Modifikasi Pati Sagu Batang Sawit Sebagai Matriks Adesif Nanokomposit Dengan Nanokristal Selulosa dan Nanozeolit Alam Sarulla Sumatera Utara Chapter III V

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Ilmu Dasar, Kimia Bahan Alam, dan Kimia
Fisika FMIPA USU. Karakterisasi dilakukan di Laboratorium Terpadu USU,
Laboratorium Farmasi USU, Laboratorium Kimia Fisika USU, Laboratorium Fisika
Unimed, dan Laboratorium Penelitian Teknik Kimia USU sejak Nopember 2013
hingga Nopember 2015. Peta lokasi pengambilan sampel seperti pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Peta Lokasi Pengambilan Sampel

3.2 Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang dipersiapkan secara garis besar adalah bahan dan alat untuk
ekstraksi pati dari BS, modifikasi pati sagu BS, pembuatan nanokristal selulosa
(NKS) dari TKS, pembuatan nanozeolit (NZ), mereaksikan keempat bahan baku
tersebut di atas untuk selanjutnya dihasilkan adesif, serta karakterisasi pati, NKS,
NZ, dan adesif (FT-IR, PSA, XRD, SEM, TGA, DSC, dan uji rekat).

69
Universitas Sumatera Utara


70

3.2.1 Bahan dan Alat untuk Pembuatan Pati Sagu BS:
Bahan baku pati sagu yang diperoleh dari BS (yang ditanam di perkampungan
perbatasan antara Kabupaten Langkat dan Aceh Tamiang yaitu di desa Salahaji
Kecamatan Pematang Jaya dengan jenis varietas Marihat telah berusia 22 tahun), air,
dan n-Heksana. Alat untuk ekstraksi dan presipitasi pati sagu BS yaitu Chainsaw,
parang, ember, gelas kimia, kain penyaring ukuran 1,2 m x 1,2 m 180 mesh, dan
ekstraktor.

3.2.2 Bahan dan Alat untuk Pembuatan NKS dari TKS:
Bahan terdiri dari akuades, asam nitrat (HNO3), natrium nitrit (NaNO2), natrium
hidroksida (NaOH), natrium sulfit (Na2SO3), natrium hipoklorit (NaOCl), hidrogen
peroksida (H2O2), asam sulfat (H2SO4),

dan uranil asetat yang masing–masing

buatan Merck (kualitas pro analysis).
Alat untuk pembuatan NKS dari TKS yaitu gelas ukur (Pyrex), gelas kimia (Pyrex),

termometer (Fisher), labu takar (Pyrex), hotplate stirrer (Cimarex), neraca analitis
(Ohaus), oven (Memmert), desikator, sentrifugator (Himachi), kertas saring biasa,
indikator universal, dan membran dialisis β5Ǻ.
3.2.3 Bahan dan Alat untuk Pembuatan NZ:
Zeolit alam diperoleh dari daerah kecamatan Sarula Kabupaten Tapanuli Utara. Alat
untuk menanokan ukuran partikel zeolit terdiri dari martil, blender merk Moulinex
buatan Prancis, dan ballmill.

3.2.4 Bahan dan Alat untuk Pembuatan Adesif:
Bahan terdiri dari pati sagu BS, larutan NaOH 0,1N, larutan HCl 0,1 N, boraks, NKS,
dan NZ. Alat terdiri dari hotplate, pengaduk, klep, gelas kimia, termometer raksa
100oC, desikator, dan wadah packaging.

Universitas Sumatera Utara

71

3.2.5 Alat untuk Karakterisasi:
Uji rekat menggunakan alat uji merk GOTECH AI-7000M di Laboratorium
Penelitian Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik USU. Uji gugus fungsi FT-IR

merk Perkin Elmer-USA di Laboratorium penelitian Fakultas Farmasi USU. Uji
struktur XRD (merk alat: Shimadzu XRD-7000 X-ray Diffractometer Maxima di
Laboratorium Penelitian Jurusan Fisika Fakultas MIPA Unimed. Uji ukuran partikel
di Laboratorium Kimia Fisika Fakultas MIPA USU. Uji morfologi dengan SEM
(Hitachi TM3000 Tabletop Microscope), uji termal TGA, dan DSC (merk alat:
Mettler Toledo - Switzerland) di Laboratorium Terpadu USU.

3.3 Variabel Penelitian
Variabel bebas terdiri dari jumlah total massa material yang direaksikan adalah 5
gram, massa boraks 5%, jumlah volume larutan NaOH 0,1N adalah 50 ml. Jumlah
HCl 0,1N sebanyak 5 ml. Atau dengan kata lain perbandingan antara komponen
material dan pelarut adalah 1:10. Suhu set hotplate: 120oC, suhu pemanasan reaktan:
65oC, suhu penambahan NKS, NZ dan boraks: 30 oC.
Variabel terikat terdiri dari jumlah massa pati sagu BS: selisih dari jumlah
total massa material yang direaksikan terhadap jumlah dari massa boraks dan massa
NKS: 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5%, massa NZ: 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5%,
Variabel terikat terdiri dari uji FT-IR: pati sagu BS. Uji rekat: adesif, adesif
dengan penambahan boraks, adesif dengan penambahan boraks+ NKS, adesif dengan
penambahan boraks+NZ .Uji SEM: pati sagu BS, NKS, NZ, adesif, adesif dengan
penambahan boraks, adesif dengan penambahan boraks+NKS optimum, adesif

dengan penambahan boraks+NZ optimum. Uji TGA dan DSC: adesif, adesif dengan
penambahan boraks, adesif dengan penambahan boraks+NKS optimum, adesif
dengan penambahan boraks+NZ optimum. Uji PSA: zeolit alam ukuran nanometer.
Uji XRD: zeolit.

Universitas Sumatera Utara

72

3.4 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini ada 6 tahapan. Komponen NKS 1%, 2%, 3%, 4%, 5%.
Demikian pula komponen NZ 1%, 2%, 3%, 4%, 5% di dalam adesif.

