Perlindungangan Hukum Terhadap Masyarakat Akibat Radiasi Gelombang Elektromagnetik Dari Menara Operator Telekomunikasi Menurut Undang-Undang No. 36 tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
BAB II
PENGATURAN HUKUM PEMBANGUNAN MENARA TOWER
OPERATOR TELEKOMUNIKASI MENURUT UNDANGUNDANG NO. 36 TAHUN 1999
D. Penyelenggaraan Telekomunikasi di Indonesia
Belakangan ini, kemajuan di bidang teknologi telekomunikasi seakanakan
telah mengubah dunia menjadi bidang yang tanpa batas, dimana segala bentuk
informasi dapat begitu mudah diperoleh dengan waktu yang sangat singkat. Hal
tersebut dapat dilihat dari kenyataan bahwa hampir semua peristiwa yang terjadi di
satu negara yang dapat diketahui secara cepat oleh berbagai kalangan di belahan
dunia atau negara-negara lain. Oleh karena itu, seiring dengan perkembangan
teknologi telekomunikasi yang berlangsung cepat tersebut dan perubahan
lingkungan global yang terjadi, maka Pemerintah menerbitkan Undang-Undang No.
36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, yang menggantikan Undang-Undang No.
3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, untuk mengatur penyelenggaraan
telekomunkasi di Indonesia. Dalam rangka membangun penyelenggaraan
telekomunikasi yang baik, maka terdapat beberapa tujuan dasar yang menjadi
landasan, yaitu untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung
kehidupan
ekonomi
dan
kegiatan
pemerintahan
serta
hubungan
antar
16
Universitas Sumatera Utara
17
bangsa. 13 Adapun
tujuan-tujuan
tersebut
dapat
dicapai
melalui
reformasi
telekomunikasi untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan telekomunikasi
dalam rangka menghadap globalisasi, mempersiapkan sektor telekomunkasi
memasuk persaingan usaha yang sehat dan profesional dengan regulasi yang
transparan, serta membuka lebih banyak kesempatan berusaha bagi pengusaha kecil
dan menengah. 14 Penyelenggaraan telekomunikasi juga dilaksanakan berdasarkan
beberapa asas yang terkandung dalam Pasal 2 Undang-Undang Telekomunikasi
sebagai berikut.
1. Asas manfaat berarti penyelenggaraan telekomunikasi akan lebih berdaya guna
dan berhasil, baik sebagai infrastruktur pembangunan, sarana penyelenggaraan
pemerintahan, sarana pendidikan, sarana perhubungan, maupun sebagai
komoditas ekonomi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 15
2. Asas adil dan merata, artinya adalah penyelenggaraan telekomunikasi
memberikan kesempatan dan perlakukan yang sama kepada pihak yang
memenuhi syarat dan hasilnya dinikmati masyarakat secara adil dan merata. 16
3. Asas kepastian hukum, maksudnya adalah pembangunan telekomunikasi harus
didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang menjamin kepastian
hukum dan memberikan perlindungan hukum bagi investor, penyelenggara
telekomunikasi, dan pengguna telekomunikasi. 17
13
Pasal 3 UU No.36 Tahun 1999
Penjelasan Pasal 3 UU No. 36 Tahun 1999.
15
Ibid
16
Ibid
17
Ibid
14
Universitas Sumatera Utara
18
4. Asas kepercayaan pada diri sendiri, maksudnya bahwa penyelenggaraan
telekomunikasi dilaksanakan dengan memanfaatkan secara maksimal potensi
sumber daya nasional secara efisien dan penguasaan teknologi telekomunikasi.
5. Asas kemitraan, yaitu bahwa penyelenggaraan telekomunikasi harus dapat
mengembangkan iklim yang harmonis, timbal balik dan sinergi.
6. Asas keamanan dimaksudkan agar penyelenggaraan telekomunikasi selalu
memperhatikan faktor keamanan dalam perencanaan, pembangunan, dan
pengoperasiannya.
7. Asas etika, maksudnya agar penyelenggaraan telekomunikasi dilandasi
semangat profesionalisme, kejujuran, kesusilaan, dan keterbukaan.
Selain memperhatikan asas-asas tersebut, penyelenggaraan telekomunikasi
juga perlu memperhatikan hal-hal lain seperti kepentingan dan keamanan negara,
perkembangan teknologi dan tuntutan global, penyelenggaraan secara professional
dan dapat dipertanggungjawabkan, dan peran serta masyarakat. 18
Penyelenggaraan telekomunikasi harus dapat melindungi kepentingan dan
keamanan negara, mengantisipasi perkembangan teknologi dan tuntutan global.
Penyelenggaraan telekomunikasi juga harus dilakukan secara professional dan
dapat dipertanggungjawabkan serta memberi kesempatan untuk peran serta
masyarakat. Berbagai bidang kehidupan akhirnya dirambah oleh kemajuan ICT
tersebut. Perkembangan teknologi komunikasi massa yang menekankan pada
komunikasi antar individu secara langsung, seperti halnya pada penggunaan
18
Ibid
Universitas Sumatera Utara
19
telepon, mengalami kemajuan yang sangat berarti dengan dikenal dan
digunakannya telepon bergerak atau yang lebih dikenal dengan “cellular
phone”. 19
Penyelenggara telekomunikasi yang juga sebagai industri jasa tidak bisa
lepas dari tiga faktor, yakni : teknologi, produk, dan layanan. Jika operator seluler
(Service Provider) tidak mampu melakukan inovasi secara terus-menerus atas
ketiga faktor tersebut, maka tinggal menunggu waktu menjadi tertinggal dan
kehilangan pelanggan. Kondisi tersebut menyebabkan para operator seluler
(Service Provider) saling berlomba untuk menciptakan teknologi, produk, dan
layanan baru untuk menjaga kesetiaan pelanggan dan menjaring pelanggan baru.
Seharusnya kondisi tersebut memberikan keuntungan bagi konsumen/ pengguna
jasa telekomunikasi untuk mendapatkan layanan terbaru. Namun kenyataannya
tidak demikian, sebaliknya hal tersebut banyak dikeluhkan oleh pengguna jasa di
berbagai media massa. Keluhan terhadap kualitas pelayanan seperti; (1) iklan
yang tidak sesuai dengan kenyataan maupun promosi layanan (2) inovasi yang
ditawarkan tidak diukur dengan insfrastruktur dan sumber daya yang tersedia, (3)
pemberian informasi yang tidak memadai. Padahal dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Pasal 15 ayat (1)
telah
mensyaratkan
bahwa:
”Penyelenggara
jasa
telekomunikasi
wajib
19
Ahmad M. Ramli., Naskah Akademik Rancangan Peraturan Pemerintah tentang
Transaksi Elektronik, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak
Asasi Manusia RI, 2007), hlm.1
Universitas Sumatera Utara
20
menyediakan fasilitas telekomunikasi untuk menjamin kualitas pelayanan jasa
telekomunikasi yang baik.”
Penyelenggaraan telekomunikasi dapat dibagi menjadi 3 bentuk, yaitu :
1. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi
Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan
atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya
telekomunikasi.
Penyelenggara dari penyelenggaraan jaringan telekomunikasi
dapat berbentuk badan hukum yaitu BUMN, BUMD, badan usaha swasta dan
koperasi. Penyelenggara jaringan telekomunikasi dapat sekaligus menjadi
penyelenggara jasa telekomunikasi.
2. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi
Penyelenggaraan jasa telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau
pelayanan
jasa
telekomunikasi.
telekomunikasi
yang
memungkinkan
terselenggaranya
Dalam penyelenggaraannya, dapat menggunakan dan atau
menyewa jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi.
3. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus
Penyelenggaraan
telekomunikasi
telekomunikasi
yang
sifat,
Penyelenggara
telekomunikasi
khusus
peruntukkan
khusus
adalah
penyelenggaraan
dan
pengoperasiannya
ini
dapat
khusus.
menyelenggarakan
telekomunikasi untuk :
Universitas Sumatera Utara
21
a. keperluan sendiri
b. keperluan hankam negara
c. keperluan penyiaran
Penyelenggaraan bentuk seperti ini dapat berupa penyelenggaraan untuk
keperluan meteorplogi dan geofisika, televisi siaran, radio siaran, navigasi,
penerbangan, pencarian dan pertolongan kecelakaan, amatir radio, komunikasi
radio antar penduduk dan penyelenggaraan telekomunikasi khusu instansi
pemerintah tertentu/swasta.
Pihak-pihak yang menyelenggarakan untuk penyelenggaraan telekomunikasi
khusus adalah :
a. perseorangan
b. instansi pemerintah
c. dinas khusus
d. badan hukum 20
Hak, kewajiban serta Larangan dalam Penyelenggara Telekomunikasi
a. Hak Penyelenggara dan pengguna telekomunikasi
Untuk kemudahanan, pengoperasian dan atau pemeliharaan jaringan
telekomunikasi,
penyelenggara
telekomunikasi
diberi
kemudahan
untuk
memanfaatkan dan atau melintasi batas yang dikuasai pemerintah. Pemanfaatan
dan pelintasan tersebut dapat berupa pelintasan bangunan & tanah negara,
20
Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999
Universitas Sumatera Utara
22
suangai, danau, laut (permukaan dan dasar). Namun pemanfaatan dan pelintasan
tersebut harus telah mendapat persetujuan dari instansi pemerintah yang
bertanggung jawab dan pihak-pihak yang terkait.
Dari sisi pengguna
telekomunikasi, haruslah memperoleh hak yang sama untuk dapat menggunakan
atau memperoleh fasilitas yang sama dalam penggunaan jaringan telekomunikasi
dan jasa telekomunikasi dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
b. Kewajiban Penyelenggara Telekomunikasi
Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa
telekomunikasi wajib :
1) memberikan kontribusi dalam pelayanan universal yang berbentuk
penyediaan sarana dan prasarana telekomunikasi dan atau konpensasi lain
2) menyediakan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada semua pengguna
3) meningkatkan efisuensi dalam penyelenggaraan telekomunikasi
4) memenuhi standar pelayanan serta standar penyediaan sarana dan
prasarana
5) mencatat / merekam secara rinci pemakaian jasa telekomunikasi yang
digunakan oleh pengguna (untuk penyelenggara jasa telekomunikasi)
6) menjamin
kebebasan
penggunaanya
untuk
memilih
jaringan
telekomunikasi lain untuk pemenuhan kebutuhan telekomunikasi (untuk
penyelenggara jaringan telekomunikasi)
Universitas Sumatera Utara
23
7) memberikan prioritas untuk pengiriman, penyaluran, penyampaian
informasi penting yang menyangkut keamanan negara, keselamatan jiwa
manusia dan harta benda, bencana alam, marabahaya dan atau wabah
penyakit.
8) Membayar biaya oenyelenggaraab telekomunikasi dengan prosentase
pendapatan.
c. Larangan dalam rangka penyelenggaraan telekomunikasi
Penyelenggara telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan usaha yang
bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, atau ketertiban
umum. Selain itu setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak / tidak sah
/ memanipulasi akses ke 3 bentuk penyelenggaraan telekomunikasi (jaringan, jasa
& khusus)
Pihak yang telah memperoleh izin dari menteri dapat melaksanakan
kegiataanya dalam penyelenggaraan telekomunikasi.
Dalam rangka penataan
adminitrasi, penyelenggaran jaringan telekomunikasi ditetapkan dan digunakan
system penomoran. Untuk perizinan perhatikan pula PP No. 38 / 2007 tentang
kewenangan pusat, propinsi, kabupaten / kota dalam lampiran yang berisi tentang
telekomunikasi
Interkoneksi adalah keterhubungan antarjaringan telekomunikasi dari
penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda. Dalam pelaksanaannya,
setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi berhak untuk mendapatkan
interkoneksi dari penyelenggara jaringan telekomunikasi lain. Disamping itu,
Universitas Sumatera Utara
24
penyelengggara jaringan telekomunikasi wajib menyediakan interkoneksi apabila
diminta oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya. Hak dan kewajiban
yang dimaksud harus dilakukan dengan prinsip untuk pemanfaatan sumber daya
secara efisien, keserasian system dan perangkat telekomunikasi, peningkatan muti
pelayanan dan persaingan sehat.
Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan
merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika dan kepercayaan pada diri
sendiri. Dalam menyelenggarakan telekomunikasi memperhatikan dengan
sungguh-sungguh asas pembangunan nasional dengan mengutamakan asas
manfaat, asas adil, dan merata, asas kepastian hukum, dan asas kepercayaan pada
diri sendiri, serta memperhatikan pula asas keamanan, kemitraan, dan etika.
Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung
persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan
pemerintahan,
serta
meningkatkan
hubungan
antar
bangsa.
Tujuan
penyelenggaraan telekomunikasi yang demikian dapat dicapai, antara lain, melalui
reformasi
telekomunikasi
untuk
meningkatkan
kinerja
penyelenggaraan
telekomunikasi dalam rangka menghadapi globalisasi, mempersiapkan sektor
telekomunikasi memasuki persaingan usaha yang sehat dan profesional dengan
regulasi yang transparan, serta membuka lebih banyak kesempatan berusaha bagi
pengusaha kecil dan menengah.
Universitas Sumatera Utara
25
Setiap penyelenggara telekomunikasi, selanjutnya akan disebut operator
telekomunikasi, yang telah memperoleh izin operasi dari Pemerintah Pusat
(Kementrian Kominfo), maka didalam dokumen izin modern (lisensi modern)
masing-masing operator telekomunikasi terkandung hak dan kewajiban dari para
operator telekomunikasi kepada Pemerintah pusat. Beberapa kewajiban operator
telekomunikasi yang wajib dipenuhi antara lain:
1. Kewajiban pembangunan jaringan telekomunikasi hingga mencapai
jangkauan seluruh wilayah Indonesia. Didalam kewajiban ini dirinci
berapa banyak jumlah menara/BTS minimal yang harus dibangun oleh
operator telekomunikasi disetiap wilayah regional/pulau di Indonesia, atau
berapa persentase minimal populasi yang harus dicapai oleh operator
telekomunikasi. Bila operator telekomunikasi tidak dapat memenuhi
kewajiban minimalnya, maka akan dikenakan sanksi denda sesuai dengan
Peraturan Pemerintah.
2. Kewajiban memenuhi standar minimum kualitas sesuai dengan komitmen
yang disampaikan didalam izin masing-masing operator telekomunikasi.
Bila
operator
telekomunikasi
tidak
dapat
memenuhi
kewajiban
minimalnya, maka akan dikenakan sanksi denda sesuai dengan Peraturan
Pemerintah.
3. Kewajiban membayar biaya-biaya yang termasuk golongan Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) atau yang dalam industri telekomunikasi
disebut sebagai Biaya Regulatori (Regulatory Cost). Biaya-biaya
Universitas Sumatera Utara
26
Regulatory yang dibayarkan setiap tahun kepada Pemerintah Pusat ini
adalah:
a. Biaya Hak Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi sebesar 0,5% dari
penghasilan kotor perusahaan telekomunikasi per tahun
b. Kontribusi pembangunan universal, sebesar 1,25% dari penghasilan
kotor perusahaan telekomunikasi per tahun
c. Biaya Hak Penggunaan Frekuensi Radio per tahun yang besarnya
sesuai dengan nilai lelang, atau jumlah Base Transceiver Station
(BTS) dan mengikuti rumusan yang ditetapkan Pemerintah.
Berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, maka UndangUndang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi memberikan tiga
pengelompokan terhadap penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia sebagai
berikut.
1.
Penyelenggaraan
jaringan
telekomunikasi
Penyelenggaraan
jaringan
telekomunikasi merupakan kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jaringan
telekomunikasi
yang
memungkinkan
terselenggaranya
komunikasi.
Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi itu sendiri, terdiri atas:
a. Penyelenggaraan
jaringan
tetap,
yang
dibedakan
menjadi:
penyelenggaraan jaringan tetap lokal; penyelenggaraan jaringan tetap
Universitas Sumatera Utara
27
sambungan jarak jauh; penyelenggaraan jaringan tetap internasional; dan
penyelenggaraan jaringan tetap tertutup.21
b. Penyelenggaraan
jaringan
bergerak,
yang
dibedakan
menjadi:
penyelenggaraan jaringan bergerak terestrial; penyelenggaraan jaringan
bergerak seluler; dan penyelenggaraan jaringan bergerak satelit. 22 Khusus
bagi penyelenggara jaringan bergerak seluler, dilakukan pembedaan antara
penyelenggara jaringan bergerak seluler dengan cakupan propinsi atau
beberapa propinsi, dan dengan cakupan nasional. Penyelenggara jaringan
bergerak seluler dengan cakupan propinsi atau beberapa propinsi wajib
melaksanakan jelajah (roaming) dengan penyelenggara jaringan bergerak
seluler dengan cakupan propinsi atau beberapa propinsi lainnya, yang
memiliki sistem dan spektrum frekuensi radio yang sama, dimana
pelaksanaan roaming tersebut dilaksanakan berdasarkan kerjasama yang
tertuang dalam perjanjian tertulis dengan penyelenggara jaringan bergerak
seluler lainnya. 23 Selain itu, penyelenggara jaringan bergerak seluler, juga
diwajibkan untuk membangun atau menyediakan jaringan bergerak seluler
untuk akses pelanggan, membangun atau menyediakan jaringan bergerak
seluler yang saling terhubung di daerah cakupannya, dan dapat juga
21
Departemen Komunikasi dan Informatika, Peraturan Menteri Komunikasi dan
Informatika Tentang Perubahan Ketiga Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 20
Tahun 2001 Tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi, Permen Komunikasi dan
Informatika No. 6 Tahun 2008, Ps. 3
22
Ibid.
23
Ibid., Pasal 50.
Universitas Sumatera Utara
28
menyewakan jaringannya kepada penyelenggara jaringan bergerak seluler
lainnya.
2.
Penyelenggaraan jasa telekomunikasi.
Kelompok atau jenis penyelenggaraan telekomunikasi yang kedua adalah
penyelenggaraan jasa telekomunikasi. Adapun yang dimaksudkan dengan
penyelenggaraan jasa telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan/atau
pelayanan jasa telekomunikasi yang
telekomunikasi. 24
memungkinkan terselenggaranya
Penyelenggaraan jasa telekomunikasi
ini kemudian
dibedakan menjadi penyelenggaran jasa teleponi dasar, penyelenggaraan jasa
nilai tambah teleponi, dan penyelenggaraan jasa multimedia. 25
a. penyelenggaran jasa teleponi dasar, yaitu penyelenggaraan jasa telepon
yang menggunakan teknologi circuit-switched yaitu telepon, faksimili,
teleks, dan telegraf, 26 dan diselenggarakan oleh penyelenggara jaringan
tetap lokal, penyelenggara jaringan bergerak seluler, penyelenggara
jaringan bergerak satelit dan penyelenggara radio trunking. 27
b. penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi, yaitu penyelenggaraan jasa
yang menawarkan layanan nilai tambah untuk teleponi dasar antara lain
jasa teleponi melalui jaringan pintar, kartu panggil (calling card), jasajasa
24
Departemen Komunikasi dan Informatika, Pasal.1 ayat (9).
bid., Ps. 3.
26
Ibid., Ps. 1 angka (11).
27
Ibid., Ps. 14 ayat (1)
25
Universitas Sumatera Utara
29
dengan teknologi interaktif voice response dan radio panggil untuk
umum. 28
c. penyelenggaraan
jasa
multimedia,
yaitu
penyelenggaraan
jasa
telekomunikasi yang menawarkan layanan berbasis teknologi informasi
termasuk di dalamnya penyelenggaraan jasa internet teleponi, jasa akses
internet, dan jasa televisi berbayar. 29
3.
Penyelenggaraan telekomunikasi khusus.
Jenis
penyelenggaraan
telekomunikasi
yang
terakhir
adalah
penyelenggaraan telekomunikasi khusus. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus
merupakan penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat, peruntukan, dan
pengoperasiannya khusus, 30 misalnya untuk keperluan metereologi, penerbangan,
navigasi, pencarian dan pertolongan kecelakaan, komunikasi radio antar
penduduk. 31 Penyelenggara jaringan dan penyelenggara jasa telekomunikasi
tersebut di atas, dapat berbentuk badan hukum yang didirikan dengan maksud
untuk menyelenggarakan jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi
dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu Badan Usaha
Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), badan usaha
swasta, atau Koperasi. 32 Sedangkan penyelenggaraan telekomunikasi khusus ini,
dapat dilakukan baik oleh perseorangan, instansi pemerintah, ataupun badan
28
Ibid., Ps. 1 angka (12).
Ibid., Ps. 1 angka (13).
30
Indonesia (1), Ps. 1 angka (15).
31
Ibid., Penjelasan Ps. 9 ayat (4).
32
Ibid., Ps. 8 ayat (1)
29
Universitas Sumatera Utara
30
hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau penyelenggara jasa
telekomunikasi. 33
E. Fungsi dan Tujuan Pembangunan Menara Tower Telekomunikasi di
Indonesia
Perkembangan jaman merupakan suatu konsekuensi logis bagi kehidupan
manusia, dimana perkembangan ini akan dibarengi dengan peningkatan
kebutuhankebutuhan aturan sebagai pedoman atau norma-norma untuk mengatur
kehidupan manusia itu sendiri. Dalam kehidupan masyarakat moderen pelayanan
jasa yang berkualitas atau pelayanan prima (service excellence) sangat diharapkan.
Pelayanan ini berpengaruh dan mengubah arah menajemen publik yang terkait
dengan pelayanan umum (pelayanan aparatur pemerintah pada masyarakat).
Manajemen publik yang terkait dengan pelayanan umum yamg berkualitas atau
pelayanan prima (service excellence management), merupakan suatu upaya
menigkatkan
performansi
secara
terus
menerus
(continues
performance
improvement) pada setiap level operasi area fungsional dari suatu organisasi
dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. 34
Bertambahnya jumlah pengguna jaringan telekomunikasi selular berimbas
pada bertambahnya kebutuhan akan menara/tower telekomunikasi di berbagai
wilayah yang dianggap potensial bagi operator selular selaku penyedia layanan.
33
bid., Ps. 8 ayat (2)
34
Adrian sutedi, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar Grafika,2010,
Jakarta, hlm. 9
Universitas Sumatera Utara
31
Akan tetapi peningkatan kebutuhan masyarakat ini rupanya tidak serta merta
berbanding lurus dengan mudahnya proses pembangunan menara terebut.
Penolakan demi penolakan oleh warga sekitar lokasi rencana pembangunan tower
telekomunikasi selalu ada, terutama di kota-kota besar, yang masyarakatnya
semakin kritis. 35 Dalam berbagai kasus, permintaan kompensasi cenderung
semakin meningkat, baik jumlah kasusnya maupun besaran nilai nominalnya,
masyarakat menjadikan semakin “pintar” dengan menjadikan kompensasi
sebagai bergaining
position kepada
pemilik
tower
telekomunikasi
atas
persetujuan yang mereka berikan. Dalam situasi semacam ini, peran serta
pemerintah dalam mensosialisaikan dampak keberadaan menera telekomunikasi
yang didirikan di sekitar pemukiman warga sangat dibutuhkan.Sehingga semua
pihak baik perusahaan maupun masyarakat bisa mendapatkan manfaat dari
pembangunan sarana telekomunikasi tersebut.
