PENGARUH JENIS MEDIA TERHADAP PERKEMBANG

UJI PERBANYAKAN SACCHAROMYCES CEREVISIAE PADA BERBAGAI
MEDIA DAN ANTAGONISNYA TERHADAP PATOGEN ANTRAKNOSA
(COLLETOTRICHUM SP.) PADA CABAI
Aris Kinandar1), Ika Rochdjatun Sastrahidayat2), Anton Muhibuddin3)
Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya
Email: Aris.k412135@gamail.com

Abstrak
Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu mikroorganisme yang dapat digunakan
sebagai agens hayati. Pembiakan S. cerevisiae secara massal untuk aplikasinya di lapangan
mengalami kendala terutama dari segi biaya yang tinggi, oleh karena itu dibutuhkan medium
alternatif yang murah dan mudah didapat sebagai medium pertumbuhannya. Tujuan penelitian ialah
memiliki isolat S. cerevisiae untuk menekan pertumbuhan Colletotrichum sp. serta menganalisis
pertumbuhannya dalam medium tumbuh berbahan dasar hasil produk pertanian YPD cair, ekstrak
cabai, ekstrak taoge, air leri, air limbah tahu, dan air kelapa. Biakan S. cerevisiae hasil perbanyakan
diuji antagonis secara in vitro terhadap Colletotrichum sp.. Hasil penelitian menunjukan bahwa S.
cerevisiae yang diinkubasi pada rotary shaker selama 4 hari diberbagai media menghasilkan air
kelapa sebagai media terbaik. Media air kelapa memiliki kerapatan sel tertinggi dibandingkan media
laiinya yaitu dengan nilai absorbansi sebesar 1,596. Perlakuan antagonis khamir terhadap patogen
menunjukkan bahwa P1 memiliki persentase hambatan relatif tertinggi pada hari ke-9 pengamatan
yaitu sebesar 23,67%. P1 merupakan perlakuan dimana inokulasi khamir dan patogen dilakukan pada

waktu yang sama yaitu pada 0 HSI.
Keywords: Saccharomyces cerevisiae, Colletotrichum sp., Khamir, Perbanyakan, Antagonis
1. PENDAHULUAN
Saccharomyces cerevisiae merupakan
khamir yang umum digunakan dalam fermentasi
yang banyak terdapat dalam ragi pasar. S.
cerevisiae dapat berkembang biak dalam gula
sederhana seperti glukosa, maupun gula
kompleks disakarida yaitu sukrosa. Menurut
Aditiwi dan Kusnadi (2003) Khamir dapat
tumbuh pada habitat yang mengandung gula
seperti pada buah-buahan, bunga, dan pada
bagian gabus dari pohon. Khamir memerlukan
substrat atau medium yang mengandung gula
sebagai tempat tumbuhnya. Menurut Amaria,
dkk (2001) S. cerevisiae sangat mudah
ditumbuhkan pada berbagai media asalkan
terdapat sumber karbon, nitrogen, hidrogen,
oksigen, sulfur, kalsium, vitamin, mineral serta
air.

Pembiakan khamir membutuhkan biaya
produksi yang tinggi karena medium pembiakan
khamir cukup mahal dan sulit didapatkan.
Medium tumbuh alternatif agens hayati dalam
bentuk formulasi dengan bahan dasar limbah

1

organik telah banyak diteliti dan diproduksi
secara massal. Ratdiana (2007) dan Rismawan
(2011) membuat formulasi medium berasal dari
limbah organik cair dan limbah cair ternak
sebagai
medium
untuk
Pseudomonas
fluorescens. Serta Indratmi (2012) yang
membuat medium yang mudah didapat seperti
biji trembesi, jagung, cabai dan kentang.
Pada tahun 2006, Balai Besar Penelitian

Veteriner Bogor melakukan penelitian mengenai
“Isolat
Lokal
S.
cerevisiae
sebagai
Biokompetitor Aspergillus
flavus” yang
dilakukan oleh Eni Kusumaningtyas. Hasil
penelitian tersebut
menunjukkan bahwa
aktivitas biokompetitif terjadi dengan hambatan
3 pertumbuhan Aspergillus flavus oleh S.
cerevisiae. S. cerevisiae juga tumbuh lebih cepat
dari pada Aspergillus flavus dalam rentang
waktu yang sama. Tidak hanya sebagai
fermentor, khamir ini juga dapat berperan baik
dalam pengendalian patogen penyakit. Dari hasil
penelitian diketahui bahwa S. cerevisiae dapat
menekan pertumbuhan patogen Colletotrichum

acuatum hingga mencapai 71%.

Antraknosa merupakan penyakit utama
yang menyebabkan kerugian secara ekonomi di
seluruh pertanaman cabai di dunia dan
merupakan penyakit penting di daerah tropis
maupun subtropis (Sangdee et al. 2011).
Penyakit ini berkembang pesat pada kondisi
kelembaban yang relatif tinggi. Menurut Yani
(2003) umumnya serangan antraknosa pada
tanaman cabai di Indonesia akan mengakibatkan
kehilangan panen sebesar 14-30 %. Cendawan
penyebab penyakit ini adalah Colletotrichum sp.
Berdasarkan
permasalahan
tingginya
intensitas penyakit pascapanen antraknosa pada
cabai
yang
disebabkan

cendawan
Colletotrichum sp., serta mahal dan sulitnya
mendapatkan medium pertumbuhan khamir
maka dibuat suatu gagasan untuk menjadikan S.
cerevisiae
sebagai
biokontrol
patogen
Colletotrichum sp. dan bahan-bahan hasil
produk pertanian sebagai media pembiakan
khamir Saccharomyces cerevisiae. Penelitian ini
bertujuan mengevaluasi kemampuan isolat S.
cerevisiae dalam menekan pertumbuhan
Colletotrichum
sp.
serta
menentukan
pertumbuhannya pada media yang mudah
didapat.
2. METODE PENELITIAN

