Turki Menuju Sistem Pendidikan Modern.do

1

TURKI : MENUJU SISTEM PENDIDIKAN MODERN DALAM
MASYARAKAT DEMOKRASI
Makalah Ini Dipersentasikan Pada Mata Kuliah
Sejarah Sosial Pendidikan Islam

OLEH:
DEDEK DIAN SARI
MODERATOR : AHMAD BASUKI
SEMESTER II PEDI B

DOSEN PEMBIMBING
Prof. Dr. DJA’FAR SIDDIQ, MA.
Dr. SITI ZUBAIDAH, M.Ag

PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN
2016/2017


2

BAB I
PENDAHULUAN
Kerajaan Utsmani sebagai kerajaan yang mampu bertahan lebih lama
dibandingkan dengan dua kerjaan besar lainnya yaitu Mughal di India dan Safawi
di Persia, telah berhasil mengembangkan sistem kemiliteran dan perluasan
wilayah. Sementara itu, pada bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan tidak
mendapatkan perhatian serius di awal dan masa pertengan Kerajaan Turki.
Sementara itu di Eropa telah bangkit dari masa kegelapan, sehingga
mengalami kemajuan pesat baik itu di bidang ekonomi, politik, kemiliteran dan
ilmu pengetahuan. Hal ini menyadarkan Mahmud II untuk melakukan
pembaharuan di segala bidang agar mampu mengejar ketertinggalan dan untuk
mengimbangi kekuatan Eropa, dan pendidikan mendapatkan perhatian yang serius
dalam pembaharuan yang dilakukan oleh Mahmud II. Hal ini dikarenakan
pendidikan merupakan sebagai dimensi dinamis pada perkembangan suatu
bangsa.
Mengingat sejarah panjang Turki, maka penulis hanya akan menuliskan
gambaran-gambaran umum dan berusaha untuk tidak meninggalkan hal-hal
penting yang berkaitan dengan judul. Oleh karena itu, untuk lebih memahami

mengenai “Turki: Menuju Sistem Pendidikan Modern Dalam Sebuah Masyarakat
Demokrasi”, maka penulis akan membahas beberapa hal, yaitu a. Sekilas kerajaan
Utsmani, b. Reformasi Turki Utsmani, c. Turki menuju sistem pendidikan
modern.

3

BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Kerajaan Turki Utsmani
Kerajaan ini berasal dari bangsa Turki dan kabilah Oghuz yang menempati
daerah Mongol dan daerah utara dataran Cina, yang kemudian mereka meminta
perlindungan dari Jalalludin dari Dinasti Khawarizmi Syah di Transoxiana untuk
menghindari serangan Mongol. Setelah tiga abad, mereka berpindah ke Turkistan
kemudian ke Persia dan selanjutnya ke Irak.1
Pada abad ke-9 atau ke-10 mereka memeluk Islam di bawah
kepemimpinan Ortoghol, yang kemudian mengabdikan diri kepada Sultan Dinasti
Saljuk yaitu Sultan Alauddin yang pada saat itu sedang berperang melawan
Bizantium. Atas kemenangannya ini, maka Sultan Alauddin menghadiahi
sebidang tanah di Asia kecil yang berbatasan dengan Bizantium kepada Orthogol

dan kemudian berkembang menjadi sebuah ibu kota yang diberi nama Syukut.2
Orthogol meninggal dunia tahun 1289 M. Sehingga kepemimpinan
diteruskan oleh putranya yaitu Utsman bin Orthogol bin Sulaiman Syah. 3 Utsman
inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Utsmani.
Kerajaan Turki Utsmani yang memerintah hampir enam abad lamanya
(1294-1924), yang dipimpin oleh 38 sultan, yaitu:
1. Usman I (1299-1326 M); 2. Orkhan (Putra Usman I) (1326-1359 M); 3. Murad
(Putra Orkhan) (1359-1389 M); 4. Bayazid I (Putra Murad I) (1389-1402 M); 5.
Muhammad I (Putra Bayazid I) (1403-1421 M); 6. Murad II (Putra Muhammad I)
(1421-1451 M); 7. Muhammad II Al-Fatih (Putra Murad II) (1451-1481 M); 8.
Bayazid II (Putra Muhammad II) (1481-1512 M); 9. Salim I (Putra Bayazid II)
(1512-1520 M); 10. Sulaiman I Al-Qanuni (Putra Salim I) (1520-1566 M); 11.
Salim II (Putra Sulaiman I) (1566-1573 M); 12. Murad II (Putra Salim II) (15731

Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), h.

2

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013), h. 129.
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 248.


