BAB II PERKEMBANGAN PARTAI POLITIK - BB II

BAB II
PERKEMBANGAN PARTAI POLITIK
1.

Sejarah partai politik di indonesia
Berbicara sejarah partai politik di Indonesia, pada dasarnya harus di mulai dengan adanya
organisasi kemasyarakatan yang memposisikan diri dalam perjuangan di bidang pendidikan dan
pengajaran. Organisasi kemasyarakatan yang di maksud adalah Budi Utomo, yang di dirikan
pada tanggal 20 Mei 1908 oleh Dokter Wahidin Soedirohoesodo.25 Walaupun Budi Utomo di
bentuk hanya sebagai organisasi sosial, namun jati dirinya melekat rasa perjuangan melawan
kolonial Belanda. Oleh sebab itu, Budi Utomo Merupakan cikal bakal berdirinya partai politik di
era pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Akar pertama tumbuhnya partai politik di Indonesia yang sesungguhnya diawali dengan
berdirinya Indische Partij pada tanggal 15 September 1912 oleh Tiga Serangkai, yaitu : Douwes
Dekker, Tjipto Mangunkusumo Dan Soewardi Soeryaningrat. Partai politik inilah yang menjadi
pelopor munculnya partai-partai politik sebelum kemerdekaan Indonesia. Hal ini sejalan dengan
pernyataan
yang
dikemukakan
PK
Poerwantana,

sebagai
berikut
;
"Sejarah partai politik politik di Indonesia yang di awali pertumbuhannya sejak tahun 1912
dalam sejarah perkembangannya memiliki tujuan yang berbeda-beda. Indische partij merupakan
partai politik pertama di Indonesia yang menjadi pelopor timbulnya organisasi-organisasi politik
di zaman pra kemerdekaan, baik organisasi politik yang bersifat ilegal maupun legal."26
Perlu di jelaskan bahwa partai politik pada zaman pra kemerdekaan pada umumnya
bertujuan untuk meperjuangkan tercapainya cita-cita Indonesia ke depan.
Setelah Indische Partij di bubarkan oleh pemerintah Kolonial Belanda, maka pada tahun 1919
kembali di dirikannya National Indische Partij (NIP) yang kemudian di susul lahirnya partaipartai politik baru, antara lain : 1). Indische Social Democratische Vereniging (ISDV), 2). Partai
Nasional Indonesia, 3). Partai Indonesia, 4), Partai Indonesia Raya, 5), Serekat Islam, 6), Partai
Katolik, dan lain-lain.27 Partai-partai politik ini di dirikan bertujuan untuk melakukan
pergerakan kearah kemerdekaan Indonesia. Mereka melihat kemerdekaan sebagai hak setiap
orang dan sekelompok orang yang terlingkup di dalam suatu bangsa, tanpa perlu
menghubungkannya dengan aliran yang hidup dalam masyarakat, maupun ajaran agama yang di
anut.
Sedangkan pada rezim pemerintah Jepang yang sangat represif bertahan sampai tiga
setengah tahun. Semua sumber daya, baik kekayaan alam maupun tenaga manusia, di kerahkan
untuk menunjang perang "Asia Timur Raya". Dalam rangka itu pula semua partai di bubarkan

(yang hidup pada masa Kolonial Belanda)29. Namun pada akhirnya pemerintah militer Jepang
kembali menyetujui berdirinya sebuah partai politik yang bernama Pusat Tenaga Rakyat (Putera)
di bawah pimpinan Empat Serangkai, yakni ; Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Ki. Hajar
Dewantara dan K.H. Mansyur. Namun atas perintah pemerintah Jepang pula, partai politik ini
harus di bubarkan pada bulan Maret Tahun 194430.
Menyerahnya tentara Hindia Belanda kepada tentara Jepang, yang di susul dengan
kekalahannya tentara Jepang, Membulatkan tekad kita untuk melepaskan diri, baik dari
kolonialisme Belanda Maupun fasisme Jepang, Dan mendirikan suatu Negara modern yang
demokratis.31 Selanjutnya mengenai sejarah partai politik di Indonesia pada zaman
kemerdekaan di mulai dengan di keluarkannya Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember tahun
1945 yang lahir atas usulan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP).
Adapun isi Maklumat pemerintah pada tanggal 3 Nopember 1945 di maksud ialah :
1. Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik, karna dengan adanya partai-partai itulah

segala aliran paham yang ada dalam masyarakat dapat di pimpin kejalan yang teratur,
2. Pemerintah berharap supaya partai-partai itu telah tersusun sebelum di langsungkan pemilihan
anggota
badan-badan
perwakilan
rakyat

dalam
bulan
januari
1946.
Adanya Maklumat pemerintah tersebut, ternyata mendapat respon positif dari masyarakat dan
elit politik pada saat itu, yang di tandai dengan berdirinya partai-partai politik, seperti :
a. Partai Sosialis,
b. Partai Buruh Indonesia,
c. Partai Nasional Indonesia (PNI),
d. Partai Komunis Indonesia (PKI),
e. Partai Rakyat Jelata atau Murba,
f. Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia).33

2.

