Program Stokastik Cacah Campuran Dua Tahap Chapter III VII

BAB 3
PROGRAM STOKASTIK

3.1 Model Dasar Program Stokastik
Model antisipatif dan adaptif merupakan kasus khusus dari program stokastik. Kombinasi keduanya menghasilkan model rekursif yang menjadi fokus
dalam penelitian ini.

3.1.1 Model Antisipatif
Model ini juga disebut sebagai model statis, dalam mana keputusan tidak
tergantung pada pengamatan masa datang. Perancanaan yang baik harus
memperhitungkan semua realisasi masa datang yang mungkin karena tidak
akan ada kesempatan untuk memperbaharui keputusan nantinya.
Dalam model antisipatif kelayakan dinyatakan dalam kendala probabilistik. Misalnya, tingkat keandalan α dengan 0 < α ≤ 1, dinyatakan dan kendala
ditulis dalam bentuk
P {w|fj (x, w) = 0, j = 1, 2, . . . , n} ≥ α
Disini x adalah vector peubah keputusan m dimensi dan fi : Rm × Ω → R, j =
1, . . . , n. Fungsi objektif juga dapat bertipe keandalan seperti P {w|f0 (x, w) ≤
γ}, dimana f0 : Rm × Ω → R ∪ {+∞} dan γ konstanta.
Model antisipatif memilih kebijakan yang memenuhi karakteristik kendala
yang diinginkan dan fungsi objektif.


12

Universitas Sumatera Utara

13
3.1.2 Model Adaptif
Dalam model ini, informasi yang dikaitkan dengan ketidakpastian muncul
secara parsial sebelum pengambilan keputusan, jadi optimisasi terjadi dalam
lingkungan pembelajaran. Andaikan A koleksi dari semua informasi relevan
yang tersedia melalui pengamatan yang merupakan sub-gelanggang dari semua
kejadian yang mungkin. Keputusan x tergantung pada kejadian yang dapat
diamati, dan x disebut A teradaptasi atau A terukur. Program stokastik
adaptif dapat diformulasikan sebagai
min E[f0 (x(w), w)|A]
Kendala E[f j(x(w), w)|A] = 0, j = 1, 2, . . . , n
x(w) ∈ X, hampir pasti

(3.1)

Pemetaan x : Ω → X adalah sedemikian hingga x(w) merupakan A terukur.

Persoalan ini dapat disajikan dengan menyelesaikan untuk setiap w program
deterministik berikut :
min E[f0 (x, ·)|A](w)
Kendala E[f j(x, ·)|A](w) = 0, j = 1, 2, . . . , n
x∈X

(3.2)

Ada dua kasus ekstrim yaitu informasi lengkap dan tidak ada informasi sama
sekali. Kasus pertama mengakibatkan model menjadi bentuk model antisipatif
sedangkan untuk kasus kedua dikenal sebagai model distribusi. Yang paling
menarik adalah jika hanya sebagian informasi yang tersedia.

3.1.3 Model Recourse
Model ini menggabungkan dua model yang diutarakan terdahulu, yang
ingin menentukan kebijakan yang tidak hanya mengantisipasi pengamatan
masa datang tapi juga memperhitungkan informasi yang ada untuk membuat
keputusan rekursif. Misalnya, manajer portofolio memperhatikan gerak masa
datang agar saham (antisipasi) tetapi juga menyeimbangkan posisi portofo-


Universitas Sumatera Utara

14
lio ketika harga berubah (adaptasi). Persoalan program stokastik dua tahap
dengan rekursif dapat ditulis sebagai
min f (x) + E[Q(x, w)]
Kendala Ax = b
(3.3)
M0
x ∈ R+
x adalah keputusan antisipatif tahap pertama yang diambil sebelum peubah
acak teramati dan Q(x, w) merupakan nilai optimalnya, untuk sembarang Ω,
dari program tak linier:
min ξ(y, w)
Kendala W (w)y = h(w)T (w)x
(3.4)
M1
y ∈ R+
dengan y keputusan adaptif tahap kedua yang tergantung pada realisasi vektor acak tahap pertama, ξ(y, w) merupakan fungsi biaya tahap kedua, dan
{T (w), W (w), h(w)|w ∈ Ω} adalah parameter model dengan dimensi tertentu.

Parameter-parameter ini merupakan fungsi dari vektor acak w dan karena itu
merupakan parameter acak. T adalah matriks teknologi yang mengandung
koefisien teknologi yang mengubah keputusan tahap pertama x menjadi sumber daya untuk persoalan tahap kedua. W adalah matriks recourse dan h
vector sumber daya tahap kedua.
Secara umum model recourse dua tahap dapat di formulasikan sebagai
"
#
min f (x) + E

min {ξ(y, w)|T (w)x + W (w)y = h(w)}
M

y∈R+ 1

(3.5)

Kendala Ax = b
M0
x ∈ R+


Dari bentuk program stokastik perlu dibentuk model deterministik yang ekivalen sehingga mudah terselesaikan.

3.2 Formulasi Deterministik Ekivalen
Pandang model program stokastik linier berikut

˜

min g0 (x, ξ)
˜ 6 0, i = 1, . . . , m,
s.t. gi (x, ξ)

x ∈ X ⊂ Rn ,

(3.6)

Universitas Sumatera Utara

15
dengan ξ˜ vektor acak yang bervariasi pada himpunan Ξ ⊂ Rk . Lebih tepat
lagi, diandaikan bahwa keluarga (family) F dari kejadian, yaitu himpunan

bagian dari Ξ, dan sebaran peluang P pada F diketahui. Jadi untuk setiap
himpunan bagian A ⊂ Ξ yang merupakan kejadian-kejadian, yaitu A ∈ F ,
peluang P (A) diketahui. Selanjutnya, diandaikan bahwa fungsi gi (x, ·) : Ξ →
R ∀x, i merupakan peubah acak dan sebaran peluang P adalah bebas.
Namun, problema (3.6) tidak well defined karena pengertian min dan
juga kendala tidak jelas, jika yang diperhitungkan adalah nilai keputusan x
˜ Karena itu revisi terhadap proses pemosebelum mengetahui realisasi dari ξ.
delan perlu dilakukan, yang akan menghasilkan model deterministik ekivalen
untuk (3.6).

3.2.1 Proses Formulasi
Pembentukan model analogi terhadap program stokastik linier dengan
recourse, untuk problema (3.6) dilakukan dengan cara berikut. Ambil
gi+ (x, ξ)

=



0

jika gi (x, ξ) 6 0,
gi (x, ξ)
selainnya,

Kendala ke i dari (3.6) dilanggar jika dan hanya jika gi+ (x, ξ) > 0 untuk suatu
˜ Di sini dapat diberikan untuk setiap kendala
keputusan x dan realisasi ξ dari ξ.
suatu recourse atau aktivitas tahap-kedua yi (ξ), setelah mengamati realisasi
ξ, dipilih sehingga mengantisipasi pelanggaran kendala - jika ada - dengan
memenuhi gi (x, ξ)−yi (ξ) 6 0. Usaha tambahan ini diandaikan mengakibatkan
penambahan biaya atau penalti qi per unit, jadi biaya tambahan ini (disebut
fungsi recourse) berjumlah
( m
)
X
Q(x, ξ) = min
qi yi (ξ)|yi (ξ) > gi+ (x, ξ), i = 1, · · · , m
y

(3.7)


i=1

Universitas Sumatera Utara

16
Yang menghasilkan biaya total - tahap pertama dan biaya recourse
f0 (x, ξ) = g0 (x, ξ) + Q(x, ξ)

(3.8)

Selain (3.7), dapat dipikirkan suatu program linier recourse yang lebih umum
dengan suatu recourse vektor y(ξ) ∈ Y ⊂ Rn̄ , (Y himpunan polyhedral, seperti
{y|y ≥ 0}), suatu sembarang fixed m × n̄ matrix W ( matriks recourse ) dan
vektor unit biaya q ∈ Rn̄ , menghasilkan untuk (3.8) fungsi recourse


Q(x, ξ) = min q T y|W y > g + (x, ξ), y ∈ Y
y


(3.9)

T
+
dengan g + (x, ξ) = g1+ (x, ξ), · · · , gm
(x, ξ) .