3.4.1 Pembuatan Pati Sagu BS:
Prosedur ekstraksi dan presipitasi pati sagu BS meliputi langkah – langkah menebang
pohon, menentukan pucuk batang, mengukur batang menggunakan meteran (Gambar
3.1), memotong batang 1 meter dari pucuk, 1 meter ke-2, 1 meter ke-3 menggunakan
sinsaw, memisahkan batang (empelur) dari kulit kerasnya menggunakan parang,
menyerpihkan batang menjadi ukuran serpihan terkecil dengan rata–rata ukuran
serpihan 10 – 15 mm, mengekstraksi pati dengan cara memeras di dalam air dengan

pembatas kain penyaring sehingga pati akan turun ke dasar penampung (ember), pati
yang mengendap dipisahkan dari filtratnya setelah 6 jam diendapkan di dalam gelas
kimia 1 L (Gambar 3.2) lalu pati dijemur pada panas matahari, pati disaring dengan
penyaring 180 mesh, pati ditimbang, pati dimurnikan dari minyak yang terdapat
didalamnya dengan menggunakan n-Heksana. Minyak pati diperoleh dari filtrat yang
tertinggal pada penguapan sisa n-Heksana di atas waterbath.

Universitas Sumatera Utara

73

1 m pertama
1 m kedua
1 m ketiga

Gambar 3.2 Skema Penentuan Ukuran BS

Gambar 3.3 Skema Penyaringan dan Pengendapan Pati

3.4.2 Pembuatan NKS dari TKS

Pembuatan NKS dimulai dengan mengumpulkan TKS lalu dicuci dengan air hingga
air rendamannya terlihat jernih dan TKS dikeringkan di bawah sinar matahari.
Sesudah kering lalu TKS digunting-gunting hingga membentuk serat halus ukuran 5
– 10 mm (proses penyediaan TKS).

Universitas Sumatera Utara

74

TKS yang telah tersedia lalu dimasukkan ke dalam gelas kimia lalu
ditambahkan 1 L campuran HNO3 4% dan 10 mg NaNO2 lalu dipanaskan di atas
hotplate pada suhu 90oC selama 2 jam lalu disaring dan ampasnya dicuci hingga pH

netral. Residunya ditambahkan 750 ml larutan yang mengandung NaOH 2% dan
Na2SO3 2% lalu dipanaskan pada suhu 50oC selama 1 jam, dan disaring dan ampas
dicuci hingga netral. Residunya diputihkan dengan 250 ml larutan NaOCl 18% pada
suhu 100oC selama 30 menit, disaring dan ampas dicuci hingga netral, ditambahkan
500 ml NaOH 18% dan dipanaskan pada suhu 80 oC selama 30 menit lalu disaring
dan ampas dicuci hingga netral. Ampas atau residu ini disebut sebagai α-selulosa.
α-selulosa lalu diputihkan dengan H2O2 10% pada suhu 60oC selama 15

menit lalu disaring dan dicuci dengan akuades dan ampasnya disebut sebagai αselulosa basah. α-selulosa basah dikeringkan dengan oven pada suhu 110 oC selama 1
jam lalu disimpan di dalam desikator. α-selulosa selanjutnya diisolasi dengan cara
sebanyak 1 gram α-selulosa dilarutkan ke dalam 25 ml H2SO4 49% lalu dipanaskan
pada suhu 45oC selama 45 menit dan didinginkan lalu ditambahkan dengan 25 ml
akuades dan dibiarkan selama satu malam lalu suspensi yang terbentuk dipisahkan.
Suspensi dimasukkan ke dalam kuvet lalu disentrifugasi dengan kecepatan
10.000 rpm selama 20 menit hingga pH netral lalu diultrasonifikasi selama 10 menit
lalu dimasukkan ke dalam membran dialisis dan direndam dalam 100 ml akuades lalu
diaduk selama 4 hari, dan larutan yang terbentuk diuapkan. Kristal yang terbentuk
disebut sebagai nanokristal selulosa (NKS).

3.4.3 Pembuatan Nanozeolit dari Zeolit Alam Sarulla
Bongkahan zeolit alam dipecahkan menggunakan martil, digiling menjadi bentuk
bubuk menggunakan blender, digiling membentuk bubuk berukuran nanometer
dengan menggunakan balmill.

Universitas Sumatera Utara

75


3.4.4 Pembuatan Adesif
Sebanyak 5 gram pati sagu BS dimasukkan ke dalam gelas kimia lalu ditambahkan
50 ml larutan NaOH 0,1 N, dipanaskan di atas hotplate pada suhu 65 oC hingga
menjadi gel lalu diturunkan dari atas hotplate dan dibiarkan suhunya turun menjadi
suhu kamar, ditambahkan boraks dan diaduk hingga homogen selama 5 menit,
ditambahkan pengisi dan diaduk hingga homogen selama 5 menit lalu ditambahkan
HCl 0,1 N sebanyak 5 ml. Gel yang terbentuk disebut sebagai adesif, dikarakterisasi
(FT-IR, uji rekat, SEM, TGA, DSC).

3.4.5 Pengujian Sampel
3.4.5.1 Uji Rekat
Uji digunakan untuk menguji kekuatan rekat sampel. Beban statis yang diberikan
sebesar 1 kN dengan kecepatan 10 mm/menit. Panjang spesimen 196 mm. Lebar dan
ketebalan tiap sampel diukur sebelum pengujian, dengan nilai perkiraan masing–
masing 28 mm dan 1 mm (Gambar 3.3).
Sampel dipersiapkan dengan diberi tanda batasan pada grip sebelum dimasukkan ke
unit penjepit. Setelah masuk ke unit penjepit maka program komputer (U60) diatur
(diatur ketebalan sesuai dengan ketebalan sampel uji) lalu dilakukan pengujian.
Setelah sampel terlepas/putus maka sampel segera diambil dari unit penjepit lalu
diklik OK.