Sejauh ini, sebenarnya setiap pemilik menara telekomunikasi selalu
memberikan jaminan kepada masyarakat atas resiko yang mungkin timbul akibat
kelalaian teknis dari setiap pembangunan menara, baik berupa ganti rugi atas
rusaknya harta-benda, pengobatan maupun santunan atas warga yang meninggal
jika musibah tersebut terjadi.Tetapi fakta dilapangan, biasanya masyarakat lebih
pragmatis dan transaksional. Hal ini tentu menjadi pertimbangan tersendiri bagi
perusahaan pemilik menara telekomunikasi dalam mngambil kebijakan yang
strategis untuk penyelesaian pembangunan tersebut
35
http://gojavaraya.com/index.php/site-acquisition/kompensasi-pembangunan-towetelekomunikasi/795, diakses tanggal 12 Maret 2017
Universitas Sumatera Utara
32
Fungsi dari tower telekomunikasi adalah untuk menempatkan antenna
pemancar sinyal (jaringan akses) untuk memberikan layanan kepada pelanggan di
sekitar tower tersebut. Selain itu, penggunaan tower telekomunikasi juga berfungsi
untuk menempatkan antenna pemancar sinyal transmisi (jaringan transport dengan
menggunakan teknologi microwave) untuk menghubungkan pelanggan di daerah
tersebut dengan sentral (BSC). Jadi bagian yang terpenting mengapa diperlukan
pembangunan tower adalah untuk penempatan antenna-antenna tersebut, dimana
dibutuhkan ketinggian tertentu untuk dipenuhinya syarat memancarkan dan
menerima sinyalnya. 36
Sesuai dengan tujuan awal dari terbitnya PMB Menara Bersama
Telekomunikasi untuk menghemat investasi penggelaran jaringan telekomunikasi,
maka operator telekomunikasiyang membangun sendiri menara telekomunikasinya
atau operator telekomunikasi besar merasakan dampak positif sebagai akibat dari
kebijakan Pemerintah Pusat untuk melaksanakan menara bersama telekomunikasi.
Dampak positif tersebut diperoleh dari penghematan biaya pembangunan menara
telekomunikasi dalam jangka panjang, efisiensi internal, serta pendapatan dari
bisnis penyewaan menara telekomunikasi.
F. Ketentuan Pembangunan Menara Tower Telekomunikasi Menurut
Undang-Undang No 3 Tahun 1999
36
Catur Singgih, http//caturlintang.blogspot.com.2010/04/pengertian-tower-html, diakses
tanggal 21 Maret 2017.
Universitas Sumatera Utara
33
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang begitu luas dan terdiri
dari banyak pulau sangat membutuhkan infrastruktur menara telekomunikasi yang
dapat menjangkau seluruh pelosok negeri agar keutuhan dan persatuan bangsa
dapat terjaga serta hubungan antar masyarakat yang terpisahkan oleh jarak tetap
terjalin secara harmonis. 37Sejalan dengan hal tersebut maka pembangunan
menara telekomunikasi di daerah-daerah masih terus dilaksanakan.Pesatnya
pembangunan menara ini tentunya tidak terlepas dari keterlibatan pemerintah
daerah (kabupaten/kota), khususnya dalam hal pemberian izin mendirikan
bangunan menara tersebut. Walaupun pada kenyataannya menara telekomunikasi
ini sangat dibutuhkan serta membantu masyarakat, tetapi terkadang pemerintah
kabupaten (kota) tertentu memiliki persepsi dan kebijakan tersendiri bahkan
terkadang pembangunan menara telekomunikasi dianggap sebagai sebuah
“kesempatan” untuk memperoleh keuntungan pribadi oleh oknum-oknum pejabat
tertentu dengan dalih kebijakan.
Ada beberapa perizinan yang disyaratkan oleh pemerintah daerah untuk
pendirian menara telekomunikasi, yaitu ;
1.
Izin Prinsip (Bupati / Wali Kota)
2.
Izin Peruntukan Lahan dari BPN
3.
Rekomendasi Dinas Komunikasi dan Informatika
4.
Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dan Surat Izin Tempat Usaha (SITU)
5.
Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
37
http://gojavaraya.com/index.php/site-acquisition/mengurai-izin-mendirikan-bangunanmenara-telekomunikasi/938,diakses tanggal 21 Maret 2017
Universitas Sumatera Utara
34
6.
Rekomendasi KKOP dari Otoritas Bandara/Dan Lanud (Kawasan Khusus)
7.
Izin Gangguan Tempat Usaha (HO)
8.
Rekomendasi Lingkungan Hidup atas UKL/UPL atau SPPL
9.
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) 38
Pengaturan mengenai perizinan pembangunan menara telekomunikasi
sebenarnya telah diatur dalam Peraturan sebagai berikut :
Pertama, Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika Republik Indonesia
Nomor : 02/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan
Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi.
Pada pasal 3 ayat (2) berbunyi : “Pembangunan Menara harus memiliki Izin
Mendirikan Menara dari instansi yang berwenang sesuai ketentuan perundangundangan yang berlaku”
Kemudian ayat (3) bebunyi : “Pemberian Izin Mendirikan Menara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib memperhatikan ketentuan tentang penataan ruang
sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku”
Selanjutnya pada pasal 8 :”Izin Mendirikan Menara di Kawasan tertentu harus
memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku”
Pasal 9 : “Kawasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 merupakan
kawasan yang sifat dan peruntukannya memiliki karakteristik tertentu, antara lain:
a. kawasan bandar udara/pelabuhan;
b. kawasan pengawasan militer;
38
Ibid
Universitas Sumatera Utara
35
c. kawasan cagar budaya;
d. kawasan pariwisata; atau
e. kawasan hutan lindung
Kedua, Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum,
Menteri Komunikasi dan Informatika dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman
Modal,
Nomor
:
18
Tahun
2009
;
07/PRT/M/2009
;
19/PER/M.KOMINFO/03/2009 ; 3/P/2009 , Tentang Pedoman Pembangunan dan
Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi.
Pada pasal 4 ayat (1) berbunyi : “Pembangunan menara wajib memiliki Izin
Mendirikan Bangunan Menara dari Bupati/Wlikota, kecuali untuk Propinsi DKI
Jakarta wajib memiliki Izin Mendirikan Bangunan Menara dari Gubernur.”
Ayat (2) : “Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Menara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib memperhatikan ketentuan perundang-undangan tentang
penataan ruan”
Ayat (3) : “Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Menara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan melalui pelayanan terpadu”
Lebih lanjut pada pasal 11 ayat (2) : “Persyaratan Administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri dari :
huruf (a). …….”
huruf (g) “Persetujuan dari warga sekitar dalam radius sesuai dengan ketinggian
menara ;”
Universitas Sumatera Utara
36
huruf (h) “Dalam hal menggunakan genset sebagai catu daya dipersyaratkan izin
gangguan dan izin genset”
Kemudian pasal 13 ayat (1) :”Penyelenggara telekomunikasi sebagaimana
dimaksud dalam pasal 5 ayat (2) huruf a dapat menempatkan :
huruf (a) : “Antena di atas bangunan gedung, dengan ketinggian sampai dengan 6
meter dari permukaan atap bangunan gedung sepanjang tidak melampaui
ketinggian maksimum selubung bangunan yang diizinkan, dan konstruksi
bangunan gedung mampu memdukung beban antena; dan/atau”
huruf (b) : “Antena yang melekat pada bangunan lainnya seperti papan reklame,
tiang lampu penerangan jalan dan sebagainya, sepanjang konstruksi bangunannya
mampu mendukung antena.”
Ayat (2) :”Penempatan antena sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan
huruf b tidak memerlukan izin”
Selanjutnya dipertegas dengan pasal 15 ayat (3) :”Pemerintah kabupaten/kota dan
pemerintah provinsi DKI Jakarta serta aparatnya dilarang memungut restribusi
dan atau pungutan lainnya di luar restribusi Izin Mendirikan Bangunan Menara.”
Berdasarkan peraturan tersebut sebenarnya
telah jelas mengenai izin yang
disyaratkan serta restribusi yang diperbolehkan, dan untuk lebih lengkapnya dapat
dibaca pada kedua peraturan tersebut secara keseluruhan.
Dengan
demikian
sesungguhnya
pembangunan
menara
telekomunikasi
berdasarkan pada kedua peraturan tersebut seharusnya tidak serumit sebagimana
fakta yang terjadi di beberapa daerah (kabupaten/kota) tertentu, yang mana
Universitas Sumatera Utara
37
pemerintah daerah memiliki persepsi dan kebijakan sendiri mengenai syarat izin
bagi pembangunan menara telekomunikasi.
Dengan semakin meluasnya sosialisasi peraturan yang terkait pembangunan dan
penggunaan menara telekomunikasi, maka diharapkan dapat terwujud pemahaman
bersama tentang perizinan yang disyaratkan untuk setiap pembangunan menara
telekomunikasi di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menara dalam hal ini yang bersesuaian dengan izin mendirikan tower
adalah sesuai dengan Permenkominfo 02/2008 Pasal 1 angka 3. Dikatakan bahwa
menara adalah bangunan khusus yang berfungsi sebagai sarana penunjang untuk
menempatkan peralatan telekomunikasi yang desain atau bentuk konstruksinya
disesuaikan dengan keperluan penyelenggaraan telekomunikasi. Sedangkan
dalam Pasal 1 angka 4 dari Permenkominfo 02/2008 dikatakan bahwa menara
adalah telekomunikasi yang digunakan secara bersama-sama oleh Penyelenggara
Telekomunikasi. Dengan demikian tower telekomunikasi dalam hal ini termasuk
menara. 39
Bahwasanya tower telekomunikasi harus digunakan secara bersama dan
berkesinambungan
demi
efisiensi
dan
efektifitas.
Pembangunan
tower
telekomunikasi dapat dilaksanakan oleh pihak penyelenggara telekomunikasi, atau
penyedia menara atau kontraktor menara. Izin mendirikan tower harus sesuai
dengan ketentuan perundangan yang berlaku. Selain itu pembangunan menara
harus sesuai dengan standart demi kemanan bersama.
39
http://www.dct.co.id/home/artikel/277-ketentuan-izin-mendirikan-towertelekomunikasi-di-indonesia.html, diakses tanggal 12 Maret 2017.
Universitas Sumatera Utara
38
Terkait dengan izin mendirikan menara, beberapa hal yang menyangkut
aspek keamanan secara umum diantaranya :
1. Kekuatan tower telekomunikasi, yaitu harus stabil dan kuat. Beberapa hal
yang menjadi pertimbangan dalam hal ini adalah tempat/ space, ketinggian
tower telekomunikasi, struktur tower, rangka struktur tower, pondasi, serta
harus memperhitungkan kecepatan angin.
2. Fasilitas pendukung tower/ menara, yaitu selain memiliki identitas hokum
yang jelas juga harus melihat faktor pentanahan (grounding), catu daya, alat
penangkal petir, lampu halangan penerbangan , serta marka halangan
penerbangan.
3. Identitas yang jelas dari nama pemilik menara. Agar jika terjadi sesuatu akan
mudah dilakukan penelusuran. Dalam izin mendirikan tower, yang termasuk
identitas diantaranya nama pemilik menara, lokasi menara atau tower,
ketinggian menara, tahun pembuatan dan pemasangan menara, kontraktor
menara serta beban maksimum menara. 40
Dengan demikian yang terikat dengan peraturan izin mendirikan tower
diantaranya izin mendirikan tower triangle, syarat mendirikan tower telkomsel
maupun segala bentuk tower telekomunikasi yang sesuai dengan definisi
diatas.Sedangkan yang terkait dengan penggunaan tower untuk kepentingan
bersama jika hendak melakukan kerjasama pemakaian bersama, ketentuan harga
sewa tower bts biasanya berhubungan dengan pemilik tower.