Perkembangan Partai Politik dari Masa ke Masa

Perkembangan politik pada masa orde lama dan orde baru
Sejak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia masuk dalam suatu
babak kehidupan baru sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat penuh. Dalam perjalanan

sejarahnya bangsa Indonesia mengalami berbagai perubahan asas, paham, ideologi dan doktrin
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan melalui berbagai hambatan dan
ancaman yang membahayakan perjuangan bangsa indonesia dalam mempertahankan serta
mengisi kemerdekaan. Wujud berbagai hambatan adalah disintegrasi dan instabilisasi nasional
sejak periode orde lama yang berpuncak pada pemberontakan PKI 30 September 1945 sampai
lahirlah Supersemar sebagai titik balik lahirnya tonggak pemerintahan era Orde Baru yang
merupakan koreksi total terhadap budaya dan sistem politik Orde Lama dimana masih terlihat
kentalnya mekanisme, fungsi dan struktur politik yang tradisional berlandaskan ideoligi
sosialisme komunisme.
Konfigurasi politik, menurut Dr. Moh. Mahfud MD, SH, mengandung arti sebagai
susunan atau konstelasi kekuatan politik yang secara dikotomis dibagi atas dua konsep yang
bertentangan secara diametral, yaitu konfigurasi politik demokratis dan konfigurasi politik
otoriter. Konfigurasi politik yang ada pada periode orde lama membawa bangsa Indonesia berada
dalam suatu rezim pemerintahan yang otoriter dengan berbagai produk-produk hukum yang
konservatif dan pergeseran struktur pemerintahan yang lebih sentralistik melalui ketatnya
pengawasan pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah. Pada masa ini pula politik kepartaian
sangat mendominasi konfigurasi politik yang terlihat melalui revolusi fisik serta sistem yang
otoriter sebagai esensi feodalisme. Sedangkan dibawah kepemimpinan rezim Orde Baru yang
mengakhiri tahapan tradisional tersebut pembangunan politik hukum memasuki era lepas landas
lewat proses Rencana Pembangunan Lima Tahun yang berkesinambungan dengan pengharapan

Indonesia dapat menuju tahap kedewasaan (maturing society) dan selanjutnya berkembang
menuju bangsa yang adil dan makmur.
Sistem Politik berarti mekanisme seperangkat fungsi atau peranan dalam strutkus politik
dalam hubungan satu sama lain yang menunjukkan satu proses yang langgeng. Sistem
Politik Indonesia berarti :
1. Sistem politik yang pernah berlaku di Indonesia (masa lampau)
2. sistem politik yang sedang berlaku di Indonesia (masa sekarang)
3. Sistem politik yang berlaku selama eksistensi Indonesia masih ada (masa yang akan
datang)

Di dalam dunia perpolitikan yang terjadi di Indonesia, kalau semasa orde lama berbagai
percobaan sistem kenegaraan pernah dilakukan oleh Presiden Soekarno, mulai dari percobaan
adopsi demokrasi ala barat yang puritan hingga demokrasi terpimpin. Namun, ketika orde lama
yang dimotori Soekarno tumbang, naiklah sebuah orde yang dimotori oleh pihak militer ke
jenjang kekuasaan pemerintahan yang dinamakan orde baru. Sesuai dengan jiwa orang-orang
yang berada di balik layar, maka pemerintahan yang bergaya militer dan berciri-khaskan
kebapakan (komandan) serta terkurungnya berbagai kebebasan madani mulai berkembang.
Sejarah Sistem Politik Indonesia bisa dilihat dari proses politik yang terjadi di dalamnya. Namun
dalam menguraikannya tidak cukup sekedar melihat sejarah Bangsa Indonesia tapi diperlukan
analisis sistem agar lebih efektif. Dalam proses politik biasanya di dalamnya terdapat interaksi

