Modifikasi Pati Sagu Batang Sawit Sebagai Matriks Adesif Nanokomposit Dengan Nanokristal Selulosa dan Nanozeolit Alam Sarulla Sumatera Utara

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Perekat atau adesif adalah suatu zat atau bahan yang memiliki kemampuan untuk
mengikat dua buah benda berdasarkan ikatan permukaan (Blomquist, dkk., 1983;
Forest Product Society, 1999). Adesif menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
kehidupan modern saat ini. Aktifitas

pengepakan, pembangunan, automobil,

kedokteran gigi, medis, barang–barang konsumer, dan industri makanan. Semua
aktifitas tersebut mengandalkan sepenuhnya pada material adesif. Penggunaan adesif
dalam teknologi hingga hari ini terus tumbuh dengan cepat di seluruh dunia dan
penelitian dalam pengetahuan polimer terus berkembang pesat, untuk menghasilkan
berbagai ragam adesif baru (Hon dan David, 2003). Adesif merupakan salah satu
bahan utama yang sangat penting dalam industri pengolahan kayu, khususnya
komposit. Dari total biaya produksi kayu yang dibuat dalam berbagai bentuk dan
jenis kayu komposit, lebih dari 32% adalah biaya perekatan (Sellers, 2001). Adesif
selalu bermasalah. Pati dan protein yang menjadi pilihan utama sebagai bahan adesif
memiliki kesulitan untuk bertahan dalam jangka panjang terutama terhadap air dan

jamur (Lambuth, 2003).
Adesif alami merupakan alternatif pengganti adesif berbahan dasar minyak
dan gas bumi tetapi sifat perekatannya masih kurang baik. Adesif berbahan
formaldehid merupakan adesif sintetis yang bahan bakunya diperoleh sebagai hasil
olahan minyak dan gas bumi yang tidak dapat diperbaharui. Formaldehid dapat
menyebabkan emisi formaldehid yaitu reaksi alergi manusia terhadap bahan kimia
yang terdapat pada material konstruksi terutama formaldehid atau zat kimia lain
sebagai bahan adesif yang diaplikasikan pada bangunan atau perabot. Adesif
berbahan dasar minyak dan gas bumi seperti formaldehid memiliki sifat perekatan

1
Universitas Sumatera Utara

2

yang baik tetapi ketersediaannya semakin terbatas dan sebagian mengandung zat
kimia yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan (Maloney, 1993).
Pengutamaan pemanfaatan bahan baku dari alam daripada bahan baku sintetis
merupakan isu lingkungan yang sudah lama berkembang termasuk pengembangan
bahan baku adesif. Hal ini berkaitan dengan beberapa kelebihan bahan baku alam

seperti lebih ramah lingkungan dan potensinya yang cukup banyak dan dapat
diperbaharui. Saat ini kecendrungan pengembangan adesif adalah adesif yang sedikit
atau tidak mengandung formaldehid serta perekat yang sedikit atau tidak
menggunakan pelarut berbahan dasar air sehingga dampak negatif terhadap
lingkungan akan berkurang. Penelitian dan pengembangan mengenai adesif terus
dilakukan untuk mengeksplorasi adesif alami baru yang kualitasnya tinggi dan
dampak negatif terhadap lingkungan yang rendah. Kelemahan adesif sintetis seperti
urea formaldehid (UF), phenol formaldehid (PF), dan melamin formaldehid (MF)
adalah ketersediaan sumber bahan baku adesif yang semakin berkurang dan
timbulnya emisi formaldehid dari produk material hasil perekatan terhadap
lingkungan. Emisi formaldehid dapat menyebabkan gejala pusing, sakit kepala, dan
insomnia. Karena kegiatan pembangunan minyak dan gas bumi yang terus-menerus
maka kemungkinan sumber minyak dan gas bumi semakin lama semakin berkurang
bahkan habis sehingga perlu bahan pengganti dalam pembuatan adesif (Umemura,
2006).
Santoso (1995) menggunakan lignin sebagai bahan baku adesif dengan kadar
metoksil dan kadar abu rendah namun memiliki kadar hidroksil fenolik yang cukup
besar. Lignin dengan ciri tersebut di atas dapat dibuat sebagai bahan adesif dengan
formaldehid melalui reaksi hidroksimetilasi untuk mengurangi ketergantungan
terhadap kebutuhan adesif sintesis sebagai hasil olahan asal minyak bumi yang

merupakan sumber daya tidak terbarukan, mengurangi pencemaran lingkungan, dan
menekan biaya adesif. Santoso (2010) juga memanfaatkan lignin dan tanin untuk
bahan alternatif adesif kayu. Lubis (2012) menggunakan tepung pati yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan seperti jagung, kentang, singkong, sagu, gandum, beras, dan