Perhatikan suatu pabrik menghasilkan m produk, gi (x, ξ) dapat dipahami sebagai perbedaan {permintaan}-{output} produk i. Maka gi+ (x, ξ) > 0
berarti bahwa terdapat kekurangan dalam produk i, relatif terhadap permintaan. Dengan mengandaikan bahwa pabrik komit untuk memenuhi permintaan,
problema (3.7) misalnya dapat diinterpretasikan sebagai membeli kekurangan
produk i di pasar. Problema (3.9) dapat dihasilkan dari program produksi
tahap-kedua atau emergency, yang dilaksanakan dengan faktor input y dan
teknologi disajikan oleh matriks W . Jika dipilih W = I, m × m identitas
matriks, (3.7) menjadi kasus khusus dari (3.9).
Akhirnya juga dapat dipikirkan program recourse nonlinier untuk mendefinisikan fungsi recourse terhadap (3.8); misalnya, Q(x, ξ) dapat dipilih sebagai


Q(x, ξ) = min q(y)|Hi (y) > gi+ (x, ξ), i = 1, · · · , m; y ∈ Y ⊂ Rn̄ ,

(3.10)


Dengan q : Rn̄ → R dan Hi : Rn̄ → R diandaikan diketahui.

Dalam kasus terapan, pengambil keputusan yang ingin meminimumkan
nilai ekspektasi biaya total (yaitu, tahap pertama dan biaya recourse), cukup

Universitas Sumatera Utara

17
memandang formulasi deterministik ekivalen, program stokastik dua-tahap dengan recourse
n
o
˜
˜
˜
min Eξ̃ f0 (x, ξ) = min Eξ̃ g0 (x, ξ) + Q(x, ξ) .
x∈X

x∈X


(3.11)

Problema dua-tahap di atas dapat diperluas terhadap program recourse tahapganda sebagai berikut: di samping dua keputusan x dan y, harus diambil ditahap 1 dan 2, sekarang problema dihadapkan dengan K+1 keputusan sequensial
x0 , x1 , · · · , xK (xτ ∈ Rn̄τ ), yang harus diambil pada tahap τ = 0, 1, · · · , K. Kata tahap dapat, tapi tidak perlu, diartikan sebagai periode waktu.
Andaikan untuk penyederhanaan bahwa objectif dari (3.6) deterministik, yaitu,
g0 (x, ξ) = g0 (x). Pada tahap τ (τ > 1) diketahui realisasi ξ1 , · · · , ξτ dari vektor acak ξ˜1 , · · · , ξ˜τ dan keputusan sebelumnya x0 , · · · , xτ −1 , harus diputuskan
terhadap xτ sehingga kendala (dengan fungsi kendala gτ )
gτ (x0 , · · · , xτ , ξ1 , · · · , ξτ 6 0)
dipenuhi, yang pada tahap ini hanya dapat dicapai oleh pemilihan tepat xτ ,
yang didasarkan pada pengetahuan keputusan dan realisasi sebelumnya. Jadi,
dengan mengandaikan fungsi biaya qτ (xτ ), pada tahap τ ≥ 1 diperoleh fungsi
recourse
Qτ = (x0 , x1 , . . . , xτ −1 , ξ1 , . . . , ξτ ) = min {qτ (xτ )|gτ (x0 , x1 , . . . , xτ −1 , ξ1 , . . . , ξτ ) 6 0}


Yang mengidentifikasikan tindakan optimal recourse x̂τ pada waktu τ tergantung pada keputusan sebelumnya dan realisasi yang diamati hingga tahap τ ,
yaitu,
x̂τ = x̂τ (x0 , · · · , xτ −1 , ξ1 , · · · , ξτ ), τ > 1
Jadi, untuk tahap ganda, diperoleh sebagai total biaya untuk problema tahap-

Universitas Sumatera Utara

18
ganda
f0 (x0 , ξ1 , · · · , ξK ) = g0 (x0 ) +

K
X

Eξ̃1 ,··· ,ξ̃τ Qτ (x0 , x̂1 , · · · , x̂τ −1 , ξ1 , · · · , ξτ )

τ =1

(3.12)

menghasilkan deterministik ekivalen untuk problema program stokastik tahap
ganda dengan recourse
#
"
K
X
min g0 (x0 ) +
Eξ̃1 ,··· ,ξ̃τ Qτ (x0 , x̂1 , · · · , x̂τ −1 , ξ˜1 , · · · , ξ˜τ )
x0 ∈X

(3.13)

τ =1

Jelas merupakan generalisasi langsung dari program stochastik dua-tahap dengan recourse (3.11).

3.3 Pohon Skenario
Dalam banyak aplikasi, sebaran peubah acak tidak diketahui atau walaupun diketahui, terlalu mahal untuk memperhatikan sebaran diskrit dengan
banyak hasil yang mungkin atau menangani sebaran kontinu dengan integrasi
numerik. Merupakan hal yang umum untuk memilih himpunan hasil representatif yang relatif kecil yang disebut skenario untuk menyajikan kejadian acak.
Skenario dapat merupakan kuartil dari sebaran yang diketahui atau data historis, prediksi dan beberapa pohon atau dibangun dengan simulasi. Setiap
skenario diberikan nilai probabialitas untuk merefleksikan kemungkinan kejadiannya. Untuk model tahap ganda, informasi skenario dapat diorganisasikan
ke dalam struktur pohon.
Buhul AKAR menyatakan waktu sekarang atau bagian dari data yang
diketahui. Pada tahap 2, terdapat 4 kemungkinan berbeda dan setiap dari
padanya mempunyai berbagai hasil berbeda yang mungkin di tahap 3 dan
seterusnya. Suatu skenario terdiri dari lintasan lengkap dari buhul akar ke satu
buhul daun, mendefinisikan realisasi tunggal dari himpunan peubah acak.

Universitas Sumatera Utara

19
Gambar 3.1 memberikan contoh pohon skenario untuk persoalan 4 tahap

Ambil jumlah tahap T dan jumlah hasil yang mungkin dalam setiap
tahap dapat dilabel secara berurutan oleh Kt, untuk t = 1, . . . T . Buhul di
setiap tahap dapat dilabel secara berurutan dengan kt = 1, . . . , Kt untuk
semua t. Dt(k) menyatakan turunan langsung dalam waktu t dari buhul k.
Misalnya dalam pohon skenario di Gambar 3.1 . D3 (1) memperlihatkan
turunan langsung dari buhul 1 yang merupakan dua buhul paling kiri dalam
waktu 3. Untuk setiap buhul daun k dalam tahap T , andaikan Ptk merupakan
probabilitas terkait dari keterjadian skenario. Untuk t = T 1 , − − − − − − 1, pkt
diberikan oleh
pkt+1 =

X

p1t+1

1∈Dt+1

dengan p1 = 1

Pohon keputusan memberikan kelenturan kepada pemodel untuk memilih
skenario yang diperlukan untuk diperhatikan dan kepentingannya. Begitupun
tidaklah praktis untuk memperhatikan terlalu banyak skenario. Ini terutama
terjadi untuk persoalan dimana banyak mengandung faktor acak.