A

F

Gambar 3.4 Sampel Uji Rekat

Universitas Sumatera Utara

76

Kekuatan rekat dihitung dengan rumus

σ

= F/A, dimana F adalah gaya yang

diberikan kepada sampel dan A adalah luas bidang penampang sampel yang
dikenakan gaya secara tegak lurus.


3.4.5.2 Uji Gugus Fungsi
Sampel dipreparasi dalam bentuk bubur (mill). Bubur diperiksa dalam sebuah film
tipis yang diletakkan di antara lempengan-lempengan garam yang datar. Pengujian
dilakukan dengan menjepit film hasil campuran pada tempat sampel. Kemudian film
diletakkan pada alat ke arah sinar inframerah. Hasilnya akan ditampilkan sebagai
spektrum bilangan gelombang dari daerah 4000-500 cm-1 pada suhu kamar.

3.4.5.3 Uji Ukuran Partikel Zeolit
Particle Size Analyzer Vasco adalah alat untuk mengukur partikel yang berukuran

nanometer dalam liquid. Prinsip pengukuran didasarkan pada penghamburan cahaya
yang tersebar. Teknologi ini telah dipatenkan dan dikembangkan oleh Perancis
Institute of Petroleum (IFP). Sampel bubuk zeolit sebanyak 80 gram dimasukkan ke
dalam alat tersebut selama 34 jam menghasilkan nanozeolit (NZ) sebanyak 15 g.

3.4.5.4 Uji Struktur Kristal Zeolit
Analisis difraksi sinar-X (XRD) pada nanokomposit

dengan tabung anoda Cu.


Analisis XRD bertujuan untuk mengetahui bentuk kristal material, menentukan
struktur kristal, analisis fasa kualitatif dan kuantitatif, ukuran kristal dan perhitungan
kisi–kisi dari suatu material. Perubahan yang terjadi dalam intensitas yang terdifraksi
diukur, direkam, dan diplot terhadap sudut difraksi ( 5 ≤ 2 ≤ 4β).

3.4.5.5 Uji Morfologi dengan SEM
Proses pengamatan mikroskopik menggunakan SEM diawali dengan merekatkan
sampel dengan stab yang terbuat dari logam specimen older. Sebelumnya semua

Universitas Sumatera Utara

77

sampel dibiarkan di udara bebas hingga kering. Setelah sampel dibersihkan dengan
alat peniup lalu sampel dilapisi dengan emas dan Palladium dalam mesin dionspater
yang bertekanan 14,92 atm. Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam ruangan yang
khusus dan disinari dengan pancaran elektron bertenaga 10 kV sehingga sampel
mengeluarkan elektron sekunder dan elektron terpental yang dapat dideteksi dengan
detector scientor

yang kemudian diperkuat oleh suatu rangkaian listrik yang

menyebabkan gambar CRT (Cathode Ray Tube) muncul. Pemotretan dilakukan
setelah memilih bagian tertentu dari objek (sampel) dari perbesaran yang diinginkan
sehingga diperoleh foto yang baik dan jelas.

3.4.5.6 Uji Termal TGA
Analisis degradasi termal dilakukan dengan menggunakan instrument Shimadzu TA
50. Suhu diatur secara terprogram, yaitu pada suhu 25 - 600oC dengan laju
pemanasan 10oC/menit. Pengujian ini dilakukan di bawah kondisi atmosfer nitrogen
(20 ml/menit) untuk mencegah degradasi termooksidatif. Uji ini bertujuan untuk
menentukan kehilangan berat (massa) sampel terhadap perubahan suhu.

3.4.5.7 Uji Termal DSC .
Analisis sampel dengan massa rata–rata 10 mg diletakkan dalam cawan aluminium
standar. Alat ini secara umum bertujuan untuk mempelajari program suhu. Sebagai
alat analisis, fungsi ini sangat berguna untuk mengetahui diferensial kalorimetri
pemindaian. Alat ini dapat juga digunakan untuk mengetahui teknik termoanalitikal,
yaitu untuk mengetahui perbedaan jumlah panas yang diperlukan, meningkatkan suhu
dari sampel dan referensi diukur sebagai fungsi suhu. Aliran gas nitrogen 20
ml/menit. Uji DSC untuk mengetahui jumlah panas yang diperlukan agar sampel
terdegradasi/terdekomposisi.
Adapun alat lain yang mempunyai banyak kesamaan dengan DSC adalah alat
Diferensial Termal Analisis (DTA) yaitu alat yang menganalisis aliran panas ke

sampel dengan acuan yang tetap sama. DSC dan DTA memberikan informasi yang

Universitas Sumatera Utara

78

sama. Untuk DSC, energi diperlukan untuk menjaga suhu pada referensi dan sampel
tetap sama sedangkan DTA mengukur perbedaan suhu antara sampel dan referensi
ketika keduanya diletakkan di bawah panas yang sama.

Universitas Sumatera Utara

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pati Sagu Batang Sawit (BS)
Sampel BS dicacah (diserpihkan) menggunakan alat khusus untuk menghancurkan
BS. Ukuran serpihan yang dihasilkan pada penelitian ini adalah 10 - 15 mm. Hal ini
mempengaruhi ekstrak yang dihasilkan. Ukuran penyaring yang digunakan oleh
Ridwansyah 80 mesh sementara ukuran penyaring yang digunakan pada penelitian ini
lebih kecil yaitu 200 mesh (74 µm) sehingga granula pati yang mengendap di dalam
endapan itu lebih halus. Waktu pengendapan selama 8 jam. Hasil ekstraksi pati kering
yang diperoleh dari batang I, II, dan III berturut–turut 0,195%, 0,195%, dan 0,244%
atau rata–rata 0,211 %. Dari sampel BS terdapat 27,25% minyak. Setelah diperoleh
pati dari BS maka dilakukan uji karakterisasi pati dengan menggunakan spektrum
FT-IR dengan tujuan untuk melihat gugus-gugus fungsi pada pati dari BS dimana
spektrum yang diperoleh (Gambar 4.1). Hal ini menunjukkan karakteristik dari
puncak spektrum beberapa gugus fungsi yang ditemukan pada pati (Tabel 4.1).