40
Ibid
Universitas Sumatera Utara
39
Penyesuaian dalam penyelenggaraan telekomunikasi di tingkat nasional
sudah merupakan kebutuhan nyata, mengingat meningkatnya kemampuan sektor
swasta
dalam
penyelenggaraan
telekomunikasi,
penguasaan
teknologi
telekomunikasi, dan keunggulan kompetitif dalam rangka memenuhi kebutuhan
masyarakat. Penyelenggaraan telekomunikasi yang mempunyai peranan penting
dan startegis dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat, serta memperlancar
dan meningkatkan hubungan antar negara harus senantiasa ditingkatkan kualitas
pelayanannya. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas pelayanan di bidang
telekomunikasi adalah dengan membuat pengaturan yang dapat memberikan
kejelasan dan ketegasan dalam penyelenggaraan telekomunikasi.
Pengaturan pendirian dan penggunaan BTS diatur dalam Peraturan Menteri
Komunikasi dan Informatika Nomor: 02/Per/M.Kominfo/03/2008 tentang Pedoman
Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi dan Peraturan
Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi
dan Informatika dan kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 18 Tahun
2009; Nomor:
07/Prt/M/2009; Nomor:
19/Per/M.Kominfo/03/2009; Nomor:
3
/P/2009 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara
Telekomunikasi. 41
Berdasarkan Perkominfo No. 02/2008 dan Peraturan Bersama Menteri,
maka yang dimaksud denganmenara telekomunikasi adalah bangun-bangun untuk
kepentingan umum yang didirikan di atas tanah,atau bangunan yang merupakan
41
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50c0b2f395e2d/pertanggungjawabanhukum-jika-menara-bts-roboh, diakses tanggal 21 Maret 2017.
Universitas Sumatera Utara
40
satu kesatuan konstruksi denganbangunan gedung yang dipergunakan untuk
kepentingan umum yang struktur fisiknya dapat berupa rangka baja yang diikat
oleh berbagai simpul atau berupa bentuk tunggal tanpa simpul, di mana
fungsi, desain
dan
konstruksinya
disesuaikan
sebagai
sarana
penunjang menempatkan perangkat telekomunikasi. Dengan demikian, dapat
diketahui bahwa BTS termasuk dalam kategori Menara, sehingga Perkominfo No.
02/2008 danPeraturan Bersama Menteri merupakan lingkup peraturan yang
mengatur mengenai pendirian dan penggunaan BTS.
Pembangunan Menara wajib memiliki Izin Mendirikan Bangunan Menara
(IMB-M). Permohonan IMB-M diajukan oleh penyedia menara kepada
Bupati/Walikota, dan terkecuali untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta,
maka permohonan IMB-M diajukan kepada Gubernur. Terkait dengan pendirian
BTS, maka yang harus diperhatikan adalah, bahwa permohonan IMB-M
melampirkan (i) persyaratan administratif, dan (ii) persyaratan teknis. Persetujuan
warga sebagaimana yang Anda tanyakan merupakan salah satu persyaratan
administratif yang harus dilengkapi oleh pemohon, sebagaimana diatur dalam
Peraturan Bersama Menteri. Namun, persetujuan tersebut bukan melingkupi
persetujuan dari seluruh Rukun Tetangga (RT), melainkan hanya persetujuan dari
warga sekitar dalam radius sesuai dengan ketinggian Menara.
Pada dasarnya, kekhawatiran atas sambaran petir atau kegagalan bangunan
Menara telah diakomodir dalam Perkominfo No. 02/2008 dan Peraturan Bersama
Menteri. Menara wajib dilengkapi dengan sarana pendukung, yang salah satunya
Universitas Sumatera Utara
41
adalah penangkal petir. Selain itu, terdapat pula suatu pengaturan mengenai
spesifikasi struktur Menara, yaitu spesifikasi struktur menara harus dibuat
berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Berdasarkan Pasal 5 Peraturan Bersama Menteri, Menara disediakan oleh
Penyedia Menara, dan pembangunannya dilakukan oleh Penyedia Jasa Konstruksi.
Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 25 Undang-Undang Nomor Nomor 18 Tahun 1999
tentang Jasa Konstruksi, pemilik dan penyedia jasa konstruksi bertanggung jawab
dalam hal terdapatnya kegagalan dari bangunan. Dengan demikian, apabila terdapat
kegagalan bangunan atas Menara, maka pemilik dan penyedia jasa konstruksilah
yang bertanggung jawab terhadap peristiwa kegagalan tersebut. Namun, apabila
kegagalan bangunan tersebut disebabkan oleh kesalahan perencana atau pengawas
konstruksi dari pembangunan Menara, dan kemudian menimbulkan kerugian bagi
pihak lain, maka perencana atau pengawas konstruksi yang bertanggung jawab
sesuai dengan bidang profesi, dengan dikenakan ganti rugi. Apabila kegagalan
bangunan disebabkan karena kesalahan pelaksana konstruksi dan merugikan pihak
lain, maka pelaksana konstruksi bertanggung jawab sesuai dengan bidang usaha
dengan dikenakan ganti rugi.
Pasal 11 UU No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi menjelaskan:
1. Penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat
diselenggarakan setelah mendapat izin dari Menteri.
2. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan memperhatikan:
a. Tata cara yang sederhana;
Universitas Sumatera Utara
42
b. Proses yang transparan, adil dan tidak diskriminatif; serta c. Penyelesaian
dalam waktu yang singkat.
3. Ketentuan mengenai perizinan penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan PP.
Disamping itu terdapat juga di dalam PP No.52 Tahun 2000 Tentang
Penyelenggaraan Telekomunikasi di dalam Pasal 8 yaitu:
1. Penyelenggara
jaringan
telekomunikasi
dapat
menyelenggarakan
jasa
telekomunikasi melalui jaringan yang dimiliki dan disediakannya.
2. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
harus merupakan kegiatan usaha yang terpisah dari penyelenggaraan jaringan
yang sudah ada.
3. Untuk menyelenggarakan jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
penyelenggara
jaringan
telekomunikasi
wajib
mendapatkan
izin
penyelenggaraan jasa telekomunikasi dari Menteri.
Di dalam Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan
Umum, Menteri Komunikasi Dan Informatika Dan Kepala Badan Koordinasi
Penanaman Modal Nomor: 18 Tahun 2009 Nomor: 07/Prt/M/2009 Nomor:
19/Per/M.Kominfo/03/2009 Nomor: 3/P/2009 Tentang Pedoman Pembangunan
Dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi Terdapat di dalam Bab III Pasal
4 yaitu tentang Perizinan Bangunan Menara :
Universitas Sumatera Utara
43
1. Pembangunan menara wajib memiliki Izin Mendirikan Bangunan Menara dari
Bupati/ Walikota, kecuali untuk Provinsi DKI Jakarta wajib memiliki Izin
Mendirikan Bangunan Menara dari Gubernur.
2. Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Menara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib memperhatikan ketentuan perundang-undangan tentang penataan
ruang.
3. Pemberian Izin mendirikan Bangunan Menara sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) dilaksanakan melalui pelayanan terpadu
Penyedia jasa telekomunikasi dan operator seluler harus melengkapi empat
syarat untuk mendirikan menara telekomunikasi seluler sesuai peraturan yang
berlaku. "Empat syarat yang harus dilengkapi itu adalah izin mendirikan bangunan,
izin gangguan, melengkapi peralatan penangkal petir dan penyediaan genset secara
mandiri 42. Sedangkan untuk kekuatan menara, kata dia, harus mampu menahan
terpaan angin hingga 120 kilometer (km) per jam, sementara rata-rata kekuatan
angin yang terjadi di Indonesia termasuk di Kaltim berkisar 60 kilometer per jam.
Kekuatan menara juga harus tahan terhadap gempa dengan kekuatan tertentu.
Menara tersebut di satu sisi menunjukkan pelayanan operator seluler kepada
pelanggan yang semakin meningkat karena sesuai dengan kebutuhan. Namun di sisi
lain, ada juga yang tidak indah dalam estetika tata kota, sisi keamanan perhubungan
serta lingkungan sekitar.
42
http://www.antarakaltim.com/berita/6660/kadiskominfo-pembangunan-menara-haruspenuhi-empat-syarat, diakses tanggal 12 Maret 2017
Universitas Sumatera Utara
44
Oleh karena Penyenggaraan menara telekomunikasi terkait dengan beberapa
instansi Pemerintahan tanggal 30 Maret 2009, diterbitkan peraturan bersama
dalam bentuk Peraturan Menteri Dalam Negeri No.18/2009, Peraturan Menteri
Pekerjaan
Umum
No.07/PRT/M/2009,
Peraturan
Menkominfo
No.19/PER/M.KOMINFO/03/2009 dan Peraturan Kepala Badan Koordinasi
Penanaman
Modal No.3/P/2009
mengenai
pedoman
Pembangunan
dan
Penggunaan Menara bersama Telekomunikasi.Peraturan Bersama itu mengatur
bahwa izin pembangunan menara telekomunikasi diberikan oleh Bupati atau
Walikota yang mengepalai pemerintahan lokal di Indonesia, dan gubernur khusus
untuk Provinsi DKI Jakarta.Peraturan Bersama itu juga memuat standar
pembangunan dan mensyaratkan agar menara telekomunikasi dibangun untuk
dapat digunakan bersama oleh para penyedia layanan telekomunikasi.Pemilik
menara telekomunikasi diizinkan untuk mengenakan biaya tertentu, yang
dinegosiasikan dengan merujuk pada biaya terkait dengan biaya investasi dan
operasional, pengembalian investasi dan keuntungan.Tidak diperbolehkan adanya
praktik monopoli terkait kepemilikan dan pengelolaan menara telekomunikasi. 43
Selain hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh para pelaku
penyelenggara telekomunikasi, Pemerintah juga memberikan batasan atau
pengecualian sebagai berikut.
43
http://www.telkom.co.id/UHI/CDInteraktif2013/ID/0117_dasar%20hukum.html,diakses
tanggal 21 Maret 2017.
Universitas Sumatera Utara
45
1. Dalam penyelenggaraan telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat di antara penyelenggara telekomunikasi. 44
2. Penyelenggara telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan usaha
penyelenggaraan telekomunikasi yang bertentangan dengan kepentingan
umum, kesusilaan, keamanan, atau ketertiban umum. 45
3. Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau
memanipulasi akses ke
jaringan
telekomunikasi,
akses
ke
jasa
telekomunikasi, dan/atau akses ke jaringan telekomunikasi khusus. 46
4. Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan
gangguan
fisik
dan
elektromagnetik
terhadap
penyelenggaraan
telekomunikasi. 47
5. Setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang
disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun. 48
Dalam
mengatur
penyelenggaraan
telekomunikasi,
Pemerintah
selain
menerbitkan Undang-undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, juga
menerbitkan
Peraturan
Pemerintah
No.
52
Tahun
2000
tentang
Penyelenggaraan Telekomunikasi, sebagai salah satu peraturan pelaksana dari
Undang-undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Peraturan
Pemerintah tersebut memberi penjelasan yang lebih lengkap seputar
44
Ps. 10 ayat (1). UU No. 36 Tahun 1999
Ibid, Pasal 21
46
Ibid, Pasal 22
47
Ibid, pasal 38
48
Ibid, Pasal 40
45
Universitas Sumatera Utara
46
penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia. Di samping itu, Pemerintah juga
menerbitkan Keputusan Menteri Perhubungan No. 20 Tahun 2001 (yang
kemudian telah diubah dengan Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika
No. 06/P/M.KOMINFO/04/2008). Keputusan Menteri ini menjabarkan lebih
terperinci mengenai penyelenggaraan jaringan telekomunikasi. Di pihak lain,
untuk
mengatur
lebih
terperinci
mengenai
penyelenggaraan
jasa
telekomunikasi, maka diterbitkan Keputusan Menteri Perhubungan No. 21
Tahun 2001, yang kemudian diubah dengan Keputusan Menteri Perhubungan
No. 30 Tahun 2004.