Universitas Sumatera Utara

3

kedelai sebagai adesif. Gunorubon (2012) menggunakan boraks untuk menghasilkan
adesif berbasis pati ubi kayu.
Pati memiliki sifat hidrofobik yang tinggi. Peningkatan sifat mekanik seiring
dengan peningkatan gaya adesi sehingga permukaannya berinteraksi dan terikat
dengan matriks. Sifat hidrofobik yang tinggi menjadi masalah dalam hal
kompatibilitas dan adesi dengan serat selulosa (Mahlberg dan Paajanen, 2001). Hal
ini menyebabkan komposit tidak kuat karena sifat mekanik (kompatibilitas) rendah.
Menurut Rowell (2004) dan Schut (1997) bahwa kompabilitas yang rendah
disebabkan gaya adesi antara matriks dan pengisi (serat selulosa) tidak kuat karena
sifat kepolarannya berbeda. Sedangkan menurut Laurent (1996), Chang dan
Simonsen (2006) bahwa adesi yang terjadi antara gugus hidrofilik yang polar (serat

selulosa) dan gugus hidrofobik matriks polimer yang non polar (pati sagu batang
sawit) menjadi masalah untuk proses pengolahannya. Karkmaker (1991) mengatakan
bahwa lignoselulosa yang hidrofilik tidak dapat menempel dengan baik dengan
matriks yang hidrofobik.
Nanokomposit dapat meningkatkan ketahanan dan permeabilitas. Prinsip dari
pembuatan nanokomposit adalah adanya ikatan-ikatan yang terjadi antara atom C, O,
dan atom lainnya karena ikatan sudah dilakukan mulai dari ukuran nanometer
sehingga akan menghasilkan material yang lebih kuat pada saat menjadi material
yang berukuran besar (Subiyanto, 2006). Ada 2 (dua) material mendasar penyusun
komposit yaitu matriks dan penguat. Fungsi utama matriks adalah melindungi
komposit dari gangguan luar berupa tekanan, suhu, mentransfer beban yang diterima
komposit kepada penguat yang digunakan sehingga membuat material lebih kuat, dan
mengikat penguat sesuai dengan yang diinginkan. Bahan yang biasa digunakan
sebagai penguat adalah serat, baik serat alami maupun serat sintetis (Pandey, dkk.,
2009).
Pada tahun 1985 lebih dari 1,6 milyar kg pati digunakan sebagai bahan adesif
Hal ini menjadikan pati sebagai material adesif yang sangat penting (Hon dan David,
2003).

Tanaman sawit yang berusia 25 tahun akan diremajakan sehingga


Universitas Sumatera Utara

4

menimbulkan limbah organik dari pohon sawit. Untuk mengurangi dan juga memberi
nilai tambah pada batang maupun tandan kosong sawit tersebut berbagai upaya telah
dilakukan termasuk memanfaatkan sagu dari batang sawit menjadi bahan adesif
organik. Limbah dari batang sawit tersebut jika dibakar maka akan mencemarkan
udara dan dapat menyebabkan peningkatan pemanasan global.
Limbah padat pohon sawit berupa batang/kayu sawit dan pelepah kelapa
sawit yang dihasilkan masing-masing 2.257.281 dan 514.480 ton/tahun. Pada
tahun 2006-2010 ada kenaikan areal tanaman kelapa sawit yang diremajakan
yaitu rata-rata setiap tahunnya 89.965 Ha (Ridwansyah, 2006). Pada batang sawit
terdapat pati sagu sebesar 4,7% dengan kadar air 10,65% dari total 2 meter pertama
dari pucuk batang sawit. Komposisi pati sawit memiliki kadar lemak 0,37%, abu
0,68%, dan serat 1,78%, kandungan amilosanya 28,76%. Pati sawit memiliki suhu
o

gelatinisasi 72 C dan derajat putihnya 83,02%. Kejernihan pasta 15,4%T lebih kecil