fungsional yaitu proses aliran yang berputar menjaga eksistensinya. Sistem politik merupakan
sistem yang terbuka, karena sistem ini dikelilingi oleh lingkungan yang memiliki tantangan dan
tekanan.
Ciri Orde Lama, yang dilakukan pada masa pemerintahan Soekarno adalah Yang
Pertama, sistem Presidensial dengan artian Presiden sebagai kepala negara yang berjalan pada
setiap priodik masa jabatan dan keseimbangan terhadap pemerintah dan rakyat. Yang Kedua,
sistem Parlementer dengan artian perdana mentri sebagai kepala negara, tetapi ada kelemahannya
yakni masa jabatannya sangat singkat dan pemerintahannya tidak stabil adapun kelebihannya
pengakuan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sangat besar. Yang Ketiga,
tentang Demokrasi Terpimpin dengan artian menjadi kepala negara seumur hidup dan hampir
pemerintahannya sangat otoriter. Adapun kegagalan dan kelebihan pada Orde Lama ada,
terutama kegagalan Orde Lama pada pemerintahan Soekarno adalah masalah ekonomi yang kian
turun, stabilitas politik-keamanan sangat kurang, dan konstitusi yang tidak komitmen. Adapun
keberhasilan pada Orde Lama adalah nation building yang sangat kuat dan diplomasi luar-negri
yang sangat besar terhadap dunia. Akan tetapi menurut para politik ini semuanya gagal dalam
pemerintahan Orde Lama.
Ciri Orde Baru, yang dilakukan pada masa pemerintahan Soeharto adalah Yang Pertama,
wawasan kebangsaan yang sangat lemah dan bersifat dogmatis atau doktrin yang terlalu
berlebihan. Yang Kedua, Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang meraja lela. Yang Ketiga, jiwa
dan bathinnya yang kering. Adapun kegagalan dan kelebihan pada Orde Baru ada, terutama

kegagalan Orde Baru pada pemerintahan Soeharto adalah ketidakadilan dalam sosial baik
pemerintah maupun rakyat jelata sekalipun sehingga timbulah korupsi pada jiwa bangsa ini,
kurangnya membangun keterbukaan politik. Adapun keberhasilan pada Orde Baru adalah
pembangunan fisik, yang amat disayangkan ialah tidak melihat sisi bathin masyarakat pada masa
itu, pertumbuhan ekonomi yang cukup baik saya kira pada era 1980 hingga 1996-an masyarakat
masih merasakan rupiah pada waktu itu sampai kepada tahap no urut 8 besar, itupun masih ada
uang inggris yang tinggi pada waktu itu, lalu stabilitas politik-keamanan yang sangat kuat
dibandingkan pada masa Orde Baru.
B.1. Masa Peralihan Orde Lama ke Orde Baru
Situasi perpolitikan nasional menjelang runtuhnya Orde Lama, ditandai dengan
pertarungan perebutan pengaruh dan upaya penciptaan hegemoni pada pemerintahan. Kekuatan
yang dominan dan memiliki pengaruh, diantaranya adalah Militer (Angkatan Darat), Masyumi,
PNI, PKI, dan Soekarno. Namun, perkembangan situasi politik membawa perubahan yang lebih
cepat. Semula berhembus isu Dewan Jenderal yang berada dalam tubuh Angkatan Darat dan
dituduh akan melakukan kudeta. Peristiwa Gerakan Tiga Puluh September (G30S) telah

membuka peta politik menjadi semakin teransparan. Saat itu, PKI menjadi satu-satunya
kelompok yang dituduh sebagai dalang dari upaya kudeta tersebut.
Peralihan Orde Lama ke Orde Baru dan Orde Baru ke Reformasi dalam tinjauan
geopolitik Indonesia makro adalah fakta pengulangan sejarah yang menempatkan sosok presiden

sebagai subyek sekaligus obyek perubahan. Namun, secara kontekstual masing-masing memiliki
faktor determinisme kausalitas yang berbeda. Praktik komunikasi politik selalu mengikuti sistem
politik yang berlaku. Di negara yang menganut sistem politik tertutup, komunikasi politik pada
umumnya mengalir dari atas (penguasa) ke bawah (rakyat). Komunikasi politik semacam itu
menerapkan paradigma komunikasi top down. Penerapan pendekatan ini memang bukan satusatunya, namun yang dominan dilaksanakan adalah pendekatan top down. Untuk mewujudkan
paradigma tersebut, pendekatan komunikasi politik terhadap media massa bersifat transmisional.
B.2. Konfigurasi politik era orde lama
Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 mengeluarkan Dekrit Presiden yang isinya
pembubaran konstituante, diundangkan dengan resmi dalam Lembaran Negara tahun 1959 No.
75, Berita Negara 1959 No. 69 berintikan penetapan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak
berlakunya lagi UUDS 1950, dan pembentukan MPRS dan DPAS. Salah satu dasar
pertimbangan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah gagalnya konstituante
melaksanakan tugasnya. Pada masa ini Soekarno memakai sistem demokrasi terpimpin.
Tindakan Soekarno mengeluarkan Dekrit pada tanggal 5 Juli 1959 dipersoalkan keabsahannya
dari sudut yuridis konstitusional, sebab menurut UUDS 1950 Presiden tidak berwenang
“memberlakukan” atau “tidak memberlakukan” sebuah UUD, seperti yang dilakukan melalui
dekrit. Sistem ini yang mengungkapkan struktur, fungsi dan mekanisme, yang dilaksanakan ini
berdasarkan pada sistem “Trial and Error” yang perwujudannya senantiasa dipengaruhi bahkan
diwarnai oleh berbagai paham politik yang ada serta disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang
cepat berkembang. Maka problema dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