Universitas Sumatera Utara
PENGATURAN HUKUM PEMBANGUNAN MENARA TOWER
OPERATOR TELEKOMUNIKASI MENURUT UNDANGUNDANG NO. 36 TAHUN 1999
D. Penyelenggaraan Telekomunikasi di Indonesia
Belakangan ini, kemajuan di bidang teknologi telekomunikasi seakanakan
telah mengubah dunia menjadi bidang yang tanpa batas, dimana segala bentuk
informasi dapat begitu mudah diperoleh dengan waktu yang sangat singkat. Hal
tersebut dapat dilihat dari kenyataan bahwa hampir semua peristiwa yang terjadi di
satu negara yang dapat diketahui secara cepat oleh berbagai kalangan di belahan
dunia atau negara-negara lain. Oleh karena itu, seiring dengan perkembangan
teknologi telekomunikasi yang berlangsung cepat tersebut dan perubahan
lingkungan global yang terjadi, maka Pemerintah menerbitkan Undang-Undang No.
36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, yang menggantikan Undang-Undang No.
3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, untuk mengatur penyelenggaraan
telekomunkasi di Indonesia. Dalam rangka membangun penyelenggaraan
telekomunikasi yang baik, maka terdapat beberapa tujuan dasar yang menjadi
landasan, yaitu untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung
kehidupan
ekonomi
dan
kegiatan
pemerintahan
serta
hubungan
antar
16
Universitas Sumatera Utara
17
bangsa. 13 Adapun
tujuan-tujuan
tersebut
dapat
dicapai
melalui
reformasi
telekomunikasi untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan telekomunikasi
dalam rangka menghadap globalisasi, mempersiapkan sektor telekomunkasi
memasuk persaingan usaha yang sehat dan profesional dengan regulasi yang
transparan, serta membuka lebih banyak kesempatan berusaha bagi pengusaha kecil
dan menengah. 14 Penyelenggaraan telekomunikasi juga dilaksanakan berdasarkan
beberapa asas yang terkandung dalam Pasal 2 Undang-Undang Telekomunikasi
sebagai berikut.
1. Asas manfaat berarti penyelenggaraan telekomunikasi akan lebih berdaya guna
dan berhasil, baik sebagai infrastruktur pembangunan, sarana penyelenggaraan
pemerintahan, sarana pendidikan, sarana perhubungan, maupun sebagai
komoditas ekonomi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 15
2. Asas adil dan merata, artinya adalah penyelenggaraan telekomunikasi
memberikan kesempatan dan perlakukan yang sama kepada pihak yang
memenuhi syarat dan hasilnya dinikmati masyarakat secara adil dan merata. 16
3. Asas kepastian hukum, maksudnya adalah pembangunan telekomunikasi harus
didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang menjamin kepastian
hukum dan memberikan perlindungan hukum bagi investor, penyelenggara
telekomunikasi, dan pengguna telekomunikasi. 17
13
Pasal 3 UU No.36 Tahun 1999
Penjelasan Pasal 3 UU No. 36 Tahun 1999.
15
Ibid
16
Ibid
17
Ibid
14
Universitas Sumatera Utara
18
4. Asas kepercayaan pada diri sendiri, maksudnya bahwa penyelenggaraan
telekomunikasi dilaksanakan dengan memanfaatkan secara maksimal potensi
sumber daya nasional secara efisien dan penguasaan teknologi telekomunikasi.
5. Asas kemitraan, yaitu bahwa penyelenggaraan telekomunikasi harus dapat
mengembangkan iklim yang harmonis, timbal balik dan sinergi.
6. Asas keamanan dimaksudkan agar penyelenggaraan telekomunikasi selalu
memperhatikan faktor keamanan dalam perencanaan, pembangunan, dan
pengoperasiannya.
7. Asas etika, maksudnya agar penyelenggaraan telekomunikasi dilandasi
semangat profesionalisme, kejujuran, kesusilaan, dan keterbukaan.
Selain memperhatikan asas-asas tersebut, penyelenggaraan telekomunikasi
juga perlu memperhatikan hal-hal lain seperti kepentingan dan keamanan negara,
perkembangan teknologi dan tuntutan global, penyelenggaraan secara professional
dan dapat dipertanggungjawabkan, dan peran serta masyarakat. 18
Penyelenggaraan telekomunikasi harus dapat melindungi kepentingan dan
keamanan negara, mengantisipasi perkembangan teknologi dan tuntutan global.
Penyelenggaraan telekomunikasi juga harus dilakukan secara professional dan
dapat dipertanggungjawabkan serta memberi kesempatan untuk peran serta
masyarakat. Berbagai bidang kehidupan akhirnya dirambah oleh kemajuan ICT
tersebut. Perkembangan teknologi komunikasi massa yang menekankan pada
komunikasi antar individu secara langsung, seperti halnya pada penggunaan
18
Ibid
Universitas Sumatera Utara
19
telepon, mengalami kemajuan yang sangat berarti dengan dikenal dan
digunakannya telepon bergerak atau yang lebih dikenal dengan “cellular
phone”. 19
Penyelenggara telekomunikasi yang juga sebagai industri jasa tidak bisa
lepas dari tiga faktor, yakni : teknologi, produk, dan layanan. Jika operator seluler
(Service Provider) tidak mampu melakukan inovasi secara terus-menerus atas
ketiga faktor tersebut, maka tinggal menunggu waktu menjadi tertinggal dan
kehilangan pelanggan. Kondisi tersebut menyebabkan para operator seluler
(Service Provider) saling berlomba untuk menciptakan teknologi, produk, dan
layanan baru untuk menjaga kesetiaan pelanggan dan menjaring pelanggan baru.
Seharusnya kondisi tersebut memberikan keuntungan bagi konsumen/ pengguna
jasa telekomunikasi untuk mendapatkan layanan terbaru. Namun kenyataannya
tidak demikian, sebaliknya hal tersebut banyak dikeluhkan oleh pengguna jasa di
berbagai media massa. Keluhan terhadap kualitas pelayanan seperti; (1) iklan
yang tidak sesuai dengan kenyataan maupun promosi layanan (2) inovasi yang
ditawarkan tidak diukur dengan insfrastruktur dan sumber daya yang tersedia, (3)
pemberian informasi yang tidak memadai. Padahal dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Pasal 15 ayat (1)
telah
mensyaratkan
bahwa:
”Penyelenggara
jasa
telekomunikasi
wajib
19
Ahmad M. Ramli., Naskah Akademik Rancangan Peraturan Pemerintah tentang
Transaksi Elektronik, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak
Asasi Manusia RI, 2007), hlm.1
Universitas Sumatera Utara
20
menyediakan fasilitas telekomunikasi untuk menjamin kualitas pelayanan jasa
telekomunikasi yang baik.”
Penyelenggaraan telekomunikasi dapat dibagi menjadi 3 bentuk, yaitu :
1. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi
Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan
atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya
telekomunikasi.
Penyelenggara dari penyelenggaraan jaringan telekomunikasi
dapat berbentuk badan hukum yaitu BUMN, BUMD, badan usaha swasta dan
koperasi. Penyelenggara jaringan telekomunikasi dapat sekaligus menjadi
penyelenggara jasa telekomunikasi.
2. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi
Penyelenggaraan jasa telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau
pelayanan
jasa
telekomunikasi.
telekomunikasi
yang
memungkinkan
terselenggaranya
Dalam penyelenggaraannya, dapat menggunakan dan atau
menyewa jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi.
3. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus
Penyelenggaraan
telekomunikasi
telekomunikasi
yang
sifat,
Penyelenggara
telekomunikasi
khusus
peruntukkan
khusus
adalah
penyelenggaraan
dan
pengoperasiannya
ini
dapat
khusus.
menyelenggarakan
telekomunikasi untuk :
Universitas Sumatera Utara
21
a. keperluan sendiri
b. keperluan hankam negara
c. keperluan penyiaran
Penyelenggaraan bentuk seperti ini dapat berupa penyelenggaraan untuk
keperluan meteorplogi dan geofisika, televisi siaran, radio siaran, navigasi,
penerbangan, pencarian dan pertolongan kecelakaan, amatir radio, komunikasi
radio antar penduduk dan penyelenggaraan telekomunikasi khusu instansi
pemerintah tertentu/swasta.
Pihak-pihak yang menyelenggarakan untuk penyelenggaraan telekomunikasi
khusus adalah :
a. perseorangan
b. instansi pemerintah
c. dinas khusus
d. badan hukum 20
Hak, kewajiban serta Larangan dalam Penyelenggara Telekomunikasi
a. Hak Penyelenggara dan pengguna telekomunikasi
Untuk kemudahanan, pengoperasian dan atau pemeliharaan jaringan
telekomunikasi,
penyelenggara
telekomunikasi
diberi
kemudahan
untuk
memanfaatkan dan atau melintasi batas yang dikuasai pemerintah. Pemanfaatan
dan pelintasan tersebut dapat berupa pelintasan bangunan & tanah negara,
20
Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999
Universitas Sumatera Utara
22
suangai, danau, laut (permukaan dan dasar). Namun pemanfaatan dan pelintasan
tersebut harus telah mendapat persetujuan dari instansi pemerintah yang
bertanggung jawab dan pihak-pihak yang terkait.
Dari sisi pengguna
telekomunikasi, haruslah memperoleh hak yang sama untuk dapat menggunakan
atau memperoleh fasilitas yang sama dalam penggunaan jaringan telekomunikasi
dan jasa telekomunikasi dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
b. Kewajiban Penyelenggara Telekomunikasi
Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa
telekomunikasi wajib :
1) memberikan kontribusi dalam pelayanan universal yang berbentuk
penyediaan sarana dan prasarana telekomunikasi dan atau konpensasi lain
2) menyediakan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada semua pengguna
3) meningkatkan efisuensi dalam penyelenggaraan telekomunikasi
4) memenuhi standar pelayanan serta standar penyediaan sarana dan
prasarana
5) mencatat / merekam secara rinci pemakaian jasa telekomunikasi yang
digunakan oleh pengguna (untuk penyelenggara jasa telekomunikasi)
6) menjamin
kebebasan
penggunaanya
untuk
memilih
jaringan
telekomunikasi lain untuk pemenuhan kebutuhan telekomunikasi (untuk
penyelenggara jaringan telekomunikasi)
Universitas Sumatera Utara
23
7) memberikan prioritas untuk pengiriman, penyaluran, penyampaian
informasi penting yang menyangkut keamanan negara, keselamatan jiwa
manusia dan harta benda, bencana alam, marabahaya dan atau wabah
penyakit.
8) Membayar biaya oenyelenggaraab telekomunikasi dengan prosentase
pendapatan.
c. Larangan dalam rangka penyelenggaraan telekomunikasi
Penyelenggara telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan usaha yang
bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, atau ketertiban
umum. Selain itu setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak / tidak sah
/ memanipulasi akses ke 3 bentuk penyelenggaraan telekomunikasi (jaringan, jasa
& khusus)
Pihak yang telah memperoleh izin dari menteri dapat melaksanakan
kegiataanya dalam penyelenggaraan telekomunikasi.
Dalam rangka penataan
adminitrasi, penyelenggaran jaringan telekomunikasi ditetapkan dan digunakan
system penomoran. Untuk perizinan perhatikan pula PP No. 38 / 2007 tentang
kewenangan pusat, propinsi, kabupaten / kota dalam lampiran yang berisi tentang
telekomunikasi
Interkoneksi adalah keterhubungan antarjaringan telekomunikasi dari
penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda. Dalam pelaksanaannya,
setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi berhak untuk mendapatkan
interkoneksi dari penyelenggara jaringan telekomunikasi lain. Disamping itu,
Universitas Sumatera Utara
24
penyelengggara jaringan telekomunikasi wajib menyediakan interkoneksi apabila
diminta oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya. Hak dan kewajiban
yang dimaksud harus dilakukan dengan prinsip untuk pemanfaatan sumber daya
secara efisien, keserasian system dan perangkat telekomunikasi, peningkatan muti
pelayanan dan persaingan sehat.
Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan
merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika dan kepercayaan pada diri
sendiri. Dalam menyelenggarakan telekomunikasi memperhatikan dengan
sungguh-sungguh asas pembangunan nasional dengan mengutamakan asas
manfaat, asas adil, dan merata, asas kepastian hukum, dan asas kepercayaan pada
diri sendiri, serta memperhatikan pula asas keamanan, kemitraan, dan etika.
Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung
persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan
pemerintahan,
serta
meningkatkan
hubungan
antar
bangsa.
Tujuan
penyelenggaraan telekomunikasi yang demikian dapat dicapai, antara lain, melalui
reformasi
telekomunikasi
untuk
meningkatkan
kinerja
penyelenggaraan
telekomunikasi dalam rangka menghadapi globalisasi, mempersiapkan sektor
telekomunikasi memasuki persaingan usaha yang sehat dan profesional dengan
regulasi yang transparan, serta membuka lebih banyak kesempatan berusaha bagi
pengusaha kecil dan menengah.
Universitas Sumatera Utara
25
Setiap penyelenggara telekomunikasi, selanjutnya akan disebut operator
telekomunikasi, yang telah memperoleh izin operasi dari Pemerintah Pusat
(Kementrian Kominfo), maka didalam dokumen izin modern (lisensi modern)
masing-masing operator telekomunikasi terkandung hak dan kewajiban dari para
operator telekomunikasi kepada Pemerintah pusat. Beberapa kewajiban operator
telekomunikasi yang wajib dipenuhi antara lain:
1. Kewajiban pembangunan jaringan telekomunikasi hingga mencapai
jangkauan seluruh wilayah Indonesia. Didalam kewajiban ini dirinci
berapa banyak jumlah menara/BTS minimal yang harus dibangun oleh
operator telekomunikasi disetiap wilayah regional/pulau di Indonesia, atau
berapa persentase minimal populasi yang harus dicapai oleh operator
telekomunikasi. Bila operator telekomunikasi tidak dapat memenuhi
kewajiban minimalnya, maka akan dikenakan sanksi denda sesuai dengan
Peraturan Pemerintah.
2. Kewajiban memenuhi standar minimum kualitas sesuai dengan komitmen
yang disampaikan didalam izin masing-masing operator telekomunikasi.
Bila
operator
telekomunikasi
tidak
dapat
memenuhi
kewajiban
minimalnya, maka akan dikenakan sanksi denda sesuai dengan Peraturan
Pemerintah.
3. Kewajiban membayar biaya-biaya yang termasuk golongan Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) atau yang dalam industri telekomunikasi
disebut sebagai Biaya Regulatori (Regulatory Cost). Biaya-biaya
Universitas Sumatera Utara
26
Regulatory yang dibayarkan setiap tahun kepada Pemerintah Pusat ini
adalah:
a. Biaya Hak Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi sebesar 0,5% dari
penghasilan kotor perusahaan telekomunikasi per tahun
b. Kontribusi pembangunan universal, sebesar 1,25% dari penghasilan
kotor perusahaan telekomunikasi per tahun
c. Biaya Hak Penggunaan Frekuensi Radio per tahun yang besarnya
sesuai dengan nilai lelang, atau jumlah Base Transceiver Station
(BTS) dan mengikuti rumusan yang ditetapkan Pemerintah.
Berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, maka UndangUndang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi memberikan tiga
pengelompokan terhadap penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia sebagai
berikut.
1.
Penyelenggaraan
jaringan
telekomunikasi
Penyelenggaraan
jaringan
telekomunikasi merupakan kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jaringan
telekomunikasi
yang
memungkinkan
terselenggaranya
komunikasi.
Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi itu sendiri, terdiri atas:
a. Penyelenggaraan
jaringan
tetap,
yang
dibedakan
menjadi:
penyelenggaraan jaringan tetap lokal; penyelenggaraan jaringan tetap
Universitas Sumatera Utara
27
sambungan jarak jauh; penyelenggaraan jaringan tetap internasional; dan
penyelenggaraan jaringan tetap tertutup.21
b. Penyelenggaraan
jaringan
bergerak,
yang
dibedakan
menjadi:
penyelenggaraan jaringan bergerak terestrial; penyelenggaraan jaringan
bergerak seluler; dan penyelenggaraan jaringan bergerak satelit. 22 Khusus
bagi penyelenggara jaringan bergerak seluler, dilakukan pembedaan antara
penyelenggara jaringan bergerak seluler dengan cakupan propinsi atau
beberapa propinsi, dan dengan cakupan nasional. Penyelenggara jaringan
bergerak seluler dengan cakupan propinsi atau beberapa propinsi wajib
melaksanakan jelajah (roaming) dengan penyelenggara jaringan bergerak
seluler dengan cakupan propinsi atau beberapa propinsi lainnya, yang
memiliki sistem dan spektrum frekuensi radio yang sama, dimana
pelaksanaan roaming tersebut dilaksanakan berdasarkan kerjasama yang
tertuang dalam perjanjian tertulis dengan penyelenggara jaringan bergerak
seluler lainnya. 23 Selain itu, penyelenggara jaringan bergerak seluler, juga
diwajibkan untuk membangun atau menyediakan jaringan bergerak seluler
untuk akses pelanggan, membangun atau menyediakan jaringan bergerak
seluler yang saling terhubung di daerah cakupannya, dan dapat juga
21
Departemen Komunikasi dan Informatika, Peraturan Menteri Komunikasi dan
Informatika Tentang Perubahan Ketiga Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 20
Tahun 2001 Tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi, Permen Komunikasi dan
Informatika No. 6 Tahun 2008, Ps. 3
22
Ibid.
23
Ibid., Pasal 50.
Universitas Sumatera Utara
28
menyewakan jaringannya kepada penyelenggara jaringan bergerak seluler
lainnya.
2.
Penyelenggaraan jasa telekomunikasi.
Kelompok atau jenis penyelenggaraan telekomunikasi yang kedua adalah
penyelenggaraan jasa telekomunikasi. Adapun yang dimaksudkan dengan
penyelenggaraan jasa telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan/atau
pelayanan jasa telekomunikasi yang
telekomunikasi. 24
memungkinkan terselenggaranya
Penyelenggaraan jasa telekomunikasi
ini kemudian
dibedakan menjadi penyelenggaran jasa teleponi dasar, penyelenggaraan jasa
nilai tambah teleponi, dan penyelenggaraan jasa multimedia. 25
a. penyelenggaran jasa teleponi dasar, yaitu penyelenggaraan jasa telepon
yang menggunakan teknologi circuit-switched yaitu telepon, faksimili,
teleks, dan telegraf, 26 dan diselenggarakan oleh penyelenggara jaringan
tetap lokal, penyelenggara jaringan bergerak seluler, penyelenggara
jaringan bergerak satelit dan penyelenggara radio trunking. 27
b. penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi, yaitu penyelenggaraan jasa
yang menawarkan layanan nilai tambah untuk teleponi dasar antara lain
jasa teleponi melalui jaringan pintar, kartu panggil (calling card), jasajasa
24
Departemen Komunikasi dan Informatika, Pasal.1 ayat (9).
bid., Ps. 3.
26
Ibid., Ps. 1 angka (11).
27
Ibid., Ps. 14 ayat (1)
25
Universitas Sumatera Utara
29
dengan teknologi interaktif voice response dan radio panggil untuk
umum. 28
c. penyelenggaraan
jasa
multimedia,
yaitu
penyelenggaraan
jasa
telekomunikasi yang menawarkan layanan berbasis teknologi informasi
termasuk di dalamnya penyelenggaraan jasa internet teleponi, jasa akses
internet, dan jasa televisi berbayar. 29
3.
Penyelenggaraan telekomunikasi khusus.
Jenis
penyelenggaraan
telekomunikasi
yang
terakhir
adalah
penyelenggaraan telekomunikasi khusus. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus
merupakan penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat, peruntukan, dan
pengoperasiannya khusus, 30 misalnya untuk keperluan metereologi, penerbangan,
navigasi, pencarian dan pertolongan kecelakaan, komunikasi radio antar
penduduk. 31 Penyelenggara jaringan dan penyelenggara jasa telekomunikasi
tersebut di atas, dapat berbentuk badan hukum yang didirikan dengan maksud
untuk menyelenggarakan jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi
dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu Badan Usaha
Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), badan usaha
swasta, atau Koperasi. 32 Sedangkan penyelenggaraan telekomunikasi khusus ini,
dapat dilakukan baik oleh perseorangan, instansi pemerintah, ataupun badan
28
Ibid., Ps. 1 angka (12).
Ibid., Ps. 1 angka (13).
30
Indonesia (1), Ps. 1 angka (15).
31
Ibid., Penjelasan Ps. 9 ayat (4).
32
Ibid., Ps. 8 ayat (1)
29
Universitas Sumatera Utara
30
hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau penyelenggara jasa
telekomunikasi. 33
E. Fungsi dan Tujuan Pembangunan Menara Tower Telekomunikasi di
Indonesia
Perkembangan jaman merupakan suatu konsekuensi logis bagi kehidupan
manusia, dimana perkembangan ini akan dibarengi dengan peningkatan
kebutuhankebutuhan aturan sebagai pedoman atau norma-norma untuk mengatur
kehidupan manusia itu sendiri. Dalam kehidupan masyarakat moderen pelayanan
jasa yang berkualitas atau pelayanan prima (service excellence) sangat diharapkan.
Pelayanan ini berpengaruh dan mengubah arah menajemen publik yang terkait
dengan pelayanan umum (pelayanan aparatur pemerintah pada masyarakat).
Manajemen publik yang terkait dengan pelayanan umum yamg berkualitas atau
pelayanan prima (service excellence management), merupakan suatu upaya
menigkatkan
performansi
secara
terus
menerus
(continues
performance
improvement) pada setiap level operasi area fungsional dari suatu organisasi
dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. 34
Bertambahnya jumlah pengguna jaringan telekomunikasi selular berimbas
pada bertambahnya kebutuhan akan menara/tower telekomunikasi di berbagai
wilayah yang dianggap potensial bagi operator selular selaku penyedia layanan.
33
bid., Ps. 8 ayat (2)
34
Adrian sutedi, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar Grafika,2010,
Jakarta, hlm. 9
Universitas Sumatera Utara
31
Akan tetapi peningkatan kebutuhan masyarakat ini rupanya tidak serta merta
berbanding lurus dengan mudahnya proses pembangunan menara terebut.
Penolakan demi penolakan oleh warga sekitar lokasi rencana pembangunan tower
telekomunikasi selalu ada, terutama di kota-kota besar, yang masyarakatnya
semakin kritis. 35 Dalam berbagai kasus, permintaan kompensasi cenderung
semakin meningkat, baik jumlah kasusnya maupun besaran nilai nominalnya,
masyarakat menjadikan semakin “pintar” dengan menjadikan kompensasi
sebagai bergaining
position kepada
pemilik
tower
telekomunikasi
atas
persetujuan yang mereka berikan. Dalam situasi semacam ini, peran serta
pemerintah dalam mensosialisaikan dampak keberadaan menera telekomunikasi
yang didirikan di sekitar pemukiman warga sangat dibutuhkan.Sehingga semua
pihak baik perusahaan maupun masyarakat bisa mendapatkan manfaat dari
pembangunan sarana telekomunikasi tersebut.