dari pati komersial. Pola amilografi pati sawit dikategorikan pati normal, memiliki
viskositas akhir yang lebih tinggi dari pati komersial yang mengindikasikan pati sawit
lebih mudah mengalami retrogradasi dan sangat baik diaplikasikan sebagai bahan
adesif (Ridwansyah dkk., 2012). Ekstraksi pati sawit tidak hanya memberi kontribusi
ekonomis saja tetapi juga dapat memperluas aplikasi penggunaan serat bebas pati
(61,01%) sehingga dapat menambah keanekaragaman pemanfaatan limbah batang
sawit (Azemi, dkk., 1999). Kandungan pati yang tinggi pada batang sawit ada pada
bagian atas (Guritno dan Darnoko, 2003).
Turunan adesif dari pati dapat diimprovisasi secara signifikan

dengan

penambahan boraks menuju: (1) peningkatan viskositas, (2) pengolahan menjadi
lebih mudah, dan (3) memperbaiki sifat–sifat fluida (Baumann dan Conner, 2003).
Pengaruh boraks pada sifat mekanik dan biodegradabilitas film campuran antara pati
sagu dan

polivinil alkohol

bahwa nilai optimum dari kekuatan tarik dan


perpanjangan pada patahan dari film diperoleh dengan penambahan 8% (w/w) boraks.

Universitas Sumatera Utara

5

Boraks meningkatkan perpanjangan pada patahan film campuran pati sagu - PVA dan
juga memberi improvisasi kekuatan tarik film (Widiarto, 2005).
Boraks sangat terkenal semenjak banyak oknum masyarakat

yang

menyalahgunakannya pada makanan untuk tujuan pengawetan pada makanan. Boraks
adalah bahan pengawet kayu dan antiseptik pengontrol kecoa. Fungsinya hampir
sama dengan pestisida. Boraks dapat terkonversi menjadi natrium borat dan asam
borik. Natrium borat dan asam borik jika masuk ke dalam tubuh dan bercampur
dengan produksi sperma maka akan merusak testis dan fertilitas pria. Asam borik
menghasilkan efek developmental yaitu menurunkan berat badan, malformasi, dan
kematian di dalam keturunan hewan yang sedang mengandung yang diberi asam

borik melalui mulut sehingga boraks tidak diizinkan penggunaannya untuk
modifikasi pati pangan (Anonim, 2007).
Boraks (dinatrium tetraborate dekahidrat atau disingkat sebagai DSTB) dalam
jumlah kecil natrium hidroksida digunakan sebagai aditif untuk adesif berbasis pati.
Boraks berfungsi meningkatkan viskositas dan sebagai stabilizer daya rekat. Ketika
digunakan dalam adesif, boraks ditambahkan hingga 10% pati kering sebelum pati
dimasak. Natrium hidroksida ditambahkan secukupnya untuk merubah boraks
menjadi natrium metaborat, yang mana ada senyawa boron aktif di dalam bahan
pengental. Metaborat mampu menyangkutkan 2 (dua) molekul pati sekaligus untuk
membentuk suatu kompleks. Jika penambahan natrium hidroksida ditambahkan,
senyawa kompleks akan memisah; viskositas suspensi akan mulai menurun dengan
peningkatan natrium hidroksida (Baumann dan Conner, 2003).
Penambahan pengisi dapat meningkatkan sifat mekanik, elektrik, termal,
optik, dan sifat-sifat pemrosesan dari polimer dan mengurangi biaya produksi.
Peningkatan sifat-sifat matriks tergantung pada banyak faktor termasuk aspek rasio
dari bahan pengisi, derajat dispersi dan orientasi dalam matriks, dan adesi pada
antarmuka matriks – bahan pengisi (Makadia, 2000). Ukuran partikel mempunyai
hubungan secara langsung dengan permukaan per gram pengisi. Semakin kecil
ukuran partikel semakin tinggi interaksi antara pengisi dan matriks polimer (Ismail,