113.
3

4

1596 M); 13. Muhammad II (Putra Murad III) (1596-1603 M); 14. Ahmad I
(Putra Muhammad III) (1603-1617 M); 15. Mustafa I (Putra Muhammad III)
(1617-1618 M); 16. Suman I (Putra Ahmad III) (1618-1622 M); 17. Murad I
(Yang kedua kalinya) (1622-1623 M); 18. Murad IV (Putra Ahmad I) (1623-1640
M); 19. Ibrahim I (Putra Ahmad I) (1640-1648 M); 20. Muhammad II (Putra
Ibrahim I) (1648-1687 M); 21. Sulaiman I (Putra Ibrahim I) (1691-1695 M); 22.
Ahmad II (Putra Ibrahim I) (1691-1695 M); 23. Mustafa II (Putra Muhammad IV)
(1695-1703 M); 24. Ahmad II (Putra Muhammad IV) (1703-1730 M); 25.
Mahmud I (Putra Mustafa II) (1730-1754 M); 26. Usman III (Putra Mustafa II)
(1754-1757 M); 27. Mustafa III (Putra Ahmad III) (1774-1788 M); 28. Abdul
Hamid I (Putra Ahmad III) (1774-1788 M); 29. Salim III (Putra Mustafa III)
(1789-1807 M); 30. Mustafa IV (Putra Abdul Hamid I) (1808-1839 M); 31.
Mahmud II (Putra Abdul Hamid I) (1808-1839 M); 32. Abdul Majid (Putra
Mahmud II); 33. Abdul Aziz (Putra Mahmud II (-1861 M); 34. Murad V (Putra

Abdul Majid I) (1861-1876 M); 35. Abdul Hamid II (Putra Abdul Majid I) (18761909 M); 36. Muhammad VI (Putra Abdul Majid I) (1909-1918 M); 37.
Muhammad VI (Putra Abdul Majid I) (1918-1922 M); 38. Abdul Majid II (19221924 M).4
Kerajaan Utsmani melakukan ekspansi besar-besaran pada Utsman I yaitu
di tahun 1290 M hingga 1326 M sehingga dapat menaklukan kota Broessa (1317
M). Sehingga pada masa kepemimpinan Orkhan, wilayah Eropa sebagian telah
ditundukkan. Kerajaan Turki Utsmani mencapai kegemilangannya saat dapat
menaklukan pusat peradaban dan pusat agama Nasrani di Bizantium, yaitu
Konstantinopel oleh Sultan Mahmud II yang bergelar al-Fatih pada tahun 1453 M.
Setelah itu Konstantinopel dijadikan sebagai ibu kota yang namanya berubah
menjadi Istanbul. Bukan hanya itu saja, Sultan Mahmud II juga merubah gereja
Aya Sophia menjadi sebuah masjid.
Kegemilangan terus diraih sehingga pada abad ke 16, dibawah
kepemimpinan Salim kerajaan Safawi dapat ditaklukan dan wilayah kekuasaan
mencapai ke Selatan yaitu sampai ke Mesir dan Hijaz. Hal ini membuat wilayah
4

Philip K. Hitti, History of the Arabs, terj. (Jakarta: Serambi, 2010), Cet. 2, h. 908.

5


kekuasaan Turki semakin meluas dari Selat Persia di Asia sampai ke pintu
gerbang Kota Wina di Eropa dan dari laut Gaspienne di Asia sampai ke Aljazair
di Afrika Barat.5
Kemajuan-kemajuan yang diraih oleh Kerajaan Turki Utsmani, yaitu:
a. Bidang Kemiliteran dan Pemerintahan
Dibawah kepemimpinan Sulthan Orkhan (1336-1359 M) dilakukan
pembenahan bidang kemiliteran yaitu berupa mutasi personel pimpinan dan
perubahan dalam keanggotaan. Hal ini dapat terlihat, ketika dimasukkannya
bangsa non-Turki menjadi anggota. Sehingga kekuatan militer Utsmani sangat
tangguh dam disebut pasukan Jenissari atau Inkisyariyah.6
b. Bidang Ilmu Pengetahuan
Dalam bidang ilmu pengetahuan seperti tafsir, ilmu kalam, Hadits, dan
ilmu keislaman lainnya tidak begitu berkembang secara signifikan, selain karena
fanatik terhadap suatu mahzab sehingga membuat ijtihad tidak berkembang
sebagaimana seharusnya, juga dikarenakan para ulama lebih suka menulis buku
dalam bentuk syarah (penjelasan) dan hasyiyah (seperti catatan) terhadap karya
klasik. Faktor lain yang membuat tidak berkembangnya ilmu pengetahuan
dikarenakan Turki lebih memfokuskan kepada bidang kemiliteran dan ekspansi.
c. Bidang Kebudayaan
Dalam bidang kebudayaan, Turki Utsmanu memberikan sumbangsih