Khamir dan Media Pertumbuhan
Khamir yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Saccharomyces cerevisiae yang
diperoleh dari Laboratorium Pengujian Mutu
dan Keamanan Pangan Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Brawijaya. Khamir
tersebut dipurifikasi pada media YPD. Preculture dilakukan pada media YPD cair (1 g/ml
yeast extract, 2 g/ml pepton, 2 g/ml glukosa)
untuk
persiapan
inokulum.
Sedangkan
pengamatan pertumbuhan secara makroskopis
dan mikroskopis dilakukan pada media YPD
agar.
Pembuatan media pertumbuhan khamir
dengan menggunakan 6 bahan yaitu YPD, buah
cabai, toage, air leri, air limbah tahu dan air
kelapa. Untuk pembuatan media kontrol (YPD
cair) yaitu yeast extract sebanyak 2 g, pepton 4

g, dekstrosa 20 g, dan akuades 200 ml dicampur
dan diaduk hingga rata sambil dipanaskan di atas
kompos hingga mendidih, lalu masukkan ke
dalam tabung erlenmeyer.

Untuk pembuatan media ekstrak cabai dan
taoge, pertama-tama bahan dicuci dengan air
sampai bersih, kemudian potong kecil-kecil
bahan yang akan digunakan sekitar + 2 cm. Cuci
kembali bahan, timbang sebanyak 50 g lalu
masukkan ke dalam panci dan tambahkan
akuades sebanyak 200 ml. Setelah itu rebus di
atas kompor sampai pada kondisi setengah
matang, lalu saring dan ambil ekstraknya.
Selanjutnya sari bahan dimasukkan ke dalam
botol selai.
Sedangkan untuk pembuatan media air leri,
air limbah tahu dan air kelapa, yaitu dengan
memanaskan bahan sebanyak 200 ml hingga
mendidih. Kemudian bahan yang sudah

dipanaskan, dimasukkan ke dalam botol selai
250 ml. Setelah itu semua media yang telah
dimasukkan ke dalam botol selai disterilisasi
dengan autoklaf pada suhu 121 oC dengan
tekanan 1 atm untuk menghilangkan
kontaminasi mikroorganisme yang tidak
diinginkan.
Perbanyakan Khamir S. cerevisiae
Pengujian dilakukan dengan menumbuhkan
khamir pada media yang telah dibuat
sebelumnya yaitu YPD cair, ekstrak buah cabai,
ekstrak toage, air leri, air limbah tahu, dan air
kelapa. Perbanyakan dilakukan dengan inokulasi
isolat S. cerevisiae yang telah dilakukan
penyamaan nilai OD sebelunya sebanyak 1 ml ke
dalam botol selai yang berisi 200 ml media. tutup
kembali erlenmeyer menggunakan aluminium
foil dan plastik wrapping, setelah itu inkubasi
media yang berisi khamir di atas orbital shaker
selama 4 hari.

Isolasi
dan
Identifikasi
Patogen
Colletotrichum sp.
Patogen Colletotricum sp. diisolasi dari
permukaan buah cabai yang menunjukkan gejala
penyakit antraknosa yang diperoleh dilapang.
Metode isolasi jamur merujuk pada indratmi
(2012) buah dicuci dengan air steril, kemudian
dipotong ukuran 1 cm dengan setengah bagian
sehat dan setengah bagian sakit, selanjutnya
direndam dalam NaOCL 1%, dalam alkohol
70% dalam aquades steril, masing-masing
selama 1 menit, dan dikering anginkan,
kemudian ditanam pada media PDA secara
aseptik. Selanjutnya isolat diinkubasi selama 5-

2


7 hari pada suhu ruang. Setelah dilakukan
inkubasi, Selanjutnya pemurnian dilakukan
dengan mengambil kultur dan dibiakkan lagi
dalam media PDA baru hingga menjadi kultur
murni.
Identifikasi secara makroskopis dengan
mengamati pertumbuhan koloni jamur pada
cawan petri, warna koloni, tekstur koloni, pola
sebaran dan ada tidaknya lingkaran konsentris.
Identifikasi juga dilakukan secara mikroskopis
sampai klasifikasi tingkat genus. Sebelum
melakukan pengamatan secara mikroskopis
perlu dilakukan pembuatan preparat patogen
yang dilakukan dengan cara menetesi preparat
dengan sedikit aquades steril, kemudian
tempelkan solasi pada patogen agar konidia
jamur menempel pada solasi, Selanjutnya
tempelkan solasi pada preparat yang telah
ditetesi aquades steril. Pengamatan morfologi
dilakukan dengan bantuan mikroskop cahaya

yang kemudian membandingkannya dengan
buku kunci identifikasi jamur.
Antagonis S. cerevisiae dengan Jamur
Colletotrichum sp.
Uji antagonis isolat khamir S. cerevisiae
dengan Colletotrichum sp. dilakukan secara invitro pada media PDA. Khamir yang diujikan
yaitu S. cerevisiae hasil perbanyakan pada
berbagai media. Uji antagonis isolat khamir
dengan jamur Colletotrichum sp. ini
menggunakan Rangcangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 4 perlakuan yang diulang
sebanyak 5 kali. Metode pengujian antagonisme
khamir secara in vitro mengacu pada Shofiana et
al. (2015) yang dimodifikasi. Dimana terdapat
tiga perlakuan yaitu khamir dan patogen
diinokulasikan pada waktu yang sama (P1),
khamir diinokulasi 3 HSI patogen (P2), dan
khamir diinokulasi 6 HSI patogen (P3).
Perlakuan diulang sebanyak 5 kali sehingga
didapatkan 20 unit percobaan antagonis terhadap
Colletotrichum sp.. Pengujian isolat khamir
yang
diperoleh dilakukan
dengan cara
menggoreskan khamir pada media PDA tepat
ditengah petridis berdiameter 9 cm dengan posisi
tegak lurus sebanyak 1 lup inokulasi. Kemudian
biakan Colletotrichum sp. yang didapat dari
Balittas diambil dengan cork borer dan
diletakkan pada sisi kanan dan kiri goresan
khamir dengan jarak ± 3 cm kemudian

