedelai yang dianalisnya. Variasi
kandungan konsentrasi senyawa antigizi ini
diduga disebabkan karena perbedaan
varietas, lokasi tanam dan musim panen.
Secara
umum,
penelitian
ini
menunjukkan bahwa proses radiasi mampu
mendegradasi senyawa antigizi pada kedelai
(Gambar 1). Iradiasi sinar gamma dilaporkan
Pengaruh Laju Dosis Iradiasi Gamma (60Co) terhadap
Senyawa Antigizi Asam Fitat dan Antitripsin pada Kedelai
(Glycine max L.)
(Rindy Panca Tanhindarto, dkk.)
ISSN 1907-0322
dapat memutus struktur kimia asam fitat
menjadi inositol phospat dan inositol [11,14]
dan pemecahan struktur cincin fitat itu
sendiri [15]. Sedangkan penurunan senyawa
antitripsin akibat iradiasi gamma disebabkan
terjadi pemutusan struktur protein kedelai
[9], terutama pada asam amino yang
mempunyai ikatan —S-S- dan —S-H- sehingga
aktivitas antitripsin menurun [5].
Lebih
lanjut;
Gambar
1
juga
menunjukkan bahwa degradasi senyawa
antigizi karena proses radiasi pada laju dosis
1.30; 3.17; 5.71 dan 8.82 kGy/jam dapat
dijelaskan dengan model reaksi ordo
pertama (Persamaan 3), dimana, nilai
konstanta laju degradasi (k) untuk asam fitat
dan antitripsin pada berbagai laju dosis
disajikan pada (Tabel 1).
Dari Tabel 1 terlihat bahwa pada
perlakuan laju dosis yang sama, nilai k
untuk degradasi antitripsin lebih besar
daripada nilai k untuk degradasi asam fitat.
Hal ini menunjukkan bahwa asam fitat
memiliki daya tahan lebih tinggi daripada
antitripsin terhadap proses radiasi dengan
laju dosis 1.30 sampai 8.82 kGy/jam.
Gambar 2 memperlihatkan pola data
penurunan senyawa antigizi sebagai fungsi
dosis radiasi. Gambar 2 mengindikasikan
bahwa jumlah penurunan senyawa antigizi
pada perlakuan iradiasi pada dosis yang
sama, dipengaruhi oleh laju dosis yang
0.0
0.0
0
5
10
15
20
25
0
30
Ln [AAT / AAT awal]
Ln [C / C awal]
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
-0.2
-0.1
-0.2
-0.3
-0.4
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
-1.2
-0.5
-1.4
-0.6
-1.6
Waktu iradiasi (jam)
1,30 kGy/jam
3,17 kGy/jam
5,71 kGy/jam
(a)
Waktu iradiasi (jam)
8,82 kGy/jam
1,30 kGy/jam
3,17 kGy/jam
5,71 kGy/jam
8,82 kGy/jam
(b)
Gambar 1. Perubahan konsentrasi (a) asam fitat dan (b) aktivitas antitripsin kedelai
selama proses radiasi dengan berbagai laju dosis.
Tabel 1. Nilai k dan r2 dari perubahan senyawa antigizi
selama proses radiasi pada berbagai laju dosis.
Parameter
Asam fitat
Antitripsin
Laju dosis
(kGy/jam)
1.30
3.17
5.71
8.82
1.30
3.17
5.71
8.82
Nilai k
(jam-1)
0.0197
0.0611
0.0903
0.2191
0.0302
0.0881
0.1434
0.2558
r2
0.9363
0.9841
0.8888
0.7622
0.9221
0.8517
0.9274
0.9434
27
Jurnal
Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi
A Scientific Journal for The Applications of Isotopes and Radiation
ISSN 1907-0322
Vol. 9 No. 1, Juni 2013, 23 — 33
digunakan. Pada dosis yang sama, terdapat
indikasi cukup kuat bahwa iradiasi dengan
laju dosis lebih tinggi (waktu lebih rendah)
akan memberikan tingkat penurunan zat
antigizi
yang
lebih
besar
daripada
penurunan zat antigizi yang terjadi pada
iradiasi dengan laju dosis lebih rendah
(waktu lebih tinggi).
