ASKEP KLIEN DENGAN Inkontinensia Urine

ASKEP KLIEN DENGAN
POST OPERASI APENDICITIS

Disusun oleh:
Kelompok I :
Antonius Franklin
Ardiansyah
Muktadin
Reydi Gustiawan
Aprianto Ramadhani
Sinta Marlena
Selfi Ariyani
Yenni Amelia
Siti Parikhatun
Lailatam Mardiah
Irma Nova

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
TA 2013

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kami nikmat sehat jasmani dan rohani sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini .
Rasa terima kasih juga kami ucapkan kepada ibu Ns. Dian Dwiana S.Kep dosen mata
kuliah MPKP yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menambah
wawasan kami.
Dalam Makalah ini berisikan tentang “apendikcitis”, kami mengharapkan kritik dan
saran agar kami dapat lebih baik. Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca
dan khususnya bagi penulis.

Bengkulu , September 2013

penulis

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm

(kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian
proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks
berbentuk berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah
ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada
usia itu.
Apendisitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendiks
dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui.
Apendiks disebut juga umbai cacing. Apendisitis sering disalah artikan dengan
istilah usus buntu, karena usus buntu sebenarnya adalah caecum. Apendisitis akut
merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor. Diantaranya
hyperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat juga
menimbulkan penyumbatan. Apendisitis kronik disebabkan fibrosis menyeluruh
dinding apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi
sel inflamasi kronik.
Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju daripada Negara
berkembang. Namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara
bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi menjadi 52 tiap 100.000
populasi. Kejadian ini mungkin disebabkan perubahan pola makan, yaitu negara
berkembang berubah menjadi makanan kurang serat. Menurut data epidemologi
apendisitis akut jarang terjadi pada balita, meningkat pada pubertas, dan mencapai

puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an, sedangkan angka ini menurun pada
menjelang dewasa. Insiden apendisitis sama banyaknya antara wanita dan laki-laki
pada masa prapuber, sedangkan pada masa remaja dan dewasa muda rationya
menjadi 3:2, kemudian angka yang tinggi ini menurun pada pria.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah diperoleh gambaran
secara teoritis dalam merawat pasien dengan apendisitis.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari pembuatan makalah ini adalah:
a. Mampu menguasai konsep teori penyakit apendisitis.
b. Mampu mengidentifikasi data-data yang perlu dikaji pada klien dengan
apendisitis.
c. Mampu mengidentifikasi masalah keperawatan yang muncul pada
klien dengan apendisitis.
d. Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan klien dengan
apendisitis.
e. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan
apendisitis.

f. Mampu melakukan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan
apendisitis.
g. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan klien dengan
apendisitis.
C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Sebagai informasi dasar untuk mengenal penyakit apendisitis
2. Bagi Masyarakat
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat tentang penyakit
apendisitis

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada
sekum tepat dibawah katup ileocecal (Brunner dan Sudarth, 2002). Appendisitis
adalah suatu peradangan pada appendiks yang berbentuk cacing, yang berlokasi
dekat katup ileocecal (Long, Barbara C, 1996).Apendisitis adalah peradangan dari
appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling
sering (Arif Mansjoer dkk, 2000).

Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam
kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan
laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat,
angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai
cacing yang terinfeksi hancur (Anonim, 2007).
B. Etiologi
Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses
radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya
hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang
menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini.
Namun ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks,
diantaranya:
a. Faktor sumbatan
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis
(90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh
hiperplasia jaringan limfoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena
benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan
cacing. Obsrtruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada
bermacam-macam apendisitis akut diantaranya; fekalith ditemukan 40% pada


kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut
ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan ruptur.
b. Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis

primer pada

apendisitis akut. Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi
memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi
feses dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan
adalah kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus,
lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang
menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob
c. Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari
organ, apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan
letaknya yang mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan
kebiasaan makanan dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat
memudahkan terjadinya fekalith dan mengakibatkan obstruksi lumen.
d. Faktor ras dan diet

Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan seharihari. Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai
risiko lebih tinggi dari Negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat
sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan
mereka ke pola makan tinggi serat. Justru Negara berkembang yang dulunya
memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat, memiliki risiko
apendisitis yang lebih tinggi.
e. Faktor infeksi saluran pernapasan
Setelah mendapat penyakit saluran pernapasan akut terutama epidemi
influenza dan pneumonitis, jumlah kasus apendisitis ini meningkat. Namun,
hati-hati karena penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menimbulkan
seperti gejala permulaan apendisitis