3

diinkubasi pada suhu kamar dan diamati selama
9 hari dengan cara mengukur lebar zona
hambat khamir terhadap Colletotrichum sp.
pada setiap harinya.
Pengamatan Mekanisme Antagonis dengan
Scanning Electron Microscope (SEM)
Metode yang digunakan mengacu pada
Hastuti (2016) yaitu hasil uji antagonis
dipreparasi terlebih dahulu dengan cara
menyiapkan cover glass steril dan diletakkan
pada cawan steril. Lalu mengiris 2 x 2 mm pada
zona antagonis dan diletakkan diatas cover glass
steril yang telah disiapkan. Kemudian dilakukan
pengeringan
atau
dehidrasi
bertingkat
menggunakan konsentrasi larutan etanol 30%,
50%, 70%, 80%, 90%, dan 96% dengan cara
disemprotkan kurang lebih dengan jarak 30 cm.
Setiap penyemprotan konsentrasi etanol
dilakukan dengan jarak waktu ± 5 menit untuk
pengeringan.
Setelah isolat dikeringkan kemudian
diletakkan pada alat pemegang spesimen
(alumunium stub) dengan perekat koloid pasta
perak dan dilapisi logam emas (Au) (ketebalan
logam ± 15 mm) dengan mengikuti proses
evaporasi. selanjutnya diamati menggunakan
mikroskop elektron skanning.
Variabel Pengamatan:
1. Perbanyakan Khamir
a. Kerapatan sel
Kerapatan sel diukur menggunakan metode
spektrofotometri. Variabel pengamatan berupa
sifat biologi dilakukan dengan mengukur nilai
OD (Optical Density). Pengukuran nilai OD
dilakukan dengan mengambil contoh substrat
pada perbanyakan setiap 24 jam sekali yang
masing-masingnya sebanyak 3 ml selama 4 hari
pengamatan. Jumlah sel dihitung menggunakan
spektrofotometer UV-VIS dengan panjang
gelombang 600 nm (Sholikah et al., 2012).
b. Suhu dan pH
Variabel sifat kimia berupa pH serta sifat
fisik
berupa
suhu
dilakukan
dengan
menggunakan alat pH meter dan thermometer.
Pengamatan itu dilakukan dengan cara
memasukkan elektroda dan stik pengukur ke
dalam substrat yang dilakukan setiap 24 jam

sekali (Widyanti, 2013). Pada penggunaan pH
meter setiap kali mengukur pH medium biakkan,
terlebih dahulu elektroda dibenamkan dalam
aquades, dibersihkan dengan tisue, kemudian
dicelupkan lagi kemedium biakkan berikutnya,
begitu seterusnya sampai medium biakkan
terakhir sesuai jumlah perlakuan. Dilanjutkan
dengan menghitung jumlah koloni sel.

spesimen ini disinari oleh deteksi x-ray yang
menghasilkan sebuah gambar yang diteruskan
pada layar monitor (Respati, 2008). Pengamatan
dilakukan secara visual terhadap hasil
fotomikograf yang diproses dengan foto hitam
putih Fuji film.

Uji Antagonis

Pengaruh Perbanyakan Khamir terhadap
Kerapatan Sel
Pembiakan S. cerevisiae pada media
tumbuh YPD cair, ekstrak cabai, ekstrak taoge,
air leri, air limbah tahu, dan air kelapa
menunjukkan bahwa khamir S. cerevisiae dapat
tumbuh pada 6 media perbanyakan. Selain itu
terlihat juga adanya kondisi fluktuatif pada
hasil kerapatan selnya. Rerata kerapatan sel
tertinggi pada pengamatan beberapa media
perbanyakan ditunjukkan pada perlakuan media
air kelapa dengan nilai absorbansi 1,596.
Sedangkan perlakuan yang menunjukkan
kerapatan sel terendah pada pengamatan hari ke1 sampai hari ke-4 adalah perlakuan air limbah
tahu dengan absorbansi 0,950.
Hal ini sesuai dengan Sahayaraj dan
Namasivayam (2008) yang menyatakan bahwa
pertumbuhan dan produksi sel pada media air
kelapa lebih tinggi dari pada media dari produk
pertanian lain. S. cerevisiae hanya dapat
menggunakan karbohidrat sederhana seperti
yang terdapat pada air kelapa. Menurut Nuraida
dkk. (1996) air kelapa mengandung karbohidrat
sederhana seperti glukosa, sukrosa, fruktosa,
inositol, dan sorbitol yang dapat digunakan oleh
S. cerevisiae sebagai sumber karbon.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Tingkat Hambatan Relatif
Persentase Tingkat Hambatan Relatif dari
uji antagonis khamir S. cerevisiae terhadap
patogen Colletotrichum sp. akan dihitung setelah
7 HSI. Persentase Tingkat Hambatan Relatif
dihitung menggunakan rumus Begum et al.
(2008):
THR =

dk−dp
dk

x 100%

Keterangan:
THR = Tingkat hambatan relatif terhadap
pertumbuhan patogen
R1 = jumlah jari-jari koloni (r1+r2) patogen
tanpa perlakuan khamir (kontrol)
R2 = jumlah jari-jari koloni (r1+r2) patogen
yang diberi perlakuan.
b. Pengamatan Scanning Electron Microscope
(SEM)
Cara kerja dari mikroskop elektron
skanning adalah sinar dari lampu dipancarkan
pada lensa kondensor, sebelum masuk pada
lensa kondensor ada pengatur dari pancaran
sinar elektron yang ditembakkan. Sinar yang
melewati lensa objektif diteruskan pada
spesimen yang diatur miring pada pencekamnya,
Kerapatan