Namun demikian, data yang diperoleh
masih menunjukkan adanya pola yang tidak
konsisten; terutama untuk laju dosis 3.17
dan 5.71 kGy/jam. Setidaknya; penelitian ini
memberikan indikasi bahwa laju dosis
mungkin merupakan salah satu faktor
penting dalam upaya optimalisasi proses
radiasi.
Perubahan Warna Selama Proses
Radiasi
Sistem notasi warna Hunter dicirikan
dengan 3 parameter L a b. Notasi L
menyatakan kecerahan warna, sedang notasi
a dan b merupakan warna campuran hijaumerah dan warna campuran biru-kuning.
Hasil analisis perubahan warna kedelai
selama proses radiasi pada laju dosis 1.30;
16
30
AAT (mg/g)
Asam fitat (mg/g)
25
14
12
20
15
10
10
5
8
0
5
10
15
20
25
30
0
35
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80
Dosis radiasi (kGy)
Dosis radiasi (kGy)
1,30 kGy/jam
3,17 kGy/jam
5,71 kGy/jam
8,82 kGy/jam
(a)
1,30 kGy/jam
3,17 kGy/jam
5,71 kGy/jam
8,82 kGy/jam
(b)
Gambar 2. Perubahan konsentrasi (a) asam fitat dan (b) aktivitas antitripsin kedelai
sebagai fungsi dari dosis radiasi.
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
-0.01
Ln [nilai L / nilai L awal
Ln [nilai L / nilai L awal
-0.01 0
-0.03
-0.05
-0.07
-0.09
0
5
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
-0.02
-0.03
-0.04
-0.05
-0.06
Waktu iradiasi (jam)
1,30 kGy/jam
10
3,17 kGy/jam
5,71kGy/jam
(a)
Waktu iradiasi (jam)
8,82 kGy/jam
1,30 kGy/jam
3,17 kGy/jam
5,71kGy/jam
8,82 kGy/jam
(b)
Gambar 3. Perubahan kecerahan (warna) (a) biji dan (b) tepung kedelai selama proses
radiasi dengan berbagai laju dosis.
28
Pengaruh Laju Dosis Iradiasi Gamma (60Co) terhadap
Senyawa Antigizi Asam Fitat dan Antitripsin pada Kedelai
(Glycine max L.)
(Rindy Panca Tanhindarto, dkk.)
3.17; 5.71 dan 8.82 kGy/jam dapat
ditabulasikan pada Tabel 2. Namun
demikian,
nilai
a
dan
b
kurang
mendiskripsikan warna produk karena
menunjukkan perubahan warna kearah
merah dan kuning. Hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa terdapat peningkatan
ISSN 1907-0322
yang bermakna terhadap nilai a kedelai
dengan naiknya waktu iradiasi, tetapi
terdapat indikasi tidak bermakna terhadap
nilai b tepung kedelai.
Analisis warna biji dan tepung kedelai
yang dihasilkan akan dijelaskan dengan
menggunakan nilai L (kecerahan). Hasil
Tabel 2. Perubahan warna biji dan tepung kedelai selama proses radiasi dengan berbagai
laju dosis.