C. Patofisiologi
Patologi apendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian menyebar
ke seluruh lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks
menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan
pengaliran mukus dari lumen apendiks ke sekum menjadi terhambat. Makin lama
mukus makin bertambah banyak dan kemudian terbentuklah bendungan mukus di
dalam lumen. Namun, karena keterbatasan elastisitas dinding apendiks, sehingga
hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen. Tekanan

yang meningkat tersebut akan menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga
mengakibatkan timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada
saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah
epigastrium di sekitar umbilikus (Mansjoer 2005).
Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus
meningkat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema
bertambah, dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang
timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat, sehingga
menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut (Faradillah 2009).
Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding
apendiks yang disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis ganggrenosa. Jika dinding apendiks yang telah mengalami ganggren ini
pecah, itu berarti apendisitis berada dalam keadaan perforasi (Faradillah 2009).
D. Klasifikasi
Apendisitis terbagi menjadi 2, yaitu:
1. Apendisitis akut, dibagi atas:
a. Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan
timbul striktur lokal.
b. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.

2. Apendisitis kronis, dibagi atas:
a. Apendisitis kronis fokalis atau parsial, yaitu setelah sembuh akan
timbul striktur lokal.

b. Apendisitis kronis obliteritiva, yaitu appendiks miring, biasanya
ditemukan pada usia tua.
E. Manifestasi klinis
Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese
ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
3 anamnesa penting yakni:
1. Anoreksia biasanya tanda pertama.
2. Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian
menjalar ketempat appendics yang meradang (parietal). Retrosekal/nyeri
punggung/pinggang. Postekal/nyeri terbuka.
3. Diare, Muntah, demam derajat rendah, kecuali ada perforasi.
Gejala usus buntu bervariasi tergantung stadiumnya:
1. Penyakit Radang Usus Buntu akut (mendadak)
Pada kondisi ini gejala yang ditimbulkan tubuh akan panas tinggi,
Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius, mual-muntah, nyeri perut kanan
bawah, buat berjalan jadi sakit sehingga agak terbongkok, namun tidak semua

orang akan menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga hanya bersifat meriang,
atau mual-muntah saja.
2. Penyakit Radang Usus Buntu kronik
Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag
dimana terjadi nyeri samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang
demam yang hilang timbul. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan
kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah
dengan tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut yaitu nyeri pd titik Mc
Burney (titik tengah antara umbilicus dan Krista iliaka kanan).
Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak usus
buntu itu sendiri terhadap usus besar, Apabila ujung usus buntu menyentuh
saluran kencing ureter, nyerinya akan sama dengan sensasi nyeri kolik saluran
kemih, dan mungkin ada gangguan berkemih. Bila posisi usus buntunya ke
belakang, rasa nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk vagina.

Pada posisi usus buntu yang lain, rasa nyeri mungkin tidak spesifik. (Anonim,
2008)
F. Komplikasi
Komplikasi


paling

serius

adalah ruptur

apendiks. Hal

ini

terjadi

jika apendiksitis terlambat di diagnosis atau diterapi. Kasus ini paling sering
terjada

pada

bayi,

anak,

atau

orang

menyebabkan peritonitis dan pembentukan

tua.

Bocornya

apendiks

abses. Peritonitisadalah

dapat
infeksi

berbahaya yang terjadi akibat bakteri dan isi apendiks keluar mencemari rongga
perut. Jika

tidak

diobati

dengan

cepat,peritonitis dapat

berakibat

kematian. Abses adalah massa lunak yang berisi cairan dan bakteri, biasanya
terbentuk sebagai upaya tubuh untuk melokalisir infeksi.
Komplikasi Post Apendiktomi Potensial komplikasi setelah apendiktomi
antara lain :
a. Peritonitis
b. Abses pelvis (lumbal).
c. Abses subfrenik (abses di bawah diafragma).
d. Ileus (paralitik dan mekanik).
G. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP).
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara10.00020.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP
ditemukan jumlah serum yang meningkat.
2. Pemeriksaan darah
Akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut
terutama pada kasus dengan komplikasi. Pada appendicular infiltrat, LED akan
meningkat.
3. Pemeriksaan urine
Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin.
pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding

seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis
yang hampir sama dengan appendisitis.
4. Radiologi
Terdiri

dari

pemeriksaan

ultrasonografi

dan

CT-scan.

