Modifikasi Pati Sagu Batang Sawit Sebagai Matriks Adesif Nanokomposit Dengan Nanokristal Selulosa dan Nanozeolit Alam Sarulla Sumatera Utara

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pati
Pati memegang peranan penting dalam berbagai industri seperti kertas, lem, tekstil,
permen, glukosa, dektrosa, sirop fruktosa dan lain lain. Dalam perdagangan dikenal
ada dua jenis pati yaitu pati biasa yang belum dimodifikasi dan pati yang telah
dimodifikasi (Pudjihastuti, 2010). Pati terdiri dari amilosa dan amilopektin yang
merupakan polimer dari glukosa, rantainya linier dan bercabang seperti yang
diperlihatkan Gambar 2.1. Tiap unit glukosa secara potensial mempunyai 3 gugus
hidroksil reaktif yang merupakan basis dari semua turunannya. Retrogradasi pati
merupakan suatu proses yang terjadi ketika pati tergelatin oleh molekul komposit
yang bergabung kembali di dalam suatu struktur yang tersusun (Light, 1989).

amilosa

amilopektin

Gambar 2.1 Rumus Bangun Amilosa dan Amilopektin
Amilosa tersusun dari maltosa rantai lurus sedangkan amilopektin tersusun dari
maltosa rantai lurus yang membentuk cabang setelah 25 satuan monosakarida.


12
Universitas Sumatera Utara

13

Pati sawit terdiri dari lemak (0,37%), abu (0,68%), serat (1,78%) lebih tinggi
dari pati sagu dan tapioka tetapi memiliki kandungan amilosa (28,76%) yang lebih
rendah. Suhu gelatinisasi pati sawit (77 oC) sama dengan sagu tetapi lebih besar dari
tapioka sedangkan derajat putih pati (83,02%) dan kejernihan pasta (15,4%T) lebih
kecil dari sagu dan tapioka. Ekstraksi batang sawit sepanjang 2 meter dari pucuk
menghasilkan 4,7% pati. Kandungan α-amilosa pada pati sawit lebih rendah
dibandingkan kandungan α-amilosa pada pati sagu dan tapioka sedangkan kandungan
asam pada pati sawit adalah hampir sama dengan kandungan asam pada sagu dan
tapioka (Ridwansyah, 2006).
Granula pati dipanaskan dan akan tercapai pada suhu dimana pada saat itu
terjadi kehilangan sifat polarisasi cahaya pada hilum, mengembangnya granula pati
yang bersifat tidak dapat kembali yang disebut dengan gelatinisasi. Sumber pati
diperoleh dari batang sawit yang sudah berusia 20-25 tahun yang akan diganti dengan
tanaman baru (Ridwansyah dkk., 2012).

Pati merupakan polimer yang terjadi secara alamiah dari glukosa. Hal itu
berbeda dari selulosa dalam 2 (dua) aspek yang signifikan. Cincin glukosa ada dalam
konfigurasi α-D lebih baik daripada konfigurasi -D dan pati dapat didiferensiasikan
ke dalam 2 (dua) tipe polimer. Salah satu polimer yaitu amilosa terdiri dari unit
monomer α-D-anhidroglukopiranosa yang berkombinasi secara linear melalui ikatan
1–4 dengan sedikit cabang atau tidak sama sekali. Polimer lainnya yaitu amilopektin
dihubungkan melalui ikatan 1–4 tetapi juga mempunyai cabang yang membentuk
pada gugus alkohol primer pada C-6. Analisis yang hati– hati dari berbagai pati
memperlihatkan bahwa ada juga suatu fraksi yang dipikirkan menjadi amilopektin
yang jarang bercabang. Jumlah amilosa dan amilopektin dalam pati bergantung pada
sumber dari patinya. Banyak pati mengandung amilosa sebesar 20 – 30% berat
walaupun hibrida tertentu dapat mengandung lebih dari 80% amilosa. Biasanya pati
industri yang layak adalah pati jagung yang berlilin, pati jagung regular, pati jagung
tipe V yang memiliki amilosa tinggi, dan pati jagung tipe VII yang memiliki amilosa
tinggi dengan konsentrasi amilosa berturut–turut 0, 28, 55, dan 70%. Kalau hanya

Universitas Sumatera Utara

14


pati saja yang tersuspensi dalam air dingin secara esensial tidak mampu bertindak
sebagai adesif karena pati terikat

sangat kuat dalam bentuk granula. Granula

(butiran) ini terdiri dari daerah kristalin dimana molekul-molekul berantai lurus dan
molekul–molekul yang

berantai cabang adalah disatukan. Daerah kristalin

dihubungkan bersama dengan daerah yang sama oleh daerah yang lebih bersifat
amorf dimana molekul – molekulnya tidak disatukan (Baumann dan Conner, 2003).
2.2 Modifikasi Pati
Pati akan lebih tinggi nilai ekonominya jika dimodifikasi sifat-sifatnya melalui perlakuan
fisik atau kimia atau kombinasi keduanya. Industri pengguna pati menginginkan pati
yang mempunyai spesifikasi: (1) kekentalan yang stabil baik pada suhu tinggi maupun
rendah, (2) ketahanan yang baik terhadap perlakuan mekanis, dan (3) daya pengentalnya
tahan pada kondisi asam dan suhu tinggi. Sifat-sifat penting yang diinginkan dari pati
termodifikasi (yang tidak dimiliki oleh pati alam) adalah: (1) kecerahannya lebih tinggi
(pati lebih putih), (2) retrogradasinya rendah, (3) kekentalannya lebih rendah, (4) gel

yang terbentuk lebih jernih, (5) tekstur gel yang terbentuk lebih lembek, (6) kekuatan
regangnya rendah, (7) granula pati lebih mudah pecah, (8) waktu dan suhu gelatinisasi
lebih tinggi, (9) serta waktu dan suhu granula pati untuk pecah lebih rendah.
Perkembangan teknologi di bidang pengolahan pati menunjukkan bahwa pati alam dapat
dimodifikasi sehingga mempunyai sifat-sifat yang diinginkan tersebut. Modifikasi disini
dimaksudkan sebagai perubahan struktur molekul yang dapat dilakukan secara kimia,
fisika maupun enzimatis. Pati alami dapat dibuat menjadi pati termodifikasi dengan sifatsifat yang dikehendaki atau sesuai dengan keperluan. Pada bidang pangan, pati
termodifikasi banyak digunakan dalam pembuatan krim garam, mayones, saus kental,
jeli, produk- produk konveksioneri (permen coklat dan lain-lain), pengganti permen karet
arab dan lain-lain. Sedangkan pada bidang non pangan digunakan pada industri kertas,
tekstil, bahan bangunan, dan bahan pencampur (insektisida dan fungisida, sabun detergen
dan sabun batangan). Dewasa ini metode yang banyak digunakan untuk modifikasi pati
adalah modifikasi dengan asam, enzim, oksidasi, dan ikat silang (Pudjihastuti, 2010).

