Hubungan Asas Pendidikan Seumur Hidup Te

Hubungan Asas Pendidikan Seumur
Hidup Terhadap Pendidikan Luar
Sekolah
Dibaca 2.012 0

admin 4 tahun ago

Ciri Pendidikan Luar Sekolah dan Implikasi bagi Sekolah Formal.Pendidikan
luar sekolah adalah setiap kesempatan dimana terdapat komunikasi yang...
Manajemen Pendidikan Nonformal Melalui Kursus Tata Kecantikan di LKPK
Purnama Salon Kabupaten Banggai
Out Bound IMADIKLUS, Kerjasama Tim, dan Kebersamaan Anggota (IT 1 BPH
IMADIKLUS UM)

Ciri Pendidikan Luar Sekolah dan Implikasi bagi Sekolah
Formal.Pendidikan luar sekolah adalah setiap kesempatan dimana terdapat
komunikasi yang teratur dan terarah di luar sekolah dan seseorang memperoleh
informasi, pengetahuan, latihan maupun bimbingan sesuai dengan usia dan
kebutuhan kehidupan, dengan tujuan mengembangkan tingkat ketrampilan, sikap
dan nilai-nilai yang memungkinkan baginya menjadi peserta-peserta yang efisien
dan efektif dalam lingkungan keluarga, pekerjaan bahkan lingkungan masyarakat

dan sekitarnya.
Philip H. Combs, mengungkapkan bahwa pendidikan luar sekolah adalah setiap
kegiatan pendidikan yang terorganisir yang diselenggarakan diluar sistem formal,
baik tersendiri maupun merupakan bagian dari suatu kegiatan yang luas, yang
dimaksudkan untuk memberikan layanan kepada sasaran didik tertentu dalam
rangka mencapai tujuan belajar.
Dari dua pengertian diatas, dapat diambil ciri-ciri dari pendidikan luar sekolah,
yakni:

1. Adanya

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

pengorganisasian


Adanya programming isi pendidikan
Adanya urutan (sequencing) materi
Adanya credential sekalipun kurang memegang peranan penting
Jangka waktu yang pendek
Tujuan spesifik
Learning for life not sitting for examination
Sasaran/ subjek adalah orangtua, anak tuna sekolah, anak pra sekolah serta
anak-anak sekolah bagi hal-hal yang tidak diperolehnya di sekolah formal.

Sehubungan dengan adanya sistem pendidikan luar sekolah, sistem sekolah harus
mengadakan perubahan baik dalam tujuan maupun fungsinya. Diantara
perubahan tersebut adalah:
1. Sekolah tak lagi bertugas utama memberikan pelajaran yang berupa faktorfaktor dan hafalan kepada murid, melinkan tugas utama sekolah adalah
mengajarkan bagaimana siswa belajar.
2. Peran guru bukan hanya sebagai sumber satu-satunya ilmu pengetahuan,
namun sebagai partner yang membimbing siswa belajar.
3. Pendidikan luar sekolah menjadi subsistem dari pendidikan dalam arti luas
sejajar dengan pendidikan sekolah formal.
4. Sekolah menjadi pusat kegiatan belajar bukan hanya bagi murid-muridnya,

namun juga bagi masyarakat sekitar
5. Sekolah harus merupakan sistem yang terbuka, yaitu sekolah hendaknya
selalu memberikan kesempatan pada anak setiap saat untuk memperoleh
pendidikan. Setiap manusia juga dapat menjadi anak didik, bukan hanya
mereka yang terdaftar saja.

http://imadiklus.com/hubungan-asas-pendidikan-seumur-hidupterhadap-pendidikan-luar-sekolah/

=-=-=-

Pendidikan Luar Sekolah
Filed under: Pendidikan — 1 Comment
November 28, 2010

2 Votes

BAHAN AJAR PRESENTASI
“KONSEP DASAR PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH”
A. Definisi Pendidikan Luar Sekolah (PLS)
Pendidikan luar sekolah merupakan sistem baru dalam dunia pendidikan yang

bentuk dan pelaksanaannya berbeda dengan sistem sekolah yang ada.
Menurut Komunikasi Pembaruan Nasional Pendidikan (KPNP): Pendidikan luar
sekolah adalah setiap kesempatan dimana terdapat komunikasi yang teratur dan
terarah di luar sekolah dan seseorang memperoleh informasi, pengetahuan, latihan
maupun bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan kehidupan, dengan tujuan
mengembangkan tingkat keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang memungkinkan
baginya menjadi peserta-peserta yang efisien dan efektif dalam lingkungan
keluarga, pekerjaan bahkan lingkungan masyarakat dan negaranya.
PHILLIPS H. COMBS, mengungkapkan bahwa pendidikan luar sekolah adalah
setiap kegiatan pendidikan yang terorganisir yang diselenggarakan di luar sistem
formal, baik tersendiri maupun merupakan bagian dari suatu kegiatan yang luas,
yang dimaksudkan untuk memberikan layanan kepada sasaran didik tertentu
dalam rangka mencapai tujuan-tujuan belajar.
Jadi, pendidikan luar sekolah adalah pendidikan dimana setiap kesempatan
dimana terdapat komunikasi yang teratur dan terarah diluar sekolah dan seseorang
memperoleh informasi,pengetahuan,latihanatau bimbingan sesuai dengan
kebutuhan hidup.

B. Latar Belakang
Indonesia memiliki masalah-masalah kependidikan yang memprihatinkan.

Masalah ini terjadi sebelum Indonesia merdeka hingga sekarang. Secara terperinci
dapat diungkapkan alasan-alasan timbulnya pendidikan luar sekolah adalah:
1. Aspek Pelestarian Budaya.
Pendidikan yang pertama dan utama adalah pendidikan yang terjadi dan
berlangsung di lingkungan keluarga dimana (melalui berbagai perintah, tindakan
dan perkataan) ayah dan ibunya bertindak sebagai pendidik. Dengan demikian
pendidikan luar sekolah pada permulaan kehadirannya sangat dipengaruhi oleh
pendidikan atau kegiatan yang berlangsung di dalam keluarga. Di dalam keluarga
terjadi interaksi antara orang tua dengan anak, atau antar anak dengan anak. Polapola transmisi pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai dan kebiasaan melalui
asuhan, suruhan, larangan dan pembimbingan. Pada dasarnya semua bentuk
kegiatan ini menjadi akar untuk tumbuhnya perbuatan mendidik.
Semua bentuk kegiatan yang berlangsung di lingkungan keluarga dilakukan untuk
melestarikan dan mewariskan kebudayaan secara turun temurun. Tujuan kegiatan
ini adalah untuk memenuhi kebutuhan praktis di masyarakat dan untuk
meneruskan warisan budaya yang meliputi kemampuan, cara kerja dan teknologi
yang dimiliki oleh masyarakat dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Jadi
dalam keluarga pun sebenarnya telah terjadi proses-proses pendidikan, walaupun
sistem yang berlaku berbeda dengan sistem pendidikan sekolah. Kegiatan belajarmembelajarkan yang asli inilah yang termasuk ke dalam kategori pendidikan
tradisional yang kemudian menjadi pendidikan luar sekolah.
2. Aspek Teoritis.