Pada

pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang
terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan
ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari
apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.
5. Abdominal X-Ray
Digunakan

untuk

melihat

adanya

fecalith

sebagai

penyebab

appendisitis. pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.
6. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan
USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG
dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan
ektopik, adnecitis dan sebagainya.
7. Barium enema
Suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon
melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari
appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis
banding.
8. Laparoscopi
Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang
dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara
langsung.Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada
saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada
saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix.
H. Penatalaksanaan
Pada apendiksitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi
apendiks. Dalam waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat

dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan makanan yang tidak
merangsang persitaltik, jika terjadiperforasi diberikan drain diperut kanan bawah.
Bila diagnosis sudah pasti, maka terapi yang paling tepat dengan tindakan
operatif yaitu :
1)

Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik dan

kompres untuk menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk tirah baring dan
dipuasakan.
2)

Operasi terbuka yaitu apendiktomi, satu sayatan akan dibuat ( sekitar 5 cm )

dibagian bawah kanan perut. Sayatan akan lebih besar jika apendiksitis sudah
mengalami perforasi.
3)

Laparascopi : sayatan dibuat sekitar dua sampai empat buah. Satu didekat

pusar, yang lainnya diseputar perut. Laparascopiberbentuk seperti benang halus
dengan kamera yang akan dimasukkan melalui sayatan tersebut. Kamera akan
merekam bagian dalam perut kemudian ditampakkan pada monitor. Gambaran
yang dihasilkan akan membantu jalannya operasi dan peralatan yang diperlukan
untuk operasi akan dimasukkan melalui sayatan di tempat lain. Pengangkatan
appendiks, pembuluh darah, dan bagian dari apendiks yang mengarah ke usus
besar akan diikat.
4)

Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk

tegak di tempat tidur selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan
berdiri tegak di luar kamar, hari ketujuh luka jahitan diangkat, klien pulang.

BAB III
KONSEP ASKEP TEORITIS
A. Pengkajian
Pengkajian adalah proses dimana data yang berhubungan dengan klien
dikumpulkan secara sistematis. Proses ini merupakan proses yang dinamis dan
terorganisir yang meliputi tiga aktifitas dasar, yaitu mengumpulkan secara
sistematis,

menyortir

dan

mengatur

data

yang

dikumpulkan

serta

mendokumentasikan data dalam format yang bisa dibuka kembali. Pengkajian
digunakan untuk mengenali dan mengidentifikasi masalah dan kebutuhan
kesehatan klien serta keperawatan klien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan.
( internet 2010 )
Pengkajian ini berisi :
a)
-

Identitas.
Identitas klien post apendiktomi yang menjadi dasar pengkajian meliputi :

nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat, diagnosa medis,
tindakan medis, nomor rekam medis, tanggal masuk, tanggal operasi dan tanggal
pengkajian.
-

Identitas penganggung jawab meliputi : nama, umur, jenis kelamin,

pendidikan, pekerjaan, agama, alamat, hubungan dengan klien dan sumber biaya.
b)

Lingkup Masalah Keperawatan berisi keluhan utama klien saat dikaji, klien post

apendiktomi biasanya mengeluh nyeri pada luka operasi dan keterbatasan aktifitas.
c)

Riwayat Penyakit.

1)

Riwayat Penyakit Sekarang.

Riwayat penyakit sekarang ditemukan saat pengkajian, yang diuraikan dari mulai
masuk tempat perawatan sampai dilakukan pengkajian. Keluhan sekarang dikaji
dengan menggunakan PQRST (paliatif and provokatif, quality and quantity, region
and

radiasi,

severity

scale

dan

timing).

Klien

yang

telah

menjalani

operasi apendiktomi pada umumnya mengeluh nyeri pada luka operasi yang akan
bertambah saat digerakkan atau ditekan dan umumnya berkurang setelah diberi obat
dan diistirahatkan. Nyeri dirasakan sperti ditusuk –tusuk dengan skala nyeri lebih dari
lima (0-10). Nyeri akan terlokalisasi di area operasi dapat pula menyebar di seluruh
abdomen dan paha kanan dan umumnya menetap sepanjang hari. Nyeri mungkin
dapat mngganggu aktivitas sesuai rentang toleransi masing –masing klien.