Universitas Sumatera Utara

BAB 4
PENENTUAN SKENARIO

4.1 Beberapa Pengertian
Problem keputusan sekuensial tahap ganda muncul dalam berbagai pemakaian, yaitu keuangan (Carino et.al, 1998), sitem produksi (Boskma et.al,
1977), pembangkit daya (Nowak dan Romisch, 2000) dan banyak lagi. Ketidak pastian dari data (misalnya, harga, harga permintaan, ketersediaan),
bersama-sama dengan perubahan sekuensial data terhadap waktu, mengarah
pada model optimisasi dengan ketidakpastian sekuensial. Model demikian
dapat mengambil salah satu dari berikut : i) program stokastik tahap ganda (PSTG), atau ii) program dinamik stokastik (misalnya proses keputusan
Markov). Sementara program dinamik stokastik (PDS) dapat merupakan pendekatan sesuai untuk situasi tertentu, kebanyakan aplikasi realistik menghendaki sejumlah besar peubah status yang mana sulit diakumulasi secara efesien
oleh PDS. Untuk aplikasi realistik berskala besar dengan banyak peubah status
dan kendala, PSTG memberikan alat pemodelan yang cocok. Namun, perkembangan yang ada saat ini untuk PSTG adalah keterbatasan komputasinya.
Salah satu prasyarat untuk model PSTG adalah diskritisasi dari proses stokastik yang menyajikan perubahan data acak. Walaupun peubah acak yang
membentuk proses ini kontinu, PSTG harus terselesaikan secara numerik dan
ini menghendaki peubah acak diskrit (nyatanya, peubah ini harus hanya mempunyai sejumlah hasil yang berhingga); proses diskrit ini dapat disajikan oleh
pohon skenario dan ia biasanya suatu diskritisasi dari proses kontinu atau
agregasi dari proses diskrit.
20

Universitas Sumatera Utara

21
Terdapat pendekatan sains dan seni terhadap diskritisasi/agregasi dari
proses evolusi data. Sains muncul dalam pendekatan proses evolusi data; seni
timbul dari realisasi bahwa diskritisasi rinci mengakibatkan persoalan yang tak
mungkin secara numerik, sedangkan diskritisasi kasar mengakibatkan model
yang dapat dipertanyakan dengan memperhatikan kejadian penting. Keseimbangan yang tepat tidaklah mudah. Untuk pendekatan sains terhadap pembentukan skenario, dapat diidentifikasi dua pendekatan terkait. Salah satunya
didasarkan pada aproksimasi statistik (misalnya penyesuaian moment/target
seperti dalam Hoyland dan Wallace, 2001), dan yang lainnya pada teori aproksimasi (seperti dalam Pflug (2000) dan Growe-Kuska et.al (2000)). Seperti untuk
seni pembentukan skenario, timbul cerita dalam komunitas program stokastik,
bahwa pohon skenario perlu memperhitungkan kejadian peluang kecil, biaya
tinggi (yang kadang-kadang diacu sebagai katastropik). sayangnya petunjuk
kualitatif sulit untuk dikuantifikasi dan diimplementasikan.
Dalam praktek, PSTG (misalnya P ) mungkin terlalu besar walaupun
diselesaikan dengan memakai algoritma terbaik pada komputer tercepat jadi pendekatan yang diambil dalam literatur program stokastik menggantikan
problem P oleh problema lainnya P̂ , yang diformulasikan dengan menggantikan proses stokastik sebenarnya yang mendasari P dengan pendekatan kasar.
Pandangan yang diambil dalam tulisan ini didasarkan pada pendekatan PSTG
(yang lebih halus), dinyatakan dengan P oleh barisan aproksimasi Pk , problem
keputusan didekati bukan difokuskan secara eksklusif pada pendekatan proses
stokastik yang mendasari problema keputusan. Pandangan ini telah dilakukan
untuk program linear stokastik (PLS) dua-tahap (misal Fauendorfer dan Kall
(1988) serta Edirisinghe dan Ziemba (1996), dan lain-lain). Namun perluasan

Universitas Sumatera Utara

22
dari ide ini untuk program stokastik linier tahap-ganda (PSLTG) belum begitu
berhasil. Sementara pendekatan ini membawa pada aproksimasi yang konvergen secara asimptotik, batas atas menghendaki penyelesaian PSLTG dalam
tiap iterasi, jadi mengakibatkan komputasi yang cukup ekstensif ditiap iterasi.
Sepengetahuan penulis, terdapat satu usaha lagi dalam merancang algoritma pemulusan berurutan untuk PSLTG, yaitu Edirisinghe (1999). Algoritma
ini didasarkan pada pembentukan agregasi kendala non-antisipasi. Walaupun
metode ini tidak mengakibatkan penambahan komputasi dari metode yang diajukan dalam Fauendorfer (1996), tidaklah jelas bahwa metode memberikan
jaminan asimptotik.
Dalam penelitian ini, dikaji suatu algoritma untuk menyelesaikan PSLTG
yang menggunakan beberapa alat sama seperti dalam PSL dua-tahap, jadi tetap mempertahankan kemampuan komputasi. Pada waktu bersamaan
pendekatan ini juga memberikan optimalitas asimptotik. Kontribusi lainnya
ialah algoritma yang diajukan memberikan realisasi operasional dari pengertian tentang prolongasi yang pertama kali diajukan oleh Olsen (1976). Dalam
penelitian ini, prolongasi tidak hanya memberikan basis untuk hasil konvergensi, tapi juga memberikan kebijakan opersai untuk memperluas penyelesaian primal dari aproksimasi penyelesaian problem awal. Sementara prolongasi demikian tidak dapat menghasilkan penyelesaian layak untuk semua
skenario yang mungkin, metode ini memberikan kemungkinan pemenuhan kelayakan. Ini merupakan langkah penting untuk mengimplementasikan penyelesaian PSLTG yang diperoleh dari aproksimasi problem awal P .

Universitas Sumatera Utara

23
4.2 Langkah awal
PSL merupakan paradigma ampuh untuk pengambilan keputusan dengan adanya ketidakpastian. Secara matematika, andaikan terdapat indeks
waktu t ∈ {1, . . . , T } dan horizon waktu yang terdiri dari T tahapan. Ketidak

pastian dimodelkan oleh ruang peluang yang difilter Ξ, S, {F}Tt=1 , P . Ru-

ang sampel Ξ didefenisikan sebagai Ξ := Ξ1 × · · · × ΞT , dengan ΞT ⊂ Rrt , rt bi-

langan bulat positif. Hasilnya adalah ξ := (ξ1 , . . . , ξT ) ∈ Ξ dan ξ¯ = (ξ1 , . . . , ξt ).
σ-aljabar S merupakan himpunan kejadian yang diberikan nilai peluang oleh
ukuran peluang P dan {F}Tt=1 adalah saringan pada S. Keputusan (recourse)
pada tahap t merupakan peubah acak xt : Ξ → Rnt , dimana nt bilangan bulat
positip. Biaya keputusan diwaktu t merupakan peubah acak ct : Ξ → Rnt .
Untuk semua t ∈ {1, . . . , T } dan semua r ∈ {1, . . . , T } , bt : Ξ → Rmt dan Atr
adalah matriks berharga riel mt × nt .
Model matematika dari PSLTG dapat ditulis sebagai :
min

x1 ,...,xT

kendala

cT1 x1 + E

T
P

t=2

cTt (ξ~t )xt (ξ~t )

A11 x1 = b1
t
P
Atr xr (ξ~t ) = bt (ξ~t )
At1 x1 +
r=2

x1 > 0, xt (ξ~t ) > 0
xt ∈ L2 (Ξ1 × · · · × ΞT , Rny ) a.s. t = 2, . . . , T
Dalam formulasi ini, dapat berlaku hampiran pasti (a.s). Apabila dikatakan
bahwa suatu kebijakan x = (x1 , . . . , xT ) diambil terhadap filtrasi F = {Ft }Tt=1 ,
diperlihatkan dengan x ∈ F, berarti bahwa setiap xj bersesuaian terhadap
σ-aljabar Ft terkait, yaitu xt ∈ Ft kebijakan demikian juga dikatakan nonantisipatif karena xt merupakan fungsi dari (ξ1 , . . . , ξt ) tapi bukan dari vektor
acak (ξt+1 , . . . , ξT ). PSLTG dapat direformulasi dalam cara demikian sehing-

Universitas Sumatera Utara

24
ga peran yang dimainkan oleh {F}Tt=1 dimasukkan dalam model
min

kendala

T


P
E
E cTt |Ft xt

 t=1 t
P


Atr xt |Ft = E [bt |Ft ] a.s for t = 1, . . . , T

 E
r=1






(4.1)

xt > 0
x = (x1 , . . . , xT ) ∈ F
xt ∈ L2 (Ξ, Rnt )

