Proposal P K M P.pdf

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Dalam eksplorasi air tanah sebaiknya tidak langsung menggunakan
pengeboran karena memerlukan biaya yang besar dan resiko sangat besar. Supaya
pengeboran mendapatkan hasil maksimal selain kajian mengenai kemungkinan air
tanah dengan ilmu hidrologi perlu dilakukakan adanya pencitraan geofisika untuk
memastikan keterdapatan akuifer air tanah yang layak untuk dieksploitasi. Metode
geolistrik termasuk dalam salah satu metode geofisika yang memiliki tingkat
akurasi tinggi untuk memetakan zona akuifer air tanah. Metode geolistrik
menggunakan respon batuan saat diberikan arus listrik untuk mendapatkan beda
potensial tiap lapisan batuan. Dalam metode geolistrik memiliki beberapa susunan
konfigurasi setiap konfigurasi tersebut memiliki sesitifitas terhadap variasi
resistivitas secara horizontal maupun secara vertikal tergantung posisi elektroda
arus (AB) dan elektroda potensial (MN).
Metode wenner schlumberger dikenal cukup baik untuk horizontal profiling
dan penentuan litologi batuan yang berlapis serta mengindikasikan perlamparan
sedimen pada lapisan akuifer air tanah. Hasil dari horizontal profiling adalah
mendapatkan data variasi dari nilai resistivitas (ohm-meter) terhadap nilai
kedalaman (meter) dan offset sehingga menghasilkan profil 2D atau biasa disebut

pseudosection. Penelitian untuk mendapatkan litolologi bawah permukaan data
yang didapatkan dari metode geolistrik konfigurasi wenner schlumberger diolah
dengan software RES2DINV. Interpretasi jenis litologi dari hasil mapping
menggunakan nilai resistivitas batuan yang dicocokan dengan resistivitas batuan
berdasarkan tabel referensi. Dalam interpretasi harus dikontrol data seperti sumur
bor disekitar daerah penelitian, geological knowledge dan kondisi lapangan saat
akusisi data.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses pengambilan data dengan menggunakan metode
geolistrik konfigurasi Wenner Schlumberger?
2. Bagaimana mengetahui kondisi bawah permukaan daerah Kelurahan
Dukuh Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui keberadaan akuifer air tanah yang terdapat pada Kelurahan
Dukuh Kota Salatiga, Jawa Tengah.

1

2. Memetakan dan menampilkan keadaan lapisan akuifer air tanah dengan
menggunakan metode geolistrik wenner schlumberger berdasarkan nilai

resistivitas lapisan dibawah permukaan.
1.4. Luaran yang Diharapkan
Dari penelitian yang dilakukan pada daerah Dukuh, diharapkan didapatkan
nilai resistivitas yang dapat menunjukkan keberadaan lapisan akuifer air tanah
dibawah permukaan. Serta membuat pemodelan dari resistivitas berupa
penampang 2D serta hasil penelitian akan dipresentasikan pada Seminar Nasional
kebumian FTM UPN Yogyakarta tahun 2017.
1.5. Manfaat Penelitian
Memetakan dan menampilkan keadaan lapisan akuifer air tanah sebelum
dilakukan pengeboran, sehingga dapat meminimalisir resiko kerugian akibat
kesalahan penempatan titik bor serta dapat diketahui apakah lapisan akuifer
tersebut dapat digunakan untuk kebutuhan masyarakat Kelurahan Dukuh,
Salatiga, Jawa Tengah.

2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geomorfologi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anwar dan Sukisno (1999)