2)

Riwayat Kesehatan Dahulu.

Berisi pengalaman penyakit sebelumnya, apakah memberi pengaruh pada penyakit
yang diderita sekarang serta apakah pernah mengalami pembedahan sebelumnya.

3)

Riwayat Kesehatan Keluarga.

Perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainnya yang menderita sakit yang sama
seperti klien, dikaji pula mengenai adanya penyakit keturunan atau menular dalam
keluarga.

4)

Riwayat Psikologis.

Secara umum klien dengan post apendiksitis tidak mengalami penyimpangan dalam
fungsi psikologis. Namun demikian tetap perlu dilakukan mengenai kelima konsep
diri klien (citra tubuh, identitas diri, fungsi peran, ideal diri dan harga diri
5)

Riwayat Sosial.

Klien dengan post apendiktomi tidak mengalami gangguan dalam hubungan social
dengan orang lain, akan tetapi tetap harus dibandingkan hubungan social klien antara
sebelum dan setelah menjalani operasi.
6)

Riwayat Spiritual.

Pada umumnya klien yang menjalani perawatan akan mengalami keterbatasan dalam
aktivitas begitu pula dalam kegiatan ibadah. Perlu dikaji keyakinan klien terhadap
keadaan sakit dan motivasi untuk kesembuhannya.
7)

Kebiasaan Sehari – hari.

Klien yang menjalani operasi pengangkatan apendiks pada umumnya mengalami
kesulitan dalam beraktfitas karena nyeri yang akut dan kelemahan. Klien dapat
mengalami gangguan dalam perawatan diri ( mandi, gosok gigi, keramas dan gunting
kuku

),

karena

adaanya

toleransi

aktivitas

yang

mengalami

gangguan.

Klien akan mengalami pembatasan masukan oral sampai fungsi pencernaan kembali
ke dalam rentang normalnya.Kemungkinan klien akan mengalami mual muntah dan
konstipasi pada periode awal post operasi karena pengaruh anastesi. Intake oral dapat
mulai diberikan setelah fungsi pencernaan kembali ke dalam rentang normalnya.
Klien juga dapat mengalami penurunan haluaran urine karena adanya pembatasan
masukan oral. Haluaran urine akan berangsur normal setelah peningkatan masukan
oral. Pola istirahat klien dapat terganggu ataupu tidak terganggu, tergantung toleransi
klien terhadap nyeri yang dirasakan.

8)

Pemeriksaan Fisik.

Pemeriksaan fisik ini mencakup :
-

Keadaan Umum klien post apendiktomi mencapai kesadaran penuh setelah

beberapa jam kembali dari meja operasi, penampilan menunjukkan keadaan sakit
ringan sampai berat tergantung pada periode akut rasa nyeri. Tanda vital pada
umumnya stabil kecuali akan mengalami ketidakstabilan pada klien yang mengalami
perforasi apendiks.
-

Sistem Pernapasan klien post apendiktomi akan mengalai penurunan atau

peningkatan frekuensi napas (takipneu) serta pernapasan dangkal, sesuai rentang yang
dapat ditoleransi oleh klien.

-

Sistem Kardiovaskuler umumnya klien mengalami takikardi ( sebagai respon

terhadap stres dan hipovolemia), mengalami hipertensi (sebagai respon terhadap
nyeri),hipotensi (kelemahan dan tirah baring). Pengisian kapiler biasanya normal,
dikaji pula keadaan konjungtiva, adanyasianosis dan, auskultasi bunyi jantung.
-

Sistem Pencernaan adanya nyeri pada luka operasi di abdomen kanan bawah

saat dipalpasi. Klien post apendiktomi biasanya mengeluh mual muntah, konstipasi
pada awal post operasi dan penurunan bising usus. Akan tampak adanya luka operasi
di abdomen kanan bawah bekas sayatan operasi.
-

Sistem Perkemihan awal post operasi klien akan mengalami penurunan jumlah

output urine, hal ini terjadi karena adanya pembatasan intak oral selama periode awal
post apendiktomi. Output urine akan berangsur normal seiring dengan peningkatan
intake oral.
-