2
1,5
1
0,5
0

0 Jam

24 Jam

48 Jam

72 Jam

96 Jam

Pengamatan
Ekstrak Cabai

Ekstrak Taoge

Air Leri

Air Limbah Tahu

YPD cair

Air Kelapa

Gambar 1. Rerata Kerapatan sel S. cerevisiae yang Diperbanyak pada Media YPD Cair, ekstrak
cabai, ekstrak taoge, air leri, air limbah tahu, dan air kelapa

4

Selama pembiakan 96 jam, S. cerevisiae
mengalami pertumbuhan yang cepat karena
nutrien yang terkandung dalam medium tersedia
dalam jumlah yang berlebih untuk dimanfaatkan
S. cerevisiae bagi pertumbuhannya. S. cerevisiae
memanfaatkan protein, karbon, dan mineral
dalam medium sebagai substrat metabolisme
untuk sintesis komponen sel. Protein, karbon,
dan mineral tersebut dapat diperoleh dari ekstrak
khamir, pepton, dekstrosa, limbah cair tahu, air
leri, ekstrak cabai, ekstrak taoge, dan air kelapa.
Waktu pembiakan 96 jam pada semua
medium memberikan jumlah sel yang terbanyak,
karena pada masa tersebut laju pertumbuhan
memasuki akhir fase logaritmik. Menurut
Fardiaz (1992) fase logaritmik merupakan fase
pada saat mikroorganisme membelah dengan
cepat. Pada fase ini kecepatan pertumbuhan
sangat dipengaruhi oleh medium tempat
tumbuhnya seperti pH dan kandungan nutrien,
juga kondisi lingkungan termasuk suhu dan
kelembaban udara. Selain itu, pada fase ini
mikroorganisme membutuhkan energi lebih
banyak daripada fase lainnya.
Perbedaan jumlah sel S. cerevisiae pada
berbagai medium yang digunakan disebabkan
oleh persediaan zat-zat nutrien yang terdapat
dalam masing-masing medium tersebut.
Menurut Amaria dkk. (2001), untuk tumbuh dan
berkembangbiak, S. cerevisiae memerlukan
unsur-unsur seperti C, H, O, N, S, P, K, dan
berbagai mineral seperti Fe, Mg, Na, dan Mn.
Semakin baik nutrien di dalam substrat tempat
tumbuhnya, maka pertumbuhan sel semakin
cepat sehingga akan meningkatkan kadar protein
sel (Fardiaz, 1992). Hasil analisis nitrogen total
media YPD cair, ekstrak cabai, ekstrak taoge, air
leri, air limbah tahu, dan air kelapa disajikan
pada (Tabel 1).
Tabel 1. Hasil analisis N-total media sebelum
perbanyakan
Perlakuan
YPD Cair (kotrol)
Ekstrak Cabai
Ekstrak Taoge
Air Leri
Air Limbah Tahu
Air Kelapa

5

N-Total (%)
0,06
0,08
0,74
0,23
0,57
0,05

Pertumbuhan dari perbanyakan khamir
pada media pertumbuhan tergantung pada isolat
khamir dan komponen sumber karbon serta
protein sebagai nutrisi yang digunakan dalam
media kultur (Geo et al., 2007). Nitrogen
merupakan salah satu unsur dalam pembentukan
protein menurut Febrianto (2013) Protein adalah
polimer dari asam amino yang dihubungkan
dengan ikatan peptida yang mengandung unsurunsur C, H, O, dan N. Dengan proporsi karbon
50-55%, hidrogen 7-6%, oksigen 20-23%, dan
nitrogen 12-19%.
Dari hasil analisa N-total (Tabel 1)
menunjukkan bahwa media ekstrak taoge
memiliki persentase tertinggi yaitu 0,74 %,
sedangkan persentase N-total terendah terjadi
pada media air kelapa yaitu 0,05 %. Hasil ini
tentu tidak sesuai dengan hasil kerapatan sel
dimana air kelapa memiliki hasil kerapatan
tertinggi. Hal ini dimungkinkan karena air
kelapa memiliki nutrisi lainnya yang lebih
dibutuhkan S. cerevisiae. Selain itu juga S.
cerevisiae lebih mudah memanfaatkan nutrisi
dalam bentuk yang sederhana.
Menurut Nuraida dkk. (1996) air kelapa
mengandung karbohidrat sederhana seperti
glukosa, sukrosa, fruktosa, inositol, dan sorbitol
yang dapat digunakan oleh S. cerevisiae sebagai
sumber karbon. Berdasarkan hasil analisa
proksimat air kelapa mengandung 3,72 %
karbohidrat, 0,16 % protein, dan 94,67 % kadar
air (Laboratorium Teknik Kimia, ITN, malang,
2016). Hasil analisa proksimat itu menunjukkan
bahwa karbohidrat memiliki persentase cukup
tinggi. Hal inilah yang mungkin menyebabkan
air kelapa menjadi media terbaik untuk
pertumbuhan S. cerevisiae.
Pengaruh Perbanyakan Khamir terhadap
Suhu Medium
Dari
hasil
pengamatan
suhu
memperlihatkan bahwa S. cerevisiae yang
diperbanyak pada berbagai media menunjukkan
tidak adanya perubahan yang signifikan dari jam
ke-0 sampai jam ke-96 yaitu berkisar antara 2627 oC (suhu kamar). Pengamatan suhu terendah
terjadi pada jam ke-72 yaitu 26,6 oC pada media
YPD cair, ekstrak cabai, ekstrak taoge, dan air
kelapa. Sedangkan rerata suhu tertinggi terjadi
pada jam ke-24 yaitu 27,7 oC pada media ekstrak
cabai, air limbah tahu, dan air kelapa (Tabel 2).