Salah satu dasar pijakan teoritis keberadaan PLS adalah teori yang diketengahkan
Philip H. Cooms (1973:10), tidak satupun lembaga pendidikan: formal, informal
maupun nonformal yang mampu secara sendiri-sendiri memenuhi semua
kebutuhan belajar minimum yang esensial. Atas dasar teori di atas dapat
dikemukakan bahwa, keberadaan pendidikan tidak hanya penting bagi segelintir
masyarakat tapi mutlak diperlukan keberadaannya bagi masyarakat lemah (yang
tidak mampu memasukan anak-anaknya ke lembaga pendidikan sekolah) dalam
upaya pemerataan kesempatan belajar, meningkatkan kualitas hasil belajar dan
mencapai tujuan pembelajaran yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Uraian di
atas cukup untuk dijadikan gambaran bahwa PLS merupakan lembaga pendidikan
yang berorientasi kepada bagaimana menempatkan kedudukan, harkat dan
martabat manusia sebagai makhluk yang memiliki kemauan, harapan, cita-cita dan
akal pikiran.
3. Dasar Pijakan.
Ada tiga dasar pijakan bagi PLS sehingga memperoleh legitimasi dan berkembang
di tengah-tengah masyarakat yaitu: UUD 1945, Undang-Undang RI Nomor 2
tahun 1989 dan peraturan pemerintah RI No.73 tahun 1991 tentang pendidikan
luar sekolah. Melalui ketiga dasar di atas dapat dikemukakan bahwa, PLS adalah
kumpulan individu yang menghimpun diri dalam kelompok dan memiliki ikatan
satu sama lain untuk mengikuti program pendidikan yang diselenggarkan di luar

sekolah dalam rangka mencapai tujuan belajar.
Adapun bentuk-bentuk satuan PLS, sebagaimana diundangkan di dalam UUSPN

tahun 1989 pasal 9:3 meliputi: pendidikan keluarga, kelompok belajar, kursus dan
satuan pendidikan sejenis. Satuan PLS sejenis dapat dibentuk kelompok bermain,
penitipan anak, padepokan persilatan dan pondok pesantren tradisional.
4. Aspek Kebutuhan Terhadap Pendidikan.
Kesadaran masyarakat terhadap pendidikan tidak hanya pada masyarakat daerah
perkotaan, melainkan masyarakat daerah pedesaan juga semakin meluas.
Kesadaran ini timbul terutama karena perkembangan ekonomi, kemajuan iptek
dan perkembangan politik. Kesadaran juga tumbuh pada seseorang yang merasa
tertekan akibat kebodohan, keterbelakangan atau kekalahan dari kompetisi
pergaulan dunia yang menghendaki suatu keterampilan dan keahlian tertentu. Atas
dasar kesadaran dan kebutuhan inilah sehingga terwujudlah bentuk-bentuk
kegiatan kependidikan baik yang bersifat persekolahan ataupun di luar
persekolahan.
5. Keterbatasan Lembaga Pendidikan Sekolah.
Lembaga pendidikan sekolah yang jumlahnya semakin banyak bersifat formal
atau resmi yang dibatasi oleh ruang dan waktu serta kurikulum yang baku dan
kaku serta berbagai keterbatasan lainnya. Sehingga tidak semua lembaga

pendidikan sekolah yang ada di daerah terpencil pun yang mampu memenuhi
semua harapan masyarakat setempat, apalagi memenuhi semua harapan
masyarakat daerah lain. Akibat dari kekurangan atau keterbatasan itulah yang
memungkinkan suatu kegiatan kependidikan yang bersifat informal atau
nonformal diselenggarakan, sehingga melalui kedua bentuk pendidikan itu
kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi.
C. Tujuan
Ada tiga dasar pijakan bagi PLS sehingga memperoleh legitimasi dan berkembang
di tengah-tengah masyarakat yaitu:
1. UUD 1945,Undang-Undang RI Nomor 2 tahun 1989 dan peraturan pemerintah
RI No.73 tahun1991tentang pendidikan luar sekolah.
Melalui ketiga dasar di atas dapat dikemukakan bahwa, PLS adalah kumpulan
individu yang menghimpun dari dalam kelompok dan memiliki ikatan satu sama
lain untuk mengikuti program pendidikan yang diselenggarkan di luar sekolah
dalam rangka mencapai tujuan belajar. Adapun bentuk-bentuk satuan PLS.,
sebagaimana diundangkan di dalam UUSPN tahun 1989 pasal 9:3 meliputi:
pendidikan keluarga, kelompok belajar, kursus dan satuan pendidikan sejenis.
Satuan PLS sejenis dapat dibentuk kelompok bermain, penitipan anak, padepokan
persilatan dan pondok pesantren tradisional.
2. Aspek kebutuhan terhadap pendidikan

Kesadaran masyarakat terhadap pendidikan tidak hanya pada masyarakat daerah
perkotaan, melainkan masyarakat daerah pedesaan juga semakin meluas.
Kesadaran ini timbul terutama karena perkembangan ekonomi, kemajuan iptek
dan perkembangan politik. Kesadaran juga tumbuh pada seseorang yang merasa
tertekan akibat kebodohan, keterbelakangan atau kekalahan dari kompetisi
pergaulan dunia yang menghendaki suatu keterampilan dan keahlian tertentu. Atas
dasar kesadaran dan kebutuhan inilah sehingga terwujudlah bentuk-bentuk
kegiatan kependidikan baik yang bersifat persekolahan ataupun di luar

persekolahan.
3. Keterbatasan lembaga pendidikan sekolah
Lembaga pendidikan sekolah yang jumlahnya semakin banyak bersifat formal
atau resmi yang dibatasi oleh ruang dan waktu serta kurikulum yang baku dan
kaku serta berbagai keterbatasan lainnya. Sehingga tidak semua lembaga
pendidikan sekolah yang ada di daerah terpencilpun yang mampu memenuhi
semua harapan masyarakat setempat, apalagi memenuhi semua harapan
masyarakat daerah lain. Akibat dari kekurangan atau keterbatasan itulah yang
memungkinkan suatu kegiatan kependidikan yang bersifat informal atau
nonformal diselenggarakan, sehingga melalui kedua bentuk pendidikan itu
kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi.