Sistem Muskuloskeletal secara umum, klien dapat mengalami kelemahan

karena tirah baring post operasi dan kekakuan . Kekuatan otot berangsur membaik
seiring dengan peningkatan toleransi aktifitas.
-

Sistem Integumen akan tampak adanya luka operasi di abdomen kanan bawah

karena insisi bedah disertai kemerahan (biasanya pada awitan awal). Turgor kulit akan
membaik seiring dengan peningkatan intake oral.
-

Sistem Persarafan umumnya klien dengan post apendiktomi tidak mengalami

penyimpangan dalam fungsi persarafan. Pengkajian fungsi persafan meliputi : tingkat
kesadaran, saraf kranial dan refleks.
-

Sistem Pendengaran pengkajian yang dilakukan meliputi : bentuk dan

kesimetrisan telinga, ada tidaknya peradangan dan fungsi pendengaran.
-

Sistem Endokrin umumnya klien post apendiktomi tidak mengalami kelainan

fungsi endrokin. Akan tetapi tetap perlu dikaji keadekuatan fungsi endrokin (thyroid
dan lain –lain).

9)

Pemeriksaan Penunjang.

a)

Laboratorium
Haemoglobin yang rendah dapat mengarah kepada anemia akibat kehilangan

darah.
b)
-

Peningkatan leukosit dapat mengindikasikan adanya infeksi.
Radiologi.

10) Terapi dan Pengobatan pada umumnya klien post apendiktomi mendapat terapi
analgetik untuk mengurangi nyeri dan antibiotik sebagai anti mikroba.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien post apendiktomi antara lain
( internet 2011 ):
a. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan, prosedur
invasif.
b. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan
pasca operasi, status hipermetabolik : proses penyembuhan.
c. Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi pembedahan.
d. Intoleran aktivitas berhubungan dengan nyeri post operasi, kelemahan
sekunder terhadap pembedahan.
e. Kurang perawatan diri (diuraikan) berhubungan dengan kelemahan post
operatif, nyeri.
f. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan insisi pembedahan.
g. Risiko perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan intake (pembatasan pasca operasi), peningkatan kebutuhan nutrisi
sekunder terhadap pembedahan.
h. Konstipasi

berhubungan

dengan

efek

pembedahan,

perubahan

diet,

immobilisasi.
i. Kurang pengetahuan mengenai (diuraikan) berhubungan dengan kurang
terpapar informai, tidak mengenal sumber informasi.

C. Nursing care palaning (NCP)
Rencana keperawatan pada klien dengan Apendiksitis menurut Merilyn. E.
Doenges adalah sebagai berikut :
1.

Diagnosa Keperawatan : Infeksi, Resiko tinggi terhadap

Hasil yang diharapkan

: Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, bebas

tanda infeksi / inflamasi, drainase purulen, eritema, dan demam.
No

Intervensi

1

Awasi

tanda

demam,mengigil,

Rasional

vital, Perhatikan Dugaan adanya infeksi / terjadinya
berkeringat, sepsis, abses, peritonitis.

perubahan mental, meningkatnya
nyeri abdomen.

Lakukan pencucian tangan yang
2

baik dan perawatan luka aseptik.

Menurunkan

resiko

penyebaran

bakteri.

Lihat insisi dan balutan. Catat
karakteristik drainase luka / drein ( Memberikan deteksi dini terjadinya
bila dimasukan ), Adanya eritema.

proses infeksi, dan / atau pengawasan
penyembuhan

3

yang

telah

ada

sebelumnya.
Berikan informasi yang tepat, jujur
pada pasien / orang terdekat.
Pengetahuan

tentang

kemajuan

situasi memberikan dukungan emosi,
membantu menurunkan ansietas.
Ambil

contoh

drainase

bila

4

diindikasikan.

Kultur

pewarnaan

sensivitas

gram

berguna

mengidentifikasikan

dan
untuk

organisme

penyebab dan pilihan terapi.

Berikan antibiotik sesuai indikasi.

Mungkin diberikan secara prifilaktik
atau menurunkan jumlah organisme

5

untuk menurunkan penyebaran dan
pertumbuhannya

pada

rongga

abdomen.