antara lain yaitu seni bersyair dan arsitektur. Dalam bidang seni bersyair, hampir
semua sultan Turki memiliki minat bersyair. Sehingga lahirlah penyair-penyair
ternama di Turki, yaitu Sultan Walid, Yazzi Oghlu, Syekh Zada. Sementara itu,
dalam bidang arsitektur, Turki memadukan antara arsitektur Byzantium dan Turki
Usmaniyah. Hal ini dapat terlihat dari gaya bangunan masjid seperti Masjid Aya
Sophia dan Masjid Sultan Muhammad Al-Fatih.7

5

Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, 2010), h. 196-199.
Badri Yatim, Sejarah.., h. 134.
7
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Bogor: Kencana, 2003), h. 251-252.
6

6

Kerajaan Utsmani menggapai puncak kegemilangannya pada abad ke-16,
akan tetapi setelah itu kerajaan mengalami kekacauan dan kemunduran. Pada abad
ke-17 dan ke-18, kerajaan Utsmani melakukan perubahan secara keseluruhan

dalam sistem dan struktur kerajaan sehingga menyebabkan melemahnya kerajaan
ini.
Menurut Hasan Asari, melemahnya Kerajaan Utsmani disebabkan oleh:8
1. Semakin rendahnya kualitas aparat pada pemerintah pusat. Hal ini disebabkan
pada abad ke-17, kualitas individual para sultan Kerajaan Utsmani sangat rendah
dibandingkan sultan sebelumnya karena mereka tidak mempunyai pengalaman
politik-mikiter yang memadai sebelum menjadi sultan;
2. Melemahnya ekonomi Kerajaan Utsmani dikarenakan terhentinya penaklukan
dan rampasan perang sehingga menyebabkan merosotnya disiplin dan loyalitas
Yenisari (pasukan elit militer Kerajaan Utsmani) karena tidak dapat mendanai
pasukan ini;
3. Kemajuan teknologi perang yang dikembangkan oleh Eropa memepengaruhi
daya saing militer Kerajaan Utsmani;
4. Kebangkitan Eropa sebagai kekuatan ekonomi, sosial, dan politik baru,
membuat Kerajaan Utsmani terlibat persaingan. Eropa memiliki keuntungan besar
dalam persingan ini dikarenakan didukung oleh teknologi transportasi yang
memadai. Sementara itu, Kerajaan Utsmani masih berkutik untuk memperbaiki
keadaan ekonomi mereka yang melemah.
Akibat dari melemahnya kerajaan Turki Utsmani ini, Eropa mengambil
kesempatan dengan menjajah dan menguasai daerah-daerah Muslim yang dulunya

di kuasai oleh Turki Utsmai.
B. Reformasi Turki Utsmani
Pada akhir abad ke-18 kekuatan bangsa Eropa lebih maju dan kuat
dibandingkan dengan Imperium Utsmani, baik itu dibidang kemiliteran, ekonomi
8

Hasan Asari, Modernisasi Islam: Tokoh Gagasan dan Gerakan (Bandung: Citapustaka,
2002), h. 107-108.

7

dan teknologi. Hal ini membuat Imperium Utsmani tidak mampu bertahan
menghadapi perkembangan kekuatan militer Eropa. Walaupun Kerajaan Utsmani
harus kehilangan sebagian wilayah kekuasaannya secara perlahan-lahan, tetapi
Utsmani berusaha melakukan dan menyusun reformasi dan modernisasinya
sendiri.
Kerajaan Utsmani di bawah kepemimpinan Sultan Salim III (1789-1800)
berusaha melakukan pembaharuan yang dikenal dengan Nizam-I Jedid (Orde
Baru) yang memusatkan modernisasi militer, meningkatan ekonomi dengan
menaikkan pajak, serta mendirikan sekolah-sekolah teknik tapi tetap tidak berhasil