bentang alam daerah Salatiga dan sekitarnya dapat dibedakan menjadi 5 (lima)
satuan morfologi yaitu morfologi dataran, morfologi berlereng landai, morfologi
berlereng agak terjal, morfologi berlereng terjal, morfologi berlerang sangat terjal.
Untuk daerah Kabupaten Semarang bentuk bentang alam dapat dikelompokan
menjadi empat satuan geomorfologi yaitu pegunungan, perbukitan bergelombang
terjal, perbukitan bergelombang landai dan satuan geomorfologi dataran (Wahib
dkk, 1999)
Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dinas
Pertambangan dan Energi Provinsi Jawa Tengah (2005), secara umum Cekungan
Airtanah (CAT) Salatiga merupakan bentang alam kerucut gunung api dari
Gunung Merbabu di bagian barat daya yang terbagi atas beberapa tekuk lereng
yang memisahkan bagian puncak, tubuh/lereng, dan kaki gunung api. Keadaan
medan daerah penyelidikan di Cekungan Airtanah (CAT) Salatiga dikelompokkan
kedalam 3 (tiga) satuan morfologi yaitu satuan satuan morfologi puncak
gunungapi, tubuh gunungapi dan kaki gunungapi seperti yang terdapat pada
Gambar 2.1
1. Satuan Morfologi Puncak Gunungapi
Satuan ini dicirikan oleh bentuk kerucut gunungapi pada bagian puncak,
yang menempati daerah penyelidikan bagian barat daya berupa puncak
Gunung Merbabu dan bagian barat puncak Gunung Telomo. Ketinggian

tempat umumnya lebih dari 1400 maml, dengan kemiringan lereng lebih
dari 35o. Batuan penyusun satuan morfologi daerah ini adalah endapan
volkanik muda hasil kegiatan dari Gunung Merbabu yang terdiri atas lava
basal dan andesit. Pola aliran sungainya menunjukkan pola radial yang
divergen.
2. Satuan Morfologi Tubuh Gunungapi
Satuan ini menempati bagian barat daya daerah penyelidikan, melampar
dari tenggara ke barat laut sepanjang lereng Gunung Merbabu dan Gunung
Telomo dan menempati bagian kecil di baratlaut sebagai lereng Gunung
Ungaran. Ketinggiannya antara 500 - 1400 maml dan kemiringan lereng
antara 10o – 60o. Satuan ini tersusun oleh endapan volkanik muda, lahar
dan lava. Sungaisungai yang mengalir di daerah ini umumnya mempunyai
pola aliran sub paralel dan subradial.

3

3. Satuan Morfologi Kaki Gunungapi
Satuan ini menempati bagian besar daerah penyelidikan yang melampar
mulai dari bagian tengah ke utara, timurlaut, timur dan tenggara sebagai
bagian dari kaki-kaki Gunung Merbabu, Gunung Ungaran, dan Gunung

Telomo. Ketinggiannya kurang dari 500 maml dan kemiringan lereng
antara 5o – 30o. Satuan morfologi ini tersusun oleh endapan-endapan
volkanik dan batuan sedimen tersier. Sungai-sungai yang mengalir di
daerah ini umumnya mempunyai pola aliran sub-dendritik dan radial yang
konvergen di sekitar Rawa Pening.

Gambar 2.1. Peta Morfologi CAT Salatiga (Distamben Jateng, 2005)

2.2. Geologi
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Magelang – Semarang (Thanden dkk,
PPPG, 1996) dan Lembar Salatiga (Sukardi dkk, PPPG, 1992) skala 1 : 100.000
dan Penelitian oleh Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Semarang (2005),
maka tatanan geologi daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar IV.2,
mempunyai urutan dari muda ke tua adalah sebagai berikut :
1. Batuan Gunungapi Merbabu (Qme)
Terdiri dari breksi gunungapi, lava, tuf dan breksi lahar. Basal olivin dan
andesit augit ditemukan sebagai kerucut utama.

4


2. Formasi Kaligetas (Qpkg)
Terdiri dari breksi vulkanik, aliran lava, tuf, batupasir tufan dan
batulempung. Breksi aliran dan lahar dengan sisipan lava dan tuf halus
sampai kasar. Setempat di bagian bawahnya ditemukan batu lempung
mengandung moluska dan batu pasir tufan. Batuan gunungapi yang
melapuk berwarna coklat kemerahan dan sering membentuk bongkahbongkah besar. Ketebalan berkisar 50 m sampai 200 m. Formasi ini pernah
disebut sebagai lapisan Notopuro.