yang berkembang pada waktu itu bukan masalah-masalah yang bersifat ideologis politik yang
penuh dengan norma-norma ideal yang benar, tetapi masalah-masalah praktis politik yang
mengandung realitas-realitas objektif serta mengandung pula kemungkinan-kemungkinan untuk
dipecahkan secara baik, walaupun secara normatif ideal kurang atau tidak benar.
Sistem “Trial and Error” telah membuahkan sistem multi ideologi dan multi partai politik
yang pada akhirnya melahirkan multi mayoritas, keadaan ini terus berlangsung hingga pecahnya
pemberontakan DI/TII yang berhaluan theokratisme Islam fundamental (1952-1962) dan
kemudian Pemilu 1955 melahirkan empat partai besar yaitu PNI, NU, Masyumi dan PKI yang
secara perlahan terjadi pergeseran politik ke sistem catur mayoritas. Kenyataan ini berlangsung
selama 10 tahun dan terpaksa harus kita bayar tingggi berupa:
1.
Gerakan separatis pada tahun 1957
2.
Konflik ideologi yang tajam yaitu antara Pancasila dan ideologi Islam, sehingga terjadi
kemacetan total di bidang Dewan Konstituante pada tahun 1959.
Oleh karena konflik antara Pancasila dengan theokratis Islam fundamentalis itu telah
mengancam kelangsungan hidup Negara Pancasila 17 Agustus 1945, maka terjadilah Dekrit
Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 dengan tujuan kembali ke UUD 1945 yang kemudian menjadi
dialog Nasional yang seru antara yang Pro dan yang Kontra. Yang Pro memandang dari
kacamata politik, sedangkan yang Kontra dari kacamata Yuridis Konstitusional. Akhirnya

memang masalah Dekrit Presiden tersebut dapat diselesaikan oleh pemerintah Orde Baru,
sehingga Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kelak dijadikan salah satu sumber hukum dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selanjutnya pada perang revolusi yang berlangsung
tahun 1960-1965, yang sebenarnya juga merupakan prolog dari pemberontakan Gestapu/PKI
pada tahun 1965, telah memberikan pelajaran-pelajaran politik yang sangat berharga walau harus
kita bayar dengan biaya tinggi.
B.3. Konfigurasi politik era orde baru
Orde Baru dikukuhkan dalam sebuah sidang MPRS yang berlangsung pada Juni-Juli
1966. diantara ketetapan yang dihasilkan sidang tersebut adalah mengukuhkan Supersemar dan
melarang PKI berikut ideologinya tubuh dan berkembang di Indonesia. Menyusul PKI sebagai
partai terlarang, setiap orang yang pernah terlibat dalam aktivitas PKI ditahan. Sebagian diadili
dan dieksekusi, sebagian besar lainnya diasingkan ke pulau Buru. Pada masa Orde Baru pula
pemerintahan menekankan stabilitas nasional dalam program politiknya dan untuk mencapai
stabilitas nasional terlebih dahulu diawali dengan apa yang disebut dengan konsensus
nasional. Ada dua macam konsensus nasional, yaitu :
1.
Pertama berwujud kebulatan tekad pemerintah dan masyarakat untuk melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Konsensus pertama ini disebut juga
dengan konsensus utama;