D. PLS untuk Orang Dewasa
Pendidikan ini timbul karena :
1. Orang –orang dewasa tertarik terhadap profesi kerja.
2. Orang dewasa tertarik terhadap keahlian.
Dalam rangka memperoleh pendidikan di atas dapat ditempuh melalui :
1. Kursus- kursus pendek.
2. In service – training.
3. Surat menyurat.
Suatu ilustrasi bahwa untuk :
1. Para petani memperoleh program pemberantasan buta-huruf.
2. Para ibu-ibu memperoleh kesehatan, sanitasi, dan perawatan anak.
Lebih lanjut, sesuai dengan rancangan peraturan pemerintah maka sasaran
pendidikan luar sekolah dapat meliputi :
1. Ditinjau dari segi sasaran pelayanan, berupa :
a). Usia pra-sekolah (0-6 tahun).
Dikota-kota besar terdapat tempat untuk penyelenggaraan pendidikan luar sekolah
seperti : tempat penitipan anak dan kelompok sepermainan. Fungsi lembaga ini
mempersiapkan anak-anak menjelang mereka pergi ke sekolah (pendidikan
formal) sehingga mereka telah terbiasa untuk hidup dalam situasi yang berbeda
dengan lingkungan keluarga.

b). Usia pendidikan dasar (7-12 tahun).
Dengan adanya program wajib belajar, maka pendidikan luar sekolah mempunyai
peranan untuk ikut menampung pendidikan anak-anak usia tersebut walaupun
dengan sistem pendidikan yang berbeda. Usaha ini dilaksanakan dengan
penyelenggaraan program kejar paket A dan kepramukaan yang diselenggarakan
secara bersama dan terpadu.
c). Usia pendidikan menengah (13-18 tahun).
Penyelenggaraan pendidikan luar sekolah untuk usia semacam ini diarahkan untuk
pengganti pendidikan, sebagai pelengkap dan sebagai penambah program
pendidikan bagi mereka.
d). Usia pendidikan tinggi (19-24 tahun).
Mereka yang tidak tertampung pada perguruan tinggi menempuh jumlah yang
besar dan dilain pihak memang mereka ada yang sengaja ingin bekerja lebih
dahulu. Oleh karena itu pendidikan luar sekolah menyiapkan mereka untuk siap

bekerja melalui pemberian berbagai ketrampilan sehingga meeka menjadi tenaga
yang produktif, siap kerja dan siap untuk usaha mandiri.
2. Ditinjau dari jenis kelamin
Program ini secara tegas diarahkan pada kaum wanita oleh karena jumlah mereka
yang besar dan partisipasinya kurang dalam rangka produktivitas dan efisiensi
kerja. Pendidikan luar sekolah dapat membantu mereka melalui program-program
PKK, program KB dan lain-lain seperti Program Peningkatan Gizi Keluarga,
perawatan bayi, pengetahuan rumah dan penjaggan lingkungan sehat.
3. Berdasarkan lingkungan sosial budaya.
Sasaran pendidikan luar sekolah dapat berupa :
a). Masyarakat pedesaan.
Masyarakat ini meliputi sebagian besar masyarakat Indonesia dan program
diarahkan pada program-program mata pencaharian dan program pendayagunaan
sumber-sumber alam.
b). Masyarakat perkotaan .
masyarakat perkotaan yang cepat terkena perkembangan ilmu dan teknologi
sehingga masyarakat perlu memperoleh tambahan tersebut melalui pemberian
informasi dan kursus-kursus kilat.
c). Masyarakat terpencil.
Ada sementara masyarakat yang tinggal di daerah-daerah terpencil dan terasing
dari masyarakat sekitarnya, yang seringkali menyambut demikian lebih maju dari
yang lain. Untuk itu masyarakat terpencil perlu ditolong melalui pendidikan luar
sekolah yang mereka dapat mengikuti perkembangan dan kemajuan nasional.
4. Berdasarkan kekhususan sasaran pelajaran.
a). Peserta didik yang dapat digolongkan terlantar, seperti anak yatim piatu.
b). Peserta didik yang mengalami perkembangan sosial dan emosional seperti
anak nakal, korban narkotika dan wanita tuna susila.
c). Peserta yang mengalami cacat mental dan cacat tubuh seperti tuna netra, tuna
rungu, tuna mental.
d). Peserta didik yang karena beberapa sebab sosial, tidak dapat mengikuti
program pendidikan persekolahan.
5. Berdasarkan pranata.
Dalam pendidikan luar sekolah memiliki pranata yang bermacam-macam seperti :
pendidikan keluarga, pendidikan perluasan wawasan desa dan pendidikan
ketrampilan. Oleh karena itu pendidikan luar sekolah meliputi :
a). Pendidikan keluarga, mengembangkan peserta didik untuk ketakwaan kepada
Tuhan, nilai moral, pandangan dan sikap hidup, ketrampilan dan kreativitas.
b). Pendidikan perluasan wawasan dalam rangka peningkatan kemampuan
berpikir, menambah pengetahuan, dan memperluas cakrawala tentang kehidupan
berbangsa dan berkeluarga.
c). Pendidikan ketrampilan dalam rangka mengembangkan profesionalisme
pekerjaan sehingga dapat menghasilkan barang/jasa guna meningkatkan taraf
hidup.
6. Bedasarkan sistem pengajaran.
Sistem pengajaran dalam proses penyelenggaraan dan pelaksanaan program
pendidikan luar sekolah dapat bermacam-macam sehingga sasaran pendidikan

luar sekolah meliputi:
a). Kelompok, organisasi, dan lembaga.
b). Mekanisme sosial budaya seperti perlombaan dan pertandingan.
c). Kesenian tradisional, seperti wayang, ludruk, ataupun teknologi modern seperti
televisi, radio, film, dan sebagainya.
d). Prasarana dan sarana seperti balai desa, masjid, gereja, sekolah dan alat-alat
perlengkapan kerja.
7. Berdasarkan segi pelembagaan program.
Pelembagaan program yang dimaksud keseluruhan proses pengintegrasian antara
program pendidikan luar sekolah dan pembangunan masyarakat.
a). Program antar sektoral dan swadaya masyarakat seperti PKK, PKN, dan
P2WKSS.
b). Koordinasi perencanaan desa atau pelaksanaa progarm pembangunan.
c). Tenaga pengarahn ditingkat pusat, propinsi, kabupaten, kecamatan dan desa.
E. Filsafat
Pendidikan Idealisme dan Realisme dalam PLS.
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) adalah kegiatan terorganisasi dan sistematis
diluar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan
bagian penting kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani
peserta didik tertentu dalam mencapai tujuan belajarnya. Untuk mengefektifkan
pencapaian tujuan PLS tersebut maka aliran filsafat pendidikan idealisme dan
realisme dapat digunakan sebagai landasar teoretis maupun praktis. Berikut ini
akan dikemukakan implikasi filsafat pendidikan idealisme dan realisme dalam
penyelenggaraan PLS dalam menetapkan tujuan, kurikulum, metode, serta peran
peserta didi dan pendidik.
1. Pendidikan Idealisme dalam PLS
Dengan memperhatikan implikasi filsafat pendidikan realisme maka
penyelenggaraan pendidikan luar sekolah dapat dikembangkan berdasarkan
prinsip-prinsip sebagai berikut:
Pertama: tujuan program PLS pertama-tama harus difokuskan pada pembentukan
karakter atau kepribadian peserta didik. Pada tahap selanjutnya program
pendidikan tertuju kepada pengembangan bakat dan kebaikan sosial. Peserta didik
digali potensinya untuk tampil sebagai individu berbakat/berkemampuan yang
akan memiliki nilai guna bagi kepentingan masyarakat.
Kedua, kurikulum pendidikan PLS dikembangkan dengan memadukan pendidikan
umum dan pendidikan praktis. Kurikulum diarahkan pada upaya pengembangan
kemampuan berpikir melalui pendidikan umum. Di samping itu kurikulum juga
dikembangkan untuk mempersiapkan keterampilan bekerja untuk keperluan
memperoleh mata pencaharian melalui pendidikan praktis.
Ketiga, metode pendidikan dalam program PLS disusun menggunakan metode
pendidikan dialektis. Meskipun demikian setiap metode yang dianggap efektif
mendorong belajar dapat pula digunakan. Pelaksanaan pendidikan cenderung
mengabaikan dasar-dasar fisiologis dalam belajar.
Keempat, peserta didik bebas mengembangkan bakat dan kepribadiannya.
Pendidikan bekerjasama dengan alam dengan proses pengembangan kemampuan