Tabel 4.1. Puncak-Puncak Spektrum FT-IR Pati Sagu BS
Bilangan Gelombang (cm-1)

Gugus Fungsi

3341

OH

2928

C-Hmetil

2353

CH2

1728

C=O

1431

C-O

79
Universitas Sumatera Utara

80

Amilopektin
Pati
sagu BS

2353.16
2927.94
3340.71

1728.22

1431.18

4000

3500

3000

2500

2000

1500

1000

500

0

-1

Bilangan Gelombang (cm )

cm-1

Gambar 4.1 Spektrum FT-IR Pati Sagu BS
Dari Gambar 4.1 terlihat bahwa terdapat puncak yang landai pada 3341 cm-1
yang menunjukkan gugus -OH dari amilosa/amilopektin.

4.2 Karakterisasi Selulosa Bahan Baku Nanokristal Selulosa (NKS)
Pada penelitian ini selulosa yang dihasilkan dari 10 kali isolasi TKS diperoleh αselulosa sebanyak 93,275 gram atau 15,77% dan dari 30 gram α-selulosa diperoleh
6,02 gram NKS atau sekitar 20%. α-selulosa dikarakterisasi dengan

FT-IR

sebagaimana spektrumnya ditunjukkan pada Gambar 4.2.

Universitas Sumatera Utara

81

Bilangan Gelombang (cm-1)

Gambar 4.2 Spektrum FT-IR Selulosa dari TKS

Pada Gambar 4.2 spektrum FT-IR di atas menunjukkan gugus-gugus fungsi yang
terdapat pada sampel selulosa. Adapun puncak-puncak yang muncul ditunjukkan
pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Gugus Fungsi pada Spektrum FT-IR Selulosa dari TKS
Bilangan Gelombang (cm-1)

Gugus fungsi

3000-3400

O-H

2900

C-Hmetil

1650-1700

C=O

1300

C-O

4.3 Karakterisasi Zeolit
Perolehan nanozeolit berukuran 232 nm sebanyak 15 gram dari 80 gram serbuk zeolit
alam Sarula melalui proses grinding selama 34 jam. Kandungan zeolit alam telah
dikarakterisasi dengan menggunakan difraksi Sinar-X dan dibandingkan dengan hasil

Universitas Sumatera Utara

82

karakterisasi zeolit mordenit (MOR) standar. Karakterisasi dengan menggunakan
XRD memberikan pola difraksi seperti pada tampilan Gambar 4.3.
Zeolit
700

600

Intensitas

500

400

300

200

100

0
5

10

15

20

25

30

35

40

45


Ө Menggunakan Difraksi Sinar-X
Gambar 4.3 Spektrum Zeolit Alam

Gambar 4.4 Spektrum Zeolit Mordenit (MOR) Standar Menggunakan Difraksi Sinar-X

Universitas Sumatera Utara

83

Hasil difraktogram dari zeolit alam pada Gambar 4.3 menunjukkan intensitas terbesar
pada sudut 2

sekitar 29,76;

27,92;

23,00. Hasil ini dibandingkan dengan

difraktogram zeolit jenis mordenite standar pada Gambar 4.4. Mordenit standar
mempunyai intensitas tinggi pada sudut 2

yaitu 27,00;

25,63;

23,00 dari

perbandingan ini dimana bahan baku zeolit alam yang diperoleh dari Kabupaten
Tapanuli Utara mendekati zeolit jenis mordenit (Na 8(Si4OAl8O96).24H2O. Namun
terdapat puncak-puncak (peak) dengan intensitas peak internal (counts) yang cukup
tinggi muncul pada spektrum XRD dari zeolit alam Sarulla yang tidak dimiliki oleh
mordenit seperti pada sudut 29,76 yang menunjukkan bahwa kristalinitas yang
terbentuk pada zeolit alam Sarulla ini tidak hanya berstruktur mordenit tetapi ada
kemungkinan tercampur dengan jenis klinoptilolit ((K2,Na2,Ca)3[Al6Si30O72].20H2O)
serta beberapa senyawa impuritis. Sudut difraksi pada Gambar 4.γ yaitu 5 ≥ β ≥ 4β
untuk melihat komposisi logam yang ada pada sampel bahan uji.
Selain dikarakterisasi dengan XRD, zeolit juga dikarakterisasi dengan Partikel
Size Analyzer (PSA) untuk mengetahui ukuran partikel zeolit yang akan dijadikan

pengisi pada adesif. Adapun hasil karakterisasi zeolit dengan PSA ditunjukkan pada
Gambar 4.5:

Diameter (µm)

Universitas Sumatera Utara

84

Gambar 4.5 Ukuran Partikel Zeolit Alam Sarulla Menggunakan PSA.
Berdasarkan Gambar 4.5 diketahui bahwa ukuran rata-rata partikel zeolit yang
diperoleh 232 nanometer, ukuran ini masih tergolong nanopartikel. Ukuran partikel
mempunyai hubungan secara langsung dengan permukaan per gram pengisi. Oleh
sebab itu ukuran partikel yang kecil dapat memperluas permukaan sehingga interaksi
di antara polimer matriks dan pengisi seterusnya dapat meningkatkan penguatan
bahan polimer. Ringkasnya semakin kecil ukuran partikel semakin tinggi interaksi
antara pengisi dan matriks polimer. Kohls dan Beaucage (2002) menyatakan bahwa
luas permukaan dapat ditingkatkan dengan adanya permukaaan yang berpori pada
permukaan pengisi sehingga polimer dapat menembus masuk ke dalam permukaan
yang berpori semasa proses pencampuran (Ismail, 2000).
Selain dari luas permukaan, kehomogenan penyebaran di dalam matriks
polimer juga pentng untuk menentukan kekuatan interaksi di antara pengisi dan
matriks polimer. Partikel yang berserakan secara homogen dapat meningkatkan
interaksi mulai dari penyerapan polimer pada permukaan pengisi. Sebaliknya partikel
yang tidak berserakan secara homogen mungkin menghasilkan aglomerat dalam
matriks polimer. Aglomerat akan memperkecil luas permukaan dan selanjutnya akan
melemahkan interaksi di antara pengisi dan matriks dan mengakibatkan penurunan
sifat fisik dan bahan polimer (Ismail, 2000).