Universitas Sumatera Utara

6

2000). Penambahan bahan pengisi menghasilkan peningkatan spesifik dalam sifat
mekanik dan sifat fisik matriks. Perlakuan dari bahan memungkinkan menjadi
pendukung mekanisme beberapa pengisi membentuk ikatan kimia dengan matriks
sebagai penguat (Ketan, 2002). Luas permukaan dapat ditingkatkan dengan
keberadaan permukaaan yang berpori pada permukaan pengisi sehingga polimer
mampu menembus masuk ke dalam permukaan yang berpori saat proses
pencampuran (Kohls dan Beaucage, 2002). Secara umum upaya penguatan bahan
pengisi dipengaruhi oleh 3 (tiga) ciri utama yaitu ukuran partikel dan luas permukaan,
bentuk dan struktur permukaan, serta aktifitas dan sifat-sifat kimia permukaan.
Pengisi sekaligus penguat pada umumnya mempunyai ukuran partikel yang kecil,
permukaan yang aktif secara kimia. Permukaan yang memiliki pori dan bentuk yang
tidak seragam dapat meningkatkan daya ikat (Hanafi, dkk. 2005).
Penggunaan serat yang lebih liat mempunyai kekuatan yang lebih baik
dibandingkan dengan serat kaca ataupun serat alamiah. Faktor lain yang juga sangat
penting yaitu posisi geometri pengisi atau serat yaitu perbandingan antara panjang
serat dengan diameter serat dan volume pengisi. Umumnya semakin kecil ukuran

partikel pengisi atau semakin tinggi perbandingan aspek geometri maka semakin baik
pengisi tersebut maka akan meningkatkan sifat mekanik komposit yang dihasilkan.
Selain itu, pengolahan kimia yang dilakukan baik untuk fasa matriks maupun fasa
penguat atau kedua–duanya maka akan meningkatkan keserasian antara kedua fasa
penguat melalui peningkatan kekuatan antar muka dan seterusnya akan meningkatkan
sifat mekanik komposit yang dihasilkan (Callister, 2007).
Penambahan 2% berat Al2O3

ukuran nanometer di dalam adesif epoksi

memberi kekuatan rekat tertinggi yaitu hampir 4 (empat) kali lebih tinggi
dibandingkan dengan yang tanpa modifikasi (Zhai, dkk., 2007). Kehadiran 2% berat
nanozeolit alam

memberikan uji tarik nanokomposit tertinggi sebesar 8 MPa

sedangkan tanpa nanozeolit alam sebesar 6,6 MPa (Bukit, 2011). Penambahan
bentonit 2,5 – 3,5% berat dan ukuran partikel 200 – 300 mesh pada nanokomposit

Universitas Sumatera Utara


7

berbasis poliester menghasilkan uji tarik statis, regangan pada saat putus dan
impak/pukulan yang sangat baik (Rihayat, 2015).
Selulosa yang berasal dari tandan kosong sawit (TKS) mengandung
lignoselulosa dengan komponen utama selulosa (49,95%), lignin (16,46%), dan
hemiselulosa (22,84%). TKS merupakan limbah industri pengolahan sawit sebesar 10
juta ton/tahun di Indonesia (Loebis, 2008). Karena ikatan hidrogen antara molekul
selulosa tidak mudah diputus maka selulosa tidak larut di dalam pelarut yang paling
umum sehingga tidak dapat digunakan sebagai adesif. Sebagai gantinya maka
selulosa dikonversikan kepada beragam turunan yang dapat digunakan dalam
formulasi adesif. Selulosa tidak dapat larut dalam air, memberikan struktur kaku
kepada dinding sel kayu, dan seratnya lebih tahan terhadap hidrolisis daripada pati.
Reaktivitas selulosa bergantung kepada strukturnya. (Baumann dan Conner, 2003).
Selulosa menjadi salah satu alternatif bahan adesif alami. Namun diperlukan
perlakuan lebih lanjut agar pori yang terdapat dalam ikatan–ikatan permukaan dua
atau lebih bahan yang direkatkan menjadi lebih kuat (Lambuth, 2003). Sifat yang
terkandung pada selulosa antara lain sifat mekanik yang baik, densitas yang rendah,
dan kemampuan terurai tergantung pada sifat selulosa yang digunakan (Zimmerman,
dkk., 2005).
Penggunaan

nanokristal

selulosa

nanokomposit dengan menggunakan

sebagai

penguat

pada

pembuatan

poli styreneco-butil akrilat (poli (S-co-BUA).