merubah keadaan. Penyebab ketidak erhasilan ini dikarenakan tantangan ulama
konservatif disatu pihak dan militer (yang takut kehilangan peran) di pihak lain.9
Pada masa Mahmud II (1807-1839) mulai dibangkitkannya program
reformasi, yaitu program kemiliteran, administrasi, meningkatkan penghasilan
negara, mendirikan sekolah-sekolah yang berorientasi terhadap Barat dan
menerapkan konsep sentralisasi negara yang lebih radikal. Program ini ditujukan
untuk mempertahankan penguasa-penguasa Utsmani yang didukung oleh elite
baru yang lebih memiliki kecakapan dan untuk mengamankan otoritas rezim
Utsmani. Reformasi fase pertama ini diikuti juga dengan Reorganisasi
(Tanzimat)10 yang berlangsung mulai dari tahun 1839-1876.11
Periode tanzimat ini, dilatar belakangi oleh para intelektual yang telah
bersentuhan dengan ide-ide dari Eropa, yang didapatkan melalui bacaan maupun
dari kesempatan berkunjung langsung kesana. Salah satu yang menonjol dari
masa ini yaitu terjadinya perubahan pada struktur masyarakat elit yaitu dengan
menghancurkan pasukan elit yenisari dan berkurangnya peran ulama. Hal ini
menyebabkan tujuan dari tanzimat yaitu untuk menghapuskan absolutisme tidak
dapat tercapai, apalagi bila melihat dari kacamata masyarakat lapisan bawah.
9

Ibid.., h. 109.

Tanzimat berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti penataan atau pengorganisasian.
Yang memiliki makna yaitu pengorganisasian kembali sebagai langkah pembaharuan. Sehingga
secara sederhana, tanzimat merupakan rangkaian usaha restrukturisasi Kerajaan Usmani untuk
menciptakan pemerintah sentral yang efisien. Lihat dalam Hasan Asari, op.ccit., h. 113.
11
Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2000), h. 71-73.
10

8

Hal ini memicu protes dari kalangan muda yang dikenal sebagai Usmani
Muda. Usmani Muda memiliki tujuan yaitu melalukan pembaharuan secara
liberal-humanis dengan mencontoh konstitusi Eropa. Ibrahim Syinasi (18261871), Mihdat Pasya (1822-1883), Ziya Pasya (1825-1880) dan Namik Kemal
(1840-1888) sebagai tokoh pemuka Usmani Muda.12 Akan tetapi, ide dari Usmani
Muda ini ditentang oleh sultan dan kalangan ulama dikarenakan Kerajaan Usmani
belum siap menerima ide konstitusi demokrasi.
Pada akhir abad ke 19, muncul organisasi baru bernama Turki Muda yang
tetap membawa cita-cita Usmani Muda hanya saja pembaharuannya lebih
cenderung ke arah sekularis. Turki Muda banyak mendapatkan dukungan dari
kelompok bawah tanah, salah satunya yaitu Komite Persatuan dan Kemajuan
(Ittihad ve Terekki) sehingga pecahlah pemeberontakan di Salonika yang
menuntut pengaktifan kembali sistem pemerintahan parlemen. Pada akhirnya,
sultan menyetujuinya dan membuat sebagian besar parlemen dikuasai oleh
Komite Persatuan dan Kemajuan dan Turki Muda.
Dengan keberhasilan ini, membuat Turki Muda lebih mempertahankan
struktur Kerajaan dengan menekankan unsur Turki. Sehingga parlemen
didominasi oleh keturunan Turki yang menimbulkan protes dari bangsa lain.
Sebagaimana dengan Usmani Muda, akhirnya Turki Muda pun gagal
mempertahankan cita-cita awal mereka. Hal ini membuat, harus ada solusi baru
yang berbeda. Pada akhirnya, muncul salah satu pemikir yang terkenal adalah
Ziyah Gokalp.
Ziyah Gokalp yang mendapatkan sentuhan pemikiran dari Prancis,
mengusung pemikiran peradaban melalui kebangsaan (nation). Kebangsaan ini
memiliki

makna

bahwa

suatu

bangsa

bisa

memilih

satu

peradaban,

mengadopsinya atau menggantinya dengan yang lain. Sekarang, bangsa Turki
dapat saja beralih dengan meninggalkan peradaban Islam dan mengadopsi
peradaban Barat. Walaupun demikian, Ziyah Gokalp mempertimbangkan Islam
untuk dijadikan sebagai peradaban baru.

12

Hasan Asari, Modernisasi Islam.., h. 118.