4.4 Karakteristik Adesif Menggunakan Uji Rekat
Pengujian kuat rekat dilakukan menggunakan Electronic System Universal Testing
Machines berdasarkan standar ASTM D905. Adesif yang dimaksudkan adalah adesif
pati sagu BS. Berdasarkan Gambar 4.6 menunjukkan bahwa kekuatan rekat optimum
pada adesif dengan penambahan boraks+2%NKS (X4) = 2,80 MPa (28,55 kgf/cm 2),
dimana 1 MPa = 10,1972 kgf/cm2. Hal ini dikategorikan masih sesuai standar nilai
uji rekat adesif berbahan baku formaldehid. Berikut ini ditampilkan Tabel 4.3
kekuatan rekat sampel.

Universitas Sumatera Utara

85

Konsentrasi boraks yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 5% dengan
pH 10. Penggunaan boraks adalah untuk meningkatkan kekentalan (viskositas) dan
ketahanan terhadap jamur dan air. Berdasarkan Baumann dan Conner (2003) bahwa
turunan adesif dari pati dapat diimprovisasi secara signifikan dengan penambahan
boraks menuju: (1) peningkatan viskositas, (2) pengolahan yang lebih mudah, dan
(3) memperbaiki sifat–sifat fluida. Sedangkan Widiarto (2005) menambahkan 8%
(w/w) boraks untuk mendapatkan nilai optimum dari kekuatan tensil dan
perpanjangan pada patahan (sifat mekanik dan biodegradabilitas) film campuran
antara pati sagu dan poli(vinil alkohol) [PVA]. Widiarto menggabungkan bahan alam
(pati) dengan bahan sintetis (PVA). Sedangkan pada penelitian ini digunakan bahan
alam (pati sagu BS) sebagai matriks adesif dan NKS atau NZ sebagai pengisi yang
juga dari bahan alam. Hal ini untuk mendukung pemberdayaan bahan alam sebagai
bahan baku adesif pati nanokomposit. Menurut Baumann dan Conner (2003) boraks
berfungsi meningkatkan viskositas

dan sebagai stabilizer daya rekat. Ketika

digunakan dalam adesif, boraks ditambahkan hingga 10% pati kering sebelum pati
dimasak. Jika penambahan natrium hidroksida ditambahkan, senyawa kompleks akan
memisah; viskositas suspensi akan mulai menurun dengan peningkatan natrium
hidroksida. Berdasarkan hal tersebut maka dipilih konsentrasi 5% (w/w) boraks
(pertengahan antara 1-10%) karena bahan yang digunakan adalah bahan alam baik
untuk matriks maupun pengisi adesif pati nanokomposit.
Pada uji kekuatan rekat adesif dengan penambahan boraks lebih rendah jika
dibandingkan terhadap kekuatan rekat adesif (tanpa boraks). Hal ini disebabkan
kemungkinan karena air kristal melepas dari boraks. Namun viskositasnya lebih
tinggi (13,9) dibandingkat terhadap adesif (tanpa boraks = 0,17 dapat dilihat Tabel
4.8) dan morfologi penampang adesif dengan penambahan boraks (9,17 µm) lebih
kecil daripada adesif (tanpa boraks = 15,07 µm, dilihat Gambar 4.9 dan Tabel 4.5)
Menurut Baumann dan Conner (2003) pati merupakan produk polimer alam dan
ditemukan di dalam hampir tiap tanaman. Saat ini sumber utama pati–pati komersial
adalah jagung, kentang, tapioka, dan gandum. Turunan adesif dari pati dapat

Universitas Sumatera Utara

86

diimprovisasi secara signifikan dengan penambahan boraks menuju: (1) peningkatan
viskositas, (2) pengolahan yang lebih mudah, dan (3) memperbaiki sifat–sifat fluida.

.
Gambar 4.6 Pengaruh Penguat Terhadap Kuat Rekat Adesif

Keterangan:
X1= Adesif

X7 = Adesif + Boraks + 5%NKS

X2 = Adesif + Boraks

X8 = Adesif + Boraks + 1%NZ

X3= Adesif + Boraks + 1% NKS

X9 = Adesif + Boraks + 2%NZ

X4 = Adesif + Boraks + 2%NKS

X10 = Adesif + Boraks + 3%NZ

X5 = Adesif + Boraks + 3%NKS

X11 = Adesif + Boraks + 4%NZ

X6 = Adesif + Boraks + 4%NKS

X12 = Adesif + Boraks + 5%NZ

Universitas Sumatera Utara

87

Tabel 4.3 Konversi Kekuatan Rekat Sampel
Nama

Kekuatan Rekat

Kekuatan Rekat

Sampel

(MPa )

(kgf/cm2)

1

X1

0,56

5,71

2

X2

0,42

4,28

3

X3

2,10

21,41

4

X4

2,80

28,55

5

X5

0,90

9,18

6

X6

0,12

1,22

7

X7

0,18

1,84

8

X8

1,50

15,30

9

X9

2,50

25,49

10

X10

0,14

1,43

11

X11

0,07

0,71

12

X12

0,21

2,14

No.

Dimana:
X1= Adesif

X7 = Adesif + Boraks + 5%NKS

X2 = Adesif + Boraks

X8 = Adesif + Boraks + 1%NZ

X3= Adesif + Boraks + 1% NKS

X9 = Adesif + Boraks + 2%NZ

X4 = Adesif + Boraks + 2%NKS

X10 = Adesif + Boraks + 3%NZ

X5 = Adesif + Boraks + 3%NKS

X11 = Adesif + Boraks + 4%NZ

X6 = Adesif + Boraks + 4%NKS

X12 = Adesif + Boraks + 5%NZ

4.5. Karakterisasi Adesif Menggunakan FT-IR
Adesif pati sagu BS yang diperoleh pada penelitian ini dikarakterisasi dengan FT-IR
dengan tujuan untuk melihat perbedaan gugus fungsi pada setiap adesif pati
nanokomposit dengan penambahan pengisi. Adapun hasil karakterisasi FT-IR adesif

Universitas Sumatera Utara

88

pati nanokomposit dari berbagai perlakuan ditunjukkan pada Gambar 4.7. Selanjutnya
spektrum ini menggambarkan karakteristik gugus fungsi dari adesif pati
nanokomposit tersebut dijelaskan pada Tabel 4.4.