Laju dosis
(kGy/jam)
1.30 kGy/jam
3.17 kGy/jam
5.71 kGy/jam
8.82 kGy/jam
Waktu
iradiasi
(jam)
0
5
10
15
20
25
35
45
55
0
1
3
5
7
9
12
15
18
0
1
2
3
4
5
7
9
12
0
0,5
1
1,5
2
3
4
5
7
Sampel biji kedelai
L
54.9
53.9
53.1
53.3
53.7
53.5
52.7
51.9
50.7
54.9
53.6
53.5
52.9
52.6
52.0
51.7
51.6
51.5
54.9
54.2
53.6
53.3
52.8
52.1
51.7
51.2
50.7
54.9
54.4
54.3
54.8
54.6
54.3
53.9
52.5
52.3
a
0.3 d
0.3 d
0.6 d
1.0 c
0.5 d
0.6 d
1.3 b
1.9 a
1.6 a
0.3 e
1.0 c
1.0 c
0.8 cd
0.5 de
0.5 de
1.6 b
1.8 ab
2.0 a
0.3 d
1.1 bc
1.0 c
0.6 cd
0.6 cd
0.3 d
1.7 a
1.6 ab
1.7 a
0.3 d
1.3 bc
1.2 bc
1.2 bc
1.1 c
1.0 c
1.1 c
1.5 ab
1.6 a
b
20.7 a
20.5 b
19.6 b
18.3 c
17.5 e
17.9 cde
18.0 cd
17.7 de
16.9 f
20.7 b
21.1 a
21.1 a
20.2 c
20.1 cd
19.1 e
19.9 d
18.4 f
17.4 g
20.7 a
21.2 a
20.4 a
19.0 b
17.2 d
17.6 cd
18.5 b
18.3 bc
17.2 d
20.7 ab
21.7 a
21.3 a
19.9 b
19.9 d
18.0 bc
19.7 bc
18.7 cd
18.2 d
Sampel tepung kedelai
L
83.4
82.9
82.9
81.4
81.4
81.5
80.1
79.7
79.3
83.4
83.0
80.7
82.8
82.4
81.4
80.4
79.9
79.9
83.4
82.7
81.6
81.3
80.8
80.6
80.6
80.3
80.1
83.4
83.1
83.1
83.1
81.6
81.4
81.3
81.1
79.7
a
-5.4 a
-5.2 ab
-5.1 ab
-5.2 ab
-5.0 b
-5.0 b
-4.3 c
-4.2 cd
-4.3 d
-5.4 a
-5.2 ab
-4.9 c
-4.9 c
-5.2 ab
-5.0 bc
-4.6 d
-4.3 e
-4.3 e
-5.4 a
-4.7 ab
-4.6 ab
-4.3 bc
-4.2 c
-4.5 ab
-4.6 ab
-4.5 ab
-4.5 ab
-5.4 a
-5.0 b
-5.0 b
-5.0 b
-4.6 cd
-4.7 c
-4.8 c
-4.8 c
-4.5 d
b
19.5 bc
18.5 de
18.3 de
18.3 de
18.1 e
18.9 cd
19.6 abc
19.9 ab
20.3 a
19.5 ab
16.6 e
18.7 c
17.5 d
18.7 c
19.1 bc
19.3 bc
19.3 bc
19.9 a
19.5 a
17.7 c
18.7 b
18.5 b
18.3 bc
18.1 bc
19.7 a
19.6 a
19.5 a
19.5 ab
17.6 d
17.6 d
17.6 d
18.7 c
19.1 abc
19.2 abc
18.8 bc
19.7 a
Keterangan : Pada kolom yang sama dinyatakan huruf berbeda bila bermakna (α =5%).
29
Jurnal
Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi
A Scientific Journal for The Applications of Isotopes and Radiation
ISSN 1907-0322
Vol. 9 No. 1, Juni 2013, 23 — 33
penelitian ini menunjukkan bahwa proses
radiasi akan menyebabkan perubahan
kecerahan warna, baik warna biji kedelai
maupun warna tepung kedelai yang
dihasilkan. Hal ini diduga karena iradiasi
dapat menyebabkan terjadi pencoklatan atau
browning non enzimatik yang akan
menurunkan tingkat kecerahan. Hal ini juga
telah ditunjukan terjadi pada jambu mede
[30] dan tepung beras varietas atomita IV
[31].
Pola perubahan kecerahan sebagai
akibat iradiasi pada laju dosis 1.30; 3.17;
5.71 dan 8.82 kGy/jam dapat dijelaskan
dengan model reaksi ordo pertama (Gambar
3); dengan nilai konstanta laju perubahan (k)
pada berbagai laju dosis disajikan pada
(Tabel 3).
Terlihat bahwa penurunan kecerahan
(warna) juga dipengaruhi oleh laju dosis;
yang menunjukkan pola serupa dengan pola
perubahan zat antigizi (Gambar 1). Namun
demikian; perubahan warna sebagai fungsi
dari
dosis
radiasi
(Gambar
4)
memperlihatkan pola yang berbeda dengan
pola perubahan zat antigizi (Gambar 2).
Secara umum ada kecenderungan bahwa
iradiasi dengan laju dosis yang lebih tinggi
(waktu lebih pendek) akan menyebabkan
perubahan kecerahan warna yang lebih
kecil. Hal ini diduga karena iradiasi tidak
dapat menyebabkan terjadi reaksi senyawa
karbonil dari gula bereaksi dengan gugus
amino untuk membentuk senyawa berwarna
coklat.