Universitas Sumatera Utara

15

Pati termodifikasi dapat diubah menjadi bersifat hidrofobik dan bersifat
biodegrade dengan cara pencampuran antara pati termodifikasi dan poli(ethilen-co-vinil

alkohol) (EVOH). Suhu pencampuran terjadi pada suhu kritis yang lebih rendah. Untuk
nanokomposit berbasis pati termodifikasi secara kationik dan EVOH, metode preparasi
berpengaruh besar pada karakteristik dispersi dari nanokomposit. Agregat dari MMT
mempunyai tingkat karakterisitik dispersi yang sangat tinggi dalam nanokomposit yang
dipreparasi oleh larutan yang dicampur tetapi karakteristik dispersi rendah dalam
nanokomposit. Spektroskopi FT-IR menunjukkan bahwa interaksi ionik antara grup
kationik dalam pati termodifikasi dan permukaan yang diisi pada sheet silikat dari
MMT dapat terbentuk dalam nanokomposit yang dipreparasi oleh pencampuran larutan
tetapi tidak dalam nanokomposit. Uji X-ray Diffraction (WAXD) menunjukkan bahwa
struktur kristalin EVOH dalam nanokomposit yang mengandung organoclay Cloisite
30B memiliki pola ortorombik dalam kedua spesimen yang memuaskan dan menguatkan
(dengan cara memanaskan lalu mendinginkannya), yang mana berbeda dari EVOH murni
(Song, 2010).
Menurut Kozich dan Wastyn (2012) proses modifikasi pati dapat dilakukan
dengan 2 (dua) metode yaitu perlakuan fisika dan kimia seperti yang diperlihatkan pada
Gambar 2.2 di bawah ini. Modifikasi pati

dilakukan untuk (1) peningkatan

kemampuan aliran, (2) peningkatan sifat–sifat elastik/kental, peningkatan tekstur, (3)

penebalan tekstur, (4) stabilitas tekstur, (5) pengendalian viskositas, (6) stabilitas
masa kadaluarsa yang panjang, (7) peningkatan stabilitas geser, (8) peningkatan
toleransi proses, (9) stabilitas peningkatan pH, (10) stabilitas asam, (11) stabilitas
peningkatan sisipan, (12) retrogradasi, (13) pembentukan gel, (14) kristalisasi
amilosa, (15) stabilitas pembekuan-pencairan, (16) sifat–sifat pembentukan film, (17)
elastisitas, (18) kohesi, (19) perekatan–adesi/kohesi, (20) pengikatan air,

(21)

flokulasi, dan (22) pati untuk sifat-sifat sensorik.

Universitas Sumatera Utara

16

Modifikasi Pati

Modifikasi Fisika

Modifikasi Kimia


Preglatinasi

Degradasi

Pati CWS

Dextrin

Pati
Dialdehid

Degredasi
Hidrolisis

Pati
Karboksil

Pati Terdegradasi
Sebagian


Degradasi
Enzimatis

Degredasi
Persulfat

Subtitusi

Ester Pati

Oksidasi

Asetat

Ikat Silang

Diester

Dieter


Eter Pati

Anion

Tadik Ion

Kation

Metil
Karboksi

Alkil
Hidroksi

Amonium
Kuarterner

Posfat


Mono-P

Di-P

Gambar 2.2. Diagram Alir Modifikasi Pati (Kozich dan Wastyn, 2012).
Sifat–sifat pati termodifikasi secara kimia bergantung pada 3 (tiga) hal yaitu (1)
bahan baku seperti jagung, kentang, gandum, tapioka, beras, dan (2) tipe modifikasi
seperti eter, ester, ikat silang serta (3) derajat (degree) dari modifikasi itu sendiri.
Aplikasi non pangan dari pati termodifikasi secara kimiawi terdapat pada industri
kertas, pasar tekstil, sektor konstruksi, industri pengeboran minyak, industri
pertambangan, industri farmasi, kosmetik, dan agrokimia.
Menurut Light (1989) modifikasi pati biasanya mengakibatkan perubahan
fenomena yaitu hibridisasi sebagaimana modifikasi kimia dan fisika dari pati natural.
Modifikasi kimia yaitu konversi dan derivatisasi. Tipe modifikasi fisika yaitu
pregelatinisasi, alat penyetel ukuran partikel, dan alat penyetel kelembaban. Ikat
silang merupakan suatu olahan dimana sejumlah kecil komponennya dapat bereaksi
dengan lebih dari 1 (satu) gugus hidroksil yang ditambahkan kepada polimer pati.

Universitas Sumatera Utara


17

Ikat silang memberikan yield granula pati dengan meningkatkan resistansi terhadap
pemasakan berlebih dan variasi lain di dalam kondisi proses. Tujuan utamanya adalah
untuk menyediakan tekstur yang pendek untuk dispersi masakan pati dan
menyebabkan resistansi terhadap kondisi proses seperti suhu, asam, dan shear.

Gambar 2.3. Skema Reaksi Modifikasi Pati (Neelam, 2012).
Pada Gambar 2.3 di atas memperlihatkan skema reaksi modifikasi pati. Reaksi yang
terjadi pada proses modifikasi pati tergantung terhadap bahan pemodifikasinya yaitu
reaksi esterifikasi, oksidasi, dan ikat silang.

2.3 Modifikasi Pati Dengan Boraks
Modifikasi pati ubi kayu dapat dilakukan dengan penambahan boraks (DSTB) untuk
menghasilkan adesif berbasis pati ubi kayu (Gunorubon, 2012). Boraks secara natural
menjadi mineral-mineral yang aman ketika digunakan secara langsung. Boraks
merupakan nutrien esensial bagi tanaman dan merupakan komposisi kunci di dalam

Universitas Sumatera Utara

18

produk – produk fiberglass, gelas, keramik, deterjen, pupuk, pengawet kayu, tahan
api, dan perawatan pribadi (Baumann dan Conner, 2003).
Pati merupakan produk polimer alam dan ditemukan di dalam hampir tiap
tanaman. Saat ini sumber utama pati–pati komersial adalah jagung, kentang, tapioka,
dan gandum. Turunan adesif dari pati dapat diimprovisasi secara signifikan dengan
penambahan boraks dengan tujuan untuk: (1) peningkatan viskositas, (2) taktik yang
lebih cepat, dan (3) memperbaiki sifat–sifat fluida (Baumann dan Conner, 2003).
Modifikasi pati secara kimiawi menyebabkan pati menjadi adesif yang baik
tetapi daya rekatnya untuk beberapa aplikasi industri sangat lambat dan viskositasnya
sangat rendah. Jika pati diolah dengan larutan air suling yang panas dan natrium
hidroksida lalu ditambahkan boraks maka akan terjadi perubahan kimiawi yang
ekstensif. Keterkaitan inter-rantai akan terbentuk menuju struktur anion boraks yang
dihasilkan kembali dalam modifikasi dari sifat–sifat fisik pati yang diinginkan. Hal
ini terjadi pada polimer rantai cabang yang lebih tinggi dengan berat molekul yang
lebih tinggi yang mana mampu meningkatkan viskositas, daya rekat, dan sifat fluida
dari adesif pati (Baumann dan Conner, 2003).
Aplikasi dalam industri pati dan adesif bergantung pada karakteristik unik
akibat penambahan boraks di dalam adesif. Produk–produk dan proses–proses yang
memerlukan adesif pati diantaranya: (1) papan kotak pengepakan, (2) kotak–kotak
kertas, (3) penyegelan karton, (4) penyegelan kardus, (5) tabung berliku (kertas dan
papan), (6) papan kertas lamina, (7) pita berperekat, (8) kertas berperekat, dan (9)
pengukuran tekstil. Aplikasi adesif dari turunan pati digunakan dalam industri paper
dan tekstil sebagai binder dan material berukuran, pengepakan, pabrik tas, lamina,
penyegelan karton, dan pelembaban kembali (Baumann dan Conner, 2003).
Variabel aditif dan formulasinya terdiri dari boraks (1-10% pati kering),
plastisiser (1-10% pati kering), aditif untuk peningkatan terhadap resistansi air,
stabiliser, viskositas, pengisi (5-50%), dan aditif lain. Aditif lain yang ada dalam
adesif berbasis pati yaitu untuk memperlambat pertumbuhan mikrobial, pemutihan
penghilangan warna dan mencegah penghilangan warna lem yang berlebihan,