Adesif
Adesif + Boraks
Adesif + Borak+ NKS
Adesif + Boraks + NZ

4000

3500

3000

2500

2000

1500

1000

500

-1

Bilangan Gelombang (cm )

Gambar 4.7 Spektrum FT-IR Adesif Pati Nanokomposit.

Universitas Sumatera Utara

89

Tabel 4.4 Gugus Fungsi dari Spektrum FT-IR Adesif Pati Nanokomposit
Bilangan
Gelombang

X1 (cm-1)

Bilangan
Gelombang
X2 (cm-1)

Bilangan
Gelombang
X4 (cm-1)

Bilangan
Gelombang
X9 (cm-1)

Gugus
Fungsi

3379

3387

3402

3410

O-H

2936

2936

2943

2940

C-Hmetil

1639

1636

1636

1639

C=C

1022

1022

1018

1022

C-O

Dimana; X1= Adesif;
X4 = Adesif + Boraks + 2%NKS

X2 = Adesif + Boraks;
X9 = Adesif + Boraks + 2%NZ .

Berdasarkan hasil - hasil karakterisasi FT-IR dari adesif pati nanokomposit (Tabel
4.4) menunjukkan bahwa adesif, adesif dengan penambahan boraks, adesif dengan
penambahan boraks+2%NKS (X4), dan adesif dengan penambahan boraks+2%NZ
(X9) di atas adalah mempunyai gugus-fungsi yang sama yaitu O-H, C-Hmetil, dan CO. Hal ini menunjukkan bahwa pencampuran bahan tersebut antara pati dengan
boraks, pati dengan NKS, atau pati dengan NZ adalah interaksi fisik. Perbedaan kurva
terjadi pada ketajaman puncaknya terhadap rentang bilangan gelombangnya. Interaksi
kimia yang diharapkan dari penambahan boraks tidak terlihat pada kurva FT-IR
dimungkinkan karena suhunya tidak sesuai. Menurut Koswara (2006) bahwa pati
ikatan silang dibuat dengan menambahkan agen ikat silang dalam suspensi pati pada
suhu tertentu dan pH yang sesuai. Pada adesif dengan penambahan boraks+2%NKS
terlihat bahwa puncak kurva yang paling landai dan tingkat absorbansi yang paling
lambat/rendah terhadap perubahan nilai bilangan gelombang. Hal ini menunjukkkan
bahwa tingkat absorbansi sampel (adesif dengan penambahan boraks+2%NKS)
terhadap gugus fungsi atau material terutama gugus fungsi O-H dan yang lainnya
adalah rendah atau lambat. Ini berarti adesif dengan penambahan boraks+2%NKS

Universitas Sumatera Utara

90

paling resisten terhadap pengaruh oleh material asing dibandingkan sampel adesif
yang lainnya.

4.6 Karakterisasi Adesif Menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM)
Perolehan adesif pati nanokomposit dikarakterisasi dengan SEM dengan tujuan untuk
melihat morfologi penampang perolehan adesif. Gambar 4.8 dan Gambar 4.9
menunjukkan karakteristik beberapa sampel bahan baku adesif dan adesif pati
nanokomposit yang diperoleh kemudian dibandingkan antara morfologi bahan baku
dan produk (Gambar 4.8 dan Gambar 4.9).

a

b

Universitas Sumatera Utara

91

c

Gambar 4.8 Morfologi Penampang Bahan Baku Adesif:
(a) Pati Sagu BS, (b) NKS, (c) NZ

a

b

Universitas Sumatera Utara

92

c

d

Gambar 4.9 Morfologi Penampang Adesif Pati Nanokomposit:
(a) Adesif, (b) Adesif dengan Boraks, (c) Adesif dengan
Boraks+2%NKS, (d) Adesif dengan Boraks+2%NZ
Diameter penampang adesif pati nanokomposit hasil analisis uji SEM disajikan pada
Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Diameter Morfologi Penampang Adesif Pati Nanokomposit
Sampel

Diamter 1

Diameter 2

Diameter 3

Rerata

(µm)

(µm)

(µm)

X1

2,50

17,6

25,10

15,07

X2

3,91

8,30

15,30

9,17

X4

2,50

3,06

3,11

2,89

X9

15,5

3,58

9,54

9,54

Diameter

Pada Gambar 4. 8 a, b, dan c adalah morfologi penampang berturut–turut pati sagu
BS, NKS, dan NZ dengan perbesaran 2000 kali. Gambar 4.9 a, b, c, dan d adalah

Universitas Sumatera Utara

93

morfologi penampang adesif, adesif dengan penambahan boraks, adesif dengan
penambahan boraks+2%NKS, dan adesif dengan penambahan boraks+2%NZ dengan
perbesaran 3000 kali. Dapat dilihat bahwa boraks terdistribusi mengikat antar
granula–granula yang ada pada pati sagu BS sebagai matriks adesif sehingga ukuran
rongga mengecil. Kehadiran NKS mengisi rongga–rongga sehingga memperkecil
rongga–rongga adesif yang sebagian sudah mengecil akibat terikat oleh boraks.
Kehadiran NZ menutup seluruh permukaan adesif sehingga adesif terlihat tidak
memiliki rongga/pori. Pada Tabel 4.5 menunjukkan bahwa rerata diameter terkecil
terdapat pada adesif dengan penambahan boraks+2%NKS yaitu 2,89 µm atau 2890
nm.
4.7 Karakterisasi Adesif Menggunakan TGA
Karakterisasi adesif dengan menggunakan TGA seperti pada Gambar 4.10.