ilmiah. Oleh karena itu tugas utama tenaga pendidik adalah menciptakan
lingkungan yang memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan efisien dan
efektif.
2. Pendidikan Realisme dalam PLS
Dengan memperhatikan implikasi filsafat pendidikan idealisme maka
penyelenggaraan pendidikan luar sekolah dapat dikembangkan dengan
memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
Pertama, tujuan program pendidikan PLS terfokus agar peserta didik dapat
menyesuaikan diri secara tepat dalam hidup. Disamping itu, peserta didik
diharapkan dapat melaksanakan tanggung jawab sosial dalam hidup
bermasyarakat.
Kedua, kurikulum komprehensif yang berisi semua pengetahuan yang berguna
dalam penyesuaian diri dalam hidup dan tanggung jawab sosial. Kurikulum berisi
unsur-unsur pendidikan umum untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan
pendidikan praktis untuk kepentingan bekerja.
Ketiga, semua kegiatan belajar berdasarkan pengalaman baik langsung maupun
tidak langsung. Metode mengajar hendaknya bersifat logis, bertahap dan
berurutan. Pembiasaan (pengkondisian) merupakan sebuah metode pokok yang
dapat dipergunakan dengan baik untuk mencapai tujuan pendidikan.
Keempat, Dalam hubungannnya dengan pengajaran, peranan peserta didik adalah
penguasaan pengetahuan yang handal sehingga mampu mengikuti perkembangan
Iptek. Dalam hubungannya dengan disiplin, tatacara yang baik sangat penting
dalam belajar. Artinya belajar dilakukan secara terpola berdasarkan pada suatu
pedoman. Peserta didik perlu mempunyai disiplin mental dan moral untuk setiap
tingkat kebaikkan. Peranan pendidik adalah menguasai pengetahuan, keterampilan
teknik-teknik pendidikan dengan kewenangan untuk mencapai hasil pendidikan
yang dibebankan kepadanya.
F. Perkembangan Konsep dari Pedagogik hingga Andragogik.
Pedagodik merupakan pendekatan belajar yang digunakan untuk peserta didik
belum masuk kategori dewasa, sehingga proses belajar betul-betul dilakukan
dengan proses mengisi atau memang dianggap belum tahu. Andragogik
merupakan pendekatan belajar yang ditujukan untuk orang dewasa, dimana
peserta didik dianalogikan sebagai gelas yang tidak lagi kosong, telah memiliki
air, bahkan ada yang telah terisi penuh, sehingga proses yang dilakukan lebih
kepada sharing, diskusi.
Ilmu pedagogik. Ilmu pedagogik adalah ilmu yang membicarakan masalah atau
persoalan-persoalan dalam pendidikan dan kegiatan-kegiatan mendidik, antara
lain seperti tujuan pendidikan, alat pendidikan, cara melaksanakan pendidikan,
anak didik, pendidik dan sebagainya. Pedagogik termasuk ilmu yang sifatnya
teoritis dan praktis. Oleh karena itu pedagogik banyak berhubungan dengan ilmuilmu lain seperti: ilmu sosial, ilmu psikologi, psikologi belajar, metodologi
pengajaran, sosiologi, filsafat dan lainya.
Kompetensi merupakan kebulatan penguasaan pengetahuan, keterampilan dan
sikap yang ditampilkan melalui unjuk kerja. Kepmendiknas No. 045/U/2002
menyebutkan kompetensi sebagai seperangkat tindakan cerdas dan penuh

tanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan
tertentu.
Kompetensi guru dapat dimaknai sebagai kebulatan pengetahuan,keterampilan,
dan sikap yang berwujud tindakan cerdas dan penuh tanggungjawab dalam
melaksanakan tugas. Undang-undang guru dan dosen No. 14 tahun 2005, dan PP
No 19/2005 menyatakan kompetensi guru meliputi kompetensi kepribadian,
pedagogik, professional, dan sosial.
Bertitik tolak dari apa yang penulis kemukakan di atas, dengan terdapatnya empat
kompetensi guru yang perlu dibahas, dalam hal ini mengingat luasnya cakupan
kompetensi tersebut sehingga memakan waktu yang panjang, mengingat
singkatnya waktu dan kurang sumber, untuk itu penulis akan menguraikan
beberapa kompetensi yang harus dimilik guru antara lain: kompetensi pedagogik
dan kompetensi sosial.
a. Kemampuan Mengelola Pembelajaran.
Mulyasa (2006) Secara pedagogik, kompetensi guru-guru dalam mengelola
pembelajaran perlu mendapat perhatian yang serius. Hal ini penting karena
pendidikan di Indonesia dinyatakan kurang berhasil oleh sebagian masyarakat,
dinilai kering dari aspek pedagodik, dan sekolah nampak lebih mekanis sehingga
peserta didik cendrung kerdil karena tidak mempunyai dunianya sendiri.
Sehubungan dengan itu guru dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai
dalam mengelola pembelajaran. Secara operasional kemampuan mengelola
pembelajaran menyangkut tiga fungsi manajerial, yaitu perencanaan, pelaksanaan,
dan pengendalian.
1. Perencanaan menyangkut penetapan tujuan, dan kompetensi, serta
memperkirakan cara pencapaiannya. Perencanaan merupakan fungsi sentral dari
manajemen pembelajaran dan harus berorientasi kemasa depan. Guru sebagai
manajer pembelajaran harus mampu mengambil keputusan yang tepat untuk
mengelola berbagai sumber.
2. Pelaksanaan adalah proses yang memberikan kepastian bahwa proses belajar
mengajar telah memiliki sumber daya manusia dan sarana prasarana yang
diperlukan, sehingga dapat membentuk kompetensi dan mencapai tujuan yang
diinginkan.
3. Pengendalian atau evaluasi bertujuan untuk menjamin kinerja yang dicapai
sesuai dengan rencana atau tujuan yang telah ditetapkan. Guru diharapkan
membimbing dan mengarahkan pengembangan kurikulum dan pembelajaran
secara efektif, serta memerlukan pengawasan dalam pelaksanaannya. Guru
merupakan seorang manajer dalam pembelajaran, yang bertanggung jawab
terhadap perencanaan,pelaksanaan, dan penilaian perubahan atau perbaikan
program pembelajaran.
Untuk menjamin efektifitas pengembangan kurikulum dan sistem pembelajaran,
guru sebagai pengelola pembelajaran bersama tenaga pendidik lainnya harus
menjabarkan isi kurikulum secara lebih rinci dan operasional kedalam program
pembelajaran.
Oleh karena itu, perlu dilakukan pembagian tugas tenaga kependidikan,
penyusunan kalender pendidikan dan jadwal pembelajaran, pembagian waktu
yang digunakan, penetapan pelaksanaan evaluasi belajar, penetapan penilaian,