9

Lain dari Ziyah Gokalp, muncul pembaharu Turki bernama Mustafa
Kamal yang memiliki latarbelakang militer. Mustafa Kamal memiliki persamaan
ide dengan Ziyah Gokalp yaitu nasionalisme, sehingga Turki hanya bisa masuk ke
dunia modern dan menjamin eksistensinya sebagai sebuah entitas politik dengan
merumuskan diri sebagai bangsa, bukan dalam bentuk tradisional Kerajaan
Usmani. Dalam hal ini, sultan dan khalifah merupakan rintangan untuk
menerapkan ide-ide tersebut. Sehingga Mustafa mengambil langkah drastis
dengan membentuk pemerintah tandingan di Anatolia. Tidak hanya itu saja, pada
tahun 1920 ia juga membentuk Majlis Nasional Agung utuk menandingi parlemen
Istanbul.
Dalam sidang majlis ini di Ankara menghasilkan beberapa keputusan,
yaitu:13
1. Kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat;
2. Majlis Nasional Agung adalah lembaga perwakilan rakyat tertinggi;
3. Majlis Nasional Agung berfungsi sebagai badan legislatif sekaligus eksekutif;
4. Majlis Nasional Agung akan membentuk satu Majlis Negara untuk
menjalankan pemerintahan, yang anggotanya dipilih dari anggota Majlis Nasional
Agung; dan
5. Ketua Majlis Nasional Agung merangkap ketua Majlis Negara.
Dengan adanya sistem baru ini, membuat posisi sultan dan khalifah
terancam posisinya sehingga pada tahun 01 November 1922, Majlis Nasional
Agung mengumumkan penghapusan jabatan sultan dan jabatan khalifah hanya
sebagai pemimpin religius semata. Sejalan dengan itu, pada bulan Juli 1923
Mustafa Kemal mendapatkan pengakuan internasional atas kekuasaannya. Pada
tahun yang sama pula, Majlis Nasional Agung merubah bentuk negara menjadi
Republik Turki.
Pada tanggal 03 Maret 1924, Mustafa Kamal mengusulkan untuk
menghapus Khilafah dan akhirnya disetujui oleh Majlis Nasional Agung.
13

Ibid.., h. 129.

10

Sehingga berakhirlah Kerajaan Usmani dan juga berkahirlah lembaga Khilafah.
Pada tahun yang sama pula, demi tercapainya pembaharuan Turki yang
nasionalime, sekularisme, dan westernisme maka didirikanlah Partai Republik
Rakyat yang bertugas menunjuk anggota Majlis Nasional Agung. Prinsip-prinsip
dasar dari partai baru ini, yaitu:14
1. Bentuk negara adalah republik dengan pemerintahan konstitusional yang diplih
oleh rakyat;
2. Pemerintahan berdasarkan nasionalisme, dengan mengembangkan budaya dan
kesaatuan nasional;
3. Populisme, yaitu mengutamakan kepentingan dan kebutuhan rakyat;
4. Negara bertanggung jawab meciptakan kemakmuran bersama;
5. Perlakuan yang sama terhadap semua ras dan kelompok umat beragama;
6. Reformisme, yaitu secara terus menerus melaksanakan pembaharuan, dengan
mengambil hal-hal baru yang lebih baik dan meninggalkan hal-hal yang
tradisional.
Pembaharuan dengan bentuk Nasionalisme Turki telah berhasil sehingga
mengantarkan Turki ke arah tujuan akhir berupa sekularisme dan westernisai,
yaitu memisahkan agama dari politik kenegaraan, dan membuat Republik Turki
sama dengan negara-negara Barat.
C. Turki Menuju Sistem Pendidikan Modern
Perkembangan pendidikan di Turki tidak dapat dilepaskan dari budaya,
dan kondisi sosial politik pada masa itu. Hal ini dikarenakan, Turki adalah negara
yang memiliki perpaduan dari Persia, Bizantium dan Arab. Dari kebudayaan
Persia, Turki mempelajari tentang etika, tatakrama dalam kehidupan di Istana.
Sementara dari Bizantium, mereka dapat mengetahui tentang Organisasi
pemerintahan dan kemiliteran. Dan dari kebudayaan Arab, mereka mendapatkan

14

Ibid.., h.132-133.

11

ajaran

tentang

prinsip

dalam

berekonomi,

kemasyarakatan

dan

ilmu

pengetahuan.15
Bangsa Turki merupakan bangsa yang mudah berasimilasi dan terbuka
terhadap budaya asing.16 Dalam sistem sosial dan politik, kehidupan beragama
merupakan hal yang terpenting sehingga ulama mempunyai kedudukan yang
tinggi