Seperti dalam Wright (1994), problema ini dinyatakan sebagai P (F, F). Problem P (F d , F c ) memakai 2 filtrasi : argumen pertama (F d ) mengatakan filtrasi terhadap mana keputusan diambil sedangkan argumen kedua (F c ) mengatakan filtrasi terhadap kendala persamaan dipakai. Keputusan x diadaptasi
t
P
Atr xt = bt dapat dipaksa
terhadap F d jika x ∈ F d . Kendala persamaan
r=1

c

untuk diadaptasi pada filtrasi F dengan menggantikan kedua sisi persama t

P
an oleh ekspektasi bersyarat terhadap FtC yaitu E
Atr xt |Ftc = E [bt |Ftc ].
r=1

Dikatakan bahwa filtrasi G =

{Gt }Tt=1

lebih kasar dari pada filtrasi F = {F}Tt=1

jika Gt ⊂ Ft untuk setiap t ∈ {1, . . . , T }.
Andaikan F̂ lebih kasar dari pada F. Problema keputusan P (F̂, F)
adalah
i
h
T
P
E cTt |F̂t xt
E
 t=1

t
P



E
Atr xt |Ft = E [bt |Ft ] a.s untuk t = 1, . . . , T


r=1
xt > 0
kendala


x = (x1 , . . . , xT ) ∈ F̂



xt ∈ L2 (Ξ, Rnt )
min

juga dapat dibentuk problema kendala terpadu P (F̂, F):
min

kendala

i
h
T
P
E cTt |F̂t xt
E

 t=1 t
i
h
P


a.s untuk t = 1, . . . , T
=
E
b
|

A
x
|

E
t
t
tr t
t


r=1






xt > 0
x = (x1 , . . . , xT ) ∈ F
xt ∈ L2 (Ξ, Rnt )

Universitas Sumatera Utara

25
Problema terpadu penuh P (F̂, F̂) adalah
i
h
T
P
T
E ct |F̂t xt
min
E
 t=1

i
h
t
P



a.s untuk t = 1, . . . , T
=
E
b
|

E
A
x
|

t
t
tr
t
t


r=1
xt > 0
kendala


x = (x1 , . . . , xT ) ∈ F̂



xt ∈ L2 (Ξ, Rnt )

Jika F 1 dan F 2 dua filtrasi dengan F 1 lebih besar dari pada F 2 , maka kendala
dalam P (F, F 2 ) lebih terbatas dari pada yang dalam P (F, F 1 ). Jadi, dengan
memperhatikan nilai P (F, F 1 ) dan P (F, F 2 ) oleh v(P (F, F 1 )) dan v(P (F, F 2 )),
berturut-turut terdapat
V (P (F, F 1 )) ≤ v(P (F, F 2 ))

(4.2)

Sekarang pandang suatu PSLTG dimana hanya bt acak, yaitu program
stokastik hanya mempunyai ruas kanan acak, data lainnya deterministik. Maka nilai dari problema terpadu lengkap P (F̂, F̂) bernilai sama seperti nilai
problema kendala terpadu P (F, F̂) (Wright, 1994). Ini mengakibatkan bahwa jika diperhatikan mengoptimalkan PSLTG layak dengan ruas kanan acak
 ∞
pada barisan filtrasi F k k=1 dengan Ftk ⊆ Ftk+1 untuk semua t ∈ (1, . . . , T )
dan andaikan nilai optimal dari P (F k , F k ) yang dinyatakan dengan v k , maka

v k adalah barisan naik monoton dari bilangan riel yang terbatas keatas oleh
v(P (F, F))

4.3 Pohon Skenario dan Filtrasi
Apabila semua peubah acak memiliki dukungan berhingga ketidakpastian yang ada dalam model tahap ganda dapat disajikan oleh pohon skenario.
Karena algoritma bekerja dengan diskritisasi, dalam bagian ini dikaitkan antara pohon skenario (yang dikrit) dan filtrasi, yang berlaku untuk peubah acak

Universitas Sumatera Utara

26
kontinu dan juga diskrit. Pembicaraan dibawah ini dari Rockafellar dan R.J.B
Wets (1991).
Suatu pohon scenario T = (N , A) merupakan pohon berakar dimana semua daun dengan kedalaman T . Himpunan buhul pada kedalaman t dinyataS
kan oleh N t , jadi himpunan buhul adalah N = t N t . Himpunan acak buhul n

dinyatakan oleh Cnt . Setiap besaran (n, m) memiliki sebaran bersyarat terkait
P
qnm = 1.
qmn dari transisi ke m dengan diketahui bahwa n tercapai. Jadi
m∈Cn

Secara alternatif pohon skenario dapat dideskripsikan dengan memakai
filtrasi dimana σ-aljabar menyajikan informasi tersedia untuk pengambil keputusan. Dengan mengandaikan ξ¯t mempunyai dukungan berhingga, σ-aljabar
Ft = σ(ξ¯t ) yang dibentuk oleh ξ¯ berhingga dan juga filtrasi {F1 , . . . , FT }.
Karena Ft berhingga ia dibentuk oleh partisi berhingga Bjt dari Ξ:
Ξ=

kt
[

Bit dengan Bjt ∩ Blt = ∅ untuk j 6= l.

(4.3)

i=1

Hal yang sama benar untuk Ft+1 :
kt+1

Ξ=

[

Bit+1 dengan Bjt+1 ∩ Blt+1 = ∅ untuk j 6= l.

(4.4)

i=1

Sifat filtrasi mengakibatkan hubungan antara 2 partisi Bjt dan Bjt+1 :
∀i, 1 6 i 6 kt , ∃ Jit+1 ⊆ {1, . . . , kt+1 } dengan Bit =

[

Bkt+1

(4.5)

k∈Jit+1

¯ t = 1, . . . , T }
Perhatikan bahwa apabila dikatakan suatu kebijakan x = {xt (ξ),
diambil terhadap filtrasi {Ft }Tt=1 , dimaksud bahwa setiap xt terukur terhadap
σ-aljabar Ft terkait. Ini mengakibatkan :

¯ = konstan ∀ξ¯ ∈ B t , ∀i, t
x is F-adaptasi ⇔ xt (ξ)
i

Universitas Sumatera Utara

27
Hubungan antara filtrasi F dan pohon skenario dapat dibuat eksplisit dengan
mengidentifikasi komponen Bit dari partisi dengan buhul terkait dari pohon
skenario. Notasi :

• T = (N , A), pohon skenario merupakan pohon berakar dimana setiap
buhul n termasuk dalam tahap tn , yaitu n ∈ N tn .
Terdapat :
– n = 1 dengan t1 = 1 merupakan satu-satunya akar
– buhul {n|tn = T } daun, dan
– lintasan unit dari akar n = 1 kesembarang daun n dengan tn = T
adalah suatu skenario.
• S adalah komponen skenario (lintasan akar ke pohon);
• Ps peluang skenario s ∈ S ;
• Sn himpunan skenario yang melalui buhul n;
• p̄n =

P

ps peluang mencapai buhul n;

s∈Sn

• Hn ⊆ N buhul sebelum atau histori dari buhul n;
• Hn pendahulu langsung atau buhul orang tua dari buhul n ∈ N , n ≥ 2;
• Fn,s ⊆ N buhul penerus atau masa datang dari n pada skenario s;
• Fn = ∪s∈S Fn,s buhul penerus dari n atau masa datang dari n ∈ N ;
• Cn ⊆ N buhul penerus langsung dari n atas anak dari n;
• Qn,m peluang bersyarat mencapai buhul n diketahui bahwa buhul n telah
dicapai;

Universitas Sumatera Utara

28
• B̄n ⊆ Ξ himpunan skenario yang disajikan oleh buhul n;
• cn ≡ ctn (ξ) dan Anm ≡ Atn tm (ξ).
Andaikan F̂ filtrasi yang berkaitan dengan pohon T . PSLTG terhadap
pohon skenario T adalah problema terpadu penuh P (F̂, F̂). Problema terpadu
penuh ini merupakan program linier dan dapat ditulis sebagai :
P
p̄n cTn xn
min
n∈NP
:p̄n >0
Anm xm + Ann xn = bn

(4.6)

m∈Hn :p̄n >0

xn ≥ 0∀n : p̄n > 0

Dual dari pohon ini
max

bTn un
n∈N :p̄n >0
P
ATnn un +
P

m∈Fn :p̄n >0

ATmn un ≤ p̄n cn

∀n : p̄n > 0

(4.7)

Dengan menggantikan peubah dual un dengan p̄n un dan membagi kendala ke
n dengan p̄n diperoleh problem dual berikut :
P
p̄n bTn πn
max
n∈N :p̄n >0
P
ATnn πn +
qn,m ATmn πn ≤ cn

∀n : p̄n > 0

(4.8)

m∈Fn :p̄n >0

Penyelesaian optimal dinyatakan sebagai x̂n dan π̂n . Versi berskala dari
dual memiliki interprestasi probabilistik. Dalam bentuk ini, vektor dual π̂n
menyajikan nilai marjinal bersyarat dari sumber daya (dipersyaratkan pada
pertibaan dibuhul n). Kendala kelayakan dual menyerupai kondisi optimalitas
program dinamis yang menghendaki bahwa nilai marjinal dari sumber daya
dibuhul n ditambah nilai lebih untuk masa datang tidak melampaui harga cn ,
di buhul n.