penetapan norma kenaikan kelas, pencatatan kemajuan belajar peserta didik, serta
peningkatan perbaikan pembelajaran dan pengisian waktu jam kosong.
Sehubungan dengan itu, kemampuan mengelola pembelajaran sebagaimana telah
dikemukan diatas, dapat dianalisis ke dalam beberapa kompetensi yang mencakup
pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,
evaluasi dan hasil belajar.
b. Pemahaman terhadap Peserta Didik
Pemahaman terhadap peserta didik merupakan salah satu kompetensi pedagogik
yang harus dimiliki guru. Sedikitnya terdapat empat hal yang harus dipahami guru
dari peserta didiknya, yaitu tingkat kecerdasan, kreativitas, cacat pisik, dan
perkembangan kognitif.
1) Tingkat kecerdasan
Orang yang berjasa menemukan tes intelengensi pertama sekali adalah seorang
dokter berkebangsaan Perancis: Alfred Binet dan pembantunya Simon, tes ini
pertama sekali diumumkan antara 1908–1911 yang diberi nama skala pengukur
kecerdasan. Purwanto (1996) Tes Binet Simon terdiri dari sekumpulan
pertanyaan-pertanyaan yang telah dikelompok-kelompokan menurut umur (untuk
anak-anak umur 3–5 tahun) yang tidak berhubungan dengan pelajaran di sekolah,
seperti:
a. Mengulang kalimat-kalimat yang pendek atau panjang.
b. Mengulang deretan angka-angka
c. Memperbandingkan berat timbangan
d. Menceritakan isi gambar-gambar
e. Menyebutkan nama bermacam-macam warna
f. Menyebutkan harga mata uang
g. Dan sebagainya
Dengan tes semacam inilah usia kecerdasan seseorang diukur/ditentukan. Dari tes
itu ternyata tidak tentu bahwa usia kecerdasan tidak sama dengan usia sebenarnya.
Sehingga dengan demikian kita dapat melihat adanya perbedaan-perbedaan I.Q
(Inteligentie Quotient) pada tiap-tiap orang/anak.
2) Kreatifitas
Kreativitas bisa dikembangkan dengan penciptaan proses pembelajaran yang
memungkinkan peserta didik mengembangkan kreativitasnya. Secara umum guru
diharapkan menciptakan kondisi yang baik, yang memungkinkan setiap peserta
didik dapat mengembangkan kreativitasnya, antara lain dengan teknik kerja
kelompok kecil, penugasan dan mensponsori pelaksanaan proyek. Anak yang
kreativ belum tentu pandai, dan sebaliknya.
Proses pembelajaran pada hakikatnya untuk mengembangkan aktivitas dan
kreativitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar.
Namun dalam pelaksanaannya seringkali kita tidak sadar, bahwa masih banyak
kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan justru menghambat aktivitas dan
kreativitas peserta didik. Hal ini dapat dilihat dalam proses belajar mengajar di
kelas yang pada umunya lebih menekankan pada aspek kognitif. Gibbs dalam
Mulyasa (2006). Berdasarkan penelitiannya menyimpulkan bahwa kreativitas
dapat dikembangkan dengan memberi kepercayaan, komunikasi yang bebas,
pengarahan diri, dan pengawasan yang tidak terlalu ketat.

3).Kondisi Fisik
Kondisi fisik antara lain berkaitan dengan penglihatan, pendengaran, kemampuan
bicara, pincang, dan lumpuh karena kerusakan otak. Terhadap peserta didik yang
memiliki kelainan fisik diperlukan sikap dan layanan yang berbeda dalam rangka
membantu perkembangan pribadi mereka. Ornstein dan Levine dalam mulyasa
(2006) membuat pernyataan sebagai berikut:
Orang yang mengalami hambatan, bagaimanapun hebatnya ketidakmapuan
mereka, harus diberikan kebebasan dan pendidikan yang cocok. Penilaian
terhadap mereka harus adil dan menyeluruh. Orang tua / wali mereka harus adil,
dan boleh memprotes keputusan yang dibuat kepala sekolah. Rencana pendidikan
individual, yang meliputi pendidikan jangka panjang, dan jangka pendek harus
diberikan, dan meninjau kembali tujuan dan metode yang dipilih Layanan
pendidikan diberikan dalam lingkungan yang terbatas untuk memberikan layanan
yang tepat.
4) Pertumbuhan dan Perkembangan Kognitif
Pertumbuhan dan perkembangan dapat diklasifikasikan atas kognitif, psikologis,
dan fisik. Pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan struktur dan
fungsi karakteristik manusia. Perubahan-perubahan tersebut terjadi dalam
kemajuan yang mantap, dan merupakan suatu proses kematangan. Piaget dalam
Mulyasa (2006). Terdapat empat tahap perkembangan mental manusia sebagai
berikut:
Tahap sensorimotorik (sejak lahir hingga usia dua tahun). Anak mengalami
kemajuan dalam operasi-operasi reflek dan belum mampu membedakan apa yang
ada disekitarnya hingga ke aktifitas sensorimotorik yang komplek, sehingga
terjadi formulasi baru terhadap organisasi pola-pola lingkungan. Tahap
praoperasional (2-7 tahun). Pada tahap ini objek-objek dan peristiwa mulai
menerima arti secara simbolis. Tahap operasi nyata (7-11 tahun). Anak mulai
mengatur data ke dalam hubungan-hubungan logis dan mendapatkan kemudahan
dalam manipulasi data dalam situasi pemecahan masalah.
Tahap operasi formal (usia 11 dan seterusnya). Tahap ini ditandai oleh
perkembangan kegiatan-kegiatan operasi berfikir formal dan abstrak. Teori Piaget
dalam Mulyasa (2006). Sesuai dengan dengan tugas guru dalam memahami dan
menetapkan kegiatan kognitif yang harus ditampilkan pada tahap-tahap fungsi
intelektual yang berbeda.
Banyak hal yang menentukan kualitas hasil belajar peserta didik yang secara
dikotomi diklasifikasikan atas faktor endogen dan eksogen. Dari dua unsur
tersebut lahir salah satu hal yang amat dikenal dalam belajar, yakni kesiapan
(readiness), yaitu suatu kemampuan untuk berformasi dalam melaksanakan tugas
tertentu sesuai dengan tuntutan situasi yang dihadapi. Sedikitnya terdapat tiga
unsur dalam kesiapan tersebut yaitu:
a. Kesiapan fisik, antara lain urat-urat saraf dan otot;
b. Kejiwaan, antara lain bebas dari konflik emosional
c. Pengalaman, berhubungan dengan keterampilan-keterampilan yang dipelajari
sebelumnya.
Perbedaan individu sebagaimana diuraikan di atas perlu dipahami oleh para
pengembang kurikulum, guru, calon guru dan kepala sekolah agar dapat