dalam

pemerintahan

untuk

menyampaikan

fatwa

resmi

tentang

problematika keagamaan.
Pada masa Turki Utsmani kegiatan tarekat sangat berkembang pada masa
ini. Ada dua tarekat yang paling besar yaitu Al-Bektasyi dan al-Maulawy. Tarekat
Bektasyi sangat berpengaruh pada kalanan tentara Yennissery sedangkan tarekat
Maulawy berpengaruh besar dikalangan para penguasa.
Sufisme berkembang pesat dan sangat digemari pada masa itu, sehingga
madrasah-madrasah yang ada diwarnai dengan kegiatan-kegiatan sufi yang
menuntun masyarakat untuk kembali kepada Tuhan. Oleh karena itu, ilmu
pengetahuan keislaman seperti fiqih, tafsir, ilmu kalam dan lain-lain, tidak
mengalami perkembangan.
Walaupun pada masa ini banyak perpustakaan yang berisi kitab-kitab,
akan tetapi semua buku-buku tersebut berbau sufi. Sistem pengajaran yang
dikembangkan pada Turki Utsmani adalah menghafal matan-matan, seperti matan
al-Jurumiah, matan Taqrib, matan Alfiah, matan Sultan dan lain-lain.17 Sehingga
pada masa ini, ilmu pengetahuan menyempit dikarenakan madrasah-madrasah
hanya diajarkan pendidikan agama.
Hal inilah yang menyebabkan reformasi fase pertama, salah satu
pembaharuan di bidang pendidikan yang dilakukan Mahmud II yaitu dengan
mendirikan sekolah-sekolah yang berorientasi terhadap Barat dengan tetap
menggunakan kurikulum madrasah tradisional tapi dengan disisipkan ilmu-ilmu
umum. Sultan Mahmud II mendirikan Mekteb-I Ma’arif (Sekolah Pengetahuan
15

Mukarom, Pendidikan Islam Pada Masa Kerajaan Turki Usmani 1300-1922 M, dalam
Jurnal TARBIYA, vol. 1, no.1, 2015, h. 114.
16
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, 2010), h.202
17
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Hidayah Agung, 1989), h. 168.

12

Umum) dan Mekteb-I Ulum-u Edebiye (Sekolah Sastra). Pada sekolah ini,
diajarkan bahasa Perancis, ilmu bumi, ilmu ukur, sejarah, dan politik di samping
bahasa Arab.18
Selain itu didirikan pula sekolah militer, teknik dan kedokteran. Sekolahsekolah ini berada dalam satu wadah yang bernama Dar-ul lum-u Hikemiye ve
Mekteb-I Tibbiye-I Sahane , yang menyediakan buku-buku filsafat dan berbagai
pengetahuan umum, sehingga memunculkan ide-ide modern sebagai counter
opinion. Selain itu, Sultan Mahmud II juga mengirimkaan para siswa ke Eropa
untuk menuntut ilmu, berharap ketika kembali membawa ide-ide baru. Kemudian
pada tahun 1831 M, ia menerbitkan surat kabar resmi Takvim-I Vekayi yang
memuat berita peristiwa-peristiwa dan artikel-artikel mengenai ide-ide yang
berasal dari Barat.19
Program reformasi diperluas ke bidang pendidikan yaitu dengan
membentuk sistem pendidikan yang dimulai dari pembentukan sekolah-sekolah
profesional seperti pendidikan dasar dan pendidikaan lanjutan yang bertujuan
untuk mempersiapkan para peserta didik menuju ke pendidikan yang lebih tinggi.
Hingga pada pertengahan abad ke 20, pendidikan dasar dan lanjutan mengandung
muatan pendidikan agama, akan tetapi pada tahun 1847 dan setelah perang
Crimea, Kementerian Pendidikan dan Kementerian militer mengambil alih
kebijakan untuk mengorganisir pendidikan dasar dan menengah dengan
memperkenalkan aritmatika, geografi, dan pelajaran sejarah Utsmani. Hingga
pada tahun 1870 dibangunlah Universitas sebagai langkah awal untuk
mensinergikan studi profesional, humanistik, dan studi agama.
Pada masa Sultan Abdul Hamid (diangkat 1876), ia juga melakukan
pembaharuan pada bidang pendidikan, ia telah mendirikan perguruan-perguruan
tinggi, seperti Sekolah Hukum Tinggi (1878), Sekolah Tinggi Keuangan (1878),
Sekolah Tinggi Kesenian (1879), Sekolah Tinggi Dagang (1882), Sekolah Tinggi

18

Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan
(Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 94-95.
19
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam.., h. 287.