Universitas Sumatera Utara

19

pengurangan busa untuk mencegah ada busa selama proses, dan pelarut organik untuk
mempertinggi ikatan terhadap permukaan lilin. Beberapa formulasi komponen adesif
ditampilkan pada Tabel 2.1 hingga Tabel 2.4 tersebut di bawah ini (Baumann dan
Conner, 2003).
Tabel 2.1. Formulasi untuk Adesif Pengepakan.
Fasa adesif pati

Jumlah (%)

Liquid pembawa):
Air
Pati
40% NaOH cair
Masak pada 71oC for 15 mnt
Air dingin

11,9
3,4
2,0

8,5

Padatan (suspensi) :
Air
Boraks dekahidrat
Aduk hingga larut
Pati
Aduk hingga terdispersi
Tambahkan larutan pembawa

56,6
0,54

16,9



Adesif untuk pengepakan disini menggunakan boraks dekahidrat sebesar 0,54%.
Tabel 2.2. Formulasi untuk Adesif Lamina.
Komponen atau proses

Jumlah (%)

Air
Dekstrin putih (daya larut tinggi)
Clay
Urea
Boraks dekahidrat
Masak hingga menjadi gel

54,6
20,2
20,2
6,7
5,0


Adesif untuk lamina disini menggunakan boraks dekahidrat sebesar 5,0%

Universitas Sumatera Utara

20

Tabel 2.3. Formulasi Adesif untuk Karton Penyegelan.
Komponen atau proses

Jumlah (%)

Air
Dekstrin Putih
Preservative
Boraks
Anti busa
Masak pada 85oC selama 20 mnt
Dinginkan hingga suhu 50oC
Air
50% NaOH

110
80
2
12
0,25


10
0,12

Adesif untuk karton penyegelan disini menggunakan boraks sebesar 12%
Boraks dalam jumlah kecil natrium hidroksida digunakan sebagai aditif untuk adesif
berbasis pati. Fungsi boraks disini adalah untuk meningkatkan viskositas dan sebagai
stabiliser daya rekat. Efeknya sangat penting dalam aplikasi mekanik adesif untuk
mengikat. Ketika digunakan dalam adesif, boraks sering ditambahkan hingga 10%
pati kering sebelum pati dimasak. Natrium hidroksida secukupnya ditambahkan untuk
melakukan konversi boraks menjadi natrium metaborat yang mana ada spesies boron
aktif di dalam bahan pengental. Metaborat mampu menyangkutkan 2 (dua) molekul
pati sekaligus untuk membentuk suatu kompleks (Pizzi, 2003).
Tabel 2.4. Formulasi untuk Adesif Pelembaban Kembali.
Adesif dan komponen/proses

Jumlah (%)

Adesif amplop:
Dekstrin kuning (95% larut)
Air
Tributil posfat
Panaskan hingga 88oC selama 30 mnt
Dinginkan hingga 60oC
Biarkan seperti sirup

65,7
32,9
0,2


1,1

Universitas Sumatera Utara

21

Adesif pelekat tape:
Air
Pati lilin (termodifikasi asam)
Urea

50
44
6

Adesif untuk pelembaban kembali disini tidak menggunakan boraks.
Jika penambahan natrium hidroksida ditingkatkan maka senyawa kompleks ini akan
memisah; viskositas suspensi akan mulai menurun seiring dengan peningkatan
natrium hidroksida. Persamaan reaksi antara pati dan boraks diperlihatkan pada
Gambar 2.4 di bawah ini (Baumann dan Conner, 2003):

Pati

Gambar 2.4 Reaksi Pembentukan Komplek Boraks dengan Pati

2.4 Boraks
Boraks adalah nama dagang dari dinatrium tetraborat dekahidrat atau dengan rumus
kimia: Na2B4O7·10H2O. Boraks sangat terkenal semenjak banyak oknum masyarakat
yang menyalahgunakannya pada makanan untuk tujuan pengawetan pada makanan.
Boraks adalah bahan pengawet kayu dan antiseptik pengontrol kecoa. Fungsinya
hampir sama dengan pestisida. Rumus bangun boraks seperti Gambar 2.5 di bawah
ini:

Universitas Sumatera Utara

22

Gambar 2.5 Rumus Bangun Boraks
Boraks berbentuk serbuk kristal putih tanpa bau dan mudah larut dalam air.
Boraks adalah suatu standar primer yang mudah didapat dalam keadaan murni,
boraks tidak berkurang beratnya sewaktu terkena udara, mudah dikeringkan, dan
tidak higroskopik serta memiliki berat ekivalen yang cukup tinggi agar dapat
mengurangi konsekuensi akibat kesalahan dalam penimbangan. Boraks dapat
digunakan untuk pembakuan HCl.
Boraks merupakan garam inorganik dengan deskripsi: putih, tidak berbau,
berbentuk bubuk kristalin. Bulk Density: 48 lbs/cubic.ft. pH: 9,25 @ 20°C (3%
larutan). Titik leleh: 144°F (62°C). Kelarutan di dalam air: 5.8% @ 20°C. Kelarutan
pelarut: larut dalam gliserol; sangat mudah larut di dalam alkohol; tidak larut di
dalam asam. Tingkat api dan eksplosif: bersifat tidak mudah dimakan api, tidak
mudah terbakar atau non eksplosif. Efek kesehatan akut: Inhalasi: debu mungkin
menyebabkan iritasi selaput/membran lendir disertai dengan batuk, tenggorokan
kering dan sakit. Kontak kulit: tidak iritasi terhadap keutuhan kulit. Penyerapan

Universitas Sumatera Utara

23

melalui area yang luas dari kerusakan kulit yang dapat menghasilkan gejala yang
sama terhadap proses menelan yang mengikutinya. Kontak mata: kontak langsung
dengan tepung atau debu dapat mengakibatkan iritasi dengan warna kemerahan,
merasa sakit, pandangan yang kabur dan mungkin melukai kornea. Proses menelan:
dapat menyebabkan gangguan pencernaan (lambung/usus) seperti sakit kepala yang
membosankan, muntah, sakit perut, dan diare, dengan efek penundaan kulit yang
memerah dan mengelupas. Efek kesehatan kronis: tidak ada efek kesehatan yang
kronis yang diharapkan dari penggunaan yang diharapkan dari produk ini atau dari
perlakuan/perawatan yang diketahui darinya di tempat kerja. Efek–efek berikut ini
telah dilaporkan untuk komponen, natrium borat, dan asam borik. Natrium borat jika
masuk ke dalam tubuh menjadi asam borik. Natrium Borat: Natrium borat dan asam
borik jika bercampur dengan produksi sperma, merusak testis dan bercampur dengan
fertilitas pria ketika diberikan terhadap hewan melalui mulut pada dosis tinggi. Asam
borik menghasilkan efek developmental yaitu menurunkan berat badan, malformasi,
dan kematian di dalam keturunan hewan yang sedang mengandung yang diberi asam
borik melalui mulut.

2.5 Selulosa
Selulosa merupakan struktur dasar sel–sel tanaman sehingga merupakan bahan alam
yang paling penting yang dibuat oleh organisme hidup. Sekitar 40% karbon tanaman
terikat dalam selulosa. Di dalam kayu, selulosa tidak hanya disertai dengan poliosa
(hemiselulosa) dan lignin tetapi juga terikat erat dengannya dan pemisahannya
memerlukan perlakuan kimia yang intensif. Selulosa merupakan komponen yang
seragam pada semua kayu. Perbandingan dan komposisi kimia dari lignin dan poliosa
berbeda pada kayu lunak dan kayu keras. Selulosa yang diisolasi tetap tidak murni.
Untuk memperoleh selulosa murni 100% dari kayu, α-selulosa harus mengalami
perlakuan intensif lebih lanjut, seperti hidrolisis parsial, pelarutan dan pengendapan,
dan produk yang dihasilkan terdiri atas rantai molekul yang sangat pendek (Fengel
dan Wegener, 1995).