Tabel 2. Rerata Pengamatan Suhu media Perbanyakan S. cerevisiae
Perlakuan
YPD cair (kontrol)
Ekstrak Cabai
Ekstrak Taoge
Air Leri
Air Limbah Tahu
Air Kelapa

0 Jam
27,4 oC
27,3 oC
27,5 oC
27,1 oC
27,6 oC
27,6 oC

24 Jam
27,6 oC
27,7 oC
27,6 oC
27,6 oC
27,7 oC
27,7 oC

Berdasarkan data pada tabel 2 menunjukkan
bahwa S. cerevisiae tidak dapat mempengaruhi
naik
turunnya
suhu
pada
media
pertumbuhannya. Kisaran suhu optimum untuk
pertumbuhan dan perkembangan khamir pada
umumnya yaitu 28-30 oC (Nurhidayat dkk,
2006). Hasil penelitian telah dilakukan oleh
Sukoso dan Wiyanto (2003), menunjukkan
bahwa S. cerevisiae mampu tumbuh dengan
baik pada media cair maupun padat pada suhu
kamar (25-28 oC). Sehingga dengan demikian
pertumbuhan S. cerevisiae tetap dapat tumbuh
dengan baik.
Pengaruh Perbanyakan Khamir terhadap
pH Medium
Dari hasil pada (Tabel 3) tersebut
menunjukkan tidak ada pengaruh yang
signifikan pada pengamatan pH dari fermentasi
S. cerevisiae yang diperbanyak pada media YPD
Cair, ekstrak cabai, ekstrak taoge, air leri, air
limbah tahu, dan air kelapa yaitu berkisar pada
6,6-6,7. Nilai pH terendah terjadi pada
pengamatan ke-0 jam yaitu 6,60 pada media

Pengamatan Suhu
48 Jam
27,0 oC
27,2 oC
27,1 oC
27,2 oC
27,2 oC
27,2 oC

72 Jam
26,6 oC
26,6 oC
26,6 oC
26,7 oC
26,7 oC
26,6 oC

96 Jam
27,1 oC
27,1 oC
27,0 oC
27,1 oC
27,2 oC
27,2 oC

pertumbuhan ekstrak taoge, air limbah tahu dan
air kelapa. Sedangkan nilai dengan pH tertinggi
terjadi pada pengamatan ke-96 jam yaitu 6,70
pada media pertumbuhan air limbah tahu dan air
kelapa.
Nilai pH medium tersebut masih berada
dalam batas normal untuk pertumbuhan S.
cerevisiae yaitu 2,5-8,5, sehingga perubahan pH
pada semua medium tidak menghambat
pertumbuhan S. cerevisiae. Pada medium
pertumbuhan, pH mempunyai peran yang sangat
penting. Dari tabel 3 tersebut dapat dilihat pH
pada medium terus mengalami peningkatan dari
jam ke-0 sampai jam ke-96. Hal ini disebabkan
sumber karbon dalam medium mulai tidak
mencukupi sehingga terjadi pembongkaran
protein dalam medium untuk aktivitas
metabolismenya. Proses metabolisme tersebut
akan menghasilkan metabolit-metabolit hasil
degradasi protein seperti urea dan ion-ion
amonium yang dapat menyebabkan kenaikan pH
(Kuswardani dan Wijajaseputra, 1998).

Tabel 3. Rerata Pengamatan pH media Perbanyakan S. cerevisia
Perlakuan
YPD cair (kontrol)
Ekstrak Cabai
Ekstrak Taoge
Air Leri
Air Limbah Tahu
Air Kelapa

Pengamatan pH
0 Jam

24 Jam

48 Jam

72 Jam

96 Jam

6,63
6,65
6,60
6,65
6,60
6,60

6,62
6,61
6,62
6,62
6,62
6,62

6,66
6,66
6,67
6,66
6,66
6,65

6,69
6,68
6,69
6,69
6,69
6,69

6,69
6,69
6,69
6,69
6,70
6,70

6

Tabel 4. Pengamatan Perbanyakan S. cerevisiae yang Diperbanyak pada Media Air Kelapa dengan
Metode Aerator
Pengamatan
Suhu
pH
Kerapatan sel
(Spektrofotometer)
Kerapatan sel
(Hemasitometer)