Sejak saat itu banyak penggunaan bahan nanokomposit dikembangkan dengan
menggabungkan nanokristal selulosa kepada berbagai matriks polimer. Sifat
nanokomposit selulosa tergantung pada jenis dan karakteristik nanokristal selulosa
dan matriks polimer yang digunakan baik polimer alam maupun sintesis (Samir, dkk.,
2005). Nanoselulosa dapat menjadi inovasi polimer dalam penelitian dan aplikasi.
Struktur supramolekul yang luar biasa dan karakteristik produk yang luar biasa,
molekul yang tinggi dan kristalinitas selulosa yang tinggi dengan kadar air hingga
99% sehingga nanoselulosa memerlukan perhatian yang tinggi di bidang aplikasi
selulosa (Souza, dkk., 2010). Kekuatan mekanik serta daya tahan matriks pati juga

Universitas Sumatera Utara

8

dapat

ditingkatkan dengan penambahan nanoselulosa sebagai pengisi untuk

menghasilkan adesif nanokomposit untuk substrat kayu. Penggunaan nanokristal
selulosa (NKS) sebagai penguat menjadikan bahan ukuran nanometer mampu
meningkatkan kinerja adesif kayu. Nanoselulosa positif mempengaruhi kekuatan
polimer. Pengaruh kekuatan NKS untuk pembentukan struktur jaringan di atas
ambang perkolasi yang dihasilkan dari ikatan hidrogen (Kaboorani, dkk., 2012).
Data Kementerian Pertambangan dan Energi Propinsi Sumatera Utara tahun
2003 bahwa komposisi zeolit alam dari Kecamatan Sarulla Kabupaten Tapanuli Utara
Sumatera Utara adalah 60,16% SiO2, 4,20% Fe2O3, dan 14,25% Al2O3. Harahap
(2006) menemukan deposit zeolit alam sebanyak 3.340.000 ton persis di pinggir jalan
lintas antara Sarulla – Sipirok. Aini dan Indriati (2007) menggunakan zeolit sebagai
pengisi kertas untuk menggantikan kaolin. Chen, dkk. (2011) menambahkan zeolit
pada sisi luar karton bergelombang sehingga karton lebih tahan terhadap kelembaban
dan membantu sisi dalam bertahan lebih lama. Zeolit adalah nama umum untuk
kelompok zeolit yang mana kristal- kristalnya merupakan aluminosilikat logam alkali
dan alkali tanah yang mengandung air. Zeolit adalah zat berpori dengan pori-pori
berskala nanometer. Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan penelitian
dengan topik: “Modifikasi Pati Sagu Batang Sawit sebagai Matriks Adesif
Nanokomposit dengan Nanokristal Selulosa dan Nanozeolit Alam Sarulla Sumatera
Utara”. Pemanfaatan pati sagu yang terdapat pada batang sawit sebagai matriks adesif
pati nanokomposit belum pernah dilakukan selama ini. Hal ini ditujukan agar tidak
mengurangi ketersediaan sumber pati untuk pangan dan untuk mengurangi
penggunaan formaldehid sebagai bahan adesif yang selama ini menimbulkan
pencemaran udara melalui emisi formaldehid. Pati sagu batang sawit dimodifikasi
dengan pemodifikasi seperti boraks untuk meningkatkan kekentalannya dan
ketahanannya terhadap air dan jamur. Pengisi seperti selulosa perlu diolah menjadi
kristal karena bentuk kristal lebih teratur dibandingkan terhadap bentuk amorf (αselulosa) sehingga lebih sulit untuk terdegradasi. Partikel pengisi selulosa dan zeolit
diupayakan berukuran nanometer bertujuan untuk memperluas permukaaan

Universitas Sumatera Utara

9

penampang partikel sehingga bidang sentuh terhadap matriks menjadi lebih luas
untuk dapat memperluas kesempatan berinteraksi dengan permukaaan matriks (pati
sagu batang sawit). Penambahan pengisi nanokristal selulosa dan nanozeolit ke dalam
matriks adesif juga belum pernah dilakukan sebelumnya. Hal tersebut ditujukan
untuk meningkatkan daya rekat adesif dan daya resistansi adesif terhadap kelembaban
dan termal. Pemanfaatan limbah perkebunan sawit berupa batang sawit dan tandan
kosong sawit yang berasal dari Kecamatan Pematang Jaya Kabupaten Langkat serta
zeolit alam yang ada di Kecamatan Sarulla Kabupaten Tapanuli Utara sebagai bahan
penelitian mampu menggali potensi dan meningkatkan nilai jual (ekonomi) sumber
daya alam Propinsi Sumatera Utara. Penambahan bahan pengisi/penguat nanokristal
selulosa dan nanozeolit kedalam matriks adesif pati nanokomposit merupakan sesuatu
hal yang baru dari penelitian ini yang diperoleh dari pemanfaatan sumber daya alam
Sumatera Utara.