Gambar 4.10 Karakterisasi 4 Sampel Adesif Menggunakan TGA

Universitas Sumatera Utara

94

Berdasarkan data pada termogram menunjukkan bahwa adesif memiliki ketahanan
termal yang cukup baik. Suhu degradasi adesif tersebut ditampilkan pada Tabel 4.6:
Tabel 4.6 Karakterisasi 4 Sampel Adesif Menggunakan TGA
Variabel

Suhu (oC)

Penurunan berat (W/g) Residu pada suhu 600oC

X1

309

5,441%

23,28%

X2

292

7,994%

20,19%

X4

291

7,650%

24,27%

X9

287

7,482%

24,61%

Dimana; X1= Adesif; X2 = Adesif + Boraks; X4 = Adesif + Boraks + 2%NKS
X9 = Adesif + Boraks + 2%NZ .
Analisis termogram dari adesif, adesif dengan penambahan boraks, adesif dengan
penambahan boraks+2%NKS dan adesif dengan penambahan boraks+2%NZ
ditunjukkan pada Gambar 4.10. Hasil suatu termogram dapat digunakan untuk
melihat karakteristik setiap bahan yang menunjukkan perubahan massa suatu bahan
pada saat pemanasan dan untuk mendeteksi perubahaan karena dekomposisi.
Adesif pada tahap awal terdegradasi pada suhu 309 oC yaitu terjadi
penurunan berat sebesar 5,441% dan tahap ini merupakan tahap pemutusan rantairantai utama polimer sampai terurai pada suhu 600oC dengan menyisakan residu
23,28%. Adesif dengan penambahan boraks terdegradasi pada suhu 292oC yaitu
terjadi penurunan berat sebesar 7,994% dan tahap ini merupakan tahap pemutusan
rantai-rantai utama polimer sampai terurai pada suhu 600oC menyisakan residu
20,19%. Adesif dengan penambahan boraks+2%NKS terdegradasi pada suhu 291oC
yaitu terjadi penurunan berat sebesar 7,650% dan tahap ini merupakan tahap
pemutusan rantai-rantai utama polimer sampai terurai pada suhu 600oC menyisakan
residu 24,27%. Adesif dengan penambahan boraks+2%NZ terdegradasi pada suhu
287oC yaitu terjadi penurunan berat sebesar 7,482% dan tahap ini merupakan tahap

Universitas Sumatera Utara

95

pemutusan rantai-rantai utama polimer sampai terurai pada suhu 600oC menyisakan
residu 24,61%.
Karakterisasi menggunakan TGA diperoleh bahwa adesif pada suhu 600 oC masih
menyisakan residu yaitu adesif (23,28%), adesif dengan penambahan boraks
(20,19%), adesif dengan penambahan boraks+2%NKS (24, 27%), dan adesif dengan
penambahan boraks+2%NZ (24,61%). Penambahan bahan pengisi (NKS dan NZ)
meningkatkan jumlah residu yang berarti meningkatkan ketahanan termal adesif.
Adesif dengan penambahan boraks+2%NZ mempunyai jumlah residu yang tertinggi
(24,61%) yang berarti penambahan boraks+2%NZ memberi peningkatan ketahanan
termal adesif yang tertinggi. Hal ini disebabkan zeolit memiliki partikel penyusun
anorganik yang begitu rumit sehingga dengan keberadaan zeolit pada matriks
menyebabkan adesif

lebih tahan terhadap termal. Adesif dengan penambahan

boraks+2%NKS mempunyai jumlah residu 24,27% yang mana angka ini mendekati
jumlah residu adesif dengan penambahan boraks+2%NZ (24,61%). Sedangkan adesif
dengan penambahan boraks+2%NKS mempunyai jumlah residu 24,27% yang mana
perbedaan jumlah residunya tidak signifikan. Hal ini disebabkan karena kandungan
nanokristal selulosa (NKS) yang terdapat didalamnya memperkuat bahan berukuran
nano yang meningkatkan kinerja adesif (Kaboorani, dkk, 2012).

4.8 Karakterisasi Adesif Menggunakan DSC
Hasil karakterisasi adesif menggunakan DSC diperlihatkan pada Gambar 4.11 dan
Tabel 4.7. Berdasarkan karakterisasi adesif menggunakan DSC pada Gambar 4.11
dan Tabel 4.7 menunjukkan bahwa adesif dengan penambahan boraks+2%NKS
adalah yang terbaik karena memiliki suhu leleh yang tertinggi yaitu 459 oC. Hal ini
disebabkan karena kandungan nanozeolit berupa logam–logam alkali dan alkali tanah
yang berukuran nanometer sulit untuk meleleh sebelum mencapai suhu/titik lelehnya
yang yang tergolong tinggi (459 oC).

Universitas Sumatera Utara

96

Gambar 4.11 Karakterisasi Adesif Pati Nanokomposit Menggunakan DSC

Suhu leleh adesif pati nanokomposit ditampilkan pada Tabel 4.7:

Tabel 4.7 Karakterisasi Adesif Pati Nanokomposit Menggunakan DSC
No.
1
2

Variabel
X1 (Adesif)
X2 (Adesif + Boraks)

Suhu leleh (oC)
393
407

3

X4 (Adesif + Boraks + 2%NKS)

459

4

X9 (Adesif + Boraks + 2%NZ)

414

4.9 Karakterisasi Menggunakan SNI
Perolehan adesif diuji untuk menentukan apakah adesif sesuai Standar
Nasional Indonesia. SNI yang dijadikan acuan pada penelitian ini SNI 06-00601998 yaitu urea formaldehida cair untuk perekat kayu lapis yaitu

syarat

mutu

meliputi pH (25oC) = 8-10; berat jenis (25oC) = 1200-1240; formaldehid bebas

Universitas Sumatera Utara

97

maksimal = 2%; waktu gelatinasi (100oC) minimal = 60; keteguhan rekat kayu lapis
kering minimal = 10 kgf/cm2. Adapun hasil uji standar mutu pada perolehan adesif
ditunjukkan pada Tabel 4.8. Berdasarkan indikator pH adesif maka adesif yang lulus
SNI adalah adesif dengan penambahan boraks dan adesif dengan penambahan
boraks+1%NKS dengan pH kedua adesif adalah sama, yaitu 9.