0
27,3 oC
6,66
0,485

24
27,7 oC
6,65
0,691

5,5 x 105

1,5 x 108

Perbanyakan S. cerevisiae pada Media Air
Kelapa dengan Metode Aerator
Perbanyakan
mikroba
dengan
menggunakan metode aerator merupakan sistem
pertumbuhan mikroba yang mendapatkan energi
melalui respirasi aerob. S. cerevisiae merupakan
jenis mikroba fakultatif anaerob. Jika ada udara,
maka energi atau tenaga diperoleh melalui
respirasi aerob, hal tersebut tidak digunakan
dalam pembentukan alkohol melainkan untuk
pertumbuhan dan perkembangan sel. Sedangkan
tenaga yang diperoleh melalui respirasi anaerob
sebagian digunakan untuk pembentukan alkohol
(Judoamidjojo, 1990). Hasil pengamatan
perbanyakan S. cerevisiae pada media air kelapa
dengan metode aerator disajikan pada (Tabel 4).
Dari hasil pada tabel 4 menunjukkan pada
pengamatan suhu dan pH tidak terdapat
perbedaan yang signifikan dari hasil pengamatan
jam ke-0 sampai jam ke-96. Pada pengamatan
suhu setelah hari pertama pengamatan suhu terus
menurun hingga hari keempat, namun
penurunannya tidak berpengaruh terhadap
pertumbuhan khamir karena nilainya masih pada
kondisi optimum untuk pertumbuhan S.
cerevisiae. sedangkan pada pengamatan nilai pH
nilainya cendrung meningkat hingga hari
keempat. Nilai pH dari jam ke-0 sampai jam ke96 terlihat telah melewati dari kondisi optimum
untuk pertumbuhan S. cerevisiae. Menurut
Nurhidayat dkk (2006) khamir memerlukan
media dengan suasana asam, yaitu anatara pH
4,8 – 5,0. Namun nilai pH medium tersebut
masih berada dalam batas normal untuk
pertumbuhan S. cerevisiae yaitu 2,5-8,5,
sehingga perubahan pH pada semua medium
tidak menghambat pertumbuhan S. cerevisiae.

7

Waktu (Jam)
48
27,4 oC
6,65
1,275
1,8 x 108

72
27,2 oC
6,70
1,765

96
27,1 oC
6,71
1,983

2,0 x 108

2,4 x 108

Pada pengamatan kerapatan sel dilakukan
dengan 2 metode, yaitu spektrofotometer dan
hemasitometer. Dari hasil kedua metode tersebut
terlihat nilai kerapatan sel terus meningkat
hingga pengamatan terakhir pada hari keempat.
Pada perbanyakan dengan metode aerator
menunjukkan bahwa jumlah kerapatan sel pada
hari terakhir pengamatan lebih besar
dibandingkan dengan metode shaker. Hal ini
membuktikan bahwa khamir S. cerevisiae dapat
tumbuh lebih baik pada kondisi aerob.
Menurut johnson (2008), aerasi dengan cara
air bubble cukup efektif untuk meningkatkan
kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi.
Saccharomyces sp. bersifat fakultatif aerobik,
dimana pada kondisi aerobik, oksigen berperan
sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur
reaksi bioenergetiknya. Menurut Meyer (1978),
pada kondisi aerobik pemanfaatan gula
menghasilkan penambahan biomassa sel dengan
reaksi:
C6H12O6
CO2 + H2O + Biomassa sel
Dengan pemberian aerasi diharapkan
terjadi perbanyakan sel S, cerevisiae var.
Ellipsoideus secara maksimal. Pada kondisi
aerob gula akan dikonversi menjadi energi
melalui siklus Krebs, energi ini diperlukan sel
untuk memperbanyak diri.
Isolasi
dan
identifikasi
patogen
Colletotrichum sp.
Makroskopis. Gejala serangan penyakit
pada cabai berupa bintik-bintik kecil yang
berwarna kehitaman dan dan sedikit melekuk
hingga buah mengerut dan membusuk. Secara
makroskopis jamur ini menampakkan koloni
awalnya berwarna putih kemudian menjadi putih

keabu-abuan dengan tekstur agak kasar,
memiliki lingkaran konsentris dan pola sebaran
koloni yang beraturan. Jamur ini memenuhi
cawan petri dalam waktu 10 hari. Berdasarkan
morfologi tersebut, dapat diketahui bahwa jamur
yang diisolasi telah sesuai dengan yang
dideskripsikan oleh Benyahia (2003) bahwa
koloni jamur Colletotrichum sp pada media PDA
awalnya berwarna putih kemudian menjadi putih
keabu-abuan hingga abu-abu gelap kehitaman.

Gambar 2. Colletotrichum sp.; A) Makroskopis
pada media PDA; B) Mikroskopis (1) hifa, (2)
konidiofor, (3) konidia;
Mikroskopis. Secara mikroskopis jamur
ini memiliki miselium bersekat, konidiofor tidak
bercabang, konidia berbentuk hialin, serta
terdapat apresoria dan seta. Menurut Singh
(1998) secara mikroskopis jamur Colletotrichum
sp. memiliki sel uniseluler berbentuk hialin yang
berada pada ujung konidiofor yang tidak
bercabang, memiliki setae, apressoria, miselium
yang terdiri dari beberapa septa, serta intra
interseluler hifa.
Uji Antagonis S. cerevisiae terhadap Patogen
Colletotrichum sp.
Tabel 5. Rerata persentase hambatan khamir S.
cerevisiae terhadap pertumbuhan patogen
Colletotrichum sp. pada 9 HSI
PERLAKUAN

Rerata Persentase
hambatan (%)

Kontrol

0,00a

P1

23,67c

P2

17,33b

P3

17,67b

Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji
BNT pada taraf kesalahan 0,05 (Tabel 5)
menunjukkan pengaruh beda nyata antara

perlakuan dengan kontrol dalam menghambat
pertumbuhan patogen Colletotrichum sp.. Pada
perlakuan P1, P2, dan P3 dari hari ke-1 sampai
hari ke-8 pengamatan tidak menunjukkan
pengaruh yang berbeda nyata. Namun pada
pengamatan hari ke-9 terdapat pengaruh yang
berbeda nyata antar perlakuan, dimana
perlakuan P2 dan P3 berbeda nyata dengan
dengan perlakuan kontrol, yang masing-masing
persentase hambatannya yaitu 17,33% dan
17,67%.
Sedangkan perlakuan P1 menunjukkan
pengaruh yang berbeda nyata dengan perlakuan
P2 dan P3 dengan persentase hambatan yaitu
sebesar 23,67%. Berdasarkan hasil antagonis
tersebut P1 memiliki nilai hambatan tertinggi,
dimana P1 merupakan perlakuan khamir dan
patogen diinokulasikan pada waktu yang sama
atau pada hari ke-0 pengamatan. Berikut hasil
dokumentasi uji antagonis khamir S. cerevisiae
terhadap patogen Colletotrichum sp. yang
diisolasi dari buah cabai pada 9 HSI (Gambar 3).