Universitas Sumatera Utara

24

Selulosa merupakan salah satu jenis polisakarida (poliosa) yang tersusun dari
molekul glukosa dalam bentuk rantai panjang tidak bercabang yang mirip dengan
amilosa. Unit-unit dari glukosa dalam selulosa terikat pada ikatan
glikosidik. Isomer

-1,4-ikatan

tidak membentuk gulungan seperti isomer α, tetapi selaras dalam

baris paralel oleh ikatan hidrogen diantara kelompok hidroksil pada rantai yang
berdekatan. Hal ini menyebabkan selulosa tidak dapat larut dalam air, memberikan
struktur kaku kepada dinding sel kayu, dan seratnya lebih tahan terhadap hidrolisis
daripada pati. Reaktivitas selulosa bergantung kepada strukturnya. Selulosa adalah
material utama dalam dinding sel semua tanaman dan juga ditemukan di dalam
algae, bakteria, dan hewan – hewan (tunicates). Sekitar 1.011 ton selulosa terbentuk
tiap tahun; ini menempatkan selulosa termasuk sebagai sumber terbarukan yang
sangat penting di dunia (Baumann dan Conner, 2003).
Sifat–sifat selulosa adalah tidak berwana, tidak larut dalam air dan alkali,
hidrolisis sempurna dalam suasana asam menghasilkan glukosa, dan hidolisis tidak
sempurna menghasilkan maltosa. Selulosa terdiri dari dua bagian yaitu amorf dan
kristal. Selulosa dapat berada sebagai mikrofibril kristalin selulosa I, II, III, dan IV.
Fraksi kristal dinyatakan dalam persentase indeks kristalinitas. Penentuan struktur
selulosa dapat dilakukan dengan difraksi X-ray (XRD), NMR, dan FT-IR (Klemm,
dkk., 2011; Gea, 2010).
2.5.1 Struktur Selulosa
Selulosa adalah unit monomer homopolymer -D-anhidroglukopiranosa yang dapat
berhubungan melalui eter yang menghubungkan antara C-1 dari satu unit monomer
dan C-4 dari unit monomer yang berdampingan. Sebagai

ilustrasi, setiap unit

o

monomer lain dirotasikan melingkar sekitar 180 ketika dibandingkan kepada 2 (dua)
unit monomer tetangganya. Karena rotasi ini, selobiosa biasanya dipergunakan
menjadi unit perulangan dari polimer selulosa. Rantai yang memanjang dalam
selulosa dari range 700 – 25.000 unit glukosa tergantung pada sumbernya. Dua
sumber umum selulosa adalah kain tiras katun dan pulp kayu dengan perkiraan

Universitas Sumatera Utara

25

panjang rantai berturut-turut 1000–5000 dan 500–2100 unit glukosa. Sebagai hasil
dari jumlah gugus hidroksil yang besar, molekul selulosa siap membentuk ikatan
hidrogen dengan

molekul selulosa lain untuk memberikan struktur kristal yang

tinggi. Karena ikatan hidrogen antara molekul selulosa tidak mudah diputus, selulosa
tidak larut di dalam pelarut yang paling umum. Sebagai konsekuensinya, selulosa
itu sendiri tidak dapat digunakan sebagai adesif. Sebagai gantinya, selulosa
dikonversikan kepada beragam turunan yang dapat digunakan dalam

formulasi

adesif. Reaksi esterifikasi dan eterifikasi dapat dibawa keluar pada gugus hidroksil
dari selulosa. Ester dan eter selulosa ini dapat disiapkan menjadi larut ke dalam
pelarut organik. Turunannya adalah termoplastik dan kemudian digunakan dalam
plastik dan sebagai adesif hot-melt (Baumann dan Conner, 2003).
Untuk memodifikasi struktur selulosa, kisi ikatan hidrogen harus dihancurkan
dengan cara pembengkakan atau pemutusan. Struktur selulosa dapat dilihat pada
Gambar 2.6 di bawah ini:

Gambar 2.6 Struktur Selulosa (Setiyawan, 2010).
Ditinjau dari strukturnya, diharapkan selulosa mempunyai kelarutan yang besar
dalam air karena banyak kandungan gugus hidroksil yang membentuk ikatan
hidrogen dengan air (intaraksi yang tinggi antara pelarut-terlarut). Akan tetapi

Universitas Sumatera Utara

26

kenyataannya tidak demikian dan selulosa bukan hanya tidak larut dalam air tetapi
juga dalam pelarut lain. Penyebabnya ialah kekakuan rantai dan tingginya gaya antarrantai akibat ikatan hidrogen antargugus hidroksil pada rantai yang berdekatan.
Faktor ini dipandang menjadi penyebab kekristalan yang tinggi dari serat selulosa.
Jika ikatan hidrogen berkurang, gaya intaraksi pun berkurang dan oleh karenanya
gugus hidroksil selulosa harus diganti sebagian atau seluruhnya oleh pengesteran. Hal
ini dapat dilakukan dan ester yang dihasilkan larut dalam sejumlah pelarut. Selulosa
juga larut dalam larutan tembaga (II) hidroksida beramonia. Pembentukan kompleks
yang melibatkan gugus hidroksil selulosa, ion Cu2+ dan amonia menjelaskan gejala
larutnya selulosa dalam larutan tembaga (II) hidroksida beramonia (Coed, 1991).
Selulosa yang secara langsung dapat dijadikan serat sangatlah terbatas dan
yang lazim dilakukan ialah memroses larutan turunan selulosa dan kemudian
membuat polimer itu menjadi bentuk yang dikehendaki (misalnya serat atau lapisan
tipis) setelah selulosa dikembalikan lagi. Selulosa yang diperoleh dengan cara itu
disebut selulosa teregenerasi. Sangat sukar untuk mengukur massa molekul nisbi
selulosa karena (i) tidak banyak pelarut untuk selulosa, (ii) selulosa sangat cenderung
terombak selama proses, dan (iii) cukup rumit menggunakan selulosa dari sumber
yang berbeda. Cara yang sering dipilih ialah menitratkan selulosa dengan cara tidak
merusak dan massa molekul nisbi bagi selulosa didapat dari nitratnya. Dengan cara
itu diperoleh massa molekul nisbi selulosa kapas sekitar satu juta (Coed, 1991).
Pada serat selulosa tanaman, selulosa memberikan keadaan amorf, tetapi juga
terasosiasi dengan fase kristalin diantara inter- dan intramolekular ikatan H yang
mana selulosa tidak meleleh sebelum mencapai degradasi termal. Selulosa tergabung
pada serat paralel terhadap yang lainnya, dilingkupi dengan lignin dan hemiselulosa.
Sifat yang terkandung pada selulosa antara lain sifat mekanik yang baik, densitas
yang rendah, dan kemampuan terurai tergantung pada sifat selulosa yang digunakan
(Zimmerman, dkk., 2005). Ada beberapa tipe selulosa (I, II, III, IV, dan V) dan tipe
I menunjukkan sifat mekanik yang baik dan diterima dengan baik karena selulosa tipe