Gambar 2.2. Peta Geologi CAT Salatiga (Distamben Jateng, 2005)

2.3. Hidrologi
Secara umum berdasarkan posisi geografis, daerah penelitian mempunyai
iklim tropis yang terbagi menjadi dua musim, yaitu musim hujan dan musim
kemarau. Secara garis besar sungai-sungai di CAT Salatiga bermuara di dua
sungai yaitu Sungai Tuntang dan Sungai Serang. Sungai – sungai tersebut alurnya
berkelokkelok membentuk meander, dengan cabang-cabangnya membentuk pola
aliran sejajar dan kondisi airnya selalu berair setiap musim (Anwar dan Sukisno,
1999). Berdasarkan penelitian Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Jawa
Tengah (2005), CAT Salatiga mempunyai rata-rata curah hujan bulanan 186,7
mm. Sedangkan bulan kering antara bulan Mei sampai Oktober dan bulan basah

antara bulan November sampai April. Suhu udara rata-rata berkisar antara 23,4° C
sampai dengan 25,1 ° C. Besarnya aliran air permukaan (run-off) dari DAS yang
berada di sekitar CAT Salatiga diperkirakan sebesar 42,2 cm atau sebesar 142,6

5

juta m3/tahun. Nilai evapotranspirasi di wilayah CAT Salatiga diperkirakan
sebesar 759,3 mm/tahun atau 27,64% dari curah hujan. Sehingga dapat
diperkirakan jumlah airtanah tahunan yang masuk ke dalam tanah pada CAT
Salatiga yaitu sebesar 156,6 cm atau 57 % dari curah hujan (Distamben
Jateng,2005). Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel IV.1. Sedangkan
berdasarkan hasil pencatatan curah hujan dari 19 (sembilan belas) stasiun curah
hujan di sekitar CAT Salatiga menunjukan curah hujan rata-rata tahunan adalah
2219,2 mm. Data stasiun curah hujan dapat dilihat pada Lampiran 1. Sebaran
curah hujan di daerah penelitian seperti pada gambar IV.3
Tabel 1 Neraca air CAT Salatiga

Sumber : Distamben Jateng (2005)

Gambar 2.3. Peta curah hujan CAT Salatiga ( DPU Pengairan Jateng dan DPU

Kabupaten Semarang, 2008)

6

2.4. Hidrogeologi
Mengacu kepada Peta Hidrogeologi Lembar VII Semarang Skala
1:250.000 (Said dan Sukrisno, 1988) dan Peta Hidrogeologi Lembar IX
Yogyakarta Skala 1:250.000 (Djaendi,1982), berdasarkan jenis litologi berikut
kelulusannya, maka daerah CAT Salatiga termasuk dalam sistem aliran akuifer
melalui celahan dan ruang antar butir dengan komposisi litologi batuan
merupakan hasil endapan vulkanik muda, terdiri dari tufa, lahar, breksi dan lava
andesit sampai basal. Kelulusan tinggi hingga sedang. Di daerah sekitar Puncak
Gunung Merbabu termasuk dalam daerah airtanah langka. Di daerah tubuh
gunungapi pada ketinggian 1000 mapl-1500 mapl merupakan akuifer produktif
terdapat setempat– setempat dengan keterusan sangat beragam. Pada bagian tubuh
gunungapi di bawah ketinggian 1000 mapl dan kaki gunung api termasuk dalam
akuifer dengan produktivitas sedang dengan penyebaran luas. Akuifer ini
mempunyai keterusan sangat beragam. Sedangkan pada bagian kaki gunungapi
termasuk dalam akuifer produktivitas kecil, setempat-setempat berarti, terdapat.
Umumnya keterusanrendah sampai sedang, setempat-setempat airtanah dengan