13

Teknik (1888), Sekolah Dokter Hewan (1889), Sekolah Tinggi Polisi (1891), dan
Universitas Istanbul (1900).20
Pada tahun 1905, ketika Sultan Mehmed diangkat menjadi khalifah, ia
melakukan pembaharuan di berbagai bidang, salah satunya yaitu di bidang
pendidikan, di sini tenaga guru mendapatkan perhatian khsusus, sehingga untuk
megatasi kebutuhan tenaga guru maka dibukalah sekolah-sekolah guru. Kaum
wanita bebas memilih sekolah, hingga bermunculan dokter-dokter dan hakimhakim dari wanita. Dalam bidang publikasi, surat kabar, majalah-majalah muncul
dengan berbagai bidang, seperti sastra, politik dan sebagainya. Ide-ide yang
dimuat bersumber dari Perancis, antara lain, filsafat Positivisme August Comte.21
Dari usaha memodernkan pendidikan oleh Mahmud II, Sultan Abdul
Hamid, dan Sultan Mehmed V, dapat difahami bahwa tanpa pendidikan sulit
bagai masyarakat untuk mencapai kemajuan. Sehingga modernisasi atau
pembaruan merupakan suatu usaha secara sadar yang dilakukan oleh suatu bangsa
atau negara untuk “menyesuaikan diri” dengan konstelasi dunia pada suatu kurun
tertentu di mana bangsa itu hidup. Dengan pengertian ini, maka dalam setiap
kurun waktu atau zaman, usaha dan proses modernisasi itu selalu ada.22
Dalam banyak hal, pendidikan digunakan sebagai instrumen untuk
perubahan dalam sistem politik dan ekonomi. Karena itu banyak ahli pendidikan
yang berpandangan bahwa “pendidikan merupakan kunci yang membuka pintu ke
arah modernisasi”.23 Jadi, dapatlah difahami bahwa modernisasi pendidikan Islam
merupakan poses penyesuaian pendidikan Islam dengan kemajuan zaman seperti
ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Walaupun pendidikan Islam kurang mendapatkan perhatian, tetapi tidak
dipungkiri bahwa masih ada tokoh-tokoh atau ulama kenamaan. Berikut ini adalah
ulama-ulama yang terkenal pada masa Turki Utsmani, yaitu:24

20

Ibid.., h. 288.
Ibid.., h. 289.
22
Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam Studi Kritis dan Refleksi Historis
(Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997), h. 196.
23
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan.., h. 186-187.
24
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan…, h. 171.
21

14

1. Syaikh Hasan bin Ali Ahmad Al-Syabi’iy (wafat 1170 H / 1756 M) yang
terkenal dengan Al-Madabighy. Ia juga merupakan pengarang Khasiyah Jam’ul
dan Syarah al-Jurmiyah.
2. Ibnu Hajar Al-Haijsyamy (wafat 975 H / 1567 M), pengarang Tuhfa.
3. Syamsuddin Ramali (wafat 1004 H / 1595 M), pengarang Nihayah.
4. Muhammad bin Abdur Razaq, Murtadhoh al-Husaini al-Zubaidi (wafat 1205
H / 1790 M), pengarang sejarah al-Qomus.
5. Abdurrahman Al-Jabartiy (wafat 1240 H / 1825 M), pengarang dari kitab
Tarikh Mesir yaitu al-Zaibul atsar fi al-Tarjim wa al-Akhar.
6. Syaikh Hasan Al-Kafrawy Al-Safi’y Al-Azhary (wafat 1202 H / 1787 M)
pengarang dari kitab Nawu yaitu Syrah al-Jurumiyah.
7. Syaikh Sulaiman bin Muhammad bin Umar Al-Bijrmy Al-Syafi’iy (wafat 1221
H / 1806 M), pengarang dari syarah-syarah dan khasiroh-khasiroh.
8. Syaikh Hasan Al-Atthar (wafat 1250 H / 1834 M) ahli ilmu pasti dan ilmu
kedokteran.
9. Syaikh Muhammad bin Ahmad bin Arfah Al-Dusuqy Al-Maliki (wafat 1230
H / 1814 M) ahli filsafat dan ilmu falak serta ilmu ukur.
Setelah Mustafa Kemal berkuasa, yang berpedoman kepada peradaban
Barat sebagai contoh ideal untuk sistem di Turki, maka langkah-langkah
pembaharuan yang dilakukannya dalam bidang pendidikan modern yaitu
disahkannya dekrit yang memisahkan semua unsur keagamaan dari sekolahsekolah asing pada tanggal 7 Februari 1924. Pada tanggal 1 Maret 1924
pengawasan di sekolah-sekolah dilakukan oleh Kementerian Pendidikan yang
berarti bahwa setiap pengawasan yang dilakukan oleh badan-badan Islam telah
dihapuskan. Kemudian pada tahun 1928, segala simbol-simbol yang berbau
kebudayaan Islam seperti bahasa Arab digantikan menjadi bahasa Latin dalam
kurikulum pendidikan. Kemudian pada tahun 1931, kewajiban mengajarkan
pendidikan agama kepada anak adalah tugas dari para orang tua dan imam atau