Universitas Sumatera Utara

27

I memiliki sebuah orientasi rantai paralel, sementara selulosa tipe II memiliki rantai
anti paralel (Mandal, 2011).
Penggunaan difraksi elektron dan kombinasi sinar-X serta difraksi neutron
menyatakan bahwa α-selulosa mempunyai unit triklinik dan terutama selulosa yang
berasal dari bakteri serta alga. -selulosa mempunyai unit monoklonik dan terdapat
dalam selulosa yang berasal dari tumbuhan tingkat tinggi seperti jenis kapas (Horri,
dkk., 1987).
Berdasarkan derajat polimerisasi (DP) dan kelarutan dalam senyawa natrium
hidroksida (NaOH) 17,5% selulosa dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:
1. Selulosa α: selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau
larutan basa kuat dengan DP (Derajat Polimerisasi) 600 – 1500. Selulosa dipakai
sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemurnian selulosa.
2. Selulosa : selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa
kuat dengan DP 15 – 90 dan juga dapat mengendap bila dinetralkan.
3. Selulosa : sama seperti -selulosa tetapi DP nya kurang dari 15.
α-selulosa merupakan selulosa yang mempunyai kualitas paling tinggi (murni).
Material yang mengandung α-selulosa > 92% memenuhi syarat untuk digunakan
sebagai bahan baku utama pembuatan propelan dan atau bahan peledak (Setiyawan,
2010). Selulosa sangat stabil dalam berbagai pelarut dan hanya dapat dihancurkan
dengan adanya asam kuat atau sistem pelarut dengan ikatan hidrogen yang kuat,
biasanya basa-amina. Sifat termal selulosa yaitu suhu transisi gelas selulosa dengan
kisaran 200-230oC (Goring, 1963) yang dekat dengan dekomposisi termal yaitu
260oC. Hidrolisis asam merupakan proses utama yang digunakan dalam
menghasilkan nanokristal selulosa, dimana susunan blok kecil dilepaskan dari serat
selulosa. Selulosa terdiri dari daerah amorf dan daerah kristalin. Daerah amorf
memiliki densitas lebih rendah dibandingkan daerah kristalin sehingga ketika selulosa
diberikan perlakuan dengan menggunakan asam keras maka daerah amorf akan putus
dan melepaskan daerah kristalin. Sifat dari nanokristal selulosa bergantung pada

Universitas Sumatera Utara

28

berbagai faktor, seperti, sumber selulosa, waktu reaksi, suhu, dan jenis asam yang
digunakan untuk proses hidrolisis. Asam sulfat dan asam klorida sering digunakan
dalam produksi nanokristal selulosa namun dispersabilitas dari nanokristal selulosa
yang diperoleh dari kedua jenis asam ini berbeda karena kelimpahan dari gugus sulfat
pada permukaan. Nanokristal selulosa yang diperoleh dari hidrolisis menggunakan
asam sulfat dapat terdispersi dengan mudah di dalam air sementara nanokristal
selulosa yang diperoleh dari hidrolisis menggunakan asam klorida tidak terdispersi
dengan mudah, dan suspensi larutan cenderung terflokulasi (Peng, 2011). Akan tetapi
hidrolisis asam pada perlakuan kimia akan menghasilkan mikrofibril selulosa dengan
aspek rasio (panjang/diameter) yang rendah, dimana aspek rasio sangat berperan pada
kekuatan mekanik terutama jika mikrofibril selulosa digunakan pada pembuatan
biokomposit.
Xiang, dkk. (2006) menyatakan bahwa perendaman selulosa dengan H2SO4
65% akan menyebabkan struktur selulosa menjadi amorf. Namun berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Sofiyanto (2008)

perendaman pada H2SO4

menyebabkan selulosa terbakar sehingga dilakukan penurunan kadar hingga 45%.
Penurunan kadar dilakukan secara bertahap dengan parameter penampakan fisik yang
ditimbulkan. Pada saat perendaman pada kadar 50% dan 55% penampakan yang
timbul hitam. Hal tersebut diperkirakan masih terjadi reaksi pembakaran oleh H 2SO4
pada selulosa tongkol jagung karena konsentrasi yang terlalu tinggi.
2.5.2 Isolasi dan Penentuan Selulosa
Ada 3 (tiga) tipe metode utama untuk isolasi dan/atau penentuan selulosa yaitu
pemisahan bagian utama poliosa–poliosa dan sisa lignin dari holoselulosa; isolasi
langsung selulosa dari kayu, termasuk prosedur pemurnian; penentuan kandungan
selulosa dengan cara hidrolisis total kayu, holoselulosa atau α-selulosa, diikuti dengan
penentuan gula yang dihasilkan. Dalam setiap metode isolasi, selulosa tidak dapat
diperoleh dalam keadaan murni, namun hanya diperoleh sebagai hasil yang kurang
murni yang biasanya disebut α-selulosa, yaitu selulosa yang tidak larut dalam larutan

Universitas Sumatera Utara

29

natrium hidroksida kuat. Bagian yang larut dalam media alkali tetapi dapat
mengendap dari larutan yang dinetralkan disebut -selulosa. -selulosa adalah bagian
selulosa yang tetap larut meskipun dalam larutan yang dinetralkan. Selain natrium
dan kalium hidroksida, litium hidroksida juga dapat digunakan untuk memisahkan
poliosa dan selulosa (Coed, 1991).

2.6 Zeolit
Zeolit yang berarti batu mendidih, diberikan oleh seorang ahli mineralogi Swedia
FAF Crostedt pada mineral yang ditemukannya pada tahun 1756 yang dapat
menghamburkan uap seperti air mendidih jika dipanaskan pada suhu 100 oC sampai
dengan 350oC. Sejak saat itu telah ditemukan 50 jenis zeolit alam dan 150 jenis zeolit
buatan. Zeolit adalah polimer anorganik yang tersusun dari unit berulang terkecil
berupa tetrahedra SiO4 dan AlO4. Ikatan antar tetrahedra terbentuk dengan pemakaian
bersama satu atom oksigen oleh dua tetrahedra sehingga setiap tetrahedra akan
berikatan dengan 4 tetrahedra lainnya. Polimer yang terbentuk adalah jaringan
tetrahedra tiga dimensi berupa kristal–kristal yang didalamnya terdapat saluran–
saluran pori dan rongga–rongga yang tersusun secara beraturan. Rongga–rongga
kristal berupa air bebas dan ada yang terikat dan jika dipanaskan akan terbentuk
ruang hampa. Zeolit secara empirik dapat dinyatakan dengan rumus molekul berikut:

M2/n Al2O3 XSiO2 YH2O;
atau jika disesuaikan dengan strukturnya maka dapat dinyatakan sebagai berikut:

Mx’/n [(AlO2)x’ (SiO2)y’]. WH2O
dengan M adalah kation penetral alkali atau alkali tanah yang bervalensi n dan suku
yang berada di dalam kurung menyatakan rumus molekul kerangka zeolit, x adalah
suatu harga dari 2-10 (Mc.Bain, 1932).

Universitas Sumatera Utara

30

Hampir seluruh endapan zeolit yang ditemukan di Indonesia tersusun oleh
mineral klinoptilolit, mordenit atau campuran keduanya, kadang – kadang sedikit
mengandung mineral heulandit. Disamping mengandung mineral tersebut zeolit juga
mengandung mineral pengotor seperti kwarsa, plagioklas, montmorilonit, pirit, kaolin
dan lain - lain. Warna bahan galian zeolit beraneka ragam antara lain hijau, putih
kehijauan, putih merah daging, coklat abu – abu kebiruan dan lainnya bergantung
dengan kondisi lingkungan yang mempengaruhinya. Zeolit alam merupakan senyawa
alumina silikat terhidrasi yang

secara fisik dan kimia mempunyai kemampuan

sebagai penyerap (adsorpsi), penukar kation dan sebagai katalis. Zeolit sintetik
dihasilkan dari beberapa perusahaan seperti Union Carbide, ICI dan Mobil Oil dan
lebih dari 100 jenis telah dikenal strukturnya antara

lain zeolit A, X, Y, grup

ZSM/AlPO4 (Zeolite Sieving Materials/Aluminium Phosphate) dan bahkan akhirakhir ini dikenal grup Zeotip, yaitu material seperti zeolit tetapi bukan senyawa
alumino-silikat. Kemampuan pertukaran ion zeolit merupakan parameter utama
dalam menentukan kualitas zeolit yang akan digunakan, biasanya dikenal sebagai
KTK (Kapasitas Tukar Kation). KTK adalah jumlah meq ion logam yang dapat
diserap maksimum oleh 1gr zeolit dalam kondisi setimbang. Kapasitas tukar kation
(KTK) dari zeolit bervariasi dari 1,5 sampai 6 meq/g. Nilai KTK zeolit ini banyak
tergantung pada jumlah atom Al dalam struktur zeolit, yang jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan KTK batuan lempung, seperti kaolinit (0,03-015 meq/g),
bentonit (0,80-1,50 meq/g) dan vermikulit (1-1,50 meq/g). Kandungan air yang
terperangkap dalam rongga zeolit biasanya berkisar antara 10-35%. Perbandingan
antara atom Si dan Al yang bervariasi akan menghasilkan banyak jenis atau spesies
zeolit yang terdapat di alam. Sampai saat ini telah ditemukan lebih dari 50 jenis
spesies zeolit, namun mineral pembentuk zeolit terbesar ada 9 (sembilan) yaitu
analsim, habazit, klinoptilolit, erionit, mordenit, ferrierit, heulandit, laumontit dan
filipsit. Pengaruh suhu pada zeolit ditampilkan pada Tabel 2.5.