jumlah terbatas terdapat pada daerah lembah.
Berdasarkan penelitian Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Jawa
Tengah (2005), di wilayah CAT Salatiga terdapat sistem akuifer tak tertekan dan
akuifer tertekan. Penyusun akuifer umumnya berupa lapisan tuf pasiran yang di
beberapa lokasi berselingan dengan lapisan lahar dan lava, terutama di bagian
kaki lereng Gunung Merbabu. Daerah sekitar kaki lereng Gunung Merbabu
menunjukkan keterdapatan lapisan akuifer yang melalui sistem lapisan antar butir
umumnya terdapat pada akuifer tak tertekan, sedangkan lapisan akuifer tertekan
terdapat pada lapisan tuf pasiran yang berselingan dengan lapisan lahar dan lava.
Berdasarkan hasil pengamatan dari beberapa lokasi mata air terdapat akuifer yang
melalui rekahan. Sedangkan untuk wilayah bagian utara menunjukkan lapisan dari
hasil gunungapi yang semakin menipis seiring dengan munculnya singkapan
batuan dari Formasi Kerek yang didominasi lapisan batu lempung yang bersisipan
dengan batu pasir. Batas kontak antara produk gunungapi dari Gunung Merbabu
dengan Formasi Kerek, merupakan batas kontak litologi CAT Salatiga di bagian
utara. Penyebaran lapisan akuifer tak tertekan yaitu mulai dari kaki lereng Gunung
Merbabu. Semakin ke arah utara posisi bagian bawah akuifer tak tertekan ini
semakin dalam. Penyebaran lapisan akuifer tertekan semakin ke arah utara
semakin menghilang mulai dari sekitar Kota Salatiga hingga Kauman Lor. Di
sekitar Pabelan, lapisan akuifer tertekan mulai menghilang. Hal tersebut karena di

daerah tersebut mulai ditemukan singkapan dari Formasi Kerek yang didominasi
oleh lapisan batu lempung yang diduga telah mengalami pengangkatan.

7

Gambar 2.4. Peta Hidrogeologi CAT Salatiga (Peta Hidrogeologi Lembar VII dan IX)

2.5. Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner Schlumberger
Dalam metode resistivitas terdapat beberapa cara penyusunan
(konfigurasi) elektroda arus dan elektroda potensial. Setiap konfigurasi akan
dipengaruhi letak elektroda arus dan elektroda potensial, sehingga setiap
konfigurasi akan mempengaruhi nilai resistivitas bawah permukaan. Pemilihan
konfigurasi yang berbeda menghasilkan respon resistivitas yang berbeda, maka
pemilihan konfigurasi yang tepat dapat mengurangi kesalahan interpratasi
menyangkut kondisi bawah permukaan (Loke, M. H. 2000). Ada beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam pemilihan konfigurasi yaitu: Tipe struktur/target
yang akan dicari, sensitivitas resistivitymeter kedalaman target, sensitivitas
konfigurasi secara vertikal dan horizontal.
Ada beberapa konfigurasi yang digunakan dalam survei resistivitas selama
ini, yaitu konfigurasi wenner, schlumberger, dipole-dipole, dan pole-pole.

(Gambar 1) menunjukkan susunan elektroda arus dan elektroda potensial beserta
rumusan resistivitasnya.
Konfigurasi Wenner-schlumberger merupakan perpaduan konfigurasi wenner
dan schlumberger (Babachev, Alexey., 2000) bertujuan untuk meningkatkan

8

efektivitas kerja dalam survei geolistik resistivitas. Konfigurasi ini merupakan
salah satu konfigurasi yang digunakan dalam survei sounding dan mapping.
Persamaan resistivitas semu konfigurasi ini adalah:

k merupakan faktor geometri yang diperoleh dari:

Dimana
MN = a (spasi elektroda potensial)
AM=NB = n.a
MB=AN = (n+1).a
Sehingga persamaan faktor geometri konfigurasi wenner schlumberger :

Gambar 2.5. Konfigurasi Wenner-schlumberger (Babachev, 2000)
Berdasarkan penampang sensitivitas konfigurasi ini menunjukkan nilai
sensitivitas yang terfokus pada pusat konfigurasi ini (Gambar 3) dan menjadi
lebih terkonsentrasi dipusat P1 dan P2 seiring dengan bertambahnya faktor “n”,
pada penampang sensitivitas terdapat nilai sensitivitas yang tinngi terpisah antara
C1 dan C2 serta P1 dan P2, hal itu diartikan bahwa konfigurasi ini relatif sensitif
terhadap perubahan horisontal maupun vertikal (cukup baik untuk struktur
vertikal ataupun horisontal). Konfigurasi ini memiliki penetrasi kedalaman lebih
dalam 10% dibanding konfigurasi wenner, kuat sinyal konfigurasi ini lebih lemah
dibanding konfigurasi wenner tetapi lebih kuat dibanding konfigurasi
schlumberger.