Sejauh ini, sebenarnya setiap pemilik menara telekomunikasi selalu
memberikan jaminan kepada masyarakat atas resiko yang mungkin timbul akibat
kelalaian teknis dari setiap pembangunan menara, baik berupa ganti rugi atas
rusaknya harta-benda, pengobatan maupun santunan atas warga yang meninggal
jika musibah tersebut terjadi.Tetapi fakta dilapangan, biasanya masyarakat lebih
pragmatis dan transaksional. Hal ini tentu menjadi pertimbangan tersendiri bagi
perusahaan pemilik menara telekomunikasi dalam mngambil kebijakan yang
strategis untuk penyelesaian pembangunan tersebut
35
http://gojavaraya.com/index.php/site-acquisition/kompensasi-pembangunan-towetelekomunikasi/795, diakses tanggal 12 Maret 2017
Universitas Sumatera Utara
32
Fungsi dari tower telekomunikasi adalah untuk menempatkan antenna
pemancar sinyal (jaringan akses) untuk memberikan layanan kepada pelanggan di
sekitar tower tersebut. Selain itu, penggunaan tower telekomunikasi juga berfungsi
untuk menempatkan antenna pemancar sinyal transmisi (jaringan transport dengan
menggunakan teknologi microwave) untuk menghubungkan pelanggan di daerah
tersebut dengan sentral (BSC). Jadi bagian yang terpenting mengapa diperlukan
pembangunan tower adalah untuk penempatan antenna-antenna tersebut, dimana
dibutuhkan ketinggian tertentu untuk dipenuhinya syarat memancarkan dan
menerima sinyalnya. 36
Sesuai dengan tujuan awal dari terbitnya PMB Menara Bersama
Telekomunikasi untuk menghemat investasi penggelaran jaringan telekomunikasi,
maka operator telekomunikasiyang membangun sendiri menara telekomunikasinya
atau operator telekomunikasi besar merasakan dampak positif sebagai akibat dari
kebijakan Pemerintah Pusat untuk melaksanakan menara bersama telekomunikasi.
Dampak positif tersebut diperoleh dari penghematan biaya pembangunan menara
telekomunikasi dalam jangka panjang, efisiensi internal, serta pendapatan dari
bisnis penyewaan menara telekomunikasi.
F. Ketentuan Pembangunan Menara Tower Telekomunikasi Menurut
Undang-Undang No 3 Tahun 1999
36
Catur Singgih, http//caturlintang.blogspot.com.2010/04/pengertian-tower-html, diakses
tanggal 21 Maret 2017.
Universitas Sumatera Utara
33
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang begitu luas dan terdiri
dari banyak pulau sangat membutuhkan infrastruktur menara telekomunikasi yang
dapat menjangkau seluruh pelosok negeri agar keutuhan dan persatuan bangsa
dapat terjaga serta hubungan antar masyarakat yang terpisahkan oleh jarak tetap
terjalin secara harmonis. 37Sejalan dengan hal tersebut maka pembangunan
menara telekomunikasi di daerah-daerah masih terus dilaksanakan.Pesatnya
pembangunan menara ini tentunya tidak terlepas dari keterlibatan pemerintah
daerah (kabupaten/kota), khususnya dalam hal pemberian izin mendirikan
bangunan menara tersebut. Walaupun pada kenyataannya menara telekomunikasi
ini sangat dibutuhkan serta membantu masyarakat, tetapi terkadang pemerintah
kabupaten (kota) tertentu memiliki persepsi dan kebijakan tersendiri bahkan
terkadang pembangunan menara telekomunikasi dianggap sebagai sebuah
“kesempatan” untuk memperoleh keuntungan pribadi oleh oknum-oknum pejabat
tertentu dengan dalih kebijakan.
Ada beberapa perizinan yang disyaratkan oleh pemerintah daerah untuk
pendirian menara telekomunikasi, yaitu ;
1.
Izin Prinsip (Bupati / Wali Kota)
2.
Izin Peruntukan Lahan dari BPN
3.
Rekomendasi Dinas Komunikasi dan Informatika
4.
Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dan Surat Izin Tempat Usaha (SITU)
5.
Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
37
http://gojavaraya.com/index.php/site-acquisition/mengurai-izin-mendirikan-bangunanmenara-telekomunikasi/938,diakses tanggal 21 Maret 2017
Universitas Sumatera Utara
34
6.
Rekomendasi KKOP dari Otoritas Bandara/Dan Lanud (Kawasan Khusus)
7.
Izin Gangguan Tempat Usaha (HO)
8.
Rekomendasi Lingkungan Hidup atas UKL/UPL atau SPPL
9.
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) 38
Pengaturan mengenai perizinan pembangunan menara telekomunikasi
sebenarnya telah diatur dalam Peraturan sebagai berikut :
Pertama, Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika Republik Indonesia
Nomor : 02/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan
Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi.
Pada pasal 3 ayat (2) berbunyi : “Pembangunan Menara harus memiliki Izin
Mendirikan Menara dari instansi yang berwenang sesuai ketentuan perundangundangan yang berlaku”
Kemudian ayat (3) bebunyi : “Pemberian Izin Mendirikan Menara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib memperhatikan ketentuan tentang penataan ruang
sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku”
Selanjutnya pada pasal 8 :”Izin Mendirikan Menara di Kawasan tertentu harus
memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku”
Pasal 9 : “Kawasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 merupakan
kawasan yang sifat dan peruntukannya memiliki karakteristik tertentu, antara lain:
a. kawasan bandar udara/pelabuhan;
b. kawasan pengawasan militer;
38
Ibid
Universitas Sumatera Utara
35
c. kawasan cagar budaya;
d. kawasan pariwisata; atau
e. kawasan hutan lindung
Kedua, Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum,
Menteri Komunikasi dan Informatika dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman
Modal,
Nomor
:
18
Tahun
2009
;
07/PRT/M/2009
;
19/PER/M.KOMINFO/03/2009 ; 3/P/2009 , Tentang Pedoman Pembangunan dan
Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi.
Pada pasal 4 ayat (1) berbunyi : “Pembangunan menara wajib memiliki Izin
Mendirikan Bangunan Menara dari Bupati/Wlikota, kecuali untuk Propinsi DKI
Jakarta wajib memiliki Izin Mendirikan Bangunan Menara dari Gubernur.”
Ayat (2) : “Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Menara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib memperhatikan ketentuan perundang-undangan tentang
penataan ruan”
Ayat (3) : “Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Menara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan melalui pelayanan terpadu”
Lebih lanjut pada pasal 11 ayat (2) : “Persyaratan Administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri dari :
huruf (a). …….”
huruf (g) “Persetujuan dari warga sekitar dalam radius sesuai dengan ketinggian
menara ;”
Universitas Sumatera Utara
36
huruf (h) “Dalam hal menggunakan genset sebagai catu daya dipersyaratkan izin
gangguan dan izin genset”
Kemudian pasal 13 ayat (1) :”Penyelenggara telekomunikasi sebagaimana
dimaksud dalam pasal 5 ayat (2) huruf a dapat menempatkan :
huruf (a) : “Antena di atas bangunan gedung, dengan ketinggian sampai dengan 6
meter dari permukaan atap bangunan gedung sepanjang tidak melampaui
ketinggian maksimum selubung bangunan yang diizinkan, dan konstruksi
bangunan gedung mampu memdukung beban antena; dan/atau”
huruf (b) : “Antena yang melekat pada bangunan lainnya seperti papan reklame,
tiang lampu penerangan jalan dan sebagainya, sepanjang konstruksi bangunannya
mampu mendukung antena.”
Ayat (2) :”Penempatan antena sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan
huruf b tidak memerlukan izin”
Selanjutnya dipertegas dengan pasal 15 ayat (3) :”Pemerintah kabupaten/kota dan
pemerintah provinsi DKI Jakarta serta aparatnya dilarang memungut restribusi
dan atau pungutan lainnya di luar restribusi Izin Mendirikan Bangunan Menara.”
Berdasarkan peraturan tersebut sebenarnya
telah jelas mengenai izin yang
disyaratkan serta restribusi yang diperbolehkan, dan untuk lebih lengkapnya dapat
dibaca pada kedua peraturan tersebut secara keseluruhan.
Dengan
demikian
sesungguhnya
pembangunan
menara
telekomunikasi
berdasarkan pada kedua peraturan tersebut seharusnya tidak serumit sebagimana
fakta yang terjadi di beberapa daerah (kabupaten/kota) tertentu, yang mana
Universitas Sumatera Utara
37
pemerintah daerah memiliki persepsi dan kebijakan sendiri mengenai syarat izin
bagi pembangunan menara telekomunikasi.
Dengan semakin meluasnya sosialisasi peraturan yang terkait pembangunan dan
penggunaan menara telekomunikasi, maka diharapkan dapat terwujud pemahaman
bersama tentang perizinan yang disyaratkan untuk setiap pembangunan menara
telekomunikasi di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menara dalam hal ini yang bersesuaian dengan izin mendirikan tower
adalah sesuai dengan Permenkominfo 02/2008 Pasal 1 angka 3. Dikatakan bahwa
menara adalah bangunan khusus yang berfungsi sebagai sarana penunjang untuk
menempatkan peralatan telekomunikasi yang desain atau bentuk konstruksinya
disesuaikan dengan keperluan penyelenggaraan telekomunikasi. Sedangkan
dalam Pasal 1 angka 4 dari Permenkominfo 02/2008 dikatakan bahwa menara
adalah telekomunikasi yang digunakan secara bersama-sama oleh Penyelenggara
Telekomunikasi. Dengan demikian tower telekomunikasi dalam hal ini termasuk
menara. 39
Bahwasanya tower telekomunikasi harus digunakan secara bersama dan
berkesinambungan
demi
efisiensi
dan
efektifitas.
Pembangunan
tower
telekomunikasi dapat dilaksanakan oleh pihak penyelenggara telekomunikasi, atau
penyedia menara atau kontraktor menara. Izin mendirikan tower harus sesuai
dengan ketentuan perundangan yang berlaku. Selain itu pembangunan menara
harus sesuai dengan standart demi kemanan bersama.
39
http://www.dct.co.id/home/artikel/277-ketentuan-izin-mendirikan-towertelekomunikasi-di-indonesia.html, diakses tanggal 12 Maret 2017.
Universitas Sumatera Utara
38
Terkait dengan izin mendirikan menara, beberapa hal yang menyangkut
aspek keamanan secara umum diantaranya :
1. Kekuatan tower telekomunikasi, yaitu harus stabil dan kuat. Beberapa hal
yang menjadi pertimbangan dalam hal ini adalah tempat/ space, ketinggian
tower telekomunikasi, struktur tower, rangka struktur tower, pondasi, serta
harus memperhitungkan kecepatan angin.
2. Fasilitas pendukung tower/ menara, yaitu selain memiliki identitas hokum
yang jelas juga harus melihat faktor pentanahan (grounding), catu daya, alat
penangkal petir, lampu halangan penerbangan , serta marka halangan
penerbangan.
3. Identitas yang jelas dari nama pemilik menara. Agar jika terjadi sesuatu akan
mudah dilakukan penelusuran. Dalam izin mendirikan tower, yang termasuk
identitas diantaranya nama pemilik menara, lokasi menara atau tower,
ketinggian menara, tahun pembuatan dan pemasangan menara, kontraktor
menara serta beban maksimum menara. 40
Dengan demikian yang terikat dengan peraturan izin mendirikan tower
diantaranya izin mendirikan tower triangle, syarat mendirikan tower telkomsel
maupun segala bentuk tower telekomunikasi yang sesuai dengan definisi
diatas.Sedangkan yang terkait dengan penggunaan tower untuk kepentingan
bersama jika hendak melakukan kerjasama pemakaian bersama, ketentuan harga
sewa tower bts biasanya berhubungan dengan pemilik tower.