4.4 Degenerate Subfiltrasi
Terdapat korespondensi 1-1 antara filtrasi berhingga dan pohon skenario. Degenerate subfiltrasi F̂ didefenisikan hanya menyatakan bahwa F̂t =

Universitas Sumatera Utara

29
{Ξ, ∅}. Pohon skenario terkait disekitar pohon degenerate; ia hanya terdiri
dari satu skenario (gambar 4.1 ) Jika dipartisi Ξt tertentu menjadi dua him-

Gambar 4.1 Pohon degenerate

punan bagian Ξt1 dan Ξt2 , maka pohon baru diperoleh seperti dalam gambar 4.2
. Kedua buhul dalam tahap t menyajikan dua himpunan bagian. Filtrasi baru

Gambar 4.2 Partisi Pertama
ˆ
ˆ
dinyatakan dengan F̂. Filtrasi ini adalah sedemikian hingga F̂ = F̂ untuk


τ < t dan ˆˆFt = σ Ξ1 × · · · × Ξt1 × · · · × ΞT , Ξ1 × · · · × Ξt2 × · · · × ΞT , ∅
untuk s ≥ t.

4.5 Prosedur Pemutahiran Pohon
Prosedur pemutahiran pohon disini merupakan suatu metode sistematis
untuk membentuk barisan subfiltrasi yang setiapnya lebih mulus dari pada
sebelumnya. Diketahui suatu pohon T , metode ini akan memberikan suatu
pohon skenario baru T + . Prosedur mengandaikan bahwa suatu buhul n telah
teridentifikasi dari lintasan sampel yang diberikan pada buhul ini akan dipartisi
menjadi dua himpunan bagian untuk menghasilkan diskritisasi lebih mulus.
Prosedur :

Universitas Sumatera Utara

30
Langkah 1.
Andaikan m ∈ N sehingga m 6∈ N . Perhatikan bahwa m buhul baru;
Langkah 2.
Andaikan Tn = (An , Nn ) subpohon berakar dari T dengan buhul akar n;
Langkah 3.
Andaikan Tm = (Am , Nm ) menyatakan suatu pohon yang isomorphis dengan
subpohon Tn ; mempunyai sifat graph sama seperti pohon Tn . Andaikan buhul
akar dari Tn adalah m.
Langkah 4.
Andaikan T + = (A+ , N + ) dengan N + = N ∪Nm dan A+ = A∪Am ∪{(hn , m)}
Untuk setiap n ∈ N + , hitung p̄n .

4.6 Algoritma Pembentukan Skenario
¯ acak, data lainnya deBatasi hanya pada PSLTG dengan ruas kanan b(ξ)
¯ Pohon awal mungkin
terministik. Juga, dipersyaratkan bt fungsi affine dari ξ.
degenerate atau pendekatan lainnya.
Penyelesaian terhadap problema terpadu penuh ini menghasilkan pada tiap
buhul n; (i) keputusan primal x̄n dan (ii) vektor pengali dual x̄n . Andaikan
ξ¯n suatu skenario yang berkaitan dengan buhul n. diketahui keputusan primal
dan pengali dual untuk tiap buhul n, andaikan Bn suatu barisan optimal untuk
buhul PL berikut :



 T
 
 T
P


¯

xn
E Artn π̄τ | ξn
 min cn −
τ =tn +1 P
Atn tm x̄m
Atn tn xn = bn −


m∈H
:p̄
>0

n
n

xn ≥ 0

PL ini mempunyai suatu penyelesaian karena penyelesaian dual π̄n yang diper-

Universitas Sumatera Utara

31
oleh dari problem terpadu penuh adalah layak untuk PL ini dan PL ini layak
penuh oleh pembentukan. Dapat dipakai x̄1 , {π̄n }n∈N dan {Bn }n∈N untuk
menghasilkan suatu kebijakan terhadap problem awal. Ini diperoleh dengan
memakai persamaan berikut :
~ = B −1 (b2 (ξ~2 ) − A21 x̂1 )
x2,B (ξ)
2

(4.9)

~ =0
x2,N (ξ)

(4.10)

~ = B −1 (btn (ξ~tn ) −
xtn ,B (ξ)
n

tX
n −1

Atn r xr (ξ~r ))

(4.11)

r=1

~ =0
xtn ,N (ξ)

(4.12)

Kebijakan ini akan disebut sebagai basis prolongasi optimal dan merupakan
estimasi dari penyelesaian optimal terhadap problema awal. Untuk setiap x̄1
~ keputusan xt (ξ)
~ dapat dihitung secara
tahap pertama dan setiap scenario ξ,
rekursif. Kebijakan demikian mungkin tak layak yaitu mungkin ada himpunan
dari ukuran positif pada kebijakan yang tidak memenuhi kendala nonnegativitas.
Pandang buhul n dan perhatikan buhul Hn dan Fn masa datang buhul
ini. Bilamana skenario ξ~ teridentifikasi secara eksplisit untuk buhul n dan
~ m∈Hn dan secara ekspliandaikan xn menyatakan kebijakan terkait {xtm , (ξ)}
sit terdapat ketergantungannya pada skenario. Penyelesaian dual yang terkait
dengan semua buhul masa datang dalam Fn akan dinyatakan dengan π̄n . Defenisikan nilai fungsi kelebihan gn pada buhul n sebagai

T


 T
 
P

~
~


 gn (ξ; Xn ; Π̄n ) := min cn − τ =t +1 E Artn π̄τ | (ξn ) xn
n
P
~
~
A
)

x
=
b
(
ξ
A
tn tm x(ξ)
n
n
t
t
t

n
n n


m∈Hn :p̄n >0

 x ≥0
n

Universitas Sumatera Utara

32
gn dikatakan sebagai nilai fungsi kelebihan pada buhul n, karena koefisien
hanya dari PL tadi dapat diartikan sebagai per unit harga yang mengakomodasi estimasi nilai kelebihan yang didasarkan pada pengali dual terkait
dengan buhul n berikutnya. Penting untuk diperhatikan bahwa fungsi nilai
kelebihan juga merupakan fungsi dari keseluruhan kebijakan yang menuju ke
buhul n. Jadi, ξ~ berubah terhadap B̄n , skenario yang disajikan oleh buhul n.

4.7 Asumsi Batas Atas dan Bawah
Andaikan Un menyatakan batas atas dan Ln batas bawah untuk ekspek~ Xn ; Π̄n )|B̄n ]. Diandaikan bilamana fungsi nilai kelebitasi bersyarat E[gn (ξ;
han adalah affin pada B̄n , batas atas dan batas bawah sama dengan ekspektasi
bersyarat ini. Batas atas baku yang dipakai dalam program stokastik (misalnya batas Edmundson-Madansk) memenuhi asumsi ini, sekarang didefenisikan
parameter kesenjangan yang diperlihatkan dengan δn :
δn = Un − Ln

(4.13)

~ = π̄m bilamana ξ~ ∈ B̄m .
Peubah acak π̄n : Ξ → Rmt didefenisikan sebagai π̄n (ξ)
Dievaluasi kebijakan saat ini untuk tiap buhul dengan mengevaluasi parameter kesenjangan δn dan juga indeks ketaklayakan. Ketaklayakan akan
didasarkan pada ukuran himpunan ξ dimana kebijakan melanggar batas nonnegativitas. Defenisikan :
~ > 0)
η̄n := 1 − P (ξ~ ∈ Ξ|xtn,B (ξ)

(4.14)

η̄n tidak mudah ditentukan, namun batas atasnya lebih mudah diselesaikan.
~
Perhitungan dari peluang ini juga difasilitasi oleh kenyataan bahwa xtn,B (ξ)
suatu fungsi affin, seperti dapat terlihat dari struktur basis prolongasi optimal.