melaksanakan pembelajaran secara efektif. Memahami karakteristik individu
sabagaimana diuraikan di atas, dalam pembelajaran peserta didik dapat
diklasifikasikan kedalam tiga kelompok yaitu:
a. Kelompok normal
Mengembangkan pemahan tentang prinsip dan praktik aplikasi.
Mengembangkan kemampuan praktik akademik yang berhubungan dengan
pekerjaan.
b. Kelompok sedang
Mengembangkan kemahiran berkomunikasi, kemahiran menggali potensi diri, dan
aplikasi praktikal.
Mengembangkan kemahiran akademik dan kemahiran praktikal sehubungan
dengan perkembangan dunia kerja maupun melanjutkan program pendidikan
professional.
c. Kelompok tinggi
Mengembangkan pemahaman tentang prinsip, teori, dan aplikasi
Mengembangkan kemampuan akademik untuk memasuki pendidikan tinggi.
Pengelompokan peserta didik ini perlu dijadikan bahan pertimbangan dan
diperhatikan dalam menyusun kurikulum dan pengembangan pembelajaran.
c. Perancangan pembelajaran
Perancangan pembelajaran merupakan salah satu kompetensi pedagogik yang
harus dimiliki guru, yang bermuara pada pelaksanaan pembelajaran. Perancangan
pembelajaran sedikitnya mencakup tiga kegiatan, yaitu identifikasi kebutuhan,
perumusan kompetensi dasar, dan penyusunan program pembelajaran.
1. Identifikasi Kebutuhan
Kebutuhan merupakan kesenjangan antara apa yang seharusnya dengan kondisi
yang sebenarnya, atau sesuatu yang harus dipenuhi untuk mencapai tujuan. Pada
tahap ini, sebaiknya guru melibatkan peserta didik untuk mengenali, menyatakan
dan merumuskan kebutuhan belajar, sumber-sumber yang tersedia dan hambatan
yang mungkin dihadapi dalam kegiatan pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan
belajar.
Identifikasi kebutuhan bertujuan antara lain untuk melibatkan dan memotivasi
peserta didik agar kegiatan belajar dirasakan sebagai bagian dari kehidupan dan
mereka merasa memilikinya. Hal ini dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Peserta didik didorong untuk menyatakan kebutuhan belajar berupa kompetensi
tertentu yang ingin mereka miliki dan diperoleh melalui kegiatan pembelajaran.
b. Peserta didik didorong untuk mengenali dan mendayagunakan lingkungan
sebagai sumber belajar untuk memenuhi kebututhan belajar.
c. Peserta didik dibantu untuk mengenali dan menyatakan kemungkinan adanya
hambatan dalam upaya memenuhi kebutuhan belajar, baik yang datang dari dalam
maupun dari luar
Berdasarkan identifikasi terhadap kebutuhan belajar bagi pembentukan
kompetensi peserta didik, baik secara kelompok maupun perorangan, kemudian
diidentifikasi sejumlah kompetensi untuk dijadikan bahan pembelajaran.
2. Identifikasi Kompetensi
Kompetensi merupakan suatu yang ingin dimiliki oleh peserta didik, dan
merupakan komponen utama yang harus dirumuskan dalam pembelajaran.

Kompetensi yang jelas akan memberi petunjuk yang jelas pula terhadap materi
yang harus dipelajari, penetapan metoda dan media pembelajaran, serta memberi
petunjuk terhadap penilaian.
Oleh sebab itu setiap kompetensi harus merupakan panduan dari pengetahuan,
keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan
bertindak.. dari uraian di atas pembentukan kompetensi melibatkan intelegensi
question (IQ), emosional intelegensi (EI), creativity intelegensi (CI), yang secara
keseluruhan harus tertuju pada pembentukan spiritual intelegensi (SI). Penilaian
pencapaian kompetensi perlu dilakukan secara objektif, berdasarkan kinerja
peserta didik, dengan bukti penguasaan mereka terhadap suatu kompetensi
sebagai hasil belajar.
3. Penyusunan Program Pembelajaran
Penyusunan program pembelajaran akan bermuara pada rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP), sebagai produk program pembelajaran jangka pendek, yang
mencakup komponen program kegiatan belajar dan proses pelaksanaan program.
Komponen program mencakup kompetensi dasar, materi standar, metode dan
teknik, media dan sumber belajar, waktu belajar dan daya dukung lainnya.
Rencana pelaksanaan pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatui sistem,
yang terdiri atas komponen-komponen yang saling berhubungan serta berinteraksi
satu sama lain, dan memuat langkah-langkah pelaksanaanya untuk membentuk
kompetensi.
d. Pelaksanaan Pembelajaran yang Mendidik dan Dialogis
Mulyasa (2006) kegagalan pelaksanaan pembelajaran sebagian besar disebabkan
oleh penerapan metode pendidikan konvensional, anti dialog, proses penjinakan,
pewarisan pengetahuan, dan tidak bersumber pada realitas masyarakat.
Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan
lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Dalam
interaksi tersebut banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, baik faktor
eksternal maupun faktor internal,
Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan
lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku pembentukan
kompetensi peserta didik. Umumnya pembelajaran menyangkut tiga hal: pre tes,
proses, dan post tes , sebagai berikut:
1. Pre tes (tes awal)
Pre tes memegang peranan penting dalam proses pembelajaran, yang berfungsi
antara lain: untuk menyiapkan peserta didik dalam proses belajar, dengan pre tes
maka pikiran mereka terfokus pada soal yang harus dikerjakan. Untuk mengetahui
kemajuan peserta didik sehubungan dengan proses pembelajaran yang dilakukan,
dengan cara membandingkan hasil pre tes dengan post tes. Untuk mengetahui
kemampuan awal yang telah dimiliki peserta didik mengenai kompetensi dasar
yang akan dijadikan topic dalam proses pembelajaran
2. Proses
Proses adalah sebagai kegiatan ini dari pelaksanaan pembelajaran dan
pembentukan kompetensi peserta didik. Proses pembelajaran dan pembentukan
kompetensi dikatakan efektif apabila seluruh pesera didik terlibat secara aktif,