40
Ibid
Universitas Sumatera Utara
39
Penyesuaian dalam penyelenggaraan telekomunikasi di tingkat nasional
sudah merupakan kebutuhan nyata, mengingat meningkatnya kemampuan sektor
swasta
dalam
penyelenggaraan
telekomunikasi,
penguasaan
teknologi
telekomunikasi, dan keunggulan kompetitif dalam rangka memenuhi kebutuhan
masyarakat. Penyelenggaraan telekomunikasi yang mempunyai peranan penting
dan startegis dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat, serta memperlancar
dan meningkatkan hubungan antar negara harus senantiasa ditingkatkan kualitas
pelayanannya. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas pelayanan di bidang
telekomunikasi adalah dengan membuat pengaturan yang dapat memberikan
kejelasan dan ketegasan dalam penyelenggaraan telekomunikasi.
Pengaturan pendirian dan penggunaan BTS diatur dalam Peraturan Menteri
Komunikasi dan Informatika Nomor: 02/Per/M.Kominfo/03/2008 tentang Pedoman
Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi dan Peraturan
Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi
dan Informatika dan kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 18 Tahun
2009; Nomor:
07/Prt/M/2009; Nomor:
19/Per/M.Kominfo/03/2009; Nomor:
3
/P/2009 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara
Telekomunikasi. 41
Berdasarkan Perkominfo No. 02/2008 dan Peraturan Bersama Menteri,
maka yang dimaksud denganmenara telekomunikasi adalah bangun-bangun untuk
kepentingan umum yang didirikan di atas tanah,atau bangunan yang merupakan
41
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50c0b2f395e2d/pertanggungjawabanhukum-jika-menara-bts-roboh, diakses tanggal 21 Maret 2017.
Universitas Sumatera Utara
40
satu kesatuan konstruksi denganbangunan gedung yang dipergunakan untuk
kepentingan umum yang struktur fisiknya dapat berupa rangka baja yang diikat
oleh berbagai simpul atau berupa bentuk tunggal tanpa simpul, di mana
fungsi, desain
dan
konstruksinya
disesuaikan
sebagai
sarana
penunjang menempatkan perangkat telekomunikasi. Dengan demikian, dapat
diketahui bahwa BTS termasuk dalam kategori Menara, sehingga Perkominfo No.
02/2008 danPeraturan Bersama Menteri merupakan lingkup peraturan yang
mengatur mengenai pendirian dan penggunaan BTS.
Pembangunan Menara wajib memiliki Izin Mendirikan Bangunan Menara
(IMB-M). Permohonan IMB-M diajukan oleh penyedia menara kepada
Bupati/Walikota, dan terkecuali untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta,
maka permohonan IMB-M diajukan kepada Gubernur. Terkait dengan pendirian
BTS, maka yang harus diperhatikan adalah, bahwa permohonan IMB-M
melampirkan (i) persyaratan administratif, dan (ii) persyaratan teknis. Persetujuan
warga sebagaimana yang Anda tanyakan merupakan salah satu persyaratan
administratif yang harus dilengkapi oleh pemohon, sebagaimana diatur dalam
Peraturan Bersama Menteri. Namun, persetujuan tersebut bukan melingkupi
persetujuan dari seluruh Rukun Tetangga (RT), melainkan hanya persetujuan dari
warga sekitar dalam radius sesuai dengan ketinggian Menara.
Pada dasarnya, kekhawatiran atas sambaran petir atau kegagalan bangunan
Menara telah diakomodir dalam Perkominfo No. 02/2008 dan Peraturan Bersama
Menteri. Menara wajib dilengkapi dengan sarana pendukung, yang salah satunya
Universitas Sumatera Utara
41
adalah penangkal petir. Selain itu, terdapat pula suatu pengaturan mengenai
spesifikasi struktur Menara, yaitu spesifikasi struktur menara harus dibuat
berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Berdasarkan Pasal 5 Peraturan Bersama Menteri, Menara disediakan oleh
Penyedia Menara, dan pembangunannya dilakukan oleh Penyedia Jasa Konstruksi.
Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 25 Undang-Undang Nomor Nomor 18 Tahun 1999
tentang Jasa Konstruksi, pemilik dan penyedia jasa konstruksi bertanggung jawab
dalam hal terdapatnya kegagalan dari bangunan. Dengan demikian, apabila terdapat
kegagalan bangunan atas Menara, maka pemilik dan penyedia jasa konstruksilah
yang bertanggung jawab terhadap peristiwa kegagalan tersebut. Namun, apabila
kegagalan bangunan tersebut disebabkan oleh kesalahan perencana atau pengawas
konstruksi dari pembangunan Menara, dan kemudian menimbulkan kerugian bagi
pihak lain, maka perencana atau pengawas konstruksi yang bertanggung jawab
sesuai dengan bidang profesi, dengan dikenakan ganti rugi. Apabila kegagalan
bangunan disebabkan karena kesalahan pelaksana konstruksi dan merugikan pihak
lain, maka pelaksana konstruksi bertanggung jawab sesuai dengan bidang usaha
dengan dikenakan ganti rugi.
Pasal 11 UU No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi menjelaskan:
1. Penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat
diselenggarakan setelah mendapat izin dari Menteri.
2. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan memperhatikan:
a. Tata cara yang sederhana;
Universitas Sumatera Utara
42
b. Proses yang transparan, adil dan tidak diskriminatif; serta c. Penyelesaian
dalam waktu yang singkat.
3. Ketentuan mengenai perizinan penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan PP.
Disamping itu terdapat juga di dalam PP No.52 Tahun 2000 Tentang
Penyelenggaraan Telekomunikasi di dalam Pasal 8 yaitu:
1. Penyelenggara
jaringan
telekomunikasi
dapat
menyelenggarakan
jasa
telekomunikasi melalui jaringan yang dimiliki dan disediakannya.
2. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
harus merupakan kegiatan usaha yang terpisah dari penyelenggaraan jaringan
yang sudah ada.
3. Untuk menyelenggarakan jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
penyelenggara
jaringan
telekomunikasi
wajib
mendapatkan
izin
penyelenggaraan jasa telekomunikasi dari Menteri.
Di dalam Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan
Umum, Menteri Komunikasi Dan Informatika Dan Kepala Badan Koordinasi
Penanaman Modal Nomor: 18 Tahun 2009 Nomor: 07/Prt/M/2009 Nomor:
19/Per/M.Kominfo/03/2009 Nomor: 3/P/2009 Tentang Pedoman Pembangunan
Dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi Terdapat di dalam Bab III Pasal
4 yaitu tentang Perizinan Bangunan Menara :
Universitas Sumatera Utara
43
1. Pembangunan menara wajib memiliki Izin Mendirikan Bangunan Menara dari
Bupati/ Walikota, kecuali untuk Provinsi DKI Jakarta wajib memiliki Izin
Mendirikan Bangunan Menara dari Gubernur.
2. Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Menara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib memperhatikan ketentuan perundang-undangan tentang penataan
ruang.
3. Pemberian Izin mendirikan Bangunan Menara sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) dilaksanakan melalui pelayanan terpadu
Penyedia jasa telekomunikasi dan operator seluler harus melengkapi empat
syarat untuk mendirikan menara telekomunikasi seluler sesuai peraturan yang
berlaku. "Empat syarat yang harus dilengkapi itu adalah izin mendirikan bangunan,
izin gangguan, melengkapi peralatan penangkal petir dan penyediaan genset secara
mandiri 42. Sedangkan untuk kekuatan menara, kata dia, harus mampu menahan
terpaan angin hingga 120 kilometer (km) per jam, sementara rata-rata kekuatan
angin yang terjadi di Indonesia termasuk di Kaltim berkisar 60 kilometer per jam.
Kekuatan menara juga harus tahan terhadap gempa dengan kekuatan tertentu.
Menara tersebut di satu sisi menunjukkan pelayanan operator seluler kepada
pelanggan yang semakin meningkat karena sesuai dengan kebutuhan. Namun di sisi
lain, ada juga yang tidak indah dalam estetika tata kota, sisi keamanan perhubungan
serta lingkungan sekitar.
42
http://www.antarakaltim.com/berita/6660/kadiskominfo-pembangunan-menara-haruspenuhi-empat-syarat, diakses tanggal 12 Maret 2017
Universitas Sumatera Utara
44
Oleh karena Penyenggaraan menara telekomunikasi terkait dengan beberapa
instansi Pemerintahan tanggal 30 Maret 2009, diterbitkan peraturan bersama
dalam bentuk Peraturan Menteri Dalam Negeri No.18/2009, Peraturan Menteri
Pekerjaan
Umum
No.07/PRT/M/2009,
Peraturan
Menkominfo
No.19/PER/M.KOMINFO/03/2009 dan Peraturan Kepala Badan Koordinasi
Penanaman
Modal No.3/P/2009
mengenai
pedoman
Pembangunan
dan
Penggunaan Menara bersama Telekomunikasi.Peraturan Bersama itu mengatur
bahwa izin pembangunan menara telekomunikasi diberikan oleh Bupati atau
Walikota yang mengepalai pemerintahan lokal di Indonesia, dan gubernur khusus
untuk Provinsi DKI Jakarta.Peraturan Bersama itu juga memuat standar
pembangunan dan mensyaratkan agar menara telekomunikasi dibangun untuk
dapat digunakan bersama oleh para penyedia layanan telekomunikasi.Pemilik
menara telekomunikasi diizinkan untuk mengenakan biaya tertentu, yang
dinegosiasikan dengan merujuk pada biaya terkait dengan biaya investasi dan
operasional, pengembalian investasi dan keuntungan.Tidak diperbolehkan adanya
praktik monopoli terkait kepemilikan dan pengelolaan menara telekomunikasi. 43
Selain hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh para pelaku
penyelenggara telekomunikasi, Pemerintah juga memberikan batasan atau
pengecualian sebagai berikut.
43
http://www.telkom.co.id/UHI/CDInteraktif2013/ID/0117_dasar%20hukum.html,diakses
tanggal 21 Maret 2017.
Universitas Sumatera Utara
45
1. Dalam penyelenggaraan telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat di antara penyelenggara telekomunikasi. 44
2. Penyelenggara telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan usaha
penyelenggaraan telekomunikasi yang bertentangan dengan kepentingan
umum, kesusilaan, keamanan, atau ketertiban umum. 45
3. Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau
memanipulasi akses ke
jaringan
telekomunikasi,
akses
ke
jasa
telekomunikasi, dan/atau akses ke jaringan telekomunikasi khusus. 46
4. Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan
gangguan
fisik
dan
elektromagnetik
terhadap
penyelenggaraan
telekomunikasi. 47
5. Setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang
disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun. 48
Dalam
mengatur
penyelenggaraan
telekomunikasi,
Pemerintah
selain
menerbitkan Undang-undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, juga
menerbitkan
Peraturan
Pemerintah
No.
52
Tahun
2000
tentang
Penyelenggaraan Telekomunikasi, sebagai salah satu peraturan pelaksana dari
Undang-undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Peraturan
Pemerintah tersebut memberi penjelasan yang lebih lengkap seputar
44
Ps. 10 ayat (1). UU No. 36 Tahun 1999
Ibid, Pasal 21
46
Ibid, Pasal 22
47
Ibid, pasal 38
48
Ibid, Pasal 40
45
Universitas Sumatera Utara
46
penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia. Di samping itu, Pemerintah juga
menerbitkan Keputusan Menteri Perhubungan No. 20 Tahun 2001 (yang
kemudian telah diubah dengan Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika
No. 06/P/M.KOMINFO/04/2008). Keputusan Menteri ini menjabarkan lebih
terperinci mengenai penyelenggaraan jaringan telekomunikasi. Di pihak lain,
untuk
mengatur
lebih
terperinci
mengenai
penyelenggaraan
jasa
telekomunikasi, maka diterbitkan Keputusan Menteri Perhubungan No. 21
Tahun 2001, yang kemudian diubah dengan Keputusan Menteri Perhubungan
No. 30 Tahun 2004.
Universitas Sumatera Utara