Universitas Sumatera Utara

31

Tabel 2.5 Stabilitas Zeolit Terhadap Suhu
Jenis Mineral Zeolit
Klinoptilolit (kaya ion Ca) (maks.)
Klinoptilolit (kaya ion K) (maks.)
Kabazit
Laumonit
Mordenit
Filipsit

Suhu (0C)
500
800
600 - 865
345 - 800
800 - 1000
360 - 400

Mineral zeolit yang umum dijumpai adalah jenis klinoptilolit dan mordenit (Harahap,
2006). Beberapa jenis zeolit alam yang telah ditemukan berikut rumus molekulnya
ditampilkan pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Rumus Molekul Beberapa Jenis Zeolit (Mozgawa, dkk., 2011)
Nama
Mineral
Analsim
Filipsit
Harmotom
Gismondit
Loumontit
Zeolite A
Kankrinit
Levin
Offretit
Kabasit
Faujasit
Gmelinit
Edingtonit
Thomsonit
Skolesit
Natrolit
Brewsterit
Stilbit
Heulandit
Klinoptilolit

Rumus
Molekul
Na16[Al16Si32O96].16H2O
K2(Ca0,5,Na)4[Al6Si10O32].12H2O
Ba(Ca0,5,Na)[Al5Si11O32].12H2O
Ca4[Al8Si8O32].16H2O
Ca4[Al8Si16O48].16H2O
Na12[Al24Si24O48].27H2O
Na6Ca[CO3(AlSiO4)6].2H2O
NaCa2,5[Al6Si12O36].18H2O
KCaMg[Al5Si13O36].15H2O
Ca2[Al4Si8O24].12H2O
Na20Ca12Mg8[Al60Si132O384].235H2O
Na8[Al8Si16O48].22H2O
Ba2[Al4Si6O20].8H2O
Na4Ca8[Al20Si20O80].24H2O
Ca8[Al16Si24O80].24H2O
Na16[Al16Si24O80].16H2O
Sr2[Al4Si12O32].10H2O
NaCa4[Al9Si27O72].30H2O
(K,Na)Ca4[Al9Si27O72].24H2O
(K2,Na2,Ca)3[Al6Si30O72].20H2O

Kode
IUPAC
ANA
PHI
PHI
GIS
LAU
LTA
CAN
LEV
OFF
CHA
FAU
GME
EDI
THO
NAT
NAT
BRE
STI
HEU
HEU

Cincin
4,6,8
4,8
4,8
4,8
4,6,1
4,6,8
4,6,12
4,6,8
4,6,8,12
4,6,8
4,6,12
4,6,8,12
4,8
4,8
4,8
4,8
4,5,6,8
4,5,6,8,10
4,5,8,10
4,5,8,10

Universitas Sumatera Utara

32

Menurut sumber dari Kementerian Pertambangan dan Energi Propinsi Sumatera
Utara tahun 2003 bahwa komposisi zeolit alam dari Kecamatan Sarulla Kabupaten
Tapanuli Utara Sumatera Utara adalah 60,16% SiO2, 4,20% Fe2O3, dan 14,25%
Al2O3.
2.6.1 Sifat–Sifat Zeolit
Struktur dan komposisi zeolit seperti yang diuraikan secara singkat di atas
menjadikan zeolit sebagai padatan yang memiliki sifat–sifat kimia yang unik,
diantaranya adalah:
a.Sangat berpori karena kristal zeolit sebenarnya merupakan kerangka yang
terbentuk dari jaringan tetrahedra SiO4 dan AlO4.
b.Pori–porinya berukuran molekul karena pori zeolit terbentuk dari tumpukan
cincin beranggotakan 6,8,10 atau 12 tetrahdra.
c.Dapat mempertukarkan kation karena perbedaan muatan Al(+3) dan Si(+4)
menjadikan

atom

Al

dalam

kerangka kristal bermuatan negatif

dan

membutuhkan kation penetral. Kation penetral yang bukan menjadi bagian
kerangka ini mudah diganti dengan kation lainnya.
d.Dapat diubah menjadi padatan yang bersifat asam karena penggantian kation
penetral dengan proton menjadikan zeolit sebagai padatan asam Bronsted.
e.Mudah dimodifikasi karena setiap tetrahedra dapat dikontakkan dengan bahan–
bahan pemodifikasi. Modifikasi yang dikenakan

pada zeolit diantaranya

adalah: pertukaran ion, penggantian inti tetrahedra dengan atom logam lainnya
seperti Ga, Fe, B, dan Ti, pengendalian keasaman baik jumlah maupun kekuatan
pusat asamnya dengan cara mengatur perbandingan Si/Al dalam kerangka
kristal.
Selain sifat kimianya, sifat–sifat fisik zeolit adalah:
(a).Warna zeolit
Umumnya berwarna putih atau bening jika belum mengalami pengotoran,
tetapi dapat berwarna merah daging, merah muda atau kelabu dengan

Universitas Sumatera Utara

33

adanya inklusi dari oksidasi atau mineral–mineral asing lainnya;
(b).Bentuk kristal zeolit
Secara umum ada 3 macam yaitu berserabut atau berserat, pipih, dan bersegi atau
ekuidimensional;
(c).Ukuran kristal zeolit
Umumnya lebih dari 2 mikron dan maksimum dapat mencapai 4 inci.
(d).Berat jenis zeolit
Berat jenis zeolit relatif rendah rata–rata 2,0 – 2,5.
(e).Kekerasan
Ukuran kekerasan pada skala Mohs: 2,5 – 10.
(f).Indeks reflaksi
Indeks reflaksi berkisar 1,44 – 1,52.
(g).Tidak berkilap (suram atau kabur) kecuali pada beberapa bidang
belahan tertentu, ditemukan kilap seperti mutiara (Mc.Bain, 1932).
2.6.2 Zeolit sebagai Penyerap
Kemampuan zeolit sebagai adsorben/penyerap pertama kali diungkap oleh Damour
(1840) setelah mengamati bahwa mineral zeolit dapat didehidrasi secara reversibel
tanpa menunjukkan perubahan morfologinya. Weigel dan Steinhoff (1925)
melaporkan bahwa Kalasit dapat mengadsorpsi secara selektif molekul–molekul
besar. Zeolit sebagai penyaring molekul memiliki kemampuan memisahkan molekul
berdasarkan bentuk dan ukurannya. Adsorben zeolit sebagai penyaring molekul yang
sangat penting ialah zeolit sintetis tipe A, tipe X, modernit sintetis, berbagai penukar
ion, zeolit alam kabazit, dan mordenit (Mc.Bain, 1932). Dalam susunan kristal zeolit
terdapat ruang hampa dengan volume ruang mencapai 50 Å dan garis tengah
berkisar antara 2-10Å

tergantung

pada

jenis mineral

zeolit. Volume

dan

dimensi diameter ruang hampa dalam kisi–kisi kristal zeolit merupakan dasar
indikasi mineral zeolit bersifat sebagai penyaring molekul. Pada keadaan normal
ruang hampa yang terdapat dalam kristal zeolit ditempati oleh molekul air