Tabel 3. Nilai k dan r2 dari perubahan kecerahan (warna) selama proses
radiasi pada berbagai laju dosis.
Parameter
Warna
(nilai L)
Biji kedelai
Warna
(nilai L)
Tepung kedelai
Laju dosis
(kGy/jam)
1.30
3.17
5.71
8.82
1.30
3.17
5.71
8.82
Nilai k
(jam-1)
0.0013
0.0045
0.0078
0.0066
0.0010
0.0027
0.0045
0.0064
r2
0.8135
0.6189
0.8951
0.8185
0.9342
0.6691
0.4418
0.9119
84
54.5
Warna (nilai L)
Warna (nilai L)
83
53.5
52.5
51.5
82
81
80
79
50.5
0
5
0
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75
Dosis radiasi (kGy)
Dosis radiasi (kGy)
8,82 kGy/jam
5,71 kGy/jam
3,17 kGy/jam
(a)
1,30 kGy/jam
8,82 kGy/jam
5,71 kGy/jam
3,17 kGy/jam
(b)
1,30 kGy/jam
Gambar 4. Perubahan kecerahan (warna) (a) biji dan (b) tepung kedelai sebagai fungsi
dari dosis radiasi.
30
Pengaruh Laju Dosis Iradiasi Gamma (60Co) terhadap
Senyawa Antigizi Asam Fitat dan Antitripsin pada Kedelai
(Glycine max L.)
(Rindy Panca Tanhindarto, dkk.)
ISSN 1907-0322
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian aplikasi iradiasi
pada kedelai dengan laju dosis berkisar
antara 1.30 kGy/jam sampai 8.82 kGy/jam
dan waktu 0.5 sampai 55 jam, dapat
disimpulkan sebagai berikut;
1. Iradiasi berpotensi untuk mereduksi
senyawa antigizi dan memodifikasi
karakter mutu lainnya pada kedelai.
2. Selain
dosis;
laju
dosis
diduga
merupakan salah satu faktor penting
dalam pengendalian dan optimasi proses
radiasi.
3. Iradiasi dengan laju dosis lebih tinggi
(waktu lebih pendek) berpotensi untuk
bisa menghancurkan senyawa antigizi
dengan
lebih
efektif,
sekaligus
memberikan kecerahan warna yang
lebih baik, daripada iradiasi dengan laju
dosis lebih rendah (waktu lebih
panjang).
London NW1 7BY, UK, 635-469
(2010).
2.
SOMMERS, C.H., DELINCEE, H.,
SMITH, J.S. and MARCHIONI, E.
Toxicolical safety of irradiated
foods, In: SOMMERS, C.H., FAN,
X., Ed. Food Irradiation Research
and
Technology.
Blackwell
Publishing and the Institut of Food
Technologist, 43-62 (2006).
3.
BYUN, M.W., JO, C. and LEE, J.W.
Potential Applications of Ionizing
Radiation, In: Food Irradiation
Research
and
Technology
(SOMMERS C.H. and FAN, X., Ed.)
Blackwell Publishing and the
Institut of Food Technologist, 249262 (2006).
4.
AHN, H.J., KIM, J.H, JO, C., KIM, M.J,
and BYUN, M.W. Comparison of
irradiated phytic acid and other
antioxidants for antioxidant activity.
Food Chem. 88, 173-178 (2004).
5.
SIDDHURAJU, P., MAKKAR, H.P.S.
and BECKER, K. The effect of
ionizing radiation on antinutritional
factors and the nutritional value of
plant materials with reference to
human and animal food, Rev. Food
Chem. 78, 187-205 (2002).
6.
HALLMAN,
G.J.
Phytosanitary
Applications
of
Irradiation,
Comprehensive. Reviews in Food
Scince and Food Safety. 10, 143-151
(2011).
7.
INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY
AGENCY [IAEA]. Irradiation as a
phyto-sanitary treatment of food
and
agricultural
commodities.
Proceedings of a final research
coordination meeting organized by
the
Joint
FAO/IAEA.
IAEATECDOC-1427, Nov. (2004).