A

B

C

D

Gambar 3. Hasil uji antagonis khamir S.
cerevisiae terhadap patogen Colletotrichum sp.
dari buah cabai pada 9 HSI
Keterangan:
A: Kontrol patogen Colletotrichum sp., B: P1 (0
HSI), C: P2 (3 HSI), D: P3 (6 HSI)
Dari gambar di atas terlihat jelas perbedaan
antara kontrol dengan perlakuan, dimana pada
perlakuan menunjukkan patogen dapat tumbuh
mendekati khamir tetapi hifa yang semakin
dekat dengan khamir terlihat semakin

8

transparan. Pada perlakuan P1 juga terlihat
khamir mengeluarkan cairan atau zona bening
yang diduga digunakan untuk menghambat
pertumbuhan patogen. Hal ini membuktikan
bahwa terjadi mekanisme antagonis antara
khamir dengan patogen. Kemampuan khamir
dalam menekan kejadian penyakit diduga karena
khamir menghasilkan enzim yang mampu
mendegradasi dinding sel patogen. Khamir
memiliki
mekanisme
antagonis
berupa
kompetisi nutrisi dan ruang, parasitisme dan
produksi enzim litik serta induksi ketahanan
sehingga mampu mengendalikan beberapa
patogen pasca panen (Nunes, 2012). Menurut
Wilia et.,al, (2012) Terbentuknya zona
hambatan yang diduga merupakan mekanisme
enzimatik yang dihasilkan oleh khamir sebagai
akibat dari adanya kompetisi makanan dan
tempat hidup antara khamir dengan patogen.
Mekanisme antagonis yang dihasilkan yaitu
antibiosis dan kompetisi. Antibiosis merupakan
salah satu mekanisme antagonis oleh khamir
dengan menghasilkan senyawa penghambat
pertumbuhan mikroorganisme lain (Madigan
dkk, 2012). Beberapa contoh senyawa tersebut
adalah enzim litik, senyawa volatil, siderofor,
serta killer toksin (Haggag & Mohamed, 2007).
Sedangkan kompetisi ditunjukkan dengan
adanya perbedaan kecepatan tumbuh antara
khamir dengan koloni patogen. Mekanisme

kompetisi ruang dan nutrisi merupakan
mekanisme yang umum dilakukan oleh khamir
dalam
mendominasi
habitat
karena
pertumbuhannya yang lebih cepat. Khamir dapat
tumbuh cepat, mendominasi dan mengkolonisasi
di habitat baru dengan sumberdaya terbatas
(Bellows, 1999).
Pengamatan Mekanisme Antagonis dengan
Scanning Microscope Electron (SEM)
Pada
pengamatan
secara
mikroskopis
menggunakan SEM (Gambar 4) khamir S.
cerevisiae
tidak
mengkoloni
jamur
Colletotrichum sp., namun menyebabkan
malformasi pada hifa. Malformasi hifa yaitu
penyusutan ukuran hifa sehingga hifa terlihat
kurus dan belekuk. Menurut Shalehah (2017)
hifa jamur yang terserang oleh khamir dapat
mengalami perubahan bentuk seperti penyusutan
ukuran hifa sehingga hifa terlihat kurus dan
berlekuk-lekuk. Pada hasil tersebut tidak terlihat
senyawa antibiosis yang dikeluarkan oleh S.
cerevisiae dalam menhambat pertumbuhan
Colletotrichum sp.. Mekanisme lainnya yang
berperan dalam aktivitas biokontrol khamir
terhadap jamur diantaranya adalah kompetisi
ruang dan nutrisi, produksi senyawa toksik,
volatil, produksi enzim kitinase, antibiosis dan
adanya aktivitas kinolitik.

Gambar 4. Hasil dokumentasi pengamatan antagonis S. cerevisiae dengan Colletotrichum sp.
menggunakan Scanning Electron Microcope (SEM)

9

4. KESIMPULAN
Berdasarkan
penelitian
yang
telah
dilakukan dapat disimpulkan bahwa uji
perbanyakan S. cerevisiae pada berbagai media
dengan metode shaker menghasilkan air kelapa
sebagai media dengan kerapatan sel tertinggi.
Selain itu validasi perbanyakan dengan metode
aerotor pada media air kelapa menghasilkan
kerapatan sel khamir lebih tinggi dibandingkan
dengan metode shaker. Berdasarkan pengujian
antagonisme
khamir
dengan
jamur
Colletotrichum sp. yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa pada perlakuan P1 khamir
memiliki kemampuan antagonisme sebesar
23,67%, perlakuan P2 memiliki kemampuan
antagonisme sebesar 17,33%, dan perlakuan P3
memiliki kemampuan antagonisme sebesar
17,67%.
5. REFERENSI
Aditiwati, P. Dan Kusnadi. 2003. Kultur Campur
dan Faktor Lingkungan Mikroorganisme
yang Berperan dalam Fermentasi “TeaCider”. PROC. ITB Sains & Tek. 35 A (2) :
147-162
Amaria, Isnawati, Rini, dan Tukiran. 2001.
Biomassa Saccharomyces cerevisiae dari
limbah buah dan sayur sebagai sumber
vitamin B. Himpunan Makalah Seminar
Nasional Teknologi Pangan. 138-150
Begum, M.M., M. Sariah, M.A. Zainal, et al.
2008. Antagonistic Potensial of Selected
Fungal and Bacterial Biocontrol Agents
against Colletotrichum truncatum of
Soybean Seeds. Pertanika Journal Tropic
Agriculture Science 31 (1): 45-53
Bellows, T. S. and F. W., Fisher. 1999.
Biological
Control
Priciples
and
Aplications of
Biological Control.
Academic Press
Benyahia, H. 2003. First Report of
Colletotrichum gloeosporioides causing
withertip on Twigs and Tears Stain of Fruit
of Citrus in Morocco. National Institute of
Agronomic Research
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Haggag, W. M., and H. Mohamed. 2007.
Biotechnological
Aspects
of
Microorganisms Used in Plant Biological