baik mental, fisik Maupun sosial.
Kualitas pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik dapat dilihat
dari segi proses dan hasil. Dari segi proses, pembelajaran dan pembentukan
kompetensi dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidaktidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara fisik, mental, maupun
sosial dalam proses pembelajaran disamping menunjukkan gairah belajar yang
tinggi, nafsu belajar yang besar dan tumbuhnya rasa percaya diri.
Sedangkan dari segi hasil, proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi dan
prilaku yang positif pada diri peserta didik seluruhnya setidak-tidaknya sebagian
besar (75%). Proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi dikatakan
berhasil apabila masukan merata, menghasilkan output yang banyak dan bermutu
tinggi, serta sesuai dengan kebutuhan, perkembangan masyarakat dan
pembangunan.
3. Post Test
Pada umumnya pelaksanaan pembelajaran diakhiri dengan post test, post test
memiliki banyak kegunaan terutama dalam melihat keberhasilan pembelajaran.
Fungsi post test antara lain :
– Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang
telah ditentukan, baik secara individu maupun kelompok.
– Untuk mengetahui kompetensi dasar dan tujuan-tujuan yang dapat dikuasai anak
didik dan tujuan-tujuan yang belum dikuasai anak didik. Bagi anak yang belum
menguasai tujuan pembelajaran perlu diberikan pengulangan (remedial teaching)
– Untuk mengetahui peserta didik yang perlu mengikuti kegiatan remedial
maupun yang perlu diberikan pengayaan.
– Sebagai bahan acuan untuk melakukan perbaikan proses pembelajaran dan
pembentukan kompetensi peserta didik yang telah dilaksanakan.
e. Pemanfaatan Teknologi Pembelajaran
Fasilitas pendidikan pada umunya mencakup sumber belajar, sarana dan prasarana
sehingga peningkatan fasilitas pendidikan harus ditekankan pada peningkatan
sumber-sumber belajar, baik kuantitas maupun kualitasnya, sejalan dengan
perkembangan teknologi pendidikan dewasa ini. Sehubungan dengan itu,
peningkatan fasilitas laboratorium, perpustakaan, atau ruang-ruang belajar khusus
seperti ruangan komputer, sanggar seni, ruang audio dan video seyogianya
semakin menjadi faktor-faktor yang diperhatikan dalam peningkatan fasilitas
pembelajaran.
Bagaimana mendidik peserta didik adalah mengembangkan potensi
kemanusiaannya, sehingga mampu berbuat sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan,
seperti nilai keagamaan, keindahan, ekonomi, pengetahuan, teknologi, sosial dan
kecerdasan.
Teknologi pembelajaran merupakan sarana pendukung untuk membantu
memudahkan pencapaian tujuan pembelajaran dan pembentukan kompetensi,
memudahkan penyajian data, informasi materi pembelajaran, dan variasi budaya.
Dalam hal ini guru dituntut untuk memiliki kemampuan mengorganisir,
menganalisis dan memilih informasi yang paling tepat dan berkaitan langsung
dengan pembentukan kompetensi peserta didik serta tujuan pembelajaran. Dengan
penguasaan guru terhadap standar kompetensi dalam bidang teknologi

pembelajaran dapat dijadikan salah satu indicator standar dan sertifikasi
kompetensi guru.
f. Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi hasil belajar dilakukan untuk mengetahui perubahan dan pembentukan
kompetensi peserta didik , yang dapat dilakukan dengan penilaian kelas, tes
kemampuan dasar penilaian akhir satuan pendidikan dan sertifikasi, serta
penilaian program.
1. Penilaian kelas
Penilaian kelas dilakukan dengan ulangan harian, ulangan umum, dan uian akhir.
Ulangan harian dilakukan setiap selesai proses pembelajaran dalam satuan
bahasan atau kompetensi tertentu. Ulangan umum dilaksanakan setiap akhir
semester dengan bahan yang disajikan sebagai berikut.
a. Ulangan umum semester pertama soalnya diambil dari materi semester pertama,
b. Ulangan umum semester kedua soalnya merupakan gabungan dari semester
pertama dan kedua dengan penekanan pada materi semester kedua.
Ujian akhir dilakukan pada akhir program pendidikan. Bahan-bahan yang diujikan
meliputi seluruh materi pembelajaran yang telah diberikan, dengan penekanan
pada bahan-bahan yang diberikan pada kelas tinggi. Penilaian kelas dilakukan
oleh guru untuk mengetahui kemajuan dan hasil belajar peserta didik, memberikan
umpan balik, mempengaruhi proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi
pesrta didik, mendiaknosa kesulitan belajar dan pembentukan kompetensi pesrta
didik.
2. Tes kemampuan dasar
Tes kemampuan dasar dilakukan untuk mengetahui kemampuan membaca,
menulis, dan berhitung yang diperlukan dalam rangka memperbaiki program
pembelajaran.
3. Penilaian Akhir Satuan Pendidikan dan Sertifikasi
Pada setiap akhir semester dan tahun pelajaran diselenggarakan kegiatan penilaian
guna mendapatkan gambaran secara utuh dan menyeluruh mengenai ketuntasan
belajar peserta didik dalam satuan waktu tertentu. Untuk keperluan sertifikasi,
kinerja, dan hasil belajar yang dicantumkan dalam Surat Tanda Tamat Belajar
tidak semata-semata didasarkan atas hasil penilaian pada akhir jenjang sekolah
4. Benchmarking
Benchmarking merupakan suatu standar untuk mengukur kinerja yang sedang
berjalan, proses, dan hasil untuk mencapai suatu keunggulan yang memuaskan.
Ukuran keunggulan dapat ditentukan di tingkat sekolah, daerah atau nasional.
Penilaian dilaksanakan secara berkesinabungan sehingga peserta didik dapat
mencapai satuan tahap keunggulan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan
usaha dan keuletannya.
Untuk dapat memperoleh data dan informasi tentang pencapaian bechmarking
tertentu dapat diadakan penilaian secara nasional dilaksanakan pada akhir satuan
pendidikan. Hasil penilaian tersebut dapat dipakai untuk memberikan peringkat
kelas dan tidak dapat untuk memberikan nilai akhir peserta didik. Hal ini
dimaksudkan sebagai salah satu dasar pembinaan guru dan kinerja sekolah.
5. Penilaian Program
Penilaian program dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional, dan dinas

pendidikan secara kontinu dan berkesinabungan. Penilaian program dilakukan
untuk mengetahui kesesuaian kurikulum dengan dasar , fungsi, dan tujuan
pendidikan nasional, serta kesesuaiannya dengan tuntutan perkembangan
masyarakat, dan kemajuan zaman.
g. Pengembangan Peserta Didik
Pengembangan peserta didik merupakan bagian dari kompetensi pedagogig yang
harus dimiliki guru, untuk mengaktualisasikan berbagi potensi yang dimiliki oleh
setiap peserta didik. Pengembangan peserta didik dapat dilakukan oleh guru
melalui berbagai cara, antara lain kegiatan ekstrakurikuler, pengayaan dan
remedial, serta bimbingan konseling (BK).
1. Kegiatan Ekstra Kurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler yang juga sering disebut ekskul, merupakan kegiatan
tambahan di suatu lembaga pendidikan, yang dilaksaanakan di luar kegiatan
kurikuler, kegiatan ini banyak ragam dan kegiatannya, antara lain kesenian, olah
raga, kepramukaan, keagamaan dan sebagainya. Kegiatan ekskul ini
dikembangkan disekolah sesuai dengam kemampuan dan keadaan sekolah itu
sendiri.
Disamping membentuk bakat ekskul juga dapat membentuk watak dan
kepribadian anak didik, mengurangi kenakalan remaja, dapat saling mengenal satu
sama lain antara anak didik dalam suatu kelas dengan kelas lainnya. Agar
ekskulini dapat berhasil dan berdaya guna dapat dibina sesuaio denga visi dan
misi sekolah yang bersangkutan.
2. Pengayaan dan Remedial
Program ini merupakan, pelengkap dan penjabaran dari program mingguan dan
harian. Berdasarkan analisis terhadap kegiatan belajar, dan terhadap tugas-tugas,
hasil tes dan ulangan dapat diperoleh tingkat kemampuan belajar setiap peserta
didik.
Program ini juga mengidentifikasi materi yang perlu diulang, peserta didik yang
wajib mengikuti remedial, dan yang mengikuti program pengayaan.
3. Bimbingan dan Konseling Pendidikan
Sekolah berkewajiban memberikan bimbingan dan konseling kepada peserta didik
yang menyangkut pribadi, sosial, belajar dan karier. Dalam SNP pasal 28 ayat (3)
butir d, kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari
masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik,
sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan
masyartakat sekitar.
Lebih lanjut diuraikan RPP kompetensi sosial merupakan kemampuan guru
memiliki kompetensi untuk :
a. berkomunikasi secara lisan, tulisan dan isyarat
b. menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional
c. bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesame pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua/wali peserta didik
d. bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar
Dari uaraian di atas dapat disimpulkan bahwa guru adalah makhluk sosial, yang
dalam kehidupannya tidak bisa terlepas dari kehidupan sosial masyarakat, dan
lingkungannya.