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih
kepada Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan
Radiasi (PATIR), Badan Tenaga Nuklir
Nasional (BATAN) yang telah membantu
dana penelitian dan fasilitas iradiasi, serta
Southeast Asian Food and Agricultural
Science and Technology (SEAFAST) Center,
Institut Pertanian Bogor yang telah
mengijinkan
menggunakan
fasilitas
Laboratorium Kimia sehingga penelitian ini
terlaksana dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
1.
ARVANITOYANNIS,
I.S.
and
STRATAKOS, A.C. Potential Uses
of Irradiation, In: Irradiation of
Food Commodities: Techniques,
Applications, Detection, Legislation,
Safety and Consumer Opinion
(ARVANITOYANNIS, I.S., Ed.).
Academic Press Elsevier Inc.
31
Jurnal
Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi
A Scientific Journal for The Applications of Isotopes and Radiation
Vol. 9 No. 1, Juni 2013, 23 — 33
8.
9.
PEDNEKAR,
M.,
DAS,
A.K.,
RAJALAKSHMI, V. and SHARMA,
A.
Radiation
processing
and
fungsional properties of soybean
(Glycine max). Rad Phys & Chem. 79,
490-494 (2010).
DIXIT, A.K., KUMAR, V., RANI, A.,
MANJAYA, J.G. and BHATNAGAR,
D. Effect of gamma irradiation on
lipoxygenases, trypsin inhibitor,
raffinose family oligosaccharides
and nutritional factors of different
seed coat colored soybean (Glycine
max L.). Rad Phys & Chem. (2011).
10. TOLEDO, T.C.F., BRAZACA, S.G.C.,
ARTHUR, V. and PIEDADE, S.M.S.
Effects of gamma radiation on total
phenolics,
trypsin
and
tanin
inhibitors in soybean grains. Rad
Phys & Chem. 76, 1653-1656 (2007).
11. AL-KAISEY
M,
ALWAN
AKH,
MOHAMMAD, M.H. and SAEED,
A.H. Effect of gamma irradiation on
antinutritional factors in broad
bean. Rad Phys & Chem. 67, 493-496
(2003).
12. EBRAHIMI, S.R., NIKKHAH, A.,
SADEGHI, A.A. and RAISALI, G.
Chemical composition, secondary
compounds, ruminal degradation
and
in
vitro
crude
protein
digestibility of gamma irradiated
canola seed. Animal Feed Sci & Tech.
151, 184-193 (2009).
ISSN 1907-0322
seeds. Rad Phys & Chem. 76, 10501057 (2007).
15. DUODU, K.G., MINNAAR, A. and
TAYLOR, J.R.N. Effect of cooking
and irradiation on the labile
vitamins and antinutrient content of
a traditional African sorghum
porridge and spinach relish. Food
Chem. 66, 21-27 (1999).
16. VILLAVICENCIO, A.L.C.H., MANCINIFILHO, J., DELINCEE, H. and
GREINER, R. Effect of irradiation
on anti-nutrients (total phenolics,
tannins and phytate) in Brazilian
beans. Rad Phys & Chem. 57, 289293 (2000).
17. MOHAMED, E.A., ALI, N.A., AHMED,
S.H.,
AHMED,
I.A.M.
and
BABIKER, E.E. Effect of radiation
process on antinutrients and HCl
extractability
of
calcium,
phosphorus
and
iron
during
processing and storage. Rad Phys &
Chem. 79, 791-796 (2010).
18. TANHINDARTO, R.P. dan IRAWATI,
Z. Status litbang pengawetan
makanan
menggunakan
radiasi
pengion, Seminar Pendayagunaan
Prosiding Seminar Nasional XIV
“Kimia
Dalam
Industri
dan
Lingkungan”, Yogyakarta: 13-14
Sep, 132-138 (2005).
13. BHAT, R., SRIDHAR, K.R. and
TOMITA-YOKOTAMI, K. Effect of
ionizing radiation on antinutritional
features of velvet bean seeds
(Mucuna pruriens). Food Chem. 103,
860-866 (2007).
19. TANHINDARTO, R.P., HARIYADI, P.,
ANDARWULAN, N. dan IRAWATI,
Z. Aplikasi iradiasi mesin berkas
elektron untuk disinfestasi serangga
Tribolium castaneum (Herbst) pada
tepung terigu, Yogyakarta: Seminar
Nasional PATPI. 2-3 Agustus: R
531-540 (2006).