Universitas Sumatera Utara

33
Dalam setiap kejadian, andaikan ηn ≥ η̂n menyatakan indeks kelayakan untuk
buhul n.
Sekarang algoritma pembentukan skenario (PS) dapat dituliskan sebagai
berikut :

Langkah 0.
Pilih parameter toleransi positif ε1 , ε2 dan ε3 , dan dipilih ε3 > ε2 buat k = 1.
Langkah 1.
Andaikan F 1 = {F}Tt=1 filtrasi degenerate, dengan Ft = {Ξt , ∅}. Defenisikan
pohon degenerate sebagai :

• T 1 = (N 1 , A1 ) terdiri dari lintasan tunggal
• S 1 skenario tunggal, p1s = 1
• p̄n1 = 1 apabila n ∈ N 1
• qnm = 1 apabila n ∈ {1, . . . , T − 1}, m ∈ Fn
• bn1 := E[btn ]

Langkah 2. (selesaikan persoalan lengkap).
Selesaikan PSLTG yang terkait dengan pohon T k . PSLTG merupakan problema terpadu lengkap. Penyelesaian dari problema ini menghasilkan kebijakan


k
: j, m ∈ N k dan nilai optimal v k .
primal-dual xkj , πm
Langkah 3.
Hitung δn dan ηn untuk tiap bahul n ∈ N k dengan p̄n > ε3 (jika buhul n
adalah p̄n ≤ ε3 , maka buhul ini diabaikan).

Universitas Sumatera Utara

34
Langkah 4. (aturan penghentian)
Jika δn < ε1 , ηn < ε2 ∀n ∈ N k dan ε3 ≤ ε2 , stop; kebijakan yang dibentuk
oleh basis prolongasi optimal sesuai untuk problem awal.
Langkah 5. (reduksi ε3 )
Jika p̄n < ε3 ∀n ∈ N k maka buat ε3 ← ε3 /2 dan kembali kelangkah 3.
Langkah 6. (pemisahan)


Andaikan L = n ∈ N k |p̄n > ε3
- Jika terdapat suatu n ∈ L, sehingga δn > ε1 maka ambil n̄ sedemikian
hingga δn = maxn∈L {δn }. Gunakan prosedur pemutahiran pohon di
buhul n̄. Hasil ini dalam pohon skenario baru T k+1 . Buat k ← k + 1
dan kembali kelangkah 2.

Jika untuk semua buhul n ∈ L, δn < ε1 , namun ada buhul m ∈ L,
sehingga ηm ≥ ε2 , maka andaikan n̄ buhul dalam L dengan ηn terbesar. Pakai
prosedur pemutahiran pohon pada buhul n̄. Hasil ini dalam pohon skenario
baru T k+1 . Buat k ← k + 1 dan kembali kelangkah 2

Universitas Sumatera Utara

BAB 5
PENDEKATAN KONVEKSITAS

5.1 Beberapa Pengertian
Andaikan F dan F̂ berturut-turut fungsi sebaran kumulatif (cdf) kontinu
kiri dan kontinu kanan dari peubah acak ξ, yaitu F (s) = Ps (ξ ≤ s) dan
F̂ (s) = Pr (ξ < s) (jelas jika ξ mempunyai fungsi kepadatan peluang (pdf)
maka F = F̂ ), maka (dari Louveaux dan Van der Vlerk (1993)) :
g(z) =


X

(1 − F (z + h)) =

h=0

h(z) =


X

P {ξ > z + h}

(5.1)

h=0


X

F̂ (z − h) =

h=0


X

P {ξ < z − h}

(5.2)

h=0

Fungsi g dan h dihubungkan oleh transformasi elementer.

Lemma 1 Andaikan ξ suatu peubah acak. Definisikan e = −ξ, maka :
h(z) = g ξ (−z), z ∈ R
dimana
g ξ = Eξ [e − z]+
Peubah acak ξ memiliki cdf Fξ (s) = 1 − F̂ (−s). Jika ξ mempunyai pdf f maka
ξ mempunyai pdf fξ (s) = f (−s).

Bukti : Karena [s]− = [−s]+ , s ∈ R, akibatnya
h(z) = Eξ [ξ − z]− = Eξ [−ξ + z]+ = Eξ [ξ + z]+ = g ξ (−z), z ∈ R.
Relasi antara cdf (dan pdf) dari peubah acak ξ dan ξ trivial.
35

Universitas Sumatera Utara

36
Dalam mengkaji konveksitas fungsi g, h dan Q akan dipergunakan syarat
perlu dan cukup untuk konveksitas dari suatu fungsi dalam hal derivatif kanannya : suatu fungsi ϕ konveks pada selang [a, b] jika dan hanya jika derivatif
kanannya ϕ tak turun pada [a, b].
Akan diperlihatkan bahwa eksistensi derivatif kanan dari g, h dan ϕ̂ tergantung pada total variasi kepadatan f dari ξ. Walaupun hanya diperlukan
keberhinggaan dari deret yang tercakup akan dibuktikan batas bawah dan
batas atas.

Definisi 1 Andaikan ϕ fungsi berharga riel pada himpunan bagian tak kosong
I dari R. Maka kenaikan total ∆+ ϕ(I), penurunan total ∆− ϕ(I) dan variasi
total |∆|ϕ(I) dari ϕ pada I didefinisikan sebagai
∆+ ϕ(I) = sup
u

∆− ϕ(I) = sup
u

|∆| ϕ(I) = sup
u


P

i=1

P

i=1

P

(ϕ(ui ) − ϕ(ui−1 ))+
(ϕ(ui ) − ϕ(ui−1 ))−
|ϕ(ui ) − ϕ(ui−1 )|

i=1

Supremum diambil pada semua himpunan bagian berhingga u = {u0 , u1 , . . . , un } ⊂
I sehingga u0 < u1 < . . . < un . Untuk semua I ⊂ R, |∆|ϕ(I) = ∆+ ϕ(I) +
∆− ϕ(I) selanjutnya dipakai notasi ∆+ ϕ(I), ∆− ϕ(I) dan |∆|ϕ(I) untuk kasus
I = R.

Definisi 2 Suatu fungsi riel ϕ pada R adalah variasi terbatas jika |∆|ϕ < +R.

Kemudian dikaji fungsi kepadatan peluang dari variaasi terbatas didasarkan
pada lemma berikut:

Lemma 2 Andaikan fungsi riel ϕi pada R+ nonnegatif tak naik dan terintegralkan, i = 1, 2, maka fungsi ϕ = ϕ1 − ϕ2 jika variasi terbatas pada (0, ∼).

Universitas Sumatera Utara

37
Juga
−∞ < −∆+ ϕ([0, ∞)) 6


P

ϕ(k) −

k=0


R∞

ϕ(x)dx

0

(5.3)

6 ∆ ϕ([0, ∞)) < ∞
dan
−∞ < −∆− ϕ([0, ∞)) 6


P

ϕ(k) −

k=1
+

R∞
0

ϕ(s)ds

(5.4)

6 ∆ ϕ([0, ∞)) < ∞
(Hanneveld et.al. (1997)).

Pada lemma berikut, hasil tadi diterapkan pada suatu kelas fungsi kepadatan
peluang pada R dengan variasi terbatas.