1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan–permasalahan pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah mendapatkan sagu pati dari batang sawit sebagai matriks
adesif?
2. Bagaimanakah mendapatkan NKS dari TKS dan NZ dari zeolit alam Sarulla
sebagai bahan pengisi adesif?
3. Bagaimanakah menghasilkan adesif pati nanokomposit untuk kayu dan peran
boraks?
4. Bagaimanakah ketahanan termal adesif untuk kayu yang divariasikan sebagai
adesif tanpa penambahan boraks, NKS dan NZ, adesif dengan penambahan
boraks tanpa penambahan NKS dan NZ, adesif dengan penambahan boraks
dan NKS, adesif dengan penambahan boraks dan NZ. (uji FT-IR, rekat, SEM,
TGA, dan DSC)

Universitas Sumatera Utara

10

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menghasilkan adesif pati nanokomposit untuk kayu yang bersifat ramah
lingkungan dengan menggunakan matriks pati sagu BS yang dimodifikasi
dengan boraks dan bahan pengisi NKS dan NZ.
2. Membandingkan sifat mekanik, fisika, dan kimia dari variasi adesif pati
nanokomposit yang dihasilkan.

1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Pati sagu BS dapat digunakan sebagai sumber pati pada pembuatan adesif pati
nanokomposit untuk mengurangi penggunaan pati bahan pangan sebagai
bahan adesif pati.
2. Produk penelitian dapat diproduksi secara masal sebagai produk adesif
komersil.

1.5 Urgensi Penelitian
Penambahan bahan pemodifikasi pada pati sagu batang sawit akan menyebabkan
peningkatan sifat adesif pati dan meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam
Sumatera Utara khususnya tanaman sawit dan zeolit alam menjadi lebih optimal.

1.6 Metodologi Penelitian
Penelitan ini bersifat eksperimental laboratorium dimana pada penelitian ini
dilakukan dalam beberapa tahap:
1. Pada tahap pertama adalah proses penyediaan pati sagu BS yang diperoleh dari
proses ekstraksi BS dan presipitasi pati sagu BS. Karakterisasi yang digunakan
yaitu analisa dengan menggunakan FT-IR.
2. Pada tahap kedua yaitu proses penyediaan NKS melalui isolasi selulosa dari TKS
yang dilanjutkan dengan penyediaan NKS melalui hidrolisis selulosa dengan

Universitas Sumatera Utara

11

menggunakan

H2SO4

49%

dan

dengan

menggunakan

sentrifuse

untuk

menghilangkan bagian amorf sehingga diperoleh bentuk kristalnya. Karakterisasi
yang dilakukan adalah analisa dengan menggunakan FT-IR dan SEM.
3. Pada tahap ketiga adalah proses penyediaan NZ dari proses ballmill zeolit alam
Sarulla Kabupaten Tapanuli Utara Sumatera Utara. Karakterisasi yang digunakan
yaitu XRD dan PSA.
4. Pada tahap keempat adalah penyediaan boraks, NaOH 0,1 N dan HCl 0,1 N.
5. Pada tahap kelima yaitu proses pencampuran (blending) untuk memperoleh variasi
adesif pati nanokomposit yaitu adesif, adesif dengan penambahan boraks, adesif
dengan penambahan boraks+pengisi. Pengisi yaitu NKS dan NZ masing –masing
divariasikan 1%, 2%, 3%, 4%, 5%. Karakterisasi yang digunakan meliputi analisa
kekuatan mekanik dengan uji rekat, analisa gugus fungsi menggunakan Fourier
Transform Infrared (FT-IR), analisa morfologi dengan menggunakan Scanning
Electron Microscopy (SEM), analisa termal menggunakan

Thermogravimetry

Analysis (TGA) dan Differential Scanning Calorimetry (DSC).
6. Pada tahap keenam yaitu uji standar mutu SNI adesif untuk kayu dari adesif pati
nanokomposit yang dihasilkan.

Universitas Sumatera Utara