14. EL-NIELY, H.F.G. Effect of radiation
processing on antinutrients, in-vitro
protein digestibility and protein
effiency ratio bioassy of legume
20. SHAWRANG, P., SADEGHI, A.A.,
BEHGAR, M., ZARESHAHI, H. and
SHAHHOSEINI, G. Study
of
chemical
compositions,
anti-
32
Pengaruh Laju Dosis Iradiasi Gamma (60Co) terhadap
Senyawa Antigizi Asam Fitat dan Antitripsin pada Kedelai
(Glycine max L.)
(Rindy Panca Tanhindarto, dkk.)
nutritional contents and digestibility
of
electron
beam
irradiated
sorghum grains. Food Chem. 125,
376-379 (2011).
21. EBRAHIMI-MAHMOUDABAD,
S.R.
and TAGHINEJAD-ROUDBANEH,
M. Investigation of electron beam
irradiation
effects
on
antinutritional
factors,
chemical
composition and digestion kinetics
of whole cottonseed, soybean, and
canola seeds. Rad Phys & Chem. 80,
1441-1447 (2011).
22. TAGHINEJAD-ROUDBANEH,
M.,
EBRAHIMI, S.R., AZIZI, S. and
SHAWRANG, P. Effects of electron
beam irradiation on chemical
composition, antinutritional factors,
ruminal degradation and in vitro
protein digestibility of canola meal.
Rad Phys & Chem. 79, 1264-1269
(2010).
23. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY
AGENCY [IAEA]. Dosimetry for
Food Irradiation. Technical Reports
Series No. 409. International Atomic
Energy Agency. Vienna (2002).
24. AMERICAN SOCIETY FOR TESTING
AND
MATERIALS
[ASTM].
Standards on Color and Appearance
Measurement, third edition. 1916
Race St, Philadelphia, PA 19103
(1991).
25. BHADARI, M.R. and KAWABATA, J.
Cooking effects on oxalate, phytate,
trysin and α-amylase inhibitors of
wild yam tubers of Nepal. J of Food
Composition & Analysis. 19, 524-530
(2006).
ISSN 1907-0322
26. SMITH,
C.,
MEGEN,
W.V.,
TWAALFHOVEN,
L.
and
HITCHCOCK,
C.
The
determination of trysin inhibitor
levels in foodstuffs. Society of Chem
Ind., 341-350 (1980).
27. HOLDSWORTH, S.D. Principles of
Thermal Processing: Sterilization.
In: Engineering Aspects of Thermal
Food Processing (SIMPSON R, Ed.)
CRC Press Taylor & Francis Group.
Boca Raton London New York
(2009).
28. VILLOTA, R. and HAWKES, J.G.
Reaction Kinetics in Food Systems,
In:Handbook of Food Engineering,
(HELDMAN, D.R. & LUND, D.B.,
Ed). Marcel Dekker, Inc. New York,
Basel, Hong Kong (1992).
29. KUMAR, V., SINHA, A.K., MAKKAR,
H.P.S. and BECKER, K. Dieteary
roles of phytate anf phytate in
human nutrition: A review. Food
Chem. 120 (4), 945-959, (2010).
30. MEXIS, S.F. and KONTAMINAS, M.G.
Effect of γ-irradiation on the
physico-chemical
and
sensory
properties
of
cashew
nuts
(Anacardium occidentale L.) Food Sci
& Tech, 42, 1501-1507 (2009).
31. TANHINDARTO, R.P., DWI. K., PRIH,
S. dan MUGIONO. Pengaruh
iradiasi gamma (60Co) terhadap
mutu beras Atomita IV. Risalah
Pertemuan Ilmiah Penelitian dan
Pengembangan Aplikasi Isotop dan
Radiasi. Jakarta, 19-20 Februari
2003. Puslitbang Teknologi Isotop
dan Radiasi BATAN, 279-286
(2004).
33
Jurnal
Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi
A Scientific Journal for The Applications of Isotopes and Radiation
Vol. 9 No. 1, Juni 2013, 23 — 33
34
ISSN 1907-0322