Lemma 3 Andaikan untuk i = 1, 2, fungsi fi : R → [0, 1] memenuhi persyaratan berikut :

(i) fi tak naik fi (−∞) = 0, fi (+∞) = 1, i = 1, 2.
(ii) f1 (s) ≥ f2 (s) untuk semua s ∈ R dan {S ∈ R : f1 (s) > f2 (s)} memiliki
ukuran lebesque positif.
(iii)

R0

f1 (s)ds < ∞ dan

−∞

Maka c :=

R∞
(1f2 (s))ds < ∞.
0

R∞

(f1 (s)f1 (s))ds ∈ (0, ∞), dan fungsi f : R → R+ yang dide-

−∞

fenisikan oleh:

1
f (s) = (f1 (s) − f2 (s), s ∈ R
c
merupakan pdf . Tambahan lagi, f memiliki versi kontinu kanan f+ dan versi
kontinu kiri f− yang diberikan oleh :
f+ (s) := lim f (t), s ∈ R
t↓s

f− (s) := lim f (t), s ∈ R
t↑s

Universitas Sumatera Utara

38
yang mempunyai fungsi sebaran kumulatif sama seperti f . Perlihatkan cdf ini
dengan F , terdapat :
1 − F (z − 1) − ∆− f ([z − 1, ∞)) 6


P

f (z + k)

k=0

6 1 − F (z) + ∆− f ([z, ∞))
dan
F (z) − ∆+ f ((−∞, z]) 6


P

f (z − k)

(5.5)

(5.6)

k=0

6 F (z − 1) + ∆+ f ((−∞, z − 1])
Pdf f adalah variasi terbesar, sehingga batas seragam berikut berlaku :


1 − F (z − 1) −

X
|∆| f
|∆| f
6
f (z + k) 6 1 − F (z) +
2
2
k=0

(5.7)



F (z) −

X
|∆| f
|∆| f
6
f (z − k) 6 F (z − 1) +
2
2
k=0

(5.8)

Bukti : Jelas, c > 0 karena (ii), juga c < ∞ karena (i) dan (iii)
R∞

(f1 (s) − f2 (s))ds =

−∞

6

R0

−∞
R0

(f1 (s) − f2 (s))ds +

R∞

(f1 (s) − f2 (s))ds

0

f1 (s)ds +

−∞

R∞

f2 (s)ds < ∞

0

Karena itu f adalah pdf. Kemudian, karena f1 dan f2 monoton, mereka mempunyai semua limit dari kiri dan kanan, jadi f juga demikian karena f1 dan f2
tak naik dan terbatas, mereka hanya dapat mempunyai jumlah diskontinuitas
terhitung, sehingga f− (s) = f (s) = f+ (s) untuk semua s ∈ R kecuali untuk
himpunan ukuran 0. batas atas dalam (5.5) berakibat dari batas atas dalam
(5.3) dengan mengambil, untuk s ∈ R
ϕ(s) = f (z + s)
ϕ1 (s) = 1−f2c(z+s)
ϕ2 (s) = 1−f1c(z+s)
ϕ1 dan ϕ2 nonnegatif, tak naik dan terintegralkan pada R, karena
Z∞
Z∞
0 ≤ (1f1 (s))ds ≤ (1f2 (s))ds < ∞.
z

z

Universitas Sumatera Utara

39
Batas bawah dalam (5.5) berikut dari batas bawah dalam (5.4) dengan mengambil

ϕ(s) = f (z − 1 + s)
ϕ1 (s) = 1−f2 (z−1+s)
c
ϕ2 (s) = 1−f1 (z−1−s)
c

dengan memakai

R∞
R∞
(1f1 (s))ds ≤ (1f2 (s))ds < ∞.
z

z

Analog, batas atas dan bawah dalam (5.6) berasal dari (5.3) dan (5.4), dengan
mengambil, untuk s ∈ R
ϕ(s) = f (z − 1 − s)
ϕ1 (s) = 1−f2c(z−s)
ϕ2 (s) = 1−f1c(z−s)
Akhirnya, (5.7) dan (5.8) akibat dari (5.5) dan (5.6) dengan mengamati bahwa,
untuk semua z ∈ R, ∆− f ([z, ∞)) 6 ∆− f dan ∆+ f ((−∞, z]) 6 ∆+ f . Jadi,
karena ∆+ f − ∆− f = f (∞) − f (−∞) = 0 − 0 = 0 dan ∆+ f + ∆− f = |∆| f ,
terdapat ∆− f = −∆+ f =

(|∆|)f
.
2

5.2 Sifat konveksitas
Dibagian ini dibentangkan karakteristik dari pdf dalam F sehingga fungsi
g, h dan Q̂ konveks. Dapat diandaikan bersebaran kontinu, karena dari lemma 3 memperlihatkan bahwa jika ξ bersebaran diskrit, maka fungsi-fungsi ini
berhingga dan diskontinu, jadi tak konveks. Juga untuk sebaran kontinu dari
konveksitas ξ merupakan pengecualian bukan aturan.

Lemma 4 Untuk setiap α ∈ [0, 1), persyaratan dari g, h dan Q̂ terhadap {α +
Z} adalah konveks.

Bukti. Dengan memakai (5.2) terdapat
g(α + n + 1) − g(α + n) = F (α + n) − 1, ∀n ∈ Z

Universitas Sumatera Utara

40
Dari kenyataan bahwa cdf F tak naik diperoleh bukti lemma untuk g. Dengan
memakai (5.3) hasil sama berlaku untuk h dan ϕ̂.
Sekarang didefenisikan himpunan C ⊂ ξ fungsi kepadatan peluang sehingga fungsi nilai ekspektasi terkait Q̂ (juga g dan h) konveks.

Definisi 3 Andaikan C menyatakan himpunan pdf dalam F sedemikian hingga fungsi nilai ekspektasi terkait Q̂ konveks, yaitu :



P



f+ (z + h) fungsi tak naik z, dan 


C = f ∈ F : h=0P





f+ (z − h) fungsi tak turun z


h=0

Himpunan bagian yang mengandung semua kontinu - kanan elemen C dinyatakan oleh C+ . Jika diketahui bahwa F konveks, jelas bahwa C dan C+ himpunan
konveks. Lemma berikut memberikan sifat yang dimiliki oleh semua elemen
C.

Lemma 5 Jika f ∈ C maka


P

f+ (z + h) = 1 untuk semua z ∈ R.

h=−∞

Bukti. Dari asumsi, f ∈ C jika dan hanya jika Q̂ konveks apabila peubah
cacah ξ mempunyai pdf f. Q̄(z) 6 Q̂(z) 6 Q̄(z) + maks [q + , q − ] berlaku untuk semua z ∈ R, dimana fungsi konveks Q̂ merupakan fungsi nilai ekspektasi
satu dimensi dari relaksasi kontinu (5.1), yaitu Q̄(z) = q + ∈ (ξ − z)+ + q − ∈
(ξ − z)− , z ∈ R. Jadi, jika Q̂ konveks, ia mempunyai asimptot di −∞ dan
+∞ dengan kemiringan sama seperti asimptot dari Q̂ berturut-turut, −q +
dan q − .

Karena itu, dalam kasus ini Q̂′+ tak turun dari lim Q̄′ + (z) =
z→−∞

−q + ke lim Q̄′ + s(z) = q − . Dengan memakai lemma 3 terdapat untuk z ∈ R
z→∞

Universitas Sumatera Utara

41
dan n ∈ Z.
Q̄′ + (z + n) = −q +
=


P


P

f+ (z + h) + q −

h=0

n
P

f+ (z + h)

h=−∞

(−q + .l{h>n} + q − .l{h6n} )f+ (z + h)

(5.9)

h=−∞

Karena f ∈ F , akibatnya (lihat (5.7) dan (5.8))
S(z) =


X

f+ (z + h)

h=−∞

berhingga untuk semua z ∈ R. karena itu terdapat untuk semua n ∈ Z

X

+
−q .l{h>n} + q − .l{h6n} f+ (z + h) 6 (q + + q − )s(z) < ∞

h=−∞

Sehingga dengan mengambil n → −∞ dan n → ∞ dalam (5.9) diperoleh
−q + = −q + S(z) dan q −1 = q −1 S(z)
Mengakibatkan S(z) = 1 terbukti.
Namun perlu diperhatikan bahwa kondisi


P

f+ (z + h) = 1 untuk se-

h=−∞

mua z ∈ R merupakan syarat perlu bukan syarat cukup untuk f ∈ C.