G. Perbedaan Pendidikan Sekolah dengan Pendidikan Luar Sekolah.
Secara prinsip, satu-satunya perbedaan antara pendidikan luar sekolah dengan
pendidikan sekolah adalah legitimasi atau formalisasi penyelenggaraan
pendidikan. Tentang perbedaan penyelenggaraan ini, secara institusional,
tercantum pada Undang-Undang RI nomor 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pasal 10:2-3. selanjutnya, perbedaan secara operasional, Umberto Sihombing
melalui bukunya Pendidikan Luar Sekolah: Manajemen Strategi (2000:40-46)
menuliskan secara khusus dan sistematis tentang perbedaan antara Pendidikan
Luar Sekolah dengan Pendidikan Sekolah.
Kotak D mengambarkan peristiwa belajar yang terjadi secara kebetulan, tanpa
disengaja oleh kedua belah pihak. Sebagai contoh ialah suatu peristiwa tabrakan
kereta api dengan sebuah mobil. Beberapa menit setelah tabrakan terjadi, kereta
api itu berhenti. Para petugas kereta apa segera menyingkirkanmobil yang telah
rusak berat dan mereka mengeluarkan mayat para penumpang dari dalam mobil
tersebut. Seseorang atau sekelompok penumpang kereta api itu ikut menolong
mengeluarkan korban. Didapat informasi bahwa penyebab kecelakaan itu ialah
karena kelalaian pengemudi yang tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas pada
lintasan kereta api yang telah dilengkapi palang pintu. Walaupun kereta api sudah
mendekat, pengemudi itu terus menjalankan kendaraanya.
Peristiwa belajar yang terjadi saat itu ialah pihak yang belajar adalah seorang atau
sekelompok penumpang kereta ap. Sumber belajar ialah tertabraknya mobil itu
sehingga menewaskan semua penumpangnya. Faktor penyebabnya ialah
pengemudi mobil yang tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas. Proses belajar
yang terjadi ialah seorang atau sekelompok
Penumpang kereta api mengetahui faktor penyebab kecelakan itu. Dengan
pengalaman itu timbul sikap tentang pentingnya mematuhi peraturan lalu lintas,
khususnya apabila ia atau mereka mengemudikan kendaraan pada waktu melintasi
jalan kereta api. Proses belajar dalam peristiwa tersebut disebut belajar secara
kebetulan (incidental learning).
Kotak B menunjukkan kegiatan belajar yang mengajar diorganisasi oleh seseorang
atau suatu lembaga penyelengaraan program pendidikan, sedangkan dipihak lain,
seseorang atau kelompok orang hanya secara kebetulan saja mengikuti program
tersebut. Sebagai contoh, seorang petani yang secara kebetulan bangun diwaktu
subuh, sejam lebih awal darikebiasanya. Setiap bangun tidur, biasanya ia langsung
menyetel radio untuk mendengarkan warta berita.
Tetapi, pada pagi itu siaran yang terdengar dari pesawat radio adalah acara
penyuluhan pertanian yang sedang membahas program serta usaha tani,
khususnya cara pemupukan padi di sawah. Karena ia seorang petani maka pesanpesan dalam acara penyuluhan itu terus diikuti secara serius. Dalam kegiatan ini,
dapat diketahui bahwa pendidikan adalah seseorang atau lembaga yang sengaja
menyiarkan acara penyuluhan pertanian kepada masyarakat, khususnya pada
taruna tani.
Peserta didik ialah seorang petani yang kebetulan bangun pagi sejam lebih awal
dari kebiasaanya. Sedangkan kegiatan belajar ialah petani tersebut yang menerima
pesan-pesan tentang cara pemupukan keduabelah pihak, baik pendidikan maupun

peserta didik. Sebagai contoh, pendidikan yang sengaja mengajar siswa dan siswa
pun sengaja untuk belajar dari pendidik (guru) tersebut diligkungan pendidikan
sekolah. Dalam program pendidikan luar sekolah, kesengajaan ini datang dari
pihak pendidik (fasilitator, sumber belajar ) yang membelajarkan para peserta
didik (warga belajar) untuk membantu mereka melakukan kegiatan belajar,
sedangkan peserta didik pun sengaja untuk mengikuti kegiatan belajar.
Dengan demikian adanya kesengajaan dari dua pihak dalam proses pembelajaran
merupakan ciri utama pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah.
Berdasarkan urain diatas, jelaslah bahwa pendidikan luar sekolah dan pendidikan
sekolah mempunyai ciri umum yang sama, yaitu adanya kegioatan yang
disengaja, terorganisasi, sistemik, dan keduanya merupakan sub sistem dari sistem
pendidikan bangsa.
Setelah membahas beberapa pengertian pendidikan di atas maka pertanyaan yang
timbul kemudian apakah perbedaan antara pendidik luar sekolah dan pendidikan
sekolah itu. cara yang paling umum dilakukan ialah dengan membandingkan
rincian karakteristik pendidikan sekolah terhadap karakteristik pendidikan luar
sekolah (Ryan, 1972: 11). Sebagai ilustrasi, disatu pihak, pendidikan sekolah
mempunyai program yang berurutan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan
dan dapat diterapkan secara seragam disemua tempat yang memiliki kondisi sama.
Dipihak lain, pendidikan luar sekolah mempunyai program yang tidak selalu tetap
dan tidak selalu berjenjang walaupun dapat berurutan, dan dalam penyelengaran
programnya maka kebutuhan belajar dan kondisi setempat lebih diperhatikan.
Program pendidikan sekolah mempunyai tigkat keseragaman yang ketat,
sedangkan program pendidikan luar sekolah lebih berfariasi dan luas. Namun,
karakteristik pendidikan sekolah lebih mudak untuk di identifikasi dibandingkan
dengan karakteristik pendidikan luar sekolah.

=-=-=-=-

Pendidikan di lingkungan keluarga adalah pendidikan yang paling utama
pertama dan utama. Pengalihan nilai-nilai dari orang tuanya terhadap anak
hampir dua puluh empat jam melalui arahan dan bimbingan serta latihan agar
terjaminnya kelangsungan hidup. Sehingga pendidikan keluarga (Napitupulu,
1991 : 35) merupakan perkembangan, pemeliharaan dan arahan dari orang tua
atau yang lebih dewasa kepada yang belum dewasa di lingkungan satuan
terkecil masyarakat yang terdiri ayah, ibu, dan anak dengan tujuan agar
terjaminnya kelangsungan hidup

Pendidikan luar sekolah merupakan pen