Dapat diperlukan untuk mengalirkan
isi abses terlokalisir.
6

Bantu irigasi dan drainase bila
diindikasikan.

7

2.

Diagnosa Keperawatan : Nyeri akut

Hasil yang diharapkan
No

Intervensi

: Melaporkan nyeri hilang / terkontrol.
Rasional

1

Kaji

nyeri,

catat

lokasi, Berguna

dalam

karakteristik, beratnya ( skala 0 – keefektifan
10

). Selidiki

dan

obat,

laporkan penyembuhan.

perubahan nyeri dengan tepat.

pengawasan

karakteristik
terjadinya

kemajuan

Perubahan
nyeri

pada

menunjukkan

abses

/

peritonitis.

Memerlukan upaya evaluasi medik
dan intervensi.

Gravitasi
Pertahankan istirahat dengan posisi
2

semi – fowler.

melokalisasi

eksudat

inflamasi dalam abdomen bawah
atau

pelvis,

menghilangkan

tegangan abdomen yang bertambah
dengan posisi telentang.

Meningkatkan normalisasi fungsi
organ,

contoh

merangsang

peristaltik dan kelancaran flatus,
menurunkan
Dorong ambulasi dini.

ketidaknyamanan

abdomen.

3
Fokus

perhatian

kembali,

meningkatkan relaksasi dan dapat
meningkatkan kemampuan koping.

Menurunkan ketidaknyamanan pada
Berikan aktivitas hiburan.

peristaltik usus dini dan iritasi

4

gaster / muntah.

Pertahankan puasa / penghisapan
5

3.

NG pada awal.

Diagnosa Keperawatan : Nutrisi, Perubahan Kurang dari Kebutuhan Tubuh,

Resiko Tinggi Terhadap
Hasil yang diharapkan : Mempertahankan berat badan dan kesimbangan nitrogen
positif.
No

Intervensi

1

Awasi haluaran selang NG.Catat Jumlah besar dari aspirasi gaster
adanya muntah atau diare.

Rasional

dan muntah / diare diduga terjadi
obstruksi

usus,

memerlukan

evaluasi lanjut.

Auskultasi bising usus, catat bunyi
tak ada / hiperaktif.
2

Meskipun bising usus sering tak
ada, inflamasi / iritasi usus dapat
menyertai

hiperaktifitas

usus,

penurunan absorbsi air dan diare.

Memberikan

bukti

kuantitas

perubahan distensi gaster / usus dan
/ atau akumulasi asites.
Ukur lingkaran abdomen
3

Kehilangan

/

menunjukkan

peningkatan
perubahan

dini

hidrasi

tetapi kehilangan lanjut di duga ada
devisit nutrisi.
Timbang
4

berat

badan

dengan

teratur.
Menunjukan

kembalinya

fungsi

usus ke normal dan kemampuan
Kaji abdomen dengan sering untuk untuk memulai masukan per oral.
kembali ke bunyi yang lembut,
penampilan bising usus normal,
dan kelancaran flatus.

Menunjukan fungsi organ dan status
/ kebutuhan nutrisi.

5
Awasi BUN, Protein, albumin,
Glukosa, keseimbangan nitrogen
sesuai indikasi.

Kemajuan diet yang hati – hati saat

6

masukan
Tambahkan diet sesuai tolerans,

nutrisi

dimulai

lagi

menurunkan resiko iritasi gaster.

contoh cairan jernih.

Meningkatakan penggunaan nutrien

7

dan keseimbangan nitrogen positif
pada
Berikan

hiperalimentasi

pasien yang

sesuai mengasimilasi

tak mampu

nutrien

dengan

indikasi.

normal.

8

d) Implementasi
Implementasi adalah tahap keempat dalam proses keperawatan dimana rencana
keperawatan

dilaksanakan

(melaksanakan

intervensi

yang

telah

ditentukan

sebelumnya)”(Marilyn.E.Doengoes , 1999: 105).
Pelaksanaan adalah inisiatif dan rencana tindakan untuk mencapai tujuan (Iyer et al,
1996) Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan yang disusun dan
ditujukan kepada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor— faktor yang mempengaruhi klien. (Iyer et al, 1996).
Pelaksanaan keperawatan merupakan tindakan yang diberikan kepada klien meliputi
pelaksanaan. perencanaan pelayanan keperawatan dan diskusi oleh pencatatan yang
lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.