2.
Sedangkan konsensus kedua adalah konsensus mengenai cara-cara melaksanakan
konsensus utama. Artinya, konsensus kedua lahir sebagai lanjutan dari konsensus utama dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Konsensus kedua lahir antara pemerintah dan partaipartai politik dan masyarakat.
Pada Pemilu 1971 partai-partai politik disaring melalui verifikasi hingga tinggal sepuluh
partai politik yang dinilai memenuhi syarat untuk menjadi peserta pemilu. Dalam pemilu kali ini
didapati Golongan Karya (Golkar) menjadi peserta pemilu. Pada mulanya Golkar merupakan
gabungan dari berbagai macam organisasi fungsional dan kekaryaan, yang kemudian pula pada
20 Oktober 1984 mendirikan Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar). Tujuannya
antara lain memberikan perlindungan kepada kelompok-kelompok fungsional dan mengkoordinir
mereka dalam front nasional. Sekber Golkar ini merupakan organisasi besar yang
dikonsolidasikan dalam kelompok-kelompok induk organisasi seperti SOKSI, KOSGORO,
MKGR dan lainnya sebagai “Political Battle Unit “ rezim orde baru.
Pasca pemilu 1971 muncul kembali ide-ide penyederhanaan partai yang dilandasi
penilaian hal tersebut harus dilakukan karena partai politik selalu menjadi sumber yang
mengganggu stabilitas, gagasan ini menimbulkan sikap Pro dan Kontra karena dianggap
membatasi atau mengekang aspirasi politik dan membentuk partai-partai hanya kedalam
golongan nasional, spiritual dan karya. Pada tahun 1973 konsep penyederhanaan partai (Konsep
Fusi) sudah dapat diterima oleh partai-partai yang ada dan dikukuhkan melalui Undang-Undang
No. 3/1975 tentang Partai Politik dan Golongan, sistem fusi ini berlangsung hingga lima kali
Pemilu selama pemerintahan orde baru (1977, 1982, 1987, 1992 dan 1997).
B.4. Partai Politik
Melihat sejarah sepanjang Orde Lama sampai Orde Baru partai politik mempunyai peran
dan posisi yang sangat penting sebagai kendaraan politik sekelompok elite yang berkuasa,
sebagai ekspresi ide, pikiran, pandangan dan keyakinan kebebasan. Pada umumnya para
ilmuwan politik menggambarkan adanya empat fungsi partai politik, menurut Miriam Budiardjo
meliputi:
1.
Sarana komunikasi politik
2.
Sosialisasi politik

3.
Sarana rekruitmen politik
4.
Pengatur konflik.
B.5. Partai Politik dalam Era Orde Lama
Pada masa sesudah kemerdekaan, Indonesia menganut sistem multi partai yang ditandai dengan
hadirnya 25 partai politik. Hal ini ditandai dengan Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16
Oktober 1945 dan Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945. Menjelang Pemilihan
Umum 1955 yang berdasarkan demokrasi liberal bahwa jumlah parpol meningkat hingga 29
parpol dan juga terdapat peserta perorangan.
Pada masa diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sistem kepartaian Indonesia dilakukan
penyederhanaan dengan Penpres No. 7 Tahun 1959 dan Perpres No. 13 Tahun 1960 yang
mengatur tentang pengakuan, pengawasan dan pembubaran partai-partai. Kemudian pada tanggal
14 April 1961 diumumkan hanya 10 partai yang mendapat pengakuan dari pemerintah, antara
lain adalah sebagai berikut: PNI, NU, PKI, PSII, PARKINDO, Partai Katholik, PERTI MURBA
dan PARTINDO. Namun, setahun sebelumnya pada tanggal 17 Agustus 1960, PSI dan Masyumi
dibubarkan.
Dengan berkurangnya jumlah parpol dari 29 parpol menjadi 10 parpol tersebut, hal ini tidak
berarti bahwa konflik ideologi dalam masyarakat umum dan dalam kehidupan politik dapat
terkurangi. Untuk mengatasi hal ini maka diselenggarakan pertemuan parpol di Bogor pada
tanggal 12 Desember 1964 yang menghasilkan “Deklarasi Bogor.”
B.6. Partai Politik dalam Era Orde Baru
Dalam masa Orde Baru yang ditandai dengan dibubarkannya PKI pada tanggal 12 Maret 1966
maka dimulai suatu usaha pembinaan terhadap partai-partai politik. Pada tanggal 20 Pebruari
1968 sebagai langkah peleburan dan penggabungan ormas-ormas Islam yang sudah ada tetapi
belum tersalurkan aspirasinya maka didirikannyalah Partai Muslimin Indonesia (PARMUSI)
dengan massa pendukung dari Muhammadiyah, HMI, PII, Al Wasliyah, HSBI, Gasbindo, PUI
dan IPM.
Selanjutnya pada tanggal 9 Maret 1970, terjadi pengelompokan partai dengan terbentuknya
Kelompok Demokrasi Pembangunan yang terdiri dari PNI, Partai Katholik, Parkindo, IPKI dan
Murba. Kemudian tanggal 13 Maret 1970 terbentuk kelompok Persatuan Pembangunan yang
terdiri atas NU, PARMUSI, PSII, dan Perti. Serta ada suatu kelompok fungsional yang
dimasukkan dalam salah satu kelompok tersendiri yang kemudian disebut Golongan Karya.
Dengan adanya pembinaan terhadap parpol-parpol dalam masa Orde Baru maka terjadilah
perampingan parpol sebagai wadah aspirasi warga masyarakat kala itu, sehingga pada akhirnya
dalam Pemilihan Umum 1977 terdapat 3 kontestan, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) serta satu Golongan Karya. Hingga Pemilihan Umum
1977, pada masa ini peserta pemilu hanya terdiri sebagaimana disebutkan diatas, yakni 2 parpol
dan 1 Golkar. Dan selama masa pemerintahan Orde Baru, Golkar selalu memenangkan Pemilu.
Hal ini mengingat Golkar dijadikan mesin politik oleh penguasa saat itu.
B.7. Latar belakang lahirnya orde baru
Orde baru merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk memisahkan antara kekuasaan masa
Sukarno(Orde Lama) dengan masa Suharto. Sebagai masa yang menandai sebuah masa baru
setelah pemberontakan PKI tahun 1965. Orde baru lahir sebagai upaya untuk :
·
Mengoreksi total penyimpangan yang dilakukan pada masa Orde Lama.
·
Penataan kembali seluruh aspek kehidupan rakyat, bangsa, dan negara Indonesia.