Universitas Sumatera Utara

34

bebas yang membentuk bulatan di sekitar kation. Jika kristal tersebut dipanaskan
selama beberapa jam pada temperatur di atas 100 oC maka molekul air bebas tersebut
akan terbang. Begitu pula dengan air hidratnya akan hilang pada pemanasan yang
lebih tinggi sehingga mineral zeolit mampu berfungsi sebagai penyerap gas atau
cairan. Intensitas zeolit mengadsorpsi suatu bahan tergantung pada kapasitas ruang
hampa dan luas permukaan (Dur, 1998).
2.6.3 Zeolit sebagai Pengisi
Bahan pengisi adalah suatu aditif padat yang ditambahkan ke dalam matriks polimer
untuk meningkatkan sifat-sifat bahan. Penambahan bahan pengisi menghasilkan
peningkatan spesifik dalam sifat mekanik dan sifat fisik matriks. Perlakuan dari
bahan memungkinkan menjadi pendukung mekanisme beberapa pengisi membentuk
ikatan kimia dengan matriks sebagai penguat. Sebagai contoh, karbon hitam
menghasilkan ikatan silang di dalam elastomer dengan memakai reaksi radikal
(Ketan, 2002). Beberapa penelitian menunjukkan bahawa bahan pengisi mempunyai
peranan penting dalam memodifikasi sifat-sifat dari berbagai bahan polimer. Sebagai
contoh, dengan cara menambahkan pengisi maka akan meningkatkan sifat mekanik,
elektrik, termal, optik, dan sifat-sifat pemrosesan dari polimer dan juga dapat
mengurangi biaya produksi. Peningkatan sifat-sifat matriks tergantung pada banyak
faktor termasuk aspek rasio dari bahan pengisi, derajat dispersi dan orientasi dalam
matriks, dan adesi pada antar muka matriks–bahan pengisi (Makadia, 2000).
Berbagai jenis bahan pengisi yang digunakan dalam polimer alam dan polimer
sintetik ditujukan untuk memperbaiki dan meningkatkan sifat-sifat fisik bahan seperti
mengurangi biaya, mewarnai, menguatkan atau mengukuhkan bahan polimer. Secara
umum upaya penguatan suatu bahan pengisi dipengaruhi oleh 3 (tiga) ciri utama yaitu
ukuran partikel dan luas permukaan, bentuk dan struktur permukaan, serta aktifitas
dan sifat-sifat kimia permukaan. Pengisi sekaligus penguat pada umumnya
mempunyai ukuran partikel yang kecil, permukaan yang aktif secara kimia.

Universitas Sumatera Utara

35

Permukaan yang memiliki pori dan bentuk yang tidak seragam dapat meningkatkan
adhesi (Hanafi, dkk., 2005).
Jumlah luas permukaan dapat ditingkatkan dengan keberadaan permukaan
yang berpori pada permukaan pengisi. Dimungkinkan bahwa polimer dapat
menembus masuk ke dalam permukaan yang berpori ketika proses pencampuran.
Selain dari luas permukaan, kehomogenan sebaran partikel dalam matriks polimer
juga penting bagi penentuan kekuatan interaksi di antara pengisi dan matriks polimer.
Partikel yang terserak secara homogen dapat meningkatkan interaksi melalui
penyerapan polimer di atas permukaan bahan pengisi. Sebaliknya partikel yang tidak
tersebar secara homogen dapat menghasilkan algomerat atau penggumpalan di dalam
matriks polimer. Keberadaan aglomerat dapat mengurangi luas permukaan kemudian
melemahkan interaksi di antara pengisi dan matriks dan mengakibatkan penurunan
sifat fisik bahan polimer (Kohls dan Beaucage, 2002).
Zhai, dkk., (2007) menyatakan bahwa partikel Al2O3 berukuran nanometer
diantarkan ke dalam suatu adesif epoksi untuk meningkatkan kekuatan adesi dari baja
terikat yang menggunakan utilitas adesif termodifikasi maupun tanpa modifikasi
epoksi. Kekuatan rekat diukur oleh test pull-off adhesion sebagai suatu fungsi dari
sejumlah Al2O3 ukuran nanometer dan ketajaman antar muka. Hasilnya
mengindikasikan bahwa kekuatan rekat meningkat secara dramatis oleh penambahan
Al2O3 ukuran nanometer ke dalam adesif epoksi yang dibandingkan dengan adesif
epoksi murni. Kekuatan rekat tertinggi terjadi pada saat pemberian 2% berat Al2O3 ukuran
nanometer di dalam adesif epoksi, hampir 4 (empat) kali lebih tinggi daripada yang
tanpa modifikasi. Sebagaimana kekuatan rekat meningkat, daerah patahan berubah
dari interfasial menjadi campuran interfasial dan kohesif.

2.7 Nanoteknologi
Nanoteknologi adalah istilah untuk rentang teknologi, teknik, dan proses yang
menyangkut manipulasi materi pada tingkat molekul (kelompok atom), sistem-sistem
yang memiliki sedikitnya satu dimensi fisik dalam rentang 1-100 nanometer. Namun

Universitas Sumatera Utara

36

berkembang kesepakatan bahwa hingga partikel berukuran 500 nanometer masih
dikategorikan sebagai ukuran nanometer. Sesuai dengan namanya, nanoteknologi
atau nanosains adalah ilmu pengetahuan dan teknologi pada skala nanometer, atau
sepermilyar meter. Nanoteknologi merupakan suatu teknologi yang dihasilkan dari
pemanfaatan sifat-sifat molekul atau struktur atom apabila berukuran nanometer. Jadi
apabila molekul atau struktur dapat dibuat dalam ukuran nanometer maka akan
dihasilkan sifat-sifat baru yang luar biasa. Sifat-sifat baru inilah yang dimanfaatkan
untuk keperluan teknologi sehingga teknologi ini disebut nanoteknologi (Mustar,
2011).
Nanoteknologi berkecimpung mulai dari penggabungan atom atau ion
menjadi molekul untuk membentuk struktur dalam orde nanometer yang berguna
untuk menghasilkan barang-barang dalam kehidupan sehari-hari. Nanoteknologi
melakukan proses atau reaksi kimia untuk membentuk zat cair atau padat seperti
keramik, polimer, dan logam yang diatur sedemikian rupa sehingga menghasilkan
sifat-sifat

kimia

atau fisika yang baru. Bahkan lebih jauh lagi nanoteknologi

mengombinasikan semua zat padat seperi keramik, logam, dan polimer untuk
membentuk material baru yang tidak ada di alam. Material baru ini menjadi
material campuran dua atau tiga bahan dan dinamakan komposit. Bila struktur
dari bahan-bahan campuran tadi dalam orde nanometer terbentuklah nanokomposit.
Nanoteknologi akan memberikan keuntungan pada masa sekarang maupun
pada masa mendatang. Beberapa manfaat nanoteknologi antara lain:
a. Nanoteknologi dapat mengurangi masalah polusi karena dengan kemajuan
nanoteknologi akan menyebabkan penggunaan bahan bakar berkurang pada
teknologi transformasi. Hal ini terjadi karena nanoteknologi akan menemukan
produk baru yang ringan tetapi sangat kuat sehingga dapat menggantikan baja jadi
berat kendaraan yang berkurang akan mengurangi penggunaan bahan bakar
minyak 10-20% per kilometer.
b. Penggunaan nanofilter akan mampu menyaring debu-debu yang berukuran
dibawah orde 1 mikron.