Universitas Sumatera Utara

BAB 6
METODE PENYELESAIAN

Model rancangan dasar dapat ditulis dalam bentuk
Min
Kendala

F ( x ) + dT y
f (x) + A1 y = b1 (m1 baris)
A2 x + A3 y = b2 (m2 baris)
ℓ 6 (x, y)T 6 u

Algoritma berlangsung dengan mengerjakan barisan iterasi utama, dalam mana
kendala diliniersasi pada beberapa titik baris xk dan nonlinearitas digabungkan
dengan fungsi objektif berserta estimasi pengali Lagrange.
Jadi dapat ditulis
fˆ(x, xk ) = f (xk ) + J(xk )(x − xk )
Sehingga sub problema berkendala linier diselesaikan pada iterasi utama ke k.
Yaitu

min
x,y

kendala

L(x, y, xk , λk , ρ) = F (x) + dT y
−λTk (f − fˆ) + 12 ρ(f − fˆ)T (f − fˆ)
∂k x + A1 y ∓ b1 + Jk xk − f (xk )
A2 x + A2 y = b 2
ℓ 6 (x, y)T 6 u

Fungsi objektifnya merupakan perluasan Lagrange yang dimodifikasi, parameter pinalti ρ mempercepat konvergensi dari titik estimasi awal yang berada jauh dari titik optimal. Pengali Lagrange λk diambil sebagai nilai optimal
dipenyelesaian sub problema sebelumnya.
Apabila barisan iterasi utama mendekati titik optimal (diukur oleh perubahan relatif dalam estimasi λk dan derajat terhadap mana kendala tak
linier dipenuhi xk ) parameter pinalti ρ dikurangi menjadi 0.

42

Universitas Sumatera Utara

43
Metode yang diajukan menggunakan strategi kendala aktif, yang dapat
disajikan dalam bentuk

 "x # " b #
B
B S N
xS = −
Ax =
I
xN
bN
B Himpunan vektor basis
S Himpunan vektor superbasis
N Himpunan vektor nonbasis
I Matriks satuan
Peubah nonbasis xN berada pada batasannya dan tetap disana untuk langkah
∆x berikutnya.
Jadi dapat dituliskan
BxB + SxS + N xN = b
= bN
Dengan bN adalah kombinasi batas atas dan batas bawah. Peubah superbasis
bebas xS bergerak kesembarang arah dan memberikan dorongan untuk meminimumkan fungsi objektif.
Peubah basis xB harus mengikuti persamaan berikut :
BxB + SxS = 0
jadi ∆x dapat ditulis dalam perubahan pada peubah superbasis sebagai :
∆x = Z∆xS
dengan

−B −1 S
I
Z=
0
"

#

Disini terlihat bahwa matriks Z bekerja sebagai matriks ’reduksi’ dan
mengalikan dari kiri vektor gredien untuk membentuk gradien tereduksi h =

Universitas Sumatera Utara

44
Z T g dengan
g=

∂ℓ
∂x

. Ia juga mengalikan dari kiri dan kanan matriks Hessi dari turunan parsial kedua untuk menghasilkan langkah seperti Newton dalam ruang tereduksi
peubah superbasis.
Implementasi dari metode memakai aproksimasi quasi-Newton RT R terhadap matriks Hessi tereduksi, dimana R matriks segitiga-atas. ’Sparsity’
dalam kendala dipertahankan dengan menyimpan dan memutakhirkan faktorisasi LU dari matriks Basis B.
Faktorisasi ini memberikan arti bahwa Z atau B −1 tidak dinyatakan
secara eksplisit. Langkah quasi-Newton ∆x dihitung dengan sikuen berikut
:



i) Selesaikan U T LT a = g B untuk ā dimana vektor gradien g dipartisi
menjadi (g B , g S , g N ) berkaitan dengan partisi A dan ∆x
ii) Bentuk h = g S − S T ā
iii) Selesaikan RT R∆xS = −h
iv) Selesaikan LU ∆xB = −S∆xS

ukuran himpunan superbasis bervariasi ketika algoritma pencarian berlangsung.
Jika batas peubah dijumpai, peubah tersebut dibuat menjadi nonbasis dan
dipindahkan dari himpunan superbasis (atau basis).
Sedangkan jika konvergensi dicapai dalam suatu subruang, satu atau

Universitas Sumatera Utara

45
lebih peubah nonbasis dijadikan superbasis apabila elemen vektor ’reduced
cost’ terkait g N − N T ā tak nol dan bertanda sesuai.
Bagian terdahulu adalah metode/algoritma untuk menyelesaikan program stokastik linier dan tak linier. Dari kerangka kerja metode tersebut
dikembangkan untuk program stokastik cacah campuran.

6.1 Ide dasar
Pandang problema program stokastik cacah campuran linier (mixed integer linear programming (MILP))
min P = C T x
Kendala Ax ≤ b
x≥0
xj cacah untuk berbagai j ∈ J
Komponen vektor layak basis terhadap MILP yang diselesaikan sebagai problema kontinu dapat ditulis sebagai
(xB )k = βk − αki (xN )i − . . . − αkj∗ (xN )j∗ − . . . − αk,n−m (xN )n−m
andaikan (xB )k peubah bernilai cacah dan βk tidak bernilai cacah, βk dipartisi
menjadi komponen bulat dan pecahan βk = [βk ]+fk Jika ingin dinaikkan (xB )k
ke cacah terdekat ([β] + 1), dapat dinaikkan peubah tak basis, misalnya (xN )j ∗
diatas batasannya asalkan αkj ∗ yaitu salah satu elemen vector αj ∗ negatif.
Ambil ∆j ∗ adalah jauh gerakan peubah nonbasis (xN )j ∗ sehingga nilai numerik
dan scalar (xB )k cacah, maka ∆j ∗ dapat dinyatakan sebagai
∆j∗ =

1 − fk
−αkj∗

peubah nonbasis lainnya tetap di nol.
Jadi setelah disubstitusi ∆j ∗ untuk (xN )j ∗ diperoleh (xB )k = [β] + 1.
Sekarang (xB )k suatu bilangan cacah.

Universitas Sumatera Utara

46
Terlihat jelas peubah tak basis sangat berperan dalam membulatkan nilai
peubah basis terkait. Ide dasar demikian ini dipergunakan untuk menyelesaikan secara global program stokastik cacah campuran tak linier

6.2 Algoritma dari Metode
Setelah menyelesaikan problema relaksasi dengan metode yang diajukan
terdahulu untuk program stokastik linier, prosedur pencarian penyelesaian
wilayah cacah dapat dideskripsikan sebagai berikut :
Andaikan
x = [x] + f,

06f 0 dan δi∗ = 1 − fi hitung ∆ =

(1−δi∗ )
σij

Jika σij < 0 dan δi∗ = 1 − fi hitung ∆ =

δi∗
−σij

Jika σij > 0 dan δi∗ = fi hitung ∆ =

δi∗
σij

II. Untuk non basis j di batas atas
Jika σij < 0 dan δi∗ = 1 − fi hitung ∆ =

(1−δi∗ )
−σij

Universitas Sumatera Utara

47
Jika σij > 0 dan δi∗ = fi hitung ∆ =

(1−δi∗ )
σij
δi∗
σij

Jika σij > 0 dan δi∗ = 1 − fi hitung ∆ =
Jika σij < 0 dan δi∗ = fi hitung ∆ =

δi∗
−σij

Jika tidak pergi ke non basis atau superbasis j berikutnya (jika ada).
Jadi kolom j ∗ dinaikkan dari batas bawahnya atau diturunkan dari batas
atasnya. Jika tidak ada pergi ke i∗ berikutnya.

langkah 4
Hitung
αj∗ = B −1 aj∗
yaitu, selesaikan Bαj ∗ = aj ∗ untuk αj ∗
langkah 5
Uji kelayakan terdapat 3 kemungkinan untuk peubah basis tetap layak karena
pelepatan peubah nonbasis j ∗ dari batasnya.

→ jika j ∗ dibatas bawah
Ambil
A=
B=

Min

i′ 6=i∗|αij∗ >0

Min

i′ 6=i∗|αij∗ 0



B =


Min

i′ 6=i∗|αij∗