·
Melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
·
Menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna
mempercepat proses pembangunan bangsa.
Latar belakang lahirnya Orde Baru :
1. Terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965.
2. Keadaan politik dan keamanan negara menjadi kacau karena peristiwa Gerakan 30
September 1965 ditambah adanya konflik di angkatan darat yang sudah berlangsung
lama.
3. Keadaan perekonomian semakin memburuk dimana inflasi mencapai 600% sedangkan
upaya pemerintah melakukan devaluasi rupiah dan kenaikan harga bahan bakar
menyebabkan timbulnya keresahan masyarakat.
4. Reaksi keras dan meluas dari masyarakat yang mengutuk peristiwa pembunuhan besarbesaran yang dilakukan oleh PKI. Rakyat melakukan demonstrasi menuntut agar PKI
berserta Organisasi Masanya
dibubarkan serta tokoh-tokohnya diadili.
5. Kesatuan aksi (KAMI,KAPI,KAPPI,KASI,dsb) yang ada di masyarakat bergabung
membentuk Kesatuan Aksi berupa “Front Pancasila” yang selanjutnya lebih dikenal
dengan “Angkatan 66” untuk menghacurkan tokoh yang terlibat dalam Gerakan 30
September 1965.
6. Kesatuan Aksi “Front Pancasila” pada 10 Januari 1966 di depan gedung DPR-GR
mengajukan tuntutan”TRITURA”(Tri Tuntutan Rakyat) yang berisi :
·
Pembubaran PKI berserta Organisasi Massanya
·
Pembersihan Kabinet Dwikora
·
Penurunan Harga-harga barang.
7. Upaya reshuffle kabinet Dwikora pada 21 Februari 1966 dan Pembentukan Kabinet
Seratus Menteri tidak juga memuaskan rakyat sebab rakyat menganggap di kabinet
tersebut duduk tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965.
8. Wibawa dan kekuasaan presiden Sukarno semakin menurun setelah upaya untuk
mengadili tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 tidak
berhasil dilakukan meskipun telah dibentuk Mahkamah Militer Luar Biasa(Mahmilub).
9. Sidang Paripurna kabinet dalam rangka mencari solusi dari masalah yang sedang
bergejolak tak juga berhasil. Maka Presiden mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret
1966 (SUPERSEMAR) yang ditujukan bagi Letjen Suharto guna mengambil langkah
yang dianggap perlu untuk mengatasi keadaan negara yang semakin kacau dan sulit
dikendalikan.
Upaya menuju pemerintahan Orde Baru :
·
Setelah dikelurkan Supersemar maka mulailah dilakukan penataan pada kehidupan
berbangsa dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Penataan dilakukan di dalam
lingkungan lembaga tertinggi negara dan pemerintahan.
·
Dikeluarkannya Supersemar berdampak semakin besarnya kepercayaan rakyat kepada
pemerintah karena Suharto berhasil memulihkan keamanan dan membubarkan PKI.
·
Munculnya konflik dualisme kepemimpinan nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan
karena saat itu Soekarno masih berkuasa sebagai presiden sementara Soeharto menjadi pelaksana
pemerintahan.