9

Gambar 2.6. Pola sensitivitas konfigurasi Wenner-schlumberger (Torleif Dahlin
dan Bing Zhou, Geophysical Prospecting, 2004. 52, 379-398)

10

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Peralatan Yang Digunakan
Peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam penelitian kali ini
adalah sebagai berikut:
1. Resistivity meter Ares Gf Instruments multi-electrode
2. Aki kering 12 Volt
3. Transformator AC-DC
4. 235 meter kabel multicore dengan spasi 5 meter
5. 40 buah elektroda dengan panjang 30 cm
6. Kompas
7. GPS
8. Palu Geologi

Gambar 3.1. Resistivity meter Ares multi-elektroda

11

3.2. Diagram Alir Akuisisi Data

Mulai
Persiapan Alat

memasukkan elektroda arus dan potensial dengan susunan C1 P1 P2 C2

Membentangkan lintasan

Pengambilan data lapangan V, I

Mencatat data V dan I pada Tabel data

Merapikan dan mengecek kelengkapan alat

Selesai
Gambar 3.2. Diagram Alir Akuisisi Data

12

3.3. Diagram Alir Pengolahan Data
Mulai

Studi Literatur

Menghitung nilai R, k, dan Rho dari data lapangan
menggunakan Microsoft. Excel

Mendapatkan nilai R, K dan
Rho. Save dalam format .txt

Input data .txt pada RES2Dinv

Penampang 2D
Software RES2Dinv
Korelasi kondisi bawah
permukaan antar penampang

Interpretasi

Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.3. Diagram Alir Pengolahan Data.

13

BAB IV
BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN
4.1. Anggaran Biaya (terlampir)
No

Jenis Pengeluaran

Biaya (Rp)

1

Peralatan Penunjang

Rp. 8.195.000,-

2

Perjalanan

Rp. 1.980.000 ,-

3

Lain-lain

Rp. 975.000 ,-

Jumlah

Rp. 11.150.000 ,-

4.2. Jadwal Kegiatan
Berdasarkan kegiatan akdemik yang berlaku, maka melalui berbagai
pertimbangan dan diskusi penelitian akan dilaksanakan dari tanggal 1 juni 2017
hingga 8 juli 2017. Berikut merupakan rancangan dilaksakan penelitian selama 5
pekan :

Jenis Kegiatan

Pekan
Pekan Pekan Pekan Pekan Pekan
1
2
3
4
5

Studi literature
mengenai daerah
penelitian
Pengambilan dan
Pengumpulan Data
Olah data geolistrik
Analisis Data dan
Interpretasi
Pembuatan Laporan dan
Evaluasi

14

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, A,. dan Sukisno,(1999), Pemetaan Geologi Lingkungan Daerah Salatiga dan
Sekitarnya Jawa Tengah, Direktorat Geologi Tata Lingkungan
Djaneni,A.,(1982), Peta Hidrogeologi Lembar IX Yogyakarta, Direktorat Geologi
Tata Lingkungan, Bandung
Loke,M.H. 2000. Electrical Imaging Surveys for Environmental and Engineering
Studies: A practical quide to-2-D and 3-D surveys. Malaysia. Penang.
Said, H,D., dan Sukrisno,(1988), Peta Hidrogeologi Lembar VII Semarang,
Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Bandung
Sukardi dan Budhirisna, 1992, Peta Geologi Lembar Salatiga, Jawa, Pusat
Pengembangan dan Penelitian Geologi, Bandung.
Thanden, R.E., H. Sumadiraja, PW. Richard. K. Sutisna dan TC. Amin, 1996, Peta
Geologi Lembar Magelang Semarang, Jawa, Pusat Pengembangan dan
Penelitian Geologi, Bandung
Wahib, A,. Guntarto, Pambrastareta, Sukarna, A., Suryanto,A.,(1999), Penyelidikan
Geologi Lingkungan Kabupaten Semranag Jawa Tengah, Direktorat Geologi
Tata Lingkungan

15