Sedangkan pH

boraks adalah 10. pH yang berbeda menghasilkan hasil yang berbeda. Waktu
gelatin dan suhu gelatin tidak melebihi SNI sehingga masih dikategorikan sesuai SNI.
Jika dilihat dari uji daya rekatnya maka adesif dengan penambahan boraks+2%NKS
(28,55 kgf/cm2 ) adalah memenuhi kriteria SNI.
Indikator perekat yang paling penting adalah uji rekat adesif. Berdasarkan
hasil penelitian di atas adesif yang paling memenuhi kriteria adesif SNI adalah adesif
dengan penambahan boraks+2%NKS.

Tabel 4.8 Hasil Uji Mutu Adesif
Nama

pH

Sampel

X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8
X9
X10
X11
X12

12
9
9
12
12
12
12
13
13
13
12
12

Waktu

Suhu

Gelatin

Gelatin

(menit)

(oC)

30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30

65
65
65
65
65
65
65
65
65
65
65
65

Densitas

Viskositas

(kgf/cm2)

(gr/ml)

0,71
0,82
0,84
1,01
0,67
0,54
0,61
0,71
0,72
0,66
0,73
0,91

Uji Rekat

0,17
13,9
4,25
5,08
9,63
10,7
5,17
7,58
7,87
3,77
3,99
4,81

5,71
4,28
21,41
28,55
9,18
1,22
1,84
15,30
25,49
1,43
0,71
2,14

Universitas Sumatera Utara

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
1. Penelitian menghasilkan 4 jenis adesif pati nanokomposit yaitu adesif, adesif
dengan penambahan boraks, adesif dengan penambahan boraks+2%NKS
(nanokristal selulosa), dan adesif dengan penambahan boraks+2%NZ
(nanozeolit).
2. Adesif pati nanokomposit yang memenuhi syarat kriteria SNI 06-0060-1998
sebagai adesif untuk kayu adalah adesif dengan penambahan boraks+2%NKS
(nanokristal selulosa), memiliki kekuatan rekat optimum 28,55 kgf/cm 2,
diameter penampang 2,89 µm, residu pada suhu 600oC sebesar 24,27% (uji
TGA), suhu leleh 459oC (uji DSC). FT-IR menunjukkan tidak ada ikatan
kimia baru.

5.2 SARAN
1. Pati dari batang sawit dapat digunakan sebagai sumber pati melalui proses
ekstraksi dan presipitasi menggunakan alat ekstraktor sehingga menghasilkan
pati dengan kualitas yang lebih tinggi dan waktu proses yang relatif lebih
singkat.
2. Boraks dapat digunakan untuk modifikasi pati non pangan sebagai matriks
adesif atau untuk tujuan peruntukan lainnya.
3. NKS dan NZ dapat digunakan sebagai pengisi (penguat) nanokomposit. NKS
dapat diperoleh dengan proses isolasi TKS yang mana ukuran serpihan TKS 10
– 20 mm agar diperoleh prosentasi perolehan NKS yang lebih tinggi. NZ dapat
diperoleh dengan proses grinding lalu dilanjutkan dengan presipitasi (proses
basah) agar diperoleh kualitas prosentasi perolehan NZ yang lebih tinggi
4. Adesif pati nanokomposit dapat diproduksi secara massal.
98
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

PREPARASI ZEOLIT ALAM SARULLA KECAMATAN PAHAE KABUPATEN TAPANULI UTARA PROPINSI SUMATERA UTARA SEBAGAI BAHAN PENGISI DALAM APLIKASI NANOKOMPOSIT BUSA POLIURETAN.

0 3 24

Pengaruh Penambahan Nanokristal Selulosa Tandan Kosong Sawit (Elaeis guineens Jack) Terhadap Morfologi dan Sifat Mekanik Produk Lateks Karet Alam Chapter III V

0 0 29

Modifikasi Pati Sagu Batang Sawit Sebagai Matriks Adesif Nanokomposit Dengan Nanokristal Selulosa dan Nanozeolit Alam Sarulla Sumatera Utara

0 5 24

Modifikasi Pati Sagu Batang Sawit Sebagai Matriks Adesif Nanokomposit Dengan Nanokristal Selulosa dan Nanozeolit Alam Sarulla Sumatera Utara

0 0 2

Modifikasi Pati Sagu Batang Sawit Sebagai Matriks Adesif Nanokomposit Dengan Nanokristal Selulosa dan Nanozeolit Alam Sarulla Sumatera Utara

0 0 11

Modifikasi Pati Sagu Batang Sawit Sebagai Matriks Adesif Nanokomposit Dengan Nanokristal Selulosa dan Nanozeolit Alam Sarulla Sumatera Utara

0 1 57

Modifikasi Pati Sagu Batang Sawit Sebagai Matriks Adesif Nanokomposit Dengan Nanokristal Selulosa dan Nanozeolit Alam Sarulla Sumatera Utara

0 0 9

Modifikasi Pati Sagu Batang Sawit Sebagai Matriks Adesif Nanokomposit Dengan Nanokristal Selulosa dan Nanozeolit Alam Sarulla Sumatera Utara

0 0 13

Pengaruh Penambahan Selulosa Nanokristal Dari Kulit Rotan Dengan Plasticizer Gliserol dan Co-Plasticizer Asam Sitrat Dalam Pembuatan Biokomposit Berbahan Dasar Pati Sagu (Metroxylon Sp) Chapter III V

0 2 38

Pengaruh Penambahan Selulosa Nanokristal Dari Kulit Rotan Dengan Plasticizer Gliserol dan CO-Plasticizer Asam Asetat Dalam Pembuatan Biokomposit Berbahan Dasar Pati Sagu (Metroxylon sp) Chapter III V

0 0 37