·
Konflik Dualisme inilah yang membawa Suharto mencapai puncak kekuasaannya karena
akhirnya Sukarno mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada
Suharto.
·
Pada tanggal 23 Februari 1967, MPRS menyelenggarakan sidang istimewa untuk
mengukuhkan pengunduran diri Presiden Sukarno dan mengangkat Suharto sebagai pejabat
Presiden RI. Dengan Tap MPRS No. XXXIII/1967 MPRS mencabut kekuasaan pemerintahan
negara dan menarik kembali mandat MPRS dari Presiden Sukarno .
·
12 Maret 1967 Jendral Suharto dilantik sebagai Pejabat Presiden Republik
Indonesia. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Lama dan dimulainya kekuasaan
Orde Baru.
·
Pada Sidang Umum bulan Maret 1968 MPRS mengangkat Jendral Suharto sebagai
Presiden Republik Indonesia.
B.8. Kehidupan Politik Masa Orde Baru
Upaya untuk melaksanakan Orde Baru :
 Melakukan pembaharuan menuju perubahan seluruh tatanan kehidupan masyarakat
berbangsa dan bernegara.
 Menyusun kembali kekuatan bangsa menuju stabilitas nasional guna mempercepat proses
pembangunan menuju masyarakat adil dan makmur.
 Menetapkan Demokrasi Pancasila guna melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen.
 Melaksanakan Pemilu secara teratur serta penataan pada lembaga-lembaga negara.
Pelaksanaan Orde Baru :
 Awalnya kehidupan demokrasi di Indonesia menunjukkan kemajuan.
 Perkembangannya, kehidupan demokrasi di Indonesia tidak berbeda dengan masa
Demokrasi Terpimpin.
 Untuk menjalankan Demokrasi Pancasila maka Indonesia memutuskan untuk menganut
sistem pemerintahan berdasarkan Trias Politika(dimana terdapat tiga pemisahan
kekuasaan di pemerintahan yaitu Eksekutif,Yudikatif, Legislatif) tetapi itupun tidak
diperhatikan/diabaikan.
Langkah yang diambil pemerintah untuk penataan kehidupan Politik :
A.
Penataan Politik Dalam Negeri
1. Pembentukan Kabinet Pembangunan
Kabinet awal pada masa peralihan kekuasaan (28 Juli 1966) adalah Kabinet AMPERA dengan
tugas yang dikenal dengan nama Dwi Darma Kabinet Ampera yaitu untuk menciptakan stabilitas
politik dan ekonomi sebagai persyaratan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Program
Kabinet AMPERA yang disebut Catur Karya Kabinet AMPERA adalah sebagai berikut :
 Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan.
 Melaksanakan pemilihan Umum dalam batas waktu yakni 5 Juli 1968.
 Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan nasional.
 Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan
manifestasinya

Selanjutnya setelah sidang MPRS tahun 1968 menetapkan Suharto sebagai presiden untuk masa
jabatan 5 tahun maka dibentuklah kabinet yang baru dengan nama Kabinet Pembangunan dengan
tugasnya yang disebut dengan Pancakrida, yang meliputi :
 Penciptaan stabilitas politik dan ekonomi
 Penyusunan dan pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun Tahap pertama
 Pelaksanaan Pemilihan Umum
 Pengikisan habis sisa-sisa Gerakan 3o September
 Pembersihan aparatur negara di pusat pemerintahan dan daerah dari pengaruh PKI.
2. Pembubaran PKI dan Organisasi masanya
Suharto sebagai pengemban Supersemar guna menjamin keamanan, ketenangan, serta kestabilan
jalannya pemerintahan maka melakukan :
 Pembubaran PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkuat dengan dikukuhkannya
Ketetapan MPRS No. IX Tahun 1966.
 Dikeluarkan pula keputusan yang menyatakan bahwa PKI sebagai organisasi terlarang
di Indonesia.
 Pada tanggal 8 Maret 1966 dilakukan pengamanan 15 orang menteri yang dianggap
terlibat Gerakan 30 September 1965. Hal ini disebabkan muncul keraguan bahwa mereka
tidak hendak membantu presiden untuk memulihkan keamanan dan ketertiban
3. Penyederhanaan dan Pengelompokan Partai Politik
Setelah pemilu 1971 maka dilakukan penyederhanakan jumlah partai tetapi bukan berarti
menghapuskan partai tertentu sehingga dilakukan penggabungan (fusi) sejumlah partai. Sehingga
pelaksanaannya kepartaian tidak lagi didasarkan pada ideologi tetapi atas persamaan program.
Penggabungan tersebut menghasilkan tiga kekuatan sosial-politik, yaitu :
 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan fusi dari NU, Parmusi, PSII, dan Partai
Islam Perti yang dilakukan pada tanggal 5 Januari 1973 (kelompok partai politik Islam)
 Partai Demokrasi Indonesia (PDI), merupakan fusi dari PNI, Partai Katolik, Partai
Murba, IPKI, dan Parkindo (kelompok partai politik yang bersifat nasionalis).
 Golongan Karya (Golkar)
4. Pemilihan Umum
Selama masa Orde Baru telah berhasil melaksanakan pemilihan umum sebanyak enam kali yang
diselenggarakan setiap lima tahun sekali, yaitu: tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama Orde Baru menimbulkan kesan bahwa demokrasi
di Indonesia sudah tercipta. Apalagi pemilu itu berlangsung secara tertib dan dijiwai oleh asas
LUBER(Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia). Kenyataannya pemilu diarahkan pada
kemenangan peserta tertentu yaitu Golongan Karya (Golkar) yang selalu mencolok sejak pemilu
1971-1997. Kemenangan Golkar yang selalu mendominasi tersebut sangat menguntungkan
pemerintah dimana terjadi perimbangan suara di MPR dan DPR. Perimbangan tersebut
memungkinkan Suharto menjadi Presiden Republik Indonesia selama enam periode pemilihan.
Selain itu, setiap Pertangungjawaban, Rancangan Undang-undang, dan usulan lainnya dari
pemerintah selalu mendapat persetujuan dari MPR dan DPR tanpa catatan.
5. Peran Ganda ABRI
Guna menciptakan stabilitas politik maka pemerintah menempatkan peran ganda bagi ABRI
yaitu sebagai peran hankam dan sosial. Sehingga peran ABRI dikenal dengan Dwifungsi ABRI.
Peran ini dilandasi dengan adanya pemikiran bahwa TNI adalah tentara pejuang dan pejuang