Control. American-Eurasian Journal of
Sustainable Agriculture 1, 7-12
Indratmi, D. 2012. Penggunaan Debaryomyces
sp. Dan Schizosaccharomyces sp. Dengan
Adjuvant Untuk Pengendalian Penyakit
Antraknosa Pada Mangga. Jurnal Gamma 5
Johnson, F. L. dan Cheddington B. 2008.
Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration.
http://cdn2.libsyn.com/basicbrewing/Aerati
onMethods.pdf
Judoamidjojo, E. 1990. Teknologi Fermentasi.
Jakarta: Penerbit Rajawali Press. hal. 57
Kuswardani, I dan A. I. Wijajaseputra. 1998.
Produksi
Protein
Sel
Tunggal
Phanerochaete chrysosporium pada media
limbah cair tahu yang diperkaya: kajian
optimasi waktu panen. Prosiding Seminar
Nasional Teknologi Pangan dan Gizi. 604613
Madigan, M. T., Martinko, J. M., Stahl, D. A.,
dan Parker, J. 2012. Brock: Biology of
Microorganism. 13 th Edition. Pearson
Education, Inc., United States of America.
Halaman : 3
Meyer, H. L. 1978. Food Chemistry. Reinhold
Publishing Corporation, New York
Nuraida, L., S. H. Sihombing, dan S. Fardiaz,
1996. Produksi karotenoid pada limbah cair
tahu, air kelapa dan onggok oleh kapang
Neurospora sp. Buletin Teknologi dan
Industri Pangan 7 (1): 67-74
Ratdiana. 2007. Kajian pemanfaatan air kelapa
dan limbah cair peternakan sebagai media
alternatif
perbanyakan
Pseudomonas
fluorescens
serta
uji
potensi
antagonismenya terhadap Ralstonia rolfsii
[skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Respati, S. M. B. 2008. Macam-macam
Mikroskop dan Cara Penggunaan. Jurnal
Momentum 4(2): 42-44
Rismawan AK. 2011. Keefektifan formulasi
Pseudomonas fluorescens dalam limbah
organik sebagai pestisida hayati dan pemicu
pertumbuhan tanaman cabai [skripsi].
Bogor: Institut Pertanian Bogor
Sahayaraj, K. and S.K.R. Namasivayam. 2008.
Mass Production of Entomopathogenic

10

Fungi Using Agricultural Products and by
Products. African Journal of Biotechnology
7 (12):1907-1910
Sangdee A, Sachan S, Khankhum S. 2011.
Morphological, pathological and molecular
variability of Colletotrichum capsici
causing anthracnose of chilli in the Northeast of Thailand. Afr J Microbiol Res.
5(25):4368–4372.
DOI:10.5897/
AJMR11.476. DOI: http://dx.doi.org/10.
5897/AJMR11.476
Shalehah, N. A. 2017. Eksplorasi Khamir dan
Bakteri sebagai Kandidat Agens Antagonis
Penyebab Penyakit Busuk Pangkal Batang
(Botryodiploidi theobromae Pat.). Skripsi.
Institut Pertanian Bogor. Bogor
Singh, R. S. 1998. Plant Diseases. Seventh
Edition. Oxford & IBH Publishing CO.
PVT. LTD. New Delhi. Hal 640
Shofiana R. H. 2015. Eksplorasi Jamur Endofit
dan Khamir pada Tanaman Cengkeh
(Syzygium aromaticum) Serta Uji Potensi
Antagonismenya terhadap Jamur Akar
Putih (Rigidopus micoporus). Skripsi.
Universitas Brawijaya. Malang
Widiyanti, 2013. Pembangunan Kebun Bibit
Batang Bawah Karet (Hevea brasilliensis).
Balai Besar Perbenihan dan Proteksi
Tanaman Perkebunan Surabaya
Wiyanto, Sukoso dan Arumingtyas E.L., 2003.
Karakterisasi Marine Yeast dari Perairan
Laut Jawa Melalui Pendekatan Fisiologi
dan
Molekuler.
Tesis.
Program
Pascasarjana.
Universitas
Brawijaya.
Malang
Yani, A. 2003. Pengendalian Cendawan
Pascapanen
Colletotrichum
capsici
Penyebab Antraknosa pada Buah Cabai
(Capsicum annum L.). Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Lampung. Lampung

11

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

EFEKTIFITAS BERBAGAI KONSENTRASI DEKOK DAUN KEMANGI (Ocimum basilicum L) TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR Colletotrichum capsici SECARA IN-VITRO

4 157 1

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

PENGARUH GLOBAL WAR ON TERRORISM TERHADAP KEBIJAKAN INDONESIA DALAM MEMBERANTAS TERORISME

57 269 37

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

PENGARUH DIMENSI KUALITAS LAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN DI CAFE MADAM WANG SECRET GARDEN MALANG

18 115 26