15

khotib. Sehingga pada tahun 1933, pendidikan agama resmi ditiadakan dan
Fakultas Teologi resmi ditutup saat kepemimpin Mustafa Kemal.25
Walaupun kegiatan yang bernuansa Islam di larang pemerintah, kegiatan
agama tidak begitu terpengaruh oleh reformasi sekular yang dipaksakan Kemal.
Sekalipun kegiatan tarekat dan sufi dilarang oleh pemerintah, tapi tetap aktif
dibawah tanah. Bahkan dikalangan terpelajar di kota-kota besar, pengaruh
sekulerisasi tidak begitu terasa. Berdasarkan kebijakan diatas, sesunggguhnya
Kemal menginginkan kemajuan untuk turki walaupun langkah yang diambilnya
sangat frontal dan radikal yang memicu sejumlah reaksi. Mustafa kemal
merupakan tokoh gerakan modernisasi dan westernisasi.

BAB III
25

Zainur Arifin, Politik Pendidikan Islam Masa Modern (Membaca Gagasan Tokoh
Pembaharu di Negara Turki, India dan Mesir, dalam Jurnal Tafaqquh, vol. 3, no. 1, 2015, h. 94.

16

PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembaharuan

pertama

yang

dilakukan

oleh

Mahmud

II

telah

mengantarkan Turki menuju pendidikan modern, diantaranya yaitu didirikannya
Mekteb-I Ma’arif (Sekolah Pengetahuan Umum) dan Mekteb-I Ulum-u Edebiye
(Sekolah Sastra). Pada sekolah ini, diajarkan bahasa Perancis, ilmu bumi, ilmu
ukur, sejarah, dan politik di samping bahasa Arab. Selain itu didirikan pula
sekolah militer, teknik dan kedokteran. Sekolah-sekolah ini berada dalam satu
wadah yang bernama Dar-ul lum-u Hikemiye ve Mekteb-I Tibbiye-I Sahane.
Bukan hanya itu saja pada masa Sultan Abdul Hamid, ia juga melakukan
pembaharuan pada bidang pendidikan, diantaranya yaitu dengan mendirikan
perguruan-perguruan tinggi, seperti Sekolah Hukum Tinggi (1878), Sekolah
Tinggi Keuangan (1878), Sekolah Tinggi Kesenian (1879), Sekolah Tinggi
Dagang (1882), Sekolah Tinggi Teknik (1888), Sekolah Dokter Hewan (1889),
Sekolah Tinggi Polisi (1891), dan Universitas Istanbul (1900).
Pada masa Sultan Mehmed, ia melakukan pembaharuan di berbagai
bidang, salah satunya yaitu di bidang pendidikan, diantaranya untuk megatasi
kebutuhan tenaga guru maka dibukalah sekolah-sekolah guru. Kaum wanita bebas
memilih sekolah, hingga bermunculan dokter-dokter dan hakim-hakim dari
wanita. Dalam bidang publikasi, surat kabar, majalah-majalah muncul dengan
berbagai bidang, seperti sastra, politik dan sebagainya. Ide-ide yang dimuat
bersumber dari Perancis, antara lain, filsafat Positivisme August Comte.
Sementara itu, saat Mustafa Kemal Attaturk memimpin, madrasahmadrasah dan pelajaran agama dihapus, tidak hanya itu bahasa Arab digantikan
dengan bahasa Latin. Pembaharuan ini disebabkan, Kemal mengingin seperti
peradaban Eropa ada pada Turki.

DAFTAR PUSTAKA

17

Amin Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2010.
Arifin Zainur, Politik Pendidikan Islam Masa Modern (Membaca Gagasan Tokoh
Pembaharu di Negara Turki, India dan Mesir, dalam Jurnal Tafaqquh, vol.
3, no. 1, 2015.
Asari Hasan, Modernisasi Islam: Tokoh Gagasan dan Gerakan, Bandung:
Citapustaka, 2002.
Hitti Philip K., History of the Arabs, terj. Jakarta: Serambi, 2010, Cet. 2.
Ismail Faisal, Paradigma Kebudayaan Islam Studi Kritis dan Refleksi Historis,
Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997.
Lapidus Ira M., Sejarah Sosial Ummat Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2000.
Mubarok Jaih, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004.
Mukarom, Pendidikan Islam Pada Masa Kerajaan Turki Usmani 1300-1922 M,
dalam Jurnal TARBIYA, vol. 1, no.1, 2015.
Nasution Harun, Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan,
Jakarta: Bulan Bintang, 1992.
Nata Abuddin, Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan,
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004.
Sunanto Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, Bogor: Kencana, 2003.
Supriyadi Dedi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013.
Yunus Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Hidayah Agung, 1989.