tentara. Kedudukan TNI dan Polri dalam pemerintahan adalah sama di lembaga MPR/DPR dan
DPRD mereka mendapat jatah kursi dengan pengangkatan. Pertimbangan pengangkatannya
didasarkan pada fungsi stabilisator dan dinamisator.
6. Pemasyarakatan P4
Pada tanggal 12 April 1976, Presiden Suharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk
menghayati dan mengamalkan Pancasila yaitu gagasan Ekaprasetia Pancakarsa. Gagasan tersebut
selanjutnya ditetapkan sebagai Ketetapan MPR dalam sidang umum tahun 1978 mengenai
“Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila” atau biasa dikenal sebagai P4.
Guna mendukung program Orde baru yaitu Pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni
dan konsekuen maka sejak tahun 1978 diselenggarakan penataran P4 secara menyeluruh pada
semua lapisan masyarakat.
Tujuan dari penataran P4 adalah membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi
Pancasila sehingga dengan pemahaman yang sama diharapkan persatuan dan kesatuan nasional
akan terbentuk dan terpelihara. Melalui penegasan tersebut maka opini rakyat akan mengarah
pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah Orde Baru.
Pelaksanaan Penataran P4 tersebut menunjukkan bahwa Pancasila telah dimanfaatkan oleh
pemerintahan Orde Baru. Hal ini tampak dengan adanya himbauan pemerintah pada tahun 1985
kepada semua organisasi untuk menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal. Penataran P4
merupakan suatu bentuk indoktrinasi ideologi sehingga Pancasila menjadi bagian dari sistem
kepribadian, sistem budaya, dan sistem sosial masyarakat Indonesia.

Dokumen yang terkait

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

Peningkatan keterampilan menyimak melalui penerapan metode bercerita pada siswa kelas II SDN Pamulang Permai Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014

20 223 100

SOAL ULANGAN HARIAN IPS KELAS 2 BAB KEHIDUPAN BERTETANGGA SEMESTER 2

12 263 2

PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI KANTOR KESATUAN BANGSA DAN POLITIK KOTA METRO

15 107 59

PENGARUH PEMBERIAN ASUHAN SAYANG IBU BERSALIN TERHADAP LAMA PERSALINAN KALA II PRIMIPARA

0 0 6

BAB IV HASIL PENELITIAN - Pengaruh Dosis Ragi Terhadap Kualitas Fisik Tempe Berbahan Dasar Biji Cempedak (Arthocarpus champeden) Melalui Uji Organoleptik - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 2 20

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Uji Kualitas Mikrobiologi Minuman Olahan Berdasarkan Metode Nilai MPN Coliform di Lingkungan Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) Kelurahan Pahandut Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

1 2 12

BAB IV HASIL PENELITIAN - Penerapan model pembelajaran inquiry training untuk meningkatkan berpikir kritis dan hasil belajar siswa pada pokok bahasan gerak lurus - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 1 23