Universitas Sumatera Utara

37

c. Pembuatan berbagai barang industri berbasis nanoteknolgi akan memerlukan
bahan yang sangat sedikit namun kualitasnya sama dengan atau lebih dari produk
konvensional.
d. Solar cell yang efisiensinya tinggi akan ditemukan lewat nanoteknologi.
Solar cell ini memiliki efisiensi tinggi dan akhirnya mengurangi pemakaian
sumber energi senyawa karbon (minyak bumi dan batu bara).
e. Penemuan baterai dan fuel cell berkapasitas tinggi serta daya hidup lama
dengan nanoteknologi akan membantu mengurangi tekanan polusi pada
konsumsi yang besar.
f. Nanoteknologi akan menyebabkan penghematan energi besar-besaran karena
akan dihasilkan konduktor listrik yang resistansinya nol (Poli, 2006).
Nanokristal selulosa adalah suatu material yang dapat diperbarui dalam
banyak aplikasi berbeda seperti dalam bidang kimia, makanan, farmasi, dan lain-lain.
Modifikasi nanokristal selulosa dengan berbagai fungsi nanomaterial dikaitkan
dengan fisika, kimia, dan biologi. Nanopartikel distabilkan dalam suspensi melalui
proses hidrolisis dengan asam. Suspensi nanokristal selulosa dapat dibentuk menjadi
suatu fase kristalin liquid. Modifikasi kimia sederhana dalam permukaan nanokristal
selulosa dapat mengalami dispersabilitas dalam pelarut yang berbeda. Nanokristal
selulosa diperoleh dari proses hidrolisis menggunakan asam dari α-selulosa,
diklasifikasikan dalam pembahasan baru nanomaterial. Proses isolasi nanokristal
selulosa memiliki banyak peninjauan, seperti dimensi skala nanometer, tinggi
kekuatan spesifik dan modulus, dan tinggi daerah permukaan (Habibi, dkk., 2010).
Selulosa memiliki fungsi yang berbeda jika memiliki jaringan dalam bentuk
nanofibril. Dalam hal ini, rasio peningkatan permukaan serat mengarah pada interaksi
yang kuat dengan komponen yang dihasilkan seperti interaksi dengan polimer lain,
efek katalitik, dan fiksasi nanopartikel yang berbeda (Gardner, dkk., 2008).
Mikroserat maupun nanoserat merupakan bagian dari selulosa dengan diameter 5-50
nanometer dan panjang beberapa milimeter yang dikonfirmasikan oleh daerah

Universitas Sumatera Utara

38

nanokristal dan daerah yang tidak terbentuk. Kondisi hidrolisis asam dikendalikan
dengan pemisahan beberapa bagian kristal dengan modulus keelastisan 150 GPa,
dimana lebih tinggi dari S- glass (85 GPa) dan serat Aramid (65 GPa) (Samir, dkk.,
2004).

Gambar 2.7 Serat Selulosa (Gea, 2010)
Nanoselulosa dapat menjadi inovasi polimer dalam penelitian dan aplikasi.
Struktur supramolekul yang luar biasa dan karakteristik produk yang luar biasa,
molekul yang tinggi dan kristalinitas selulosa yang tinggi dengan kadar air hingga
99% sehingga nanoselulosa memerlukan perhatian yang tinggi di bidang aplikasi
selulosa. Ada beberapa metode yang digunakan untuk mengisolasi selulosa nanoserat
yang telah dilaporkan sampai sekarang. Selulosa nanoserat telah disintesis dari
Acetobacter xylinum melalui hidrolisis enzimatik. Selulosa nanoserat dibuat dari
selulosa mikrokristalin (MCC) dengan penerapan homogenizer bertekanan tinggi
(20.000 Psi). Ukuran dari serat selulosa tergantung pada beberapa faktor seperti
sumber selulosa, perlakuan kimia, dan fisika yang dilakukan. Secara umum metode
yang sering

dan

luas digunakan

dapat

dilihat

pada

Tabel 2.7. Diantara

Universitas Sumatera Utara

39

aplikasi yang potensial untuk nanoselulosa mungkin dapat disebutkan seperti kertas,
kardus, bionanokomposit pada pembungkus makanan, kosmetik, kesehatan, peralatan
optik, farmasi, kimia dengan dispersi, dan emisi. Penggunaan nanokristal selulosa
pada pembuatan nanokomposit menjadi kelas baru yang sangat menarik untuk
dikembangkan karena menghasilkan sifat yang unik pada beberapa sektor industri
(Souza, dkk., 2010). Sumber serat selulosa dan metode yang digunakan untuk
menghasilkan serat tersebut ditabelkan pada Tabel 2.7 di bawah ini:
Tabel 2.7 Dimensi dari Serat Selulosa Melalui Beberapa Metode dan Sumber yang
Berbeda( Frone, 2012)
Sumber
Metode yang digunakan
Diameter
Gambar
serat (L/d)
Mikrokristal

Kimia bunyi

selulosa kayu

(sono-chemical)

Pulp kayu

Kimia bunyi

21 ± 5 nm

23 ± 4 nm

(sono-chemical)
MCC

Homogenisasi tekanan

28-100 nm

tinggi (20.000 psi)
MCC

Hidrolisis asam

10 nm

Selulosa

Hidrolisis asam

12,5 nm

Perlakuan basa,

12-20 nm

bakteri
Rumput

asam, dan mekanik

Penggunaan nanokristal selulosa digunakan sebagai penguat pada pembuatan
nanokomposit dengan menggunakan

poli styreneco-butil akrilat (poli (S-co-BUA).

Universitas Sumatera Utara

40

Sejak saat itu banyak penggunaan bahan nanokomposit dikembangkan dengan
menggabungkan

nanokristal

selulosa

ke

berbagai

matriks

polimer.

Sifat

nanokomposit selulosa tergantung pada jenis dan karakteristik nanokristal selulosa
dan matriks polimer yang digunakan baik polimer alam maupun sintesis (Samir, dkk.,
2005).
Selulosa sukar diproses menggunakan pelarut atau menggunakan titik
lelehnya karena sejumlah besar intra- dan intermolekular ikatan hidrogen pada
selulosa yang membentuk sistem jaringan yang sangat terorganisir di sekitar rantai
tunggal poliglukan dan menganggu pelarutan selulosa dari bentuk padat menjadi
larutan. Penggunaan selulosa dengan cara mencari pelarut kimia yang secara efektif
dapat menghancurkan intra- dan intermolekular ikatan hidrogen pada selulosa.
Sebuah sistem pelarutan yang tidak bersifat racun dan sederhana telah dikembangkan,
dan itu termasuk sistem pelarut langsung dan tidak langsung. Pada sistem pelarut
tidak langsung, seperti dimethylformamida/piridina, dimethylformamida/N 2O4, dan
dimetil sulfoksida/N2O4 yang mana

turunan selulosa dibentuk selama pelarutan.

Sistem pelarut langsung seperti asam trifluoroasetat, cairan amonia/NH4SCN,
dimetilasetamida/LiCl, dan NMMO/H2O dapat membentuk kompleks dengan
selulosa, tetapi struktur molekul dari selulosa tidak berubah. Sebuah klasifikasi yang
sesuai untuk pelarut selulosa dibagi 5 (lima) bagian yaitu:
1. Sistem pelarut NMMO
Perkembangan paling pesat terjadi pada tahun 1980-an dengan proses yang
didasarkan pada sistem pelarut N-metilmorfolina-N-oksida (NMMO) monohidrat.
Karena N-O dipole yang kuat, kombinasi NMMO dengan air dapat melarutkan
selulosa biasanya sebagai monohidrat